Anda di halaman 1dari 21

PENGARUH MUSLIM PENDATANG TERHADAP DINAMIKA

KEBUDAYAAN INDONESIA

Oleh: Aceha Jazaul Aufa

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


KOMISARIAT ARSITEK SIPIL
KOORDINATOR KOMISARIAT SEPULUH NOPEMBER
CABANG SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................. 1

1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3

2.1 Penyebab Pendatang Pergi ke Indonesia ............................................................. 3

2.2 Dampak interaksi Islam terhadap Masyarakat Indonesia .................................... 3

BAB 3. METODE PENELITIAN .............................................................................. 5

3.1 Sumber dan Jenis Data ........................................................................................ 5

3.2 Analisis Data ....................................................................................................... 5

3.3 Penarikan Kesimpulan ......................................................................................... 5

BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................................. 6

4.1 Kedatangan Islam ke Indonesia ........................................................................... 6

4.2 Pengaruh Agama Islam Terhadap Masyarakat .................................................... 8

4.3 Peran Islam dalam Kelembagaan ...................................................................... 11

BAB 5. KESIMPULAN ............................................................................................ 16

Biografi Penulis........................................................................................................... 17

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 18


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada awal masuknya Islam di Indonesia, Islam bukanlah agama yang
pertama kali tiba di Indonesia. Banyak agama dan kepercayaan yang lebih awal
tiba di Indonesia seperti Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme. Islam sampai
di Nusantara kala itu pada abad 7 Masehi, hal ini ditandai dengan ramainya para
pedagang yang berasal dari Jazirah Arab, India dan Persia melewati jalur
perdagangan yang kemudian menyebar hingga daerah pesisir Nusantara.
Kedatangan Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia selain berdagang, tidak
hanya sekedar untuk berdagang tetapi juga melebarkan sayap kekuasaan mereka
dengan mengorbankan pra-Islam lama.
Indonesia merupakan penganut agama Islam terbesar di Dunia, melebihi
Arab Saudi sendiri sebagai pusat beribadah bagi umat Islam. Karena Islam berasal
dari Jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari Budaya
Arab. Kebudayaan Indonesia sangatlah beragam, Islam dengan aturan-aturan yang
ada di dalamnya dapat diterima. Hal ini dapat terjadi karena Islam membawa
seluruh bagian budayanya dengan damai. Sebagaimana dalam budaya, terjadi
sebuah akulturasi ketika para tokoh agama dari Arab berdakwah. Mereka tetap
melestarikan kebudayaan Indonesia mulai dari seni, gedung, dll.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka perumusan
masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Islam masuk ke Indonesia?
2. Bagaimana Islam dapat diterima di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh Islam terhadap Budaya di Indonesia?

1
2

1.3 Tujuan Makalah


Menjawab rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara Islam masuk ke Indonesia.
2. Mengetahui cara Islam dapat diterima di Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh Islam terhadap budaya di Indonesia.
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyebab Pendatang Pergi ke Indonesia

Penyebaran Islam ke Asia Tenggara khususnya Indonesia merupakan


sebab dari globalisasi, hal ini tidak berbeda jauh dengan globalisasi pada era
modern. Tingginya permintaan rempah-rempah dari Indonesia dan barang-barang
mewah dari Cina dan Barat berperan penting. Peningkatan modal sebab
ditemukannya emas dan perak juga berpengaruh. Tak kala penting yaitu perairan
Asia dikuasai oleh muslim, kedatangan Islam ke kekaisaran Mughal India sebagai
pemberhentian sementara pada abad ke-16. Pengiriman barang dari India ke timur
dilakukan oleh para pedagang dari Gujarat. Mesir menguasai perdagangan daerah
Barat dan memperoleh banyak keuntungan dari Eropa, setelah pedagang Muslim
menguasai dua rute jalur perdangangan ini maka peran dari pelabuhan-pelabuhan
di Indonesia dan peran Muslim serta komunitas Muslim juga sangat berpengaruh.
(Pringle.2018)

2.2 Dampak interaksi Islam terhadap Masyarakat Indonesia


Abdul Wahid (2018) menyampaikan gagasannya bahwa Islam harus
dijadikan panduan hidup dan berkatian satu sama lainnya. Sebagai suatu nilai,
ajarannya bersifat operasional dan aplikatif dalam semua segi kehidupan manusia.
Dengan begitu, hakikat dakwah menghendaki perubahan sosial pada masyarakat
setempat. Para ahli sosiologi terkait perubahan sosial memberikan klasifikasi
sebagai berikut.
1. Perubahan Pola Pikir

