Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada


retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media pengelihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan
benda setelah melalui media pengelihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea.
Mata yang normal menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan
mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2
Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. 246 juta orang di seluruh dunia
memiliki ganguan penglihatan yang meliputi ametropia (miopia, hipemetropia
atau astigmatisme) sebesar 43 %, katarak 33 %, glaukoma 2 %.3
Miopia adalah keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di
depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Pada pasien miopia akan
menyatakan melihat jelas bila melihat dekat sedangkan melihat jauh buram atau
disebut pasien rabun jauh.2,3
Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala yang sering
disertai juling dan celah kelopak mata yang sempit. Seseorang myopia biasanya
menyipitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole (lubang kecil).2,4
Pengobatan pasien dengan myopia adalah dengan memberikan kacamata
sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman pengelihatan maksimal.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan myopia adalah terjadinya ablasi
retina dan juling. 2,4
Mengingat bahwa kasus miopia ini masih sangat banyak dan merupakan
salah satu masalah kesehatan mata yang mengakibatkan gangguan penglihatan
sehingga penulis merasa perlu untuk membahas mengenai miopia.
2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. PKS
Tanggal Lahir : 1 Agustus 2002
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jln. Jaya Lorong Paras Raya I RT 10 RW 03
Kelurahan 16 Ulu Seberang Ulu II Palembang
Tanggal pemeriksaan : 26 Maret 2019

2.2 Anamnesis (26 Maret 2019)


Kabur pada saat melihat jauh pada kedua mata

Keluhan Tambahan :
Kabur pada saat melihat jauh, penglihatan berbayang, mata terasa cepat lelah,
mata berair, sering memicingkan mata ketika melihat jauh, sakit kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat
jauh sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau
melihat huruf dari jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan
merasakan penglihatan berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata
dirasakan perlahan.
Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat jauh semakin
bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca,
menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien
3

mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat


asap tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat
pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat
terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah
tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada
mata tidak ada.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal.
 Riwayat trauma pada mata disangkal.
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal.
 Riwayat peyakit jantung disangkal

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga


 Riwayat anggota yang memiliki keluhan serupa ada
 Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
 Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

2.5 Status Generalis


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 75 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Laju Nafas : 19 x/menit, teratur
- Suhu : 36,6oC
4

2.6 Status Oftalmologis


Nama : PKS Ruang : Poli Mata
PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 16 Tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 75 x/menit
- Laju Napas : 19 x/menit
- Suhu : 36,6° C

Status Oftalmologis

OD OS

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 2/60 20/400
2. Tekanan Intra Okuler Secara palpasi Secara palpasi
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
5

Nasal bawah Baik Baik


Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
6

Kejernihan Jernih Jernih


Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Hitam Hitam
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ±3 mm ±3 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Central Central
7

Refleks cahaya langsung (+) (+)


Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks fundus
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna
- perdarahan
- eksudat
Makula lutea

Pemeriksaan Penunjang:
1) Pemeriksaan Visus
VOD : 2/60 di koreksi S -5.00 
20/20
VOS : 20/400 di koreksi S -3.5 
20/20
8

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : PKS Ruang : Poli Mata


PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 16 Tahun Kelas : -
Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh sejak 3
tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau melihat huruf dari
jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan merasakan penglihatan
berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata dirasakan perlahan.
Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat jauh semakin
bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca,
menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien
mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat asap
tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat pelangi apabila
melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada,
keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah tidak ada, mata keluar
sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada.
Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 2/60 di koreksi S -5.00, OS 20/400
di koreksi S -3.50. Kedudukan bola mata ortoforia, pergerakan bola mata baik ke
segala arah, palpebra ODS tenang, kornea jernih ODS, kamera okuli anterior
kedalaman sedang dan jernih ODS, iris coklat gambaran jelas ODS, pupil bentuk
bulat, ukuran 3 mm, isokor, letak central, reflek cahaya langsung dan tidak
langsung (+) ODS, lensa jernih.

