Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda
suatu penyakit. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan
sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah
tuberkulosis, infeksi paru nontuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau
tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-negara
barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati,
keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di Negara-negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi
pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada
penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita
kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura. Selain itu efusi pleura
merupakan salah satu penyebab dari atelektasis. (Smeltzer C.,2002)
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat
meliputi subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau
pria dan dapat terjadi pada semua ras. Secara patologik, hampir selalu ada pula
kelainan-kelainan lain di samping tidak adanya udara daripada lobus dan posisi yang
disebabkannya daripada dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar. (Smeltzer C.,2002)
Latar belakang penulisan sari pustaka ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, anatomi fisiologi, patofisiologi, pathway, komplikasi,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dan asuhan keperawatan efusi pleura
dan atelektasis. (Smeltzer C.,2002)

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi efusi pleura dan atelektasis?
2. Bagaimana anatomi fisiologi dari paru-paru?
3. Bagaimana patofisiologi efusi pleura dan atelektasis?

1
4. Bagaimana pathway dari efusi pleura dan atelektasis?
5. Apa saja komplikasi dari efusi pleura dan atelektasis?
6. Apa saja penatalaksanaan dari efusi pleura dan atelektasis?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari efusi pleura dan atelektasis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi efusi pleura dan atelektasis
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari paru-paru
3. Untuk mengetahui patofisiologi efusi pleura dan atelektasis
4. Untuk mengetahui pathway dari efusi pleura dan atelektasis
5. Untuk mengetahui komplikasi dari efusi pleura dan atelektasis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari efusi pleura dan atelektasis
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari efusi pleura dan atelektasis

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Konsep Dasar Teori Efusi Pleura


A. Definisi Efusi Pleura
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015).

B. Anatomi & Fisiologi Paru-paru


1. Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk


kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas,

3
tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas
dan bawah. (F. Paulsen, 2015).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-
paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura. (F. Paulsen, 2015)
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam
dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan
parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-
paru kanan, terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior,
lobus nedia, dan lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri,
terdiri dari pulmo sinistra, lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu: 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas
paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut: (F. Paulsen,
2015)
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru inspirasi
sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal.
2. Fisiologi Paru-paru

4
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. (J. Waschke, 2015).
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk ke
seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah
yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi dalam
darah mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat dalam otak
untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi
pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.

b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)


Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari
seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah

5
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk
di bawah ke paru-paru terjadi pernapasan eksterna. (J. Waschke, 2015)..

c. Daya muat paru-paru


Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 –
5 L) udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya
10%. ±500 ml disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan
dihembuskan pada pernapasan biasa. (J. Waschke, 2015).

d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama
kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu meransang pusat
pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata kalau diransang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal. (J. Waschke,
2015).
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh
syaraf pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls
eferen ke otot pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke
diafragma oleh syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik
pada otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali
setiap menit. (J. Waschke, 2015).
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia
meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat pernapasan
dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap
dipertahankan. Karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan
bahan kimia yang asam meransang pusat pernapasan untuk mengirim
keluar impuls syaraf yang bekerja atas otot pernapasan. (J. Waschke, 2015).

e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada
kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan
terbalik. Kecepatan setiap menit : (J. Waschke, 2015).
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
6
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit

f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen


Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen
berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis
misalnya orang yang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang
kapal, kapal uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna
darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada
bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis. (J. Waschke, 2015).

C. Patofisologi

Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit
ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah
bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis
dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan

7
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi
oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada
pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan
tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru . (Harun S., 2009).
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis. (Soeparman, 1996).
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang
bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit
antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear,
tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat ,
pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh
efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu,
batuk dan berat badan menurun. (Harun S., 2009).

8
D. Pathway

9
E. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh : (Harun S., 2009).
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
f. Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
 Tubercolosis
 Pneumonitis
 Emboli paru
 Kanker
 Infeksi virus,jamur,dan parasit.
g. Non infeksi (transudat)
 Gagal jantung kongesif (90% kasus)
 Sindroma nefrotik
 Gagal hati
 Gagal ginjal
 Emboli paru

F. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu : (Harun S., 2009).
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik
yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh
kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

10
G. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.
(Harun S., 2009).
H. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang dapat muncul, yaitu : (Harun S., 2009).
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang
berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

11
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.

