Fenomena interferensi selalu berkaitan dengan teori gelombang cahaya. Pada hakekatnya
cahaya mempunyai besaran amplitudo, panjang gelombang, fase serta kecepatan. Apabila
cahaya melewati suatu medium maka kecepatannya akan mengalami perubahan. Jika
perubahan tersebut diukur, maka dapat di peroleh informasi tentang keadaan objek/medium
yang bersangkutan misal indeks bias, tebal medium dari bahan yang dilewatinya danpanjang
gelombang sumbernya. Interferensi gelombang dari dua sumber tidak teramati kecuali
sumbernya koheren, atau perbedaan fase di antaragelombang konstan terhadap waktu. Karena
berkas cahaya pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas, dua
sumber cahaya biasanya tidak koheren (Laud, 1988). Koherensi dalam optika sering dicapai
dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian
dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai
dengan memantulkan cahaya dari dua permukaan yang terpisah (Tipler, 1991).
Suatu alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan
panjang lintasan disebut interferometer optik. Interferometer dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada
pembagi muka gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya pertama di bagi menjadi
dua, sehingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di
layar akan membentuk pola interferensi yang berwujud garis gelap terang berselang-seling.
Di tempat garis terang, gelombang-gelombang dari kedua celah sefase sewaktu tiba di tempat
tersebut. Sebaliknya di tempat garis gelap, gelombang-gelombang dari kedua celah
berlawanan fase sewaktu tiba di tempat tersebut (Soedojo, 1992). Untuk pembagi amplitudo,
diumpamakan sebuah gelombang cahaya jatuh pada suatu lempeng kaca yang tipis. Sebagian
dari gelombang akan diteruskan dan sebagian lainnya akan dipantulkan. Kedua gelombang
tersebut tentu saja mempunyai amplitudo yang lebih kecil dari gelombang sebelumnya. Ini
dapat dikatakan bahwa amplitudo telah terbagi. Jika dua gelombang tersebut bias disatukan
kembali pada sebuah layar maka akan dihasilkan pola interferensi (Hecht, 1992). Namun
pada bab ini penulis hanya akan membahas mengenai interferensi pembelah muka
gelombang.
Interferensi itu sendiri adalah penggabungan superposisi dua gelombang atau lebih yang
bertemu pada satu titik ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola cincin dapat
digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan interferensi,
misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias, dan ketebalan bahan.
Menurut Bahrudin Interferensi gelombang merupakan perpaduan antara dua gelombang
atau lebih pada suatu daerah tertentu pada saat yang bersamaan. Interferensi dua gelombang
yang mempunyai frekuensi, amplitudo, dan arah getaran sama yang merambat menurut garis
lurus dengan kecepatan yang sama tetapi berlawanan arahnya, menghasilkan gelombang
Interferensi terjadinya jika memenuhi suatu syarat untuk bisa terjadinya interferensi.
Adapun syarat-syarat terjadinya interferensi adalah sebagai berikut :
a. Kedua sumber cahaya harus koheren yaitu keduanya harus memiliki beda fase yang
selalu tetap, karena itu keduanya harus memiliki frekuensi yang sama, kedua ini boleh
nol tetapi tidak harus nol.
b. Kedua gelombang cahaya harus memiliki amplitudo yang hampir sama jika tidak
interferensi yang di hasilkan kurang kontras.
c. Cahaya yang digunakan bersifat makromatik
d. Terjadi prinsip superposisi gelombang
Untuk memahami fenomena interferensi harus berdasar pada prinsip optika fisis, yaitu
cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang tiba pada suatu titik yang bergantung
pada fase dan amplitudo gelombang tersebut. Untuk memperoleh pola-pola interferensi
cahaya haruslah bersifat koheren, yaitu gelombang-gelombang harus berasal dari satu sumber
cahaya yang sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari
sumber celah tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan
untuk menghasilkan pola interferensi. Pola interferensi terbentuk jika jarak tempuh cahaya
yang melalui dua celah sempit mempunyai perbedaan lintasan, perbedaan lintasan ini
ditunjukkan dengan adanya perbedaan fase antara dua gelombang. Perbedaaan fasa dua
gelombang terjadi karena jarak lintasan yang berbeda. Jika perbedaaan panjang lintasannya
1/2 maka beda fasanya adalah 1800. Tapi jika perbedaan panjang lintasannya maka beda
fasanya 3600.
Bilangan m disebut orde gelap. Tidak ada gelap ke nol. Untuk m=1 disebut gelap ke-1, dst.
Mengingat sin = tan = p/l, maka
pd
1
= m (2)
l
2
Dengan p adalah jarak terang ke-m ke pusat terang.Jarak antara dua garis terang yg berurutan
sama dgn jarak dua garis gelap berurutan. Jika jarak itu disebut p, maka :
pd
= (3)
l
Syarat interferensi maksimum :
Pada interferensi maksimum gelombang saling menguatkan (konstruktif) sehingga akan
terbentuk bayangan yang terang. Interferensi ini terjadi pada beda fasa 0,2,4,6,..... dan
seterusnya. Interferensi maksimum akan terjadi jika beda lintasan kelipatan dari 1/2.
Interferensi maksimum terjadi jika kedua gelombang memiliki fase yg sama (sefase), yaitu
jika selisih lintasannya sama dgn nol atau bilangan bulat kali panjang gelombang .
d sin=m ; m=0,1,2, .(4 )
Bilangan m disebut orde terang. Untuk m=0 disebut terang pusat, m=1 disebut terang ke1, dst. Karena jarak celah ke layar l jauh lebih besar dari jarak kedua celah d (l >> d), maka
sudut sangat kecil, sehingga sin = tan = p/l, dengan demikian
pd
=m (5)
l
Dengan p adalah jarak terang ke-m ke pusat terang.
