Anda di halaman 1dari 7

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK JALAN RAYA

Penggunaan metode geofisika dapat digunakan dalam banyak bidang, salah satunya pada
geoteknik yaitu untuk pembuatan jalan raya atau evaluasi jalan raya. Dalam paper’PEMETAAN ZONA
LEMAH JALAN ARTERI PORONG MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI
WENNER DAN DUTCH CONE PENETROMETER TEST (DCPT)’ dilakukan penelitian di Jalan
Arteri Porong yang bertujuan untuk mengidentifikasi untuk mengidentifikasi struktur bawah
permukaan tanah, memetakan persebaran zona lemah dan mendapatkan hubungan nilai tekanan konus
dengan resistivitas untuk menentukan zona lemah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
akusisi data lapangan geolistrik dan DCPT serta mengorelasikan nilai tekanan konus dan resistivitas.
Pada penelitian ini metode yang digunakan yakni akusisi data lapangan dan korelasi dengan
data sekunder. Tahap awal penelitian ini yakni pengambilan data lapangan geolistrik di jalan arteri
porong dengan menggunakan alat geolistrik ARES AUTOMATIC RESISTIVITY SYSTEM dengan
menggunakan konfigurasi Wenner sepanjang 480 meter dengan spasi antar elektroda 5 meter. Setelah
akusisi data lapangan dilakukan berlanjut pengolahan data dengan menggunakan Software Res2dinv
untuk mendapatkan gambar permukaan yang terdapat di daerah penelitian. Pengumpulan data DCPT
yang dilakukan di daerah penelitian geolistrik, dilakukan korelasi dari data resistivitas yang terdapat
pada data geolistrik dan tekanan konus yang terdapat pada data DCPT. Menggabungkan kedua data
tersebut sehingga memperoleh hubungan keduanya untuk mendapatkan zona lemah pada daerah
penelitian.

Pada penelitian ini digunakan tiga lintasan untuk mengetahui zona lemah yang terdapat pada lokasi
penelitian.
Pada gambar diatas didapatkan terdapat bidang lemah yang ditunjukkan dengan warna biru tua yang
terdapat pada kedalaman 6-13 meter dan membentang pada jarak 30-200 meter yang memiliki nilai
resistivitas yang kecil yakni < 8.45 Ωm.

Berdasarkan gambar diatas, didapatkan bidang lemah yang ditunjukkan dengan warna biru tua yang
terdapat pada kedalaman 6-13 meter dan membentang pada jarak 320 meter. Selain itu teridentifikasi
juga bidang lemah pada titik lain yakni pada jarak 110 meter pada kedalaman 3-10 meter, dengan nilai
resistivitas < 3.78 Ωm.

Berdasarkan gambar diatas didapatkan bidang lemah yang ditunjukkan dengan warna biru tua yang
terdapat pada kedalaman 10-27.5 meter yang membentang pada jarak 400-440 meter. Selain itu juga
pada lokasi lain diidentifikasi terdapat bidang lemah yang ditandai dengan warna biru tua yakni pada
jarak 330-340 meter pada kedalaman 9.85-20 meter dengan nilai resistivitas < 0.974 Ωm.
Berdasarkan gambar.5 menjelasakan tentang nilai tekanan konus terhadap kedalaman tanah.
Nilai tekanan konus berhubungan dengan level kekerasan tanah, dimana pada gambar dibedakan
dengan warna-warna. Warna biru pada gambar menjelaskan level kekerasan sangat lepas yakni
memiliki nilai tahanan konus < 20 kg/cm2, sedangkan untuk warna merah merupakan level lepas
dengan nilai tahanan konus 20-40 kg/cm2, untuk warna hijau sendiri merupakan level agak kompak
yakni memiliki nilai > 40 kg/cm2. Level sanagt lepas menjelaskan bahwa tanah memiliki tingkat
kekerasan yang sanagt kecil yang diidentifikasikan pada level ini ini didominasi ronga-rongga yakni
pori-pori yang sangat banyak dan besar. Pada sumur penelitian didominasi sangat keras yang
menandakan bahwa lokasi tersebut memiliki tingkat kekerasan tanah yang kecil dan banyak memiliki
zona lemah. Dilihat dari hasil pengolahan data, nilai resistivitas batuan di daerah penelitian umumnya
rendah atau memiliki nilai konduktifitas yang cukup tinggi. Resistivitas yang sangat rendah ini
berdasarkan literatur umumnya berasosiasi dengan dengan lempung (clay) dan soft shale. Pada data bor
pada klasifikasi sangat lepas teridentifikasi lempung, untuk lepas teridentifikasi lanau lempungan dan
agak kompak teridentifikasi pasir lanau.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan Ditemukan zona lemah pada daerah
penelitian dengan nilai resistivitas kecil yakni < 10 Ωm pada data geolistrik dan memiliki level Sangat
Lepas dengan nilai tekanan konusnya < 20 kg/cm2 pada data sondir DCPT. Dan Persebaran zona lemah
terdapat di kedalaman 6-13 meter pada lintasan 1 membentang pada jarak 30-200 meter, pada lintasan
14 di jarak 320 meter sedangkan pada lintasan 16 terdapat pada jarak 330-340 meter dan 400-440 meter.
Dalam paper “ INVESTIGASI SUB-PERMUKAAN TANAH UNTUK PERENCANAAN
JALAN MENGGUNAKAN SURVAI PEMBIASAN SEISMIK”. Survai pembiasan gelombang
seismik merupakan salah satu pengujian lapangan yang tidak merusak (non-destructive testing, NDT).
Metode ini sedang dikembangkan sebagai suatu pengujian untuk menilai struktur sub-permukaan tanah
dalam disain perkerasan jalan.. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan penggunaan
survai pembiasan seismik yang diimplementasikan dalam program perencanaan perkerasan jalan
khususnya untuk menentukan daya dukung tanah berdasarkan perambatan gelombang seismik,
ketebalan lapisan tanah yang ada dan jenis tanah. Survai pembiasan gelombang terdiri dari dua bagian
yaitu pengambilan data di lapangan dan analisis untuk grafik waktu kedatangan (intercept time). Grafik
ini selanjutnya digunakan untuk menentukan kecepatan rata-rata gelombang seismik Primer (P) pada
tiap lapisan. Berdasarkan kecepatan rata-rata dan waktu kedatangan gelombang, ketebalan dan jenis
tanah pada setiap lapisan dapat ditentukan. Empat metode analisis pembiasan gelombang seismik yaitu
metode waktu penerimaan (intercept time), waktu tundaan (delay time), jarak kritis (critical distance)
dan Generalized Reciprocal Method GRM; dibandingkan dalam studi ini.
Grafik waktu kedatangan terhadap jarak (Geopon) ini merupakan grafik hubungan antara nilai
waktu kedatangan pertama gelombang P pada tiap geophone (sebagai sumbu y) dengan jumlah
geophone yang digunakan (sebagai sumbu x). Dari contoh data rekaman seismik (Gambar 2),
ditentukan amplitudo pertama gelombang seismik yang terekam. Penentuan ini disebut sebagai analisis
pemetikan (picking analysis). Dari satu titik pemukulan didapatkan 24 nilai waktu kedatangan dan jarak
yang diwakili oleh lokasi sensor geopon. Data ini selanjutnya diplot dalam grafik dan prosedur yang
sama dilakukan untuk data dari titik pemukulan lainnya. Gambar 4 menunjukkan plot grafik waktu
kedatangan terhadap jarak (lokasi geopon) untuk ketujuh titik pemukulan pada lokasi pengujian. Dari
setiap garis hubungan waktu kedatangan pada setiap titik pemukulan, dapat ditarik beberapa garis
kemiringan kecepatan gelombang P. Tabel 1 menunjukkan hasil analisis kecepatan gelombang P dari
keempat metode analisis yang digunakan. Nilai VP yang dihasilkan dari setiap metode tidak sama
kecuali untuk metode CD dan DT. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kecepatan pada lokasi titik
pukulan yang berbeda-beda. Pada metode IT kecepatan gelombang yang digunakan adalah pada titik
pukulan 2 dan 6, sedangkan pada metode CD dan DT kecepatan gelombang yang digunakan adalah
pada titik pukulan 2, 3, 4, 5, 6. Untuk metode GRM, analisis kecepatan dilakukan pada setiap pixel
tomografi sehingga kecepatan dikategorikan pada setiap klasifikasi pixel dalam bilangan bulat.
Meskipun demikian, metode GRM melakukan analisis lebih terperinci disebabkan profil kecepatan
gelombang P di antara geopon juga turut.

