PENDAHULUAN
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.Dalam arti yang lebih luas,
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian
anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai
atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes pada tahun 1846.1
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
tanpa menghilangkan kesadaran pasien.Anastesi regional terbagi atas epidural
anastesi, spinal anastesi dan kombinasi spinal epidural.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
1. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke
dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.7
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum
ruang epidural durameter ruang subarachnoid.
3
Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus).Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.Oleh
karena itu, anestesi/analgesi spinal dilakukan ruang subarachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
A. Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan
B. Kontra indikasi absolut7:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
4
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
5
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik
lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan
mencampur anastetik lokal dengan dextrose.Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
6
Gambar 4. Posisi duduk dan lateral decubitus7
7
Gambar 5. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa ± 6cm.
8
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai
T-2.
c. Hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali
nafas
d. Trauma pembuluh saraf
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
h. Blok spinal tinggi atau spinal total
2. Anestesi Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan
obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal
pada daerah lumbal.7 Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada
akar saraf spinal yang terletak dilateral.Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih
lemah.
9
Gambar 6. Anestesi epidural2
a. Isi ruang epidural7
1. Sakus duralis
2. Cabang saraf spinal
3. Pleksus venosus epiduralis
4. Arteria spinalis
5. Pembuluh limfe
6. Jaringan lemak
b. Keuntungan epidural dibandingkan spinal7:
1. Bisa segmental
2. Tidak terjadi headache post op
3. Hipotensi lambat terjadi
10
3. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi
kebutuhan pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai
macam operasi, misalnya histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum
(misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikananeurisma
aorta terbuka).
4. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang
paling sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan
anestesi epidural sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap
terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih
tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.
5. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik
diberikan ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi,
asalkan kateter telah dimasukkan.
6. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke
dalam ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit
punggung
7. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam
perawatan terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat
menghambat penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi
yang diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung.
Anestesi epidural sebaiknya tidak dilakukan pada:
1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaanobat antikoagulan
(misalnya warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
11
6. Hipovolemia
Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :
1. Volume obat yg disuntikan
2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vetebralis
12
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah
resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan
anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm.
Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari
mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras
(ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung
jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)
Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik
ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes
Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara
lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh
tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural.Setelah yakin, lakukan uji dosis (test
dose).
Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan
setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis
berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang
sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
1. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum
sudah benar
2. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
3. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat
masuk vena epidural.
6. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung
pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai
50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon
dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam
ruang epidural.
7. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
13
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
14
3. Anestesi Kaudal7
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal
berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.7
a. Indikasi
Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.
b. Kontra indikasi
Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
15
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan
kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga
tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis,
tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk
kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2
cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil
meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan
masuk dengan benar di kanalis kaudalis.
16
7. Pupil midriasis.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas lebih
disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas.Kejadian ini timbul segera setelah
tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini bersifat sementara namun
apabila tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan henti jantung yang dapat
merenggut nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar
pertolongan dapat segera dilakukan.
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah
jantung, infus cairan koloid 2-3L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan pernapasan
dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat dilakukan
dengan mudah karena telah terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin untuk
melawan bradikardi dan beri efedrin untuk melawan hipotensi.
17
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka
waktu yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada
pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di
Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
C. Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium
sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi
konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin
poten.Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum
alveolar concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
18
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian
19
Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan
antisepsis
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang
disuntikkan pada daerah dengan end-artery
Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi
miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
20
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak
dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan
dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg.
Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada
torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukans ecara bertahap, buka
tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah
sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena
menyebar dan melekat keseluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang
dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti
blok spinal, epidural, atau kaudal
21
anestesia.Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka
trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat.Eter
menyebabkan tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan
kelarutannya dalam darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun
aman) untuk induksi.Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot
(muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti
morfin dan petidin akan menyebabkan analgesia dengan sedikit perubahan pada
tonus otot atau tingkat kesadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat
dipergunakan untuk mencapai tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling
sesuai untuk pasien2.
a. Efek Hipnotik
b. Efek Analgesia
Metoda penghilang nyeri, biasanya digunakan golongan opioid untuk nyeri hebat
dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID, nonsteroidal anti inflammatory
drugs) untuk nyeri sedang atau ringan.