Daftar Masalah:
- Penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh
- Kedua mata cepat lelah terutama bila membaca, menonton televisi dalam
jangka waktu lama dan ketika pasien belajar
- Sakit kepala
- Visus OD 2/60 di koreksi S -5.00
- Visus OS 20/400 di koreksi S -3.50

Kemungkinan Penyebab Masalah :


Myopia Oculi Dextra et Sinistra Sedang
9

Nama : PKS Ruang : Poli Mata


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 16 Tahun Kelas : -
1) Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien bahwa gangguan penglihatan dikarenakan
miopia
 Menjelaskan kepada pasien bahwa gangguan pengelihatan telah
bertambah sehingga pasien sebaiknya mengganti kacamata
 Menjelaskan kepada pasien untuk selalu menggunakan kacamata dan
apabila mata kabur kembali segera periksakan ke dokter karena miopia
dapat bertambah pula

2) Medikamentosa
 Topikal : Asthenof Drop gtt I tiap 8 jam
 Mecobalamin 1x500 mg tab
 Resep kacamata sesuai koreksi:
OD : S -5.00
OS : S -3.50

Nama dan tanda tangan dokter muda :

Suci Purnamarza, S.Ked

Diperiksa dan disahkan oleh :

Dokter Pembimbing: dr. H. Ibrahim, Sp.M.

Tanggal : 26 Maret 2019

Tanda tangan,

(dr. H. Ibrahim, Sp.M.)


10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Regio Orbita

Gambar 1. Anatomi Orbita (Mata)

Volume orbita dewasa kira-kira 30 mL dan bola mata hanya menempati


sekitar seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian
terbesarnya. Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter
anteroposterior sekitar 24,2 mm.4

BOLA MATA
 Konjungtiva4,5
Adalah membran mukosa yang transparant dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi
palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat di tarsus. Di tepi superior dan inferior,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior)
dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
11

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di


fornices dan melipat bekali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke
forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada
kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul
tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah
bergerak (Plica semilunaris) terletak di kantus internus dan
merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa
hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik
elemen kulit maupun membran mukosa.

 Sklera & episklera4,5


Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian
dalam, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat
dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior
dan durameter nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan
jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior,
membentuk lamina eribrosa, yang di antaranya dilalui oleh berkas
aksen nervus opticus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh
sebuah lapisan tipis jaringan elastis halus. Episklera yang
mengandung banyak pembulu darah yang mendarahi sklera. Lapisan
berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera adalah lamila tusc
yang membentuk lapisan luar ruang suprakornoid.

 Kornea4,5
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
12

sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata


mempunyai tebal 550 um di pusatnya. Diameter horizontalnya
berkisar 11,75 mm dan verticalnnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai 5 lapisan yang berbeda-beda. Lapisan
epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.
Saat lahir tebalnya sekitar 3um dan terus menebal selama hidup,
mencapai 10-12 um. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi
lapisan ini berperan besar dala mempertahankan deturgesensi stroma
kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan
sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya
dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit
pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema
kornea.
Sumber-sumber nurtisi untuk kornea adalah pembulu-pembulu
darah limbus, humor aqueous dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapat sebagian besar oksigen dari atmosfer.saraf-saraf sensorik
kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis
V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang
seragam, avaskularitas dan deturgenesinya.

 Traktus uvealis4,5
Traktus Uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare, dan koroid.
Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi
oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina.
 Iris
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris
berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di
tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan
anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata
belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam
stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan
13

berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan


perluasan neurorentina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah
anterior.
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke
dalam mata. ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh
keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang
dihantarkan melalui nervus kranialis III tudinal musculus ciliaris
menyisip kedalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar
porinya.
 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara rentina dan
sklera. Koroid tersusun atas 3 lapis pembulu darah koroid : besar,
sedang dan kecil. Semakin dalam pembulu darah terletak di dalam
koroid, semakin lebar lumennya. (Bagian dalam pembulu darah
koroid dikenal sebagai koriokapilaris.
 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avaskular, tak
berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4
mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris. Zonula mnghubungkan dengan corpus ciliare.
Disebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, sebelah
posteriornya, vitreus. Kapsul lensa (lihat bawah) adalah suatu
membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel dari pada
dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit
masuk.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar
35%-nya protein (kandungan proteinnya tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sekali mineral
seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungna
kaliaum lebih tinggi di lensa dari pada di kebanyakan jaringan
lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
14

teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembulu


darah atau saraf di lensa.

