Anda di halaman 1dari 10

A.

Judul Perobaan : Kinetika Reaksi Saponifikasi Etil Asetat


B. Hari / Tanggal : Kamis, 28 Maret 2019; pukul 9:30 WIB
C. Selesai Percobaan : Kamis, 28 Maret 2019; pukul 12:00 WIB
D. Tujuan Percobaan : 1. Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi
penyabunan hidroksida adalah reaksi orde dua,
2. Menentukan konstanta kecepatan reaksi pada
reaksi tersebut.
E. Dasar Teori :
1. Kinetika Kimia
Kinetika adalah bidang kimia yang mengkaji kecepatan atau laju
terjadinya reaksi kimia. Kata kinetic menyiratkan gerakan atau perubahan.
Kinetika disini merujuk pada laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi
reaktan atau produk terhadap waktu (M/s) (Chang, 2005).
Kinetika kimia konsep laju sangat penting adalah laju sesaat yaitu
laju reaksi pada waktu tertentu. Laju sesaat dari suatu reaksi tidak dihitung,
tetapi diperoleh dari aluran perubahan konsentrasi terhadap waktu
(Achmad, 1992).
Kinetika kimia disebut juga dinamika kimia, karena adanya gerakan
molekul, elemen, atau ion dalam mekanisme reaksi dari laju reaksi sebagai
fungsi waktu. Mekanisme reaksi dapat diramalkan dengan bantuan
pengamatan dari pengukuran besaran termodinamika suatu reaksi dengan
mengamati arah jalannya reaktan maupun produk suatu sistem (Petrucci,
1987).
2. Laju Reaksi
Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi
suatu pereaksi, atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk.
Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi
fasa gas, satuan tekanan atmosfer, milimeter merkurium / pascal yang
dapat digunakan untuk konsentrasi dan dinyatakan sebagai:
𝑟 = 𝑘[𝐴][𝐵]
Koefisien k disebut konstanta laju, yang tidak bergantung pada
konsentrasi. Persamaan sejenis ini ditentukan secara eksperimen yang
disebut dengan hukum laju reaksi (Atkins, 1996).
Dalam setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan umum
diantaranya:
A→B
A diumpamakan sebagai reaktan dan B sebagai produk. Persamaan ini
memberitahukan bahwa, selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul
reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya
dapat diamati hasilnya dengan cara memantau menurunnya konsentrasi
reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk. Menurunnya jumlah
molekul A dan meningkatnya jumlah molekul B seiring dengan waktu
(Chang, 2005).
Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Laju reaksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
memungkinkan untuk mengendalikan laju reaksi yaitu dengan melibatkan
reaksi yang merugikan dan menambah laju reaksi yang menguntungkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi :
a) Luas Permukaan
Pada umumnya makin kecil partikel pereaksi, makin besar
permukaan pereaksi yang bersentuhan dalam reaksi, sehingga laju
reaksinya makin cepat. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga
turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan tersebut, maka
semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi, sedangkan
semakin kasar kepingan tersebut, maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk bereaksi. Hal ini menyebabkan zat yang terbentuk
serbuk reaksinya akan semakin lebih cepat dari pada reaksi zat yang
berbentuk kepingan atau bongkahan besar (Oxtoby, 2001).
b) Konsentrasi
Perubahan kimia timbul sebagai akibat dari tumbukan molekul.
Semakin banyak tumbukan yang terjadi, semakin besar laju reaksinya.
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi,
sebab semakin besar konsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi
semakin banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat.
Begitu juga, apabila semakin kecil konsentrasi pereaksi, maka semakin
kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun
semakin kecil (Keenan, 1986).
c) Suhu
Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya suhu. Peningkatan
suhu memberikan pengaruh kepada peningkatan presentase partikel
yang bertumbukan yang selanjutnya berpengaruh kepada kenaikan laju
reaksi. Kenaikan suhu menyebabkan kecepatan rata – rata pergerakan
molekul bertambah, sehingga jumlah tumbukan per satuan waktu
bertambah (Syukri, 1999). Pada umumnya, jika suhu dinaikkan laju
reaksi bertambah (Achmad, 1992). Pengaruh perubahan suhu terhadap
laju reaksi secara kuantitatif dijelaskan dengan hukum Arrhenius yang
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
𝑘
𝐸𝑎 = −𝑅 𝑇 ln ( )
𝐴
Dengan,
R = konstanta gas ideal
A = konstanta yang khas untuk reaksi (faktor pereaksi)
Ea = energi aktivasi yang bersangkutan
d) Katalis
Katalisator adalah zat, ion atau gugus yang mempercepat atau
memperlambat reaksi, tetapi pada akhir reaksi dilepas kembali dalam
bentuk asalnya (tidak mengalami perubahan). Katalisator dibagi
menjadi dua jenis yaitu katalisator positif dan katalisator negatif.
Dimana katalisator positif adalah katalisator yang mempercepat reaksi
dan katalisator negatif adalah katalisator yang memperlambat/
menghentikan reaksi. Istilah katalisator biasanya digunakan untuk
katalisator positif, sedangkan katalisator negatif digunakan istilah
inhibitor atau poison sebagai racun. Dalam hidrolisis sukrosa, atom H
dari asam klorida atau asam asetat berfungsi sebagai katalisator
(Achmad, 1992).
3. Orde Reaksi
Hukum laju memungkinkan kita untuk menghitung laju reaksi dari
konsentrasi laju dan konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat dikonversi
menjadi persamaan yang memungkinkan kita untuk menentukan
konsentrasi reaktan disetiap waktu selama reaksi berlangsung (Chang,
2005). Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor konsentrasi dalam hukum
laju bentuk differensial. Pada umumnya orde reaksi merupakan bilangan
bulat dan kecil namun dalam beberapa hal dapat berupa bilangan pecahan
atau nol. Orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan
koefisien dalam persamaan stokiometri reaksi (Achmad, 1992). Orde suatu
reaksi juga dapat diatikan sebagai jumlah semua eksponen dari konsentrasi
dalam persamaan laju reaksi (Keenan, 1986).
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan orde
reaksi yakni melalui metode waktu grafik, metode differensial dan juga
metode integral (Atkins, 1999). Metode differensial berguna untuk
menentukan tingkat reaksi, sedangkan metode integral berguna untuk
mengevaluasi tingkat reaksi setiap metode dibagi menjadi dua cara yakni
dengan metode grafik dan non grafik (Wilkinson, 1936).
a. Reaksi Orde 0
𝑑𝑐
Bentuk differensial laju reaksi (𝑑𝑡 ) menunjukkan laju reaksi pada

suatu waktu tertentu. Persamaan tersebut juga dapat diperoleh dengan


jalan metode integral:
−𝑑𝑎 𝑑𝑡 = 𝑘0
𝑐 𝑐

∫ 𝑑𝑎 = − ∫ 𝑘0 𝑑𝑡
𝑐0 𝑐0

𝑎 − 𝑎0 = −𝑘0 𝑡
𝑎 = 𝑎0 − 𝑘0 𝑡
Grafik konsentrasi sebagai fungsi waktu dan laju reaksi sebagai fungsi
konsentrasi untuk reaksi orde nol adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Reaksi Orde Nol
(Bird, 1987)
b. Reaksi Orde 1
Persamaan laju reaksi untuk orde 1 adalah:
−𝑑𝑎
= 𝑘1 𝑎
𝑑𝑡
(Bird, 1987)
Dengan menyusun dan mengintegrasikannya dengan dengan batas t=0
dan t=t akan diperoleh:
−𝑑𝐴 − 𝑑(𝑎0 − 𝑥)
= = 𝑘(𝑎0 − 𝑥)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑𝑥
= 𝑘(𝑎0 − 𝑥)
𝑑𝑡
𝑥 𝑡
𝑑𝑥
∫ = 𝑘 ∫ 𝑑𝑡
(𝑎0 − 𝑥)
0 0

−𝑙𝑛[𝑎0 − 𝑥]0𝑥 = 𝑘[𝑡]𝑡0


𝑎0
𝑙𝑛 = 𝑘𝑡
(𝑎0 − 𝑥)
𝑥 = 𝑎0 (1 − 𝑒 −𝑘𝑡 )
Persamaan orde 1 dapat dicobakan dan tetapan laju dievaluasi dengan
prosedur grafik, yang akan memberikan profil grafik sebagai berikut:
Gambar 2. Grafik Reaksi Orde 1
(Mulyani, 2003)
c. Reaksi Orde 2
Ada dua jenis orde 2, reaksi orde 2 jenis pertama hanya melekatkan
suatu reaktan dalam bentuk persamaan reaksi:
2A → produk
Jika konsentrasi awal A adalh a0 dan konsentrasi A setelah waktu
adalah a, maka:
𝑑𝑎
− = 𝑘2 𝑎2
𝑑𝑡
(Bird, 1987).
Untuk metode integral alah sebagai berikut:
𝑑𝑥
= 𝑘(𝑎0 − 𝑥)2
𝑑𝑡
𝑑𝑥 1
− = 𝑘𝑡
(𝑎0 − 𝑥) 𝑎0
(Mulyani, 2003).
Jenis reaksi kedua dari reaksi orde 2 adalah
A + B → produk
Dalam reaksi jenis kedua ini terdapat dua macam reaktan, karenanya
persamaan laju reaksinya adalah
−𝑑[𝐴] −𝑑[𝐵]
= = 𝑘2 [𝐴][𝐵]
𝑑𝑡 𝑑𝑡
(Bird, 1987).
Untuk metode integral adalah sebagai berikut:
𝑑𝑥
= 𝑘 (𝑎0 − 𝑥)2 (𝑏0 − 𝑥)
𝑑𝑡
1 𝑡
𝑑𝑥
∫ = 𝑘 ∫ 𝑑𝑡
0 (𝑎0 − 𝑥)(𝑏0 − 𝑥) 0

Profil plot dari persamaan laju reaksi untuk tipe pertama diberikan pada
gambar sebagai berikut:

Gambar 3. Grafik Reaksi Orde 2


(Mulyani, 2003)
d. Reaksi Orde ke-n
Laju suatu reaksi yang berorde n yang hanya melibatkan suatu jenis
pereaksi adalah proporsional terhadap pangkat n dari konsentrasinya
𝑑𝑐
𝑟=− = 𝑘𝐶 𝑛
𝑑𝑡
𝑙𝑛 𝑟 = 𝑙𝑛 𝑘 + 𝑛 𝑙𝑛 𝐶𝑡
Plot ln r terhadap ln C memberikan slop n dan intersep ln r

Gambar 4. Grafik Reaksi Orde Ke-n


(Mulyani, 2003)
4. Titrasi Penetralan
Asidimetri dan Alkalimetri termasuk reaksi-reaksi netralisasi yakni
antara ion hidrogen yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang
bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi donor
proton (asam) dengan penerimaan proton (basa). Salah satu kegunaan
reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam ataupun basa
yang tidak diketahui (Day dan Underwood, 2001)
Penentuan konsentrasi dilakukan dengan titrasi asam basa. Titrasi
adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu
menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Asidi –
alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam
standar (asidimetri). Sedangkan titrasi yang terbentuk dari hidrolisis garam
yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan basa standar
(alkalimetri) disebut asidi asidimetri (Chang, 2005).
5. Reaksi Saponifikasi
Saponifikasi pada dasarnya adalah reaksi penyabunan yang
berlangsung dengan mereaksikan asam lemak (ester) khususnya
trigliserida dengan alkali yang menghasilkan gliserol dan garam
karboksilat. Sabun merupakan garam natrium yang mempunyai rangkaian
karbon yang panjang. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk
mendispersikan minyak dan sabun teradsorbsi pada butiran kotoran
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
Sabun mengandung terutama garam dengan karbon tingkat tinggi,
namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom
lebih rendah (Fessenden dan Fessenden, 1986). Molekul-molekul sabun
terdiri dari rantai karbon yang panjang dan satu gugus ionik yang sangat
polar, rantai bersifat lipofilik (tertarik atau larut dalam minyak atau lemak)
dan ujungnya polar bersifat hidrofilik (larut dalam air) (Hart, 1987).
Reaksi penyabunan atau saponifikasi adalah proses hidrolisis basa kuat
seperti KOH dan NaOH terhadap lemak (lipid). Persamaan reaksinya:
CH3COOC2H5 (aq) + NaOH (aq) → C2H5OH (aq) + CH3COONa (aq)
F. Alat dan Bahan
Alat:
1. Corong kaca 1 buah
2. Stopwatch 1 buah
3. Gelas kimia 600 mL 1 buah
4. Gelas kimia 100 mL 2 buah
5. Erlenmeyer 6 buah
6. Buret 1 buah
7. Statif dan klem 1 set
8. Gelas ukur 10 mL 2 buah
9. Gelas ukur 25 mL 1 buah
10. Termometer 1 buah
11. Pipet tetes 5 buah
Bahan
1. Etil asetat 0,02 N 125 mL
2. Indikator Phenalftalein (PP) 2 mL
3. Larutan NaOH 0,02 N 150 mL
4. Aquades 100 mL
5. Larutan HCl 0,02 N 70 mL
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia. 1992. Elektro Kimia dan Kinetika Kimia. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Atkins, P. W. 1996. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 2 Iima I.
Kartohadiproto Penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Jilid 1 Edisi
Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1986. Kimia Organik: Jilid
2 Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh: Aloysius Hadyana
Pudjaatmaka. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Keenan, Charles W. dkk. 1986. Ilmu Kimia Universitas Edisi Keenam
Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Mulyani, Sri dan Hendrawan, 2003. Kimia Fisika III. Jakarta: MIPA UI
Oxtoby, Gills Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta:
Erlangga.
Petrucci, 1987. Kimia Dasar; Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Wilkinson, F. 1936. Chemical Kinetics and Reaction Mechanisms. New
York.

Anda mungkin juga menyukai