BAB IPENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
1.4 MANFAAT...............................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. KONSEP DASAR PENYAKIT (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT).................4
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................13
NIC..................................................................................................................................14
A. KONSEP DASAR PENYAKIT (CIDERA KEPALA).............................................22
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ( CIDERA KEPALA)..................30
NIC..................................................................................................................................31
A. KONSEP DASAR PENYAKIT ( AMS)..................................................................41
B.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN......................................................53
A. KONSEP DASAR PENYAKIT (KEJANG)............................................................60
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................67
BAB III............................................................................................................................73
PEMBAHASAN KASUS................................................................................................73
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT/IGD/TRIAGE......................73
ANALISA DATA.........................................................................................................81
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH (BERDASARKAN
YANG MENGANCAM)..............................................................................................83
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN...........................................................................87
EVALUASI KEPERAWATAN.....................................................................................91
3.2 Hasil Dan Pembahasan...........................................................................................92
BAB IV............................................................................................................................94
PENUTUP.......................................................................................................................94
4.1 kesimpulan.............................................................................................................94
4.2 Saran......................................................................................................................95
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf adalah sistem organ pada manusia yang terdiri atas serabut saraf
yang tersusun atas sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk persepsi
sensoris indrawi, aktivitas motorik volunter dan involunter organ atau jaringan
tubuh, dan homeostasis berbagai proses fisiologis tubuh. Sistem saraf merupakan
jaringan paling rumit dan paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf
(neuron) yang saling terhubung dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan
ingatan. Satuan kerja utama dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-
sel glia.
Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua yaitu sistem
saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan sumsum
tulang belakang. SST utamanya terdiri dari saraf, yang merupakan serat panjang
yang menghubungkan SSP ke setiap bagian dari tubuh. SST meliputi saraf
motorik, memediasi pergerakan pergerakan volunter (disadari), sistem saraf
otonom, meliputi sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis dan fungsi
regulasi (pengaturan) involunter (tanpa disadari) dan sistem saraf enterik
(pencernaan), sebuah bagian yang semi-bebas dari sistem saraf yang fungsinya
adalah untuk mengontrol sistem pencernaan
2
1.2.2 Bagaimana konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada
pasien cidera kepala?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
4
Gangguan peredaran darah ke otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo,
2009).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak. (Corwin, 2009)
2.2 Epidimiologi
2.2.1 Global
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang
tersebut, 5 juta orang meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan
permanen. Stroke jarang ditemukan pada orang di bawah 40 tahun.[10] 70% kasus
stroke ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan menengah, 87%
kematian akibat stroke juga ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan
pada negara dengan penghasilan tinggi, insidensi stroke telah berkurang sebanyak
42% dalam beberapa dekade terakhir.[11]
2.2.2 Indonesia
5
Sample Registration System (SRS) Indonesia 2014, Stroke merupakan penyakit
yang paling banyak diderita, yaitu sebesar 21,1%.[13]
2.2.3 Mortalitas
2.3 Etiologi
Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah
arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan
srebral dan ruptur aneurisme sekular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa
penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak di dalam
darah, DM atau penyakit vasculer perifer . Selain itu, ada beberapa faktor resiko
lain yang dapat menjadi penyebab dari cva/stroke, antara lain :
2.3.1 Trombosis : Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher:
Arteriosklerosis serebral.
2.3.2 Embolisme serebral : Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung
reumatik, infeksi polmonal.
2.3.3 Iskemia : Penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada
arteri.
2.3.4 Hemoragi Serebral: Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak
2.4 Klasifikasi
6
2.4.1 Stroke Iskemik
Terjadi akibat terjadi penyumbatan di sel-sel syaraf otak.Hampir
kebanyakan pasien Stroke sebanyak 83% adalah pengidap stroke iskemik. Stroke
Iskemik dibagi menjadi 3 jenis:
2.4.1.1 Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2.4.1.2 Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
2.4.1.3 Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2.4.2 Stroke Hemorragik
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran
darah yang normal.akibatnya darah merembes ke suatu daerah otak dan
merusaknya. Stroke Hemorragik dibagi 2 jenis:
2.4.1 Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak.
2.4.2 Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
2.6 Patofisiologi
7
Gangguan pasokan darah aliran otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi seperti arteri karotis interna dan
system vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah
tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai
proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti
pada atrosklerosis atau trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau
peradangan,berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atauy
embolus infeksi yang berasal dari jantubg atau pembuluh ekstrakranium, atau
rupture vascular di dalm jaringan otak atau ruang subarakhnoid.
Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak, hal ini
disebabkan karena: Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli
yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis
komunis kiri dan arteri brakhiosefalik. Jaringan otak sangat sensitif terhadap
obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat
menimbulkan gangguan neurologis yang berat, emboli dengan ukuran yang sama
bila masuk ke jaringan lain dapat tidak memberikan gejala sama sekali. Emboli
intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini disebabkan oleh karena
jumlah darah yang melalui arteri karotis (300ml/menit) jauh lebih banyak
daripada yang melalui arteri vertebralis (100ml/menit), selain itu juga disebabkan
oleh karena aliran yang berkelok kelok dari arteri subklavia untuk dapat mencapai
sistem vertebralis. Emboli mempunyai predileksi pada bifurkasio arteri terutama
pada cabang a.cerebri media, bagian distal arteri basilaris dan arteri cerebri
posterior. Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli
ulang pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media
merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan arteri cerebri
8
media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis interna. Medula
spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen danaorta dapat
menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla spinalis dan menimbulkan gejala
defisit neurologis. Berbeda dengan emboli pada atherosklerosis, emboli dari
jantung terdiri dari gumpalan darah (klot) yang lepas daya ikatnya dari dinding
pembuluh darah atau jantung, emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh
darah yang lebih distal sehingga bila dilakukan pemeriksaan angiografi setelah 48
jam emboli biasanya sudah tidak tampak.
2.7 woc
2. 8 Pemeriksaan Fisik
9
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung
tidak ada.
2.8.8 Mulut dan faring
Biasanya terpasang NGT
2.8.9 Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
2.8.10 Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus tidak
teridentifikasi.
2.8.11 Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal
kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi S1 dan S2 tunggal;
dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary refill 2 detik .
2.8.12 Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
2.8.13 Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid, terpasang kateter.
2.8.14 Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak disadari , atropi
atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau tidak.
10
Dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate
paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
2.9.8 CT scan :
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
2.9.9 MRI
Menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark
2.10 Penatalaksanaan
11
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
2.9.1 Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
2.9.1.1 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
2.9.1.2 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2.9.2 Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
2.9.3 Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
2.10.4 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
2.10.5 Pengobatan Konservatif
2.10.5.1 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS)
secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2.10.5.2 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intra arterial.