 Aqueous humor4,5
Aqueous Humor di produksi oleh corpus ciliaris. Setalah
memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan
masuk ke dalam bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut
bilik mata depan.

 Sudut bilik depan mata4,5


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea
parifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah
garis schlemm, dan taji sklera (Sclera spur).
Garis schlemm menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman
trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar
yang mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-
lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu
filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal
schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke dalam bili
mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea, bagian luar, yang terletak
pada bagian kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-
serat longitudinal otot siliaris menyisip kedalam anyaman trabekula
tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di
antara corpus ciliare dan kanal schlemm, tempat iris dan corpus ciliare
menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal schlemm (sekitar 300
saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhunungan dengan sistem
vena episklera.

 Retina4,5
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisin bagian dalam 2/3 posterior dinding
15

bola mata. Retina membentang anterior hampir sejauh corpus ciliare


dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata.
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai
berikut:
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion
yang berjalan menuju nervus opticus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksifirm dalam yang mengandung sambungan sel
ganglion dengan sel amakrim dan sel bipolar
5. Lapisan dalam inti dalam badan-badan sel bipolar amakrim dan
horisontal
6. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar
dan sel horisontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina

 Vitreus4,5
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular
yang membentuk 2/3 volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan
yang dibatasi oleh lensa. Retina, dan diskus optikus. Permukaan luar
vitreus – membran hyaloid – normalnya berkontak dengan struktur-
struktur berikut : kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana
lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus
mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup kelapisan
epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Diawal
kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi
optici tetapi segera berkurang di kemudian hari.
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
16

konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat


banyak air.

2.2 Fisiologi Pengelihatan6


Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi
biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-
ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa
mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan
anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea
dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa
kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor
vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias
udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata)
1.40, dan humor vitreous 1.34.
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan
bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat
sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat
berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya
terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai
daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan
dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea.
Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh
berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang
secara normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki
daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total
susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian
lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat.
Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa
mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun
lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat
mencembung sehingga memungkinkan terjadinya “akomodasi”. 8
17

Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan


oleh lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat
membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya,
namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak,
tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih
menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. 8

2.3 Miopia
2.3.1 Definisi
Miopia adalah keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan
di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Pada pasien miopia akan
menyatakan melihat jelas bila melihat dekat sedangkan melihat jauh buram
atau disebut pasien rabun jauh.2,3

Gambar 2.1 Miopia


2.3.2 Faktor Resiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi miopia. Herediter dan kebiasaan atau
perilaku membaca dekat disertai penerangan yang kurang menjadi faktor utama
terjadinya miopia. Cara pewarisannya kompleks karena melibatkan banyak
variabel. Intensitas cahaya yang tinggi juga dapat mempengaruhi tingkat
keparahan myopia karena mempengaruhi bekerjanya pupil dan lensa mata.
Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan
risiko miopia. Miopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
18

membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak
kegiatan jarak dekat.7

2.3.3 Klasifikasi2
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.
Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 3 dioptri.

2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat.

