Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada


retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media pengelihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan
benda setelah melalui media pengelihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea.
Mata yang normal menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan
mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2
Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
dunia, terutama yang menyebabkan kebutaan. 246 juta orang di seluruh dunia
memiliki ganguan penglihatan yang meliputi ametropia (miopia, hipemetropia
atau astigmatisme) sebesar 43 %, katarak 33 %, glaukoma 2 %.3
Miopia adalah keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di
depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Pada pasien miopia akan
menyatakan melihat jelas bila melihat dekat sedangkan melihat jauh buram atau
disebut pasien rabun jauh.2,3
Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala yang sering
disertai juling dan celah kelopak mata yang sempit. Seseorang myopia biasanya
menyipitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole (lubang kecil).2,4
Pengobatan pasien dengan myopia adalah dengan memberikan kacamata
sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman pengelihatan maksimal.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan myopia adalah terjadinya ablasi
retina dan juling. 2,4
Mengingat bahwa kasus miopia ini masih sangat banyak dan merupakan
salah satu masalah kesehatan mata yang mengakibatkan gangguan penglihatan
sehingga penulis merasa perlu untuk membahas mengenai miopia.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Regio Orbita

Gambar 1. Anatomi Orbita (Mata)

Volume orbita dewasa kira-kira 30 mL dan bola mata hanya menempati


sekitar seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian
terbesarnya. Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter
anteroposterior sekitar 24,2 mm.4

BOLA MATA
 Konjungtiva4,5
Adalah membran mukosa yang transparant dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva
palpebralis). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi
palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat di tarsus. Di tepi superior dan inferior,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior)
dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
3

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di


fornices dan melipat bekali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke
forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada
kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul
tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah
bergerak (Plica semilunaris) terletak di kantus internus dan
merupakan selaput pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa
hewan kelas rendah. Struktur epidermoid kecil semacam daging
(caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik
elemen kulit maupun membran mukosa.

 Sklera & episklera4,5


Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian
dalam, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat
dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior
dan durameter nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan
jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior,
membentuk lamina eribrosa, yang di antaranya dilalui oleh berkas
aksen nervus opticus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh
sebuah lapisan tipis jaringan elastis halus. Episklera yang
mengandung banyak pembulu darah yang mendarahi sklera. Lapisan
berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera adalah lamila tusc
yang membentuk lapisan luar ruang suprakornoid.

 Kornea4,5
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
4

sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata


mempunyai tebal 550 um di pusatnya. Diameter horizontalnya
berkisar 11,75 mm dan verticalnnya 10,6 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai 5 lapisan yang berbeda-beda. Lapisan
epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan bowman, stroma, membran descemet, dan lapisan endotel.
Saat lahir tebalnya sekitar 3um dan terus menebal selama hidup,
mencapai 10-12 um. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi
lapisan ini berperan besar dala mempertahankan deturgesensi stroma
kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan
sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya
dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit
pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema
kornea.
Sumber-sumber nurtisi untuk kornea adalah pembulu-pembulu
darah limbus, humor aqueous dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapat sebagian besar oksigen dari atmosfer.saraf-saraf sensorik
kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis
V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang
seragam, avaskularitas dan deturgenesinya.

 Traktus uvealis4,5
Traktus Uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare, dan koroid.
Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi
oleh kornea dan sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina.
 Iris
Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris
berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di
tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan
anterior lensa, memisahkan bilik mata depan dari bilik mata
belakang, yang masing-masing berisi aqueous humor. Di dalam
stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan
5

berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan


perluasan neurorentina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah
anterior.
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke
dalam mata. ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh
keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang
dihantarkan melalui nervus kranialis III tudinal musculus ciliaris
menyisip kedalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar
porinya.
 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara rentina dan
sklera. Koroid tersusun atas 3 lapis pembulu darah koroid : besar,
sedang dan kecil. Semakin dalam pembulu darah terletak di dalam
koroid, semakin lebar lumennya. (Bagian dalam pembulu darah
koroid dikenal sebagai koriokapilaris.
 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avaskular, tak
berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4
mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di
belakang iris. Zonula mnghubungkan dengan corpus ciliare.
Disebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, sebelah
posteriornya, vitreus. Kapsul lensa (lihat bawah) adalah suatu
membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel dari pada
dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit
masuk.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar
35%-nya protein (kandungan proteinnya tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sekali mineral
seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungna
kaliaum lebih tinggi di lensa dari pada di kebanyakan jaringan
lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
6

teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembulu


darah atau saraf di lensa.

 Aqueous humor4,5
Aqueous Humor di produksi oleh corpus ciliaris. Setalah
memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan
masuk ke dalam bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut
bilik mata depan.

 Sudut bilik depan mata4,5


Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea
parifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah
garis schlemm, dan taji sklera (Sclera spur).
Garis schlemm menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman
trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar
yang mengarah ke corpus ciliare. Anyaman ini tersusun atas lembar-
lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu
filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal
schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke dalam bili
mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea, bagian luar, yang terletak
pada bagian kanal schlemm disebut anyaman korneoskleral. Serat-
serat longitudinal otot siliaris menyisip kedalam anyaman trabekula
tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di
antara corpus ciliare dan kanal schlemm, tempat iris dan corpus ciliare
menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal schlemm (sekitar 300
saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhunungan dengan sistem
vena episklera.

 Retina4,5
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisin bagian dalam 2/3 posterior dinding
7

bola mata. Retina membentang anterior hampir sejauh corpus ciliare


dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata.
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai
berikut:
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion
yang berjalan menuju nervus opticus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksifirm dalam yang mengandung sambungan sel
ganglion dengan sel amakrim dan sel bipolar
5. Lapisan dalam inti dalam badan-badan sel bipolar amakrim dan
horisontal
6. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar
dan sel horisontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina

 Vitreus4,5
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular
yang membentuk 2/3 volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan
yang dibatasi oleh lensa. Retina, dan diskus optikus. Permukaan luar
vitreus – membran hyaloid – normalnya berkontak dengan struktur-
struktur berikut : kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana
lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus
mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup kelapisan
epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Diawal
kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi
optici tetapi segera berkurang di kemudian hari.
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
8

konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat


banyak air.

2.2 Fisiologi Pengelihatan6


Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi
biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah-
ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa
mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1) perbatasan antara permukaan
anterior kornea dan udara, (2) perbatasan antara permukaan posterior kornea
dan udara, (3) perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa
kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor
vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias
udara adalah 1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata)
1.40, dan humor vitreous 1.34.
Bila semua permukaan refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan
bayangan sebagai sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat
sederhana dan skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat
berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan hanya
terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina, dan mempunyai
daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat jauh. Daya bias mata bukan
dihasilkan oleh lensa kristalinaa melainkan oleh permukaan anterior kornea.
Alasan utama dari pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh
berbeda dari indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang
secara normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya, memiliki
daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira sepertiga dari daya bias total
susunan lensa mata. Bila lensa ini diambil dari mata dan kemudian
lingkungannya adalah udara, maka daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat.
Sebab dari perbedaan ini ialah karena cairan yang mengelilingi lensa
mempunyai indeks bias yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun
lensa kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat
mencembung sehingga memungkinkan terjadinya “akomodasi”. 8
9

Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan bayangan


oleh lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata juga dapat
membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari benda aslinya,
namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap dalam keadaan tegak,
tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak sudah dilatih
menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. 8

2.3 Miopia
2.3.1 Definisi
Miopia adalah keadaan bayangan benda yang terletak jauh difokuskan
di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Pada pasien miopia akan
menyatakan melihat jelas bila melihat dekat sedangkan melihat jauh buram
atau disebut pasien rabun jauh.2,3

Gambar 2.1 Miopia


2.3.2 Faktor Resiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi miopia. Herediter dan kebiasaan atau
perilaku membaca dekat disertai penerangan yang kurang menjadi faktor utama
terjadinya miopia. Cara pewarisannya kompleks karena melibatkan banyak
variabel. Intensitas cahaya yang tinggi juga dapat mempengaruhi tingkat
keparahan myopia karena mempengaruhi bekerjanya pupil dan lensa mata.
Melakukan sejumlah pekerjaan jarak dekat secara teratur dapat meningkatkan
risiko miopia. Miopia berkaitan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk
10

membaca, pendidikan yang lebih tinggi, dan pekerjaan yang melakukan banyak
kegiatan jarak dekat.7

2.3.3 Klasifikasi2
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal.
Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 3 dioptri.

2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada
katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga
pembiasan lebih kuat.

Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :


1. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia kecil daripada 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :


1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina.
11

2.3.4 Patofisiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih

belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi

penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan

glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak

ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke

rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang

berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata

manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan

dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.1,2,3

Menurut tahanan sklera

a. Mesadermal

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat

mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan

hal ini, dimana pembuangan sebahagian masenkhim sklera dari perkembangan

ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan tekanan dinding okular.

Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan terakhir yang

berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital

ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat

kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada

lokasinya. Bundle serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada

zona ora equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang

kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test bidang ini
12

ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas

terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang

anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih

diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan

dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada sklera

posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien

dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang

berhubungan dengan miopia.1

b. Ektodermal-Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak

harmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang

berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid maupun

sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya

tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan miopia

bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel

pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal

menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin

menimbulkan defek ektodermal-mesodermal umum pada segmen posterior

terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah tertentu dari

pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia patologik (tipe stafiloma

posterior).1

Meningkatnya suatu kekuatan yang luas

a. Tekanan intraokular basal


13

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat

pada glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada

peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.1

b. Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap

induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress.

Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10

mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada

valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada

penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg.

Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara

mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular.1


14

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. PKS
Tanggal Lahir : 1 Agustus 2002
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jln. Jaya Lorong Paras Raya I RT 10 RW 03
Kelurahan 16 Ulu Seberang Ulu II Palembang
Tanggal pemeriksaan : 26 Maret 2019

2.2 Anamnesis (26 Maret 2019)


Kabur pada saat melihat jauh pada kedua mata

Keluhan Tambahan :
Kabur pada saat melihat jauh, penglihatan berbayang, mata terasa cepat lelah,
mata berair, sering memicingkan mata ketika melihat jauh, sakit kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat
jauh sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau
melihat huruf dari jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan
merasakan penglihatan berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata
dirasakan perlahan.
Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat dekat dan jauh
semakin bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk
membaca, menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien
15

belajar. Pasien mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan


seperti melihat asap tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti
melihat pelangi apabila melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat
terowongan tidak ada, keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah
tidak ada, mata keluar sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada
mata tidak ada.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal.
 Riwayat trauma pada mata disangkal.
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat kencing manis disangkal.
 Riwayat peyakit jantung disangkal

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga


 Riwayat anggota yang memiliki keluhan serupa ada
 Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
 Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

2.5 Status Generalis


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 75 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- Laju Nafas : 19 x/menit, teratur
- Suhu : 36,6oC
16

2.6 Status Oftalmologis


Nama : Hafidah Ruang : Poli Mata
PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 41 Tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 96 x/menit
- Laju Napas : 22 x/menit
- Suhu : 36,8° C

Status Oftalmologis

OD OS

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 3/60 2/60
2. Tekanan Intra Okuler Secara palpasi Secara palpasi
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal Baik Baik
Temporal atas Baik Baik
Temporal bawah Baik Baik
Nasal Baik Baik
Nasal atas Baik Baik
17

Nasal bawah Baik Baik


Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
18

Kejernihan Jernih Jernih


Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Sedang Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Hitam Hitam
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ±3 mm ±3 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Central Central
19

Refleks cahaya langsung (+) (+)


Refleks cahaya tidak langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks fundus
Papil
- warna papil
- bentuk
- batas
Retina
- warna
- perdarahan
- eksudat
Makula lutea

Pemeriksaan Penunjang:
1) Pemeriksaan Visus
VOD : 2/60 di koreksi S -5.00 
20/20
VOS : 3/60 di koreksi S -3.5 
20/20
20

RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Hafidah Ruang : Poli Mata


PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 41 Tahun Kelas : -
Pasien datang ke Poliklinik Mata Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh sejak 3
tahun yang lalu. Pasien mengaku kesulitan saat membaca atau melihat huruf dari
jarak jauh dan lebih sering memicingkan mata dan merasakan penglihatan
berbayang. Penglihatan kabur pada kedua mata dirasakan perlahan.
Sejak 2 bulan lalu, penglihatan kabur ketika melihat dekat dan jauh semakin
bertambah, mata terasa mudah lelah apabila dipergunakan untuk membaca,
menonton televisi dalam jangka waktu lama dan ketika pasien belajar. Pasien
mengaku sering merasa sakit kepala. Keluhan penglihatan seperti melihat asap
tidak ada, penglihatan silau tidak ada, penglihatan seperti melihat pelangi apabila
melihat lampu tidak ada, penglihatan seperti melihat terowongan tidak ada,
keluhan mual muntah tidak ada, keluhan mata merah tidak ada, mata keluar
sekret dan terasa gatal tidak ada. Riwayat trauma pada mata tidak ada.
Pada pemeriksaan didapatkan visus OD 20/40 + PH 20/25 di koreksi S -1.00
Add +1.25, OS 20/100 + PH 20/30 di koreksi S -1.25 Add +1.25. Kedudukan bola
mata ortoforia, pergerakan bola mata baik ke segala arah, palpebra ODS tenang,
pada konjungtiva bulbi pinguecula (+) ODS, kornea jernih ODS, kamera okuli
anterior kedalaman sedang dan jernih ODS, iris coklat gambaran jelas ODS, pupil
bentuk bulat, ukuran 3mm, isokor, letak central, reflek cahaya langsung dan tidak
langsung (+) ODS, lensa jernih.

Daftar Masalah:
- Penglihatan kabur pada kedua mata saat melihat jauh
- Kedua mata cepat lelah terutama bila membaca, menonton televisi dalam
jangka waktu lama dan ketika pasien bekerja dimana pasien bekerja sebagai
pembuat motif songket
- Penglihatan seperti berbayang
- Sakit kepala
- Visus OD 20/40 + PH 20/25 di koreksi S -1.00 Add +1.25
- Visus OS 20/100 + PH 20/25 di koreksi S -1.25 Add +1.25
- Pada konjungtiva bulbi pinguecula (+) ODS.
21

Kemungkinan Penyebab Masalah :


Myopia Oculi Dextra et Sinistra Sedang

Nama : Hafidah Ruang : Poli Mata


RENCANA PENGELOLAAN
Umur : 41 Tahun Kelas : -

1) Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien bahwa gangguan penglihatan dikarenakan
myopia dan presbiopia sehingga pasien harus menggunakan lensa
tambahan
 Menjelaskan kepada pasien bahwa untuk kacamata baca (presbiopia)
dapat bertambah berdasarkan usia sehingga pasien harus rutin
memeriksakan mata bila saat membaca menggunakan kacamata sudah
kabur lagi
 Menjelaskan kepada pasien untuk selalu menggunakan kacamata dan
apabila mata kabur kembali segera periksakan ke dokter karena miopia
dapat bertambah pula
 Menjelaskan kepada pasien tentang pinguecula, yaitu benjolan pada
konjungtiva bulbi karena degenerasi hyalin jaringan submukosa
konjungtiva dan jarang membesar sehingga tidak memerlukan tindakan
opertaif namun di beberapa kasus dapat berkembang menjadi peradangan
 Menjauhi faktor resiko pinguecula seperti rangsangan matahari dan debu
sehingga mata pasien harus menggunakan alat pelindung (kacamata) saat
diluar rumah.

2) Medikamentosa
 Topikal : Cendo lytters Eye Drop gtt I tiap 6 jam
 Resep kacamata sesuai koreksi:
OD : S -1.00 Add +1.25
OS : S -1.25 Add +1.25
22

Nama dan tanda tangan dokter muda :

Tiya Amalia Enira, S.Ked

Diperiksa dan disahkan oleh :

Dokter Pembimbing: dr. H. Ibrahim, Sp.M.

Tanggal :

Tanda tangan,

(dr. H. Ibrahim, Sp.M.)

Anda mungkin juga menyukai