BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus di
kembangkan dimana belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih
didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan
perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam
kandungan hingga berusia 18 tahun (Damayanti, 2010). Masa kanak-kanak
merupakan masa yang paling berpengaruh dari siklus kehidupan manusia,
karena pengalaman yang terjadi pada masa ini akan menjadi dasar pada tahap
berikutnya yaitu proses tumbuh kembang. Berbagai konsep dipelajari anak
pada masa ini, salah satunya konsep tentang sakit dan nyeri (Wong, 2009).
kegiatan. Instruksikan anak untuk mengambil napas dalam dan meniup keluar
perlahan-lahan. Untuk membantu memudahkan slow deep breathing pada
anak-anak dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu misalnya
gelembung, baling-baling dan balon (Taddio, 2009).
Secara medis tidak ada batasan umur untuk dilakukan sirkumsisi, biasanya
sirkumsisi dipengaruhi oleh adat istiadat setempat. Di Indonesia usia yang
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran
aplikasi slow deep breathing pada anak terhadap nyeri penyuntikan anastesi
sirkumsisi dengan pendekatan asuhan keperawatan?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan Terapi Slow Deep Breathing (Meniup baling-
baling) untuk menurunkan rasa nyeri yang dirasakan anak ketika akan
dilakukan penyuntikan anastesi sirkumsisi di Kota Semarang
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan
1) Pengakajian (Assesment)
2) Masalah keperawatan yang ditemukan
3) Perencanaan untuk memecahkan masalah yan ditemukan
4) Tindakan dan penilaian outcome penerapan EBNP
b. Menggambarkan perbedaan nyeri sebelum dan setelah perlakukan
tindakan slow deep breathing (Meniup baling-baling)
4
D. Manfaat penelitian
1. Bagi pasien
Adanya pemberian asuhan keperawatan pada Anak akan dilakukan
penyuntikan anastesi sirkumsisi Hipertensi dalam pemberian tindakan
Terapi Slow Deph Breathing (Meniup baling-baling) dapat membantu
pasien untuk mengontrol atau mengurangi nyeri yang dirasakan dan
menambah ilmu pengetahuan pada pasien.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak
pelayanan kesehatan di Semarang terutama untuk perawat bahwa perawat
harus melakukan perannya sebagai health educator, promote healthdan
preventive illness khususnya pemberian asuhan keperawatan anak yang
akan dilakukan penyuntikan anastesi sirkumsisi dengan pemberian
tindakan Terapi Slow Deph Breathing (Meniup baling-baling).
3. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan informasi mengenai pemberian tindakan Terapi Slow Deph
Breathing (Meniup baling-baling) dapat menurunkan nyeri pasien anak
ketika akan dilakukan penyuntikan anastesi sirkumsisi dan pentingnya
pelaksanaan pada pasien. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang positif sebagai tambahan referensi tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Sirkumsisi
Sirkumsisi (circumcision/khitan) atau dalam Bahasa Indonesia lebih
dikenal dengan istilah “sunat” atau “supit”, adalah operasi pengangkatan
sebagian, atau semua dari kulup (preputium) penis (WHO, 2009).
Prosedur ini biasanya dilakukan untuk alasan agama, kebersihan, ataupun
kosmetik. Sirkumsisi juga dapat mengurangi masalah yang timbul dari
kondisi medis tertentu, seperti phimosis. Secara medis, dikatakan bahwa
sirkumsisi sangat menguntungkan bagi kesehatan. Banyak manfaat dari
sirkumsisi yang diidentifikasi untuk mencegah infeksi saluran kemih,
membuat penis menjadi bersih, penularan HIV, serta mengurangi resiko
terkena karsinoma penis (Blank, 2012).
atau seluruh kulit penutup depan dari penis dimana akan menghasilkan
respon nyeri.
2. Indikasi Sirkumsisi
Adapun indikasi dilakukannya tindakan sirkumsisi, antara lain :
a. Agama
Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan
disyariatkan baik untuk laki-laki. Mayoritas ulama Muslim
berpendapat bahwa hukum sirkumsisi bagi laki-laki adalah wajib.
Hadist Rasulullah s.a.w. bersabda, “Kesucian (fitrah) itu ada lima:
khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak,
memendekkan kumis dan memotong kuku” (H.R. Bukhari Muslim).
b. Sosial dan Budaya
Orang tua memilih melakukan khitan pada anaknya dengan alasan
sosial atau budaya seperti anak merasa malu jika belum melakukan
khitan, sehingga ingin segera melakukannya. Anak melakukan khitan
di usia 6-12 tahun atau ketika duduk dibangku kelas 3-6 Sekolah
Dasar. Selain itu, khitan dilakukan sebagai alasan motivasi menuju
kedewasaan pada anak (Miller, 2010).
c. Medis
Selain dilakukan karena alasan agama, budaya, dan tradisi. Sirkumsisi
juga dilakukan untuk meningkatkan higienis dan kesehatan seseorang,
karena penis yang sudah di sirkumsisi lebih mudah dibersihkan.
Indikasi medis sirkumsisi antara lain (Hutcheson, 2009) :
1) Fimosis
Dimana preputium tidak dapat ditarik ke proximal karena lengket
dengan gland penis diakibatkan oleh smegma yang terkumpul
diantaranya.
2) Parafimosis
7
3. Kontraindikasi Sirkumsisi
Adapun kontraindikasi dilakukannya tindakan sirkumsisi, antara lain :
a. Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan konginetal muara uretra eksterna.
Kelainan berada di ventral penis mulai dari glans penis sampai
perineum. Hipospadia terjadi karena kegagalan atau kelambatan
penyatuan lipatan uretra di garis tengah selama perkembangan
embriologi (Baskin & Ebbers , 20010).
b. Epispadia
Epispadia adalah kelainan kongenital dimana meatus uretra terletak
pada permukaan dorsal penis. Normalnya, meatus terletak di ujung
penis, namun nak laki-laki dengan epispadia, meatus terletak di atas
8
4. Prinsip Sirkumsisi
Dalam melakukan sirkumsisi harus diingat beberapa prinsip dasar, yaitu
asepsis, pengangkatan kulit prepusium secara adekuat, hemostasis yang
baik, dan kosmetik. Sirkumsisi yang dikerjakan pada umur neonatus
(kurang dari satu bulan) dapat dikerjakan tanpa memakai anastesi,
sedangkan anak yang lebih besar harus dengan memakai anestesi umum
guna menghindari terjadinya trauma psikologis (Purnomo, 2011).
a. Persiapan pasien
1) Bila pasien sudah besar, maka dilakukan pencukuran rambut pubis
terlebih dahulu.
2) Melakukan pendekatan terhadap anak terlebih dahulu, agar anak
bisa kooperatif saat dilakukan tindakan.
3) Menanyakan riwayat penyakit anak, bila ada riwayat alergi obat
atau lainnya.
4) Menjelaskan kepada orang tua anak mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
9
B. Nyeri
1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subjektif karena perasaan nyeri pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanyaorang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2010). Nyeri
dapat disebabkan olehtrauma (mekanik, thermis, khemis, dan elektrik),
neoplasma (jinak atau ganas), inflamasi, gangguan sirkulasi darah dan
kelainan pembuluh darah, trauma psikologis.
KRITERIA SKORING
OBSERVASI
0 1 2
Face Tidak ada Kadang kala meringis Sering mengerutkan dahi
(Ekspresi ekspresi yang atau mengerutkan secara terus menerus,
muka) khusus, wajah dahi, memalingkan mengatupkan rahang
terlihat rileks, wajah menghindari dengan kuat, dagu
atau tersenyum stimulus bergetar
Legs Posisi kaki Tidak tenang, gelisah, Menendang
18
a. Pendekatan farmakologis
Pendekatan farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan
untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan.
Terdapat 4 kelompok obat nyeri yaitu:
1) Analgetik Nonopioid (Obat Anti Inflamasi Non Steroid/ OAISN)
Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai dengan sedang
terutama asetaminofen (Tylenol) dan OAISN dengan efek anti
piretik, analgetik dan anti inflamasi. Asam asetilsalisilat (Aspirin)
dan ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OIANS yang sering
digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan.
2) Analgetik Opioid
Merupakan analgetik yang kuat yang tersedia dan digunakan
dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan
berat. Obatobat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri
pasca operasi dan nyeri terkait kanker. Morfin merupakan salah
satu jenis obat ini yang digunakan untuk mengobati nyeri berat.
3) Antagonis dan Agonis-Antagonis Opioid
Merupakan obat yang melawan obat opioid dan menghambat
pengaktifannya. Nalakson merupakan salah satu contoh obat jenis
ini yang efektif jika diberikan tersendiri dan lebih kecil
kemungkinannya menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan dibandingkan dengan opioid murni.
4) Adjuvan atau Koanalgetik
Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek
komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula
dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini adalah
Karbamazopin (Tegretol) atau Fenitoin (Dilantin).
b. Penatalaksanaan Non Farmakologis
20
6) Imajinasi Terbimbing
Individu di instruksikan untuk membayangkan bahwa dengan
setiap napas yang diekhalasikan (dihembuskan) secara lambat
akan menurunkan ketegangan otot dan ketidak nyamanan
dikeluarkan.
7) Hipnosis
Efektif untuk menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini
mungkin membantu pereda nyeri terutama dalam periode sulit.
8) Slow Deep Breathing
Slow deep breathing ialah salah satu bagian dari latihan relaksasi
dengan teknik latihan pernapasan yang dilakukan secara sadar.
Slow deep breathing merupakan relaksasi yang dilakukan secara
sadar untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Terapi
relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk
dapat mengatasi berbagai masalah, misalnya stress, ketegangan
otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain
(Martini, 2006). Relaksasi secara umum merupakan keadaan
menurunnya kognitif, fisiologi, dan perilaku (Andarmoyo, 2013).
Slow deep breathing untuk anak berusia lebih dari 3 tahun dapat
mengurangi rasa sakit yaitu dengan meniup gelembung, dan
22
3. Fokus intervensi
a. Diagnosa keperawatan pre op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang dengan
K.H : Pasien terlihat tenang
Intervensi :
a) Kaji skala nyeri
b) Ajarkan teknik distrksi kepada orang tuanya
c) Atur posisi anak senyaman mungkin
d) Berikan lingkungan yang nyaman
e) Kaloborasi dengan pemberian analgesik
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan
penis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam diharapkan faktor resiko infeksi akan hilang dengan
K.H : tidak adanya tanda – tanda infeksi, menunjukan hygiene
pribadi yang adekuat
Intevensi :
a) kaji tanda – tanda infeksi
b) Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
c) Anjurkan kepada ibu pasien untuk meningkatkan hygiene
pribadi pasien
d) Ajarkan teknik pencucian tangan yang benar kepada keluarga
e) Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum ingin
kontak langsung dengan pasien
f) Kaloborasi dengan pemberian antibiotik
3) Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan infeksi pada
saluran perkemihan
24
Terapi Slow Deep Breathing dapat diberikan dalam waktu 5-10 menit per
hari. Penelitian Tarwoto (2011) pemberian terapi relaksasi nafas dalam
selama 15 menit dapat menurunkan intensitas nyeri. Penelitian
Lalehghani, et.al (2013) menyatakan bahwa pemberian terapi slow deep
breathing dapat mengurangi intensitas nyeri selama luka bakar. Penelitian
Syamsudin (2009) pemberian terapi relaksasi nafas dalam selama 60
menit dapat menurunkan intensitas nyeri pada hari ketiga post perawatan
luka operasi pada anak. Penelitian Kirby (2010) menggunakan terapi
komplementer sebagai prosedur manejemen nyeri selama 30 menit dapat
mengurangi nyeri post operasi jantung, sedangkan Niles dalam
27