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :


1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :


1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina.
19

2.3.4 Patofisiologi
Insiden miopia bergantung pada faktor genetik dan lingkungan. Miopia
adalah inherediter monogenik atau poligenik. Inherediter monogenik jarang
terjadi sedangkan inherediter poligenik terjadi lebih sering. Penelitian saat ini
mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab untuk miopia lebih dari -6.00
dioptri ditemukan pada kromosom 1-5, 7,8, 10-12, 14, 17-22. Gen yang
bertanggung jawab untuk miopia kurang dari -6.00 dioptri ditemukan pada
kromosom 7.7
Mata emetropik menunjukkan bahwa sinar cahaya paralel jatuh pada titik
fokus pada retina, sedangkan pada mata miopia, sinar cahaya paralel jatuh pada
titik fokus di depan retina, hal ini menyebabkan tidak munculnya gambar tajam
pada retina ketika pasien menatap ke kejauhan. Mata miopia menunjukkan
gambar yang tajam hanya dapat dihasilkan oleh objek dengan jarak yang dekat
dimana sinar cahaya menyebar sebelum masuk ke mata.10
Penyebabnya antara lain bola mata yang terlalu panjang dengan daya
refraksi normal (miopia aksial, gambar 2.1c), dan daya refraksi yang terlalu kuat
pada panjang bola mata yang normal (miopia refraktif, gambar 2.1d).10

2.3.5 Manifestasi
Kecurigaan adanya rabun jauh pada pasien bisa bergantung pada
anamnesis keluhan subjektif pasien dan temuan objektif penderita. Keluhan
tersering pasien berupa penglihatan kabur saat melihat jauh dan harus melihat
dekat apabila melihat benda-benda yang kecil, juga cepat lelah bila membaca
jauh. Seseorang yang mengalami miopia akan menyipitkan mata atau
mengerutkan kening dan sering mengalami sakit kepala.
Temuan gejala objektif miopia tergantung pada gangguan miopia yang
didapat, yang digolongkan menjadi sederhana (simpleks) atau patologis.
1. Miopia simpleks:
Miopia yang sering ditemukan pada usia sekolah, dengan onset pada usia 10-12
tahun. Biasanya miopia jenis ini tidak berkembang lebih jauh setelah usia 20
tahun. Refraksi jarang melebihi -6.00 dioptri. Adapun temuan klinisnya antara
lain.10
20

 Segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang juga ditemukan bola mata yang agak menonjol.
 Segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan disekitar papil saraf
optik.

2. Miopia patologik :
Miopia jenis ini secara umum herediter dan akan berkembang lebih jauh secara
kontinu dan independen dari pengaruh eksternal.10 Miopia patologi adalah
miopia tinggi yang terkait dengan perubahan patologi terutama di segmen
posterior mata. Miopia jenis ini termasuk penyakit yang cukup berat dan
mempunyai konsekuensi menurunnya tajam penglihatan serta penyakit mata
yang serius. Temuan klinisnya antara lain.11
 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
 Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada :
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa kelainan-kelainan
pada degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan
miopia.
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal.
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.
21

2.3.7 Diagnosis
Evaluasi pasien dengan miopia dengan melakukan pemeriksaan yang
komprehensif terhadap mata.
1. Riwayat Pasien
Komponen dari riwayat pasien termasuk keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang (sacred seven), riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit
keluarga, penggunaan obat-obatan, riwayat alergi, dan riwayat sosial.5
Pasien dengan miopia akan mengatakan melihat jelas bila dekat, sedangkan
penglihatan kabur saat melihat jauh sehingga disebut rabun jauh. Pasien
dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai
dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Pasien miopia mempunyai
kebiasaan memicingkan matanya untuk mendapatkan efek lubang kecil.1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tajam penglihatan, lakukan pada kedua mata dari jarak jauh
dengan snellen chart dan jarak dekat dengan Jaeger.
b. Refraksi, retinoskopi merupakan alat yang objektif dalam mengukur
kelainan refraksi. Autorefraktor juga dapat digunakan untuk
menggantikan retinoskopi walaupun tidak dapat memberikan informasi
kualitatif.
c. Pergerakan bola mata dan pandangan dobel.
d. Pemeriksaan lapang pandang.
e. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau pen light.
f. Pemeriksaan funduskopi dan tekanan intraokular, dilakukan karena
pasien dengan miopia berisiko tinggi untuk mengalami glaukoma, dan
ablasio retina.5Pada pemeriksaan funduskopi terdapatmiopik kresen
yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posteriorfundus
mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat
tidaktertutupnya sklera oleh koroid. Mata dengan miopia tinggi akan
terdapat pulakelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan
degenerasi retinabagian perifer.1
22

