Anda di halaman 1dari 26

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Interferensi

Interferensi merupakan perpaduan dua atau lebih gelombang sebagai akibat


berlakunya prinsip superposisi. Intereferensi terjadi bila gelombang-gelombang tersebut
koheren, yakni mempunyai perbedaan fase yang tetap. Pola hasil interferensi ini dapat
ditangkap pada layar, yaitu berupa garis-garis terang dan merupakan hasil interferensi
maksimum (saling memperkuat atau konstruktif), sedangkan garis gelap yang tertangkap
di layar merupakan hasil interferensi minimum (saling melemahkan atau destruktif). Pola
hasil interferensi gelombang tampak pada gambar 1 berikut:

Agar interferensi yang stabil dan berkelanjutan dari gelombang cahaya dapat diamati, dua
kondisi berikut harus dipenuhi:

a. Sumber harus bisa mempertahankan suatu beda fasa yang tetap (mereka disebut
sumber koheren).
b. Sumber harus monokromatik dan menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang
yang sama.
2. Koherensi
Seandainya ada dua sumber-sumber identik dari cahaya monokromatik
menghasilkan gelombang-gelombang yang amplitudonya sama, panjang
gelombangnya sama, ditambah lagi keduanya memilki fasa yang sama secara
permanen dan kedua sumber tersebut bergetar bersama. Dua sumber monokromatik
yang mempunyai frekuensinya sama dengan sebarang hubungan beda fasa, 𝜙, konstan
yang tertentu (tidaak harus sefasa) terhadap waktu itulah yang dikatakan koheren. Jika
syrat ini dipenuhi, maka akan diperoleh pola garis interferensi yang baik dan stabil.

Jika dua buah sumber gelombang cahaya beda fasa yang akan tiba di titik P
berubah-ubah terhadap waktu secara acak (pada suatu saat mungkin dipenuhi syarat
saling menghapuskan, tetapi pada saat berikutnya dapat terjadi penguatan). Sifat beda
fase yang berubah-ubah secara acak ini terjadi pada setiap titik-titik pada layar,
sehingga hasil yang nampak adalah terang yang meratapada layar. Dalam keadaan ini
kedua sumber tersebut dikatan inkoheren (tidak koheren).

Gambar 4: Dua sumber gelombang koheren

Kurangnya koherensi cahaya yang berasal dari sumber-sumber biasa seperti


menjalarnya kawat pijar, disebabkan oleh tidak dapatnya atom-atom memancarkan
cahaya secara kooperatif.Dan pada tahun 1960 telah berhasil dibuat sumber cahaya
tampak yang atom-atomnya dapat berlaku kooperatif, sekeluaran cahayanya sangatlah
monokromatik, kuat dan sangat terkumpul.Alat ini di sebut dengan laser (light
amplification through stimulated emission of radiation).

Intensitas berkas-berkas cahaya koheren dapat diperoleh dengan:

1. Menjumlahkan amplitudo masing-masing gelombang secara vektor dengan


memperhitungkan beda fasadi dalamnya.
2. Menguadratkan amplitude resultannya, hasil ini sebanding dengan intensitas
resultan.

Gambar 5: Gelombang Koheren

Dan untuk berkas-berkas yang tidak koheren atau inkoheren intensitasnya dapat
diperoleh dengan:
Masing-masing amplitudo dikuadratkan dahulu dan diperoleh besaran yang
sebanding dengan intensitas masing-masing berkas, baru kemudian
Intensitas masing-masing dijumlahkan untuk memperoleh intensitas resultan.

Gambar 6: Gelombang Inkoheren


Langkah-langkah di atas, sesuai dengan hasil pengamatan bahwa untuk
sumber cahaya yang tidak saling bergantungan, intensitas resultan pada setiap titik
selalu lebih besar daripada intensitas yang dihasilkan oleh masing-masing sumber di
titik tersebut.

3. Jenis-jenis koherensi
Radasi laser ditandai oleh order tingkat tinggi dari medan cahaya dibanding sumber –
sumber lain. Dengan kata lain, ia memiliki tingkat koherensi yang tinggi. Koherensi
tingkat tinggi dari pancaran laser memungkinkan untuk melaksanakan pemusatan
special luarbiasa dari daya cahaya, misalnya W dalam ruang dengan dimensi
linear hanya µm. Radiasi yang demikian tinggi intensitasnya dapat memotong logam,
menghasilkan lasmikro, mengebor lubang mikroskopis lewat Kristal intan dan
sebagainya.
Cahaya yang keluar dari sumber cahaya konvensional merupakan campur-baur
gelombang – gelombang kecil terpisah dengan memperkuat atom atau memperlemah
satu sama lain dengan cara acak ; permukaan gelombang yang dihasilkan dengan
demikian berubah dari titik ketitik dan berubah dari waktu ke waktu. Jadi, ada dua
konsep koherensi yang tidak tergantung satu sama lain, yaitu koherensi temporal dan
koherensi special.
a. Koherensi Temporal
Jenis koherensi ini dimaksudkan adalah korelasi antara medan disuatu titik
dan medan pada titik yang sama pada saat berikutnya ; yakni hubungan antara E
(x,y,z,t1) dan E ( x,y,z,t2). Jika beda fase antara dua medan tetap selama periode
yang diamati, yang berkisar antara beberapa mikrodetik, gelombang tersebut kita
namakan memiliki koherensi temporal. Jika beda fase berubah beberapa kali dan
secara tidak teratur selama periode pengamatan yang singkat, gelombang
dikatakan tidak – koheren.

Koherensi temporal juga dikenal sebagai koherensi longitudinal. Temporal


(atau longitudinal) koherensi menyiratkan gelombang terpolarisasi pada satu
frekuensi yang fase ini berkorelasi dengan jarak yang relatif besar (panjang
koherensi) di sepanjang balok Sebuah sinar yang dihasilkan oleh sumber
cahaya termal atau lainnya tidak koheren memiliki. Amplitudo sesaat dan fase
yang bervariasi secara acak terhadap waktu dan posisi, dan dengan demikian
panjang koherensi sangat singkat.

