Anda di halaman 1dari 80

SULTHON MILADIYANTO SH MH

sulthon (c) 2014


i. Pendahuluan
ii. Sistem Penuntutan Pidana Moderen
iii. Sejarah Hukum Acara Pidana
iv. Pihak Yang Terlibat Dalam Hukum Acara Pidana
v. Penyelidikan Dan Penyidikan
vi. Penangkapan Dan Penahanan
vii. Penggledahan, Penyitaan Dan Pemeriksaan Surat
viii. Penuntut Umum Dan Surat Dakwaan
ix. Pra Peradilan Dan Ganti Rugi
x. Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan
xi. Pembuktian Dan Alat Bukti
xii. Putusan Hakim
xiii. Upaya Hukum
xiv. Pelaksanaan Putusan Hakim
sulthon (c) 2014
• ANDI HAMZAH, HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA,
SINAR GRAFIKA JAKARTA, 2006
• M YAHYA HARAHAP, PEMBAHASAN PERMASALAHAN
DAN PENERAPAN KUHAP PENYIDIKAN DAN
PENUNTUTAN, SINAR GRAFIKA, JAKARTA 2006

sulthon (c) 2014


A. Pengertian H A pidana
Salah satu bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara sebagai dasar dan aturan yang
menentukan dengan cara apa dan prosedur seperti apa
sehingga ancaman pidana pada suatu perbuatan pidana
dapat dilaksanakan ketika seseorang telah disangkakan
melakukan perbuatan pidana (mulyatno)

sulthon (c) 2014


B. 1. Mencari dan menemukan
Fungsi kebenaran
HA 2. Pemberian putusan oleh
PIdana hakim
3. Pelaksanaan putusan

sulthon (c) 2014


c. Tujuan H A Pidana
Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil yaitu kebenaran yg
selengkap-lengkapnya dr suatu perkara pidana dg
menerapkan ketentuan hk acara pidana scr jujur dan tepat,
dg tujuan utk mencari siapakah pelaku yg dpt didakwakan
melakukan suatu pelanggaran dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dr pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan
dan apakah orang yg didakwakan tsb dpt dipersalahkan
sulthon (c) 2014
Sebelum 31-
HIR
12-1981
D. Sumber
H A Pidana UU No 8
Tahun 1981
Sesudah 31-
12-1981
UU Khusus

sulthon (c) 2014


KUHAP (UU No. 8 Th 81) hadir menggantikan HIR dg tujuan utk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yg ada dlm HIR, antara
lain:
 Lbh memberikan jaminan pengakuan HAM pd tersangka /
terdakwa mll penjaminan kepastian hukum (ex: adanya
pembatasan masa penahanan pd tiap-tiap jenjang
pemeriksaan.)
 Adanya pembatasan kewenangan petugas penegak hukum dlm
masing-masing jenjang pemeriksaan (diferensiasi fungsional).
 Pemeriksaan tersangka dg menggunakan metode scientific
crime detection.
sulthon (c) 2014
1. ASAS LEGALITAS

2. ASAS KESEIMBANGAN

3. ASAS PRADUGA TAK BERSALAH

4. ASAS GANTIRUGI DAN REHABILITASI

5. ASAS UNIFIKASI

6. ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN

7. ASAS OPURTINITAS

8. ASAS PEMERIKSAAN TERBUKA UNTUK UMUM

sulthon (c) 2014


 Konsideran KUHAP huruf a
(“Bahwa negara RI adl neg hk yg berdasarkan Pancasila&
UUD 45 yg menjunjung tinggi HAM serta yg menjamin segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dlm hukum dan
pemerintahan itu tdk ada kecualinya.”)
 Bhw pelaksanaan penerapan KUHAP hrs bersumber pd titik
tolak the rule of law shg setiap tindakan para penegak hk
hrs:
1. Berdasarkan ketentuan hk dan UU.
2. Menempatkan kepentingan hukum dan perUUan di atas
segala-galanya
sulthon (c) 2014
• Konsideran KUHAP huruf c.
Bahwa dlm setiap upaya penegakan hukum harus selalu
mengusahakan keseimbangan antara:
1. Perlindungan thd kepentingan dan ketertiban
masyarakat.
2. Perlindungan thd harkat dan martabat
manusia.

sulthon (c) 2014


 Penjelasan UMUM butir 3.
Ditinjau dari segi teknis yuridis atau dari segi teknis penyidikan
dinamakan “prinsip akusatur (accusatury procedure / accusatorial
system),” yakni:
1. Menempatkan tersangka / terdakwa dlm setiap jenjang
pemeriksaan sbg subyek dan bukan sbg obyek pemeriksaan, shg
tersangka / terdakwa hrs diperlakukan sbg layaknya manusia yg
mempunyai harkat, martabat, dan harga diri.
2. Yg mjd obyek dlm pemeriksaan adl kesalahan / tindak pidana yg
dilakukan tersangka / terdakwa.
 HIR menerapkan prinsip inkuisitur (kebalikan dr akuisitur)
sulthon (c) 2014
Pasal 95-97 KUHAP
Pasal 95
Ganti rugi dpt dilakukan oleh tersangka, terdakwa, maupun
terpidana atas akibat adanya penangkapan, penahanan,
penuntutan, dan pengadilan serta tindakan lain yg:
- Tanpa alasan yg berdasarkan UU
- Kekeliruan atas orang
- Kekeliruan hukum yg diterapkan
Tuntutan ganti rugi diajukan mll sidang praperadilan

sulthon (c) 2014


Pasal 97
 Rehabilitasi dpt diajukan oleh seseorang yg diputus bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum atas putusan
pengadilan yg tlh incracht.
 Permintaan rehabilitasi tersangka atas penangkapan atau
penahanan tanpa alasan yg berdasarkan UU, atau
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yg diterapkan,
yg tdk diajukan ke PN, diputus mll sidang diterapkan, yg
tdk diajukan ke PN, diputus mll sidang praperadilan (Psl 97
ayat 3)
sulthon (c) 2014
Konsideran huruf b.
Mengganti pluralisme hukum kolonial (utk wil Jawa&Madura
HIR, sdk utk luar Jawa&Madura RBg)

sulthon (c) 2014


Pasal 50
Setiap tersangka / terdakwa berhak:
- Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik
- Segera diajukan kpd penuntut umum oleh penyidik
- Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum
- Segera diadili oleh pengadilan
Permasalahan ialah KUHAP tdk mengatur sanksi apabila
ketentuan spt dlm psl 50 di atas dilanggar

sulthon (c) 2014


• Hak yg dimiliki oleh Kejaksaan selaku Penuntut Umum utk
tidak mengajukan tuntutan suatu perkara ke pengadilan atas
pertimbangan demi kepentingan umum.
• Diatur dlm pasal 8 UU Pokok Kejaksaan No 15 Th 1961

sulthon (c) 2014


o Pasal 153 (3)
Untuk memenuhi tuntutan prinsip demokrasi dan
transparansi tdk boleh ada yg dirahasiakan sgl sesuatu yg
menyangkut pemeriksaan tersangka /terdakwa.
o Kecuali thd sidang kasus kesusilaan serta & kasus dg
terdakwa anak-anak.
o Apabila asas ini dilanggar konsekuensi putusan pangadilan
“batal demi hukum” (ayat 4)

sulthon (c) 2014


Prinsip-Prinsip HAPID

1. Prinsip pembatasan
penahanan

2. Prinsip penggabungan
pidana dg tuntutan ganti rugi.

3. Prinsip diferensiasi
fungsional.

4. Prinsip saling koordinasi.

sulthon (c) 2014


a. Negara tidak menganut sistem oportuniti atau legalitas
Inggris -) penuntut ialah seorang polisi
-) setelah tahun 1986 memiliki penuntut umum Crown
prosecutor service
-) tidak mengenal oportuniti tetapi ada prosecutorial
disretion