2.3.8 Tatalaksana
Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif.
Permukaan refraksi mata yang mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada
miopia, mengakibatkan kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan
meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang
digunakan untuk mengoreksi mata miopia ditentukan dengan cara trial and error,
yaitu dengan mula-mula meletakkan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti
dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam
penglihatan yang terbaik.7Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa sferis
+0,25 dioptri. Pemeriksaan tajam penglihatan diulang dengan meminta penderita
membaca semua deretan huruf snellen chart apabila tidak memberikan tajam
penglihatan yang membaik berikan lensa negatif dimulai dari -0,25 dioptri,
ditambahakan berturut-turut -0,25 dioptri sampai pada lensa negatif terlemah
penderita dapat membaca deretan huruf 6/6 pada snellen chart. Pasien yang
dikoreksi dengan -2.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga
bila diberi sferis -2.50 dioptri mendapat tajam penglihatan yang sama, maka
sebaiknya diberikan koreksi -2.00 dioptri untuk memberikan istirahat mata yang
baik setelah dikoreksi.1Koreksi miopia juga dapat menggunakan lensa kontak,
lensa kontak adalah lensa yang diletakkan di atas kornea dan memiliki daya
kohesi sehingga tetap menempel pada kornea, tujuannya adalah untuk
memperbesar bayangan yang jatuh di retina. Kerugian menggunakan lensa kontak
adalah lebih mudah terkena infeksi, apabila pemakainannya kurang
memperhatikan kebersihan, dan lebih mudah terjadi erosi kornea, terutama
apabila dipakai terlalu lama.9
Miopia yang agak berat dapat dilakukan koreksi dengan LASEK (Laser
Epithelial Keratomileusis), dimana dilakukan untuk koreksi miopia -6.00 dioptri,
umumnya sampai -8.00 dioptri. Kekurangan dari prosedur ini adalah nyeri paska
operasi. Selain itu dapat dilakukan LASIK (Laser In Situ Keratomileusis) dimana
dilakukan untuk koreksi miopia -8.00 dioptri, umumnya sampai -10.0 dioptri.
Komplikasi post operasi adalah dry eye, sebab banyak saraf kornea yang
terpotong. Kasus miopi yang berat bisa dilakukan tindakan operasi berupa Clear
Lens Extraction (CLE) yang diikuti penanaman lensa intraokuler.5
23

Pencegahan dapat dilakukan untuk mencegah kelainan mata sejak anak-


anak dan menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Tindakan
pencegahan seperti dengan cara.5
 Ambillah waktu istirahat setiap 30 menit ketika membaca atau melakukan
pekerjaan
dekat yang intensif. Berdiri dan melihat keluar jendela saat beristirahat.
 Pertahankan jarak yang benar dari buku ke mata yaitu 40 - 45 cm.
 Pastikan pencahayaan sudah cukup untuk membaca.
 Membaca atau melakukan pekerjaan visual lainnya dengan menggunakan
postur tegak yang santai.
 Tentukan batas waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi dan bermain
video game. Duduk 5-6 meter dari televisi.

2.3.9 Komplikasi
Komplikasi miopia adalah ablasio retina. Risiko untuk terjadinya ablasio
retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar 1/6662, pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko
meningkat menjadi 1/1335, lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148.
Penambahan faktor risiko pada miopia, lebih rendah tiga kali sedangkan pada
miopia tinggi, meningkat secara signifikan.Komplikasi lain berupa Vitreal
Liquefaction dan Detachment. Vitreus humor yang berada di antara lensa dan
retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia
akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada
penderita miopia tinggi, hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal
kolagen. Tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters),
pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan
kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada
miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata.1
Glaukoma juga menjadi salah satu komplikasi pada miopia tinggi. Risiko
terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
24

akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung


pada trabekula. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga
mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan
keluhan astenopia konvergensi. Kedudukan mata yang menetap seperti ini,
menunjukkan penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.1
25

BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah


Palembang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat
jauh sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau
melihat huruf dari jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan
merasakan penglihatan berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata
dirasakan perlahan.
Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat jauh semakin
bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca,
menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien
mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat
asap tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat
pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat
terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah
tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada
mata tidak ada.
Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 2/60 di koreksi S -5.00, OS
20/200 di koreksi S -3.50. Kedudukan bola mata ortoforia, pergerakan bola
mata baik ke segala arah, palpebra ODS tenang, kornea jernih ODS, kamera
okuli anterior kedalaman sedang dan jernih ODS, iris coklat gambaran jelas
ODS, pupil bentuk bulat, ukuran 3 mm, isokor, letak central, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung (+) ODS, lensa jernih.
Hal ini sesuai teori bahwa temuan pasien miopia bisa bergantung pada
anamnesis keluhan subjektif pasien dan temuan objektif penderita. Keluhan
tersering pasien berupa penglihatan kabur saat melihat jauh dan harus melihat
dekat apabila melihat benda-benda yang kecil. Miopia disebabkan keadaan
bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang
tidak berakomodasi.
Keluhan juga dapat disertai cepat lelah bila membaca jauh. Keluhan ini
terjadi jika kelainan refraksi tidak terkoreksi sehingga menyebabkan mata
26

pegal dan nyeri kepala. Rasa pegal pada daerah mata disebabkam karena pasien
terus menerus melakukan akomodasi sehingga otot-otot disekitar mata menjadi
bekerja berlebihan.
Pada anamnesis didapatkan keluhan penglihatan seperti melihat asap
tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena adanya katarak.
Penglihatan silau tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena
astigmatisma. Penglihatan seperti melihat pelangi apabila melihat lampu tidak
ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada, keluhan mual muntah
tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena glaucoma, keluhan
mata merah tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada
menyingkirkan penurunan pengelihatan karena konjungtivitis. Riwayat trauma
pada mata tidak ada menyingkirkan penurunan pengelihatan karena trauma.
Miopia pada pasien kemungkinan disebabkan faktor genetik dan
lingkungan. Herediter disebabkan karena keluarga pasien juga mengalami
myopia. Penelitian saat ini mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab untuk
miopia lebih dari -6.00 dioptri ditemukan pada kromosom 1-5, 7,8, 10-12, 14,
17-22. Gen yang bertanggung jawab untuk miopia kurang dari -6.00 dioptri
ditemukan pada kromosom 7. Faktor lingkungan seperti kebiasaan pasien
membaca dekat disertai penerangan yang kurang juga menjadi faktor utama
terjadinya miopia.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan snallen
chat. Karena mata kanan pasien tidak dapat melihat snellen chat maka
pemeriksaan dilanjutkan dengan mengukur visus menggunakan jari. Diperoleh
visus OD 2/60 di dan OS 20/200. Setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan
menggunakan pinhole dan didapatkan kemajuan visus sehingga disimpulkan
pasien tersebut mengalami gangguan media refraksi. Pasien juga dilakukan
pemeriksaan dengan jarum kipas dan disimpulkan pasien tidak mengalami
astigmatisma.
Selanjutnya pasien dilakukan perbaikan visus dengan menggunakan
koreksi S -5.00, OS 20/200 di koreksi S -3.50 dan diperoleh kemajuan visus.
Sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami myopia dextra et sinistra
sedang.
27

Hal ini sesuai dengan teori bahwa koreksi miopia dengan menggunakan
lensa konkaf atau lensa negatif. Permukaan refraksi mata yang mempunyai
daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, mengakibatkan kelebihan daya
bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan
mata.
Pasien diberikan obat tetes mata

