Anda di halaman 1dari 3

KAITAN FISIKA DALAM SISTEM PENCERNAAN

Tekanan Pada Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan memiliki pintu masukan, yaitu melalui mulut dan menuju ke
persambungan antara kerongkongan dan lambung (stomach-esophagus junction), dan pintu
pengeluaran melalui anus (anal sphincter). Panjang sistim pencernaan manusia dari mulut
sampai anus lebih kurang 6 m. Sistim pencernaan dilengkapi dengan katub-katub (valves) yang
berperan sebagai pembuka dan penutup sehingga sistim pencernaan berproses dengan sempurna.
Katub di dalam usus berperan untuk meratakan penyaluran (pengaliran) makanan di dalamnya.
Katub-katub terdapat pada antara lambung dan usus kecil (pylorus; yang berperan untuk
menghidari aliran makanan dari usus kecil kembali ke lambung) dan antara usus kecil dan usus
besar (valve between small and large intestine). Pada beberapa kejadian aliran penyaluran
terbalik dapat saja terjadi, seperti pada saat muntah, aliran makanan berbalik dari yang
normalnya.

Tekanan di dalam lambung dan usus (bagian-bagian dari sistim pencernaan) lebih besar
dari pada tekanan atmosfer. Makanan yang dimakan (setelah kenyang) meningkatkan tekanan
pada sistim pencernaan. Pertambahan tekanan ini ditandai dengan semakin tegangnya kulit perut.
Di samping itu, pada saat makan biasanya udara yang sempat dihirup melalui pernafasan tertahan
dan terjebak di dalam tubuh. Udara yang terjebak ini menambah tekanan secara signifikan pada
sistim pencernaan. Tekanan di dalam sistim pencernaan dapat juga dibangkitkan oleh gas-gas
yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri yang terdapat di dalam usus. Gas-gas ini umumnya
dikeluarkan dalam bentuk kentut (flatus).

Kadang-kadang suatu bentuk penyumbatan terjadi pada katub antara usus besar dan usus
kecil dan membangkitkan tekanan yang berlebihan sehingga menghalangi organ pembuluh darah
yang ada di perut untuk mengalirkan darah ke organ-organ penting di dalamnya. Jika tekanan
yang terjadi ini menjadi cukup besar akan menghentikan mekanisme sistim aliran darah di dalam
perut yang dapat berakibat pada kematian. Suatu teknik intubation (memasukkan pipa kecil
melalui hidung, lambung dan usus) biasanya dilakukan untuk mengurangi tekanan tersebut. Jika
usaha ini gagal, selanjutnya diatasi dengan melakukan pembedahan. Penambahan tekanan yang
besar di dalam usus akan menyebabkan resiko infeksi pada dinding usus, karena tekanan yang
besar akan menyebabkan dinding usus cenderung robek atau retak-retak seperti teriris terluka
kecil, dan gas-gas yang terjebak di dalam usus akan dengan cepat menyebar dan memasuki luka-
luka tersebut. Resiko ini dapat direduksi dengan melakukan pembedahan di ruangan bertekanan
tinggi, dimana tekanan ruangan lebih tinggi dari tekanan usus penderita.

Peristaltic
Polus dari ujung esofogus bergerak dengan gerakan peristaltik, yaitu gerakan
bergelombang yang di sebabkan oleh kontraksi otot pada dinding saluran cerna yang mendorong
makanan sepanjang saluran cerna. Gerakan ini di mungkinkan oleh otot-otot yang melingkar dan
memanjang (longitudinal). Setiap kali ototmelingkar berkontraksi dan ototmemanjang
mengendor/relaks saluran mengecil, sedangkan setiap kali otot melingkar mengendor dan otot
memanjang berkontraksi saluran membesar.
Gelombang kontraksi pada saluran cerna bergerak dengan kecepatan dan intensitas
berbeda, bergantung pada bagian saluran cerna bersangkutan dan ada tidaknya makanan.
Misalnya, di dalam lambung gelombang terjadi tiga kali per menit, sedangkan di dalam usus
halus menjadi sepuluh kali per menit. Bila saluran cernanya kosong, saluran cerna hampir tidak
bergerak, tetapi secara periodic muncul gelombang yang kuat.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong ke
bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Zat-zat sisa
ini masih mengandung banyak air dan garam mineral
yang diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral
kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding kolon, yaitu
kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar
selama 1 sampai 4 hari. Pada saat itu terjadi proses
pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu
bakteri Escherichia coli, yang mampu membentuk
vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan
peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit
ke saluran akhir dari pencernaan yaitu rektum dan
akhirnya keluar dengan proses defekasi melewati anus.
Defekasi diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian
rektum akibat suatu rangsang yang disebut refleks gastrokolik.
Kemudian akibat adanya aktivitas kontraksi rektum dan otot
sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya defekasi.
Di dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai
dengan sempurna.
PH di masing-masing enzim pada lambung

http://nayaprastia.blogspot.com/2016/09/makalah-sistem-pencernaan.html

Anda mungkin juga menyukai