 Monocromaticity
Kita menyimpulkan koherensi temporal adalah indikasi
monochromaticity sumber merupakan sumber benar-benar koheren.
Tingkat mono Kromatisitas dari sumber diberikan oleh.Ketika rasio,
gelombang cahaya monokromatik idealnya Kemurnian garis spektrum.

b. Koherensi Spasial
Dua medan pada dua tiik berbeda pada permukaan gelombang dari suatu
gelombang elektromagnetis dikatakan koheren spasial jika mereka
mempertahankan beda fase tetap selama waktu t. Bahkan hal ini mungkin jika dua
berkas tersebut secara sendiri – sendiri tidak koheren temporal ( menurut waktu ),
karena setiap perubahan fase dan salah satu berkas diikuti oleh perubahan fase
yang sama dalam berkas yang lain. Dengan sumber cahaya biasa hal ini hanya
mungkin jika dua berkas telah dihasilkan dalam bagian yang sama dari sumber.

Tidak-koleransi temporal merupakan karakteristik dari berkas tunggal


cahaya, sedangkan tidak-kolerensi spasial berkenaan dengan hubungan antara dua
berkas cahaya yang terpisah. Dua berkas cahaya yang berasal dari bagian bagian
berbeda dari sumber telah di pancarkan oleh kelompok kelompok atom yang
berbeda. Masing masing berkas tidak akan koheren-waktu dan akan mengalami
perubahan fase acak sebagai akibatnya beda fase antara dua berkas juga akan
mengalami perubahan perubahan yang cepat dan acak. Dua berkas yang demikian
dikatakan tidak-koheren spasial (menurut tempat).

Interferensi merupakan minifestasi koherensi. Untuk menghasilkan frinji –


frinji interferensi, sangat diperlukan syarat agar gelombang – gelombang tetap
koheren yang berinterferensi tersebut tetap koheren selama periode waktu tertentu.
Jika salah satu gelombang berubah fasenya, frinji akan berubah menurut waktu.
Dengan sumber cahaya alami perubahan sangat cepat dan tidak terlihat adanya
frinji.

Cara paling sederhana untuk menghasilkan frinji interferensi adalah menggunakan


cara yang digunakan dalam percobaan dua-celah.

Dalam percobaan ini Young menggunakan satu sumber sebagai asal dua
sumber yang membeda. Cahaya dari sumber S melewati celah A dan kemudian
melewati dua lubang kecil yang dibuat dalam layar B. Hubungan fase antara pulsa
– pulsa berurutan tetap dan frinji interferensi dihasilkan pada layar C. Kita harus
teliti agar celah A sangat kecil dibandingkan dengan ukuran frinji. Jika tidak, frinji
yang dihasilkan oleh bagian – bagian yang berbeda dari celah akan tumpang –
tindih dan memberikan penerangan yang rata. Hal ini tidak akan terjadi jika
gangguan – gangguan pada titik – titik berbeda sepanjang berkas terkolerasi, yakni
jika ada koherensi spasial.

Dalam praktek, untuk titip P pada permukaan gelombang terdapat daerah


terhingga disekitarnya, yang setiap titik di dalamnya akan mempunyai korelasi
fase yang baik dengan titik P. Dengan satu lubang-sempit (pin-hole) tetap dan
menggerakkan lubang-sepmit, dapat terlihat setiap pengurangan penampakan
frinji. Daerah permukaan gelombang dimana lubang-sempit dapat digerakkan dan
frinji tetap terlihat dinamakan daerah koheren dari gelombang cahaya dan
merupakan ukuran dari koherensi special atau koherensi melintang (transverse)
dari gelombang. Hal ini menandakan perubahan koherensi menurut ruang (special)
sepanjang permukaan-gelombang dalam arah melintang terhadap arah
perambatan. Dari pandangan ini, maka koherensi temporal dikenal sebagai
koherensi longitudinal.

Ukuran dari kekontrasan frinji yang dinamakan penampakan prinji juga


digunakan sebagai ukuran koherensi.Michelson mendefinisikan penampakan frinji
(fringe visibility) sebagai berikut Di mana Emaks adalah energy relatife dari frinji
terang dan Emin adalah energy dalam frinji gelap di sebelahnya. Jika frinji
dihasilkan berkas koheran denagn amplitudo yang sama,penampakan frinji saam
dengan satu (Emin = 0); sedangkan frinji yang dihasilakn oleh tidak-koheren
penampakan sama dengan nol; (Emaks= Emin),yakin tidak ada frinji. Penampakan
frinji memenang terlihat dalam laboratorium,namun,kurang dari satu,bahkan
walaupun denagn gelombang gelombang yang sama amplitudonya. Karena
itu,jelasnya hanya gelombang koheren sebagaian yang ada dalam kenyataan.

Zermike mendefinisikan tingkat koherensi (degree of coherence),V2, sama


dengan penampakan frinji jika jarak lintasan antara berkas berkas itu kecil dan
amplitudonya sama,dan ini merupakan syarat yang paling baik untuk
menghasilkan frinji. Dalam percobaan Young, pegamatan frinji dapat diambil
sebagai ukuran langsung tingkat koherensi cahaya pada dua lubang. Menurut
pengalaman,jika V2 > 0,85, maka dua sumber sekunder tersebut dilihatkan sanagat
koheran. Dapat ditunjukan,bahwa hanya cahaya yang monokromatis sempurna
yang koheren sama sekali baik dalam waktu(temporal) maupun dalam (spasial).

Sepanjang interval waktu yang lebih pendek dari pada waktu satu
gelombang, satu paket gelombang, gelombang akan muncul sebagai sinusoidal
murni (gambar 5.3). waktu rata rata dimana terjadi pancaran sinusoidal ideal
dinamakan waktu koherensi Tc. panjang yang bersangkutan Lc = cTc dimana c
kecepatan cahaya dinamakan panjang koherensi sesudah waktu Tc , tidak korelasi
antara fase dari gelombang.
Kurangnya koherensi cahaya yang berasal dari sumber-sumber biasa
seperti menjalarnya kawat pijar, disebabkan oleh tidak dapatnya atom-atom
memancarkan cahaya secara kooperatif. Dan pada tahun 1960 telah berhasil dibuat
sumber cahaya tampak yang atom-atomnya dapat berlaku kooperatif, sekeluaran
cahayanya sangatlah monokromatik, kuat dan sangat terkumpul. Alat ini di sebut
dengan laser (light amplification through stimulated emission of radiation).

Intensitas berkas-berkas cahaya koheren dapat diperoleh dengan:

1. Menjumlahkan amplitudo masing-masing gelombang secara vektor dengan


memperhitungkan beda fasa di dalamnya.
2. Mengkuadratkan amplitudo resultannya, hasil ini sebanding dengan intensitas
resultan.
Dan untuk berkas-berkas yang tidak koheren atau inkoheren intensitasnya dapat
diperoleh dengan:

1. Masing-masing amplitudo dikuadratkan dahulu dan diperoleh besaran yang


sebanding dengan intensitas masing-masing berkas,
2. Intensitas masing-masing dijumlahkan untuk memperoleh intensitas resultan
Langkah-langkah di atas, sesuai dengan hasil pengamatan bahwa untuk sumber
cahaya yang tidak saling bergantungan, intensitas resultan pada setiap titik
selalu lebih besar daripada intensitas yang dihasilkan oleh masing-masing
sumber di titik tersebut.

4. Pengertian Interferometer
Interferometer adalah suatu perangkat untuk pengukuran yang memanfaatkan
gejala inteferensi. Pada umumnya prinsip dasar interferometer yang memanfaatkan
sifat koherensi. interferometer dikelompokan menjadi pembelah muka gelombang
(wavefront spliting) dan pembelah amplitudo (amplitude splitting).
5. Jenis – jenis Interferometer
a. Interferometer Pembelah Muka Gelombang
Pada interferometer pembelah muka gelombang, dua gelombang yang koheren
diperoleh dari sumber yang sama dengan intensitas yang tetap. Contoh dari
interferometer ini adalah percobaan dua celah dari Young, biprisma Fresnel, dan
cermin ganda (double mirror).
 Percobaan Young
Interferensi gelombang dari dua sumber pertama kali didemonstrasikan
oleh Thomas Young pada tahun 1801. Skema eksperimen Young ditunjukkan
pada gambar 2. Cahaya monokromatik dilewatkan pada suatu celah sempit S
pada penghalang pertama, tiba pada penghalang kedua mempunyai dua celah
sejajar S1 dan S2. S1 dan S2 berfungsi sebagai suatu pasangansumber cahaya
koheren dan menghasilkan pada layar suatu pola interferensi yang terdiri dari
frinji terang dan gelap.

Persamaan gelombang cahaya dari S1 dan S2 di titik P pada layar, masing-


masing kita nyatakan dengan:

𝐸1 (𝑟, 𝑡) = 𝐸0 . 𝑒 𝑖(𝑘.𝑟1 −𝜔𝑡+𝜑1) (5.1)

𝐸2 (𝑟, 𝑡) = 𝐸0 . 𝑒 𝑖(𝑘.𝑟2 −𝜔𝑡+𝜑2 ) (5.2)

Superposisi dititik P adalah : 𝐸 = 𝐸1 + 𝐸2

𝐸 (𝑟, 𝑡) = 𝐸0 . 𝑒 𝑖(𝑘.𝑟1−𝜔𝑡+𝜑1) + 𝑒 𝑖(𝑘.𝑟2 −𝜔𝑡+𝜑2 ) (5.3)


Dan intesitasnya adalah:

𝐼 ≈ |𝐸|2

𝐼 ≈ 𝐸0 2[𝑒 𝑖(𝑘.𝑟1 −𝜔𝑡+𝜑1 ) + 𝑒 𝑖(𝑘.𝑟2 −𝜔𝑡+𝜑2) ][𝑒 −𝑖(𝑘.𝑟1 −𝜔𝑡+𝜑1 ) + 𝑒 −𝑖(𝑘.𝑟2 −𝜔𝑡+𝜑2 ) ]

)) ))
𝐼 ≈ 𝐸0 2[1 + 𝑒 −𝑖(𝑘(𝑟2 −𝑟1)+(𝜑2 −𝜑1 + 𝑒 𝑖(𝑘(𝑟2 −𝑟1)−(𝜑2 −𝜑1 + 1]

)) ))
𝐼 ≈ 𝐸0 2[2 + 𝑒 −𝑖(𝑘(𝑟2 −𝑟1)−(𝜑2 −𝜑1 + 𝑒 𝑖((𝑟2 −𝑟1)𝑘+(𝜑2 −𝜑1 + 1]

𝐼 ≈ 𝐸0 2[2 + 2 cos 𝜙] 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜙 = 𝑘(𝑟2 − 𝑟1 ) + (𝜑2 − 𝜑1 )

Karena 𝐼0 ≈ |𝐸0 |2 ≈ 𝐸0 2 𝑚𝑎𝑘𝑎

𝐼 = 2𝐼0 [1 + cos(𝜙)] (5.4)

dengan

𝜙 = 𝑘(𝑟1 − 𝑟2 ) + (𝜑1 − 𝜑2 ) (5.5)

𝜙 = 𝑘. ∆𝑟 + ∆𝜑

Persamaan (5.4) dapat kita tuliskan dengan:

𝑘.∆𝑟 ∆𝜑
𝐼 = 4. 𝐼0. 𝑐𝑜𝑠 2 ( + ) (5.6a)
2 2

Untuk kasus kedua sumber fasenya sama, jadi ∆𝜑 = 0, maka persamaan (5.6a)
akan menjadi:

