Anda di halaman 1dari 23

INTERFERENSI

CAHAYA
Oleh: Nani Sunarmi, S.Si., M.Sc.
Interferensi Cahaya
Interferensi merupakan interaksi dua atau lebih
gelombang cahaya yang menghasilkan suatu radiasi
yang menyimpang dari jumlah masing-masing
komponen sumber radiasi gelombangnya. Interferensi
cahaya menghasilkan suatu pola interferensi (terang-
gelap).
Syarat interferensi dapat teramati:
1. Sumber cahaya harus koheren (gelombang cahaya
memiliki fase konstan terhadap lainnya)
2. Sumber cahaya haruslah cahaya monokromatik
yang memiliki panjang gelombang tunggal.
Interferensi terbagi menjadi dua yakni:
• Interferensi Destruktif (melemahkan, 𝐴𝑅 < 𝐴0 )
• Interferensi Kontruktif (menguatkan, 𝐴𝑅 > 𝐴0 )
Percobaan Celah
Ganda Young
Metode umum untuk menghasilkan
dua sumber cahaya koheren adalah
dengan menggunakan sumber
monochro matic untuk menerangi
penghalang yang berisi dua bukaan
kecil (biasanya dibentuk celah).
Cahaya yang muncul dari dua celah
bersifat koheren karena satu sumber
menghasilkan berkas cahaya asli
dan dua celah hanya berfungsi untuk
memisahkan sinar asli menjadi dua
bagian.
Percobaan Celah Ganda Young

Ketikan berkas sinar melalui kisi Ketika arahnya menyimpang dari


dengan arah sesuai dengan arah awalnya (Difraksi) ketika
gelombang asalnya maka akan mengenai celah maka akan terjadi
menghasilkan 2 sumber cahaya tumpang tindih gelombang yang
koheren dan tidak terjadi menimbulkan interferensi
Interferensi. gelombang dan muncul pola
gelap terang.
Percobaan Celah Ganda Young