Virus yang mengakibatkan infeksi pada kornea termasuk infeksi virus


pada saluran nafas seperti adenovirus dapat menyebabkan demam.3
Keratitis virus umumnya dapat disebebkan oleh herpes simpleks atau
varicella-zoster. Pada varicella, lesi mata umunya berupa lesi cacar di palpebra
dan tepian palpebra. Jarang terjadi keratitis (khas lesi stroma perifer dengan
vaskularisasi). Dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan atau tanpa pseudo
dendrit. Sedangkan pada zoster oftalmik, banyak dijumpai keratouveitis yang
bervariasi beratnya. Komplikasi kornea pada zoster oftalmik dapat diperkirakan
timbul jika terdapat erupsi kulit di daerah yang dipersarafi oleh cabang-cabang
nervus nasolakrimalis.2
Bebeda dengan keratitis HSV rekurens yang umunya hanya mengenai
epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya.
Lesi epitelnya amorf dan berbercak, sesekali terdapat pseudo dendrit. Kekeruhan
stroma disebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya hanya
subepitel. Keadaan ini dapat diikuti stroma dalam, disertai nekrosis dan
vaskularisasi.2
Pada pasien ini, apabila mata kiri diamati dengan slitlamp tampak infiltrat
di bagian perifer kornea, lesi menunjukkan bahwa infeksi hanya mengenai bagian
epitel kornea, tidak tampak adanya kekeruhan pada stroma. Ujung saraf kornea
berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan
gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal.

Awalnya pasien mengeluh mata merah tanpa disertai rasa nyeri. Hal ini
berhubungan dengan adanya gambaran iritasi pada pasien dengan keratitis. Pada
keratitis virus khusunya herpes simpleks biasanya nampak gambaran dendrit.
28

Gejala klinis dari keratitis virus mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan


kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian
pusat yang terkena. Pada infeksi herpes biasanya dimulai radang konjungtiva yang
mengenai satu mata. Biasanya berlanjut menjadi keratitis dendritik.

Keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat kencing manis


disangkal, riwayat darah tinggi disangkal, riwayat alergi di sangkal, riwayat
trauma mata sebelumnya di sangkal. Pada keluarga terdapat keluahn yang sama
disangkal.
Kambuhnya penyakit ini diakibatkan oleh stres, lelah, terpajan sinar
ultraviolet. Pada keratitis virus yang disebabkan oleh varicella-zoster biasanya
pada amanesis ditanya akan apakah pasien memeiliki riwayat menderita penyakit
cacak air.
Pada pemeriksaan mata didapatkan visus OD 20/20, dan OS 20/100.
Kedudukan bola mata ODS ortoforia, pergerakan bola mata baik ke segala arah.
Pada OS : tampak infiltrat tipis pada kornea, disertai palpebra hiperemis disera
krusta berwarna kuning kecoklatan. Adanya penurunan penglihatan mendukung
ditegakkannya diagnosis keratitis virus.
Pengobatan pada pasien dengan keratitis virus di berikan terapi
nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa. Pada terapi non medikamentosa
dapat dilakukan debridement. Ini merupakan cara efektif karena virus berlokasi
didalam epithelial. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada
stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi
mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas
khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5% diteteskan
kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus
diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam 72 jam.
Untuk teapi medikamentosa dapat diberikan IDU (Idoxuridine) analog
pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5%
diberikan setiap 4 jam) tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu atau Vibrabin:
sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep, atau
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Dapat
29

juga diberikan Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam dan Asiklovir oral
dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang atopi yang
rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif. Dengan dosis 400 mg lima
kali per hari pada pasien imunocompropromised dan 800 mg lima kali per hari
pada pasien atopik atau imun lemah. Keratoplasti penetrans mungkin
diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea
yang berat.

BAB V
KESIMPULAN

Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.


Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut
maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri,
jamur, virus atau karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa
golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan
bentuk klinisnya.3
30

Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja adalah keratitis virus
ec suspect herpes simpleks. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah
terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terpai non medikmentosa
pada pasien dapat dilakukan debridement. Dan terapi medikamentosa dapat
diberikan IDU (Idoxuridine) analog pirimidin, diberikan Asiklovir (salep 3%),
diberikan setiap 4 jam dan Asiklovir oral. Untuk prognosis apabila bapasien
diberikan tatalaksana yang cepat dan tepat. Prognosis pada pasien adalah baik.

Anda mungkin juga menyukai