𝑘. ∆𝑟
𝐼 = 4. 𝐼0. 𝑐𝑜𝑠 2 ( )
2
𝑦
Dari gambar ∆𝑟 = 𝑑𝑠𝑖𝑛𝜃. 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝜃 ≪ 𝑚𝑎𝑘𝑎 sin 𝜃 ≡ tan 𝜃 = 𝑙

2𝜋
Mengingat 𝑘 = maka
𝜆

𝜋.𝑑.𝑦
𝐼 = 4. 𝐼0. 𝑐𝑜𝑠 2 ( ) (5.6b)
𝜆.𝐿

Intesitas maksimum (=4𝐼0 ) terjadi bila :

𝜋.𝑑.𝑦
= 𝜋. 𝑛 (5.7)
𝜆.𝐿

Intensitas minimum terjadi bila:

𝜋.𝑑.𝑦 2.𝑛+1
=( )𝜋 (5.8)
𝜆.𝐿 2

Dengan 𝑛 = 0, ±1. ±2, … .. yang disebut dengan orde interferensi

Jarak dua intensitas maksimum ( atau dua intensitas minimum) yang berurutan
adalah:

𝜆.𝐿
∆𝑦 = (5.9)
𝑑

Dan jarak intensitas maksimum dan minimum adalah

𝜆.𝐿
∆𝑦 = (5.10)
2𝑑

Distribusi intensitas interferensi ini ditunjukkan pada gambar. Sebagai berikut:


 Interferometer Biprisma Fresnel

nterferometer Biprisma Fresnel menggunakan prisma sebagai


pembelah muka gelombang (gambar 4.). Gelombang dari sumber S dibelah
oleh biprisma menjadi dua koheren yang terpisah dengan sumber dan
bersumber S1 dan S2. Dengan menerapkan persamaan (5.9), jarak antara dua
intensitas maksimum (atau dua intensitas minimum) yang berurutan adalah:

𝜆.(𝑅+𝐿)
∆𝑦 = (5.11)
2𝑅𝛿

Pada pembahasan prisma di materi fisika dasar, Kita gunakan sudut


yang kecil, sehingga sudut deviasi minimum prisma yang diperoleh melalui
hukum Snellius adalah:

𝛿+𝛼
𝑛= 𝛼
(5.12)
Sehingga persamaan (5.11) menjadi:
𝜆 (𝑅+𝐿)
∆𝑦 = 2 𝑅 𝛼 (𝑛−1) (5.13)

b. Interferometer Pembelah Amplitudo


Pada pembelah amplitudo, dua gelombang yang koheren diperoleh dengan
membagi intensitas semula, yakni dengan lapisan pemantul sebagian (half silvered
mirror). Contoh interferometer jenis ini adalah interferometer Michelson, dan
interferometer Fabry Perot.

 Interferometer Michelson
Interferometer Michelson adalah suatu alat yang dapat digunakan
untuk mengukur panjang gelombang. Prinsip kerja dari interferometer
Michelson ditunjukkan pada gambar 7. Gelombang cahaya dari sumber S
jatuh pada cermin pemantul sebagian C. Oleh cermin C, cahaya ini sebagian
dipantulkan ke M1, dan sebagian lagi diteruskan ke M2, masing-masing
dengan intesitas yang sama.
Prisma P berfungsi untuk menyamakan lintasan optik apabila M1 dan
M2 berjarak sama dari C, dan disebut dengan kompensator. Cermin M1 dapat
digeser-geser untuk merubah perbedaan lintasan antara kedua sinar. Jadi pada
interferometer ini, sumber sekundernya adalah berupa berkas sinar dari cermin
M1 dan berkas sinar dari bayangan M2 oleh bidang cermin pemantul sebagian
C (yakni M2’).

Berkas sinar dari M1 dan dari M2 ini menuju layar dan berinterferensi.
Bila jarak antara M1 dan M2’ dinyatakan dengan d, maka beda fasenya adalah
2kd. Dengan merubah-rubah jarak d, yakni dengan menggeser-geser C1
mendekati atau menjauhi C2’, maka pola interferensi lingkaran gelap-terang
pada layar akan berubah-rubah pula.

Di pusat layar akan terjadi terang (intensitas maksimum) bila:

2 𝑘 𝑑 = 2 𝑛𝜋 (5.14)

dan akan terjadi gelap (intensitas minimum) bila:

2 𝑘 𝑑 = 2 (𝑛 + 1)𝜋 (5.15)

Dengan 𝑛 = 0, ±1. ±2, … ..

Kaca planpararel pada interferometer berfungsi untuk menyamakan


lintasan optik. Pada awalnya CM1=CM2 dan r1=r2. Selanjutnya, ketika M1
digeser sebesar d, maka: 𝐶𝑀1′ = 𝐶𝑀1 + 𝑑 atau 𝑟1′ = 𝑟1 + 2𝑑 karena r1 = r2

Maka dapat ditulis 𝑟1′ = 𝑟2 + 2𝑑 persamaan gelombangnya

𝐸1 = 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘(𝑟1 +2𝑑)−𝜔𝑡) dan 𝐸2 = 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑟2 −𝜔𝑡) , maka:

∆𝑟 = 𝑟1′ − 𝑟1 = 𝑟1′ = 𝑟2

∆𝑟 = (𝑟1 + 2d) − 𝑟1

∆𝑟 = 2d → 𝑟1′ = 𝑟1 + 2d

𝐸1 = 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑟1 −𝜔𝑡) = 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘(𝑟1 +2𝑑)−𝜔𝑡)

𝐸2 = 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑟2 −𝜔𝑡)

Hasil superposisinya yaitu: 𝐸 = 𝐸1 + 𝐸2

𝐸 = 𝐸0 (𝑒 𝑖(𝑘(𝑟1 +2𝑑)−𝜔𝑡) + 𝑒 𝑖(𝑘𝑟2 −𝜔𝑡) ) (5.16)


Intensitasnya adalah:

