Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Listrik merupakan sarana yang kerap digunakan untuk membantu kehidupan manusia

secara luas, misalnya sebagai penerangan, pengoperasian alat-alat dalam melaksanakan

kegiatan-kegiatan rumah tangga ataupun hiburan, dan alat-alat dalam bidang lain,

misalnya bidang medis (misalnya untuk radioterapi, dan fasilitas medis lain yang

membutuhkan listrik dalam pengoperasiannya).1

Namun demikian, bahaya dari penggunaan listrik dapat menyebabkan luka hingga

kematian (seringkali karena kecelakaan, dan jarang dalam hal bunuh diri, namun dapat

juga terjadi pada kasus pembunuhan), yang bisa disebabkan juga oleh listrik alam

(misalnya petir).1

Dengan luasnya pemakaian listrik, dan potensi bahaya yang dapat terjadi akibat

penggunaan listrik, maka seorang dokter perlu mengetahui mengenai trauma listrik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor Yang Mempengaruhi Efek Aliran Listrik Pada Tubuh

1. Pengertian Listrik

Listrik adalah suatu bentuk energi yang dapat menimbulkan kerusakan tubuh

bahkan hingga kematian pada keadaan tertentu. Listrik tersebut dapat berupa listrik

alam (antara lain listrik yang terbentuk dalam gumpalan awan listrik di udara yang

berupa petir), dan listrik buatan (antara lain listrik yang dihasilkan alat pembangkit

listrik).1

Dikenal beberapa bagian-bagian dari listrik, antara lain arus listrik, frekuensi

listrik, tegangan (voltase), dan tahanan listrik (resistensi).1

Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak listrik terhadap tubuh manusia antara

lain jenis/macam aliran listrik, tegangan/voltase, tahanan/resistansi, kuat

arus/intensitas (amperage), ada tidaknya hubungan dengan bumi (Earthing), lamanya

kontak dengan konduktor, jalur aliran listrik (path of current), dan faktor-faktor lain

(misalnya komorbiditas).1

2. Arus Listrik

Arus listrik adalah muatan listrik yang mengalir dari suatu tempat yang

berpotensial listrik tinggi ke yang rendah, yang mana searah dengan gerakan dari

muatan-muatan yang positif, dan berlawanan arah dengan gerakan elektron-elektron

pada konduktor logam.1


Arus listrik itu sendiri dibagai menjadi Direct Current (DC) dan Alternating

Current (AC). Arus listrik DC atau arus listrik searah mengalir ke satu arah secara

terus menerus, dan digunakan misalnya pada proses elektrolisis (misalnya pada

proses pemurnian, pelapisan, atau penyepuhan logam), pada telepon (30 – 50 V), dan

kereta listrik (600 – 1500 V) Sumber arus DC misalnya baterai, dan Accu. Arus AC

atau arus listrik bolak-balik, digunakan pada perumahan atau pada pabrik-pabrik,

biasanya dengan voltase 110 – 220 Volt.1

Sensitivitas tubuh manusia 4 – 6 kali lebih besar terhadap arus AC daripada arus

DC, dan hal ini tergambarkan oleh fakta bahwa dari 212 kasus kematian akibat

trauma listrik, hanya 8 dari kasus-kasus tersebut yang disebabkan arus DC, dan

banyak kematian oleh trauma listrik yang dilaporkan disebabkan oleh arus listrik AC

dengan tegangan 220 V, sedangkan arus listrik DC dengan tegangan yang sama

jarang menimbulkan kematian. Arus listrik AC dengan intensitas 70 – 80 mA sudah

bersifat letal, sedangkan arus listrik DC dengan intensitas 250 mA masih bisa ditolerir

tanpa adanya kerusakan.1

3. Frekuensi Listrik

Frekuensi listrik dinyatakan dalam satuan cycle per second atau Hertz (Hz).

Frekuensi listrik yang kerap digunakan adalah 50 Hz dan 60 Hz. Frekuensi yang

sangat tinggi adalah frekuensi 1.000.000 Hz dengan voltase dalam kisaran 20.000 –

40.000 Volt, dan frekuensi ini tidak begitu berbahaya, serta dapat digunakan dalam

proses diatermi. Sensitivitas tubuh manusia sangat rendah terhadap frekuensi yang

sangat tinggi atau sangat rendah, misalnya frekuensi > 1000 Hz atau < 40 Hz.1
Tubuh manusia lebih resisten terhadap frekuensi < 10 Hz atau > 1000 Hz.

Frekuensi dari arus listrik AC dinyatakan berbahaya apabila berkisar antara 39 – 150

Hz, dan dikatakan kritis bila berkisar antara 50 – 60 Hz. Dan potensi bahaya arus

listrik AC semakin menurun dengan peningkatan frekuensi listriknya, bahkan arus

listrik AC dengan frekuensi 1720 Hz lebih dapat ditolerir jantung daripada jenis arus

listrik yang sama yang berfrekuensi 150 Hz. Frekuensi arus listrik AC yang sebesar

60 Hz yang biasa digunakan dalam rumah tangga dan industri juga dapat

menyebabkan kerusakan pada pusat-pusat di medulla oblongata dan pada jantung.1

4. Tegangan Listrik

Tegangan listrik dinyatakan dalam satuan Volt. Satu Volt diperlukan untuk

menghasilkan intensitas listrik sebesar 1 Ampere melalui suatu konduktor

(penghantar) yang memiliki resistensi sebesar 1 Ohm.1

Ada dua macam tegangan berdasarkan tingkatnya, antara lain tegangan rendah

(low voltage) dan tegangan tinggi (high voltage). Voltase dinyatakan rendah apabila <

1000 Volt, yang biasanya digunakan untuk penerangan pada perumahan (110 – 220

V). Voltase dinyatakan tinggi apabila > 1000 V, misalnya pada terapi rontgen (X-ray)

yang menggunakan voltase sebesar 20.000 – 1.000.000 V. Perbedaan tegangan tinggi

dan rendah memiliki arti signifikan secara fisik, namun tidak signifikan bagi

implikasi biologisnya.1

Voltase terendah yang dapat bersifat letal bagi manusia adalah 50 Volt, dan

dampak yang timbul pada tubuh manusia baik secara lokal ataupun general akan

meningkat seiring peningkatan voltase. Kematian akibat listrik bertegangan rendah


terutama diakibatkan terjadinya fibrilasi ventrikel, dan sekitar 60% kematian akibat

trauma listrik disebabkan oleh listrik bertegangan 115 Volt, sedangkan listrik

bertegangan tinggi dapat bersifat letal terkait dengan trauma elektrotermis yang dapat

ditimbulkannya.1

5. Tahanan Listrik (Resistensi)

Tahanan listrik didefinisikan sebagai tahanan dari kolom air raksa dengan tinggi

dan lebar tertentu dalam suhu tertentu, dan dinyatakan dalam satuan Ohm. Hukum

Ohm menyatakan bahwa besar intensitas listrik (I) sama dengan besarnya tegangan

(V) dibagi resistensi (R) dari medium. Panas yang timbul (W) tergantung dari: kuat

arus (I), durasi kontak (t), dan besarnya resistensi (R).1

𝑉
Hukum Ohm: 𝐼 = 𝑅

Panas yang dihasilkan atau 𝑊 = 𝐼 2 𝑅𝑡

Tahanan listrik tubuh manusia bervarias antarjaringan, dan dipengaruhi oleh

kandungan air dari jaringan-jaringan tersebut. Secara umum dinyatakan bahwa

konduktivitas jaringan tubuh manusia lebih buruk dibandingkan logam. Apabila

diurutkan dari tahanan listrik yang terbesar ke yang terendah dari jaringan-jaringan

tubuh manusia, maka antara lain kulit (rata-rata 500 – 10.000 Ohm), tulang, lemak,

urat syaraf, otot, darah, dan cairan tubuh.1

Resistensi dalam jaringan kulit juga bervariasi, dipengaruhi oleh kekerasan kulit