Pada interferometer pembelah muka gelombang, dua gelombang yang koheren diperoleh dari
sumber yang sama dengan intensitas yang tetap. Contoh dari interferometer ini adalah
percobaan dua celah dari young, biprisma Fresnel, percobaan celah banyak dari young.
1) Percobaan dua celah dari Young
Koherensi ruang berhubungan dengan ukuran sumber. Hal ini memungkinkan ukuran
sumber maksimum yang masih menghasilkan pola interferensi pada bidang pengamatan. Jika
ukuran sumber lebih besar dari harga tertentu, tidak ada lagi pola interferensi yang diamati,
berarti sumber tidak lagi mempunyai sifat koherensi ruang. Hubungan antara koherensi ruang
dengan ukuran sumber diselidiki dengan percobaan Young.
Untuk memperoleh cahaya yang bersifat koheren dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan pembelahan muka gelombang (frontwave splitting) dan pembelahan amplitudo
(amplitude splitting). Pada pembelahan muka gelombang, dua gelombang yang koheren
diperoleh dari sumber yang sama dengan intensitas yang sama pula. Pada pembelahan
amplitudo dua gelombang koheren diperoleh dengan membagi intensitas semula, yaitu
dengan lapisan pemantul sebagian (half silvered mirror).
Untuk sudut yang kecil , yang diukur disepanjang layar rumbei terang ke-n jarak di
antara dua rumbai terang berurutan diberikan oleh persamaan:
y n=n
l
( 8)
d
Gambar 7 Pola interferensi yang diamati pada layar dari dua celah
Gambar 7 menunjukkan pola intensitas seperti yang terlihat pada layar. Suatu grafik
intensitas sebagai fungsi sin q . Untuk q yang kecil, ini ekivalen dengan melukiskan intensitas
terhadap y karena y = Lsinq . Intensitas I0 adalah intensitas dari setiap celah secara terpisah.
Garis putus-putus menunjukkan intensitas rata-rata 2I0 yang merupakan hasil perataan
sejumlah maksimum dan minimum.
Pada percobaan Young, dua gelombang cahaya yang koheren diperoleh dengan membagi
muka gelombang. Hal ini dilakukan dengan mengingat Prinsip Huygens yang menyatakan :
Titik-titik yang terletak pada muka gelombang (front gelombang) merupakan sumber titik
baru, yang akan merambatkan gelombang ke segala arah dengan muka gelombang sekunder
yang berbentuk lingkaran. Muka gelombang baru adalah garis singgung muka-muka
gelombang sekunder tersebut. Thomas Young melakukan percobaan dengan menggunakan 3
buah lensa , lensa pertama sebagai kisi pertama yang terdiri dari 1 buah celah sempit tempat
terjadinya difraksi dan lensa kedua terdiri 2 buah celah supaya terjadi interferensi sedangkan
layar ke 3 digunakan sebagai proyektor untuk melihat pola gelap terang yang di hasilkan.
Pada Gambar diatas S1 dan S2 terletak pada muka gelombang yang sama, sehingga
mempunyai fasa sama. Jika jarak antara sumber dengan layar jauh lebih besar dari pada jarak
antar celah (D>>d), sehingga S1P dapat dianggap sejajar dengan S2P. Dengan demikian
selisih lintasan antara kedua gelombang (selisih lintasan optik) adalah
=S 2 PS 2 P=d sin
Dengan d adalah jarak antar celah. Setelah sampai di titik P, gelombang dari S1
mempunyai persamaan
E1=E O sin (k x 1t )
E=2 E0 sin k x1 t+
Atau
cos
2
2
Karena intensitas sebanding dengan kuadrat amplitudo, maka pada eksperimen Young,
intensitas cahaya pada layar dapat dinyatakan dengan persamaan
I ( ) =I 0 cos 2(
)
2
dengan
2
( d sin )
dan I0 adalah intensitas di titik pusat (terang pusat).
Berdasarkan persamaan
I ( ) =I 0 cos 2(
)
, intensitas cahaya mempunyai harga
2
( d sin )= 1
d
sin =n , dengan n=0,1,2,3,
( d sin )=0
Sehingga
Atau
1
d sin=(2n1) , dengan n=1,2,3, .
2
Sedangkan intensitas di titik P pada layar, dengan jarak Y dari terang pusat, dan layar
dipasang pada jarak D (d) diperoleh
I ( Y )=I 0 cos2 (
2
d sin )
2
Y =0,
Y
D
D
D
D
2 , n
d
d
d
Y =
1 D 3 D
1
D
, (2 n1)
2 d 2 d
2
d
Contoh soal:
1. Pada percobaan Young, jarak antar celah adalah 0,1 mm dan jarak celah ke layar
adalah 50 cm. Jika jarak antara dua maksimum terdekat adalah 2,5 mm, berapakah
panjang gelombang cahaya yang digunakan dalam percobaan tersebut ?
Diketahui
Y =2,5 mm
D=50 cm=500 nm
d=0,1 mm
Ditanyakan
= ..?
Jawab :
D
d
D
d
Y
D
=0,1 x
2,5
mm
5000
=0,00005 mm
=5000
Jadi panjang gelombang yang digunakan dalam percobaan adalah 5000 .
2. Pada percobaan Young, jarak antar celah adalah 0,15 mm dan jarak antara celah dan
layar adalah 50 cm. Bila jarak antara gelap pertama dan gelap ke-10 adalah 18 mm,
tentukan panjang gelombang dari cahaya yang akan diukur.
Jawab:
3. Pada percobaan Young, jarak antar celah adalah 0,12 mm dan jarak antara celah dan
layar adalah 55 cm. Bila panjang gelombang yang digunakan adalah 546 nm, hitung
jarak antar garis terang.
Jawab: