Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.
Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan mencakup peningkatan kesehatan pencegahan
(preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) serta mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga dan
kelompok masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakat (resosialitatif). Dewasa ini, penyakit
batu saluran kemih menjadi salah satu kasus yang membutuhkan perhatian perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan karena prevalensinya di
Indonesia yang terus meningkat (Nurlina, 2010).

Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi (Nurlina, 2008). Batu saluran kemih yang muncul dapat
disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik yang paling mempengaruhi
adalah faktor gaya dan pola hidup masyarakat terutama mayarakat kota.

Pola hidup masyarakat kota cenderung statis dan praktis. Pola hidup dikatakan statis
karena masyarakat kota cenderung kurang aktivitas/gerak dan mobilitas dibantu dengan mesin
seperti kendaraan bermotor dan eskalator. Pola hidup dikatakan praktis karena masyarakat kota
memiliki tuntutan untuk bekerja efisien dalam kehidupan sehari-hari sehingga membutuhkan
hal-hal yang praktis, termasuk didalamnya kepraktisan untuk mengakses makanan dan minuman
cepat saji (fastfood).

Pada orang yang dalam pekerjaannya kurang gerakan fisik, kurang olahraga, dan
menderita stres lama sering mengalami batu saluran kemih (Muslim, 2007). Faktor pola
minum yang memicu timbulnya batu saluran kemih antara lain kurang meminum air putih,
banyak mengkonsumsi jus tomat, anggur, apel, vitamin C dan soft drink, sementara banyak
mengkonsumsi teh, kopi, susu dan jus jeruk mengurangi kemungkinan terbentuknya batu saluan
kemih. Makanan yang mempengaruhi kemungkinan terbentuknya batu saluran kemih antara lain
terlau banyak protein hewan, lemak, kurang sayur, kurang buah, dan tingginya konsumsi
fastfood/junkfood. Mengkonsumsi suplemen makanan dan obat-obatan tertentu juga
dapat. memicu terbentuknya batu saluran kemih. Sering menahan BAK dan kegemukan juga
dapat menaikkan kemungkinan terkena batu saluran kemih (Muslim, 2007). Gaya hidup
masyarakat kota seperti disebutkan dalam paragraf ini mempengaruhi terbentuknya batu saluran
kemih.

Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem
kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi dalam
sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena dilatasi sistem sumbatan
dengan peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang
disertai edema dan penglepasan mediator sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering
disertai dengan serangan kolik ulangan. Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu
terjadinya gangguan fungsi ginjal, gagal ginjal, dan kematian. Untuk itu terdapat
penatalaksanaan untuk menangani kasus-kasus batu saluran kemih.

Dalam proses penyembuhan pasien, perawat juga memerlukan tindakan mandiri


keperawatan untuk mencegah kekambuhan berulang dengan melakukan edukasi keperawatan
termasuk didalamnya discharge planning. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tingginya
angka kekambuhan pasca pengobatan batu saluran kemih. Edukasi yang tepat adalah mengenai
perubahan gaya hidup yang maou mengurangi factor resiko batu saluran kemih di kemudian
hari. Sebagai contoh perawat dapat melakukan tindakan pengenceran kemih dengan memotivasi
banyak minum air putih dan melakukan edukasi mengenai pentingnya pengenceran kemih.

Fokus dan perhatian perawat terhadap upaya-upaya untuk melakukan edukasi dan
perubahan gaya hidup pasien dengan batu saluran kemih merupakan salah satu tindakan
mandiri perawat untuk membantu perawatan pasien-pasien dengan penyakit batu saluran kemih.
Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai kasus batu saluran kemih dan gaya hidup yang
mempengaruhinya melalui setting keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Mengetahui konsep medis dan asuhan keperawatan dengan kasus Urolithiasis atau Batu
saluran kemih.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui anatomi fisiologi dari urolithiasis
2. Mengetahui konsep medis dari urolithiasis
3. Mengetahui asuhan keperawatan urolithiasis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin
dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan
diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal
menuju kandung kemih (Fillingham dan Douglass, 2000). Ureter dibagi menjadi pars
abdominalis, pelvis,dan intravesikalis (Brunner dan Suddarth, 2012).
Batu saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi (Sja’bani, 2006). Batu ini bisa terbentuk di dalam
ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir
kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi (Muslim, 2007). Batu
saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks
ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter.
Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian
bawah atau memang terbentuk disaluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine
seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di
dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan
Suddarth, 2003).
B. Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan


darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan
lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan terdiri dari:
1. ginjal (ren) yang menghasilkan urin,
2. Ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih),
3. Vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan,
4. Urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
a. Ginjal (Renal)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti
biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis
dexter yang besar.
Fungsi ginjal adalah :
 memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
 mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
 mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
 mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
ammonia.
Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla
berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks
yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis
majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis
minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional
ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari :
Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
b. Proses pembentukan urin
 Proses Filtrasi
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein.
Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air,
sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring
disebut filtrate gromerulus.
 Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida,
fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium
dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
 Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis
selanjutnya diteruskan ke luar. Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri
renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus
yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut
arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava
inferior.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
c. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria.
Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung
kemih.
d. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir
(kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria
dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
e. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri
dari:
 Urethra pars Prostatica
 Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
 Urethra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter
urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya
sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
 Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria.
Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar
urethra tetap tertutup.
 Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
 Lapisan mukosa.
C. PATOFISIOLOGI
Batu dapat juga terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti
sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi ini yang
mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin da ststus cairan pasien (batu
cendrung terjadi pada pasien dehidrasi). (Brunner & Sudarth. 2012)
Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang
terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai
pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik
sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis
ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam,
hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
Factor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis
urin, periode inmobilisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan metabilisme
kalsium).
Hyperkalsemia (kalsium serum yang tnggi) dan hyperkalsuria (kalsium urin
tinggi) dapat disebabkan oleh :
 Hiperparatiroidisme
 Asidosis tibular renal
 Penyakit granulomatosa (sirkoidosis, tuberkolosis yang menyebabkan peningkatan
produksi vitamin oleh jaringa granulomastoma.
 Masukan vitamin yang berlebihan
 Masukan susu dan alkali
 Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitema, myeloma multiple) yang
menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum tulang.
Factor-faktor ini mrncetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di dalam darah dan
urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium. Untuk batu yang mengandung asa urat,
stuvirat, atau sistin, maka pemeriksaan fisik dan kerja metabolic yang menyeluruh harus
dilakukan berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh pembentukan batu-batu ini.
Asam urat dapat dijumpai pada pasien gout. Batu struvit biasanya mengacu pada batu
infeksi, terbentuk dalam urin kaya almonoak-alkalin persisten akibat UTI kronik. Banyak
sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbs sistin (suatu
asam amino) turunan.
Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit imflamasi usus dan
pada individu dengan ileostomi atau reseksi usus, karena individu mengabsopsi oksalat
secara berlebihan.
Batu renal terjadi terutama pada decade ketiga atau kelima kehidupan dan lebih
banyak menyerang pria dibandingkan wanita. Sikitar 50% pasien dengan batu ginjal
tunggal akan mengalami kembali episode ini dalam waktu 10 tahun. Batu terutama
mangadung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat atau oksalat.
Kebanyakan batu adalah radiopaq dan dapat dideteksi melalui sinar X-ray.(Sudoyo, Aru
W.2008).
1. Jenis-jenis Batu Ginjal
a. Batu kalsium.
Kebanyakan batu mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat
atau substansi lain. Pada pasien ini, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor
dalam diet dapat membantu mencegah pembentukan batulebih lanjut. Urin dapat
menjadi asam dengan pemakaian medikasi seperti ammonium klorida atau asam
asetohidroksamik (Lithostat).
b. Batu Natrium
Natrium selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu
kalsium. Agens ini meningkat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran
intestinal, mengurangi jumlah kalsium yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi. Jika
peningkatan produksi parathormon (menyebabkan peningkatan kadar kalsium
serum darah dan urin) merupakan factor yang menyebabkan pembentukan batu,
terapi diuretic menggunakan thiazie mungkin efektif dalam mengurangi kalsium
ke dalam urindan menurunkan kadar parathormon.
c. Batu fosfat
Diet rendah fosfor dalam diresepkan untuk pasien yang memiliki batu
fosfat. Untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminum hidroksida dapat
diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekresikannya
melalui saluran intestinal bukan ke system urinarius.
d. Batu Asam Urat
Untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purine untuk
mengurangi ekskresi asam urat dalam urin. Makanan tinggi purine (kerang,ikan
hering, asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus
dibatasi. Allopurinol (Zyloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam
urat serum dan akskresi asam urat ke dalam urin. Urin dibasakan. Untuk batu
sistin, diet rendah protein diresepkan, urin dibasakan, dan penisilamin diberikan
untuk mengurangi jumlah sistin dalam urin.
e. Batu Oksalat
Untuk batu oksalat, urin encer dipertahankan dengan pembatasan masukan
oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak,
kacang, seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak, coklat, teh, kopi dan kacang
tanah. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,
modalitas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,
pengangkatan batu perkutan, atau ureteroskopi. (Brunner & Sudarth. 2002)
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti.
Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat,
kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang
bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat
magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran
Kencing.
D. PATHWAY
E. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan
garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan penghambat
pembentuka batu yang normal (Sja’bani, 2006). Sekitar 80% batu terdiri dari kalsium,
sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat, sistin dan mineral struvit
(Sja’bani, 2006). Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga
disebut batu infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi
(Muslim, 2007). Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batuyang besar disebut kalkulus
staghorn. Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.
Brunner dan Sudarth (2003) dan Nurlina (2008) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, yaitu:
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria
dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
c. Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air
minum.
Muslim (2007) menyebutkan beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan saluran
kemih antara lain:
a. Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentuk batu saluran kemih. Infeksi bakteri akan memecah ureum dan
membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.

b. Stasis dan Obstruksi Urine

Adanya obstruksi dan stasis urine pada sistem perkemihan akan


mempermudah Infeksi Saluran Kencing (ISK).

c. Keturunan

Orang dengan anggota keluarga yang memiliki penyakit batu saluran kemih
memiliki resiko untuk menderita batu saluran kemih dibanding dengan yang tidak
memiliki anggota keluarga dengan batu saluran kemih.

d. Air Minum

Faktor utama pemenuhan urine adalah hidrasi adekuat yang didapat dari minum air.
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urine meningkat.

e. Pekerjaan

Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari
pada pekerja yang lebih banyak duduk.
f. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan panas sehingga
pengeluaran cairan menjadi meningkat, apabila tidak didukung oleh hidrasi yang
adekuat akan meningkatkan resiko batu saluran kemih.
g. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani, kalsium, natrium klorida,
vitamin C, makanan tinggi garam akan meningkatkan resiko pembentukan batu
karena mempengaruhi saturasi urine.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung
kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter,
pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik
renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang
hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang
menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam.
2. Mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air
kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati
ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran
kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas
penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air
kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan
yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi
kerusakan ginjal.
3. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
 Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)
dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan
sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
 Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.
4. Batu di ginjal
 Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
 Hematuri dan piuria.
 Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri
ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
 Mual dan muntah.
 Diare.
5. Batu di ureter
 Nyeri menyebar ke paha dan genitalia.
 Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
 Hematuri akibat aksi abrasi batu.
 Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diametr batu 0,5-1 cm.
6. Batu di kandung kemih
Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus
urinarius dan hematuri dan jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung
kemih akan terjadi retensi urine.
G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih adalah
(American urological Association,2005) :
1. Urinanalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal
merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan
sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat,
atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing ,
BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal
untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan
Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah
dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil
normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya
untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya batu di
sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu
6. Foto rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang
abnormal, menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
7. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi
ureter).

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis
batu, mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasiinfeksi, serta mengurangi obstruksi
akibat batu . Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih adalah
terapi konservatif, medikamentosa, pemecahan batu, dan operasi terbuka.
a. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu ureter yang
besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham dan Douglass, 2000). Untuk
mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


2. α - blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain untuk
terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi.
Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu
juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal,
ginjal trasplantasi dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi.
Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi (American Urological Association,
2010).
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani (2002)
menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang
kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan
berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya.
Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi
pecahan-pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
c. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara dramatis
terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser
dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak
bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah
batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu
tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat
tersebut.
d. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)
PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis dapat digunakan
sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan ESWL menjadi pilihan pertama
sebelum melakukan PCNL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar
dan melekat memiliki peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany, 2005).
Menurut Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses ke kalik
atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut dimasukkan nefroskop
rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh
atau dipecah. Keuntungan dari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti
dapat diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa
dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan dapat diketahui
keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL adalah PCNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi
e. Operasi terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi operasi
terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut tergantung pada
anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal
atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen
saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter
yang besar.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Identitas
Nama klien, nama penanggung jawab umur, No CM, tgl masuk, tgl pengkajian,
pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis
B. Keluhan Utama
Klien mengatakan sering merasakan nyeri skala 5 di pinggang sebelah kanan. Saat BAK
sering terasa nyeri dan BAK tidak tuntas. Ada keluhan BAK menetes di akhir. Tahun
2012 klien memiliki riwayat BAK berdarah, terasa nyeri skala 5. BAK berdarah hanya
terjadi sekali itu saja. Skala nyeri saat pengkajian 4-5 dari 10.
C. Riwayat Kesehatan
Keluhan pinggang, punggung atau nyeri perut. Gejala lainya seperti mual dan muntah,
faktor pendukungnya seperti dehidrasi, riwayat keluarga sebelumnya tentang batu ginjal,
tindakan perawatan sekarang dan sebelumnya. Sebelum URS Litotripsi klien merasakan
nyeri pada pinggang kanan dan nyeri saat ingin dan sedang berkemih. Nyeri seperti
terbakar, skala 5 dan hilang saat beristirahat. Muncul saat ingin berkemih. Setelah operasi
nyeri muncul di alat genitalia (testis), namun bila menarik napas nyeri dapat hilang.
Sebelum URS Litotripsi: Nyeri di area pinggang dan testis, nyeri menyebar, skala 5 dari
10, nyei hilang saat beritirahat dan muncul saat ingin berkemih. Klien tampak menjaga
area yang sakit, berhati-hati saat tidur dan bangun tidur, berhati-hati saat menoleh dan
beraktivitas serta ekspresi wajah terlihat kesakitan dan menjaga area yang sakit. Respon
emosi masih terkendali dan sabar.

D. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Kompos mentis
Tanda-tanda Vital :
TD posisi Berbaring : 110/70 mmHg
HR : 80x/I kuat dan teratur
RR : 12 x/i
Temp. : 37,5 – 39oC
Pola BAK 4-6 x/hari, warna urin keruh dan merah seperti teh.
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (+)
Perkusi Ginjal : Nyeri (+)
Auskultasi : Bising usus 8-9 x/menit
Pemeriksaan USG Abdomen
Hasil : Ginjal kanan: Besar, bentuk baik, system pelviokalises sedikit melebar, tampak
batu di ureter distal dengan ukuran 2 x 10 cm

Tabel 1. Contoh gambaran hasil pemeriksaan laboratorium dengan Urolithiasis

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi


Hemoglobin 15,5 13-18 g/dL Normal

Hematokrit 46 40-52 % Normal

Eritrosit 5,2 4,3-6,0 juta/mL Normal

Leukosit 11010 4.800-10.800 Meningkat

Trombosit 217000 150.000-400.000 Normal

PT Kontrol 12,6 Detik Normal

PT Pasien 10,8 9,8-12,8 Normal

APTT Kontrol 34,0 Detik Normal

APTT Pasien 44,6 27-29 detik Meningkat


SGOT 40 0-40 Meningkat

SGPT 91 0-41 Meningkat


Ureum 26 0-5- mg/dL Normal

Kreatinin 1,1 0,5-1,5 Normal

Asam Urat 6,4 3,4-7,0 Normal

GDS Sewaktu 86 < 140 mg/dL Normal

Natrium 144 125-147 mmoL Normal

Kalium 3,8 3,5-5,0 mmoL Normal


Klorida 93 95-105 mmoL Menurun

pH urine 6,0 4,6-8,0 Normal

Berat Jenis urine 1,015 1,010-1030 Normal

Protein urine (negatif) (negatif) Normal

E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. gangguan eliminasi nurin
3. Kekurangan volume cairan dari kebutuhan tubuh
4. deficit Pengetahuan

F. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Membantu mengevaluasi
1. Catat lokasi, lamanya intensitas ini (0-10) dan tempat obstruksi dan kemajuan
penyebaran. Perhatikan tanda non verbal, gerakan kalkulus. Nyeri panggul
contoh peninggian TD dan nadi, gelisah, sering menyebar kepunggung,
merintih, menggelepar. lipat paha, genetalia sehubungan
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya dengan proksimitas syaraf
melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian pleksus dan pembuliuh darah
atau karakteristik nyeri. yang menyuplai area lain. Nyeri
3. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan tiba-tiba dan hebat dapat
punggung, lingkungan istirahat. mencetuskan ketakutan, gelisah,
4. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, ansietas berat.
bimbingan imajinasi, dan aktifitas terapeutik. 2. Memberikan kesempatan untuk
5. Dorong atau bantu dengan ambulasi sering pemberian analgesi sesuai waktu
sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan (membantu dalam meningkatkan
sedikitnya 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung. kemampuan koping pasien dan
6. Perhatikan keluhan peningkatkan atau dapat menurunkan ansietas) dan
menetapnya nyeri abdomen. mengwaspadakan staf akan
Kolaborasi kemungkinan akan lewatnya
1. Berikan obat sesuai indikasi batu atau terjadi komplikasi.
Narkotik, contoh : meperidin (Demerol), morfhin. Penghentian tiba-tiba nyeri
2. Antispamodik, contoh flavoksad (uripas), biasanya menunjukkan lewatnya
oksibutin (Ditropan). batu.
3. Kortikosteroid. 3. Meningkatkan relaksasi,
4. Berikan kompres hangat pada punggung. menurunkun tegangan otot dan
5. Pertahankan kepatenan kateter bila digunakan. meningkatkan koping.
4. Mengarahkan kembali
perhatian dan membantu dalam
relaksasi otot.
5. Hindari kuat meningkatkan
lewatnya batu, mencegah statis
urin, dan membantu mencegah
pembentukan batu selanjutnya.
6. Obstruksi lengkap ureter dapat
menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urin ke dalam area
perineal. Ini membutuhkan
kedaruratan bedah akut.
1. Biasanya diberikan selama
episode akut untuk menurunkan
kolik uretral dan meningkatkan
relaksasi otot atau mental.
2. Menurunkan refleks spasme
dapat menurunkan kolik dan
nyeri.
3. Mungkin digunakan untuk
menurunkan edema jaringan
untuk membantu gerakan batu.
4. Menghilangkan tegangan dan
dapat menurunkan reflex
spasme.
5. Mencegah statis atau retensi
urin, menurunkan resiko
peningkatan tekanan ginjal dan
infeksi.
2. gangguan eliminasi urin
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Memberika informasi tentang
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan fungsi ginjal dan adanya
karakteristik urin. komplikasi, contoh infeksi dan
2. Tentukan pola berkemih normal pasien dan perdarahan. Perdarahan dapat
perhatikan variasi. mengindikasikan peningkatan
3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. obstruksi atau iritasi ureter.
4. Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu Catatan : perdarahan sehubungna
dan kirim ke laboratorium untuk analisa. dengan ulserasi ureter jarang.
5. Selidiki keluhan kandung kemih penuh, palpasi 2. Kalkulus dapat
untuk distensi suprapubik. Perhatikan menebabkan ekstabilitas syaraf,
penurunan keluaran urin, adanya edema yang menyebabkan sensasi
periorbital atau tergantung. kebutuhan berkemih segera.
6. Observasi status mental, perilaku atau tingkat Biasanya frekuensi dan urgensi
kesadaran. meningkat bila kalkulus
Kolaborasi mendekati pertemuan
1. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh urtrovesikal.
elektrolit, BUN, Kreatinin. 3. Peningkatan hidrasi
2. Ambil urin untuk kultur dan sensitifitas. membilas bakteri, darah, dan
3. Berikan obat sesuai indikasi, contoh : debris dan dapat membantu
asetazolamid (diamoks), alupurinol (ziloprim) lewatnya batu.
4. Pertahankan kepatenan kateter tak menetap 4. Penemuan batu
(ureteral, uretral, atau nefrostomi) bila memungkinkan identifikasi tipe
menggunakan. batu dan mempengaruhi pilihan
5. Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai terapi.
indikasi. 5. Retensi urin dapat
terjadi, menyebabkan distensi
jaringan (kandung kemih atau
ginjal) dan potensial resiko
infeksi, gagal ginjal.
6. Akumulasi sisa uremik
dan ketidakseimbangan elektrolit
dapat menjadi toksik pada SSP.
1. Peninggian BUN, kreatinin dan
elektrolit mengindikasikan
disfungsi ginjal.
2. Menentukan adanya ISK, dan
penyebab atau gejala komplikasi.
3. Meningkatkan pH urin
(alkanitas) untuk menurunkan
pembentukan batu asam.
4. Mungkin diperlukan untuk
membantu aliran atau mencegah
retensi dan komplikasi. Catatan :
selang mungkin terhambat oleh
fragmen batu.
5. Mengubah pH urin dapat
membantu pelarutan batu dan
mencegah pembentukan batu
selanjutnya
3. Kekurangan volume
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Membandingkan keluaran dan
1. Awasi pemasukan dan pengeluara yang diantisipasi membantu
2. Catat insiden muntah, diari. Perhatikan dalam evaluasi adanya/derajat
karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, statis/kerusakan ginjal. Catatan:
juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan. kerusakan fungsi ginjal dan
3. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari penurunan haluran urine dapat
dalam toleransi jantung. mengakibatkan volume
4. Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisapan sirkulasi lebih tinggi dengan
kapilar, turgor kulit, dan membrane mukosa tanda/gejala GGK.
5. Timbang berat badan tiap hari 2. Mual/muntah dan diare secara
Kolaborasi umum berhubungan dengan
1. Awasi HB/HT, elektrolit kolik ginjal karena saraf
2. Berikan cairan IV ganglion seliaka pada kedua
3. Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan ginjal dan lambung. Pencatatan
lembut sesuai toleransi dapat membantu
4. Berikan obat sesuai indikasi: antiemetic, contoh mengesampingkan kejadian
proklorperazim (Compazin) abnormal lain yang
menyebabkan nyeri atau
menunjukkan kalkulus.
3. Mempertahankan
keseimbangan cairan untuk
homeostasis juga tindakan
“mencuci” yang dapat
membilas batu keluar.
Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit
dapat terjadi sekunder terhadap
kehilangan cairan berlebihan
(muntah dan diare)
4. Indikator hidrasi/volume
sirkulasi dan kebutuhan
intervensi. Catatan: penurunan
LFG merangsang produksi
rennin, yang bekerja untuk
meningkatkan TD dalam upaya
untuk meningkatkan aliran
darah ginjal.
5. Peningkatan berat badan yang
cepat mungkin berhubungan
dengan retensi
1. Mengkaji hidrasi dan
keefektifan/kebutuhan
intervensi
2. Mempertahankan volume
sirkulasi (bila pemasukan oral
tidak cukup) meningkatkan
fungsi ginjal.
3. Makanan mudah cerna
menurunkan aktivitas GI/Iritasi
dan membantu
mempertahankan cairan dan
keseimbangan nutrisi
4. Menurunkan mual/muntah.
4. Defisit Pengetahuan
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Memberikan pengetahuan dasar
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa dimana pasien dapat membuat
datang pilihan berdasarkan informasi.
2. Tekankan pentingnya pemasukan cairan, contoh 2. Pembilasan system ginjal
3-4 L/hari atau 6-8 L/hari. Dorong pasien untuk menurunkan kesempatan status
melaporkan mulut kering, dieresis berlebihan/ ginjal dan pembentukan batu.
berkeringat dan untuk mrningkatkan pemasukan Peningkatan kehilangan
cairan baik bila haus atau tidak. cairan/dehidrasi memerlukan
3. Kaji ulang program diet, sesuai individual. pemasukan tambahan dalam
4. Diet rendah purin, contoh membatasi daging kebutuhan sehari-sehari.
berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum, 3. Diet tergantung pada tipe batu.
alcohol. Pemahaman alas an pembatasan
5. Diet rendah kasium, contoh membatasi susu, memberikan kesempatan pada
keju, sayur berdaun hijau, yoghurt pasien membuat pilihan informasi,
6. Diet rendak oksalat, contoh pembatasan coklat, meningkatkan kerjasama dalam
minuman mengandung kafein, bit, bayam. program dan dapt mencegah
7. Diet rendah kalsium/fosfat dengan jully kekambuhan.
karbonat almunium 30-40 ml. 30 menit pc/jam. 4. Menurunkan pemasukan oral
8. Diskusikan program obat-obatan, hindarin obat terhadap prekusor asam urat.
yang dijual bebas dan membaca semua label 5. Menurunkan resiko pembentukan
produk/kandungan dalam makanan. batu kalsium.
9. Mendengar dengan aktif tentang program terapi/ 6. Menurunkan pembentukan batu
perubahan pola hidup. kalsium oksalat
10. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan 7. Mencegah kalkulus fosfat dengan
evaluasi medic contoh, nyeri berulang, membentuk presipitat yang tak
hematuria, oliguria. larut dalam traktus GI.
11. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap insisi Mengurangi beban nefron ginjal,
atau kateter bila ada. juga efektif melawan bentuk
kalkulus kalsium lain. Catatan :
dapat menyebabkan konstipasi.
8. Obat-obatan diberikan
untuk mengasamkan atau
mengakalikan urin, tergantung
pada penyebab dasar pembentukan
batu. Makan produk yang
mengandung bahan yang
dikontaindikasikan secara individu
(contoh kalsium, fosfat) potensial
pembentukan obat ulang.
9. Membantu pasien bekerja melalui
p erasaan dan meningkatkan rasa
control terhadap apa yang terjadi.
10. Dengan peningkatan kemungkinan
berulangnya batu, intervensi
segera dapat mencegah komplikasi
serius,
11. Meningkatkan kemampuan
perawatan diri dan kemandirian

Anda mungkin juga menyukai