Perubahan pola pikir masyarakat terhadap berbagai permasalahan sosial


dan budaya nantinya akan memunculkan pola pikir baru yang bakal
dianut oleh masyarakat pada era modern

2. Perubahan Sikap

Perubahan sikap masyarakat terkait perubahan sitem-sistem sosial


dimana nanti pada akhirnya masyarakat akan meninggal sistem mereka
yang lama dan akan berganti dengan sistem yang baru
4

3. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku masyarakat berhubungan dengan budaya atau


kebiasaan mengenai perubahan budaya artefak yang digunakan oleh
masyarakat, misalnya fotografi, pakaian, bangunan, dll.

Dari teori di atas, Islam harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan yang lahir
dan berkembang di kalangan masyarakat, sepanjang budaya tersebut tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam sendiri. Dakwah Islam yang universal
berhasil disampaikan oleh para tokoh agama dalam hal ini Walisongo dan Raja
Islam secara adaptif. (Wahid.2018)
5

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber dan Jenis Data


Data yang digunakan dalam makalah ini berasal dari studi literatur terkait
permasalahan. Pengumpulan data yang diambil merupakan data skunder.
Referensi yang digunakan berupa buku dan jurnal ilmiah. Dan data yang
dikumpulkan bersifat kualitatif.

3.2 Analisis Data


Data terkumpul, kemudian diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik
penelitian. Setelah itu, dilakukan penyusunan makalah berdasarkan data
yang dikumpulkan. Teknis analisis data yang digunakan dalam makalah ini
bersifat deskriptif argumentatif. Penulisan dilakukan secara sistematis.

3.3 Penarikan Kesimpulan


Kesimpulan pada makalah ini memperhatikan perumusan masalah, tujuan
dan pembahasan. Penarikan kesimpulan menjawab tujuan makalah ini
dilihat dari poin-poin tujuan makalah.
6

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Kedatangan Islam ke Indonesia


Robeth Pringle (2018) mengemukakan bahwa Indonesia merupakan negara
dengan jumlah penduduk sebanyak 250 juta jiwa, sedikit lebih rendah dari
Amerika Serikat. Agama Islam menjadi agama nomor dua di dunia dan menjadi
agama nomor satu di Indonesia walaupun jauh dari pusat peribadahan yaitu Saudi
Arabia. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam menjadi agama paling
banyak penganutnya sekarang, mayoritas penduduk Indonesia dulunya adalah
penganut kepercayaan animisme-dinamisme dan agama Hindu-Budha. Asia
Tenggara mempunyai wilayah kepulauan yang sangat luas, yang menyerupai
bentuk segitiga. Mulai dari Filpina di Utara, Malaysia dan Singapura di Barat.
Namun, segitiga itu sekarang sudah dikenal dengan nama Republik Indonesia.
Wilayah Indonesia ini sangat luas terbagi dengan beberapa daratan yang
dipisahkan selat antar pulau yang dekat dan pulau besar terpisahkan dengan
dengan laut. (Pringle.2018)
Penduduk Indonesia yang terpisahkan oleh laut sudah seyogyanya terdiri
dari berbagai macam perbedaan, perbedaannya terdapat pada budaya, etnis, ras
dan agama. Hal inilah yang menyebabkan kenapa Indonesia disebut dengan
multikultural. Fenomena pluraritas kultural dan pengertian agama menjadi utama
ditinjau dari manifestasinya dalam budaya. Dengan datangnya pedagang dari
Arab, sangat berpengaruh terhadap budaya baru yang diserap oleh Indonesia.
Peran fungsi dari tokoh agama juga sangat memengaruhi budaya lokal, ditambah
dengan cara pendekatan yang baik dan tidak serta merta menolak budaya yang
sudah terlebih dahulu ada di Indonesia. Dengan berjalannya waktu, kesejahteraan
dan kedamaian dilengkapi dengan sebuah ikatan pernikahan yang membuat
budaya Arab melebur dengan kebiasaan Masyarakat kala itu. Akulturasi
kebudayaan semakin tidak terbendung ketika sebuah keluarga muslim terbentuk
yang merupakan cikal bakal komunitas muslim dan akan berperan besar terhadap
penyebaran Islam. Interaksi antara budaya Arab, India, dan Persia dengan Islam
semakin lengkap ditandai dengan adanya kepercayaan animisme dan dinamisme,
serta Agama Hindu-Budha oleh masyarakat sebelum Islam datang. (Dofari.2018)
7

Pada saat puncak perkembangan Islam, Nurcholish Majdid menyebutkan


bahwa Wilayah Asia Tenggara menyatu dalam pola budaya umum yang hampir
meliputi semua belahan bumi timur sejak dari wilayah Eropa dan Afrika pada tepi
Lautan Atlantik sampai ke wilayah Zaitun atau sekarang yang biasa dikenal
dengan Guangzho di daratan Cina pada tepi Lautan Teduh. Maka dengan ini,
terbentuk pola dasar sebuah budaya umum “hemispheric” yang berarti meliputi
seluruh belahan bumi (mayoritas belahan bumi timur). Peranan pedagang
berlanjut dan dominan, mereka tidak lagi beragama Hindu-Budha, tetapi sudah
memeluk agama Islam. Pola budaya yang dianut yaitu Perso-Arab yang pada
perkembangannya menggusur pola budaya Sanskerta. Perkembangan selanjutnya,
Perso-Arab digantikan oleh budaya kearaban dengan dominasi berbahasa Arab.
(Madjid.2003)
Pusat kekuasaan pada saat itu, terbagi antara Kesultanan Islam Aceh dan
Kerajaan Hindu Majapahit. Hanya saja pusat perdangan di berbagai Kota dikuasi
oleh saudagar Muslim. Banyak saudagar besar bertidak sekaligus sebagai
penguasa (Wali) pemerintahan bandar-badndar tersebut. Kepemerintahan otonom
Kota itu didukung dengan dibangunnya gilda-gilda perdangangan berbentuk
ligkungan bangunan dengan penginapan saudagar dari luar wilayah. Penginapan
itu dinamakan dengan “pondok” diambil dari bahasa Arab yaitu “funduq” yang
berasal dari Yunani yaitu “pandokheyon” yang berarti penginapan, dalam
terminologi arab modern, “funduq” diartikan sebagai hotel. Lama kelamaan,
fungsi pondok yang awalnya digunakan sebagai penginapan berubah fungsi
pondok sebagai penginapan para penuntut ilmu. Konsep pondok selanjutnya
bercampur dengan konsep “padepokan”, dan jadilah pondok menjadi institusi
pendidikan seperti yang kita ketahui sekarang. (Madjid.2003).
Pada abad ke13 hingga abad ke-15, Islam diperkenalkan ke wilayah maritim
Asia Tenggara. Penyebaran Islam di Asia Tenggara disebarkan melalui kegiatan
dari pedagang dan sufi. Kebudayaan asli Asia Tenggara pra-Islam menjadi
landasan terhadap peradaban Islam di masa lalu. Beberapa budaya Nusantara
mempunyai keyakinan keagamaan dan beberapa sarana yang artistik seperti
pertunjukan Wayang Kulit dan seni gamelan Jawa dan Bali. Menurut Ira. M.
Lapidus, wilayah tengah Jawa menjadi sumber pertanian bagi kerajaan kecil.
8

Sedangkan di wilayah pesisir seperti di Jawa dan Sumatra, masyarakat hidup


dengan berprofesi sebagai pedagang yang sangat kuat dipengaruhi oleh Hindu.
Asia Tenggara sudah menjalin hubungan dengan Muslim Cina, Hujarat, Benal,
Yaman, Iran dan Arabia Selatan. Pada kenyataannya, Muslim Malaya dan
Indonesia adalah pengikut Syafi’i membuktikan bahwa India Selatan merupakan
sumber utama pengaruh Islam. (Lapidus.2000)

4.2 Pengaruh Agama Islam terhadap Masyarakat


Tumbuh kembangnya Islam di Indonesia diolah oleh para tokoh agama
dengan mengunakan berbagai cara, baik melalui budaya maupun bahasa seperti
yang telah dilakukan Wali Allah. Mereka dengan kehebatannya berhasil
menerapkan ajaran melalui budaya dan bahasa daerah setempat yang mereka
diami, sehingga masyarakat secara tidak langsung mendapatkan niai-nilai Islam
yang dapat mengemas dan akhirnya berubah menjadi adat dan istiadat
berkehidupan sehari-hari. Dan secara langsung hal ini merupakan bagian yang tak
bisa dipisahkan dari kebudayaan yang ada di Indonesia. Contoh yang sangat
gamblang sekarang yaitu setiap kali diadakan upacara-upacara adat banyak
mengunakan bahasa Arab dimana mereka membacakan ayat dari Al-Qur’an, yang
secara langsung masuk kepada bahasa daerah dan indonesia. Dampak penyebaran
Islam secara universal di Indonesia yang sangat terasa adalah ketika hari raya Idul
Fitri 1 Syawal yang pada awal mulanya dirayakan bersama-sama dan serentak
oleh seluruh umat Islam, tetapi kemudian berkembang di Indonesia bahwa
masyarakat yang merayakan masuk ke segenap lapisan masyarakat tanpa
memandang kepercayaan dan agama mengadakan syawalan atau biasa dikenal
halal bil halal selama satu bulan yang bertujuan unutk menjaga ikatan tali
silaturahmi sehingga tercipta keharmonisan. (Widyastini.2004)

Pertemuan Islam dengan budaya lokal sering disalahtafsirkan sebagai


penyebab utama kurang murninya Islam di Indonesia. Perlu disampaikan bahwa
tasawuf yang berkembang di Indonesia merupakan tasawuf yang berpadu dengan
syariah secara seimbang. Oleh karena itu, tarekat yang tumbuh dan berkembang
adalah tarekat yang sepemahanan dengan pandangan itu, misalnya tarekat
Qadriyah, Naqshabandiyah, dan Syattariyah. Tarekat ini diklaim mu’tabarah
9

karena terhubung dengan silsilah hingga Nabi Muhammad dan isinya tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Terdapat beberapa ciri khas Islam yang dapat
dikenali dari ekspresi keagamaan hingga kini, dapat dibagi seperti berikut:
1. Penghormatan kepada Guru
Penghormatan diberikan kepada Guru, baik yang masih hidup maupun
sudah meninggal. Hal tersebut melahirkan sebuah tradisi ziarah ke
makam para Ulama dan Wali berkembang pesat di Indonesia. Para
peziarah membacakan tahlil dan tawasul demi mendoakan Ulama dan
Wali supaya mereka dimohonkan doa kepada Allah.
2. Pembacaan Shalawat kepada Nabi
Pembacaan shalawat yang ditujukan kepada Nabi Muhmmad adalah
bentuk tawasul yang murni dari Islam Nusantara. Pembacaannya telah
dibentuk sedemikian rupa sehingga muncul berbagai macam shalawat,
misalnya yaitu pembacaan Maulid Nabi, diba’, berzanji, manaqib, dll.
Kiai Manshur Shiddiq di Jawa Timur menemukan shalawat Badar untuk
menghadapi kelompok ateis. Pembacaan shalawat atau shalawatan ini
sering dilakukan di surau atau langgar yang kita kenal sebagai musholla
sekarang setiap malam jumat atau ketika ada perayaan seperti hari
lahirnya Nabi Muhammad. Bentuk shalawatan ini seringkali cukup
dengan lisan saja, Ada juga yang diiringi dengan beraneka ragam alat
musik tradisional.
3. Pembacaan Tahlil saat Ada Orang Meninggal
Ketika mendengar kabar ada seseorang meningal, maka masyarakat
sekitar mengadakan sebuah tradisi untuk mendoakan beliau yang telah
berpulang. Selain menjadi wadah untuk mendoakan Muslim yang
meninggal, budaya ini juga sangat penting bagi keluarga yang
ditinggalkan sebagai pelipur lara. Pembacaan tahlil atau yang sekarang
biasa dikenal dengan tahlilan, berhasil menggantikan kebudayaan pada
zaman pra Islam dimana saat ada orang meninggal diisi dengan acara judi
dan pesta minuman keras. Juga kebiasaan meratapi mayat berganti
menjadi talqin berhasil diubah para Wali, dan kebiasaan judi berubah
menjadi dengan pembacaan zikir dan tahlil.
10

4. Kreatifitas Wali dalam Berdakwah


Banyak cara yang digunakan oleh para Wali saat berdakwah, misalnya
pada waktu sedang viral seni wayang atau memakai alat tradisional
seperti beduk dan kentongan dialihfunsikan untuk keperuan beribadah.
Dalam hal ini, beduk yang awalnya digunakan untuk pemberitahuan
sebuah pertemuan atau tanda bahaya dimanfaatkan oleh pawa Wali untuk
menginformasikan bahwa telah masuk waktu shalat. (Matsuki. 2014)

Karakter Islam di Indonesia yang dapat beradaptasi dengan masyarakat


tidak hanya berasal dari jazirah Arab, nilai–nilai Islam juga dibawa oleh para
mubaligh India. Mereka bersikap akomodatif terhadap kultur masyarakat
setempat, sedikit berbeda dengan mubaligh Arab yang puritan memberantas
praktik-praktik lokal masyarakat. Karakter Islam yang dibawa orang Indialah
yang kemudian diteruskan oleh Walisongo dalam dakwahnya di Jawa. Perpaduan
antara Islam dengan kebudayaan di masyarakat tidak kaku dan tolerir terhadap
kenyataan yang sesungguhnya. Islam tidak harus sesuai dengan budaya Islam
Arab tetapi Islam mampu beradaptasi dengan budaya masyarakat setempat.
(Khoriyah.2011)
Banyak fenomena yang terjadi sejak awal abad ke-19 hingga sekarang,
pengaruh Islam terhadap kebudayaan berhasil melalui proses penyesuaian yang
saling dapat menerima. Ketika Toleransi Islam muncul dari sikap Ulama yang tak
mempermasalahkan harta pusaka tinggi dan pernikahan telah menguatkan
hubungannya ntar keduanya. Adapun ritual seperti adanya tahlilan juga terlahir
karena adanya interaksi keduanya dan menghindar dari kejahilan yang tidak
sesuai dengan syariat. Ketika Islam dipengaruhi oleh tradisi masyarakat, yang
terjadi adalah Islam menerima tradisi masyarakat untuk menundukkan pengaruh
lain yang dianggap tidak sejalan agar menjadi tradisi. Hal ini biasanya terjadi
dalam pembangunan insfrastruktur pada arsitektur bangunan Masjid dan beberapa
perangkat pendukung di dalamnya. (Khoriyah.2011)
Pada pertengahan Tahun 1980-an, Abdurrahman Wahid mengemukakan
bahwa dalam pribumisasi Islam tergambar Islam sebagai ajaran yang normatif
yang datangnya dari Tuhan yang kemudian mewadahi kepada kebudayaan yang
bermunculan dari manusia tanpa kehilangan identitasnya. Pribumisasi Islam
11

mengambil semangat yang diturunkan oleh Walisongo dalam dakwahnya di


Nusantara pada abad ke-15 dan abad ke-16 di Jawa. Walisongo mewadahi Islam
sebagai ajaran agama yang mengalami sejarah dengan budaya masyarakat
setempat. Misalnya, ketika Sunan Bonang merubah gamelan Jawa yang pada saat
itu sangat kental dengan estetika Hindu menjadi zikir. Salah satu karyanya adalah
Tembang “Tombo Ati”. Sunan Bonang juga merubah lakon pada pentas
pewayangan dan memasukkan tafsir khas Islam. (Khoriyah.2011)
Irfan Afifi dalam Temu Kongres Nasional Penggerak Gusdurian 2018
mendapati gagasan bahwa kebudayaan di Indonesia dianggap tidak sesuai dengan
syariat, namun bisa saja sesuai. Misalnya masyarakat Indonesia berzakat dengan
menggunakan beras dimana ini bertentangan dengan praktik zakat pada zaman
Nabi Muhammad yang berupa kurma atau gandum. Sebenarnya berzakat dengan
menggunakan beras sudah sesuai dengan syariat dimana hubungan kurma atau
gandung dengan beras termasuk ke dalam ”makanan pokok” dimana ciri khas
makanan masyarakat Indonesia tidak lepas dari nasi sebagaimana kurma dan
gandum sebagai praktik zakat di jazirah Arab. Contoh kasus yang lain terdapat
pada status hukum waris terhadap akomodasi perbandingan pria dan wanita sama
dengan dua banding satu (2:1). Juga dapat dilihat dari monogami dengan syarat
persetujuan istri dan syarat yang memberatkan yang lainnya. Alih-alih
bertentangan dengan poligami yang tertulis dalam Al-Qur’an. (Afifi.2019)
Pada Tahun 2010, Afifi menonton pagelaran wayang di Sembung Wetan,
Sukoharjo, Solo terpaksa harus selesai lebih cepat dari jadwal dikarenakan sebuah
kelompok Laskar Islam (Laskar Jihad). Para penyerang berpendapat bahwa
merupakan manifestasi dari Hindu sehingga bertentangan dengan Islam. Terdapat
ketidaktahuan bahwa jauh sebelum Islam datang ke Indonesia tidak lepas dari
pengaruh animisme dan dinamisme atau Hindu-Budha. Laode (2014) menyatakan
bahwa terjadi akulturasi di Jawa pada bidang seni seperti wayang yang bersal
Hindu India. Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini tetapi justru
memperkayanya dengan cara memasukkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
Penelitian dari Achmad Baso menurut Afifi menerangkan bahwa Islamisasi
pribumi disebarkan oleh keturunan Ahlul Bait juga Alawiyyin (Bani Hasyim) dari
Bengala, Champa, hingga Jawa dengan menggunakan pendekatan damai sufi
12

daripada pendekatan kekuasaan. Dengan pendekatannya yang ramah kepada


kebudayaan setempat membuat sufisme mudah masuk ke lapisan mendasar
pemahaman masyarakat. Kemudian praktik-praktik ada terdahulu yang
merupakan baju dari badannya, memasukkan pandangan Islam Dubia terhadap
Nusantara, mengubah kebiasaan tersebut dengan tanpa mengganti prakti yang
berjalan. Oleh karenanya, cerita Mahabarata-Ramayana yang merupakan
kebudayaan penyampaian mitos dari sebuah cerita Hindu, justru berubah menjadi
pertunjukan baru bernama wayang kulit Purwa. Di dalam pertunjukan wayang
dapat ditemukan kalimat seperti “jimat/jamus kalima sahada”(baca kalimat
sahadat) yang diterima Puntadewa sebelum bertemu dengan Bratayuda. (Afifi,
2019 dan Laode, 2014)
Satu lagi kebudayaan Indonesia yang tetap lestari hingga kini menurut Mark
R. Woodward (2017) mengemukakan pendapat bahwa ziarah ke makam para Wali
merupakan sesuatu yang sudah umum dilakukan semua umat muslim di seluruh
dunia. Diantara para Wali yang diharapkan berkahnya antara lain adalah ordo sufi,
para syuhada, dan raja-raja yang saleh. Ziarah ke makam-makam suci merupakan
salah satu bentuk ritual yang paling umum. Setiap malam jumat, banyak peziarah
datang ke Imogiri dan Kota Gede untuk memohon bantuan dari Raja-Raja dinasti
Mataram. Imogiri dipercayai disucikan dengan menggunakan tanah yang dibawa
dari makam Nabi Muhammad. Menurut mitos yang diketahui oeh sang juru kunci,
Sultan Agung sebenarnya sangat ingin dimakamkan di dekat Nabi Muhammad
akan tetapi beilau diminta untuk membangun pemakaman di Jawa agar tetap
menjadi pembimbing spiritual bagi masyarakat (Mark.2017).

4.3 Peran Islam dalam Kelembagaan


Jauh sebelum tiba hari kemerdekaan Indonesia, pengaruh nilai nilai Islam
dalam pemikiran atau ketetanegaraan sudah diimplemetasikan oleh kerajaan Islam
seperti pada tiga nilai universal yaitu adil, syara’, dan muysawarah. Di Jawa,
terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah masuknya nilai-nilai Islam awalnya
mengalami hambatan kebudayaan dikarenakan nilai Hindu-Budha sudah sangat
melekat pada masyarakat setempat. Karena itulah tiba nilai universal itu kurang
dikenal di Jawa. Oleh sebab itu, di Jawa konsep mistik pantheisme
13

“manunggaling kawula-Gusti” (dunia terlebur dalam Tuhan) dan monisme (Tuhan


terlebur dalam dunia) lebih berbobot. Dari sinilah konsep tatanan politik pada
kekuasaan Raja adalah mutlak. Pada kerjaan-kerajaan Islam sampai seorang
Sultan diberi gelar “panatagama”(penanggung jawab bidang agama) atau
“khalifatullah” (Duta Tuhan) yang merepresentasikan konsep Gusti yang
berhadapan dengan kawula (Rakyat) seperti pada gelar Raja Mataram Islam
pertama, Danang Sutaawijaya (1587-1601). (Mastuki.2014)
Islamisasi pribumi di Nusantara hingga Indonesia Merdeka, proses
masuknya pelembagaan nilai-nilai Islam cenderung lebih rumit. Selain karena
berpengaruh terhadap sistem hukum dan ketatanegaraan, nilai-nilai Islam juga
berpengaruh terhadap lembaga-lembaga sosial seperti wakaf, baitul mal,
filantropisme, dan pendidikan Islam yang bermula dari pesantren, tajug, atau
langgar, diniyah, surau, meunasah, hingga pada awal abad ke-20 lahirlah
madrasah yang didirikan oleh Organisasi Islam. Safei mengungkapkan bahwa
Perjalanan sejarah pendidikan Islam sudah melewati tiga fase periodesasi sebagai
berikut.
1. Periode Pertama
Periode ini sangat kental ditandai dengan pendidikan Islam yang
terkonsentrasi di dayah, surau, Masjid hingga pesantren yang berfokusan
kepada pengetahuan-pengetahuan agama yang sumbernya berasal dari
kitab-kitab terdahulu atau kitab klasik.
2. Periode Kedua
Periode ini ditandai dengan munculnya lembaga pendidikan yang
bernama “madrasah”. Dalam madrasah ini tidak hanya belajar Islam saja
tetapi juga dimasukkan mata pelajaran umum pada kurikulumnya dan
mengadopsi sistem pendidikan modern, misalnya metode, manajerial,
klasikal, dll.
3. Periode Ketiga
Pada periode ini merupakan periode dimana pendidikan Islam sudah
terintegrasi ke dalam sistem pendidikan Nasional ditandai dengan adanya
Undang-Undang RI No.2 Tahun 1989 dan berlanjut dengan adanya
Undang-Undang RI NO.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
14

Nasional yang di dalamnya menerangkan bahwa pendidikan dijadikan


sebagai mata pelajaran, lembaga, dan nilai. (Safei.2015)

Pada masa berdirinya kerajaan Islam di Nusantara, pendidikan Islam di


Indonesia mulai mengarah kepada kemajuan pesat dikarenakan di setiap daerah
yang penduduknya beragama Islam banyak berdiri Masjid, langgar, surau, dan
pesantren yang digunakan sebagai beribadah, juga dijadikan sebagai kegiatan
Islam termasuk pendidikan. Selaras dengan periode kerajaan Samudera Pasai,
Perlak, Demak tampak sudah banyak Masjid yang dibangun seperti Masjid di
Kudus, Demak, Ampel, Giri, dll. Tokoh-tokoh agama pada zaman itu cenderung
mengutamakan pembangunan Masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan daripada
bangunan yang lain. (Safei.2015)
Pada zaman kerajaan, Kerajaan Islam sangat berperan penting terhadap
pendidikan Islam. Dimulai dari kerajaan Islam pertama yaitu kerajaan Samudra
Pasai yang lahid pada abad ke-10 dengan raja pertamanya Malik Ibrahim. Pada
Tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di kerajaan Pasai pada
zaman Raja Malik Az-Zahir yang bermadzhab Imam Syafi’i, mengadakan sebuah
pengajian sampai waktu Ashar dan fasih berbahasa Arab serta terbiasa hidup
sederhana. Keterangan Ibnu Batutah dalam pendidikan di kerajaan Samudra Pasai
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Pendidikan Islam pada bidang syariat berupa Fiqih madzhab Imam
Syafi’i.
2. Sistem pendidikan informal berupa halaqoh dan majlis ta’lim.
3. Biaya pendidikan berasal dari Negara.
4. Tokoh pemerintahan juga turut serta sebagai tokoh agama.
(Sabarudin.2015).
Islam yang yang datang pertama kali masuk Aceh, juga banyak
mempengaruhi adat- istiadat Aceh. Hal ini dapat dibuktikan dengan pepatah yang
berbunyi: “Hukom ngo Adat lagee Zat ngo Spiheuet” (Hukum dengan adat seperti
benda dengan sifanya. Tidak terpisah). Hukum Islam pada era ini memulai
kehidupan bangsa Indonesia. Perkembangan pesat terjadi pada ketatanegaraan
ditandai dengan munculnya berbagai kerajaan atau kesultanan di Sumatra.
Akulturasi Islam dan kebudayaan Indoneisa tidak menghilangkan ajaran Islam
15

yang mengedepankan pandangan akan kesatuan umat. Fiqih madzab Imam Syafi’i
yang diajarkan oleh kerajaan Samudra Pasai diperkenalkan terhadap murid
pertama kali dengan cara mempelajari bahasa Arab dan nantinya akan berlanjut
belajar kitab fikih. Beberapa hal yang diajarkan seperti ibadah, puasa, zakat, haji
dan hukum pernikahan. Pengaruh Surau cukup kuat akan paham madzab Imam
Syafi’i dalam perkembangan kehidupan beragama. (Fabian.2017)
Teori yang disampaikan oleh Van den Berg menyatakan hukum Islam tetap
menjadi salah satu hukum yang berperan besar dalam menyelesaikan
permasalahan pada masyarakat Muslim era pra kemerdekaan. Teorinya bernama
“receptio in complexu” menjadikan Islam dengan hukum di dalamnya mempunya
peran. Teori ini mengemukakan bahwa sebagian hukum Islam dapat
mempengaruhi hukum adat di masyarakat. Hanya saja pengaruhnya kecil dan
tidak signifika dan perlu diingat bahwa hukum Islam dapat digunakan setelah
beradaptadsi dengan hukum adat di masyarakat setempat. (Fabian.2017)
16

BAB 5

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Islam datang melalui interaksi perdagangan yang pedagangnya didominasi oleh


pemeluk agama Islam.
2. Islam dapat diterima karena pendekatan yang dilakukan oleh para Wali secara
damai dan dapat beradaptasi dengan kebudayaan di Indonesia.
3. Islam dapat merubah kebiasaan jahiliyah dari era animisme-dinamisme dan
Hindu-Budha sehingga menjauh dari kemudhorotan dan membenahi tata hidup
masyarakat Indonesia.
17

Biografi Penulis

Aceha Jazaul Aufa lahir di Bangkalan, Madura, Senin 14 September 1998.


Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Dlemer 1 (2004-2010), SMPN 1
Kwanyar (2010-2013), SMAN 3 Pamekasan (2013-2016), dan pada Tahun 2016
menempuh pendidikan tinggi di Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam sebagai Staff dan Kepala


Bidang (2017-sekarang), Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (HMTG) ITS
sebagai Staff Fungsionaris dan Koordinator DPA (2017-2019), BEM ITS sebagai
Staff dan Asisten Kedirjenan (2017-sekarang). Penulis mendapatkan pengalaman
pelatihan yaitu LK I HMI pada Tahun 2017 dan LKMM Pra-TD BEM FTSP ITS.
Penulis akan senang jika ingin bertanya atau bahkan berdiskusi terkait makalah,
dapat menghubungi penulis melalui e-mail acehajazaulaufa@gmail.com.
Daftar Pustaka

A. Buku
Afifi, Irfan. 2019. Saya, Jawa, dan Islam. Yogyakarta: Tanda Baca
Lapidus. Ira. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Madjid, Nurcholis. 2003. Indonesia Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
Pringle, Robeth. 2018. Islam di Tengah Kenhinekaan (diterjemahkan).
Jakarta: Prenada
Woodward, Mark. 2017. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.
Yogyakarta: Ircisod

B. Jurnal

Bauto, Laode. 2014. Perspektif Agama dan Kebudayaan dalam Kehidupan


Mayarakat Indonesia. JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23,
No. 2, Edisi Desember 2014
Dofari. 2018. Pengaruh Budaya Nusantara terhadap Implementasi Nilai –
Nilai Islam di Indonesia. Fitrah - Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Vol.
04 No. 2 Desember 2018 e-ISSN : 2460-2345, p-ISSN: 2442-6997
Fadhly. Fabian. 2017. Islam dan Indonesia Abad XIII-XX dalam Perspekrif
Sejarah Hukum. VeJ Volume 3 Nomor 2 - 384
Khoriyah, Nunung. 2011. Dakwah dan Dimensi Akulturasi Budaya. Jurnal
Komunika Vol. 5 No. 1 Januari- Juni 2011
Mastuki. 2014. Islam, Budaya Indonesia, dan Posisi Kajian Islam di
Perguruan Tinggi Islam. Khazanah: Vol. xii. No. 01 Januari-Juni 2014
Sabarudin, Muhammad. 2015. Pola dan Kebijakan Islam Masa Awal dan
Sebelum Kemerdekaan. Jurnal Tarbiya Volume: 1 No: 1 - 2015 (139-174)
Safei. 2015. Peranan Kerajaan Islam dalam Perkembangan Pendidikan di
Indonesia. Auladuna, Vol. 2 No. 2 Desember 2015: 301-308
Wahid, Abdul. 2018. Dakwah dalam Pendekatan Nilai-Nilai Kearifan Lokal
(Tinjauan dalam Perpsektif Internalisasi Islam dan Budaya). Jurnal
Tabligh Volume 19 No 1, Juni 2018 :1 – 19

18
Widyastini. 2004. Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia (Kajian
Filsafat Nilai). Jurnal Filsafat, Jilid 37 No. 2

19

Anda mungkin juga menyukai