Anda di halaman 1dari 17

EVALUASI PENYANGGAAN DENGAN BAUT BATUAN BERDASARKAN

KLASIFIKASI MASSA BATUAN (RMR-SYSTEM) PADA SILL ORE


PT. NUSA HALMAHERA MINERALS KECAMATAN KAO
KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat untuk melaksanakan penelitian Tugas Akhir Sarjana


pada Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Khairun Ternate

OLEH :
ZULHAM FACHRUDDIN
NPM : 07381611052

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN
2018
HALAMAN PENGESAHAN

EVALUASI PENYANGGAAN DENGAN BAUT BATUAN BERDASARKAN


KLASIFIKASI MASSA BATUAN (RMR-SYSTEM) PADA SILL ORE PT. NUSA
HALMAHERA MINERAL KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA
UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

OLEH :
ZULHAM FACHRUDDIN
NPM : 07381611052

Program Studi Teknik Pertambangan


Fakultas Teknik Universitas Khairun

Ternate, 13 april 2018


DISETUJUI
TIM PEMBIMBING

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

MENGETAHUI
KETUA PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

Arbi Haya, ST. M.Eng


NIP. : ………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PT. Nusa Halmahera Minerals (PT.NHM) merupakan perusahaan pertambangan
emas yang beroperasi di daerah Gosowong Desa Tabobo Kecamatan Kao Teluk
Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara berdasarkan Kontrak Karya
Generasi ke VI antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. NHM, No:
B.143/Pres/3/1997 yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1997. PT. NHM
merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing berbentuk joint venture antara PT
Aneka Tambang (Persero) dengan saham 25% dan Newcrest Singapore Holdings Pte.
Ltd. dengan saham 75%.

Klasifikasi massa batuan adalah salah satu metode pendekatan yang dapat
digunakan untuk membuat desain lubang bukaan bawah tanah. Nilai RMR merupakan
hasil total penjumlahan dari pembobotan yang dilakukan untuk setiap parameternya.
Setiap parameter RMR memiliki nilai pembobotan yang dibuat berdasarkan pengalaman
dan database di berbagai lokasi tambang. Bobot dari semua parameter dijumlahkan
untuk memperoleh bobot total. Nilai RMR yang diperoleh dari hasil uji batuan,
pengamatan dilapangan selanjutnya dilakukan pengklasifikasian massa batuan.

Bicniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut


Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah
bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penilitian ini, klasifikasi massa
batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski,
1989). Paramater yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan Sistim
RMR yaitu:
 Kuat tekanan maksimal batuan utuh
 Rock Quality Designation (RGD)
 Spasi bidang dikotinya
 Kondisi bidang diskontinya
 Kondisi air tanah
 Orientasi/arah bidang diskotinya

Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan


perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan
jenis batuan.RMR ini dapat digunakan untuk terowongan,lereng, dan pondasi.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana mengevaluasi penyanggan dengan baut batuan berdasarkan RMR-
System?

1.3 Batasan Masalah


Pembatasan masalah yang di bahas dalam proposal penelitian adalah hanya
mengkaji penyanggaan baut batuan berdasarkan RMR-System pada sill ore PT.Nusa
Halmahera Mineral

1.4 Tujuan Penilitian


Mengetahui keadaan penyanggan batuan berdasarkan RMR-System yang berdampak
pada keberhasilan produksi sesuai dengan rencana.

1.5 Manfaat Penilitian


1. Menjadi acuan dalam tahap pra-evaluasi penyanggaan batuan
2. Mengurangi tingkat kecelakaan kerja di penambangan bawah tanah
3. Meningkatkan laju produksi
Bagi mahasiswa proposal ini dapat di gunakan sebagai referensi dalam pembuatan
proposal selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Sejarah Singkat Perusahan
PT.Nusa Halmahera minerals (NHM) bergerak dengan izin pengoperasian
penambangan dan pengolahan biji emas dan perak adalah usaha patungan antara
Newcrest 75% dan PT Aneka Tambang (persero) 25%.PT. NHM mengoperasikan
Tambang Emas Gosowong di Kabupaten halmahera utara, Provinsi Maluku
Utara,Indonesia.
Newcrest dan antam membentuk suatu usaha bersama di tahun 1994 untuk
melakukan eksplorasi pencarian emas di pulau halmaher,pada tahun yang sama, usaha
bersama tersebut secara resmi menemukan emas yang mempunyai nilai ekonomi di
Gosowong.
Total luas wilayah kontrak karya PT.NHM saat ini adalah 29.662 Ha dengan area
operasi kerja sebagai berikut :
1. Gosowong dengan open pit seluas 1.602 Ha,
2. Toguraci dengan underground selua 2.168 Ha,
3. Kencana dengan underground selua 25.852 Ha.

2.2 Lokasi kesampaian Daerah


PT.Nusa Halmahera Minerals ( NHM)berada di belahan timur bagian utara pulau
halmahera,Provinsi Maluku utara.Lokasi kuasa pertambangan di desa tabobo kecamatan
malifut,kabupaten halmahera utara. Secara UTM terletak di antara 10110000 –
10150000 mN dan 330000 – 390000 mE.
Gambar 1. Peta Lokasi Ladang Emas Gosowong (Sumber : PT. NHM, 2012)

Untuk mencapai lokasi lokasi penelitian dapat menggunakan jalur udara dari
Bandara soekarno hatta jakarta menuju bandara sultan babulah ternate dengan lama
perjalanan sekitar 3,5 jam yang di lanjutkan dengan menggunakan pesawat twin otter
menuju bandara kobok pulau halmahera dengan jarak lurus ± 55 km dan waktu tempuh
±15 menit.

2.3 Kondisi Geografi


2.3.1. Kondisi Geografi
Secara geografis terletak diantara 127°30´ bujur timur dan 00°24´lintang utara.
Iklim di daerah penelitian sangat di pengaruhi oleh fakto – faktor geografis seperti
ketinggian dan jarak dari pantai. Bedasarkan data stasiun cuaca yang di bangun
perusahaan di ketahui bahwa suhu di gosowong antara 20 – 34,C°.kabupaten halmahera
utara di pengaruhi oleh iklim laut tropis yang terdiri atas 3 musim yaitu :
1. Musim hujan pada bulan november sampai januari
2. Musim kemarau pada bulan april sampai dengan pada bulan oktober
3. Musim pancaroba pada bulan november.
Curah hujan rata –rata di wilayah kabupaten halmahera utara untuk kurun 10 tahun
terhitung dari tahun 2004-2014 antara 125/322 mm pertahun dan hujan maksimal terjadi
pada bulan april 2013 dengan nila 484mm.

2.4 Kondisi Geologi


2.4.1 Geologi Regional
Pulau Halmahera terletak di sebelah utara khatulistiwa di antara Pulau Sulawesi dan
Irian, di tengah-tengah kepingan-kepingan lempeng mikro yang kompleks, pada
perbatasan antara Australasia, Eurasia dan Pasifika, dengan poros utamanya tegak lurus
Khatulistiwa. Bentuk pulau yang menyerupai “K” sebangun dengan bentuk Pulau
Sulawesi, menandakan bahwa kedua pulau mempunyai sejarah tektonik yang sama.
Laut Maluku yang terletak di sebelah Barat Pulau Halmahera merupakan zona
pertemuan antara gugusan gunung api Sangihe dan gugusan gunung api Halmahera.
Lempeng mikro Laut Maluku masih aktif dengan penunjaman yang disebabkan adanya
tumbukan dari Sulawesi bagian Utara dan Pulau Halmahera.
Zona konvergensi ganda ini merupakan satu-satunya contoh zona pertemuan dua
gugusan yang masih aktif. Penunjaman lempeng Laut Maluku yang berarah ke Timur,
ke bawah lempeng Laut Halmahera dan Laut Philipina, terjadi sejak zaman Paleogene
dan menghasilkan empat Formasi sedimen gunung api yang terbentuk di sebelah Barat
Pulau Halmahera. Keempat formasi sedimen-vulkanis tersebut adalah Formasi Bacan
(Paleogene), Formasi Gosowong (Miosin Atas), Formasi Kayasa (Pliosin) dan Formasi
Volkanis Kwarter yang sampai saat ini masih aktif (Marjoribanks, 1997).

2.4.2. Geologi Distrik


Pliosin serta endapan aliran dan jatuhan piroklastik Kuarter. Pada Pliosin Akhir,
sekuen volkanik Gosowong dan Kayasa secara setempat diterobos oleh batuan porfiri
andesite dan kuarsa diorit.
Terdapat dua jenis mineralisasi di Distrik Gosowong yaitu : Tembaga-Emas Porfiri
berkadar rendah dan urat epithermal Emas-Perak berkadar tinggi. Pada radius 7 km dari
Gosowong terdapat empat deposit sub-ekonomis porfiri yaitu Bora, Tobobo, Ngoali dan
Matat. Urat-urat jenis epithermal tidak hanya terdapat di Toguraci dan Gosowong, tetapi
juga di beberapa prospek sekitar seperti Ruwait, Gosowong Utara, Dongak, Tobobo dan
Langsat.

2.5 Cadangan Dan Produksi Biji


Besarnya sumber daya bijih emas Kencana adalah 1.7 Mt dengan kadar rata-rata
sebesar 41 g/t Au sehingga jumlah cadangan setara dengan 2,2 Moz (dimana 1 gr =
0.0321 Oz) dan besarnya jumlah Cadangan Probable adalah 0,64 Mt dengan kadar rata-
rata sebesar 42 g/t Au sehingga jumlah cadangan setara dengan 0,86 Moz Au.
Memperlihatkan hasil ekplorasi endapan bijih emas di Kencana. Berdasarkan studi yang
dilakukan PT. NHM untuk memperkirakan kelayakan tambang emas di daerah Kencana
ditetapkan jumlah sumber daya berada pada kisaran 1.200.000 ton bijih dengan kadar
rata-rat 41 g/t sehingga jumlah cadangan layak tambang sebesar 1,6 Moz yang terdiri
dari sumber daya terindikasi sebesar 650 Kt dan sebagian sumber daya terreka sebesar
540 Kt. Sumber daya tersebut akan diekstraksi dengan menggunakan cara-cara
penambangan bawah tanah dan umur tambang 6 tahun. Pengiriman bijih mulai
dilakukan pada bulan Maret 2006 dan sampai saat ini sedang berlanjut. Tingkat produksi
harian akan bervariasi dari 600-800 tpd dari 10-20 bidang bijih dengan lebar dari 5 m
sampai 24 m. Biaya penambangan kurang lebih sebesar US$ 100/t sedangkan total site
cost kurang lebih sebesar US$ 144/t. Sedikitnya 344.000 ton limbah atau 4.5 km
pengembangan diperlukan untuk mengakses dan menambang badan bijih. Penurunan
jumlah eksplorasi telah dimulai dan sekitar 170 meter telah diselesaikan.

2.6 Metode Penambangan


Secara teknis maupun ekonomis, telah dievaluasi 5 (lima) metode penambangan
sebagai berikut : Tambang terbuka (Open Pit), Gali–timbun ke bawah (Underhand Cut
and Fill, UCF), Gali–timbun ke atas (Overhand Cut and Fill, OCF), Metode ambrukan
(Caving Method), dan Pelombongan berjenjang (Long Hole Stoping).
Parameter-parameter yang harus dipertimbangkan dalam mengkaji apakah
penambangan harus dilakukan dengan metode tambang terbuka atau metode bawah
tanah, yaitu : (1) Lokasi berada di daerah aktif gempa; (2) Geologi, bentuk dan kondisi-
kondisi badan bijih; (3) Distribusi mineralisasi; (4) Ketertarikan finansial; dan (5)
Keselamatan kerja pekerja dan peralatan.
Perusahan tersebut menggunakan metode penambangan Under Hand Cutand – fill
(UHCAF) dengan beberapa lubang panjang pelombongan (log hole stoping). UHCAF
adalah sistem galitimbun di tempat penambangan urat biji (untuk membuat
terowongan),kemudian di timbun kembali dengan campuran tufa, pasir dan semen.
Sistem uhcaf di anggap lebih aman dan ramah lingkungan dari pada sistem
penambangan bawah – tanah konvesional.
Pemilihan sistem penambangan bawah tanah ini didasarkan pada alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Bijih terletak 120 m dari permukaan dan lereng curam akan mengakibatkan buangan
sebanyak 107 Jt untuk diperoleh bijih sebanyak 502 kt (kiloton) jika ditambang
secara tambang terbuka (cash flow negatif maksimum $US 159 Jt).
2. Penambangan bawah tanah memungkinan investasi finansial terendah.
3. Tambang bawah tanah memungkinkan perolehan bijih tertinggi dengan adanya
kesempatan memperluas tambang tanpa biaya yang signifikan.
4. Bijih diakses lebih awal melalui tambang bawah tanah dimana ketika produksi
tambang Toguraci berakhir akan memungkinkan kesinambungan suplai bijih ke unit
pengolahan.
5. Pengalaman bawah tanah yang diperoleh memungkinkan peluang ekstraksi potensi
sumber daya bawah tanah lainnya di daerah tersebut.
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Klasifikasi Massa Batuan


Metode klasifikasi massa batuan pada mulanya dikembangkan sejak Ritter (1879)
dengan mencoba melakukan pendekatan empiris untuk perancangan terowongan,
khususnya penentuan kebutuhan penyangga. Metode klasifikasi akan cocok jika
digunakan dalam kondisi yang sama dengan kondisi pada saat metode tersebut
dikembangkan. Meskipun demikian, tetap diperlukan kehati-hatian untuk
menerapkannya pada persoalan mekanika batuan yang lain.

Klasifikasi massa batuan merupakan dasar dari pendekatan rancangan empiris yang
secara luas digunakan pada rekayasa batuan. Klasifikasi massa batuan dapat
memberikan data kuantitatif massa batuan dan keperluan penyangga bila beberapa
kondisi terpenuhi dan dikombinasikan dengan penemuan dari berbagai pengamatan,
pengalaman dan pertimbangan rekayasa. Dari beberapa sistem klasifikasi massa batuan
yang ada, terdapat enam jenis yang perlu diperhatikan karena paling umum digunakan,
yaitu yang diusulkan oleh Terzaghi (1946) yaitu Rock Load Classification, Lauffer
(1958) yaitu Stand up time, Deere dkk. (1967) yaitu Rock Quality Designation (RQD),
Wickman dkk. (1972) yaitu Rock Strukture Rating (RSR), Bieniawski (1973) yaitu Rock
Mass Rating (RMR), Barton dkk. (1974) yaitu Tunnelling Quality Index (Q-System).
Satu atau lebih sistem klasifikasi dapat digunakan untuk memperkirakan komposisi dan
karakteristik batuan, perkiraan awal kebutuhan penyangga, perkiraan kekuatan dan sifat
deformasi massa batuan.
Secara umum tujuan klasifikasi massa batuan adalah :
1. Mengidentifikasi parameter penting yang mempengaruhi perilaku massa batuan.

2. Membagi massa batuan ke dalam kelas yang mempunyai kesamaan perilaku.

3. Memberikan dasar pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.


4. Memberikan data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa.

5. Memberikan dasar umum untuk komunikasi diantara para insinyur dan geologis.

6. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan


pengalaman yang ditemui dilokasi lain.

3.2 Klasifikasi Geomekanika (Sistem RMR)


Dimulai dari klasifikasi Bieniawski (1976) yang mempublikasikan suatu klasifikasi
massa batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock
Mass Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah
mengalami perubahan, telah diperbaiki dengan semakin banyaknya studi kasus yang
dikumpulkan, dan penyesuaian dengan adanya penambahan data masukan sehingga
Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk
penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan
yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1976 (Bieniawski, 1976).
Terdapat 5 (lima) parameter utama (poin 1-5) dan 1 (satu) parameter kondisi (poin 6)
yang digunakan dalam klasifikasi RMR yaitu:
1. Kuat tekan uniaxial batuan utuh (intact rock).

2. Rock Quality Designatian (RQD).

3. Spasi bidang dikontinyu.

4. Kondisi bidang diskontinyu.

5. Kondisi air tanah.

6. Orientasi/arah bidang diskontinyu.

Cara mendapatkan parameter-parameter RMR secara singkat dapat dijelaskan


berikut :
1. Kekuatan material batuan utuh (Strength of intact rock material) ; ada 2 cara
mendapatkan nilai parameter ini yaitu dilakukannya uji point-load strength index dan uji
uniaxial compressive strength (UCS). Nilai hasil uji dari 2 cara ini dipilih salah satunya
untuk pembobotan nilai rating.

2. Rock Quality Designation (RQD) : Deere dkk. (1967) memperkenalkan suatu index
untuk memperkirakan secara kuantitatif kualitatif batuan yang dikenal dengan nama
Rock Quality Designation (RQD). RQD merupakan persentasi dari perolehan core drill
yang secara langsung didasarkan pada jumlah pecahan dan sejumlah pelemahan pada
massa batuan yang diamati dari hasil pemboran. Prosedur pengukuran dan perhitungan
RQD adalah dijumlahan hanya pecahan yang utuh dengan panjang lebih dari 100 mm =
10 cm (4 inci) dan dibagi dengan panjang keseluruhan core. Adapun rumusan yang
diusulkan oleh Deere setelah tahun 1989 adalah seperti pada Persamaan 3.1, Nilai hasil
perhitungan RQD ini kemudian disesuaikan dan diplot kedalam tabel RMR untuk bobot
ratingnya.

3. Spasi bidang diskontinyu (Spacing of discontinuities) ; spasi bidang diskontinyu


didapatkan dari hasil pengukuran jarak antar bidang lemah (kekar) dilapangan, biasanya
dilakukan dengan cara scan line. Nilai rata-rata jarak tersebut kemudian disesuaikan
dengan tabel RMR untuk mendapatkan nilai ratingnya.

4. Kondisi bidang diskontinyu (Condition of discontinuities) ; cara mendapatkan nilai


kondisi bidang diskontinyu ini dapat dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan (a)
panjang bidang diskontinyu (Discontinuity length). (b) jarak pemisah yang terdapat pada
bidang diskontinyu (Separation). (c) Kondisi kekasaran (Roughness). (d) Isian material
yang terdapat didalam bidang-bidang kekar (Infilling). (e) Terjadi kerusakan material
karena iklim dan cuaca (weathering). Nilai pengukuran dan pengamatan dari kelima
bagian tersebut diperoleh, kemuadian dijumlahkan untuk pendapatkan satu nilai kondisi
bidang diskontinyu dan diplot dalam tabel RMR untuk bobot ratingnya.
5. Kondisi air tanah (groundwater) ; cara mendapatkan adalah dengan melakukan
pengukuran dengan pizometer atau dengan pengamatan pada dinding terowongan. Nilai
yang diperoleh kemudian disesuaikan dan diplot ke dalam tabel RMR untuk
mendapatkan bobot ratingnya.

6. Orientasi bidang diskontinu ; cara mendapatkan nilainya yaitu melakukan pengukuran


dengan kompas untuk mengetahui arah (strike) dan kemiringan (dip) dari bidang-bidang
diskontinyu di dalam terowongan dan lokasi penambangan. Kemudian dikelompokkan
nilai stike dan dip tersebut, selanjutnya disesuaikan dan diplot ke dalam tabel RMR
untuk bobot rating.

Nilai pembobotan lima parameter yang telah didapatkan dari hasil penyesuaian dan
ploting kedalam tabel RMR tersebut dijumlahkan. Nilai rating yang didapatkan
merupakan total nilai rating sebelum penyesuaian. Untuk mendapatkan nilai rating total
setelah penyesuaian maka total nilai rating tersebut dikurangi dengan nilai hasil
pembobotan orientasi bidang diskontinyu sehingga dapat diperoleh nilai RMR setelah
penyesuaian.

3.3 Geological Strength Index (GSI)


Geological Strength Index (GSI) diperkenalkan Hoek, Kaiser, dan Bawden (1995)
yang ditujukan untuk memperkirakan berkurangnya kekuatan suatu massa batuan yang
disebabkan oleh kondisi geologi yang berbeda. Sistem GSI ini disajikan pada Lampiran
B. Pengalaman menunjukkan bahwa Tabel GSI digunakan cukup dengan pengamatan
visual di lapangan, kode-kode huruf yang mengidentifikasikan masing-masing kategori
massa batuan tersebut dapat diperoleh di lapangan sesuai dengan kondisi massa batuan,
kemudian digunakan untuk memperkirakan nilai GSI.

3.4. Faktor Kerusakan (Disturbance Factor, D)


Mendesain suatu terowongan pada suatu tambang terbuka dengan kriteria Hoek-
Brown dengan asumsi massa batuan insitu tidak terganggu (undisturb in-situ rock
masses) dimana D=0 adalah terlalu optimistis (Hoek 2002). Kerusakan massa batuan
dapat disebabkan oleh peledakan dan pelepasan tegangan (stress relief) akibat lepasnya
overburden. Oleh karena itu harus dipertimbangkan adanya faktor untuk
mempertimbangkan tingkat kerusakan massa batuan akibat proses tersebut di atas.
Untuk mengakomodasi hal tersebut, Hoek (2002) memperkenalkan faktor kerusakan
massa batuan (disturbance factor) D yang merupakan nilai tingkat kerusakan massa
batuan yang diakibatkan oleh peledakan maupun pelepasan tegangan.
3.5 Kestabilan Lubang Bukaan Bawah Tanah
Secara umum faktor yang mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan bawah tanah
menurut Hoek & Brown,1980 adalah : (1) Struktur geologi, (2) Tegangan insitu massa
batuan yang sangat besar, (3) Batuan yang mengalami pelapukan (weathering) dan/atau
pengembangan (swelling), dan (4) Aliran atau tekanan air tanah yang besar.

Mekanisme runtuhan yang terjadi pada lubang bukaan bawah tanah umumnya
adalah runtuhan yang disebabkan oleh adanya struktur geologi (structurally controlled
failure) dan runtuhan yang diakibatkan oleh tegangan insitu yang bekerja di dalam
massa batuan (stress-controled failure). Runtuhan tentu saja juga dapat disebabkan oleh
kombinasi antara kedua faktor tersebut dan juga faktor lain seperti pelapukan dan air
tanah.

Ketidakstabilan struktural yang terdapat di dalam suatu terowongan berbentuk baji


mempunyai dimensi volume batuan tertentu yang dapat runtuh akibat adanya geseran
sepanjang permukaan. Hal ini sangat diperlukan dalam mengkaji struktur dan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi ketidakstabilan seperti kohesi serta sudut geser pada
permukaan antar blok batuan.

3.6 Parameter Mohr-Coulomb


Parameter geoteknik yang banyak digunakan saat ini adalah berdasarkan kriteria
keruntuhan Mohr-Coulomb, sehingga perlu ditentukan kesetaraan nilai kohesi (c) dan
sudut gesek dalam (ᴓ) untuk setiap massa batuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mencocokan kurva hasil perhitungan kriteria keruntuhan Hoek-Brown untuk berbagai
nilai tegangan prinsipal minimum seperti terlihat pada Gambar 3.3. Pemakaian Gambar
3.3 dapat dilakukan dengan memplot hasil tes uji triaksial dari massa batuan yang
didefinisikan oleh kekuatan uniaksial, konstanta mi Hoek-Brown dan GSI indeks untuk
mencocokkan kurva kriteria Hoek-Brown. Kurva tersebut digunakan untuk mencari
kesetaraan nilai kohesi dan sudut gesek dalam.
BAB IV
METODOLOGI PENILITIAN

Penelitian dilakukan dengan suatu metodologi yang dimulai dari studi literatur,
pengambilan data lapangan baik data primer maupun data sekunder, uji contoh di
laboratorium, pengolahan dan analisis data sampai pada penyusunan laporan penelitian
(lihat Gambar 4.1 Diagram alir penelitian). Beberapa metodologi penelitian yang akan
dilakukan secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.1 Studi literatur


Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan bahan atau materi penelitian-penelitian
sebelumnya yang dapat menunjang penelitian. Bahan dan materi tersebut diperoleh dari
buku-buku referensi, paper, journal, peta-peta (Peta Geologi, Peta Topografi dan Situasi)
dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

4.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif

4.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data sekunder
Ratm Mng. http://www.academia.edu/19640370/klasifikasi_massa_batuan
http://www.medianeliti.com
http://www.journal.sttnas.ac.id

Anda mungkin juga menyukai