Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS DIC

Pembimbing: Ns. Maryana

Oleh :

Sekar Tunjung Maharani P07120216010

Alfi Nur Vaizatul Khasanah P07120216021

Wanda Wardhani P07120216033

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN

2019
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.
Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi
koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang
malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti
leukemia dan kanker prostat, traktus GI dn paru-paru. Proses penyakit tertentu yang
umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis,
gagal hepar dan anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002)
Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya
dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan, terjadi
pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga jumlah
faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.
B. Etiologi
Hal – hal yang dapat memyebabkan DIC:
1. Fetus mati dalam kandungan
2. Abortus
3. Trauma Bisa ular
4. Syok
5. Infeksi
6. Anoksemia
7. Asidosis
8. Perubahan suhu
9. Autoimun
10. Sirkulasi extrakorporeal
11. Keganasan
12. Hemolisis
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
1. Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai
komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah.
2. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)
3. Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Sedangkan orang - orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita
DIC:
1. Penderita cedera kepala yang hebat
2. Pria yang telah menjalani pembedahan prostate
3. Terkena gigitan ular berbisa
C. Patofisiologi
Tubuh mempunyai berbagai mekanisme untuk mencegah pembekuan darah
dengan terdapatnya kecepatan aliran darah. Selain itu, aktifitas faktor pembekuan
darah bisa dibawah normal hingga tidak menyebabkan pembekuan. Peranan hati
membersihkan faktor-faktor pembekuan dan mencegah pembentukkan trombin, antara
lain dengan anti trombin III. Dalam beberapa keadaan, misalnya aliran darah yang
lambat atau oleh karena syok, kegagalan hati, dan hipoksemia dapat menyebabkan
DIC.
Dalam keadaan ini, terjadi fibrinolisis disebabkan plasminogen diubah
menjadi plasmin dan terjadilah penghancuran fibrinogen. Akibatnya, faktor V dan VII
yang menstabilkan darah dalam pembuluh darah tidak aktif, sehingga dapat terjadi
DIC. Pada diatesis hemoragik, seluruh trombosit dan faktor koagulasi digunakan
untuk bembekuan darah, sehingga tidak terdapat faktor yang mempertahankan
integritas pembuluh darah sebagai akibatnya darah menembus keluar pembuluh darah.
Emboli cairan amnion yang disertai KID sering mengancam jiwa dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala KID karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas
akut, dan renjatan. Pada sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu
yang ditemukan KID pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya KID derajat
rendah dan kemudian dapat berkembang cepat menjadi KID fulminan.Dalam keadaan
seperti ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk
dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi
KID fulminan.
Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan KID derajat rendah dan sering
pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu diingat
bahwa 10-15% KID derajat rendah dapat berkembang menjadi KID fulminan.
Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai KID derajat
rendah, sampai abortus komplet,namun kadang dapt menjadi fulminan.
Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi
sehingga terjadi KID. Akibat hemolisis,sel darah merah (SDM) melepaskan adenosine
difosfat (ADP) atau membrane fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi
baik sendiri maupun secara bersamaan dan menyebabkan KID.
Pada septikimia KID terjasi akibat endotoksin atau mantel polisakarida bakteri
memulai koagulasi dengan cara mengaktifkan factor F XII menjadi FXIIa,
menginduksi pelepasan reaksi trombosit,menyebabkan endotel terkelupas yang
dilanjutkan aktivasi F XII men F X-Xia,dan pelepasan materi prokoagulan dari
granulosit dan semuanya ini dapat mencetuskan KID.
Terakhir dilaporkan bahwa organism gram positif dapat menyebabkan KID
dengan mekanisme seperti endotoksin, yaitu mantel bakteri yang terdiri dari
mukopolisakarida menginduksi KID.
D. Manifestasi Klinik
Gejala klinis bergantung pada penyakit dasar,akut atau kronik,dan proses
patologis yang mana lebih utama,apakah akibat thrombosis mikrovaskular atau
diathesis hemoragik. Kedua proses patologis ini menimbulkan gejala klinis yang
berbeda dan dapat ditemukan dalam waktu yang bersamaan.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat terlihat sebagai petekie,
ekimosis,perdarahan gusi,hemoptisis,dan kesadaran yang menurun sampai koma
akibat perdarahan otak. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa
kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan iskemia
fokal,dan gangrene pada kulit
Mengatasi perdarahan pada KID sering lebih mudah daripada mengobati
akibat thrombosis pada mikrovaskular yang menyababkan gangguan aliran
darah,iskemia dan berakhir dengan kerusakan organ yang menyebabkan kematian.
E. Komplikasi
1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
2. Penurunan fungsi ginjal
3. Gangguan susunan saraf pusat
4. Gangguan hati
5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
7. Purpura fulminan
8. Insufisiensi adrenal
9. Lebih dari 50% mengalami kematian
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC :
1. Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai
komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah
2. Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang
menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan
3. Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun
prostat.
Orang-orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk menderita DIC :
1. Penderita cedera kepala yang hebat
2. Pria yang telah menjalani pembedahan prostat
3. Terkena gigitan ular berbisa.
F. Pemeriksaan Penunjang
DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk didiagnosa.
Tidak ada single test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam beberapa
kasus, beberapa tes yang berbeda digunakan untuk diagnose yang akurat.
Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:
1. D-dimer
Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur
fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya
lebih tinggi dibanding dengan keadaan normal.
2. Prothrimbin Time (PTT)
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan
dalam proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor
pembekuan yang diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan
pendarahan. Prothrombin atau factor II adalah salah satu dari factor pembekuan
yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat digunakan sebagai tanda
dari DIC.
3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah.
Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pemnekuan darah.
Tingkant fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi ketika
tubuh menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.
4. Complete Blood Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah
merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis
untuk menegakkan diagnose.
5. Hapusan Darah
Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarnai dengan pewarna
khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran dan
bentuk sel darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi. Sel darah
sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien dengan DIC.
Skor Tes Pembekuan
Scoring system untuk DIC diajukan oleh ISTH
(International Society on thrombosis and Hemostasis)
Skor atau Skala 0 1 2 3
Jumlah Platelet >100 <100 <50
(x109/L)
PT (detik) <3 >3 but <6 ≥6
Fibrinogen(g/L) >1 <1
Fibrin-related Tidak Meningkat Peningkatan
markers* meningkat sedang yang tajam
(meningkat)
TOTAL Jika ≥5, overt DIC- tes diulang setiap hari. Jika <5, non-overt
DIC – tes diulang 1-2 hari setelah tes pertama dilakukan.
*jalan pintas dari penilaian fibrin yang berhubungan dengan penanda yang
ditegakkan untuk tes spesifik.
(diadaptasi dari Franchini, et al., 2006, 6)

