PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu tasawuf terdapat konsep yang disebut dengan insan kamil. Insan kamil
diartikan sebagai manusia sempurna atau manusia paripurna. Menurut ahli tasawuf falsafi
Ibnu ‘arabi dan ‘Abd al-Jilli, insan kamil yang paling sempurna adalah Nabi Muhammad
SAW.
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata Insan dan kamil. Secara
harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian,
insan kamil berarti manusia yang sempurna.
Adapun kata kamil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna, dan digunakan
untuk menunjukkan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal itu terjadi melalui
terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti ilmu, dan sekalian sifat yang
baik lainnya.1
Beberapa tokoh tasawuf menjelaskan tentang konsep insan kamil dalam ajarannya.
Yaitu:2
Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya.
Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi sempurna
dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh.
Adapun kesempurnaan dari segi pengetahuannya ialah karena dia telah mencapai
tingkat kesadaran tertinggi, yakni menyadari kesatuan esensinya dengan Tuhan, yang
disebut ma’rifat.
1
Syukur, M. Amin, dan Usman, Fathimah, Insan Kamil, (Semarang: 2005: CV. Bima Sejati), hlm. 47-48.
2
M. Karman dan Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: 2009: PT. Remaja Rosda Karya), hlm.
89-91.
3
Kesempurnaan insan kamil itu pada dasarnya disebabkan karena pada dirinya
Tuhan ber-tajalli secara sempurna melalui hakikat Muhammad (al-haqiqah al-
Muhammadiyah). Hakikat Muhammad merupakan wadah tajalli Tuhan yang
sempurna.
Jadi, dari satu sisi, insan kamil merupakan wadah tajalli Tuhan yang paripurna,
sementara disisi lain, ia merupakan miniatur dari segenap jagad raya, karena pada
dirinya terproyeksi segenap realitas individual dari alam semesta, baik alam fisika
maupun metafisika.
Al-Jili merumuskan insan kamil ini dengan merujuk pada diri Nabi Muhammad
SAW sebagai sebuah contoh manusia ideal. Jati diri Muhammad yang demikian tidak
semata-mata dipahami dalam pengertian Muhammad SAW asebagai utusan Tuhan,
tetapi juga sebagai nur (cahaya/roh) Ilahi yang menjadi pangkal dan poros kehidupan
di jagad raya ini.
Nur Ilahi kemudian dikenal sebagai Nur Muhammad oleh kalangan sufi, disamping
terdapat dalam diri Muhammad juga dipancarkan Allah SWT ke dalam diri Nabi
Adam AS. Al-Jili dengan karya monumentalnya yang berjudul al-Insan al-Kamil fi
Ma’rifah al-Awakir wa al-Awa’il (Manusia Sempurna dalam Konsep Pengetahuan
tentang Misteri yang Pertama dan yang Terakhir) mengawali pembicaraannya dengan
mengidentifikasikan insan kamil dengan dua pengertian sebagai berikut :
4
2. MAKNA INSAN KAMIL DALAM KONTEKS SUFISTIK
3
Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat”,
(Bandung: 2003: Mizan), hlm. 129-132.
5
Orang yang diberi kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
Khalifah memilki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat
kesalahan dan kekeliruan.
Beranjak dari pemahaman bahwa ada dua unsur sehubungan dengan makna
khalifah yakni unsur intern (mengarah pada hubungan horizontal) yang berkaitan
dengan manusia, alam raya dan antar manusia dengan alam raya. Dan unsur ekstern
(kaitannya dengan hubungan vertical) yaitu penugasan Allah kepada manusia sebagai
mandataris Allah dan pada hakekatnya eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah
membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini sesuai dengan kehendak
penciptanya. Tugas kekhalifahan tersebut memang sangat berat. Namun status ini
menunjukkan arah peran manusia sebagai penguasa di bumi atas petunjuk Allah. Selain
itu, dari tugas tersebut menggambarkan bahwa kedudukan manusia selaku makhluk
ciptaan-Nya yang paling mulia.
b. Hamba Allah (Abdul Allah)
Dalam konteks konsep abdul Allah, manusia harus menyadari betul akan dirinya
sebagai abdi. Hal ini berati bahwa manusia harus menempatkan dirinya sebagai yang
dimiliki, tunduk dan taat kepada semua ketentuan pemiliknya, yaitu allah SWT.
Kedudukan sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan
manusia dan makhluk-makhluk lainnya yang artinya manusia berkewajiban memaknai
semua usaha dan kegiatannya sebagai ikhtiar dan realisasi penghambaan diri kepada
Allah termasuk melalui aktifitas pengelolaan alam raya dengan kekuasaan yang
dimilikinya guna memenuhi kebutuhan hidup. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS.
Adz-Dzariyat ayat:56
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku (QS. Adz-Dzariyat ayat:56).4
4. POLA PEMBENTUKAN INSAN KAMIL
Proses atau tahapan pembentukan insan kamil dibedakan menjadi beberapa bagian
antara lain :
a. Proses Pembentukan Kepribadian
Dapat dipahami bahwa insan kamil merupakan manusia yang mempunyai
kepribadian muslim yang diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai
4
Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur’an,”Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat”,
(Bandung: 2003: Mizan), hlm. 132-133.
6
ciri khas dari keseluruhan tingkah laku baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara
lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti kata-kata, berjalan,
makan, minum, berhadapan dengan teman, tamu, orang tua, guru, teman sejawat, anak
famili dan lain-lainnya.
Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak dengki dan sikap terpuji
lainnya yang timbul dari dorongan batin, yakni terwujudnya perilaku mulia sesuai
dengan tuntunan Allah SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak mulia yang
ditempuh melalui proses pendidikan Islam. Sabda Rasululah SAW yang artinya:
“sesungguhnya aku diutus adalah untuk membetuk akhlak mulia” Dalam kaitan dengan
hal itu dalam satu hadits beliau pernah bersabda : “Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”.
b. Pembentukan Kepribadian Muslim.
Kepribadian muslim dapat dilihat dari kepribadian orang perorang (individu) dan
kepribadian dalam kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri
khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku, serta kemampuan intelektual yang
dimilikinya.
1) Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Individu
Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat dilakukan
melalui tiga macam pendidikan.
Pranata Education (Tarbiyah Golb Al-Wiladah)
Proses pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung. Proses ini
dimula disaat pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang baik dan
berakhlak. Sabda Rasulullah SAW : “ Pilihlah tempat yang sesuai untuk benih
(mani) mu karena keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan sikap prilaku orang
tua yang islam”.
Education by Another (Tarbiyah Ma’aghoirih).
Proses pendidikan ini dilakukan secara langsung oleh orang lain (orang tua
di rumah tangga, guru di sekolah dan pemimpin di dalam masyarakat dan para
ulama). Manusia sewaktu dilahirkan tidak mengetahui sesuatu tentang apa yang
ada dalam dirinya dan diluar dirinya. Firman Allah SWT yang artinya : “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu mengetahui apapun
dan Ia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati ” ( Q.S. An-Nahl
: 78 ).
7
Self Education (Tarbiyah Al-Nafs)
Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan orang lain
seperti membaca buku-buku, majalah, Koran dan sebagainya melalui penelitian
untuk menemukan hakikat segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut
Muzayyin, Self Education timbul karena dorongan dari naluri kemanusiaan
yang ingin mengetahui. Ia merupakan kecenderungan anugrah Tuhan. Dalam
ajaran islam yang menyebabkan dorongan tersebut adalah hidayah. Firman
Allah SWT yang artinya : “Tuhan kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan
kepada tiap-tiap makhluk bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk”
(QS. Thoha:50)
2) Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Ummah
Komunitas muslim ini disebut ummah. Abdullah al-Darraz membagi kajian
pembentukan itu menjadi dua tahap, sebagaimana dikutip sebagai berikut :
Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga
Bentuk penerapannya adalah dengan cara melaksanakan pendidikan akhlak di
lingkungan rumah tangga, langkah-langkah yang di tempuh adalah:
Memberikan bimbingan berbuat baik kepada kedua orang tua
Memelihara anak dengan kasih saying
Memberikan tuntunan akhlak kepada anggota keluarga
Membiasakan untuk menghargai peraturan dalam rumah tangga
Membiasakan untuk memenuhi hak dan kewajiban antara kerabat
Pembentukan nilai-nilai islam dalam hubunga social
Kegiatan pembentukan hubungan sosial mencangkup sebagai berikut:
Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela
Mempererat hubungan kerjasama
Menggalakkan perbuatan terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan
bermasyarakat seperti memaafkan, dan menepati janji
Membina hubungan menurut tata tertib seperti berlaku sopan, meminta izin
masuk rumah orang lain.
8
Perbuatan nilai-nilai islam dalam berkehidupan sosial bertujuan untuk
menjaga dan memelihara keharmonisan hubungan antar sesama anggota
masyarakat.5
Orang islam perlu memiliki jasmani yang sehat serta kuat, terutama berhubungan
dengan penyiaran dan pembelaan serta penegakkan agama islam. Dalam surah al-Anfal
: 60, disebutkan agar orang islam mempersiapkan kekuatan dan pasukan berkuda untuk
menghadapi musuh-musuh Allah. Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan pula dengan
menguasai keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan
tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan (banyak memiliki
informasi). Didalam surah az-Zumar : 9 disebutkan sama antara orang yang mengetahui
dan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran.
Kalbu yang berkualitas tinggi itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah,
atau kalbu yang taqwa kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat,
ia shalat dengan khusuk, bila mengingat Allah kulit dan hatinya tenang bila disebut
nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka
sujud dan menangis.
5
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: 2002: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 87-91.
9
Adapun beberapa ciri – ciri atau kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri
Rasulullah SAW yakni 4 sifat yakni :
Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa yang dipercayakan
seseorang kepadanya. Baik itu sesuatu yang berharga maupun sesuatu yang kita anggap
kurang berharga.
Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah belum tentu
dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya. Cerdas ialah sifat yang dapat
membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani kehidupannya
untuk menuju yang lebih baik.
Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita jumpai, tapi
sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat. Sifat jujur sering
sekali kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi tidak ada sifat jujur yang murni
maksudnya ialah, sifat jujur tersebut mempunyai tujuan lain seperti mangharapkan
sesuatu dari seseorang barulah kita bisa bersikap jujur.
Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya di dengar oleh
orang lain dan berguna baginya. Tentunnya sesuatu yang akan disampaikan itu pun
haruslah sesuatu yang benar dan sesuai dengan kenyataan.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep insan kamil merupakan salah satu kajian dalam dunia sufi yang cukup
besar menarik perhatian berbagai kalangan. Insan kamil merupakan
wadah tajalli Tuhan yang paling sempurna. Posisi insan kamil tidak hanya di tempati
oleh satu orang tertentu, tetapi setiap orang berpotensial untuk mencapai derajat insan
kamil ketika dia telah mampu memantulkan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan dan telah
mencapai kesadaran secara penuh mengenai kesatuan hakikatnya dengan Tuhan.
Dan yang paling tinggi tingkatannya adalah Nabi Muhammad, dengan tanpa
menutup kemungkinan bahwa masih ada manusia-manusia lain yang bisa saja sampai
pada derajat insan kamil. Namun yang bisa sampai pada tingkatan khitam yaitu
tingkatan tertinggi dalam derajat insan kamil hanya satu yaitu Nabi Muhammad.
Jika di lihat, Nabi Muhammad yang merupakan manusia yang paling sempurna
ternyata merupakan makhluk multi dimensi. Artinya dalam hal spiritual tidak ada yang
mampu melebihi Nabi, namun disamping itu dalam kehidupan sosialnya Nabi adalah
manusia yang sangat perduli terhadap kondisi masyarakatnya, bahkan beliau rela
mengorbankan diri, keluarga, dan hartanya untuk kepentingan sosial.
Seorang muslim sudah selayaknya mengetahui tentang apa itu insan kamil,
kepribadian dan intelektualnya. Agar dapat membangaun dirianya dan masyarakatnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, M. Amin, dan Usman, Fathimah. 2005. Insan Kamil. Semarang: CV. Bima Sejati.
Supiana, M. Karman. 2009. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
12