5. Empisema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung masalah yaitu : (Luckmannes,
2006).
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

12
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

13
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.

J. Penatalaksanaan Medis
(Harun S., 2009).
1. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
3. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu
dikeluark
an segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi
lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
4. Antibiotika jika terdapat empiema
5. Operatif

14
II. Konsep Dasar Teori Atelektasis
A. Definisi
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak
mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi
ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan
kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009).
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal. ( Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson 2006). Atelektasis
adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup kolaps jaringan paru
atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah umum klien pasca-operasi.
(Harrison, 1995).
Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps) bagian
paru yang seharusnya mengandung udara. (staf pengajar ilmu kes anak FKUI, 1985).
Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru saat lahir (ateletaksis
neokatorum) atau kolaps sebelum alveoli berkembang sempurna, yang biasanya
terdapat pada dewasa yaitu ateletaksis didapat (acovired aeletacsis). Atelektasis
adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan berkembang
secara sempurna sehingga aerasi paru berkembang atau sama sekali tidak terisi udara.
( Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson 2006)
Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume
bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi
sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan
mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga
menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami
suatu enfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi
herniasi hemithorak yang sehat kearah hemethorak yang atelektasis. ( Price A. Sylvia
& Lorraine M. Wilson 2006)

15
B. Klasifikasi Atelektasis
a. Berdasarkan faktor yang menimbulkan Atelektasis (Soeparman, 1996).
1) Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam
otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus
termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non
crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu
mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru
bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa
yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi
rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur
dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada
sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
2) Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang
menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah
berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan
bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang
menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.

16
 Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali
tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal
parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki
aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari
tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang
lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari
kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan
mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial,
bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula
menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula menyebabkan
obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena
sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan
oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau
selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga
tersumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan
pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis,
contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
 Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan
cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis
menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang
sering pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang

17
paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung
kongesti. Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis
kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan
asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih
tinggi.
 Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan
pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas
pada ekspirasi.
 Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru,
sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi
atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan
bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis
tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul
karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena
mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam
48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis
sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini
dan terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim
yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis
persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting untuk
terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
b. Berdasarkan luasnya Atelektasis (Soeparman, 1996).
1) Massive atelectase, mengenai satu paru
2) Satu lobus, percabangan main bronchus
Gambaran khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus dengan
atelectase lobus superior paru.
3) Satu segmen → segmental atelectase
4) Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line → oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif
c. Berdasarkan lokasi Atelektasis (Soeparman, 1996).

18
1) Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka
akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA
hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.
2) Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan
peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang
membesar.
3) Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi
dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah
atelektasis.
4) Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA,
maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue),
yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure
interlobularis.
5) Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan
terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi
bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering
sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru
terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi
bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan
dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran.
Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor
dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.
Klasifikasi atelektasis berdasarkan penyebabnya menurut Elizabeth J.
Corwin, 2009, ialah :
1) Atelektasis Kompresi
Atelektasis kompresi terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpa
kan gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal
ini terjadi jika dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan atmosfir
lebih besar daripada tekanan yang menahan paru mengembang ( tekanan
pleura ) dan dengan pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelekasis
kompresi juga dapat terjadi jika terdapat tekanan yang bekerja pada paru
atau alveoli akibat pertumbuhan tumor. Distensi abdomen, atau edema,
dan pembengkakan ruang interstitial yang mengelilingi alveolus.
19
2) Atelektasis Absorpsi
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus,
apabila aliran masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang
sedang berada di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan alveolus
akan kolaps. Penyumbatan aliran udara biasanya terjadi akibat
penimbunan mukus dan obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri
suatu kelompok alveolus tertentu, setiap keadaan menyebabkan akumulasi
mukus, seperti fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis kronik,
meningkatkan resiko atelektasis absorbsi. Atelektasis juga absorpsi juga
dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menurunkan pembentukan atau
konsentrasi surfaktan tanpa surfaktan, tegangan permukaan alveolus
sangat tinggi. Meningkatkan kemungkinan kolapsnya alveolus.

C. Etiologi
Etiologi terbanyak dari atelektasis adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan
ekstrinsik. (Alsagaf, 2010).
Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut:
a. Obstruktif
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda
asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh
sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan
terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum,
lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
 Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus
seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
 Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang
berupa mukus.

20
 Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah,
cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga
thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.
 Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan
perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus
poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan
ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
 Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang
menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran
sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis
Etiologi ekstrinsik atelektasis:
 Pneumothoraks
 Tumor
 Pembesaran kelenjar getah bening.
 Pembiusan (anestesia)/pembedahan
 Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
 Pernafasan dangkal
 Penyakit paru-paru

D. Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya
udara ke dalam alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan. Udara yang sudah
terdapat dalam alveolus tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran
darah dan alveolus kolaps. Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps total
diperlukan tekanan udara yang lebih besar, seperti halnya seseorang harus meniup
balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon. (Alsagaf, 2010).
Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau
ekstrinsik. Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau
eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh
neoplasma, pembesaran kelenjar getah benih, aneurisma atau jaringan parut.
(Alsagaf, 2010).

21
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas
saluran nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi
terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan adalah kerja gabungan
dari “tangga berjalan silia” yang dibantu oleh batuk untuk memindahkan partikel-
partikel dan bakteri yang berbahaya ke dalam faring posterior, tempat partikel dan
bakteri tersebut ditelan atau dikeluarkan. (Alsagaf, 2010).
Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi
kolateral. Hanya inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn
dan menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang
mengalami penyumbatan. Dengan demikian kolaps akibat absorpsi gas-gas dalam
alveolus yang tersumbat dapat dicegah (dalam keadaan normal absorpsi gas ke
dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah sedikit lebih
rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke
dalam jaringan daripada CO2 yang diekskresikan). (Alsagaf, 2010).
Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup, akibatnya tekanan di dalam
alveolus yang tersumbat meningkat, sehingga membantu pengeluaran sumbat
mucus. Bahkan dapat dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah
bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses
batuk normal. Sebaliknya pori-pori Kohn tetap tertutup sewaktu inspirasi dangkal;
sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus yang tersumbat; dan
tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbat mucus tidak akan tercapai.
Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam aliran darah berlangsung terus, dan
mengakibatkan kolaps alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka tempat
yang kosong itu sedikit demi sedikit akan terisi cairan edema. (Alsagaf, 2010).
Atelektasis pada dasar paru sering kali muncul pada mereka yang
pernapasannya dangkal karena nyeri, lemah atau peregangan abdominal. Sekret
yang tertahan dapat mengakibatkan pneumonia dan atelektasis yang lebih luas.
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantina jaringan paru
yang terserang dengan jaringan fibrosis. Untuk dapat melakukan tindakan
pencegahan yang memadai diperlukan pengenalan terhadap faktor-faktor yang
mengganggu mekanisme pertahanan paru normal. (Alsagaf, 2010).
Atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian
paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura, pneumothoraks, atau
22
peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas. Atelektasis tekanan
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan atelektasis absorpsi. (Alsagaf, 2010).
Hilangnya surfaktan dari rongga udara terminal menyebabkan kegagalan paru
untuk mengembang secara menyeluruh dan disebut sebagai mikroatelektasis.
Hilangnya surfaktan merupakan keadaan yang penting baik pada sindrom distress
pernapasan akut (ARDS) dewasa maupun bayi. (Alsagaf, 2010).
Atelektasis dapat terjadi pada satu tempat yang terlokalisir di paru, pada
seluruh lobus atau pada seluruh paru. Penyebab yang palig sering adalah:
Atelektasis biasanya merupakan akibat dari sumbatan bronki kecil oleh mucus
atau sumbatan bronkus besar oleh gumpalan mucus yang besar atau benda padat
seperti kanker. Udara yang terperangkap di belakang sumbatan diserap dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Oleh darah yang mengalir dalam
kapiler paru. Jika jaringan paru cukup lentur (pliable), alveoli akan menjadi
kolaps. Tetapi, jika paru bersikap kaku akibat jaringan fibrotik dan tidak dapat
kolaps, maka absorpsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan negatif yang hebat
dalam alveoli dan mendorong cairan keluar dari kapiler paru masuk ke dalam
alveoli, dengan demikian menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan edema.
Ini merupakan efek yang paling sering terjadi bila seluruh paru mengalami
atelektasis, suatu keadaan yang disebut kolaps masif dari paru, karena kepadatan
dinding dada dan mediastinum memungkinkan ukuran paru berkurang hanya kira-
kira separuh dari normal, dan tidak mengalami kolaps sempurna. (Alsagaf, 2010).
Efek terhadap fungsi paru seluruhnya disebabkan oleh kolaps masif (atelektasis)
pada suatu paru dilukiskan pada gambar dibawah ini. Kolaps jaringan paru tidak
hanya menyumbat alveoli tapi hampir selalu juga meningkatkan tahanan aliran
darah yang melalui pembuluh darah paru. Meningkatan tahanan ini sebagian tejadi
karena kolaps itu sendiri, yang menekan dan melipat pembuluh darah sehingga
volume paru berkurang. Selain itu, hipoksia pada alveoli yang kolaps
menyebabkan vasokonstriksi bertambah. (Alsagaf, 2010).
Akibat vasokonstriksi pembuluh darah, maka aliran darah yang melalui paru
atelektasis menjadi sedikit kebanyakan darah mengalir melalui paru yang
terventilasi sehingga tejadi aerasi dengan baik. Pada keadaan diatas lima per enam
darah mengalir melalui paru yang teraerasi dan hanya satu per-enam melalui paru
yang tidak teraerasi. Sebagai akibatnya, rasio ventilasi/perkusi seluruhnya hanya

23
sedang saja, sehingga darah aorta hanya mempunyai sedikit oksigen yang tidak
tersaturasi walaupun terjadi kehilangan ventilasi total pada satu paru.
Sekresi dan fungsi surfaktan dihasilkan oleh sel-sel epitel alveolus spesifik ke
dalam cairan yang melapisi alveoli. Zat ini menurunkan tegangan permukaan pada
alveoli 2 sampai 10 kali lipat, yang memegang peranan penting dalam mencegah
kolapsnya alveolus. (Alsagaf, 2010).
Tetapi, pada berbagai keadaan, seperti penyakit membrane hialine (juga
disebut sindrom gawat napas), yang sering terjadi pada bayi-bayi premature yang
baru lahir, jumlah surfaktan yang disekresikan oleh alveoli sangat kurang.
akibatnya tegangan permukaan cairan alveolus meningkat sangat tinggi sehingga
menyebabkan paru bayi cenderung mengempis, atau menjadi terisi cairan,
kebanyakan bayi ini mati lemas karena bagian paru yang atelektasis menjadi
semakin luas. (Alsagaf, 2010).
Pada atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua
bagian paru atau bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolpas. Sebab-sebab yang paling sering adalah efusi pleura,
pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang mendorong diapragma keatas.
Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi di bandingkan dengan atelektasis absorbsi.
Berbeda dengan atelektasis absorpsi, pada atelektasis kompresi (tekanan)
terjadi akibat adanya tekanan ekstrinsik pada bagian paru, sehingga mendorong
udara keluar dan menyebabkan bagian tersebut kolaps. Tekanan ini biasa terjadi
akibat efusi pleura, pneumotoraks atau peregangan abdominal yang mendorong
diafragma ke atas. (Alsagaf, 2010).

24
E. Pathway

(Alsagaf, 2010).

F. Menifestasi Klinis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas
yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala
sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. (Alsagaf,
2010).
Gejalanya bisa berupa:
 Gangguan pernafasan
 Nyeri dada
 Batuk

25
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung,
kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis.
Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma,
neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis,
bronkopmeumonia, dan pain-lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas,
kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan
terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan
dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut
akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan
mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang
luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah
atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak
dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung
dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi. (Alsagaf,
2010).

G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena. (Alsagaf, 2010).
Tindakan yang biasa dilakukan :
 Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena
kembali bisa mengembang
 Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur
lainnya
 Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
 Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
 Postural drainase
 Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
 Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
 Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,
menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-
paru yang terkena mungkin perlu diangkat.

26
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru
yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan
jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:

a. Medis
 Pemeriksaan bronkoskopi
 Pemberian oksigenasi
 Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan
kortikosteroid)
 Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
 Pemeriksaan bakteriologis
b. Keperawatan
 Teknik batuk efektif
 Pegaturan posisi secara teratur
 Melakukan postural drainase dan perkusi dada
 Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

H. Komplikasi
Pada pasien yang mengalami atelektasis maka akan terjadi: (Alsagaf, 2010).
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana
masukan udara ke dalam rongga pleura, dapat dibedakan menjadi
pneumothorak spontan, udara lingkungan keluar masuk ke dalam rongga
pleura melalui luka tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang
disebabkan oleh trauma.

b. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis
dapat menyebabkan pirau (jalan pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi)
dan bila meluas, dapat menyebabkan hipoksemia.

27
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik
1) Radiologi Konvensial
Pemeriksaan rontgen thoraks adakalanya dapat memberikan petunjuk
untuk mendiagnosis atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis
secara klinis dan radiologi, sebagai berikut: (Alsagaf, 2010).
 Kolaps paru menyeluruh
 Opasifikasi hemithoraks
 Pergeseran mediastinum ke sisi yang terkena
 Diafragma terangkat

Gambar 2.2 Radiologi kolaps paru (Sumber: google.co.id)

 Kolaps lobus kanan atas


 Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat
 Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan
mediastinum posterior
 Kolaps lobus tengah kanan
 Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak
 Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pergeseran fisura.
 Kolaps lobus bawah
28
 Opasitas terlihat pada proyeksi frontal
 Gambaran wedge-shaped shadows
 Hilus tertekan dan terputar ke medial.
 Kolaps lingula
 Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah
kanan
 Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur.
 Kolaps lobus kiri atas
 Terlihat jelas pada proyeksi frontal
 Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hampir sejajar pada
dinding dada anterior
 Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang
pada daerah bawah
 Opasitas yang paling padat di dekat hilus
 Elevasi hilus
 Trakea sering menyimpang ke kiri
b. Computed Tomography Scan (CT-SCAN)
 Kolaps lobus bawah : Adanya campuran densitas pada paru yang
mengalami kolaps diakibatkan bronkus berisi cair.
 Kolaps lobus kiri atas
 Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang
pada daerah bawah
 Opasitas yang paling padat di dekat hilus
 Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika
 Kolaps paru menyeluruh
 Opasifikasi hemithoraks
 Adanya herniasi di kedua paru retrosternal dan refleksi azygo-
esofagus. Esophagus berisi sedikit udara

29
Gambar 2.3 Pola Kolaps pada atelektasis (Sumber: imadewijaya20.blogspot.com)

c. Pemeriksaan laboratorium
 Analisa Gas darah : Po2 : 35 mmHg
Pco2 : 49 mmHg
 Leukosit banyak di dalam sputum
 Pemeriksaan Sputum : BTA ( + )

30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura yang
dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Muralitharan, 2015). Efusi
pleura terbagi menjadi dua jenis, yaitu eksudat dan transudat. Efusi eksudat disebabkan
oleh infeksi dari bakteri, virus dan jamur. Sedangkan efusi transudat disebabkan oleh
selain infeksi seperti komplikasi dari penyakit jantung maupun penyakit ginjal.
Pentalaksanaan yang dapat dilakukan melalui irigasi cairan garam/larutan antiseptic,
pleurodesis, drainase cairan, antibiotik, dan tindakan operatif.

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan


saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
( Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson 2006). Atelektasis disebabkan oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu adanya obstruksi pada paru
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu tumor, penyakit jantung, dll. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan melalui pemberian oksigenasi dan obat-obat bronkodilator/ekspektoran.

B. Saran
1. Tingkatkan kerja sama tim serta koordinasi dalam penyelesaian tugas.
2. Gunakan lebih banyak sumber-sumber terbaru mengenai efusi pleura/atelectasis
maksimal dalam 10 tahun.
3. Konsultasikan setiap tugas secara rutin kepada dosen pembimbing.

31
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.


Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid I 2015. Jogjakarta :
MediAction Publishing.
Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta : Bumi
Medika.
F. Paulsen. 2015. SOBOTA : ATLAS ANATOMI MANUSIA, Ed. 23 Jilid 2 : Organ-
organ dalam. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.
J. Waschke. 2015. SOBOTA : ATLAS ANATOMI MANUSIA, Ed. 23 Jilid 2 : Organ-
organ dalam. Jakarta : EGC.
Harun, Samsul. 2009. Efusi Pleura Tuberkulosis. Jakarta : CDK.
Soeparman. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Mukty, Alsagaf H. 2010. Buku Saku Ilmu Penyakit Dalam Paru. Jakarta : Depkes.

32

Anda mungkin juga menyukai