(kulit yang keras lebih resisten daripada yang lunak), ketebalan kulit (makin tebal

kulit maka makin resisten), jumlah relatif dari folikel rambut, kelenjar keringat (kulit
kering memiliki resistensi berkisar antara 2000 – 3000 Ohm, sedangkan kulit kering

memiliki resistensi sekitar 500 Ohm) dan lemak dalam kulit tersebut, serta faktor-

faktor lain seperti demam (demam akan menurunkan resistensi kulit). Resistensi pada

telapak tangan dan kaki lebih tinggi dibandingkan resistensi pada bagian kulit lainnya

pada tubuh manusia, dan berkisar antara 1 – 2 juta Ohm. Berkeringat dapat

mengurangi resistensi kulit dari 3000 Ohm menjadi 2500 Ohm, dan resistensi tersebut

dapat turun menjadi lebih rendah lagi jika kulit basah oleh air atau saline, menjadi

1200 – 1500 Ohm. Dengan demikian, obat-obat yang mempengaruhi sekresi keringat

juga akan mempengaruhi resistensi kulit.1

Dalam menganalisa suatu trauma akibat listrik sebaiknya mempertimbangkan

pula resistensi transisional, yaitu resistensi penyerta yang disebabkan oleh medium

yang berada antara konduktor dengan tubuh, atau antara tubuh dengan bumi,

misalnya pakaian, dan alas kaki.1

6. Intensitas Listrik (Amperage)

Amperage ialah intensitas arus listrik yang mampu mengendapkan perak dengan

berat tertentu dari larutan perak nitrat per detik, dan dinyatakan dalam satuan

Ampere, serta dapat dihitung dengan membagi tegangan listrik dengan resistensi

listrik.1

Dampak arus listrik terhadap tubuh juga dipengaruhi besar kecilnya intensitas

arus. Kuat arus sampai 10 mA dapat menimbulkan sensasi tidak nyaman, antara 10 –

60 mA dapat menghentikan voluntaritas otot dan menyebabkan asfiksia, dan kuat arus

> 60 mA selama > 1 detik dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kuat arus listrik DC

sebesar 60 – 80 mA atau 200 – 250 mA berbahaya bagi manusia. Titik kritis ada pada
kuat arus 100 mA, di mana waktu 0,2 deti dengan frekuensi 50 Hz dapat bersifat

letal.1

Kuat arus sebesar 30 mA dikatakan sebagai ambang batas ketahanan seseorang,

dan sebesar 40 mA dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan kuat arus

sebesar setidaknya 100 mA dapat menyebabkan kematian.1

Akibat listrik digolongkan oleh Koeppen ke dalam 4 kelompok, antara lain:1

1. Kelompok I: Arus listrik AC < 25 mA (atau arus listrik DC 25 – 80 mA)

dengan resistensi transisional yang tinggi tidak berbahaya.

2. Kelompok II: Arus listrik AC 25 – 80 mA (atau arus listrik DC 80 – 300

mA) dengan resistensi transisional lebih rendah dari kelompok I dapat menyebabkan

hilangnya kesadaran, spasme pernapasan, dan aritmia.

3. Kelompok III: Arus listrik AC 80 – 100 mA (atau arus listrik DC 300 –

3000 mA) dengan resistensi transisional lebih rendah daripada kelompok III, yang

berlangsung 0,1 – 0,3 detik dapat menimbulkan efek serupa efek dari kelompok II,

sedangkan jika berlangsung > 0,3 detik maka dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel

yang ireversibel.

4. Kelompok IV: Arus dengan intensitas > 3 A dapat menimbulkan henti

jantung (cardiac arrest).

7. Adanya hubungan dengan bumi ( Earthing )

Hal ini merupakan suatu keadaan yang penting, karena dengan adanya hubungan

antara konduktor ke bumi maka sangat berbahaya bagi keselamatan manusia. Hal ini
bisa dibuktikan missal dengan orang yang berdiri pada tanah tanpa alas kaki maka

lebih berbahaya ketimbang orang berdiri dengan alas kaki yang kering2.