G. Penatalaksaan Medis
Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari
terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak akan
berhasil. Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.
1. Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses
pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain.
Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan
perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien KID, heparin tidak
menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan.
Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.
Indikasi:
- Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat
- Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi
- Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal
hati, sindroma gagal nafas
Dosis : 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam)
kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai PTT 1,5-2 kali control
Low molecular weight heparin dapat menggantikan unfractionated heparin.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit
diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur
invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut
dipertimbangkan, karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor
pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh
faktor pembekuan.
3. Penghambat pembekuan (AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan
ini cukup mahal.
Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%
Dosis : Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan
infus kontinu selama 3 – 5 hari.
Rumus : 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120%
AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%
4. Obat-obat antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada
pasien KID pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan
menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin
bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.
Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain mengobati penyakit
yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik
diperlukan untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka
janin harus dilahirkan secepatnya.
Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan
pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan perdarahan
masif, memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi
perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini berdasarkan pemikiran bahwa
menambahkan komponen darah relatif mirip menyiram bensin dalam api
kebakaran, namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya
hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal. Sesudah keadaan ini
merupakan masa yang tepat untuk memberi trombosit dan komponen plasma,
untuk memperbaiki kondisi perdarahan.
Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian
antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan
aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat
ini tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya
trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot
setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-
5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal setiap
empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu
sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi.
Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi pilihan yang bijak
dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni menyebabkan kematian
hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa DIC. Semakin parah
kondisi DIC, semakin besar pula risiko kematian yang harus dihadapi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan KID meminta pertolongan dari
tim kesehatan, yaitu:
- Nyeri
- Demam dengan suhu tinggi
- Terdapat petekie
- Kesadaran yang menurun sampai koma
3. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri,
apakah nyeri berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien?
Region: di mana rasa nyeri itu timbul?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika
itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul
(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya
(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah atau sedang menderita menderita penyakit menahun. Tanyakan mengenai
obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat
yang meliputi penghilang rasa nyeri tersebut.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi KID tidak diturunkan, tetapi hanya merupakan mekanisme
perantara berbagai penyakit dengan gejala klinis tertentu.
6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan KID meliputi pemerikasaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
B1 (Breathing)
- Takipnea
B2 (Blood)
- Petekie
- Peningkatan suhu tubuh
- Ekimosis
- Hemoptisis
- Sianosis