Karena kedua gelombang Gelombang atas harus Gelombang atas harus


menempuh jarak yang sama, menempuh satu panjang menempuh setengah panjang
mereka tiba di P. Akibatnya, gelombang lebih jauh dari gelombang lebih jauh dari
terjadi interferensi konstruktif gelombang bawah untuk gelombang bawah untuk
di lokasi ini, dan pola yang mencapai titik Q. Kedua mencapai titik R. Kedua
gelombang di Q dan gelombang di R dan
terang teramati (Terang
membentuk pola Terang. membentuk pola Gelap.
Pusat)
Percobaan Celah Ganda Young
Jarak Terang terhadap Terang Pusat
Percobaan Celah Ganda Young
Jarak Terang-Gelap terhadap Terang Pusat
Perbedaan jarak lintasan S1 dan S2 adalah 𝛿
𝛿 = 𝑟2 − 𝑟1 = 𝑑 sin 𝜃 Pers.1
Pola terang terbentuk oleh dua gelombang yang perbedaan
memiliki lintasan kelipatan bulat 𝝀
𝛿 = 𝑑 sin 𝜃 = 𝑚𝜆 Pers.2
Dengan 𝑚 = 0, ±1, ±2, ±3, …
Pola Gelap terbentuk oleh dua gelombang yang perbedaan
memiliki lintasanya kelipatan 𝟏/𝟐𝝀
1
𝛿 = 𝑑 sin 𝜃 = 𝑚 + 𝜆 Pers.3
2
Dengan 𝑚 = 0, ±1, ±2, ±3, …
Percobaan Celah Ganda Young
Jarak Terang- Gelap terhadap Terang Pusat
Jika pada celah ganda young diasumsikan 𝐿 ≫ 𝑑 , 𝑑 ≫ 𝜆
berdasarkan hal ini sudut 𝜃 sudut yang sangat kecil sehingga
kita bisa melakukan pendekatan nilai
tan 𝜃 ≈ sin 𝜃 Pers.4
Sehingga jika ingin mengetahui jarak terang dengan terang
pusat dapat fokus pada segitiga PQO dan pers.2
𝑦 = 𝐿 tan 𝜃 ≈ 𝐿 sin 𝜃
𝜆𝐿
𝑦= 𝑚 Pers.5
𝑑
Jarak gelap tehadap terang pusat dapat diketahui dengan
pers.3
𝜆𝐿 1
𝑦= 𝑚+ Pers.6
𝑑 2
Distribusi Intensitas Celah Ganda Young
Asumsikan Amplitudo awalnya sama 𝐸0 karena kedua
gelombang keluar dari celah dan berasal dari sumber yang
sama.
𝐸1 = 𝐸0 sin 𝜔𝑡 𝐸2 = 𝐸0 sin(𝜔𝑡 + 𝜙) Pers.7
𝜙 merupakan perbedaan fase kedua gelombang di titik P
yang bergantung besaran 𝛿 = 𝑟2 − 𝑟1 = 𝑑 sin 𝜃. Sehigga juga
dapat mengatakan bahwa perbedaan kelipatan 𝜆
berhubungan dengan perubahan fase pada 2𝜋. Maka dapat
didiskripsikan
𝛿 𝜙
=
𝜆 2𝜋
2𝜋 2𝜋
𝜙= 𝛿= 𝑑 sin 𝜃 Pers. 8
𝜆 𝜆
Distribusi Intensitas Celah Ganda Young
Superposisi dari kedua gelombang di titik P dapat dituliskan
𝐸𝑝 = 𝐸1 + 𝐸2 = 𝐸0 sin 𝜔𝑡 + 𝐸0 sin(𝜔𝑡 + 𝜙) Pers.9
𝐴+𝐵 𝐴−𝐵
Dengan mengingat sifat sin 𝐴 + sin 𝐵 = 2 sin cos
2 2
𝜙 𝜙
𝐸𝑝 = 2𝐸0 cos sin(𝜔𝑡 + ) Pers.10
2 2
Intensitas suatu gelombang sebanding dengan besarnya
kuadrat resultan dari medan litsrik pada titik tersebut
sehingga
𝜙 2 𝜙
𝐼∝ 𝐸𝑝2 = 4𝐸02 cos 2 sin 𝜔𝑡 + Pers.11
2 2
Bentuk lain Intensitas
Intensitas pada titik P dapat dituliskan 𝜋
𝐼 = 𝐼𝑚𝑎𝑥 4 cos 2 ( 𝑑 sin 𝜃) Pers.13
𝜙 𝜆
𝐼 = 𝐼𝑚𝑎𝑥 4 cos 2 Pers.12 𝜋𝑑
2 𝐼 = 𝐼𝑚𝑎𝑥 4 cos 2 ( 𝑦) Pers.14
𝜆𝐿
Penjumlahan Fasor Gelombang
Gelombang sinusoidal diwakili oleh diagram fasor dengan magnitudo 𝐸0 yang berputar terhadap titik asal
berlawanan arah jarum jam dengan frekuensi sudut 𝜔