2.10.5.3 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah
ulserasi alteroma.
2.10.6 Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
2.10.6.1 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis,
yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2.10.6.2 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan
dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
2.10.6.3 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
2.10.6.4 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.
12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Yang perlu dikaji adalah kesadaran pasien, apakah pasien dalam kondisi
sadar penuh (composmentis), apatus, delirium, somnolen, stupor, koma.
Kaji jalan nafas (Airway) :Anda lakukan observasi pada gerakan dada,
apakah ada gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan
berarti jalan nafas lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada
walaupun diberikan bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas
13
Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan TIK
Hambatan mobilitas fisik
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Deficit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori
Resiko cidera
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
DAN KOLABORASI
1 Gangguan perfusi NOC
Circulation status NIC
jaringan cerebral b.d
Neurologic status
peningkatan TIK Tissue Prefusion : Monitor TTV
cerebral Monitor AGD, ukuran
Setelah dilakukan asuhan pupil, ketajaman,
selama……… kesimetrisan
ketidakefektifan perfusi dan reaksi
Monitor adanya
jaringan cerebral teratasi diplopia, pandangan kabur,
dengan nyeri
kriteria hasil: kepala
Tekanan systole dan Monitor level
diastole kebingungan dan orientasi
dalam rentang yang Monitor tonus otot
diharapkan pergerakan
Tidak ada Monitor tekanan
ortostatikhipertensi intrkranial dan respon
Komunikasi jelas nerologis
Catat perubahan pasien
Menunjukkan
dalam merespon stimulus
konsentrasi dan Monitor status cairan
orientasi Pertahankan parameter
Pupil seimbang dan hemodinamik
reaktif Tinggikan kepala 0-
Bebas dari aktivitas 45o tergantung pada
kejang konsisi pasien
Tidak mengalami nyeridan order medis
kepala
2 Hambatan mobilitas NOC :
Joint Movement : Exercise therapy :
fisik
Active ambulation
Mobility Level Monitoring vital sign
14
Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan
Transfer performance dan lihat
Setelah dilakukan respon pasien saat
tindakan latihan
keperawatan Konsultasikan
selama….gangguan dengan terapi fisik
mobilitas fisik teratasi tentang rencana
dengan kriteria ambulasi sesuai dengan
hasil: kebutuhan
Klien meningkat Bantu klien untuk
dalam aktivitas menggunakan tongkat
fisik saat berjalan
Mengerti tujuan dari dan cegah terhadap
peningkatan mobilitas cedera
Memverbalisasikan Ajarkan pasien atau
perasaan tenaga kesehatan lain
dalam meningkatkan tentang
kekuatan teknik ambulasi
dan kemampuan Kaji kemampuan
berpindah pasien dalam mobilisasi
Memperagakan Latih pasien dalam
penggunaan pemenuhan kebutuhan
alat Bantu untukADLs
secara mandiri sesuai
mobilisasi
kemampuan
Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
ps.
Berikan alat Bantu
jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3 Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi
a. Nutritional status: makanan
nutrisi kurang dari Adequacy of Kolaborasi dengan
kebutuhan tubuh nutrient ahli gizi untuk
b. Nutritional Status : menentukan jumlah
food and Fluid kalori
Intake dan nutrisi yang
c. Weight Control dibutuhkan pasien
Setelah dilakukan Yakinkan diet yang
tindakan dimakan mengandung
15
keperawatan tinggi serat untuk
selama….nutrisi kurang mencegah konstipasi
teratasi dengan indikator: Ajarkan pasien
Albumin serum bagaimana membuat
Pre albumin serum catatan makanan
Hematokrit harian.
Hemoglobin Monitor adanya
Total iron binding penurunan BB dan gula
capacity darah
Jumlah limfosit Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam
makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan
muntah
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor intake
nuntrisi
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake
cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi
fowler atau fowler tinggi
selama makan
Kelola pemberan
anti emetik:.....
Anjurkan banyak
16
minum
Pertahankan terapi
IV line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oval
4 Deficit perawatan diri NIC :
NOC :
Self care : Activity of Self Care assistane :
Daily Living ADLs
(ADLs) Monitor kemempuan
Setelah dilakukan klien untuk perawatan
tindakan diri yang
keperawatan selama …. mandiri.
Defisit Monitor kebutuhan
perawatan diri teratas klien untuk alat-alat
dengan kriteria bantu untuk
hasil: kebersihan diri,
Klien terbebas dari berpakaian, berhias,
bau badan toileting dan
Menyatakan makan.
kenyamanan Sediakan bantuan
terhadap kemampuan sampai klien mampu
untuk secara utuh
melakukan ADLs untuk melakukan self-
Dapat melakukan care.
ADLS dengan Dorong klien untuk
bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari
yang normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
Dorong untuk
melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong kemandirian,
untuk memberikan
bantuan hanya jika
pasien tidak
mampu untuk
17
melakukannya.
Berikan aktivitas
rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
Diagnosa
Keperawatan/ Masalah
Kolaborasi
Rencana keperawatan
18
5 Gangguan persepsi
A
sensori
Gh
NIC :
6 Resiko cidera NOC : Environmental
Knowledge : Personal Management safety
Safety Sediakan lingkungan
Safety Behavior : yang aman untuk pasien
Fall Prevention Identifikasi
Safety Behavior : Fall kebutuhan keamanan
occurance pasien, sesuai dengan
Safety Behavior : kondisi fisik dan fungsi
Physical Injury kognitif pasien dan
Tissue Integrity: Skin riwayat
and Mucous penyakit terdahulu
Membran pasien
Setelah dilakukan Menghindarkan
tindakan lingkungan yang
keperawatan berbahaya (misalnya
selama….klien tidak memindahkan
mengalami trauma dengan perabotan)
kriteria Memasang side rail
hasil: tempat tidur
- pasien terbebas dari traumaMenyediakan tempat
fisik tidur yang nyaman dan
bersih
Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah
dijangkau pasien.
Membatasi
pengunjung
Memberikan
penerangan yang cukup
Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
Memindahkan
barang-barang yang
dapat
membahayakan
Berikan penjelasan
pada pasien dan keluarga
19
atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
20
A. KONSEP DASAR PENYAKIT (CIDERA KEPALA)
2.1 Definisi
2.3 Epidemiologi
Epidemiologi cedera kepala di Yogyakarta didapatkan dari Instalasi Gawat
Darurat RS Panti Nugroho pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009, didapatkan
56 kasus cedera kepala ringan (76%), 11 kasus cedera kepala sedang (15%), dan 7
kasus cedera kepala berat (9%) (Jovan, 2009). Menurut laporan tahunan Instalasi
Rawat Darurat RSUP Sardjito tahun 2006, angka kejadian cedera kepala adalah
sebesar 75% (Barmawi, 2009).
Cedera kepala merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
dengan estimasi kejadian pertahun hampir 500 dari 100.000 populasi dan lebih
dari 200 per 100.000 pasien rawat inap di Eropa setiap tahunnya (Styrke et al.,
2007). Cedera kepala merupakan kondisi klinis yang heterogen baik penyebab,
patologi, keparahan dan prognosisnya. Outcome dapat bervariasi terutama pada
cedera kepala berat.Tingkat mortalitas cedera kepala berat diteliti oleh Coronado
et al. (2011),
21
selama tahun 1997-2007 di Amerika Serikat rata-rata setiap tahun terdapat
53.014 kasus kematian akibat cedera kepala berat atau sekitar 18,4 dari 100.000
populasi.Kematian akibat cedera kepala berat merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang besar. Kematian akibat cedera kepala berat hampir sepertiga dari
kematian akibat trauma pada umumnya (CDC, 2010).
2.3 Etiologi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
a) Trauma tumpul.
b) Trauma tajam (penetrasi).
2.4 Klasifikasi
1) Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
a) Minor
b) GCS 13 – 15
c) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
d) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2) Sedang
a) GCS 9 – 12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3) Berat
a) GCS 3 – 8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c) Juga meliputi
d) kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2.5 Tanda dan Gejala
2.5.1 Gejala fisik:
2.5.1.1 Anda mungkin pingsan selama beberapa detik sampai beberapa menit
22
2.5.1.9 Kejang-kejang
2.6 Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek
yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan
ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan
batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi
hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,
hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan
otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
23
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara
luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan
otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada
batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,
atau dua-duanya.
24
2.7 woc
Kecelakaan, terjatuh, trauma
Terkenapeluru
Trauma tajam persalinan,
Trauma Kepala Trauma tumpul
Benda tajam
penyalahgunaanobat/alkohol
Perdarahan, Perdarahan
P
P Perdarahan Robeknyaa PenumpukanFrakturtulang
Gg.
hematoma, kesadaran
kesadaran rterimenindarah di otakSarafmotorik
tengkorak
kerusakanja & P TIK
Kompensasit gen P Sirkulasi
ringan
Bed rest ubuhyaitu: P volume
lama vasodilatasi Hematoma PP
darahkeginja
kesadaransenTerputusnyak
Gangguanko
&bradikardi epidural sori nafsumakan,
l
ontinuitastula
ordinasigera
kesadaran
Penekanan Anemia mual, muntah,
kekstremitas
ng
P
saraf disfagia
P kemampuan Alirandarah Perubahansi P
Gangguankese
system Hipoksia
kemampuan batuk keotak rkulasi CSS produksi
imbangan
pernapasan PNyeria
mengenali urine
Hemiparase
kut
intakemakana
/ hemiplegi
stimulusGangguan Akumulasi Hipoksiaj
Perubahan
pertukaran Resikoce
ndancairan
mukus aringan PK: P TIK Oligouria
polanafas dera
gas
Kesalahani Gangguan
Batuktdke Gg. nterpretasi mobilitasfi
RR Perubahanpol
,hiperpneu, fektif, perfusijaringa sik
aeliminasi
Resikod
hiperventil- ronchi, nserebral Gangguan urine
efisit
asi RR persepsise volume
nsori cairan
Polanafast Bersihanja
dkefektif lannafastd Resikonutrisik
kefektif urangdarikebu
tuhan
25
26
2. 8 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
2.10.1 Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
2.10.2 Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
2.10.3 Sistem saraf :
2.10.3.1 Kesadaran GCS.
2.10.3.2 Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke
batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
2.10.3.3 Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal,
nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
2.10.4 Sistem pencernaan
2.10.4.1 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks
menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
2.10.4.2 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan
cairan.
2.10.4.3 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
2.10.4.4 Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
27
2.10.4.5 Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer
dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan
saraf fasialis.
2.10.4.6 Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan
yang didapat pasien dari keluarga.
1. Pengkajian
28
Tanyakan identitas pasien
Yang perlu dikaji adalah kesadaran pasien, apakah pasien dalam kondisi
sadar penuh (composmentis), apatus, delirium, somnolen, stupor, koma.
Kaji jalan nafas (Airway) :Anda lakukan observasi pada gerakan dada,
apakah ada gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan
berarti jalan nafas lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada
walaupun diberikan bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas
29
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan serebral jaringan cerebral
Gangguan pertukaran gas
Nyeri akut
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan mobilitas fisik
Ketidakefektifan Pola napas
3. Rencana tindakan
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
DAN KOLABORASI
1 Gangguan perfusi NOC
Circulation status NIC
jaringan cerebral b.d
Neurologic status
peningkatan TIK Tissue Prefusion : Monitor TTV
cerebral Monitor AGD, ukuran
Setelah dilakukan asuhan pupil, ketajaman,
selama……… kesimetrisan
ketidakefektifan perfusi dan reaksi
Monitor adanya
jaringan cerebral teratasi diplopia, pandangan kabur,
dengan nyeri
kriteria hasil: kepala
Tekanan systole dan Monitor level
diastole kebingungan dan orientasi
dalam rentang yang Monitor tonus otot
diharapkan pergerakan
Tidak ada Monitor tekanan
ortostatikhipertensi intrkranial dan respon
Komunikasi jelas nerologis
Catat perubahan pasien
Menunjukkan
dalam merespon stimulus
konsentrasi dan Monitor status cairan
orientasi Pertahankan parameter
Pupil seimbang dan hemodinamik
reaktif Tinggikan kepala 0-
Bebas dari aktivitas 45o tergantung pada
kejang konsisi pasien
Tidak mengalami nyeridan order medis
kepala
2 Nyeri akut NOC : nNIC
Pain Level, Lakukan
pain control,
pengkajian nyeri secara
comfort level
komprehensif termasuk
Setelah dilakukan
30
tinfakan lokasi, karakteristik,
keperawatan selama …. durasi, frekuensi,
Pasien tidak kualitas dan faktor
mengalami nyeri, dengan presipitasi
kriteria hasil: Observasi reaksi
Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu Bantu pasien dan
menggunakan tehnik keluarga untuk mencari
nonfarmakologi untuk dan menemukan
mengurangi dukungan
nyeri, mencari bantuan) Kontrol lingkungan
Melaporkan bahwa yang dapat
nyeri berkurang mempengaruhi nyeri
dengan menggunakan seperti
manajemen suhu ruangan,
nyeri pencahayaan dan
Mampu mengenali kebisingan
nyeri (skala, Kurangi faktor
intensitas, frekuensi danpresipitasi nyeri
tanda Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang
teknik non farmakologi:
napas dala,
relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri:
……...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
3 Gangguan NOC:
pertukaran gas Respiratory Status : NIC :
Gas exchange Posisikan pasien
Keseimbangan asam untuk memaksimalkan
Basa, ventilasi
Elektrolit Pasang mayo bila
Respiratory Status : perlu
31
ventilation Lakukan fisioterapi
Vital Sign Status dada jika perlu
Setelah dilakukan Keluarkan sekret
tindakan dengan batuk atau
keperawatan selama …. suction
Gangguan Auskultasi suara
pertukaran pasien teratasi nafas, catat adanya suara
dengan tambahan
kriteria hasi: Berikan
Mendemonstrasikan bronkodilator ;
peningkatan -………………….