𝐼 ≈ |𝐸|2

𝐼 ≈ 𝐸0 2[𝑒 𝑖(𝑘(𝑟1 +2𝑑)−𝜔𝑡) + 𝑒 𝑖(𝑘𝑟2 −𝜔𝑡) ][𝑒 −𝑖(𝑘(𝑟1 +2𝑑)−𝜔𝑡) + 𝑒 −𝑖(𝑘𝑟2 −𝜔𝑡) ]

𝐼 ≈ 𝐸0 2[1 + 𝑒 −𝑖(𝑘(𝑟2 −(𝑟1 +2𝑑)) + 𝑒 𝑖(𝑘(𝑟2 −(𝑟1 +2𝑑)) +1]

Karena 𝑟2 = 𝑟1 maka 𝐼 ≈ 𝐸0 2[2 + 𝑒 −𝑖(𝑘2𝑑) + 𝑒 𝑖(𝑘2𝑑) ]

𝐼 ≈ 𝐸0 2[2 + 2 cos 2 𝑘𝑑] Karena 𝐼0 = |𝐸0 |2≈ 𝐸02 maka

𝐼 = 2𝐼0 [1 + cos(2𝑘𝑑)]

𝐼 = 2𝐼0 [1 + 2 cos(2𝑘𝑑) − 1]

𝐼 = 4𝐼0 [1 + 𝑐𝑜𝑠 2 (𝑘𝑑) (5.17)

I akan maksimum jika : 𝑐𝑜𝑠 2 (𝑘𝑑) = 1

2𝜋
𝑘𝑑 = 𝑛𝜋 → 𝑑 = 𝑛𝜋
𝜆

2𝑑 = 𝑛𝜆 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑛 = 0, ±1, ±2,

𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒 − 𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑀1 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

𝜆 2𝑑
𝑑=𝑛 →𝜆=
2 𝑛

I akan minimum jika : 𝑐𝑜𝑠 2 (𝑘𝑑) = 0

2𝑛+1
𝑘𝑑 = [ ]𝜋 dimana 𝑛 = 0, ±1, ±2,
2

2𝑛 + 1 4𝑑
𝑑=[ ]𝜆 → 𝜆 =
4 2𝑛 + 1

 Interferometer Fabry Perot

Interferometer Fabry-Perot adalah perangkat yang menghasilkan


inteferensi cahaya dengan memanfaatkan pantulan berulang. Intensitas pantul
maupun intensitas yang diteruskan oleh interferometer ini merupakan fungsi
dari beda fasa antara berkas cahaya pantul yang berurutan. Pada
interferometer ini pembelahan intensitas berkas gelombang dilakukan melalui
pemantulan ganda (multiple reflections), pada dua keping cermin pantul
sebagian C1 dan C2 yang identik dan dipasang sejajar. Diantara kedua keping
cermin tersebut biasanya diselipkan medium lain dengan indeks bias n,
seperti pada gambar 8. Berkas sinar yang datang pada cermin C1, sebagian
dipantulkan, dan sebagian lagi diteruskan. Berkas sinar yang diteruskan, oleh
cermin C2 sebagian dipantulkan lagi, dan sebagaian diteruskan ke titik P yang
jauh. Seterusnya berkas sinar diantara kedua cermin C1 dan C2, mengalami
beberapa kali pemantulan dan pembiasan. Pola interferensi merupakan
perpaduan dari berkas berkas sinar di titik P, yang berasal dari pembiasan
oleh cermin C2.

Perbedaan jarak lintasan antara berkas berkas yang berdampingan yang


keluar dari cermin C2 adalah:

1 sin2 ( 𝜃)
∆𝑟 = 2𝑑[cos(𝜃) − ] (5.18)
cos(𝜃)

∆𝑟 = 2 𝑑 cos(𝜃) (5.19)

Dan beda fasenya adalah:

𝜑 = 𝑘 ∆𝑟 (5.20)

𝜑 = 2𝑘 𝑑 cos(𝜃) (5.21)

Hasil superposisi linier dari semua berkas di titik P adalah:

𝐸 = 𝐸0 𝑡 2 + 𝑟 2 𝑡 2 𝐸0 𝑒 𝑖𝑘𝜑 + 𝑟 4 𝑡 2 𝐸0 𝑒 2𝑖𝑘𝜑 + ⋯ … (5.22a)

𝐸 = 𝐸0 𝑡 2 [1 + 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑 + 𝑟 4 𝑒 2𝑖𝑘𝜑 + ⋯ … (5.22b)

Deret ukur tak hingga dengan rasio 𝜌 = 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑 adalah

1
𝑆∞ =
1 − 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑

𝑇2
𝐸= 𝐸0 (5.22c)
1−𝑅 2 𝑒 𝑖𝜑

dengan R dan T masing-masing koefisien pantul dan koefisien bias.


Intensitasnya adalah:

𝐸2 𝑇4
𝐼 ≈ |1−𝑟02 𝑒 𝑖𝑘𝜑|2 (5.23)

Dengan mengingat pengertian reflekstans (r) dan transmitas (t) seperti


yang sudah dibicarakan pada bab 2, maka persamaan (7.34) ini dapat
dituliskan menjadi:

𝐼 𝑡2
𝐼 ≈ |1−𝑟02 𝑒 𝑖𝑘𝜑|2 (5.24)

Karena r<1, maka dengan menjabarkan ke dalam deret Taylor untuk


𝜑 = 0, maka penyebut pada persamaan (5.24) dapat dinyatakan dengan:

|1 − 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑 |2 = (1 − 𝑟 2 𝑒 𝑖𝜑 )(1 − 𝑟 2 𝑒 −𝑖𝜑 )

= 1 − 𝑟 2 (𝑒 −𝑖𝜑 + 𝑒 𝑖𝜑 + 𝑟 4

= 1 − 2𝑟 2 cos 𝜑 + 𝑟 4

= 1 − 2𝑟 2 + 𝑟 4 + 2𝑟 2 − 2𝑟 2 cos 𝜑

Karena reflektansi R = r2
Maka |1 − 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑 |2 = (1 − 𝑅)2 + 2𝑅(1 − cos 𝜑)
𝜑
Karena cos 𝜑 = (1 − 2𝑠𝑖𝑛2 2 ), maka diperoleh:

𝜑
|1 − 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑 |2 = (1 − 𝑅)2 + (4 𝑅 𝑠𝑖𝑛2 )
2
4𝑅 𝜑
|1 − 𝑟 2 𝑒 𝑖𝑘𝜑 |2 = (1 − 𝑅)2 (1 + (1−𝑅)2 𝑠𝑖𝑛2 2 ) (5.25b)

Maka persamaan (5.23) menjadi:

𝐸02 𝑇 4 𝐼0 𝑡 4
𝐼≈ 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝐼 = 4𝑅 𝜑 (5.26)
|1−𝑟 2 𝑒 𝑖𝜑 |2 (1−𝑅)2 (1+ 𝑠𝑖𝑛2 )
(1−𝑅)2 2

Dimana

4𝑅
𝐹=
(1 − 𝑅)2

F dinamakan sebagai koefisien finess (kehalusan)

𝐼0 𝑡 4
𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 =
(1 − 𝑅)2
∆𝜑 -1
Sehingga 𝐼 = 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 (1 + 𝐹𝑠𝑖𝑛2 )
2

∆𝜑 -1
Fungsi dari (1 + 𝐹𝑠𝑖𝑛2 ) disebut dengan fungsi airy, yang nilai
2
perubahannya terhadap 𝜑 bergantung pada parameter kehalusan F. fungsi airy ini
merupakan factor yang menentukan pada pola interferensi Febry-perot.
6. Pengertian Difraksi
Difraksi merupakan gejala pembelokan cahaya bila mengenai suatu celah
sempit. Semakin sempit celah yang dilalui cahaya, semakin dapat menghasilkan
perubahan arah penjalaran cahaya yang semakin lebar.

Penghalang ini hanya meneruskan sebagian kecil dari gelombang yang dapat
melalui lubang celah dapat terus, yang lainnya berhenti atau kembali.

Gambar 6.1

Cahaya masuk melalui celah yang cukup lebar akan membentuk bayangan
geometris pada layar. Bagian yang terang persis sama lebar dengan panjang celah. Di
luar bagian yang terang adalah bayangan geometris. Sekarang bila celah dipersempit,
maka bagian yang terang pada layar akan melebar ke daerah bayangan
geometmetrisnya.

Difraksi pertama kali ditemukan oleh Francesco M. Grimaldi (1618-1663) dan


gejala ini juga diketahui oleh Huygens (1620-1695) dan Newton (1642-1727). Akan
tetapi Newton tidak melihat kebenaran tentang teori gelombang disisni, sedangkan,
Huygens yang percaya pada teori gelombang tidak percaya pntuk menerangkan
difraksiada difraksi.

Oleh karena itu, ia tetap menyatakan bahwa cahaya berjalan lurus. Frensel
(1788-1827) secara tepat menggunakan teori Huygens yang disebut prinsip Huygens
frensel, Berunyi :

“ Setiap titik muka gelombang di celah merupakan sumber cahaya titik dari
gelombang bola, sehingga muka gelombang neto pada titik-titik diluar celah adalah
hasil superposisi gelombang bola yang bersumber dari titik muka gelombang muka
dicelah”.

Difraksi terbagi menjadi dua jenis yaitu difraksi frounhofer dan fresnel.

7. Jenis-jenis difraksi
Pada gambar dibawah menunjukkan gejala difraksi dari suatu gelombang datar yang
menjalar melalui suatu celah. Maka menurut prinsip Huygens-Fresnel, titik A dan B
pada tepi celah, merupakan sumber sekunder dengan fase yang sama. Efek difraksi ini
diamati pada satu titik P pada arah Q terhadap sumbuh celah.

apabila titik P tidak begitu jauh dari celah, atau sumber gelombang dating tidak begitu
jauh dari celah, sehingga gelombang dating tidak dapat dianggap sebagai gelombang
datar, maka peristiwa ini disebut dengan difraksi Fresnel. Dan sebaliknya, bila sumber
gelombang dating dari titik P cukup jauh dari celah, maka peristiwa ini disebut
dengan difraksi Fraunhofer.

a. Difraksi Fresnel
Bila suatu berkas cahaya sejajar dijatuhkan pada suatu celah sempit,
ternyata setelah melalui celah berkas tersebut melebar lagi. Pada Gambar 14
diperlihatkan berkas cahaya sejajar yang jatuh pada celah A, setelah lewat celah A
berkas jatuh pada layar L1 lebih lebar dari berkas cahaya sebelum melewati celah
A. Demikian pula berkas yang lewat celah B setelah jatuh pada layar L2 menjadi
lebih lebar dari berkas yang melewati celah A (Subrata, 2002).
A B

L1 L2

Gambar 14. Gejala Difraksi

Gejala ini disebut pelenturan cahaya atau difraksi. Difraksi fresnel adalah
jarak sumber-celah dan celah-layar lebih besar dari lebar celah atau sinar datang
tidak sejajar / sumber gelombang dekat (djoenaedi, 2008).Eksperimen
menunjukkan bahwa makin sempit celah, maka makin melebar berkas cahaya
yang lewat. Gejala difraksi ini hanya dapat dijelaskan dengan cahaya sebagai
gelombang dengan menggunakan prinsip Huygens (Adison, 2002).

Gambar 15. Prinsip Huygens

Prinsip Huygens-Fresnel : dalam proses perambatan gelombang bebas,


setiap titik pada suatu muka gelombang berfungsi sebagai sumber sekunder
sfreis untuk anak gelombang (wavelet) dengan frekuensi yang sama dengan
gelombang primernya.
Gambar 16. Superposisi muka-muka gelombang

Jika panjang gelombang (λ) lebih besar dibandingkan dengan lebar


celah (d), maka gelombang akan disebar keluar dengan sudut yang cukup
besar. Dalam beberapa kasus klasik, fenomena interferensi dan difraksi sulit
dibedakan.

Gambar 17. Fenomena interferensi dan difraks

b. Difraksi Frounhofer
Difraksi Frounhofer merupakan difraksi cahaya dimana jarak sumber-celah
dan celah-layar jauh lebih besar dari lebar celah (djoenaedi, 2008).

 Difraksi Celah tunggal


Pada peristiwa difraksi ini, gelombang datang berupa gelombang datar dan
jarak titi P ke celah, r ≫ 𝑑. (gambar 13) titik-titik pada celah antara A dan B,
dapat dipandang sebagai sumber-sumber gelombang sekunder. Jadi pola
difraksi celah ini, dapat di dekati sebagai pola interferensi sistim banyak celah
sempit, masing-masing berjarak: a. apabila fungsi gelombang yang berasal
dari celah sempit pertama ( celah sempit paling atas, dititik A) adalah :
𝐸1 = 𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 (7.1)
Maka fungsi gelombang dari celah yang ke n, adalah :
𝐸𝑛 = 𝐸0 𝑒 −𝑖[𝜔𝑡−𝑘(𝑛−1)𝑎 sin(𝜃)] (7.2)

Sehingga di titik P akan terjadi superposisi dari 𝐸1 , 𝐸2 , 𝐸3 , … . . 𝐸𝑛


𝐸 = 𝐸1 + 𝐸2 + +, … . . +𝐸𝑛 = ∑𝑛𝑛=1 𝐸𝑛
𝐸 = 𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∑𝑁
𝑛=1 𝑒
𝑖𝑘𝑎(𝑛−1) sin 𝜃
(7.3)
𝐸 = 𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 + 𝐸0 𝑒 −𝑖(𝜔𝑡−𝑘𝑎 sin 𝜃) + 𝐸0 𝑒 −𝑖(𝜔𝑡−2𝑘𝑎 sin 𝜃)
+ ⋯ + 𝐸0 𝑒 −𝑖(𝜔𝑡−𝑘(𝑁−1)𝑎 sin 𝜃)
𝐸 = 𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 (1 + 𝑒 𝑖𝑘𝑎 sin 𝜃 + 𝑒 2𝑖𝑘𝑎 sin 𝜃 + ⋯ + 𝑒 𝑖𝑘𝑎 (N−1)sin 𝜃
𝑟 𝑛 −1 𝑒 𝑖𝑘𝑎𝑁 sin 𝜃 −1
Deret ukur dengan rasio 𝑟 = 𝑒 𝑖𝑘𝑎 sin 𝜃 adalah 𝑆𝑁 = =
𝑟−1 𝑒 𝑖𝑘𝑎 sin 𝜃 −1
𝑵 𝑵 𝑵
𝒆𝒊𝒌𝒂 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽 (𝒆𝒊𝒌𝒂 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽 − 𝒆−𝒊𝒌𝒂 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽 )
𝑺𝑵 = 𝒌𝒂 𝒌𝒂 𝒌𝒂
𝒆𝒊 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽
(𝒆𝒊 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽
− 𝒆−𝒊 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽
)

𝑵
𝒌𝒂 [𝟐𝒊𝒔𝒊𝒏(𝒌𝒂
𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝑺𝑵 = 𝒆 𝒊
𝟐
(𝑵−𝟏) 𝐬𝐢𝐧 𝜽
( 𝟐
𝒌𝒂
[𝟐𝒊𝒔𝒊𝒏( 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝑵
𝒌𝒂
𝒊 (𝑵−𝟏) 𝐬𝐢𝐧 𝜽
𝒔𝒊𝒏(𝒌𝒂 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽)
𝑺𝑵 = 𝒆 𝟐 [ ]
𝒌𝒂
𝒔𝒊𝒏( 𝟐 𝐬𝐢𝐧 𝜽)
maka persamaan berubah menjadi
𝒌𝒂 𝑵
𝒊 (𝑵−𝟏) 𝐬𝐢𝐧 𝜽 [𝒔𝒊𝒏(𝒌𝒂 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
−𝒊𝝎𝒕 𝟐
𝑬 = 𝑬𝟎 𝒆 [𝒆 𝟐 [ 𝒌𝒂 ]
[𝒔𝒊𝒏( 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝟐

𝟏 𝟏
[𝒔𝒊𝒏( 𝒌𝒂𝑵 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝑬 = 𝑬𝟎 𝒆−𝒊𝝎𝒕+𝟐𝒊𝒌𝒂(𝑵−𝟏) 𝐬𝐢𝐧 𝜽 [ 𝟐
𝟏 ] (7.4)
[𝒔𝒊𝒏( 𝒌𝒂 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝟐

Misalnya (𝑁 − 1)𝑎 = 𝑏
Kemudian bila jumlah sempit N diperbanyak sehingga menuju tak hingga,
maka
(𝑁 − 1)𝑎 ≅ 𝑁𝑎 = 𝑏
(𝑁 − 1)𝑎 = 𝑏
𝟏 𝟏
[𝒔𝒊𝒏( 𝒌𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝑬 = 𝑬𝟎 𝒆−𝒊𝝎𝒕+𝟐𝒊𝒌𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝜽 [ 𝟐
𝟏 ]𝑵
[𝑵 𝒔𝒊𝒏( 𝒌𝒂 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝟐

1 1
Karena sin(2 𝑘𝑎 sin 𝜃) ≈ 2 𝑘𝑎 sin 𝜃

Kemudian bila jumlah sempit N diperbanyak sehingga menuju tak hingga,


maka lebar celah sempit a mendekati nol. Sehingga persamaan (7.4) tersebut
akan mempunyai bentuk:
𝟏 𝟏
[𝒔𝒊𝒏( 𝒌𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝜽)]
𝑬 = 𝑬𝟎 𝒆−𝒊𝝎𝒕+𝟐𝒊𝒌𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝜽 [ 𝟏
𝟐
]𝑵
[ 𝒌𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝜽]
𝟐

1 [sin(𝑘𝑟)]
Misal 𝑟 = 2 𝑏 sin 𝜃 maka persamaan menjadi 𝐸 = 𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡+𝑖𝑘𝑟 [ ]𝑁
𝑘𝑟
1 𝐬𝐢𝐧 𝜷
Jika 𝛽 = 𝑘𝑟 = 2 𝑘𝑏 sin 𝜃 maka 𝑬 = 𝑬𝟎 𝒆−𝒊(𝝎𝒕−𝜷) [ ]𝑵 (7.5)
𝜷
sin 𝛽 2 2
Intensitas gelombang dititik P : 𝐼 = 𝐼0 [ ] 𝑁 (7.6)
𝛽

Untuk 𝜃 = 0, diperoleh puncak intensitas maksimum sebesar I0. Jadi intensitas


maksimum terletak pada arah sumbuh celah. Gambar 14. Memperlihatkan
intensitas pola difraksi celah tunggal sebagai fungsi arah sudut difraksi q.
Untuk bukaan (aperture) yang tidak berbentuk celah, misalnya
berbentuk lingkaran dengan jari-jari: R, pola difraksi ditunjukkan pada gambar
dibawah ini.

Pola ini berbentuk lingkaran-lingkaran sepusat. Daerah maksimum di


pusat dibatasi oleh minimum pertama, berupa lingkaran berjari-jari 1,22 ,
daerah ini disebut dengan cakram Airy.

𝜆
Dengan persamaan: sin(𝜃) = 1,22 𝐷

Dimana D diameter celah, D = 2R

Untuk bukaan (aperture) yang tidak berbentuk celah, misalnya berbentuk


lingkaran dengan jari-jari R, maka :

𝑟0 𝑅⃗⃗
𝑟⃗ = ⃗⃗⃗⃗.

𝑟⃗0 = (sin 𝜃, 0 . cos 𝜃 )


𝑅⃗⃗ = (𝑅 cos 𝜑. 𝑅 sin 𝜑, . 0)

𝑟⃗0 . 𝑅⃗⃗ = 𝑅 cos 𝜑 𝑠𝑖𝑛 𝜃 (7.7)

2𝐸
𝑑𝐸 = 𝜋𝑅02 𝑒 −𝑖(𝑘𝑅 cos 𝜑 sin 𝜃−𝜔𝑡) 𝑅𝑑𝑅𝑑 𝜃 (7.8)

𝑑𝑠 = 𝑅𝑑𝑅𝑑𝜃

𝑖𝑘𝑅 sin 𝜃 cos 𝜑


2𝐸0 𝑖𝜔𝑡 1 𝑑 2𝜋 𝑒 𝑑𝜑]𝑅𝑑𝑅
𝐸= 𝑒 ∫ [∫ (7.9)
𝑅2 2𝜋 0 0

Misalkan

𝜌 = 𝑘𝑅 sin 𝜃

𝜌
𝑅=
𝑘 sin 𝜃

𝑑𝜌 = 𝑘 sin 𝜃𝑑𝑟

𝑑𝜌 𝜌𝑑𝜌
𝑑𝑅 = 𝑅𝑑𝑅 =
𝑘 sin 𝜃 (𝑘 sin 𝜃)2

𝑠𝑢𝑏𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 (7.9)𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛

𝑑 2𝜋
2𝐸0 1
𝐸 = 2 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∫[∫ 𝑒 𝑖𝜌 cos 𝜑 𝑑𝜑]𝑅𝑑𝑅
𝑅 2𝜋
0 0

𝑘𝑑 sin 𝜃 2𝜋
2𝐸0 1 𝜌𝑑𝜌
𝐸 = 2 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∫ [∫ 𝑒 𝑖𝜌 cos 𝜑 𝑑𝜑 ]
𝑅 2𝜋 (𝑘 sin 𝜃)2
0 0

𝑘𝑑 sin 𝜃 2𝜋
2𝐸0 1 1
𝐸 = 2 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∫ [∫ 𝑒 𝑖𝜌 cos 𝜑 𝑑𝜑]𝜌𝑑𝜌
𝑅 2𝜋 (𝑘 sin 𝜃)2
0 0

𝑘𝑑 sin 𝜃
2𝐸0 1
𝐸 = 2 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∫ 𝜌𝐽0 (𝜌)𝑑𝜌
𝑅 (𝑘 sin 𝜃)2
0

Dengan menggunakan fungsi Bessel


2𝜋
1
𝐽0 (𝜌) = ∫ 𝑒 𝑖𝜌 cos 𝜑 𝑑𝜑
2𝜋
0

𝜌(𝑑) = 𝑘𝑑 sin 𝜃

2𝜋
1
𝐽1 (𝜌) = ∫ 𝑒 𝑖(𝜑+𝜌 cos 𝜑) 𝑑𝜑
2𝜋
0

𝑘𝑑 sin 𝜃
2𝐸0 1
𝐸 = 2 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∫ 𝜌𝐽0 (𝜌)𝑑𝜌
𝑅 (𝑘 sin 𝜃)2
0

𝑘𝑑 sin 𝜃
1
𝑢 = 𝑅𝑘 sin 𝜃 𝐸 = 2𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 ∫ 𝐽0 (𝜌)𝜌𝑑𝜌
(𝑅𝑘 sin 𝜃)2
0

𝑢(𝑑) 𝑘𝑑 sin 𝜃
1 −𝑖𝜔𝑡
𝐽(𝑢) = ∫ 𝐽0 (𝑢)𝑑𝜌 𝐸 = 2𝐸0 𝑒 ∫ 𝐽0 (𝜌)𝑢𝑑𝑝
(𝑢)2
0 0

𝐽(𝑢) 1
𝐸 = 2𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 𝐸 = 2𝐸0 𝑒 −𝑖𝜔𝑡 𝐽(𝑢)
𝑢 𝑢

Intensitas pada arah 𝜃 adalah

2𝐽(𝑢) 2
𝐼 = 𝐼0 [ ]
𝑢

Anda mungkin juga menyukai