sulthon (c) 2014


b. Negara negara yang menganut asas oportunitas
Belanda -) Ministrie van Justitie (kejaksaan) sbg penuntut
-) perkara dikesampingkan krn kebijakan
-) karena teknis
-) karena digabung dgn perkara lain
Jepang
Norwegia -) dapat menjatuhkan sanksi

sulthon (c) 2014


c. Negara-negara yang menganut azas legalitas
Jerman -) perinsipnya perkara tidak boleh di kesampingkan

sulthon (c) 2014


Cammon law/ Anglo Civil law/ Eropa
sexon kontinental
• Didominasi oleh • Hukum tertulis
hukum tidak tertulis (kodifikasi)
atau hukum kebiasaan • Ada pemisahan secara
melalui putusan hakim tegas dan jelas antara
• Tidak ada pemisahan hukum publik dengan
yang tegas dan jelas hukum privat
antara hukum publik
dan privat
sulthon (c) 2014
Cammon law/ Anglo sexon Civil law/ Eropa kontinental

• Menggunakan juri yang memeriksa • Tidak menggunakan juri sehingga


fakta kasusnya menetapkan tanggung jawab hakim adalah
kesalahan dan hakim hanya memeriksa kasus, menentukan
menerapkan hukum dan kesalahan, serta menerapkan
menjatuhkan putusan hukumnya sekaligus menjatuhkan
• Hakim terikat pada putusan hakim putusan.
sebelumnya dalam perkara yang • Hakim tidak terikat dan tidak
sejenis melalui asas The Binding of wajib mengikuti putusan hakim
precedent* sebelumnya. Asas Bebas **
• Adversary system :pandangan • Hanya dalam perkara perdata yang
bahwa didalam pemeriksaan melihat adanya dua belah pihak
peradilan selalu ada dua pihak yang yang bertentangan (penggugat dan
saling bertentangan baik perkara tergugat)dan perkara pidana
perdata atau pidana keberadaan terdakwa bukan
sebagai pihak penentang
sulthon (c) 2014
Garis Besar
 1838  Belanda merdeka dari Prancis
 1747  VOC telah membuat aturan sendiri bagi Hindia Belanda
 Penerapan Asas Konkordansi, pro (legisme)-kontra
 GubJen. Rochussen :
Suatu keharusan untuk membuat peraturan pengadilan yang
terpisah bagi masing-masing golongan penduduk, dikarenakan
perbedaan kecerdasan, dan Bumiputera membutuhkan
peraturan yang lebih sederhana.
 Hindia Belanda dalam posisi dijajah,memudahkan urusan hukum
di wilayah jajahan. Apabila ditemukan kesulitan dilapangan
dalam menerapkan aturan, maka reglemen itulah yang harus
tunduk pada kenyataan.
sulthon (c) 2014
 Inlandsch Reglement (IR) berlaku sejak 1 Mei 1848 sebagai
hukum acara pidana dan perdata bagi Bumiputera  Landraad
 Reglement op de Strafvordering (RR) dan Reglement op de
Rechsvordering (RS) bagi Gol.Eropa  Raad Van Justitie.
Hoggerecht

RVJ

Landraad

sulthon (c) 2014


 Tujuan perubahan IR menjadi HIR :
 Agar penyesuaian peraturan IR dengan peraturan yang
berlaku bagi orang eropa, dengan mempertahankan sifat
kesederhanaan dari acara yang berlaku bagii Landraad
 Kenyataan nya IR dan HIR masih diterapkan bersamaan.
Bandung, Batavia, Semarang, Malang (HIR), IR di kota-kota
lain
 Institusi Pengadilan terbagi dua

sulthon (c) 2014


Indonesia Eropa
 Districtgerecht- Residentigerecht
-Regentschapgerecht Raad Van Justitie
 Landraad Hooggerechtshof
 Raad Van Justitie
 Hooggerechtshof

sulthon (c) 2014


 Landgerecht  Keizai Hooin (P Negara)
 Districtsgerecht  Gun Hooin (P. Kewedanaan)
 Regentschpsgerecht  Ken Hooin (P.Kabupaten)
 Landraad  Tihoon Hooin (P. Karisidenan)

sulthon (c) 2014


 Raad Van Justitie  Kootoo Hooin (PT)
 Hooggerechtshof  Saikon Hooin (MA)
Jepang menghapus Dualisme pengadilan

sulthon (c) 2014


 Maksud pembentukan : mengadakan unifikasi susunan kekuasaan dan
acara semua Pengadilan Negeri dan Tinggi yang merupakan pelaksanaan
dari Pasal 102 UUDS
 Berisikan 20 Pasal, Aturan Peralihan 4 hal :
 Penghapusan beberapa Pengadilan pada masa invasi Belanda &
Jepang.
 Penghapusan pengadilan Swapraja /keresidenan dan pengadilan adat
 Melanjutkan pengadilan agama dan peradilan desa
 Pembentukan pengadilan negeri dan kejaksaan di tempat dimana
dihapuskan nya pengadilan negara (Landregerecht), serta
pembentukan Pengadilan Tinggi di Makasar dan pemindahan
pengadilan Tinggi Jogya
sulthon (c) 2014
dan Bukit Tinggi ke Surabaya dan Medan
Kesimpulan mengenai Sejarah Hukum Acara
Pidana,yaitu :
 Dengan penghapusan institusi-institusi tersebut, PN saja yang
berkuasa memeriksa perkara pidana dan perdata pada tingkat
pertama.
 Peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara
pidana di lingkungan peradilan umum, (sebelum KUHAP)
adalah Reglement Indonesia (HIR) staatsblad No.44 tahun 1941
 Tanggal 31 Desember 1981 UU No.76 tahun 1981 Ttg Hukum
Acara Pidana diundangkan dalam lembar negara No.3209
menggantikan Dasar Hukum Acara Pidana UU DRT No.1 tahun
1951. sulthon (c) 2014
A. PENGERTIAN Spp
• Sistem adalah suatu kesatuan dari unsur-unsur yang saling
terkait untuk menggapai suatu tujuan bersama.
Lembaga
Pemasyarakatan
TERSANGKA PENGADILAN

KEJAKSAAN

KEPOLISIAN

PERADI
sulthon (c) 2014
PENDEK MENENGAH PANJANG

• RESOSIALISASI • MENCEGAH • KESEJAHTERAAN


NARAPIDANA KEJAHATAN SOSIAL

sulthon (c) 2014


Mencegah
ADMINISTRATIF kejahatan
POLISI

RESERSE
Non Penal Penal

sulthon (c) 2014


Polisi Polisi/PNS tersangka

• Sumber TINDAKAN Penyelidikan Penyidikan PU PN LP

Laporan BANTUAN HUKUM JAKSA


 Pengaduan
Diketahui petugas

sulthon (c) 2014


4 KEMUNGKINAN DIKETAHUINYA SUATU TINDAK
PIDANA

1. Tertangkap Tangan (psl 1 angka 19)

2. Laporan (psl 1 angka 24)

3. Pengaduan (psl angka 25)

4. Diketahui Sendiri melalui media/


dibicarakan orang yg akhirnya penyidik tahu
sulthon (c) 2014
• Hak tersangka dan terdakwa
1. Peradilan sederhana, cepat, biaya ringan
2. Larangan campurtangan siapapun dalam urusan peradilan
di luar kekuasaan peradilan
3. Equality on the law and before the law
4. Asas legalitas
5. Penangkapan, penahanan, penggledahan,penyitaan harus
berdasar perintah tertulis
6. Presumtion of innocent
7. Ganti rugi dan rehabilitas
sulthon (c) 2014
 Penyelidikan
• merupakan serangkaian tindakan utk mencari & menemukan
peristiwa yg diduga sbg tindak pidana utk menentukan dpt
tdknya dilakukan penyidikan (psl 1 angka 5)
• Penyelidik adl setiap pejabat POLRI (psl 4)

sulthon (c) 2014


 Kewenangan penyelidik (psl 5):

Krn Kewajiban Krn Perintah Penyidik

1. Melakukan penangkapan, larangan


1. Menerima laporan dan pengaduan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan penyitaan

2. Mencari Keterangan dan brg bukti 2. Pemeriksaan dan penyitaan surat

3. Menyuruh berhenti seseorang yg di


3. Mengambil sidik jari dan memotret
cari dan memeriksa tanda pengenal
seseorang
diri
4. Melakukan tindakan lain menurut 4. Membawa dan menghadirkan
hukum seseorang pada penyidik
sulthon (c) 2014
• Mrp serangkaian tindakan utk mencari & mengumpulkan
bukti shg membuat terang tindak pidana yg tjd guna
menemukan tersangkanya (Psl 1 angka 2)
• Penyidik adl (Psl 1 angka 1 jo Psl 6) :
1. Pejabat POLRI
2. Pejabat PNS yg diberi kewenangan oleh UU ex: pejabat
Bea Cukai, pejabat Imigrasi, pejabat Kehutanan
penjelasan Psl 7 ayat 2

sulthon (c) 2014


• Penyidik polri
- minimal pembantu letnan dua polisi
- atau bintara klu tidak ada
- atau di tunjuk diangkat kapolri
• Penyidik pembantu
- minimal sersan dua polisi
- pns lingkungan kepolisian berpangkat penata muda (II/a)
• Penyidik pns
- koordinasi dan di bawah penyidik polri
-mendapat petunjuk dan melaporkan ke polri
sulthon (c) 2014
Kewenangan penyidik (POLRI)  Psl 7:
1. Menerima laporan & pengaduan
2. Melakukan tindakan pertama pd saat di tempat kejadian
3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan

sulthon (c) 2014


5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. Mengambil sidik jari & memotret seseorang
7. Memanggil orang utk didengar&diperiksa sbg tersangka atau
saksi
8. Mendatangkan orang ahli yg diperlukan dlm hub nya dg
pemeriksaan perkara
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yg bertanggung
jawab

sulthon (c) 2014


1. Pemeriksaan terhadap tersangka
a. Penyidik tidak menekan
b. Penyidik mencatat, membacakan, memimta tanda tangan
tersangka
2. Pengajuan keberatan atas penahanan penyidik
3. Dapat mengajukan pemeriksaan penahanan kepada praperadilan
4. Mengajukan saksi yg menguntungkan (a decharge)
5. Pemeriksaan terhadap saksi dan mengambil Keterangan saksi yg
bernilai alat bukti
6. Pemeriksaan terhadap ahli : di hadapan penyidik atau keterangan
tertulis (visum et repertum)
7. Penghentian penyidikan
sulthon (c) 2014
• Alasan penangkapan
- di duga keras melakukan tindak pidana
- bukti permulaan yg cukup
• Cara penangkapan
- petugas kepolisian ri
- membawa surat tugas penangkapan
• Batas waktu penangkapan. 1 hari (pasal 19 ayat 1)
• Larangan penangkapan atas pelanggaran