Gambar 5 dan 6 menunjukkan profil tanah pada lokasi kajian dari hasil analisis metode IT, CD,
DT dan GRM. Keempat metode analisis menunjukkan bahwa profil tanah memiliki tiga lapisan tanah
yang berbeda. Meskipun demikian, hasil stratifikasi lapisan dari keempat metode menunjukkan
ketebalan yang berbeda. Kemiripan pola stratifikasi secara umum terlihat dari perbandingan antara hasil
analisis metode CD dan metode tomografi GRM, sehingga pada kasus ini metode CD menghasilkan
profil tanah dan stratifikasi sub-permukaan yang lebih baik dibandingkan dengan metode IT dan DT.
Tabel 2 menunjukkan hasil pengklasifikasian jenis tanah berdasarkan kecepatan rata-rata
gelombang P berdasarkan tabulasi data klasifikasi batuan dan tanah dari Redpath (1973).

Satu pengujian pengeboran telah dilakukan berdekatan dengan lokasi pengujian untuk mendapatkan
tebal lapisan aktual dan jenis tanahnya (Gambar 6). Hasil perbandingan menunjukkan bahwa hasil
klasifikasi tanah berdasarkan kecepatan gelombang P (Tabel 1) mendekati dengan hasil pengeboran.
Perbandingan terhadap jumlah dan ketebalan lapisan sub-permukaan juga menunjukkan hasil yang
relatif baik khususnya untuk metode CD dan metode GRM.
Dalam Penelitian ini, telah ditunjukkan kemampuan metode NDT survai pembiasan seismik untuk
mengevaluasi profil tanah dalam parameter daya dukung tanah yang diwakili oleh kecepatan gelombang
P dan stratifikasi lapisan sub-permukaan tanah. Keempat metode yaitu metode waktu penerimaan
(intercept time, IT), jarak kritis (critical distance, CD), waktu tundaan (delay time, DT) dan Generalized
Reciprocal Method (GRM), menunjukkan hasil profil yang relatif baik dibandingkan dengan hasil
pengeboran. Dari perbandingan secara keseluruhan didapatkan bahwa metode CD dan GRM merupakan
teknik analisis terbaik untuk survai pembiasan gelombang P untuk menghasilkan profil sub-permukaan.
Dari studi ini juga dapat disimpulkan bahwa survai pembiasan seismik terbukti mampu dikembangkan
untuk survai lapangan pada kegiatan perencanaan jalan khususnya untuk menyediakan informasi daya
dukung tanah, jenis tanah dan kondisi stratifikasi sub-permukaan tanah.
REFERENSI
1. http://atmaja.staff.umy.ac.id/files/2010/11/Seismik-Refraksi_Adi-et-al.pdf (diunduh
pada 9 April 2019 pukul 09.00 WIB)
2. https://www.neliti.com/id/publications/15444/pemetaan-zona-lemah-menggunakan-
metode-geolistrik-konfigurasi-wenner-dan-dutch-c (Diunduh pada 9 April 2019 pukul
09.30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai