Anda di halaman 1dari 8

MK Arsitektur Barat dan Timur

BANGUNAN ARCHITECTURE BYZANTIUM

DI SUSUN OLEH

CINDI APRILIAN PAKAI

T1117018

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO

2019
Byzantine Architecture

1.LATAR BELAKANG

Arsitektur Klasik merupakan ungkapan dan gambaran


perjalanan sejarah arsitektur di Eropa yang secara khusus
menunjuk pada karya-karya arsitektur yang bernilai tinggi
dan “first class”. Disebutkan demikian karena karya-karya ini
memperlihatkan aturan atau pedoman yang ketat dan
pertimbangan yang hati-hati sebagai landasan berpikir dalam
menciptakan karya tersebut. (Maulana, 2013).

Teori arsitektur Klasik dengan demikian merupakan suatu perwujudan karya arsitektur
yang dilandasi dan dijiwai oleh gagasan dan idealisme Teori Vitruvius khususnya pada suatu
kurun waktu sesudah Vitruvius sendiri meninggal dunia.

1. Sejarah Perkembangan Arsitektur Byzantine

Kekuasaan Byzantine berpusat di


Constantinople (Istanbul-Turki) merupakan
Kekuasaan dibawah Roma di Eropa hingga ke
Timur atau sering disebut Roma kedua, yang
menguasai jalur perdagangan laut yang
menghubungkan benua Eropa dan Afrika
hingga ke Asia, merupakan wilayah otonom
dengan perdaban menuju millenium
dibandingkan kekaisaran Roma sendiri.
Daerah ini merupakan perpanjangan Roma di
bagian timur, atau sering disebut kerajaan
Roma timur.

Wilayah yang sekarang masuk dalam negara Itali


sekarang di mana kekuasaan Romawi berasal dan
berkembang berupa semenanjung, menjorok ke
selatan-timur di Laut Mediterania. Keadaan geografis
tersebut bertolak belakang dengan Yunani, yang berupa kepulauan dan sebagian besar wilayah
daratannya berupa pantai, dari Laut Aegean. Roma sebagai pusat kekuasaan dan kebudayaan
Romawi, berada di bagian selatan-tengah semenanjung, tidak jauh dari pantai laut Mediterania.
Budaya Romawi berkembang melalui kekuasaan didapat dari penaklukan, berbeda dengan
penyebaran budaya Yunani yang melalui kolonisasi. Budaya Romawi termasuk arsitektur
berkembang dari kekuasan perebutan kekuasaan dan penaklukan tidak hanya berkembang di
wilayah Itali, namun hingga sebagian besar Eropa, Afrika Utara dan Asia Barat.

Byzantine merupakan salah satu koloni Yunani sejak tahun 600 SM dan dijadikan pusat
pemerintahan Kekaisaran Romawi pada tahun 330. Selama jaman pertengahan (middle ages),
kota ini menjadi benteng pertahanan orang-orang Kristen dari serangan bangsa Barbar dari
Barat. Honorius, imperior pertama dari Barat setelah wilayah dan pemerintahan Kekaisaran
Roma dibagi menjadi dua, memindahkan kediaman dan pusat pemerintahan Kekaisaran Barat
di Ravenna, sebuah kota di pantai Mediterania bagian timur-utara dari Italia. Sedangkan
Konstantinopel tetap menjadi pusat pemerintahan Kekaisaran Timur. Pengaruh Byzantine
menjadi dominan dalam arsitektur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebudayaan Byzantine antara lain:
 Pengaruh kebudayaan Romawi.
 Pengaruh agama Kristen.
 Beberapa pengaruh kebudayaan yang berasal dari Timur.

Kota Ravenna dan Konstantinopel menjadi poros pemerintahan Byzantine dan pusat
perkembangan budaya serta arsitektur. Kekaisaran Byzantine berlangsung lebih dari 1000
tahun, mulai abad ke-4 M sampai tahun 1453. Selama berdirinya, merupakan satu kekuatan
penting di bidang ekonomi, budaya dan militer di Eropa. (Febrianita, dkk, 2014).

2. Karakteristik Arsitektur Byzantine


Arsitektur Bizantium adalah arsitektur dari Kekaisaran Bizantium. Arsitektur byzantium
memiliki pengaruh yang besar dari kekristenan. Dan byzantium merupakan lanjutan dari
arsitektur romawi.
Tiga aspek kehidupan orang Bizantium yang menonjol adalah keagamaan, intrik kerajaan dan
sirkus-sirkus popular yang spektakuler (sulap).
Arsitektur Byzantium adalah salah satu jenis arsitektur yang menarik, karena
merupakan simbiosis dari beragam kebudayaan, merupakan perpaduan seni Eropa (barat) dan
Timur (Asia), dan kebudayaan Mediterania, serta pengaruh-pengaruh lain, baik karena letak
maupun kondisi sosial politik pada masa itu.