sulthon (c) 2014


• Dpt dilakukan oleh penyidik, PU, maupun hakim (psl 20)
Berdasarkan bukti permulaan yang cukup
• Dilakukan thd tersangka/terdakwa yg diduga keras melakukan
tind.pidana dlm hal adanya kekhawatiran bhw tersangka / terdakwa
akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barabg bukti, dan
atau mengulangi tindak pidana. (Psl 21 ayat 1)
 Hanya dpt dilakukan thd (Psl 21 ayat 4):
1. Tindak pidana dg ancaman pidana penjara 5 th / lbh
2. Tindak pidana tertentu sekalipun ancaman pidananya kurang dr 5
 Jenis-jenis penahanan (Psl 22 ayat 1):
1. Penahanan rutan 2. Penahanan rumah 3. Penahanan kota
 Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya
dari pidana yg dijatuhkan.
sulthon (c) 2014
 Guna memperkecil bahaya perampasan dan pembatasan kebebasan dan
hak asasi penahanan, sewenang-wenang serta menjamin kepastian hk.
 Psl 24 penahanan oleh penyidik max 20 hr, dpt diperpanjang hingga max
+40 hri oleh PU (total 60 hr).
 Psl 25penahanan oleh PU max 20 hr, dpt diperpanjang hingga max +30 hr
oleh ketua PN (tot 50 hr).
 Psl 26penahanan oleh PN max 30 hr, dpt diperpanjang hg max +60 hr
oleh ketua PN (tot 90 hr).
 Psl 27penahanan oleh PT max 30 hr, dpt diperpanjang hg max + 60 hr
oleh ketua PT (tot 90hr).
 Psl 28penahanan oleh MA max 50 hr, dpt diperpanjang hg max +60 hr
oleh ketua MA (tot 110 hr).
 Apabila melebihi batas lamanya penahanan sbg di atas Apabila melebihi
batas lamanya penahanan sbg di atas konsekuensi tersangka / terdakwa
hrs dikeluarkan drsulthon
tahanan
(c) 2014
demi hukum.
• “Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan
penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan
dalam undang-undang ini”. (pasal 32)
1. Penggeledahan rumah
penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya
untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan
dan/atau penangkapan, menurut cara yang diatur dalam
undang-undang (pasal 1 angka 17)
sulthon (c) 2014
2. Penggeledahan badan atau pakaian
penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk
mengadakan pemeriksaan daban dan/atau pakaian
tersangka untuk mencari benda yang di duga keras ada pada
badannya atau dibawanya, untuk disita. (pasal 1 angka 18)
Syarat
 Surat ijin dari pengadilan setempat (pasal 33)
 Atau surat tugas dari atasan (pasal 34)
 Dengan 2 orang saksi dan perangkat warga

sulthon (c) 2014


• Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/1205/IX/2000
1. Penggeledahan badan, khususnya terhadap wanita, dilakukan
oleh penyidik/pemyidik pembantu wanita atau dapat
meminta bantuan seorang wanita yang dapat dipercaya.
2. Jika perlu dilakukan pemeriksaan penggeledahan rongga
badan dapat diminta bantuan pejabat kesehatan/paramedis.
3. Penggeledahan pakaian, harus dilakukan di ruang tertutup
atau minimal tidak dilakukan di depan umum.
4. Setelah melakukan penggeledahan, penyidik wajib
memeberikan berita acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan

sulthon (c) 2014


8. Hak Tersangka Atau Terdakwa Segera Mendapat Pemeriksaan
9. Hak Melakukan Pembelaan
- Berhak Mendapat Bantuan Hukum
- Berhak Memilih Penasehat Hukum
- Dalam Hal Tertentu Wajib Mendapatkan Bantuan Hukum
3. Hak Tersangka Atau Terdakwa Dalam Tahanan
- Berhak Menghubungi Penasehat Hukum
- Berhak Mengunjungi Atau Di Kunjungi Dokter Pribadi
- Pemberitahuan Tentang Penahanannya
- Berhak Menghubungi Dan Dikunjungi Keluarga
- Berhak Menghubungi Atau Di Kunjungi Rohaniawan
- Berhak Surat Menyurat
sulthon (c) 2014
Pasal 1 butir 6
a. Jaksa adalah pejabat yang di beri wewenang oleh undang-
undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah adalah jaksa yang di beri
wewenang oleh undang-undang ini melakukan penuntutan
dan pelaksanaan penetapan hakim

sulthon (c) 2014


PRA PENUNTUTAN
 Psl 14 huruf b
 Tindakan penuntut umum utk memberi petunjuk dalam
rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik
 Guna menghindari kesan bahwa jaksa / PU mempunyai
wewenang utk melakukan penyidikan lanjutan.
PENUNTUTAN
 Merupakan tindakan PU utk melimpahkan perkara pidana
ke PN yg berwenang spy diperiksa dan diputus oleh hakim
(psl 1 angka 7)
sulthon (c) 2014
1. Pengertian
• Surat akta
• Memuat perumusan tindak pidana yang di dakwakan kepada
terdakwa
• Perumusan mana yang di tarik dan disimpulak dari hasil
pemeriksaan penyidikan di hubungkan dengan unsur delik
pasal tindak pidana yang di langgar dan di dakwakan kepada
terdakwa
• Surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi
hakim dalam sidang pengadilan

sulthon (c) 2014


2. syarat surat dakwaan
• Syarat formil : tanggal, tandatangan dll
• Syarat materiil: identitas
3. Tidak memenuhi syarat
• Surat dakwaan tidak terang
• Mengandung pertentangan
4. Bentuk surat dakwaan
• Surat dakwaan biasa
• Surat dakwaan alternatif
• Surat dakwaan subsider
• Surat dakwaan komulatif
sulthon (c) 2014
 Pasal 143
 Dibuat oleh PU dg diberi tanggal&ditanda tangani, yg berisi:
1. Nama lengkap, tempat lhr, umur / tgl lhr, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka.
2. Uraian scr cermat, jelas, & lengkap mengenai tindak pidana yg
didakwakan dg menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.
 Jk tdk memenuhi hal di atas dakwaan batal demi hukum
 Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena
berdasarkan dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan di
lakukan.
 Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas-batas
dakwaan
sulthon (c) 2014
Penggabungan Pidana dg Tuntutan Ganti Rugi
Pasal 98
Hak korban atas kerugian yg dialaminya sbg akibat langsung
dr tindak pidana yg diperbuat terdakwa Terbatas hanya pd
kerugian materiil saja.

sulthon (c) 2014


sulthon (c) 2014
 Kompetensi PN:
1. Kompetensi absolut Psl 50 UU No 2 Th 86 (ttg Pengad
Umum)
2. Kompetensi relatif
 utk perkara pidanaPsl 84 KUHAP (didasarkan pd locus
delicti-nya)

sulthon (c) 2014


Macam Acara Pemeriksaan
1. Acara pemeriksaan cepat
2. Acara pemeriksaan singkat
3. Acara pemeriksaan biasa

sulthon (c) 2014


1. Acara Pemeriksaan Cepat
Untuk:
a. pemeriksaan tindak pidana ringan (TiPiRing)ancaman
pidana penjara / kurungan max 3 bln &/ denda max Rp Rp
7500, dan t.p penghinaan ringan (Psl 205 ayat 1)
b. perkara pelanggaran lalu lintas (Pasal 211)
2. Acara Pemeriksaan Singkat
Yg diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah
perkara kejahatan atau pelanggaran yg tidak termasuk
ketentuan Pasal 205 dan yg menurut PU pembuktian serta
penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana
(pasal 203 ayat 1)
sulthon (c) 2014
3. Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kpd seorang kecuali apabila dg sekurang-
kurangnya 2 alat bukti yg sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yg bersalah melakukannya

sulthon (c) 2014


Alat bukti (pasal 184 kuhap)
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa

sulthon (c) 2014


 Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sdh
selesai, maka PU dipersilahkan membacakan tuntutan
(requisitoir)
 Kmd PH membacakan pembelaan
 Pengambilan keputusan

sulthon (c) 2014


Putusan adalah pernyataan hakim yg diucapkan dlm sidang
pengadilan terbuka yg
dpt berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala
tuntutan hk dlm hal serta
menurut cara yg diatur dlm UU ini (psl 1 angka 11)
Isi putusan hakim:
1. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib;
2. Putusan bebas
3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

sulthon (c) 2014


pemidanaan dijatuhkan:
a. Hak segera menerima atau segera menolak putusan
b. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan
menerima atau menolak putusan dlm tenggang waktu yg
ditentukan (7 hr setelah putusan dijatuhkan)
c. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan yg
ditentukan oleh UU utk dpt mengajukan grasi, dlm hal ia
menerima putusan
d. Hak mencabut pernyataan sbgmana dimaksud pd butir a
(menolak putusan)
sulthon (c) 2014
 Putusan Pemidanaan (Psl 193)
 Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yg didakwakan kpdnya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana

sulthon (c) 2014


 Putusan Bebas / vrijspraak (Psl 191 ayat 1)
 Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yg didakwakan kpdnya tdk terbukti secara sah
dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas
 Seharusnya jg jk perbuatannya tdk terbukti (tdk sekedar jk
kesalahannya sj yg tdk terbukti)

sulthon (c) 2014


sulthon (c) 2014
sulthon (c) 2014
• Upaya hukum peninjauan kembali (request civil)
merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik
dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap (inracht van gewijsde).
• Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan
atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan
(eksekusi).
• Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., merupakan
upaya hukum terhadap putusan tingkat akhir dan putusan
yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang
tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan
perlawanan. sulthon (c) 2014
ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI
( pasal 67 UU No. 14/1985, jo Per MA No. 1/1982).

1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan


atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat
bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu
perkara diperiksa tidak ditemukan.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut
atau lebih daripada yang dituntut.

sulthon (c) 2014


4. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal
yang sama atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama
atau sama tingkatannya, telah diberikan putusan yang
bertentangan satu dengan yang lain.
5. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.

sulthon (c) 2014


Tenggang Waktu (Pemohon PK) : 180 hr-ps.69
• Ad.1: semenjakputusan pidana diberitahukan.
• Ad.2: dihitung sejak ditemukannya surat bukti baru tsb
dimana hari dan tgl. Dinyatakan dibawah sumpah dan
disahkan oleh pihak yang berwenang.
• Ad.3,4,5 dan 6 sejak pts tsn mempunyai kekuatan
hukum yang tetap dan diberitahukan kepada para
pihak.
Tenggang Waktu Termohon PK (ps.72 UU No.14/1985)
• 30 hari setelah ada pemberitahuan.
sulthon (c) 2014
PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN KEMBALI
• Permohonan kembali diajukan oleh pihak yang berhak
kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
• Membayar biaya perkara.
• Permohonan Pengajuan Kembli dapat diajukan secara
lisan maupun tertulis.
• Bila permohonan diajukan secara tertluis maka harus
disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar
permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan
Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985)

sulthon (c) 2014


• Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan
permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan
Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang
ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan
membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71
ayat (2) UU No. 14/1985)
• Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali disusun
secara lengkap dan jelas, karena permohonan ini hanya
dapat diajukan sekali.

sulthon (c) 2014


• Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan
peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan
tersebut kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14
hari dengan tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh
lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985)
• Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal
diterima salinan permohonan untuk membuat Kontra
Memori PK bila lewat maka jawaban tidak akam
dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No. 14/1985).

sulthon (c) 2014


• Kontra Memori PK diserahkan kepada Pengadilan Negeri
yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal
diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban disampaikan
kepada pemohon untuk diketahui (pasal 72 ayat (3) UU No.
14/1985).
• Permohonan peninjauan kembali lengkap dengan berkas
perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah
Agung paling lambat 30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No.
14/1985).
• Pencabutan permohona PK dapat dilakukan sebelum
putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan kembali
hanya dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985)
sulthon (c) 2014
sulthon (c) 2014

Anda mungkin juga menyukai