B3 (Brain)

- Kesadaran : koma

B4 (Bladder)

- Oliguria

B5 (Bowel)

- Distensi abdomen

B6 (Bone)

- Lemah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia perifer.
3. Hipertermi tubuh berhubungan dengan proses inflamasi.
4. Nyeri berhubungan dengan pelepasan endotoksin oleh toksin.
5. Gangguan eliminasi uri berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan distensi abdomen.
7. Intoleransi aktvitas berhubungan dengan penurunan suplai O2dan nutrisi.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
C. Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan yang b/d iskemia perifer
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam, perfusi jaringan dapat
adekuat.
Kriteria Hasil:
- Warna kulit : tidak cyanosis
- Suhu : 36,5 – 37,50C
- Nadi : 60-100 x/menit
- Frekwensi nafas 16-24 x/menit
- Aritmia (-)
- CRT <2 detik
- TD : 120/80 mmHg
- Akral HKM

Intervensi Rasional
1. Pantau Hasil pemeriksaan koagulasi, 1. Untuk mengidentifikasi indikasi
tanda-tanda vital dan perdarahan baru. kemajuan atau penyimpangan dari hasil
2. Waspadai perdarahan. yang diharapkan.
3. Jelaskan tentang semua tindakan yang 2. Untuk meminimalkan potensial
diprogramkan dan pemeriksaan yang perdarahan lanjut.
akan dilakukan. 3. Pengetahuan tentang apa yang diharapkan
4. Lakukan pendekatan secara tenang membantu mengurangi ansietas.
dan beri dorongan untuk bertanya 4. Pemecahan masalah sulit untuk orang
serta berikan informasi yang yang cemas, karena ansietas merusak
dibutuhkan dengan bahasa yang jelas. belajar dan persepsi. Penjelasan yang jelas
5. Kolaborasi pemberian dan sederhana paling baik untuk dipahami.
- Terapi heparin : perhatikan Istilah medis dan keperawatan dapat
pembentukan tanda-tanda antibodi membingungkan klien dan meningkatkan
antitrombosit oleh penurunan tiba- ansietas.
tiba dari jumlah trombosit 5. Bila penyakit primer diatasi, tujuan
- Berikan transfusi darah sesuai tindakan tambahan adalah untuk
dengan prosedur dan evaluasi mengontrol perdarahan dan memperbaiki
dengan ketat terhadap menifestasi kadar faktor pembekuan yang normal.
reaksi transfusi. Hentikan transfusi Transfusi darah mungkin diperlukan untuk
bila terjadi reaksi. menggantikan faktor- faktor pembekuan
dan memperbaiki anemia yang dapat
terjadi pada kehilangan darah berlebihan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi O2& CO2.


