Komunikasi berguna sebagai media interaksi dan sosialisasi di lingkungan masyarakat. Manusia
membutuhkan proses interaksi karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia memiliki beberapa fase
kehidupan mulai dari dilahirkan, bayi, balita, batita, anak, remaja, dewasa, dan tua. Pembahasan kali ini
berhubungan dengan komunikasi pada lansia. (Baca juga: Bentuk Komunikasi pada Lansia)
Lansia atau lanjut usia tergolong fase tua, dimana pada fase ini manusia sudah tidak memiliki organ fisik
dan psikis yang sempurna. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan lansia terbilang cukup tidak efektif
karena penurunan fungsi organ fisik tersebut dan psikis menjadi lebih sensitif. Pendekatan dalam
komunikasi berfungsi untuk memberikan komunikasi yang efektif saat berbicara dengan lansia. Adapun
pendekatan komunikasi pada lansia adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan psikologis
Pendekatan psikologis merupakan suatu pendekatan komunikasi yang dilakukan kepada lansia dengan
cara mengubah perilaku seorang komunikator. Peran seorang perawat atau dokter sebagai komunikator
adalah mengubah perilakunya dengan cara menyesuaikan dengan komunikannya, yaitu lansia. Seorang
komunikator mampu memiliki waktu yang lama untuk melakukan komunikasi efektif dengan lansia.
Pendekatan ini mengharuskan komunikator memiliki status sebagai motivator, konsultan, pendukung,
penasihat, dan lainnya. Seorang lansia akan mengalami penurunan rasa bahagia atau perasaan yang lain
dan sebagainya yang berhubungan dengan psikologis.
2. Pendekatan fisik
Pendekatan fisik dalam komunikasi pada lansia ini merupakan lawan dari pendekatan psikologis. Jika
pendekatan psikologis berhubungan dengan psikis lansia maka pendekatan fisik ini berhubungan dengan
fungsi organ tubuh pada lansia. Seorang lansia akan kehilangan fungsi organ tubuhnya dan
permasalahan tentang kesehatan lainnya. Lansia memiliki keadaan fisik yang berbeda dengan orang
dewasa. Oleh karena itu, pendekatan fisik ini mempengaruhi efektivitas komunikasi pada lansia.
Pendekatan ini lebih mudah dilakukan karena dapat terlihat oleh mata dan mudah untuk diteliti.
Misalnya, lansia yang kurang mendengar maka ada penurunan daya dengar dari telinga lansia tersebut.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan sosial merupakan salah satu pendekatan komunikasi pada lansia. Pendekatan sosial ini
ditujukan agar lansia dapat dengan bebas berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, lansia
juga diminta untuk berinteraksi dengan pasien lansia lainnya. Adanya pendekatan ini membuat lansia
tidak bosan berdiam diri di kamar saja, sehingga pemikiran lansia tersebut akan terbuka dengan
berbicara kepada lansia lainnya seperti berdiskusi, bercerita, bermain, dan kegiatan lainnya yang
membuat lansia tersebut dapat bersosialisasi.
4. Pendekatan spiritual
Pendekatan spiritual ini merupakan salah satu pendekatan komunikasi pada lansia yang berhubungan
dengan nilai keagamaan. Lansia yang sedang sakit akan memanfaatkan nilai spiritual tersebut untuk
meminta kesembuhan kepada Yang Maha Kuasa. Manusia yang diciptakan oleh Yang Maha Pencipta
akan meminta kesembuhan kepada yang menciptakannya juga. Pendekatan spiritual saat ini sudah mulai
dikembangan oleh berbagai rumah sakit di Indonesia tergantung dari latar belakang agama yang dianut
rumah sakit tersebut. Misalnya, rumah sakit muslim akan mendatangkan seorang kiyai atau ustadz,
rumah sakit Kristen akan mendatangkan pastur, dan lain sebagainya.
Pendekatan ini sebenarnya kelanjutan dari pendekatan fisik dimana seorang lansia akan membutuhkan
pendekatan instruksi kembali. Pendekatan instruksi kembali adalah pendekatan komunikasi lansia yang
bertujuan agar lansia mengerti terhadap pembicaraan yang dilakukan oleh perawat terutama pada lansia
yang kurang mendengar.
Cara yang dilakukan seorang perawat untuk mendapatkan komunikasi yang efektif adalah dengan
menatap lansia, sehingga lansia dapat membaca gerakan bibir dan ekspresi wajah.
Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan melalui warna. Pendekatan ini berguna untuk meningkatkan
daya ingat dan penglihatan lansia. Terkadang lansia sering lupa dengan fungsi obat-obatnya sendiri maka
perawat memberikan obat dengan berbagai warna agar mudah diingat.
Selain itu, warna dan bentuk yang besar juga mempengaruhi daya penglihatan lansia. Lansia kehilangan
daya penglihatannya akan dimudahkan dengan tulisan dengan huruf yang besar dan berwarna kontras
atau terang.
Pendekatan melalui cerita ini merupakan bagian dari pendekatan sosial. Salah satu cara yang dilakukan
dalam komunikasi pada lansia adalah menggunakan cerita. Seorang komunikator akan diminta
menceritakan pengalamannya dan kemudian bertanya kepada lansia yang berhubungan dengan
pengalaman si lansia.
Cara tersebut berfungsi untuk meningkatkan daya ingat pasien lansia. Selain itu, pendekatan ini juga
dapat membuat perasaan pasien lansia menjadi senang karena ada teman untuk berkomunikasi.
Pendekatan komunikasi dengan cahaya juga dilakukan untuk pasien yang memiliki gangguan
penglihatan. Pencahayaan yang baik akan memberikan fokus pada penglihatan mata, yang dimana titik
cahaya akan menerangkan bagian yang tidak fokus. Hal ini sangat bermanfaat untuk melakukan
komunikasi secara efektif pada lansia.
Fungsi pendekatan cahaya ini berkaitan dengan pendekatan warna tadi hanya saja konteksnya berbeda
antara cahaya dan warna.
Karakteristik Lansia
Lansia dalam penelitian ini berusia 60 sampai 69 tahun dan masih memiliki pasangan. Tabel 2
menunjukkan bahwa rata-rata usia lansia laki-laki lebih tua (63.8 tahun) dibandingkan lansia perempuan
(62.4 tahun). Selain itu, rata-rata lama menikah lansia perempuan lebih lama (44.6 tahun) dibandingkan
dengan lansia laki-laki (40.9 tahun).
Lansia laki-laki dan lansia perempuan kadang-kadang selalu ingin pendapatnya diterima dan didengar,
menerima perbedaan pendapat antara dirinya dengan anak, dan terkadang suka merasa kesal jika
pendapatnya berbeda dengan anak. Selanjutnya lansia laki-laki maupun lansia perempuan beranggapan
bahwa seorang anak tidak boleh berargumen dan membantah kepada orang tua, sangat terbuka kepada
anak terlebih masalah kesehatan, terbiasa memberikan nasihat walaupun anak sudah dewasa, dan tidak
canggung bercerita apapun kepada anak. Namun lansia perempuan cenderung lebih sependapat dengan
anak dibandingkan dengan lansia laki-laki.
Lansia laki-laki kadang-kadang membicarakan aktivitas sehari-hari kepada anak dibandingkan lansia
perempuan yang sering bercerita kepada anaknya. Selain itu lansia perempuan kadang-kadang
meluangkan waktu untuk pergi bersama anak dan cucu, dan diantarkan anak untuk pergi berobat. Lansia
laki-laki dan perempuan cenderung selalu memberikan gagasan, kepercayaan, dan motivasi, mendukung
anak-anak meskipun anak sudah dewasa dan berkeluarga
Menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang lanjut usia tetap dalam keadaan optimal atau
produktif.
Memotivasi dan memfasilitasi lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan demikian dapat
meningkatkan ketaqwaan lansia kepada Tuhan YME.
Menurut Carter dan McGoldrick (1988) tugas perkembangan keluarga dengan lansia adalah sebagai
berikut:
Ada kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari hubungan sosial, tetapi keluarga tetap
menjadi F
fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan sosial. Oleh karena lansia menarik diri dari aktivitas
dunia sekitarnya, maka hubungan dengan pasangan, anak-anak, cucu, serta saudaranya menjadi lebih
penting.
Hal ini dipandang penting, bahwa penelaahan kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap situasi-
situasi sulit yang memberikan pandangan terhadap kejadian-kejadian dimasa lalu. Lansia sangat peduli
terhadap kualitas hidup mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan
penuh arti (Duvall, 1977).
Tempat tinggal keluarga merupakan lingkungan atau tempat alamiah dan damai bagi lansia, apabila
keluarga tersebut harmonis.
Kesejahteraan keluarga dan kemampuan keluarga untuk menentukan diri sendiri merupakan prinsip-
prinsip untuk mengarah kepada pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan keluarga merupakan proses aktif, merupakan
kesepakatan antara keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan.
Perawat kesehatan masyarakat memberikan pelayanan kesehatan utama kepada keluarga untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.
Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier dilakukan apabila perawatan kesehatan dilakukan oleh
keluarga dengan bimbingan tenaga kesehatan.
Proses keperawatan dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang terkait dengan kesehatan.
Kontrak keluarga dan perawat dalam pelayanan keperawatan merupakan cara yang efekti untuk
mencapai tujuan.
Konseling dan pendidikan kesehatan merupakan cara untuk mengarahkan interaksi keluarga dan
perawat.
Menentukan sifat dan luasnya kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas-tugas kesehatan
terhadap masalah kesehatan yang ada pada langkah yang ke 3, kemudian merumuskan diagnosa
keperawatan keluarga.
Menetapkan tujuan yang nyata dan dapat diukur bersama dengan keluarga.
Meninjau kembali masalah perawatan dan membuat rumusan baru mengenai sasaran sesuai dengan
hasil evaluasi.
komunikasi keluarga dan kepuasan hidup lansia laki-laki dan ... - IPB Repository
https://www.academia.edu/16338545/PERAN_KEPERAWATAN_GERONTIK_pada_keluarga
https://www.google.com/amp/s/pakarkomunikasi.com/pendekatan-komunikasi-pada-lansia/amp