Gambar a Gambar b Gambar c

Gelombang pertama sinusoidal Gelombang sinusoidal kedua Repersentasi penjumlahan


diwakili oleh diagram fasor dengan magnitudo 𝐸0 yang gelombang 𝐸1 + 𝐸2 = 𝐸𝑅 dengan
dengan magnitudo 𝐸0 yang berputar terhadap titik asal persamaan 𝐸𝑅 ditunjukan oleh
berputar terhadap titik asal berlawanan arah jarum jam pers. 10
berlawanan arah jarum jam dengan frekuensi sudut 𝜔 dan
dengan frekuensi sudut 𝜔 susut yang dilalui adalah 𝜔𝑡 +
dengan 𝐸1 proyeksinya 𝜙 maka proyeksi terhadap
terhadap sumbu vertikal sumbu vertikal adalah 𝐸2
Penjumlahan Fasor Gelombang
Berdasarkan gambar d diperoleh hubungan
𝐸𝑅 /2
cos 𝛼 =
𝐸0
𝐸𝑅 = 2𝐸0 cos 𝛼
𝜙
Dengan 𝛼 = 2
𝜙
𝐸𝑅 = 2𝐸0 cos Pers.15
2
Sehingga
𝜙
𝐸𝑝 = 𝐸𝑅 sin(𝜔𝑡 + ) Pers.16 Gambar d
2
Penjumlahan Fasor Gelombang
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diperoleh kesimpulan untuk
penjumlahan lebih banyak gelombang ke N (Gambar e)
1. Setiap gelombang digambarkan sebagai fasor yang dengan fase
gelombang satu sama lain diperhatikan dalam gambar.
2. Resultan 𝐸𝑅 adalah vektor penjumlahan dari satu persatu fasor.
Komponen vertical dari 𝐸𝑅 yakni 𝐸𝑝 menunjukan variasi waktu ke
waktu dari gelombang selama t. Sudut fase 𝛼 menunjukan susut
antara 𝐸𝑅 dengan fasor pertama.
Berdasarkan pers. 15 , Intensitas maksimal dari intererensi terjadi pada
𝐸𝑅 maksimal yakni ketika 𝜙 = 0, 2𝜋, 4𝜋, 6𝜋 … dan intensitas nol diperoleh
ketika 𝐸𝑅 minimal yakni ketika 𝜙 = 𝜋, 3𝜋, 5𝜋 …
Gambar e
Penjumlahan Fasor Gelombang
Diagram fasor untuk berbagai sudut fase
Perubahan Fase Gelombang Refleksi
Selain menggunakan celah ganda young, metode lain untuk
mebuat adanya sumber cahaya koheren dari satu sumber
cahaya yakni dengan mengunakan metode yang
dikembangkan Humphrey Lloyd dengan gambar ditunjukan
disamping yakni dengan meletakan sumber cahayaya koheren
sejauh L terhadap layar. Ada beberapa hal yang perlu
ditekankan
1. Cahaya menjalar dengan 2 arah yakni langsung menuju P
dan yang melalui pemantulan sehingga seolah2 berasal
dari S’ sehingga dapat dikatakan ada dua sumber yakni S
dan S’.
2. Pola inteferensi teramati akan tetapi terbalik dari pola gelap
terang young. Hal ini diakbatkan gelombang pantul
memiliki perbedaan fase 1800
Perubahan Fase Gelombang Refleksi

Gelombang pantul memiliki perubahan Gelombang pantul tidak memiliki


fase 1800 akibat datang dari medium perubahan fase akibat datang dari medium
rengang menuju medium rapat sehingga rapat menuju medium rengang sehingga
dipantulkan dengan perubahan fase dipantulkan tanpa perubahan fase tersebut
tersebut
Interferensi Lapisan Tipis
Interferensi Lapisan Tipis
Untuk mengetahui proses interferensi pada lapisan tipis kita misalkan
lapisan tersebut memiliki ketebalan t seperti ditunjukan oleh gambar
disamping.
1. Sebuah gelombang merambat dari medium 𝑛1 menuju 𝑛2 dengan
sebagian gelombang dipantulakan ada permukaan A ditunjukan
oleh garis 1. sebagian gelombang tersebut dibiaskan dan
kemudian diantulkan oleh permukaan B dan pada permukaan A
diteruskan dengan tidak mengalami perubahan fase, ditunjukan
oleh garis 2. Sebagian dari sinar ini juga dipantulkan kembali.
Perubahan fase terjadi ketika 𝑛1 < 𝑛2
2. Panjang gelombang dari partikel di medium n adalah
𝜆
𝜆𝑛 = pers. 17
𝑛
Interferensi Lapisan Tipis
Jika kita mengamati interferensi lapisan tipis di udara dengan 𝑛𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑝𝑖𝑠 >
𝑛𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 . Pemantulan gelombang yang ditunjukan Pantulan 1 mengalami
perubahan 1800 terhadap fase sumber awal. Pemantulan 2 tidak mengalami
perubahan fase gelombang karena berasal dari gelombang yang dipantulkan
oleh permukaan B dan kemudian dibiaskan oleh permukaan A. Pantulan 1
𝜆
mengalami perubahan fase 1800 yang artinya 𝛿 = 𝑛 dengan perbedaan
2
lintasan dengan pemantulan 1 adalah 2t. Sehingga persamaan interferensi
kontruktif pada lapisan tipis dapat dituliskan
1
𝛿 = 𝑚+ 𝜆
2 𝑛

Dengan melibatkan pers. 17 menjadi


1
2𝑛𝑡 = 𝑚 + 𝜆 Pers.18
2

Interferensi Destruktif
2𝑛𝑡 = 𝑚𝜆 Pers.18
Interferensi Lapisan Tipis

Salah satu fenomena interferensi lainnya adalah Cincin


Newton, yakni ketika kombinasi lensa plano-convex
dikenai suatu cahaya kemudian menghasikan pola
interferensi gelap terang yang berbentuk lingkaran –
lingakaran seperti pada gambar dengan jari-jari
kelengkungan lensa R jauh lebih besar dibandingka r .
Pola interferensi terbentuk oleh sinar 1 dan 2. Sinar 1
mengalami perubahan fase akibat mengenai permukaan
datar lensa datar. Sedangkan sinar 2 tidak mengalami
perubahan fase akibat dipantulkan oleh permukaan
lengkung.
Interferometer Michelson
Interferometer, yang ditemukan oleh fisikawan Amerika A. A. Michelson
(1852–1931), membagi berkas cahaya menjadi dua bagian dan
kemudian menggabungkan kembali bagian-bagian tersebut untuk
membentuk pola interferensi. Perangkat ini dapat digunakan untuk
mengukur panjang gelombang dengan sangat presisi karena
perpindahan yang besar dan tepat dari salah satu cermin akan terkait
dengan jumlah panjang gelombang cahaya yang dapat dihitung secara
tepat. Sinar cahaya dari sumber monokromatik dipecah menjadi dua
sinar oleh cermin 𝑀0 , yang dimiringkan pada 45° terhadap pancaran
sinar datang. Cermin 𝑀0 , yang disebut pemecah berkas, kemudian
mentransmisikan separuh cahaya dan memantulkan sisanya. Satu
sinar dipantulkan dari 𝑀0 secara vertikal ke atas menuju cermin 𝑀1 , dan
sinar kedua teruskan secara horizontal melalui 𝑀0 menuju cermin 𝑀2 .
Oleh karena itu, kedua sinar tersebut menempuh jalur terpisah 𝐿1 dan
𝐿2 . Setelah dipantulkan dari 𝑀1 dan 𝑀2 , kedua sinar tersebut akhirnya
bergabung kembali di 𝑀0 untuk menghasilkan pola interferensi, yang
dapat dilihat melalui teleskop.
Interferometer Michelson
Kondisi interferensi kedua sinar ditentukan oleh perbedaan panjang
lintasannya. Jika kedua cermin tegak lurus satu sama lain, pola
interferensi adalah pola target pinggiran lingkaran terang dan gelap,
mirip dengan cincin Newton. Saat 𝑀1 digerakkan, pola pinggiran
meluas, bergantung pada arah pergerakan 𝑀1 . Misalnya, jika lingkaran
gelap muncul di tengah pola target (sesuai dengan interferensi
destruktif) dan 𝑀1 kemudian dipindahkan ke jarak 𝜆/4 menuju 𝑀0 ,
perbedaan jalur berubah sebesar 𝜆/2 . Lingkaran hitam di tengah
sekarang menjadi lingkaran terang. Saat M1 dipindahkan jarak
tambahan 𝜆/4 menuju 𝑀0 , lingkaran terang menjadi lingkaran gelap
lagi. Dengan demikian, pola pinggiran bergeser sebesar setengah
pinggiran setiap kali 𝑀1 digerakkan jarak 𝜆/4. Panjang gelombang
cahaya kemudian diukur dengan menghitung jumlah pergeseran
pinggiran untuk perpindahan tertentu dari 𝑀1 . Jika panjang gelombang
diketahui secara akurat, perpindahan cermin dapat diukur dalam
sepersekian dari panjang gelombang.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai