A. Penemuan Hukum
Menurut Sudikno Mertokusumo penemuan hukum dalam arti sempit adalah:
“suatu penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan
memutus suatu perkara”.
Penemuan hukum dalam arti luas, bahwa hakim bukan sekedar menerapkan
peraturan hukum yang sudah jelas dengan mencocokan kasus yang ditangani,
melainkan sudah lebih luas. Hakim dalam membuat keputusan sudah memperluas
makna sutu ketentuan undang-undang.
Pada dasarnya setiap orang melakukan penemuan hukum. Setiap orang selalu
berhubungan dengan orang lain, hubungan diatur oleh hukum dan setiap orang akan
berusaha menemukan hukumnya untuk dirinya sendiri.Penemuan hukum terutama
dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Penemuan
hukum oleh hakim ini dianggap yang mempunyai wibawa. Ilmuwan hukumpun
mengadakan menemuan hukum. Penemuan hukum oleh hakim disebut hukum
sedangkan penemuan hukum oleh ilmuwan disebut doktrin.2
Dalam penemuan hukum ada yang disebut aliran progresif yaitu hukum dan
peradilan merupakan alat untuk perubahan sosial dan aliran konservatif yaitu hukum
dan peradilan hanyalah untuk mencegah kemrosotan moral dan nilai-nilai lain.3
1 Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada,2013) hlm. 165-166
2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 2007) hlm. 163
1. Karena peraturan tidak ada, tetapi esesi perkaranya sama dengan suatu
peraturan lain sehingga dapat diterapkan pada perkara tersebut.
2. Peraturan memang ada, tetapi kurang jelas sehingga hakim perlu
menafsirkannya.
3. Peraturan juga sudah ada, tetapi sudh tidak sesuai lagi dengan kondisi
dan kebutuhan warga masyarakat.4
Penemuan hukum bisa dilakukan dengan dua metode yaitu metode interpretasi
atau penafsiran dan metode konstruktif.
4 Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada,2013) hlm.166-167
a. Dalam pengertian subyektif dan obyektif.
Dalam pengertian subyektif, apabila ditafsirkan seperti yang dikehendaki oleh
pembuat undang-undang
Dalam penfertian obyektif, apabila penafsirannya lepas daripada pendapat
pembuat undang-undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari.
b. Dalam pengertian sempit dan luas.
Dalam pengetian sempit (restriktif), yakni apabila dalil yang ditafsirkan diberi
pengertian sangat dibatasi misalnya mata uang (pasal 1756 KUHPer)
pengertiannya hanya uang logam saja dan barang diartikan benda yang dapat
dilihat dan diraba saja.
Dalam pengertian secara luas (ekstensif), ialah apabila dalil yang ditafsirkan
diberi pengertian seluas-luasnya.
Contoh:
- Pasal 1756 KUHPer alinea kedua tentang mata uang juga diartikan
uang kertas.
- Barang (pasal 362 KUHPer) yang dulu hanya diartikan benda dapat
dilihat dan diraba sekarang juga termasuk aliran listrik (Arret Hoge Raad
Belanda tanggal 23 Mei 1931)
Yang termasuk penafsiran dalam arti luas adalah penafsiran analogis.
C. METODE PENAFSIRAN
1. Macam-macam metode penafsiran
Di dalam ilmu hukum metode penafsiran adalah penafsiran menurut:
a. Penafsiran tata bahasa (gramatikal), yaitu cara penafsiran berdasarkan
pada bunyi ketentuan undang-undang dengan berpedoman pada arti perkataan-
perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam dalam kalimat-kalimat
yang dipakai oleh undang-undang yang dianut ialah semata-mata arti
perkataan menurut tatabahasa aatau menurut kebiasaan, yakni arti dalam
pemakaian sehari-hari.
b. Penafsiran sahih (autentik, resmi), ialah penafsiran yang pasti terhadap
arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh Pembuat Undang-Undang,
misalnya Pasal 98 KUHP: “malam” berarti waktu antara matahari terbenam
7 Sutrisno, Memahami Selayang Pandang Ilmu Hukum (Semarang: UNNES PRESS, 2011) hlm. 105-
106