Metoda menghilangkan nyeri dapat dengan cara sistemis (oral, rectal,
transdermal, sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara yang
sering digunakan dan paling digemari ialah intramuscular opioid.
Metoda regional misalnya dengan epidural opioid (untuk dewasa morfin 1-6 mg,
petidin 20-60 mg, fentanil 25-100ug) atau intraspinal opioid (untuk dewasa morfin
0,1-0,3 mg, petidin 10-30 mg, fentanil 5-25 ug).
Kadang-kadang digunakan metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum
pembedahan selesai misalnya pada sirkumsisi atau pada luka apendektomi1.
Opioid
Opioid ialah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin.Opioid disebut juga sebagai analgetika narkotika yang sering
digunakan dalam anesthesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri
pasca pembedahan. Malahan kadang-kadang digunakan untuk anesthesia narkotik
total pada pembedahan jantung. Opium ialah getah candu. Opiate ialah obat yang
22
dibuat dari opium. Narkotik ialah istilah tidak spesifik untuk semua obat yang dapat
menyebabkan tidur1.
Mekanisme kerja opioid yakni, reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di
seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di
sistem limbic, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, sistem aktivasi reticular dan
di korda spinalis yaitu di substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf
usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (met-enkefalin, beta-endorfin,
dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Opioid
digolongkan menjadi:
a. Agonis
Mengaktifkan reseptor.Contoh: morfin, papaveretum, petidin (meperidin,
demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin.
b. Antagonis
Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah
agonismerangsang reseptor.Contoh: nalokson, naltrekson.
c. Agonis-antagonis
Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
Klasifikasi Opioid :
Dalam klinik opioid digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin),
tetapi penggolongan ini kurang popular.Penggolongan lain menjadi natural (morfin,
kodein, papaverin, dan tebain), semisintetik (heroin, dihidromorfin/morfinon,
derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).
Morfin
Meskipun morfin dapat dibuat secara sintetik, tetapi secara komersial lebih
mudah dan lebih menguntungkan dibuat dari bahan getah papaver
somniferum.Morfin paling mudah larut dalam air dibandingkan golongan opioid lain
dan kerja analgesinya cukup panjang (long acting).
Terhadap Sistem Saraf Pusat, mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.
Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar
stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual-muntah, hiperaktif reflex
spinal, konvulsi, dan sekresi hormone antidiuretik (ADH).
23
Terhadap Sistem Jantung-Sirkulasi dosis besar merangsang vagus dan beralkibat
bradikardi, walaupun tidak mendepresi miokardium. Dosis terapetik pada dewasa
sehat normal tidur terlentang hamper tidak mengganggu sistem jantung-sirkulasi.
Morfin menyebabkan hipotensi ortostatik.
Terhadap Sistem Respirasi harus hati-hati, karena morfin dapat melepaskan
histamine, sehingga menyababkan konstriksi bronkus.Oleh sebab itu di indikasi-
kontrakan pada kasus asma dan bronchitis kronis.
Terhadap Sistem Saluran Cerna morfin mrnyababkan kejang otot usus, sehingga
terjadi konstipasi.Kejang sfingter Oddi pada empedu menyebabkan kolik, sehingga
tidak dianjurkan digunakan pada gangguan empedu.Kolik empedu menyerupai
serangan jantung, sehingga untuk membedakannya diberikan antagonis opioid.
Terhadap Sistem Ekskresi Ginjal, morfin dapat menyebabkan kejang sfingter
buli-buli yang berakibat retensio urin.
Petidin
Petidin (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda
dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati
sama. Perbedaannya dengan morfin sebagai berikut:
Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih larut
dalam air.Metabolism oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat.Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif
memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah
berkurang 50%.Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek
terhadap sfingter Oddi lebih ringan. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan
gemetaran pasca bedah yang tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis
20-25 mg iv pada dewasa.
Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin. Dosis petidin
intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10 x lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam.
Dosis intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi.
24
Rumus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesia
spinal pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kg BB.
Fentanil
Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100xmorfin.Lebih larut
dalam lemak dibandingkan petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah.
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hamper sama
dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.
Dimetabolisiir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama disbanding efek analgesinya.Dosis 1-3
ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.Dosis besar
50-15- ug/kgBB digunakan untuk induksi anesthesia dan pemeliharaan anesthesia
dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik kekakuan otot punggung yang
sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Sufentanil
Sifat sufentanil kira-kira sama dengan fentanil. Efek pulihnya lebih cepat dari
fentanil.Kekuatan analgesinya kira-kira 5-10 kali fentanil. Dosisnya 0,1-0,3
mg/kgBB.
Alfentanil
Kekuatan analgesinya 1/5-1/3 fentanil.Insiden mual-muntahnya sangat
besar.Mula kerjanya cepat.Dosis analegesinya 10-20 ug/kgBB.
Tramadol
Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor
mu dan kelamahan analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol dapat
diberikan dengan dosis maksimal 400 mg per hari.
Antagonis Opioid
25
Nalokson
Naloksom ialah antagonis murni opioid dan bekerja oada reseptor mu, delta,
kappa, dan sigma. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapat morfin
akanterlihat laju napas meningkat, kantuk menghilang, pupil mataa dilatasi, tekanan
darah kalu sebelumnya rendah akan meningkat.
Nalokson biasanya digunakan untuk melawan depresi napas pada akhir
pembedahan dengan dosis dicicil 1-2 ug/kgBB intravena dan dapat diulang tiap 3-5
menit, sampai ventilasi dianggap baik. Dosisi lebih dari 0,2 mg jarang digunakan.
Dosis intramuscular 2x dosis intravena.pada keracunan opioid nalokson dapat
diberikan per-infus dosis 3-10ug/kgBB.
Untuk depresi napas neonates yang ibunya mendapat opioid berikan nalokson 10
ug/kgBB dan dapat diulang setelah 2 menit. Biasanya 1 ampul nalokson 0,4 mg
diencerkan sampai 10 ml, sehingga tiap ml mengandung 0,04 mg.
Naltrekson
Naltrekson merupakan antagonis opioid kerja panjang yang biasanya diberikan
per oral, pada pasien dengan ketergantungan opioid.Waktu paro plasma 8-12
jam.Pemberian per oral dapat bertahan sampai 24 jam. Naltrekson per oral 5 atau 10
mg dapat mengurangi pruritus, mual muntah pada analgesia epidural saat persalinan,
tanpa menghilangkan efek analgesinya.
26
depolarisasi pada terminal saraf.Influks ion kalsium memicu keluarnya asetil-kolin
sebagai transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyeberang dan melekat pada
reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup banyak, maka akan
terjadi depolarisasi dan lorong ion tebuka, ion natrium, dan kalsium masuk dan ion
kalium keluar, terjadilah kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolin-
esterase (kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin, sehingga lorong
tertutup kembali terjadilah repolarisasi1.
Pelumpuh Otot Depolarisasi :
Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerjanya seperti
asetil-kolin, tetapi di celah saraf otot tak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup
lama berada di celah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh
fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik.Termasuk golongan pelumpuh otot
depolarisasi ialah suksinil-kolin (diasetil-kolin) dan dekametonium.
Di dalam vena suksinil-kolin dimetabolisir oleh kolin-esterase-plasma, pseudo-
kolin-esterase, menjadi suksinil-monokolin.Obat anti kolinesterase (prostigmin)
dikontraindikasikan, karena menghambat kerja pseudokolinesterase1.
Dampak samping suksinil ialah1 :
- Nyeri otot pasca pemberian.
Nyeri otot dapat dikurangi dengan memberikan pelumpuh otot
nondepolarisasi dosis kecil sebelumnya. Dapat terjadi mialgia sampai
90%, dan mioglobinuria.
- Peningkatan tekanan intraocular.
Akibat kontraksi otot mata eksternal dan dapat dicegah seperti nyeri
otot.
1. Peningkatan tekanan intracranial.
2. Peningkatan tekanan intragastrik.
3. Peningkatan kadar kalium plasma.
4. Aritmia jantung
Berupa bradikardi atau ‘ventricular premature beat’.
5. Salviasi
6. Alergi, anafilaksis
27
Pelumpuh Otot Non-Depolarisasi :
Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan
dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.
Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot nondepolarisasi digolongkan
menjadi :
1. Bensiliso-kuinolinum :d-tubokurarin,metokurin,atrakurium, doksakurium,
mivakurium.
2. Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium,
rokuronium.
3. Eter-fenolik : gallamin.
4. Nortoksiferin : alkuronium.
Berdasarkan lama kerja, pelumpuh otot non-depolarisasi dibagi menjadi kerja
panjang, sedang, dan pendek.Gallamin ada yang memasukkan sebagai panjang yang
lainnya kerja sedang1.
28
(prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.Physostigmine (eserin) hanya untuk
penggunaan per-oral.
Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kg, edrophonium
0,5-1,0 mg/kg dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kg. penawar pelumpuh otot bersifat
muskarinik menyebabkan hipersalifasi, keringatan, bradikardia, kejang bronnkus,
hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh
obat vagolitik seperti atropine dosis 0,01-0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01
mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.
29
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai
anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik
lokal.Bergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan
efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri atau efek anesthesia yaitu analgesia yang
disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal hanya menimbulkan efek
analgesia. Anestesi umum bekerja di susunan saraf pusat, sedangkan anestetik loka
bekerja langsung pada serabut saraf di perifer.
Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 2 cara, yaitu
Anastetik inhalasi dan anastetik intravena. Terlepas dari cara penggunaanya suatu
anestetik yang ideal sebenarnya harus memperlihatkan 3 efek utama yang dikenal
sebagai “Trias Anestesia”, yaitu efek hipnotik (menidurkan), efek analgesia, dan efek
relaksasi otot. Akan lebih baik lagi kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan
sensoris, seperti yang diperlihatkan oleh eter.
Berbagai teknik Anestesi Umum yang biasa digunakan adalah inhalasi dengan
respirasi spontan (sungkup wajah, intubasi endotrakeal), inhalasi dengan
respirasi Kendali ( Intubasi endotrakeal, Laryngeal Mask Airway (LMA)), Anestesi
intravena total (TIVA) ( Tanpa intubasi endotrakeal dan Dengan intubasi
endotrakeal). Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari
3 golongan obat anestetika yang menguap (volatile anesthetic inhalation),
obat anestetika gas (gas anesthetic inhalation), dan obat anestetika yang diberikan
secara intravena (intravenous).
Anestesi regional adalah anastesi lokal dengan menyuntikan obat anastesi
didekitar syaraf sehingga area yang di syarafi teranastesi.Anastesi regional terbagi
30
atas epidural anastesi, spinal anastesi dan kombinasi spinal epidural. Anestesi spinal
dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi
urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah
anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan
dengan anestesi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan
obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin,
novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak
stabil.Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk anestesi
regional yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang
epidural. Injeksi dapat menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan
hilangnya rasa sakit (analgesia), dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf
di dalam atau dekat tulang belakang.
Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk
analgesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang
berbeda dan untuk berbagai alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural
analgesia mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi
mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah perifer). Ketika
kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat dipertahankan
selama beberapa hari, jika diperlukan.
Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal
berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.
31
DAFTAR PUSTAKA
32