Tujuan:
- Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak
terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasiL:
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
dengan nilai ABGs normal :
 PH = 7,35 -7,45
 PO2 = 80-100 mmHg
 Saturasi O2 = > 95 %
 PCO2 = 35-45 mmHg
 HCO3 = 22-26mEq/L
 BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
 Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi Rasional
Independen :
1. Kaji status pernafasan, catat 1. Takipneu adalah mekanisme kompensasi
peningkatan respirasi atau perubahan untuk hipoksemia dan peningkatan usaha
pola nafas. nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan 2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
adanya bunyi nafas tambahan seperti tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
crakles, dan wheezing. karena peningkatan cairan di permukaan
3. Kaji adanya cyanosis. jaringan yang disebabkan oleh
4. Observasi adanya somnolen, confusion, peningkatan permeabilitas membran
apatis, dan ketidakmampuan beristirahat alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena
5. Berikan istirahat yang cukup dan bronchokontriksi atau adanya mukus pada
nyaman jalan nafas
Kolaboratif : 3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
6. Berikan humidifier oksigen dengan (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis
masker CPAP jika ada indikasi. muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada
7. Berikan pencegahan IPPB mulut, bibir yang indikasi adanya
8. Review X-ray dada. hipoksemia sistemik, cyanosis perifer
9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti pada kuku dan ekstremitas adalah
seperti steroids, antibiotik, vasokontriksi.
bronchodilator dan ekspektorant. 4. Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.
6. Memaksimalkan pertukaran oksigen
secara terus menerus dengan tekanan yang
sesuai
7. Peningkatan ekspansi paru meningkatkan
oksigenasi
8. Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
9. Untuk mencegah ARDS

3. Hipertermi b/d proses inflamasi


Tujuan :
- Dalam waktu 3x24 jam, hipertermi dapat diatasi.
Kriteria hasil:
- Pasien melaporkan tubuhnya tidak panas lagi
- Suhu tubuh 36,5 – 37,50C
- Akral tidak teraba panas
- Mukosa lembab
- Turgor elastis
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh pasien. 1. Mengetahui peningkatan suhu tubuh,
2. Beri kompres air hangat. memudahkan intervensi.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak 2. Mengurangi panas dengan pemindahan
minum 1500-2000 cc/hari (sesuai panas secara konduksi. Air hangat
toleransi). mengontrol pemindahan panas secara
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan perlahan tanpa menyebabkan hipotermi
pakaian yang tipis dan mudah menyerap atau menggigil.
keringat. 3. Untuk mengganti cairan tubuh yang
5. Observasi intake dan output, tanda vital hilang akibat evaporasi
(suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam 4. Memberikan rasa nyaman dan pakaian
sekali atau sesuai indikasi. yang tipis mudah menyerap keringat dan
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena tidak merangsang peningkatan suhu
dan pemberian obat sesuai program. tubuh.
5. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
6. Pemberian cairan sangat penting bagi
pasien dengan suhu tubuh yang tinggi.
Obat khususnya untuk menurunkan panas
tubuh pasien.

4. Intoleransi Aktivitas b/d penurunan suplai O2


Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam pasien dapat kembali normal
Kriteria Hasil:Dapat mlakukan aktifitas sehari-hari
- Tidak menunjukkan kelemahan
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 60-100 kali/menit
- Frekwensi pernafasan 16-24 kali/menit
- Suhu 36,5-37,50C
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk 1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
melakukan tugas. 2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
2. Awasi TD, nadi, pernafasan, selama jantung dan paru utnuk membawa jumlah
dan sesudah aktivitas. O2 adekuat ke jaringan.
3. Berikan lingkungan tenang. 3. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
Pertahankan tirah baring bila kebutuhan oksigen tubuh.
diindikasikan. 4. Meningkatkan secara bertahap aktivitas
4. Rencanakan kemajuan aktivitas sampai normal.
dengan pasien.

5. Nyeri b.d trauma jringan


Tujuan:
- Dalam waktu 1x24 jam,nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria Hasil:
- Klien mengatakan merasa nyaman
- Postur tubuh dan wajah relaks
- Mengungkapkan nyeri berkurang/ terkontrol
- Menyatakan metode yang memberikan pengurangan.
- Skla nyeri 0-3
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 60-100 kali/menit
- Frekwensi pernafasan 16-24 kali/menit
- Suhu 36,5-37,50C
Intervensi Rasional
1. Observasi karakteristik nyeri. 1. Nyeri merupakan respon subjekstif yang
Misalnya: tajam, konstan, ditusuk. dapat diukur.
Selidiki perubahan karakter 2. Perubahan frekuensi jantung TD
/lokasi/intensitas nyeri. menunjukan bahwa pasien mengalami
2. Pantau TTV nyeri, khususnya bila alasan untuk
3. Berikan tindakan nyaman. Misalnya: perubahan tanda vital telah terlihat.
pijatan punggung, perubahan posisi, 3. Tindakan non analgesik diberikan dengan
musik tenang, relaksasi/latihan nafas. sentuhan lembut dapat menghilangkan
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan ketidaknyamanan dan memperbesar efek
sering. terapi analgesik.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam 4. Pernafasan mulut dan terapi oksigen
teknik menekan dada selama episode dapat mengiritasi dan mengeringkan
batukikasi. membran mukosa, potensial
6. Kolaborasi dalam pemberian analgesik ketidaknyamanan umum.
sesuai indikasi 5. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan
dada sementara meningkatkan keefektifan
upaya batuk.
6. Obat ini dapat digunakan untuk menekan
batuk non produktif, meningkatkan
kenyamanan
PERTANYAAN MATERI DIC

1. Diagnosa keperawatan apa yang akan muncul pada pasien dengan DIC
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemia perifer.
b. risiko infeksi berhubungan dengan agen cidera fisik
c. pola tidur tidak efektif berhubungan dengan ketidaknyamanan
d. hambatan mobilisasi berhubungan dengan kelemahan otot
e. bersihan jalan nafas tidak efektif berubungan dengan hipersekresi mukus
2. Suatu keadaan dimana bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor
pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan (koagulasi atau
fibrinolisis (destruksi bekuan)) adalah penyakit...
a. leukimia
b. systema lupus erythematosus
c. hernia
d. DIC
e. thalasemia
3. Data penunjang yaitu tes untuk mendiagnosa DIC adalah
a. D-dimer dan complete blood count
b. mammografy
c. Aptt dan ptt
d. Tropnin T
e. tes CRP
4. Gejala akibat thrombosis mikrovaskular dapat berupa :
a. kulit berwarna kuning, nyeri pada tengkuk, perdarahan gusi, gagal nafas
b. timbul bercak merah pada muka seperti ruam, tubuh gampang lemas, mual,
muntah
c. kesadaran menurun sampai koma,gagal ginjal akut,gagal napas akut dan
iskemia fokal,dan gangrene pada kulit
d. diare terus menerus, nyeri pada abdomen, mual, muntah
e. sesak nafas akut, oedem seluruh ekstermitas, mual, muntah
5. Pasien di diagnosa medi DIC, hasil pemeriksaan fisik warna kulit cyanosis, suhu :
38,80C, Nadi : 120 x/menit, Frekwensi nafas 25 x/menit, Aritmia (+), CRT <2 detik,
TD : 140/80 mmHg, dengan diagnosa keperawatan : Perubahan perfusi jaringan
yang b/d iskemia perifer. tentukan intervensi yang tepat untuk diagnosa keperawatan
tersebut :
a. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas,
Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing.
b. Kaji suhu tubuh pasien,beri kompres air hangat, berikan/anjurkan pasien untuk
banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi).
c. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas, awasi TD, nadi, pernafasan,
selama dan sesudah aktivitas.
d. Pantau Hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital dan perdarahan baru,
Waspadai perdarahan.
e. Observasi karakteristik nyeri. Misalnya: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri, pantau TTV
BAB 36

ANESTESIA DAN PASIEN LANSIA

PROSES PENUAAN DAN PERUBAHAN ASOSIASI

Penuaan dikaitkan dengan pengurangan jumlah sel yang berfungsi dan pengurangan massa
tubuh tanpa lemak. Pengurangan total air tubuh, sebagian besar di kompartemen intraseluler.
Gangguan pada mekanisme pengatur suhu di dalam tubuh sebagian disebabkan oleh
pengurangan jumlah kapiler kulit dan atrofi kelenjar keringat. Pasien-pasien ini lebih rentan
terhadap hiper dan hipo-termia.

1. Sistem kardiovaskular
 Waktu sirkulasi yang lama
 Iskemia miokard
 Gagal jantung
 Hipertensi
 Aritmia
2. Sistem pernapasan
 Penyakit saluran napas obstruktif kronis lebih sering terjadi.
 Ada pembatasan dalam pergerakan dada karena osifikasi tulang rawan.
3. Kulit dan sistem otot-tulang
 Pengecilan otot rangka
 Osteoartritis
 Kulit rapuh
4. Darah
 Anemia kronis dan dehidrasi dapat terjadi.
5. Sistem syaraf pusat
 Aterosklerosis serebral dapat menyebabkan tingkat demensia tertentu, yang dapat
mengganggu tingkat kerja sama yang diterima dari pasien.
6. Sistem ginjal
 Obat yang diekskresikan oleh ginjal harus digunakan dalam dosis yang lebih kecil
atau dihindari, karena dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
7. Terapi obat
 Masalah medis lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut, terlebih yang
menggunakan obat-obatan seperti antihipertensi, digoxin dan diuretik.
PRINSIP-PRINSIP ANESTESI GERIATRIK

 Hanya diperlukan dosis obat anestesi yang sangat kecil, karena:


- Gangguan fungsi ginjal
- Gangguan fungsi hati
- Penurunan massa otot
- Penurunan volume total darah yang
 Waktu sirkulasi diperpanjang
 Penting untuk memiliki akses yang baik ke vena, lebih baik melalui infus intravena.
 Penting untuk melengkapi teknik anestesi dengan oksigen tambahan.
 Hipotensi, hipoksia, dan hiperkarbia harus dihindari.
 Pemantauan yang cermat terhadap pasien sangat penting.
 Hindari hipotermia.
MANAJEMEN ANESTETIK

1. Anestesi regional
Volume anestesi lokal yang diperlukan untuk blok tulang belakang tidak tergantung pada
usia tetapi efeknya mungkin lebih lama karena pencucian yang lebih lambat dari jaringan.
Dosis anestesi lokal harus pada ujung bawah kisaran atau sedikit kurang pada pasien
geriatri.
2. Anestesi umum
- Manajemen pra-operasi
Pra-pengobatan sebaiknya dihindari pada pasien usia lanjut karena dapat menyebabkan
kebingungan. Atropin dapat diberikan jika eter digunakan.
- Perawatan intraoperative
Induksi : Preoksigenasi harus dilakukan pada semua pasien usia lanjut. Dosis
thiopentone yang sangat kecil, mis. 125 - 150mg atau propofol 1-2mg /
kg atau dosis kecil ketamin (0,5 - 1,0mg / kg IV) dapat digunakan pada
awalnya.
Intubasi : Suxamethonium 1mg / kg. Beri ventilasi dengan oksigen 100% dan
intubasi pasien.
Pemeliharaan : Menggunakan teknik EMO, masukkan oksigen minimal 2L / mnt ke
sirkuit + eter 2% - 3%, udara dan pelemas otot jika diperlukan atau
(udara / oksigen / mudah menguap dan pelemas otot jika diperlukan,
menggunakan atropin 1.2mg dan neostigmin 2.5mg)
- Perawatan pasca operasi
 Observasi rutin dilakukan.
 Oksigen dan cairan pasca operasi sangat penting.
 Analgesia pasca operasi harus diberikan dalam dosis yang lebih kecil karena
peningkatan sensitivitas.
 Mulai ulang obat pra-operasi sedini mungkin dalam periode pasca operasi.

Anda mungkin juga menyukai