ventilasi dan oksigenasi -………………….
yang Barikan pelembab
adekuat udara
Memelihara Atur intake untuk
kebersihan paru paru cairan mengoptimalkan
dan bebas dari tanda tanda keseimbangan.
distress pernafasan Monitor respirasi
Mendemonstrasikan dan status O2
batuk efektif Catat pergerakan
dan suara nafas yang dada,amati kesimetrisan,
bersih, tidak penggunaan
ada sianosis dan dyspneu otot tambahan, retraksi
(mampu otot supraclavicular dan
mengeluarkan sputum, intercostal
mampu Monitor suara nafas,
bernafas dengan mudah, seperti dengkur
tidak ada Monitor pola nafas :
pursed lips) bradipena, takipenia,
Tanda tanda vital kussmaul,
dalam rentang hiperventilasi, cheyne
normal stokes, biot
AGD dalam batas Auskultasi suara
normal nafas, catat area
Status neurologis penurunan / tidak
dalam batas adanya ventilasi dan
normal suara tambahan
Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
persiapan
32
tindakan dan tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
3 Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi
a. Nutritional status: makanan
nutrisi kurang dari Adequacy of Kolaborasi dengan
kebutuhan tubuh nutrient ahli gizi untuk
b. Nutritional Status : menentukan jumlah
food and Fluid kalori
Intake dan nutrisi yang
c. Weight Control dibutuhkan pasien
Setelah dilakukan Yakinkan diet yang
tindakan dimakan mengandung
keperawatan tinggi serat untuk
selama….nutrisi kurang mencegah konstipasi
teratasi dengan indikator: Ajarkan pasien
Albumin serum bagaimana membuat
Pre albumin serum catatan makanan
Hematokrit harian.
Hemoglobin Monitor adanya
Total iron binding penurunan BB dan gula
capacity darah
Jumlah limfosit Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam
makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan
muntah
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor intake
nuntrisi
Informasikan pada
33
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake
cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi
fowler atau fowler tinggi
selama makan
Kelola pemberan
anti emetik:.....
Anjurkan banyak
minum
Pertahankan terapi
IV line
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas oval
34
4 Ketidakefektifan
NOC: NIC
bersihan jalan napas
Respiratory status : Pastikan kebutuhan
Ventilation oral / tracheal
Respiratory status : suctioning.
Airway Berikan O2 ……
patency l/mnt, metode………
Aspiration Control Anjurkan pasien
Setelah dilakukan untuk istirahat dan napas
tindakan dalam
keperawatan selama Posisikan pasien
…………..pasien untuk memaksimalkan
menunjukkan keefektifan ventilasi
jalan nafas Lakukan fisioterapi
dibuktikan dengan kriteria dada jika perlu
hasil : Keluarkan sekret
Mendemonstrasikan dengan batuk atau
batuk efektif suction
dan suara nafas yang Auskultasi suara
bersih, tidak nafas, catat adanya suara
ada sianosis dan dyspneu tambahan
(mampu mengeluarkan Berikan
sputum, bronkodilator :
bernafas dengan mudah, - ………………………
tidak - ……………………….
ada pursed lips) - ………………………
Menunjukkan jalan Monitor status
nafas yang hemodinamik
paten (klien tidak merasa Berikan pelembab
tercekik, udara Kassa basah NaCl
irama nafas, frekuensi Lembab
pernafasan Berikan antibiotik :
dalam rentang normal, …………………….
tidak ada …………………….
suara nafas abnormal) Atur intake untuk
Mampu cairan mengoptimalkan
mengidentifikasikan dan keseimbangan.
mencegah faktor yang Monitor respirasi
penyebab. dan status O2
Saturasi O2 dalam Pertahankan hidrasi
batas normal yang adekuat untuk
Foto thorak dalammengencerkan
batas normal sekret
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan
35
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi
. NIC:
Posisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
NOC: Pasang mayo bila
Respiratory status : perlu
Ventilation Lakukan fisioterapi
Respiratory status : dada jika perlu
Airway patency Keluarkan sekret
Vital sign Status dengan batuk atau
Ketidakefektifan polaSetelah dilakukan suction
5 tindakan Auskultasi suara
napas keperawatan selama nafas, catat adanya suara
………..pasien tambahan
menunjukkan keefektifan Berikan
pola nafas, bronkodilator :
dibuktikan dengan kriteria -…………………..
hasil: …………………….
Mendemonstrasikan Berikan pelembab
batuk efektif udara Kassa basah NaCl
dan suara nafas yang Lembab
bersih, tidak Atur intake untuk
ada sianosis dan dyspneu cairan mengoptimalkan
(mampu keseimbangan.
mengeluarkan sputum, Monitor respirasi
mampu dan status O2
bernafas dg mudah, Bersihkan mulut,
tidakada hidung dan secret trakea
pursed lips) Pertahankan jalan
Menunjukkan jalan nafas yang paten
nafas yang Observasi adanya
paten (klien tidak merasa tanda tanda hipoventilasi
tercekik, Monitor adanya
irama nafas, frekuensi kecemasan pasien
pernafasan terhadap oksigenasi
dalam rentang normal, Monitor vital sign
tidak ada Informasikan pada
suara nafas abnormal) pasien dan keluarga
Tanda Tanda vital tentang tehnik
dalam rentang relaksasi untuk
normal (tekanan darah, memperbaiki pola nafas.
nadi, Ajarkan bagaimana
pernafasan) batuk efektif
36
Monitor pola nafas
NIC :
Exercise therapy :
ambulation
Monitoring vital sign
sebelm/sesudah latihan
dan lihat
respon pasien saat
latihan
Konsultasikan
dengan terapi fisik
tentang rencana
ambulasi sesuai dengan
NOC : kebutuhan
Joint Movement : Bantu klien untuk
Active menggunakan tongkat
Mobility Level saat berjalan
Self care : ADLs dan cegah terhadap
Transfer performance cedera
Setelah dilakukan Ajarkan pasien atau
tindakan tenaga kesehatan lain
keperawatan tentang
6 Gangguan mobilitasselama….gangguan teknik ambulasi
fisik mobilitas fisik teratasi Kaji kemampuan
dengan kriteria pasien dalam mobilisasi
hasil: Latih pasien dalam
Klien meningkat pemenuhan kebutuhan
dalam aktivitas ADLs
fisik secara mandiri sesuai
Mengerti tujuan dari kemampuan
peningkatan mobilitas Dampingi dan Bantu
Memverbalisasikan pasien saat mobilisasi
perasaan dan bantu
dalam meningkatkan penuhi kebutuhan ADLs
kekuatan ps.
dan kemampuan Berikan alat Bantu
berpindah jika klien memerlukan.