Penggunaan sistem kubah untuk konstruksi atap bertolak belakang dengan gaya
Kristiani kuno berupa penopang-penopang kayu dan juga gaya lengkung batu Romawi. Cita-cita
arsitektur Byzantine adalah mengkonstruksi atap gereja dengan atap kubah, karena kubah
dianggap symbol dari kekuasaan yang Maha Esa.

Sistem konstruksi beton dari Romawi dikembangkan dengan pesat. Kubah yang
merupakan ciri dari daerah timur, menjadi model atap Byzantine yang merupakan
penggabungan dari Konstruksi kubah dan sudut model Yunani dan Romawi. Karena dominan
bentuk dari seluruh bangunan menggunakan bentuk lingkaran dan lengkung dengan bentang
lebih lebar.

Type-type kubah yang diletakkan diatas denah segi-4 dilengkapi dengan jendela kecil-kecil
diatas, disebut Pendetive, dimana pada masa Romawi kubahnya hanya menutup bentuk denah
melingkar atau polygonal. Sedangkan bahan pendetive tersebut dipakai bahan bata atau batu
apung yang disebut Purnise. Kubah dibuat tanpa menggunakan penunjang sementara
(bekisting). Kubah bola utama tersebut melambangkan Surga menurut ajarannya, sedangkan
kubah kubah sudut atau disebut Squinch untuk menggambarkan ajarannya dalam bentuk
mosaik antara Bema atau bilik suci dengan Naos atau ruang induk atau nave, dipisahkan oleh
Iconostatis atau penyekat, sebagai screen of picture “tirai”. Bentuk Eksterior, kadang tidak
berhubungan/ tidak ada kesatuan dengan bentuk interiornya. (Febrianita, dkk, 2014).

3. Periode Arsitektur Byzantine


3.1 Periode Byzantine awal
Dari permulaan abad ke 6 sampai pertengahan abad ke 9 adalah abad eksperimen desain
bangunan. Bentuk Basilika yang memanjang masih dipakai, akan tetapi tidak cocok dengan
kebiasaan setempat yang mempersembahkan misa di tengah-tengah ruang utama gereja dan
buka pada salah satu sudut ruangnya, sehingga denah basilica yang memanjang tidak dapat
untuk upacara tersebut.

3.2 Periode Byzantine Pertengahan


Antara akhir abad ke 9 sampai pertengahan abad ke 13 tidak lagi mempergunakan 1 type
dasar bangunan gereja, di masa ini digunakan 4 gaya terpusat yang berbeda masing-masing
terdiri dari inti kubah yang dibentuk menjadi beraneka ragam kombinasi antara lain segi-8 dan
bujur sangkar, sedangkan bagian sudut berkubah dihubungkan dengan ruang inti dengan
mengurangi ukuran pilaster, sehingga berkesan luas.

4.3 Periode Byzantine Akhir


Hampir sama dengan periode pertengahan, sedangkan pengembangannya ditekankan pada
unsur vertical baik bagian luar maupun dalamnya. Gereja periode pertengahan biasanya
mempunyai satu kubah bola, pada periode akhir mempunyai 5 kubah bola, yaitu kubah besar
ditengah dan kubah yang lebih kecil pada masing-masing sudutnya.

4. Hagia Sophia
Terletak di Istanbul, Turki. Dibangun pada masa kaisar
pertama Constantin dan diperbaiki kembali setelah
terbakar dan hancur oleh Kaisar Yustinianus pada tahun
517 AD. Bangunan ini merupakan masterpiece dari masa
Byzantium, terbesar dan tertinggi diantara gereja lain di
Konstantinopel. Gereja ini menjadi pusat pemerintahan
dunia Kristen Orthodoks.

Berkali-kali bangunan Hagia Sophia mengalami


perbaikan dan renovasi, kebanyakan disebabkan
oleh gempa bumi, ketidakstabilan struktur, dan
kerusakan akibat perang. Sampai pada masa
Pemerintahan Kaisar Justinianus (527-565),
Hagia Sophia menjadi lebih besar dan megah,
namun tidak mengubah konsep awal dari
arsitektur Byzantine pada denah dan tampilan
bangunannya. (Febrianita, dkk, 2014).

5.1 Fungsi
Hagia Sophia yang mengalami perubahan dari gereja ke masjid selama hampir lima abad,
sekarang akhirnya berfungsi sebagai museum. Pencetus fungsi museum ini oleh penguasa Turki
yang Muslim nasionalis, Mustafa Kemal Atatürk. Pada 1923, museum Hagia Sophia diawasi oleh
pemerintah sebagai cagar budaya peninggalan masa lalu. Ini adalah satu-satunya tempat di
dunia ini dimana kita bisa melihat simbol-simbol agama Kristen dan Islam berdampingan pada
satu tempat. (Febrianita, dkk, 2014).

5.2 Denah
Denah utama Hagia Sophia adalah ruang tengah
berbentuk bujur sangkar yang berukuran 32,6 x 32,6 m2.
Di sudut-sudutnya terdapat kolom struktural yang
sangat masif dan besar. Kolom ini menyangga
pelengkung setengah lingkaran yang menyangga kubah
utama.

Lebar gereja mencapai 305 meter dan tinggi ± 548 meter, bentuk dasar bangunan segi
empat dengan luas 18.000 M2, dengan sekeliling dinding yang dihias mosaic warna warni serta
cemerlang keemasan. Arsitek (pada zaman Yustinianus) adalah Isodorus dari Miletus dan
Anthemius dari Tralles. Bangunan ini pada tahun 1453 M, diduduki oleh bangsa Turki dan
diubah menjadi Masjid, dengan mnghilangkan bagian-bagian yang berhias gambar makhluk
hidup.

Gaya arsitektur fasade Hagia Sophia dipengaruhi oleh kebudayaan Byzantine (abad ke-6)
yang ada sebelum Konstantinopel berdiri. Gaya Byzantine didasari oleh karya bangunan Kristen
awal yang menempatkan area pembaptisan dan kapel makam sebagai area yang terpusat.
Sehingga ruang-ruang atau relung yang mendampingi ruang utama berformasi radial dengan
pusatnya yaitu makam atau meja altar di tengah. Karena formasinya yang terpusat, denahnya
pun tidak lepas dari bentuk-bentuk simetris seperti bujur sangkar atau segi delapan/segi
banyak dengan ukuran sisi-sisinya yang sama, bahkan berbentuk lingkaran.
5.3 Dinding dan Kolom
Memakai bahan bata, dan dibagian dalam
(interiornya) dilapisi dengan mosaik yang terbuat dari
pualam warna-warni yang menggambarkan ajarannya.
Busur setengah lingkaran dipakai untuk menunjang
galery dan bukaan pada pintu dan jendela. Jendela-
jendela kecil setengah lingkaran mengelilingi dasar
kubah (pendetive). Kolomnya konstruktif, dengan kepala
tiang (capital) bergaya Korintia dan Komposit. Secara
keseluruhan pandang, gereja Hagia Sophia merupakan kelompok banyak kubah yang
mengelilingi kubah utama secara simetris, sehingga berkesan vertikal. (Febrianita, dkk, 2014).

5.4 Atap
Kubah merupakan ciri khas arsitektur Byzantine, yang
kemudian ditopang dengan struktur pendentive. Pendentive
adalah struktur yang menopang kubah, berbentuk A terbalik
dengan kolom dibawahnya. (Febrianita, dkk, 2014).

Kubah tersebut, menjadi ciri khas tradisional bangsa Timur,


menjadi motif umum asitektur Byzantine, yang merupakan
gabungan dari konstruksi kubah dengan gaya kolumnar klasik.
Kubah dengan bermacam-macam variasi dipakai untuk
menutupi denah persegi dengan teknik ‘Pendetives’. Kubah dan lengkung Byzantine
diperkirakan dibuat tanpa menggunakan penyokong sementara atau perancahan atau
‘centering’ dengan penggunaan batu bata datar yang besar, hal ini merupakan sistem yang
cukup nyata yang kemungkinan didapat dari metode Timur. Jendela-jendela disusun pada
bagian bawah kubah, yang pada periode berikutnya dinaikkan letaknya pada ‘drum‟ yang tinggi.
(Febrianita, dkk, 2014).

5.5 Elemen Seni


Salah satu segi terpenting bagi kota baru Konstantinopel
adalah kota tersebut bukan merupakan duplikat dari kota
Roma yaitu dengan dibangun gereja Kristen pertama Hagia
Sophia serta menyelesaikan banyak gereja lainnya.
Seni dekorasi motif Mosaic yang cemerlang dan gemerlapan
berkembang pesat. Sedangkan Arsitektur bangunan bersegi
banyak dengan atap kubah bermunculan dimanapun, dibukit Yugoslavia, dilembah Rumania
digurun Suria Bizantium yang mengembangkan hirarki bentuk semacam itu.

5. Kesimpulan
Bangunan Bergaya Arsitektur Byzantine memiliki bentuk geometri yang komplek, dengan
material batu sebagai material utama dan bata dan plester sebagai material tambahan, unsur
dekorasi menjadi penting dan elemen utama dalam bangunan publik, seperti Gereja. Byzantine
adalah perwujudan dari konsep atap lengkung dan kubah yang menggantikan rangka atap kayu.
Sistem konstruksi perletakan batu bata, yang diperkenalkan oleh bangsa Romawi berkembang
menjadi semacam pembuatan dinding bata secara umum, dan hal ini diadopsi untuk
membentuk arsitektur Byzantine.

Anda mungkin juga menyukai