Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea harus tetap jernih dan
permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan
yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah pupil), bila
kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis
merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun
kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau
karena alergi. keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau,
dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-
jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis
pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang
terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini
akan berkembang menjadi suatu ulkus. . Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah
5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia. Ulkus dapat merusak kornea secara
permanen dan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai
menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat
agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan.3 Karena itu penulis tertarik
mengambil laporan kasus mengenai keratitis virus sebagai referensi dan tambahan
informasi yang di harapkan dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam
menangani pasien dengan keratitis virus.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. EK
Tanggal Lahir : 1 Maret 1984
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jln. Mega Mendung RT25/RW07, Sentosa S.Ulu I
Tanggal pemeriksaan : 7 Februari 2017

2.2 Anamnesis (7 Februari 2017)


Keluhan Utama
Mata kiri terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu
Keluhan Tambahan
Mata kiri merah, penglihatan mata kiri kabur dan berair

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poli mata RSMP pada tanggal 7 Februari 2017 dengan
keluhan mata kiri terasa nyeri. Nyeri seperti terbakar, dirasakan terus menerus.
Pasien juga mengeluh mata kiri merah, berair dan penglihatan kabur. Pada
kelopak mata kiri pasien juga terasa nyeri, dan panas. Pasien mengaku awalnya
kelopak mata kiri bengkak, namun keluhan kelopak mata bengkak sudah
berkurang. Pasien mengaku penglihatan mata kirinya terasa kabur. Pasien juga

2
mengeluh kepala pusing, dan demam 3 hari yang lalu. Keluhan mata gatal
disangkal. Riwayat banyak sekret pada mata disangkal.
Tiga hari sebelumnya pasien mengaku sudah berobat di dokter puskesmas
dengan keluhan mata kiri merah, keluhan mata nyeri belum dirasakan. Pasien
diberikan obat tetes mata yang digunakan 4 kali sehari, namun pasien lupa nama
obat yang diberikan, namun keluhan mata merah tidak berkurang. Pasien
kemuadian mengeluh mata kiri bengkak dan mulai terasa nyeri. Riwayat silau
saat melihat cahaya disangkal.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal.
 Riwayat trauma pada mata disangkal.
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal.
 Riwayat peyakit jantung disangkal

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga


 Riwayat anggota yang memiliki keluhan serupa disangkal
 Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
 Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

2.5 Status Generalis


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Laju Nafas : 20 x/menit, teratur

3
- Suhu : 36,8oC

2.6 Status Oftalmologis

OD OS

Injeksi siliar Injeksi siliar


infiltrat

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 20/20 20/100
2. Tekanan Intra Okuler N N
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
Nasal bawah Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)

4
Hiperemis (-) (+)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (+)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (+)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (+)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (+)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea

5
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (+)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Coklat tua Coklat tua
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil

6
Bentuk Bulat Bulat
Besar ± 3 mm ± 3 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna
- perdarahan
- eksudat
Makula lutea

Pemeriksaan Penunjang:
 Pemeriksaan Visus
VOD : 20/20

7
VOS : 20/100
 Pemeriksaan Slit Lamp
 Tes Flurosein

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Tn. EK Ruang : Poli Mata


PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 32 tahun Kelas : -
Pasien datang ke poli mata RSMP dengan keluhan mata kiri terasa nyeri.
Nyeri seperti terbakar, dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh mata kiri
merah, berair dan penglihatan kabur. Pada kelopak mata kiri pasien juga terasa nyeri,
dan panas. Pasien mengaku awalnya kelopak mata kiri bengkak, namun keluhan
kelopak mata bengkak sudah berkurang. Pasien mengaku penglihatan mata kirinya
terasa kabur. Pasien juga mengeluh kepala pusing, dan demam 3 hari yang lalu.
Keluhan mata gatal disangkal. Riwayat banyak sekret pada mata disangkal.
Tiga hari sebelumnya pasien mengaku sudah berobat di dokter puskesmas
dengan keluhan mata kiri merah, keluhan mata nyeri belum dirasakan. Pasien
diberikan obat tetes mata yang digunakan 4 kali sehari, namun pasien lupa nama obat
yang diberikan, namun keluhan mata merah tidak berkurang. Pasien kemuadian
mengeluh mata kiri bengkak dan mulai terasa nyeri. Riwayat silau saat melihat cahaya
disangkal.
Keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat kencing manis disangkal,
riwayat darah tinggi disangkal, riwayat alergi di sangkal, riwayat trauma mata
sebelumnya di sangkal. Pada keluarga tidak terdapat keluhan yang serupa.

Daftar Masalah:
 Mata kiri nyeri seperti terbakar
 Mata berair
 Mata merah
 Gambaran infiltrat pada kornea OS
 Palpebra bengkak dan timbul krusta berwarna kuning kecoklatan

8
 Palpebra hiperemis
 VOS : 20/100

Kemungkinan Penyebab Masalah :


 Keratitis Virus OS ec susp herpes simpleks

Nama : Tn. EK Ruang : Poli Mata


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 32 tahun Kelas : -

1. Pengobatan
 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan
setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam) diberikan setiap 4 jam dan
 Asiklovir oral 400 mg 5x/hari selama 7-10 hari
 Analgetik dan antipiretik misalnya paracetamol tablet 500mg

2. Edukasi
a. Hindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari
b. Mrncuci tangan secara teratur dan menjaga kebersihan
c. Hindari faktor resiko, misalnya kelelahan atau stres
d. Kontrol secara teratur

Nama dan tanda tangan dokter muda : Elin Mutia Sari, S.Ked

Dokter Pembimbing: dr. H. Ibrahim, Sp.M

Tanggal : 12 Februari 2017


Tanda tangan,

( dr. H. Ibrahim, Sp.M )

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke dalam sklera
pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa memiliki tebal 0,54 mikrometer dipusatnya, diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda; lapisan epitel
(yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman,
stroma, membran descement, dan lapisan endotel.2
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel. Lapis Bowman
merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan bagian stroma yang berubah.
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Membran descement,
yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang
homogen dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan
mikroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian pra- dan pasca
nasalnya.2

10
Gambar 1. Anatomi kornea

Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup retan
terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya akibat penuaan. Transparasi kornea
disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas, dan deturgensinya.2

Gambar 2. Lapisan Kornea

11
1. Epitel
Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk,
ada satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada
sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan
erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit
dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang saling
melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf
kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan
gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi
epitel juga cukup besar.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan
berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.
3. Stroma
Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar
90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas
jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat
anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma
bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel
endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

12
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak
dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh
darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40m.
5. Endotel
Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan
kornea, mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya
regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi
cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan akibat
gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan
cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi.
Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler
dan usia lanjut. Lapisan endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel
berbentuk heksagonal dengan tebal 20-40m yang melekat pada membran
descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.

3.2 Fisiologi kornea


Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui oleh
berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgens. Deturgens atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dari pada
epitel dalam mekanisme dehidrasi, kerusakan endotel jauh lebih serius
dibandingkaan kerusakan epitel. Kerusakan endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan yang biasanya bertahan lama karena terbatasnya
potensi pebaikan endotel. Kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal

13
sesaat saat stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel
yang cepat. Epitel adalah sawar yang efiesien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea, namun saat terjadi cedera, stroma yang
avaskular dan lapisan bowman mudah terinfeksi berbagai macam
mikroorganisme seperti bakteri, amuba, dan jamur.2 Sumber-sumber nutrisi untuk
kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata.
Kornea superficial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer.
Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (opthalmicus), nervus
kranialis V (trigeminus).2

3.3 Keratitis
3.3.1 Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.
Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan epitel
atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan
stroma.2

3.3.2 Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena
keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih
sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki
jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan
lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk
35% di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi
jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur),
sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara.
secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.5,6

14
3.3.3 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke
sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti
debu, serbuk sari, jamur, atau ragi
9. Efek samping obat tertentu1,2,3

3.3.4 Patofisiologi4
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah
mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang
meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag,
leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan
jaringan yang utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak
mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen
yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di kornea terjadi vaskularisasi.
Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis yang dapat
dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal kornea
yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi
juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.

15
Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai
dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea perifer)
dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskhemik
kornea perifer, suatu kelainan yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang
serius. Patofisiologi keadaan ini tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh
komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari
kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel
yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke arah sumber
antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi kornea. Sindrom
iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa pada proses imunologik secara
histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan dengan
ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada
keratitis herpetika yang khronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul
limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea.

3.3.5 Klasifikasi2,3
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Berdasarkan lapisan yang
terkena, keratitis dibagi menjadi:
1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel)
2. Keratitis Marginal
3. Keratitis Interstisial
Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Bakteri
2. Keratitis Jamur
3. Keratitis Virus
4. Keratitis Herpetik
a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster
b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :

16
5. Keratitis Alergi
a. Keratokonjungtivitis
b. Keratokonjungtivitis epidemi
c. Tukak atau ulkus fliktenular
d. Keratitis fasikularis
e. Keratokonjungtivitis vernal
Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Flikten
2. Keratitis Sika
3. Keratitis Neuroparalitik

Klasifikasi keratitis berdasarkan lapisan kornea yang terkena, yaitu:


A. Keratitis Pungtata5
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk
bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran seperti
infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea
superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata
subepitel adalah keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman.

Gambar 2 . Keratitis pungtata5


B. Keratitis Marginal6
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.
Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau

17
keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien
setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.

Gambar 3. Keratitis Marginal6

C. Keratitis Interstitial3
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh
darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea.
Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab
paling sering dari keratitis interstitial.

.Gambar 4. Keratitis Interstitial6


Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :
A. Keratitis Bakteri1,2
1. Faktor Risiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea
adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor
risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:
 Penggunaan lensa kontak

18
 Trauma
 Kontaminasi pengobatan mata
 Riwayat keratitis bakteri sebelumnya
 Riwayat operasi mata sebelumnya
 Gangguan defense mechanism
 Perubahan struktur permukaan kornea

2. Etiologi

Tabel 1. Etiologi Keratitis Bakteri1

3. Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur.

Gambar 5. Keratitis ulseratif supuratif yang disebabkan oleh P.aeruginosa1

4. Pemeriksaan Laboratorium

19
 Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan
bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di
media cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan pengecatan
dengan Gram.
 Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan secara
klinis dengan menggunakan blade kornea bila ditemukan infiltrat dalam di
stroma.

5. Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:

B. Keratitis Fungi (Jamur)1,2,3


1. Etiologi
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
a. Jamur berfilamen (filamentous fungi)
Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:

20
 Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
 Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
b. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
c. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media
pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp,
Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
2. Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella
kornea.Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan
edema serat kolagen dan keratosit.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :
 Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama
 Lesi satelit
 Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan
seperti hifa di bawah endotel utuh
 Plak endotel
 Hypopyon, kadang-kadang rekuren
 Formasi cincin sekeliling ulku
 Lesi kornea yang indolen

Gambar 6. Keratitis Fungi6


3. Pemeriksaan Penunjang

21
 Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau
KOH + Tinta India.
 Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau
Methenamine Silver.
4. Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi : Polyenes termasuk
natamycin, nistatin, dan amfoterisin B. Azoles (imidazoles dan triazoles)
termasuk ketoconazole, Miconazole, flukonazol, itraconazole, econazole, dan
clotrimazole.`

C. Keratitis Virus2,4
Keratitis Herpes Simpleks
1. Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host,
merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga
hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui
kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin
yang mengandung virus.
2. Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
 Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial
mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea
superfisial.
 Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke

22
dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.
3. Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan
kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian
pusat yang terkena. Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta
pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai
keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya
infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di
mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang
stroma

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks

4. Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel
raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang
terinfeksi dan virus intranuclear inklusi

5. Terapi
 Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial,
karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga mengurangi
beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada

23
kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement
dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti
atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan
ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti
penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.
 Terapi Obat
 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam) tidak boleh
digunakan lebih dari 2 minggu.
 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
 Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4
jam
 Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya
pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit
agresif. Dengan dosis 400 mg lima kali per hari pada pasien
imunocompropromised dan 800 mg lima kali per hari pada pasien
atopik atau imun lemah.
 Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

Keratitis Virus Varicella-Zoster


Infeksi virus varieclla-zoster terjadi dalam 2 bentuk : primer (varicella) dan
rekurens (herpes zoster). Pada varicella, jarang terjadi manifestasi di mata; pada
zoster oftalmik sering. Pada varicella, lesi mata umunya berupa lesi cacar di palpebra
dan tepian palpebra. Jarang terjadi keratitis (khas lesi stroma perifer dengan

24
vaskularisasi). Dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan atau tanpa pseudo
dendrit.
Sedangkan pada zoster oftalmik, banyak dijumpai keratouveitis yang
bervariasi beratnya. Komplikasi kornea pada zoster oftalmik dapat diperkirakan
timbul jika terdapat erupsi kulit di daerah yang dipersarafi oleh cabang-cabang nervus
nasolakrimalis.
Bebeda dengan keratitis HSV rekurens yang umunya hanya mengenai epitel,
keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya. Lesi
epitelnya amorf dan berbercak, sesekali terdapat pseudo dendrit. Kekeruhan
stromadisebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya hanya
subepitel. Keadaan ini dapat diikuti stroma dalam, disertai nekrosis dan vaskularisasi.
Obat antiviral intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk
mengobati herpes zoster oftalmik, khususnya pada pasien dengan kekebalan
terganggu. Dosis oral asyclovir adalah 800mg 5x/hari selama 10-14 hari;
valacyclovir, 1g 3x/hari selama 7-10 hari; famcyclovir, 500mg per 8 jam selama 7-10
hari. Terapi hendaknya dimulai sejak 72 jam setelah timbul kemerahan. Peran
antiviral topikal kurang meyakinkan. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan
untuk mengobati keratitis berat, uveitis dan glaukoma sekunder.

D. Keratitis Alergi2,3,4
1. Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita
sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.
2. Manifestasi Klinis
 Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi
sekret mukoid.
 Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)
 Gatal

25
 Fotofobia
 Sensasi benda asing
 Mata berair dan blefarospasme
3. Terapi
 Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati
 Steroid topikal dan sistemik
 Kompres dingin
 Obat vasokonstriktor
 Antihistamin umumnya tidak efektif
 Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:


A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa3
Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada
lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk ulkus.
Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula ulkus yang
menjalar dari pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan sikatrik sedangkan
bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander phlyctaen. Keadaan ini
merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi kemudian kambuh lagi di tempat
lain bila penyebabnya masih ada dan dapat menyebabkan kelainan kornea
berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai pulau-pulau yang disertai
‘geographic pattern’.

B. Keratitis Sika6
Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan kornea
dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan kornea, yaitu:
 Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis

26
 Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai obat
diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.
 Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,
penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti trauma
kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.
 Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir, lagoftalmus,
keratitis neuroparalitika.
 Adanya sikatrik pada kornea.

3.3.6 Komplikasi2,3
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai
hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:
Gangguan refraksi, Jaringan parut permanent, Ulkus kornea, Perforasi kornea,
Glaukoma sekunder

2.2.7 Prognosis2
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak
diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat
mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis visual tergantung pada
beberapa faktor, tergantung dari:
 Virulensi organisme
 Luas dan lokasi keratitis
 Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

27
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke poli mata RSMP dengan keluhan mata kiri terasa nyeri.
Nyeri seperti terbakar, dirasakan terus-menerus. Pasien juga mengeluh mata kiri
merah, berair dan penglihatan kabur. Pada kelopak mata kiri pasien juga terasa nyeri,
dan panas. Pasien mengaku awalnya kelopak mata kiri bengkak, namun keluhan
kelopak mata bengkak sudah berkurang. Pasien mengaku penglihatan mata kirinya
terasa kabur. Pasien juga mengeluh kepala pusing, dan demam 3 hari yang lalu.
Virus yang mengakibatkan infeksi pada kornea termasuk infeksi virus pada
saluran nafas seperti adenovirus dapat menyebabkan demam.3
Keratitis virus umumnya dapat disebebkan oleh herpes simpleks atau
varicella-zoster. Pada varicella, lesi mata umunya berupa lesi cacar di palpebra dan
tepian palpebra. Jarang terjadi keratitis (khas lesi stroma perifer dengan
vaskularisasi). Dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan atau tanpa pseudo
dendrit. Sedangkan pada zoster oftalmik, banyak dijumpai keratouveitis yang
bervariasi beratnya. Komplikasi kornea pada zoster oftalmik dapat diperkirakan
timbul jika terdapat erupsi kulit di daerah yang dipersarafi oleh cabang-cabang nervus
nasolakrimalis.2
Bebeda dengan keratitis HSV rekurens yang umunya hanya mengenai epitel,
keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya. Lesi
epitelnya amorf dan berbercak, sesekali terdapat pseudo dendrit. Kekeruhan stroma
disebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya hanya subepitel.
Keadaan ini dapat diikuti stroma dalam, disertai nekrosis dan vaskularisasi.2
Pada pasien ini, apabila mata kiri diamati dengan slitlamp tampak infiltrat di
bagian perifer kornea, lesi menunjukkan bahwa infeksi hanya mengenai bagian epitel
kornea, tidak tampak adanya kekeruhan pada stroma. Ujung saraf kornea berakhir di

28
epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan sensibilitas
korena dan rasa sakit dan mengganjal.

Awalnya pasien mengeluh mata merah tanpa disertai rasa nyeri. Hal ini
berhubungan dengan adanya gambaran iritasi pada pasien dengan keratitis. Pada
keratitis virus khusunya herpes simpleks biasanya nampak gambaran dendrit.

Gejala klinis dari keratitis virus mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur,
mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena. Pada infeksi herpes biasanya dimulai radang konjungtiva yang mengenai satu
mata. Biasanya berlanjut menjadi keratitis dendritik.

Keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat kencing manis disangkal,


riwayat darah tinggi disangkal, riwayat alergi di sangkal, riwayat trauma mata
sebelumnya di sangkal. Pada keluarga terdapat keluahn yang sama disangkal.
Kambuhnya penyakit ini diakibatkan oleh stres, lelah, terpajan sinar ultraviolet.
Pada keratitis virus yang disebabkan oleh varicella-zoster biasanya pada amanesis
ditanya akan apakah pasien memeiliki riwayat menderita penyakit cacak air.
Pada pemeriksaan mata didapatkan visus OD 20/20, dan OS 20/100.
Kedudukan bola mata ODS ortoforia, pergerakan bola mata baik ke segala arah. Pada
OS : tampak infiltrat tipis pada kornea, disertai palpebra hiperemis disera krusta
berwarna kuning kecoklatan. Adanya penurunan penglihatan mendukung
ditegakkannya diagnosis keratitis virus.
Pengobatan pada pasien dengan keratitis virus di berikan terapi
nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa. Pada terapi non medikamentosa dapat
dilakukan debridement. Ini merupakan cara efektif karena virus berlokasi didalam
epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea.
Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik
seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan

29
ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti
penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.
Untuk teapi medikamentosa dapat diberikan IDU (Idoxuridine) analog
pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan
setiap 4 jam) tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu atau Vibrabin: sama dengan
IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep, atau Trifluorotimetidin (TFT): sama
dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Dapat juga diberikan Asiklovir (salep 3%),
diberikan setiap 4 jam dan Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,
khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit
agresif. Dengan dosis 400 mg lima kali per hari pada pasien imunocompropromised
dan 800 mg lima kali per hari pada pasien atopik atau imun lemah. Keratoplasti
penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang
mempunyai parut kornea yang berat.

30
BAB V
KESIMPULAN

Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis


merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun
kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau
karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3
Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja adalah keratitis virus ec
suspect herpes simpleks. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah terapi
medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terpai non medikmentosa pada pasien
dapat dilakukan debridement. Dan terapi medikamentosa dapat diberikan IDU
(Idoxuridine) analog pirimidin, diberikan Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4
jam dan Asiklovir oral. Untuk prognosis apabila bapasien diberikan tatalaksana
yang cepat dan tepat. Prognosis pada pasien adalah baik.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San


Fransisco 2008-2009. p. 179-90
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta : EGC. 2009. p. 125-49.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–
116
4. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hal: 56
5. Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American Medical
Association.1997. 144:1544-1549. Available at : http://webeye.
ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: February 2017)
6. Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University College
of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale, Florida. Available at:
http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed: February 2017)
7. Suharjo, Fatah Widido. 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito
Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id

32

Anda mungkin juga menyukai