Memperagakan Ajarkan pasien
penggunaan bagaimana merubah
alat Bantu untuk posisi dan berikan
mobilisasi bantuan jika diperlukan
(walker)
37
A. KONSEP DASAR PENYAKIT ( AMS)
2.1 Definisi AMS
2.2 Epidimiologi
AMS merupakan salah stui keadaan kegawat daruratan yang paling sering
terjadi dan menyertai hampir semua trauma atupun kedaan di instalasi gawat
darurat pada umumnya, dari data yang di peroleh 16% dari kesulruhan pasien di
instalasi gawat darurat RSUD JAMBI didapatkan passion yang datang disertai
dengan penurunan kesadaran masuk ke pe nanganan rawat inap
2.3 Etiologi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi
(kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu
interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial
dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
38
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya
penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan
menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2)
dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi
penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas
neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan
elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan
kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran
individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit,
osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri.
Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel
saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit
ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan
gangguan sistem motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali
pasien mempergunakan glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-
gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor
dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi
setempat pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS.
Sedangkan koma pada gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus
terhadap ARAS dan korteks serebri.
Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio
retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran)
39
disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua
bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
1. Koma supratentorial
a) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri,
sedangkan batang otak tetap normal.
b) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer
serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom
mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi
girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan
iskemi dan edema.
2.4 Klasifikasi
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai
kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran
tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan
gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
1. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
Gangguan iskemik
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemis
Hipertermia
Epilepsi
2. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai
kaku kuduk
Perdarahan subarakhnoid
Radang selaput otak (meningitis)
Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
Tumor otak
Perdarahan otak
Infark otak
Abses otak
40
2.5 Tanda Dan Gejala
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
a) Penurunan kesadaran secara kwalitatif
b) GCS kurang dari 13
c) Sakit kepala hebat
d) Muntah proyektil
e) Papil edema
f) Asimetris pupil
g) Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative
h) Demam
i) Gelisah
j) Kejang
k) Retensi lendir / sputum di tenggorokan
l) Retensi atau inkontinensia urin
m) Hipertensi atau hipotensi
n) Takikardi atau bradikardi
o) Takipnu atau dispnea
p) Edema lokal atau anasarka
q) Sianosis, pucat dan sebagainya
2.6 Patofisiologi
A. Kesadaran menurun jika terjadi:
a) Gangguan pada ARAS (ascending reticular activating system)
yang merupakan susunan penggalak kewaspadaan
Gangguan ARAS :
b) Tumor otak, abses, perdarahan intraserebral, subarachnoid,
epidural,subepidural, trauma kepala denganl esi fokal. Gangguan pada
korteks serebri yang merupakan pengolah kesadaran
c) Sel neuron korteks tak dapat digalakkan. Lesi massa ini dapat menekan
batang otak ® menekan ARAS® penurunan kesadaran
d) Gangguan fungsi korteks serebri
e) Gangguan metabolisme neuron di SSP
f ) G a n g g u a n s u p l a i O 2 dan glukosa ke otak ®sel neuron tak berfungsi
optimal.
Penyebabnya : Epilepsi, hipoksia, obat-obatan, keracunan, penyakit metabolik,
hipotensi, alkohol.
A. Herniasi transtentorial/ sentral
41
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak
ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah
tentorium.
B. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media
atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke
arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan
mesensefalon.
C. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
a) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta
merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,
perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan
sebagainya.
b) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
1) Langsung menekan pons
2) Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon.
3) Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan
menekan medulla oblongata.
42
2,7 WOC
AMS
Kelainan ARAS
43
Ketidakefektifan bersihan
Jalan napas
44
Data obyektif :
Obesitas (faktor resiko)
e. Sensori neural
Data Subyektif :
Syncope, nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, penglihatan berkurang, sentuhan :
kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka, gangguan rasa pengecapan,
gangguan penciuman.
Data obyektif :
Status mental, penurunan kesadaran, gangguan tingkah laku (seperti: letargi,
apatis, menyerang), gangguan fungsi kognitif, ekstremitas : kelemahan / paraliysis
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam, wajah:
paralisis / parese, afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya), kehilangan kemampuan mengenal atau
melihat, stimuli taktil, kehilangan kemampuan mendengar, apraksia : kehilangan
kemampuan menggunakan motorik, reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil
terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil.
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif :
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot.
g. Respirasi
Data Subyektif :
Perokok (faktor resiko).
h. Keamanan
Data obyektif :
Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap
tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali, gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh, gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri.
i. Interaksi sosial
Data obyektif :
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
2. Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow : respon motorik, respon bicara, pembukaan mata. Ketiga
45
hal tersebut masing-masing diberi angka dan dijumlahkan. Penilaian pada
Glasgow Coma Scale
Respon motorik :
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa,
melepaskan gangguan.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius.
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan, tapi tidak mampu
menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal : bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri (decorticate
rigidity).
Nilai 2 : ekstensi abnormal : bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan
bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri
(decerebrate rigidity).
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon.
Catatan :
Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat, tidak ada trauma spinal, bila hal ini
ada hasilnya akan selalu negatif.
Respon verbal atau bicara :
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak
berlaku bila pasien : dispasia atau apasia, mengalami trauma mulut, dipasang
intubasi trakhea (ETT).
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara, orientasi waktu,
tempat, orang, siapa dirinya, berada di mana, tanggal hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh.
Nilai 3 : bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan.
Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”),
suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya.
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri.
Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya.
Catatan :
Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh.
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata.
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri.
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri.
3. Menilai reflek-reflek patologis :
a. Reflek Babinsky
46
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang
runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan
jari-jarinya ke daerah plantar.
b. Reflek Kremaster
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian
dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi
M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis.
Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus
corticulspinal.
8. EEG (Elektroensefalography)
Untuk menilai kejang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut
otak, infeksi otak.
9. EMG (Elektromiography)
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
47
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat,
pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi
dua komponen utama yaitu umum dan khusus.
A. Umum
1) Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit
ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan
intrakranial yang meningkat.
2) Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan
trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada,
lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
3) Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
4) Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
5) Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin
100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya
overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10
menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg)
B. Khusus
Pada herniasi
1) Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30
mmHg.
2) Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama
10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6
jam.
3) Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason
10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
4) Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
48
Identitas pasien meliputi : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat. Anda bisa bertanya langsung pada pasien apabila pasien sadar atau
pada keluarga apabila pasien bayi atau tidak sadar.
Yang perlu dikaji adalah kesadaran pasien, apakah pasien dalam kondisi
sadar penuh (composmentis), apatus, delirium, somnolen, stupor, koma.
Kaji jalan nafas (Airway) :Anda lakukan observasi pada gerakan dada,
apakah ada gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan
berarti jalan nafas lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada
walaupun diberikan bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan cerebral
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Gangguan perukaran gas
Ketidakseimbangan volume cairan
Ketidakefektifan pola napas
49
3. Rencana tindakan
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
DAN KOLABORASI
1 Gangguan perfusi NOC
Circulation status NIC
jaringan cerebral
Neurologic status
Tissue Prefusion : Monitor TTV
cerebral Monitor AGD, ukuran
Setelah dilakukan asuhan pupil, ketajaman,
selama……… kesimetrisan
ketidakefektifan perfusi dan reaksi
Monitor adanya
jaringan cerebral teratasi diplopia, pandangan kabur,
dengan nyeri
kriteria hasil: kepala
Tekanan systole dan Monitor level
diastole kebingungan dan orientasi
dalam rentang yang Monitor tonus otot
diharapkan pergerakan
Tidak ada Monitor tekanan
ortostatikhipertensi intrkranial dan respon
Komunikasi jelas nerologis
Catat perubahan pasien
Menunjukkan
dalam merespon stimulus
konsentrasi dan Monitor status cairan
orientasi Pertahankan parameter
Pupil seimbang dan hemodinamik
reaktif Tinggikan kepala 0-
Bebas dari aktivitas 45o tergantung pada
kejang konsisi pasien
Tidak mengalami nyeridan order medis
kepala
2 Ketidakefektifan pola NOC:
napas Respiratory status : NIC:
Ventilation
Posisikan pasien
Respiratory status :
untuk memaksimalkan
Airway patency
ventilasi
Vital sign Status
Pasang mayo bila
Setelah dilakukan
perlu
tindakan
Lakukan fisioterapi
keperawatan selama
dada jika perlu
………..pasien
Keluarkan sekret
menunjukkan keefektifan
dengan batuk atau
pola nafas,
suction
dibuktikan dengan kriteria
Auskultasi suara
hasil:
nafas, catat adanya suara
50
Mendemonstrasikan tambahan
batuk efektif Berikan
dan suara nafas yang bronkodilator :
bersih, tidak -…………………..
ada sianosis dan dyspneu …………………….
(mampu Berikan pelembab
mengeluarkan sputum, udara Kassa basah NaCl
mampu Lembab
bernafas dg mudah, Atur intake untuk
tidakada cairan mengoptimalkan
pursed lips) keseimbangan.
Menunjukkan jalan Monitor respirasi
nafas yang dan status O2
paten (klien tidak merasa Bersihkan mulut,
tercekik, hidung dan secret trakea
irama nafas, frekuensi Pertahankan jalan
pernafasan nafas yang paten
dalam rentang normal, Observasi adanya
tidak ada tanda tanda hipoventilasi
suara nafas abnormal) Monitor adanya
Tanda Tanda vital kecemasan pasien
dalam rentang terhadap oksigenasi
normal (tekanan darah, Monitor vital sign
nadi, Informasikan pada
pernafasan) pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana
batuk efektif
Monitor pola nafas
3 Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
NOC: Pastikan
kebutuhan oral / tracheal
Respiratory status :
suctioning.
Ventilation
Berikan O2 ……
Respiratory status :
l/mnt, metode………
Airway
Anjurkan pasien
patency
untuk istirahat dan napas
Aspiration Control
dalam
Setelah dilakukan
Posisikan pasien
tindakan
untuk memaksimalkan
keperawatan selama
ventilasi
…………..pasien
Lakukan fisioterapi
menunjukkan keefektifan
dada jika perlu
jalan nafas
Keluarkan sekret
51
dibuktikan dengan kriteria dengan batuk atau
hasil : suction
Mendemonstrasikan Auskultasi suara
batuk efektif nafas, catat adanya suara
dan suara nafas yang tambahan
bersih, tidak Berikan
ada sianosis dan dyspneu bronkodilator :
(mampu mengeluarkan - ………………………
sputum, - ……………………….
bernafas dengan mudah, - ………………………
tidak Monitor status
ada pursed lips) hemodinamik
Menunjukkan jalan Berikan pelembab
nafas yang udara Kassa basah NaCl
paten (klien tidak merasa Lembab
tercekik, Berikan antibiotik :
irama nafas, frekuensi …………………….
pernafasan …………………….
dalam rentang normal, Atur intake untuk
tidak ada cairan mengoptimalkan
suara nafas abnormal) keseimbangan.
Mampu Monitor respirasi
mengidentifikasikan dan dan status O2
mencegah faktor yang Pertahankan hidrasi
penyebab. yang adekuat untuk
Saturasi O2 dalam mengencerkan
batas normal sekret
Foto thorak dalamJelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
batas normal
penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.
4 Gangguan perukaran NOC: C
gas Respiratory Status : NIC :
Gas exchange Posisikan pasien
Keseimbangan asam untuk memaksimalkan
Basa, ventilasi
Elektrolit Pasang mayo bila
Respiratory Status : perlu
ventilation Lakukan fisioterapi
Vital Sign Status dada jika perlu
Setelah dilakukan Keluarkan sekret
tindakan dengan batuk atau
keperawatan selama …. suction
Gangguan Auskultasi suara
52
pertukaran pasien teratasi nafas, catat adanya suara
dengan tambahan
kriteria hasi: Berikan
Mendemonstrasikan bronkodilator ;
peningkatan -………………….
ventilasi dan oksigenasi -………………….
yang Barikan pelembab
adekuat udara
Memelihara Atur intake untuk
kebersihan paru paru cairan mengoptimalkan
dan bebas dari tanda tanda keseimbangan.
distress pernafasan Monitor respirasi
Mendemonstrasikan dan status O2
batuk efektif Catat pergerakan
dan suara nafas yang dada,amati kesimetrisan,
bersih, tidak penggunaan
ada sianosis dan dyspneu otot tambahan, retraksi
(mampu otot supraclavicular dan
mengeluarkan sputum, intercostal
mampu Monitor suara nafas,
bernafas dengan mudah, seperti dengkur
tidak ada Monitor pola nafas :
pursed lips) bradipena, takipenia,
Tanda tanda vital kussmaul,
dalam rentang hiperventilasi, cheyne
normal stokes, biot
AGD dalam batas Auskultasi suara
normal nafas, catat area
Status neurologis penurunan / tidak
dalam batas adanya ventilasi dan
normal suara tambahan
Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
53
dan denyut jantung
54
A. KONSEP DASAR PENYAKIT (KEJANG)
2.1 Definisi
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara seagai akibat
dari aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 2006).
Kejang merupakan malfungsi singkat pada system listrik otak yang terjadi akibat
cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. (Whaley & Wong¶s, edisi 6, 2009)
2.2 Epidimiologi
Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak.
Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian
kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak
yang berusia kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar
150.000 anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi
status epilepsi.1
2.3 Etiologi
Penyebab kejang meliputi beberapa faktor: (Wong, 2009)
55
2.3.1 Faktor genetic
2.3.2 Cedera otak pada masa prenatal, perinatal, atau pascanatal. Cedera
dapat berupa trauma,hipoksia,(gangguan sirkulasi). infeksi (encephalitis),
meningitis), toksin eksogen atau endogen dan berbagai factor lain.
2.3.3 Gangguan biokimia (hipoglikemia, hipokalsemia, dan defisiensi nutrisi
2.4 Klasifikasi
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :
56
2.4.2.4 Epilepsi ( Absenses )Petit Mal
Kehilangan kesadaran sementara, berputarnya bola mata ke atas, gerakan
alis mata, kepala mengangguk , anggukan kepala sedikit gemetar pada otot – otot
badan dan anggota tubuh.
57
2.4.2.10 Kejang Induksi
Dengan terapi obat saja biasanya tidak memuaskan. Setelah anak belajar
menarik perhatian dengan cara ini, maka sulit untuk mengubah sifat ini.
2.5.1 sebagian besar kejang demam terjadi dalam 24 jam pertama sakit
2.5.2 Sering sewaktu suhu tubuh meningkat cepat, tetapi pada sebagian
anak, tanda pertama penyakit mungkin kejang dan pada yang lain, kejang terjadi
saat demam menurun
2.5.2.1 kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan
biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai
dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik
sampai 10 menit
2.5.2.2 Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab
organik seperti proses infeksi atau toksik
2.5.2.3 Mata terbalik ke atas disertai kekakuan dan kelemahan serta
gerakan sentakan terulang. (Behman (2000: 843)
2.6 Patofisologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10c akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan o2 akan meningkat 20%. Kenakan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui membran tersebut
sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun ke
bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah kejang.
Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan o 2
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dll,selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga
terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
58
2.8 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan
neurologik, peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang mengalami
kejang. Kejang terutama terjadi pada anak golongan umur 6 bulan – 4 tahun.
Pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh usia anak dan organime penyebab, perubahan
tingkat kesadaran, irritable, kejang tonik-klonik, tonik, klonik, takikardi,
perubahan pola nafas, muntah dan hasil pungsi lumbal yang abnormal..
59
2.9.7 EEG
2.9.8 Enchepalografi
2.10 Penatalaksanaan
a.) Pengobatan saat terjadi kejang
a. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian :
- 5mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3tahun
- Atau 5mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 KG
- 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
b. Diazepam intravena diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan – lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit
untuk menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat
habis, hentikan penyuntikkan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak
5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per
IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
c.Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan – lahan. Kejang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50mg IM
dan pasang ventilator bila perlu.
b.) Setelah kejang berhenti
Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1. Antipiretik, parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan
4 kali atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek
samping berupa hyperhidrosis. Dan Ibuprofen 10mg.kgBB/kali diberikan 3
kali
2. Antikonvulsan, berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam
pada saat demam menurun resiko berulangnya kejang.
c.) Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproate
dengan dosis asam valproate 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan
60
fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis indikasi untuk diberikan
pengobatan rumatan adalah :
1. Kejang lama >15 menit
2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
misalnya hemiparese, cerebral palsy, hidrocefalus
3. Kejang fokal
4. Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsy
Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk:
a) Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
b) Kejang demam terjasi pada bayi <12 bulan
Yang perlu dikaji adalah kesadaran pasien, apakah pasien dalam kondisi
sadar penuh (composmentis), apatus, delirium, somnolen, stupor, koma.
Kaji jalan nafas (Airway) :Anda lakukan observasi pada gerakan dada,
apakah ada gerakan dada atau tidak. Apabila ada gerakan dada spontan
berarti jalan nafas lancar atau paten, sedang apabila tidak ada gerakan dada
walaupun diberikan bantuan nafas artinya terjadi sumbatan jalan nafas
61
Kaji fungsi paru (breathing): Anda kaji/observasi kemampuan
mengembang paru, adakah pengembangan paru spontan atau tidak.
Apabila tidak bisa mengembang spontan maka dimungkinkan terjadi
gangguan fungsi paru sehingga akan dilakukan tindakan untuk bantuan
nafas.
62
4. Diagnosa keperawatan
Pola napas tidak efektif b.d obstruksi jalan napas dan apnoe
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan o2 dan sianosis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inkordinasi kontraksi
lidah dan mulut
5. Rencana tindakan keperawatan
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
DAN KOLABORASI
1 Pola napas tidak efektif
NOC: NIC:
b.d obstruksi jalan napas Respiratory status : Posisikan pasien
dan apnoe Ventilation untuk memaksimalkan
Respiratory status : ventilasi
Airway patency Pasang mayo bila
Vital sign Status perlu
Setelah dilakukan tindakan Lakukan fisioterapi
keperawatan selama dada jika perlu
………..pasien Keluarkan sekret
menunjukkan keefektifan dengan batuk atau
pola nafas, suction
dibuktikan dengan kriteria Auskultasi suara
hasil: nafas, catat adanya
Mendemonstrasikan suara tambahan
batuk efektif Berikan
dan suara nafas yang bronkodilator :
bersih, tidak -…………………..
ada sianosis dan dyspneu …………………….
(mampu Berikan pelembab
mengeluarkan sputum, udara Kassa basah
mampu NaCl Lembab
bernafas dg mudah, Atur intake untuk
tidakada cairan mengoptimalkan
pursed lips) keseimbangan.
Menunjukkan jalan Monitor respirasi
nafas yang dan status O2
paten (klien tidak merasa Bersihkan mulut,
tercekik, hidung dan secret
irama nafas, frekuensi trakea
pernafasan Pertahankan jalan
dalam rentang normal, nafas yang paten
tidak ada Observasi adanya
suara nafas abnormal) tanda tanda
63
Tanda Tanda vital hipoventilasi
dalam rentang Monitor adanya
normal (tekanan darah, kecemasan pasien
nadi, terhadap oksigenasi
pernafasan) Monitor vital sign
Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
Ajarkan bagaimana
batuk efektif
Monitor pola nafas
2 Gangguan perfusi
jaringan b.d penurunan o2
dan sianosis
64
Monitor
lingkungan selama
makan
Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam
makan
Monitor turgor
kulit
Monitor
kekeringan, rambut
kusam, total protein,
Hb dan
kadar Ht
Monitor mual dan
muntah
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor intake
nuntrisi
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake
cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan
anti emetik:.....