8. Lamanya waktu kontak dengan konduktor

Semakin lama seseorang terpapar dengan konduktor maka semakin banyak

jumlah arus yang melalui tubuh, adalah sangat berbahaya bagi keselamatan manusia

akibatnya, kerusakan tubuh akan bertambah besar dan luas. Tegangan yang rendah

juga dapat menyebabkan kematian seseorang bilamana kontak dengan konduktor

berlangsung beberapa menit. Dengan tegangan yang rendah arus listrik bisa

menyebabkan spasme otot-otot dan menyebabkan korban malah menggenggam

konduktor, dengan keadaan ini korban dapat terjadi shock yang dapat menyebabkan

kematian. Sedangkan untuk tegangan listrik yang tinggi, seseorang dapat terlempar

atau melepaskan konduktor yang tersentuh oleh karena arus listrik dengan tegangan

tinggi dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot. Semakin lama korban kontak

dengan arus listrik maka semakin jelas current-mark nya dan semakin besar juga

untuk bahaya kematian2.

9. Aliran arus listrik ( path of current )


Aliran arus listrik di definisikan sebagai tempat-tempat pada tubuh yang dilalui

oleh arus listrik sejak masuk sampai meninggalkan tubuh, efek dari arus listrik

tersebut juga bervariasi dari yang ringan sampai berat2.

10. Factor-Faktor lain


- Adanya penyakit tertentu yang sudah ada pada korban sebelumnya, seperti

penyakit jantung, kondisi mental yang menurun dan sebagainya.

- Antisipasi terhadap suatu shock


- Kurang ke hati-hatian

Hal ini sangat berperan dalam kasus-kasus kecelakaan akibat trauma listrik. Bila

diamati, maka faktor tersebut diatas semata mata adalah factor dari diri korban.

B. Cara Kematian

Kematian karena terkena aliran listrik paling sering terjadi karena kecelakaan, jarang

terjadi karena pembunuhan atau bunuh diri. Oleh karena itu, pemeriksaan Tempat Kejadian

Perkara ( TKP ) sangat penting untuk dapat memperkirakan cara kematian korban tersebut.

C. Sebab Kematian

Pada banyak kasus kecelakaan karena listrik, kematiannya diakibatkan karena energy

listrik itu sendiri. Sering trauma listrik disertai luka mekanis. Ada pula kasus karena listrik

mengakibatkan korban terjatuh dari ketinggian, dalam hal ini sukar untuk mencari sebab

kematian.

Orang yang terkena aliran listrik selain terdapat luka bakar pada tubuh, juga dapat

meninggal dunia. Kematian yang sering terjadi diperkiraan antara 5% sampai 50% dari kasus

yang diketahui, angka tersebut diketahui dari kecelakaan dengan tegangan tinggi.

Pengetahuan tentang mekanisme kematian oleh karena listrik berdasarkan tiga sumber,

yaitu :

1. Percobaan pada binatang

2. Hukuman kursi listrik

3. Kecelakaan trauma listrik


Sebab kematian karena arus listrik :

1. Ventrikel fibrilasi

Besar arus minimum penyebab kelainan denyut jantung ( cardiac fibrilasi )

tergantung dari ukuran badan dan jantung. Bila besar arus efektif tetap dipertahankan,

maka frekuensi penyebab kelainan denyut jantung optimal adalah 60 Hertz bagi

manusia, sedangkan bagi anjing 150 Hertz.

Ventrikel fibrilasi itu hanya merupakan mekanisme yang menyebabkan kematian,

tetapi menurut jellink hal ini tidak pernah dicoba pada manusia. Dilziel ( 1961 )

memperkirakan pada manusia arus yang mengalir sedikitnya 70 mA dalam waktu 5

detik dari lengan ke tungkai akan menyebabkan fibrilasi. Yang paling bahaya bila

arus listrik masuk ke tubuh melalui tangan kiri dan keluarnya melalui kaki yang

berlawanan. Kalau arus listrik masuk tubuh melalui tangan yang satu kemudian

keluar dari tangan yang lain, maka 60% korban meninggal dunia.

2. Respiratory paralysis

Hal ini disebabkan karena adanya spasme dari otot-otot akibat arus listrik,

sehingga korban tidak dapat menggunakan otot-otot pernafasan, dengan demikian

korban meninggal karena asfiksia. Hasil percobaan menunjukan bahwa kematian

memang benar disebabkan karena asfiksia sehubungan dengan spasme otot-otot

karena jantung masih tetap berdenyut sampai timbul kematian.

Respiratory Paralysis ini terjadi bila arus listrik yang memasuki tubuh korban

diatas nilai ambang batas yang membahayakan, tetapi masih dibatas bawah yang

dapat menimbulkan ventrikel fibrilasi.


Menurut Koeppen, spasme otot-otot pernafasan terjadi pada arus 25-80 mA,

sedangkan ventrikel fibrilasi terjadi pada arus 8—100 mA.

3. Paralyse pusat pernafasan

Kematian dapat juga terjadi bila arus listrik masuk melalui pusat di batang otak,

dapat juga disebabkan oleh karena trauma pada pusat-pusat vital di otak yang terjadi

akibat koagulasi dan pergeseran jaringan yang disebabkan efek hypertermis.

Bila aliran listrik diputus, paralyse pusat pernafasan tetap ada, jantung pun masih

berdenyut. Oleh karena itu, dengan bantuan pernafasan buatan korban masih dapat

tertolong. Hal ini terjadi bila kepala merupakan jalur arus listrik dan tidak terjadi bila

arus listrik mengalir melalui lengan ke lengan atau dari tungkai ke tungkai.

D. Pemeriksaan korban

1. Pemeriksaan korban di Tempat Kejadian Perkara ( TKP )

Sebagian besar kasus tampaknya bukan merupakan kasus yang memerlukan

investigasi, bahkan pada kematian tanpa saksi pemeriksaan TKP dapat memberikan

bukti kemungkinan akibat luka listrik. Korban mungkin ditemukan sedang memegang

benda yang membuatnya kena listrik, terkadang ada busa pada mulut.

Di lokasi TKP yang perlu dilakukan pertama kali adalah mematikan aliran listrik

atau menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering. Lalu kamudian korban diperiksa

apakah hidup atau sudah meninggal. Bilamana belum ada lebam mayat, maka

mungkin korban dalam keadaan mati suri dan perlu diberi pertolongan segera, yaitu

dengan pernafasan buatan dengan pijat jantung dan jika perlu dengan segera di bawa

ke rumah sakit. Pernafasan buatan ini bila dilakukan dengan baik dan benar masih
merupakan pengobatan utama untuk korban akibat listrik. Usaha pertolongan ini

dilakukan sampai korban menunjukan tanda-tanda hidup atau tanda-tanda kematian

pasti.

2. Pemeriksaan Jenazah

a. Pemeriksaan luar

Pemeriksaan luar terhadap korban yang meninggal akibat listrik adalah

sangat penting karena justru kelainan yang menyolok adalah kelainan pada

kulit. Dalam pemeriksaan luar yang harus dicari adalah tanda-tanda listrik

atau current mark = electric mark = stroomerk van jellink = joule burn.

Current mark adalah tanda untuk luka akibat listrik dan merupakan

tempat masuknya aliran listrik. Current mark bervariasi dari derajat 1

sampai . tanda-tanda listrik tersebut adalah :

1. Tanda listrik yang terkecil sebesar kepala jarum dengan warna

kemerahan.

2. Tanda lain berupa gelembung berisi cairan seperti kulit setelah terkena

api rokok.

3. Tanda yang lebih berat yaitu kulit yang seperti terkena hangus arang,

rambut ikut terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir

kapur ( kalk parels ) yang terdiri dari calcium phosphate.

b. Pemeriksaan dalam

Pada autopsi biasanya tidak ditemukan kelainan yang khas. Pada otak

didapatkan perdarahan kecil-kecil dan terutama paling banyak adalah pada

daerah ventrikel III dan IV. Organ jantung akan terjadi fibrilasi bila dilalui
aliran listrik dan berhenti pada fase diastole, sehingga terjadi dilatasi jantung

kanan. Pada paru didapatkan edema dan kongesti.

Pada korban yang terkena listrik tegangan tinggi, custer menemukan

pada salah satu puncak lobus paru terbakar, juga ditemukannya

pneumothorax. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh aliran listrik yang

melalui paru kanan.

Organ visceral menunjukan kongesti yang merata. Ptechie atau

perdarahan mukosa gastro intestinal ditemukan pada 1 dari 100 kasus fatal

akibat listrik. Pada hati didapatkan lesi yang tidak pas. Sedangkan pada

tulang, karena tulang mempunyai tahanan listrik yang besar, maka apabila

ada aliran listrik terjadi panas, sehingga tulang meleleh dan terbentuklah

butiran-butiran calcium phosphate yang menyerupai mutiara atau pearl like

bodies.

c. Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan adalah pemeriksaan PA pada

current mark. Walaupun pemeriksaan itu tidak spesifik untuk tanda

kekerasan oleh listrik, tetapi sangat menolong untuk menegakkan bahwa

korban mendapatkan kekerasan dengan listrik.

E. Petir Sebagai Pelepasan Energi

Petir yang diketahui secara umum adlah pelepasan energy potensial atmosfer diantara awan-

awan. Sedangkan serangan petir (lighting stroke) adalah pelepasan energi potensial antara

awan dan bumi. Petir dapat menimbulkan kejutan listrik dengan beberapa cara, antara lain :
1. Efek langsung, apabila korban terkena petir secara langsung, maka korban tidak dapat

dielakkan meninggal.

2. Efek tidak langsung, apabila korban berada ditempat dimana alian listrik petir telah

terpancar, korban dapat meninggal.

3. Induksi tegangan, apabila korban berada disekitar benda logam yang terinduksi oleh

cahaya petir, biasanya korban dapat hidup.

4. Apabila korban berhubungan dengan alat-alat listrik rumah tangga, seperti setrika

listrik, saklar listrik atau antenna radio pada saat terdpat petir.

Meskipun kasus terkena petir ini jarang, namun gambaran akibat serangan petir dapat

bermacam macam, karena ada beberapa factor yang mempengaruhi, yaitu :

1. Efek langsung dari pelepsan energi listrik

Pelepasan energy listrik yang mengalir ke bumi dapat menyebabkan kematian korban

akibat listrik bumi. Pada korban yang terkena petir akan ditemukan tanda korban

meninggal akibat listrik.

2. Efek mekanik

Efek ini terjadi karena dorongan udara yang mendesak sekitar cahaya petir akibat

panas.

3. Efek kompresi

Waktu terjadi petir maka udara yang dilalui dipindahkan, kemudian tempat yg

vacuum itu di isi oleh udara lagi, sehingga terjadi suara yang menggelegar. Di sini

korban akan terlempar dari tempat semula, pakaian akan menjadi koyak dan kotor,

sehingga sering korban dianggap gelandangan. Kelainan yang didapat adalah

merupakan luka akibat persentuhan dengan benda tumpul. Pada kulit dapat terjadi
abrasion, contusio, dan avulsio. Pada kepala dapat terjadi fraktur tengkorak, epidural

bleeding, subdural bleeding, contusio, dan laceracio otak. Dapat dijumpai patah

tulang anggota gerak atas maupun bawah.

Bila korban tidak meninggal dapat mengalami kelumpuhan, ketulian, dan kebutaan.

Pada wanita haid dapat berhenti. Gejala-gejala tersebut bersifat sementara.

Cara kematian adlah pasti kecelakaan, sedangkan pembunuhan dan bunuh diri adalah

tidak mungkin. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah pada waktu pemeriksaan

korban apakah korban meninggal karena petir atau bukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mertodidjojo MS. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Edisi Ketujuh. Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airnlangga,
Surabaya; 2010. Halaman 59 – 68.
2. Gonzales, TA Helpem M. Umberger, CJ, “Legal Medicine Pathology and toxicology’, 2nd ed.
New York appleton Centuri Crots Inc. 1954.

Anda mungkin juga menyukai