Anjurkan banyak
minum
Pertahankan terapi
IV line
Catat adanya
edema, hiperemik,
65
hipertonik papila lidah
dan
cavitas oval
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
66
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT/IGD/TRIAGE
67
Medication/ Pengobatan :
Tidak Ada
Masalah Keperawatan: -
68
Nafas : Spontan Tidak Spontan
Lain
Masalah Keperawatan: -
69
Nadi : Teraba Tidak teraba N: 70 x/mnt
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Pucat : Ya Tidak
Sianosis : Ya Tidak
Masalah Keperawatan: -
Apatis Koma
70
Masalah Keperawatan:
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
EXPOSURE
71
Masalah Keperawatan: Resiko Infeksi
Masalah Keperawatan:-
72
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non
trauma)
Kepala dan wajah :
a. Kepala: Nampak hematome pada belakang kepala,
terdapat nyeri tekan.
b. Wajah : Terdapat benjolan pada area wajah kiri dan
bengkak pada wajah kanan, terdapat nyeri tekan
c. Mata: Terdapat hematome pada mata kiri, terdapat nyeri
tekan
d. Hidung: Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
e. Mulut : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
f. Telinga : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
HEAD TO TOE
73
Jejas : Ada Tidak
Masalah Keperawatan:
Data Tambahan :
Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Ekonomi, Spritual & Secondary
Survey
Pemeriksaan Penunjang :
Tanggal : 28 November 2018
Hasil pemeriksaan : EKG, Lab, CT Scan, Rontegn dll
Terapi Medis :
1. Dexketoprofen 1 amp (2ml)
2. Infus RL
3. KIE
4. Observasi keadaan pasienselama 6 jam
74
ANALISA DATA
2. Ds: Px mengatakan
Terjadinya Resiko infeksi
mengalami kecelakaan
benturan
Do: Terdapat luka basah,
lebar luka 5 cm, tampak Mekanisme
bengkak di daerah mata. trauma
Warna dasar luka berwarna
75
kemerahan. Trauma kepala
Trauma pada
jaringan lunak
Kerusakan pada
jaringan lunak
Rusaknya
jaringan lunak
Luka terbuka
Resiko infeksi
Peningkatan
tekanan
Intrakranial
Mual, muntah,
pusing, tekanan
darah meningkat
PK TIK
76
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
(BERDASARKAN YANG MENGANCAM)
77
1. INTERVENSI KEPERAWATAN
78
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
- Mencegah
terjadinya
infeksi
O: Observasi tanda-
3. Setelah dilakukan tanda peningkatan
- Untuk mengetahui
asuhan TIK, Observasi TTV
adanya peningkatan
keperawatan
N: Berikan jumlah TIK dan TTV pasien
selama 1x6 jam
cairan intravena untuk
diharapkan tidak
mencegah adanya - Untuk memenuhi
terjadi peningkatan kebutuhan cairan
edema serebral
tekanan pasien dan mencegah
intrakranial dengan E: Ajarkan keluarga adanya edema
kriteria hasil: pasien tentang gejala serebral
- TTV dalam batas peningkatan TIK
normal : TD: - Agar keluarga
120/90 mmHg, N= C: Kolaborasikan pasien mengetahui
80x/menit, dengan dokter dalam tentang tanda
RR=20x/mnt, pemberian terapi peningkatan TIK
S=360C selanjutnya
- Pasien tidak - Untuk membantu
mengalami pusing mempercepat proses
- Pasien tidak penyembuhan
mengalami mual
dan muntah
-GCS=
Composmentis (15)
79
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
3. Menganjurkan batasi
gerakan pada kepala
DS: Pasien mengatakan
mampu melakukannya
DO: Pasien nampak
80
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
4. Mengkolaborasikan
dengan dokter dalam DS: Pasien mengatakan
pemberian terapi nyaman setelah diberikan
terapi
DO: Pasien nampak
tenang setelah diberikan
terapi
81
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
82
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
terapi obat
DO: Pasien nampak
tenang setelah diberikan
terapi obat
83
EVALUASI KEPERAWATAN
No Tgl / Diagnosa
Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
jam
84
3.2 Hasil Dan Pembahasan
Hasil dari pembahasan kasus diatas adalah Menurut Smeltzer and Bare
(2013), cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan
otak, sedangkan menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsifisik.
Cidera kepala dapat terjadi karena kecelakaan kendaraan bermotor atau
sepeda, danmobil, kecelakaan pada saat olah raga, anak denganketergantungan,
cedera akibatkekerasan, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana
dapat merobekotak, kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya
lebih berat sifatnya, benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau bendatajam.
Mekanisme GCS Cedera kepala tertutup diantaranya adalah cidera kepala
ringan (kelompokresiko rendah)Skor GCS 14-15 (sadar penuh, atentif, orientatif),
tidak ada kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh sakit kepala/pusing,
pasien dapat menderita abrasi/hematom pada kulit kepala. Cidera kepala sedang,
Skor GCS 9-13 (konfusi, letargi, stupor), konkusi, amnesia pasca trauma, muntah,
tanda kemungkinan fraktur kranium.Cidera kepala berat, Skor GCS 3-8 (koma),
penurunan derajat kesadaran secara progresif, tanda neurologist fokal. Cidera
kepala penetrasi/teraba fraktur depresi cranium.Komosio serebri (gagar otak)
gangguan fungsi neurologi ringan tampa adanya kerusakan struktur otak , terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia retrograde,
mual, muntah, nyeri kepala.Kontusio serebri (memar) : gangguan fungsi
neurologidisertai keruskan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh,
hilangnya kesadran lebih dari 10 menit.Laserasio serebri : gangguan fungsi
neurologi disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka.
masa otak berkelupas keluar dari rongga intracranial.
85
Menurut Mansjoer (2011) menyatakan bahwa tanda-tanda klinis yangdapat
membantu mendiagnosa adalah:Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang
telinga di atas os mastoid), Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani
telinga), Periorbital ecchymosis/ racon eyes (mata warna hitam tanpa trauma
langsung) , Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) , Otorrhoe
(cairan serobrospinal keluar dari telinga).
86
BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Gangguan peredaran darah ke otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo,
2009).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara seagai akibat
dari aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c)
87
4.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan gawat darurat, hendaknya
dilakukan dengan cepat dan tepat tanpa sesuai proserur yang diterapkan sehingga
pelayanan kegawatdaruratan bisa berjalan dengan optimal.
88