Anda di halaman 1dari 113

DAFTAR ISI

BAB I
PENGANTAR FISIKA ZAT PADAT 1
A. PENDAHULUAN 2
B. TEORI ZAT PADAT 2
C. SIFAT BAHAN ZAT PADAT 3
D. PERCOBAAN TENTANG ZAT PADAT 7
E. LATIHAN DAN SOAL 8

BAB II
STRUKTUR KRISTAL 9
A. PENDAHULUAN 10
B. KEPERIODIKAN KRISTAL 10
C. SIMETRI KRISTAL 13
D. KISI BRAVAIS 14
E. LATIHAN DAN SOAL 17

BAB III
DIFRAKSI KRISTAL 18
A. PENDAHULUAN 19
B. DIFRAKSI SEBAGAI PROSEDUR UNTUK MENYELIDIKI KRISTAL 19
C. KEGUNAAN KETIGA JENIS RADIASI 20
D. HUKUM BRAGG 21
E. EKSPERIMEN DENGAN DIFRAKSI SINAR-X 22
F. LATIHAN DAN SOAL 23

BAB IV
IKATAN KRISTAL 25
A. PENDAHULUAN 26
B. PERHITUNGAN ENERGI 26
C. ION MOLEKUL HIDROGEN 28
D. IKATAN KOVALEN 31
E. IKATAN IONIK 32
F. IKATAN VAN DER WAALS 34
G. LATIHAN DAN SOAL 35

BAB V
GETARAN KISI 37
A. PENDAHULUAN 38
B. GELOMBANG ELASTIK, PERGESERAN ATOM DAN PHONON 38
C. GETARAN MODE PADA KISI MONATOMIK 42
D. GETARAN KISI KRISTAL BERBASISI DUA ATOM 46
E. LATIHAN DAN SOAL 50

BAB VI
KONDUKTIVITAS TERMAL KISI KRISTAL 51

ii
A. PENDAHULUAN 52
B. MODEL KLASSIK 52
C. MODEL EINSTEIN 52
D. MODEL DEBYE 54
E. LATIHAN DAN SOAL 55

BAB VII
GAS ELEKTRON BEBAS DALAM SATU DIMENSI 56
A. TINGKAT ENERGI 57
B. TEORI KUANTUM SOMMERFELD 58
C. ENERGI FERMI 59
D. DISTRIBUSI FERMI 60
E. LATIHAN DAN SOAL 60

BAB VIII
TEORI PITA ENERGI 62
A. PENDAHULUAN 63
B. ASAL MULA CELAH ENERGI 63
C. NILAI CELAH ENERGI 67
D. LATIHAN DAN SOAL 68

BAB IX
KRISTAL SEMIKONDUKTOR 71
A. KRISTAL SEMIKONDUKTOR INTRINSIK 72
B. KRISTAL SEMIKONDUKTOR EKSTRINSIK 77
C. PENGHANTARAN LISTRIK 78
D. LATIHAN DAN SOAL 79
BAB X
TEMPERATUR KRITIS RENDAH 83
A. SUPERKONDUKTOR TEMPERATUR RENDAH 84
B. MACAM DAN KARAKTERISTIK SUPERKONDUKTOR 86
C. LATIHAN DAN SOAL 87
BAB XI
SIFAT MAGNETIK KRISTAL 89
A. DIAMAGNETISME DAN PARAMAGNETISME 90
B. FERROMAGNETISME DAN ANTIFERROMAGNETISME 94
C. LATIHAN DAN SOAL 98
BAB I.
PENGANTAR FISIKA ZAT
PADAT
Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan sifat mekanik,
termal, optis, listrik dan sifat
magnetis serta cara
mengkarakterisasikannya.

Indikator:
1. Menjelaskan perbedaan antara
kristal, amorf dan polykristal
2. Menjelaskan sifat-sifat bahan
padat
3. Mendeskripsikan cara
mengkarakterisasikan bahan
padat

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB ini, Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan perbedaan antara kristal, amorf dan
polykristal berdasarkan struktur susunan atomnya.
2. Menjelaskan sifat mekanik, sifat termal, sifat listrik, sifat
magnetik dan sifat optis dari bahan padat
3. Mendeskripsikan percobaan yang digunakan untuk
mengkarakteristikkan bahan padat

1
1
A. PENDAHULUAN
Fisika zat padat secara umum dihubungkan dengan kristal dan elektron dalam kristal.
Pengkajian tentang zat padat dimulai pada tahun-tahun awal abad ini sesudah berhasil
dipelajarinya difraksi sinar-x oleh kristal. Dari gejala ini dapat ditemukan bukti bahwa kristal
terdiri dari atom-atom yang susunannya teratur. Melalui keberhasilan memodelkan susunan
atom-atom dalam kristal, para fisikawan dapat mempelajari lebih banyak dan lebih lanjut tentang
zat padat. Dalam perkembangan selanjutnya, pengkajian zat padat telah meluas pada bahan
bukan kristal (amorf), bahan gelas, dan bahkan bahan cair. Bidang yang lebih meluas ini dikenal
sebagai fisika materi terkondensasi (condensed matter physics), dan kini telah menjadi bidang
pengkajian yang paling luas dalam ilmu fisika.

B. TEORI ZAT PADAT


Fisika zat padat pada umumnya membahas tentang sifat materi ditinjau dari elemen
penyusunnya (elektron dan inti). Dalam hal ini penyelidikan didasari atas beberapa hal,
diantaranya mengapa ada bahan yang bersifat sebagai penghantar yang baik dan yang lain tidak,
mengapa ada bahan yang transparan dan yang lain tidak. Pada tingkat tertentu kita akan bertanya
kenapa ada bahan yang menyerap cahaya dalam frekuensi tertentu akan tetapi meneruskannya
pada frekuensi lainnya. Sifat zat padat yang sering menjadi bahan penyelidikan adalah pengaruh
temperatur terhadap kemagnetan suatu bahan. Untuk hal itu dibutuhkan pemikiran yang
berkaitan dengan pergerakan elektron dan inti dalam bahan dan interaksinya terhadap medan
luar. Pemahaman akan sifat-sifat tersebut di atas berdasarkan penyelidikan terhadap
pengembangan untuk penemuan materi yang baru dan pembuatan divais yang digunakan dalam
pembuatan peralatan baru dalam industri elektromagnetik, industri komunikasi dan laser.
Hukum dan dalil fisika yang banyak digunakan untuk memahami sifat zat padat adalah
sama dengan memahami hukum yang diterapkan untuk memahami sifat atom dan molekul,
penerapan persamaan Maxwell untuk medan elektromagnetik, persamaan Schrodinger untuk
fungsi gelombang partikel dan juga penerapan persamaan hukum termodinamika, mekanika
statistik dan hukum Coloumb.
Atom dalam bahan padat selalu bergerak. Masing-masing atom bergetar dengan
amplitudo yang sangat kecil pada posisi seimbang. Pergerakan atom dalam posisi seimbang ini
memberikan gambaran akan struktur atom dan dapat membedakan bahan dalam kelompok bahan

1
cair atau gas. Distribusi atom dalam posisi seimbang mendefenisikan struktur dari bahan. Pada
dasarnya struktur dari bahan padat dapat dibagi atas tiga bagian besar : Kristal, amorf dan
polykristal.
Bahan polykristal tersusun oleh beberapa
kristal yang disebut kristalit. Pola
atomnya membentuk susunan pada
kristal.

Gambar 1.1 Susunan atom dari kristal, polikristal


dan amorf

Dalam kristal, posisi seimbang atom membentuk pola secara geometrik yang berulang
sepanjang bahan tanpa perubahan dalam komposisi, dimensi ataupun dalam orientasinya. Posisi
seimbang atom dalam bahan amorf tidak membentuk pola yang berulang seperti pada kristal.
Akan tetapi berubah secara sembarang pada setiap perbatasan antara kristalit. Karena atom
dalam kristal tersusun secara periodik dan berulang pada keadaan seimbangnya, bahan ini
mendapat penyelidikan yang lebih besar dibanding dengan bahan lainnya. Penerapan persamaan
Schrodinger sebagai contohnya hanya diselesaikan pada suatu kondisi dengan pola tunggal. Jadi
tidak diselesaikan pada setiap titik untuk seluru kristal.

C. SIFAT BAHAN ZAT PADAT


1. Sifat Mekanik
Rapat massa dari kebanyakan bahan padat berada pada rentang antara 1x103 dan 25x103
kg/m3. Rapat massa ini detentukan berdasarkan massa dari atom pembentuknya dan besar gaya
ikat yang terbentuk. Gaya ikat ini memberikan gambaran posisi seimbang atom dan volume
cakupannya. Umumnya rapat atom berada dalam orde 1028 atm/m3 rata- rata jarak antar atom,
sekitar angstrom (A0).
Gaya ikat juga merupakan cerminan dari energi kohesiv dari zat padat. Ini adalah energi
per atom yang dibutuhkan untuk memisahkan zat padat kedalam atom yang netral, pada keadaan
diam dan terpisah jauh dari atom lain. Kohesiv energi ini besarnya terletak antara 0,02 eV/atom
sampai dengan 10 eV /atom. Energi ini didominasi oleh energi ikatan kovalen dan paling kecil
dipengaruhi oleh energi Van Der Walls. Sedangkan energi metalik terletak di antaranya.

2
Gelombang elastik merambat dalam zat padat. Laju gelombang ini disebut laju bunyi
yang ditentukan oleh massa atom dan gaya antar atom. Gaya geser umumnya lebih kecil dari
gaya kompresinya, sehingga jenis gelombang yang terjadi lebih didominasi oleh gelombang
longitudinal. Dalam aluminium sebagai contohnya, gelombang longitudinalnya merambat sekitar
laju 6000 m/s sedangkan trasversalnya hanya sekitar 3000 m/s

2. Sifat Termal
Kapasitas panas adalah energi per kelvin yang harus diberikan kepada zat padat untuk
menaikkan suhunya. Karena adanya parameter lain yang mengontrol bahan selama proses
berlangsung mengakibatkan perbedaan kapasitas jenis bahan. Dalam hal ini kapasitas jenis pada
volume konstan adalah pilihan yang paling sederhana, karena melihat sifat gerakan partikel.
Saat zat padat dipanaskan, hal pertama yang mungkin terjadi adalah getaran pada
atomnya. Selanjutnya jumlah phonon akan bertambah saat energi getaran semakin besar.
Mekanika statistik klasikal menduga bahwa kapasitas panas bahan pada volume konstan haruslah
3NKB dimana KB adalah konstanta Boltzman dan N adalah jumlah atom dalam sampel. Hasil
ini deperoleh secara experimen pada temperatur tinggi. Pada temperatur rendah kontribusi fonon
dipengaruhi oleh pangkat 3 dari temperatur absolutnya.
Konduktivitas termal adalah suatu pengukuran laju dimana energi ditransferkan dari
suatu daerah dari bahan ke daerah lain akibat perbedaan temperatur. Secara umum, untuk semua
bahan fluks energi Q sebanding dengan gradien temperaturnya, yang secara matematis
dinyatakan oleh Q = -k (dT/dX), dimana k disebut konduktivitas termal.
Elektron dan fonon adalah instrumen yang menstransfer energi dari suatu tempat ke
tempat lain dalam bahan. Elektron merupakan pembawa energi utama dalam logam dan hal ini
mengakibatkan bahan ini memiliki konduktivitas termal yang besar. Contohnya, pada suhu
ruangan konduktivitas aluminium sekitar 235 W/m.k dan pada tembaga sekitar 400 W/m.k.
Untuk non logam, dimana fonon sebagai pembawa energi utamanya memiliki konduktivitas yang
relatif lebih rendah. Natrium Chlorida (NaCl) sebagai contohnya, konduktivitas termalnya hanya
sekitar 6 W/ m.k.

3
3. Sifat Listrik
Menurut hukum Ohm, hubungan antara medan listrik E dan rapat arus J memenuhi
persamaan J , dimana adalah konduktivitas. Konduktivitas listrik bahan tergantung pada
konsentrasi pembawa muatan dan mobilitas elektron serta pada kecepatannya. Karena kecepatan
elektron terbatas oleh hamburan dari getaran atom dan defek dari struktur atom, konduktivitas
tergantung pada temperatur dan konsentrasi ketakmurnian, kekosongan dan cacat lain.
Harga dari konduktivitas listrik mengindikasikan kualitas dari bahan sebagai konduktor
listrik. Konduktor yang baik, seperti tembaga, perak dan emas memiliki konduktivitas listrik
sekitar 5x107 (Ω.m)-1 pada suhu ruangan. Akan tetapi berlawanan dengan NaCl, konduktivitasnya
pada suhu ruangan hanya sebesar 10-11 (Ω.m)-1. Beberapa bahan memiliki konduktivitas diantara
konduktor dan isolator yang disebut dengan semikonduktor. Konduktivitasnya selanjutnya
semakin besar saat temperaturnya semakin besar. Pada suhu ruangan konduktivitas germanium
sekitar 2 (Ω.m)-1. Konduktivitas semi dapat meningkat dengan cepat. Hal ini bisa terjadi karena
pengaruh ketakmurniaan bahan, dan hal inilah penyebab sangat baiknya bahan ini digunakan
dalam peralatan elektronik.
Superkonduktor memiliki harga resisitivitas listrik nol pada suhu rendah. Saat arus listrik
memasuki loopnya, pemanasan Joule tidak akan terjadi. Walaupun tidak ada sumber
elektromotiv, dan gaya. Di atas temperatur kristis sampel menjadi konduktor normal dengan
adanya resistivitas bahan. Medan magnetik yang cukup juga dapat mengubah superkonduktor
menjadi konduktor yang normal. Timah hitam contohnya, adalah bahan superkonduktor dibawah
suhu 7,23 K, akan menjadi konduktor normal diatas temperatur ini. Pada suhu 0 K, medan
magnetik sekitar 8x10-2 T dapat merubah sampel ini menjadi konduktor normal.
Polaritas P pada suatu titik dalam bahan adalah momen dipol per satuan volume dan
untuk kebanyakan bahan, hal ini sebanding dengan jumlah medan listrik pada titik tersebut. Jika
E adalah medan listrik, menghasilkan P = εo(K-1)E, dimana K adalah konstanta dielektrik bahan,
εo adalah permitivitas ruang hampa. Bahan dengan konstanta dielektrik yang besar terpolarisasi
dengan mudah. Ketika bahan dielektrik ditempatkan diantara dua plat sejajar, kapasitansinya
meningkat sebesar faktor K. Celah antar plat sejajar digunakan untuk menyimpan energi.

4
4. Sifat Magnetis
Medan magnetik mengubah orbit elektron dan arah spin, mengakibatkan atom dalam
medan sering menghasilkan momen dipol magnetik. Magnetisasi M dari bahan adalah momen
dipol per satuan volume dan untuk beberapa bahan hal ini sebanding dengan medan magnetik.
Medan magnetik H pada beberapa titik didefenisikan oleh H = (1/µ0 ) B – M dimana B adalah
induksi magnetik dan suseptibbilitas magnetik diberi oleh, M = XmH
Bahan yang memiliki suseptibilitas magnetik yang positif disebut paramagnetik. Jumlah
total medan lebih besar dari medan yang diterapkan, sedangkan bahan yang memiliki
suseptibilitas negatif disebut diamagnetik. Untuk bahan ini jumlah medan total lebih kecil dari
medan yang diterapakn. Aluminium sebagai contohnya, bersifat sebagai paramagnetik pada suhu
ruangan dengan suseptibilitas magnetik sekitar 2,1 x 10-5. Bismuth adalah diamagnetik dengan
suseptibilitas magnetik sekitar – 1,64 x 10-5 pada suhu ruangan.
Dibawah temperatur tertentu, yang disebut temperatur Curie, magnetisasi secara spontan
menjadi feromagnetik. Bahan termagnetisasi walaupun tanpa medan luar. Pada temperatur diatas
titik Curie sampel ferromagnetik menjadi paramagnetik.

5. Sifat Optis
Saat cahaya menyinari permukaan bahan sebagian berkas sinar dipantulkan dan sebagian
lagi ditransmisikan dalam bahan. Selanjutnya cahaya dalam bahan merambat dalam arah yang
bebeda dengan kecepatan fase yang berbeda dari berkas datang. Sebagian berkas diserap.
Pembiasan, indeks bias dan koefesien penyerapan digunakan untuk menjelaskan fenomena ini.
Indeks bias bahan adalah perbandingan antara kecepatan cahaya dalam vakum terhadap
kecepatan fase dalam bahan. Hal ini dapat digunakan dengan menggunakan hukum snellius.
Benda transparan memiliki koefisien absorbsi yang kecil sedangkan bahan gelap memiliki
koefisien absorbsi yang besar. Indeks bias, koefisien pemantulan dan koefisien penyerapan,
semuanya tergantung pada frekuensi sinar datang. Bahan padat taransparan pada berkas sinar
biru dari spektrum sinar biru dari spektrum sinar gelap pada berkas sinar merah. Sebagai contoh
beberapa bahan padat digunakan sebagai filter untuk menghasilkan cahaya yang memiliki
panjang gelombang dengan lebar celah yang sempit.
Silika merupakan bahan yang transparan untuk panjang gelombang antara 100 hingga
sekitar 4500 nm. Penyerapan kuat terjadi pada kedua batas tersebut. Indeks bias bervariasi antara

5
1,5 hingga 1,4. Sebagai bahan perbandingan dengan atom germanium, yang hanya transparan
pada panjang gelombang dari 1.800 nm hingga 23.000 nm.

D. PERCOBAAN TENTANG ZAT PADAT


Telah dilaksanakan secara eksperimental dalam menentukan besar harga yang diperlukan
dalam menentukan sifat- sifat dari zat padat. Data dikumpulkan dari katalog dan digunakan
dalam penerapannya oleh teknisi. Hal yang terpenting dalam peningkatan penjelajahan keilmuan
pada bidang zat padat pertama-tama adalah penyesuaian hasil eksperimen. Percobaan dengan
menggunakan sinar-x, hamburan neutron telah digunakan dalam variasi pengukuran. Sinar-x dan
elektron berinteraksi dengan elektron dalam bahan, dan sinar-x dengan neutron berinteraksi
lewat gaya inti kuat. Setelah hamburan gelombang elektromagnetik, elektron ataupun neutron,
menghasilkan pola difraksi yang bergantung pada distribusi hamburan partikel dalam bahan.
Energi elektron tidak akan memasuki bahan pada panjang gelombang sekitar 50 Å.
Sehingga kondisi ini digunakan untuk menyelidiki sifat-sifat pada permukaan bahan. Sinar-x dan
neutron sebaiknya masuk lebih dalam ke dalam bahan, dan lebih sering digunakan untuk
menyelidiki struktur bulk dari bahan. Neutron juga sering digunakan untuk menyelidiki posisi
dipol magnetik dalam bahan magnetik. Pola difraksi neutron juga dipengaruhi oleh getaran atom,
sehingga sangat berperan penting dalam penyelidikan getaran spektrum atom. Sinar-x dengan
energi yang cukup digunakan untuk menyelidiki distribusi inti elektron.
Hal yang paling penting dalam bahan semikonduktor adalah berdasarkan efek Hall.
Medan listrik dihasilkan oleh arus listrik dilewatkan melalui sampel dan medan magnetik
diterapkan tegak lurus terhadap arus. Medan magnetik menyebabkan muatan berakumulasi
sepanjang sisi sampel dan muatan ini menghasilkan medan magnetik tambahan, yang merambat
ke arus dan medan magnetik. Transfer beda potensial dapat digunakan untuk menghitung
konsentrasi pembawa dan mobilitas elektron dalam bahan, dan juga dapat digunakan untuk
menentukan kecepatan elektron dalam bahan. Absorbsi optikal dan sifat pantulan memberikan
informasi tentang energi elektron dan frekuensi simpul. Saat elektron menyerap cahaya
menghasikan transisi energi ke tingkat yang lebih tinggi. Cahaya juga diserap oleh getaran atom,
sehingga frekuensi dari beberapa puncak yang terjadi korespond dengan frekuensi normal
simpul.

6
Teknik resonansi magnetik digunakan untuk menyelidiki interaksi-interaksi antara
elektron dan inti ion dalam bahan magnetik. Tingkat energi elektron terpisah bila medan
magnetik diberikan, dan penggukuran jarak pisah memberikan informasi tentang tingkat energi.

LATIHAN SOAL
1. Jelaskan perbedaan antara kristal, amorf dan polikristal
2. Tuliskan sifat listrik dan sifat magnetis dari bahan padat.
3. Jelaskan secara sederhana cara menentukan sifat bahan padat dengan difraksi sinar x.

7
BAB II
STRUKTUR KRISTAL
Kompetensi Dasar :

Mendeskripsikan
keperiodikan dari unit
sell, rotasi sel serta
menjelaskan sistim
kristal dan tipe kristal.

Indikator:
1. Menjelaskan
tentang unit sel.
2. Menentukan rapat
massa dari sebuah
atom
3. Mendeskripsikan
operasi simetri

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB ini, Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tentang titik kisi, kisi dan basis dari unit sel
suatu kristal.
2. Menentukan besar rapat massa unit sel primitif dari sebuah
atom
3. Mendeskripsikan simetri rotasi, simetri cermin dan simetri
inversi dari susunaan atom pada kristal
4. Menggambarkan ke 7 sistem kristal dengan 14 tipe kisinya.
5. Menjelaskan cara menentukan posisi dalam sel, arah vektor
dan orientasi bidang dari kristal

8
A. PENDAHULUAN
Bahan padat dapat diklasifikasikan berdasarkan keteraturan susunan atom-atom atau ion-
ion penyusunnya. Bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur letaknya
dan berulang (periodik) disebut bahan kristal. Dikatakan bahwa bahan kristal mempunyai
keteraturan atom berjangkauan panjang. Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan
demikian disebut bahan amorf atau bukan-kristal. Bahan kristal, untuk yang selanjutnya cukup
disebut kristal (saja), dapat dibentuk dari larutan, lelehan, uap, atau gabungan dari ketiganya.
Bila proses pertumbuhannya lambat, atom-atom atau pertikel penyusun zat padat dapat menata
diri selama proses tersebut untuk mrenempati posisi yang sedemikian sehingga energi
potensialnya minimum. Keadaan ini cenderung membentuk susunan yang teratur dan juga
berulang pada arah tiga dimensi, sehingga terbentuklah keteraturan susunan atom dalam
jangkauan yang jauh, inilah yang mencirikan keadaan kristal.

B. KEPERIODIKAN KRISTAL
1. Titik kisi
Gambar 2.1 mengilustrasikan ide dari keperiodikan kristal. Atom berada pada posisi
seimbang dalam suatu bidang. Dua jenis atom dilambangkan oleh • ●, membentuk suatu grup
atom yang disebut basis, yang berulang secara periodik dalam kristal. Sepanjang garis atas atom
terduplikasi dengan jarak yang sama dengan replikanya. Setiap replika memiliki orientasi yang
sama. Untuk menggambarkan struktur kristal, posisi atom seimbang ditentukan terlebih dahulu.
Selanjutnya ditentukan jarak antara atom dan jarak antara atom dan antara basis. Jarak antara
atom ●dengan atom ● dan atom • dengan atom • disebut panjang kisi.

Gambar 2.1. Struktur kristal

9
2. Kisi dan Basis
Gambar 2.2 menunjukkan dua vektor pergeseran, a dan b dari titik kisi A ketika kisi atom
tetangganya. Vektor ini disebut vektor dasar translasi kisi. Vektor dasar ini menjadi penentu
dasar bagi penentuan posisi titik kisi lain dalam kristal. Untuk kristal dalam bidang penentuan
posisi kisi lain ditentukan dengan persamaan n1a + n2b, dimana n1 dan n2 adalah bilangan asli
(positif, negatif dan nol). Sebagai contoh, posisi titik kisi B diberikan oleh 3a.
Untuk kristal dalam 3 dimensi dibutuhkan 3 vektor dasar translasi a, b, c. Untuk
menentukan posisi titik kisi lain relatif terhadap A digunakan persamaan n1a + n2b + n3c.
Apabila pada penentuan posisi translasi ini harga dari n adalah 1, maka vektor translasi yang
digunakan disebut vektor translasi primitif. Untuk menentukan vektor primitif translasi ini
digunakan dimulai dengan menentukan jarak terdekat terhadap atom acuan dan memberi nama a.
Selanjutnya vektor b ditentukan dengan mencari terdekat yang lain dengan atom yang berbeda
yang tidak sejajar dengan vektor a, dan memberi nama vektor b. Vektor c ditentukan dengan
mencari jarak terdekat ke titik kisi lain yang tidak terletak pada bidang a dan b. Jika titik kisi
acuan berada pada basis lain maka persamaan yang selanjutnya digunakan untuk menentukan
posisi titik kisi lain relatif terhadap titik kisi acuan adalah n1a + n2b + pi, dimana lebel i
menunjukkan posisi basis yang akan ditentukan.

y B C D E

C
α
a x

Gambar 2.2. Vektor kisi suatu kristal

3. Unit Sel
Gambar 2.3 menunjukkan ilustrasi kristal dalam 3 dimensi vektor translasi dasar
pembentuknya adalah a,b dan c .

10
Ruangan yang dibentuk oleh vektor dasar
translasi yang paling kecil disebut unit sel. Sebuah
kristal merupakan koleksi dari unit sel. Unit sel
merupakan basis dari suatu kristal. Unit sel yang
paling kecil disebut unit sel primitif, yang dibentuk
oleh kisi primitif.

Gambar 2.3. a. Kisi Kristal Platinum


Variable pada unit sel ada enam buah yaitu panjang dari unit sel yang direpresentasikan
oleh tiga vektor (a, b, dan c) dan tiga independen sudut antara dua vektor (α, β, and γ), seperti
pada gambar 2.4 dimana:
α adalah sudut antara b dan c
β adalah sudut antara c dan a
γ adalah sudut antara a dan b
Jika atom-atom terletak pada tiap sudut persegi panjang, terpisah sejauh vektor kisi
primitif maka yang termasuk dalam basis hanyalah satu. Atom yang lain termasuk ke dalam
basis unit sel lain. Saat kita menentukan jumlah atom per unit sel kita harus mengikutkan seluruh
atom yang ada dalam unit sel tetapi dengan perhitungan satu per delapan, satu per empat atau
setengah dari masing-masing. Volume dari unit sel dapat ditentukan berdasarkan vektor dasar
translasi pembentuknya. Untuk bentuk unit sel seperti pada gambar 2.4, volumenya deberikan
oleh persamaan : τ =| |
Karena masing-masing unit sel mengandung
distribusi atom yang sama, maka kerapatan
massa dari kristal diberikan oleh persamaan :
ρ=M/τ
Dimana, M adalah massa total dari unit sel.
τ = volume unit sel
ρ= rapat massa

Gambar 2.4. Menentukan volume unit sel

11
Contoh soal
Unit sel dari Zinc memiliki dasar berbentuk rhombus dengan panjang sisi a=2,66 Ao, dan
sudut apit dalamnya γ = 60o. Sisi lain yang berbentuk persegi tegak lurus terhadap dasar dan
panjang c = 4,95 Ao. Terdapat dua atom zinc dalam satu unit sel. Tentukanlah volume sel dan
rapat massa dari zinc.

Penyelesaian
Volume sel, τ =| | = c x a2 x sin γ
= 4,95 x 10-10 x(2,66x10-10)2 sin 600
= 3,03 x 10-29 m3
Massa atom zinc = 65,68
Maka massa zinc dalam garam = 65,68/6,022 x 1023 = 1,086 x 10-22 gr karena terdapat 2 atom
Zinc dalam satu unit sel, maka
ρ =2 x 1,086 x10-25/3,03x10-29 = 7,13 x 103 kg/m3

C. SIMETRI KRISTAL
Simetri merupakan salah satu sifat dari kristal yang dapat digunakan untuk membedakan
satu sistim kristal dengan lainnya. Simetri adalah operasi transformasi untuk memberikan sesuatu
yang mirip dengan yang beroperasi. Banyaknya unsur-unsur simetri yang terdapat pada kristal
dapat untuk menentukan suatu kristal itu termasuk dalam kelas mana. Unsur-unsur simetri suatu
kristal dapat dibedakan atas 3 yaitu bidang simetri, sumbu simetri, dan titik pusat simetri.

Bidang simetri merupakan bidang pencerminan atau pengertiannya adalah bidang yang
menembus titik pusat kristal dan membagi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu
merupakan pencerminan dari bagian yang lain. Bidang simetri dapat dibedakan menjadi bidang
simetri pokok (axial) menunjukkan bidang yang melalui dua sumbu utama pada kristal, dan
bidang simetri intermedier yaitu bidang simetri yang hanya melalui sebuah sumbu utama kristal.

Sumbu simetri adalah sumbu kristal dimana bila kristal diputar 360º pada sumbu tersebut,
pada kedudukan-kedudukan tertentu memberikan bentuk yang sama seperti sebelum diadakan
pemutaran. Sumbu simetri dapat dibedakan atas :

12
1. Sumbu simetri biasa (gyre), apabila kita putar sebuah kristal melalui sumbu simetri maka
akan terdapat keadaan dimana terdapat gambaran yang sama seperti sebelum diadakan
pemutaran. Sumbu mempunyai nilai bila terdapat gambaran sama pada pemutaran sebesar
sudut tertentu (360º/n). Pada bidang-bidang kristal, n hanya mempunyai nilai 2, 3, 4, dan 6.
Sehingga pada kristal hanya dapat dilakukan dalam pemutaran sebesar sudut 180º, 120º,
90º, dan 60º. Bila terdapat sumbu simetri bernilai 2 karena jika kristal diputar dengan sudut
180º memberikan gambaran seperti keadaan semula dinamakan digyre, bila sumbu simetri
bernilai 3 karena jika kristal diputar dengan sudut 120º memberikan gambaran seperti
keadaan semula dinamakan trigyre, bila sumbu simetri bernilai 4 karena jika kristal diputar
dengan sudut 90º memberikan gambaran seperti keadaan semula dinamakan tetragyre, dan
bila sumbu simetri bernilai 6 karena jika kristal diputar dengan sudut 60º memberikan
gambaran seperti keadaan semula dinamakan hexagyre.
2. Sumbu simetri cermin putar, didapatkan dari suatu pemutaran yang dikombinasikan
dengan sebuah pencerminan melalui bidang cermin yang tegak lurus terhadap sumbu
tersebut. Secara teoritis dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu: digyroida, trigyroida,
tetragryyroida dan hexagyroida.
3. Sumbu simetri inversi putar merupakan kombinasi dari pemutaran melalui sebuah sumbu
dan inversi melalui sebuah titik pada sumbu tersebut yaitu titik pusat inversi juga disebut
titik pusat simetri. Untuk pemberian simbol dinyatakan dengan memberi-kan garis di atas
nilai sumbu. Ada 5 macam kemungkinan inversi putar ini, yaitu diperoleh dengan
pemutaran sebesar 360º dan sebuah inversi, dengan pemutaran sebesar 180º dan sebuah
inversi, dengan pemutaran sebesar 120º dan sebuah inversi, dengan pemutaran sebesar 90º
dan diikuti inversi, kombinasi pemutaran sebesar 60º dan inversi.
Suatu kristal dikatakan memiliki pusat simetri apabila setiap titik pada permukaan kristal
memiliki satu titik yang identik pada sisi yang berseberangan dan berjarak sama dari titik pusat.
Titik pusat simetri atau C merupakan suatu titik pusat kristal melalui suatu garis dapat dilukis
sedemikian rupa sehingga pada sisi yang satu dengan yang lain pada jarak yang sama terdapat
gambaran yang sama. Titik ini biasanya berimpit dengan titik pusat kristal. Belum tentu suatu
pusat kristal merupakan titik pusat simetri (C).
Dalam menggambarkan kristal sepenuhnya, ada beberapa aspek yang harus
dipertimbangkan yakni, parameter kisi yang memberikan rincian tentang bingkai dari sel satuan,

13
kisi Bravais yang membatasi bagaimana atom ditempatkan dalam titik kisi atau sisi atau bidang
atau pusat dan space grup yang menggabungkan kisi Bravais. Operasi simetri dapat dibagi atas:

1. Simetri Rotasi
Simetri rotasi menunjukkan bahwa kisi tetap berada pada posisi awalnya apabila kristal
telah diputar dengan sudut α. Dalam hal ini besar sudut merupakan bilangan genap dari hasil
pembagian 2π/n, dimana n adalah bilangan bulat. (n; 1, 2, 3, 4, 5 dan 6). Rotasi kisi sebesar α
digambarkan pada gambar 3. Sumbu rotasi tegak lutus terhadap bidang dan ditandai dengan x.
Sebuah titik kisi, pada titik A sebelum rotasi menjadi A’ setelah rotasi. Sebelum rotasi
dilaksanakan telah terdapat sebuah kisi pada titik A’. Setiap rotasi dilaksanakan posisi tiap kisi
selalu seperti berada pada posisi awal.
Untuk menentukan peluang terjadinya simetri rotasi pada kristal adalah sebagai berikut.
Misalkan A dan B adalah titik kisi, dan sudut α sebagai sudut yang diijinkan. Berarti A’ dan B’
adalah titik kisi juga. Panjang kisi kristal adalah a. Sehingga :
A’B’ = PQ + 2a cos α
Qa = pa + 2a cos α
Cos α = (qa – pa)/ 2a=(q-p)/2 = n/2
Dengan n adalah bilangan bulat. Sehingga peluang terjadinya simetri rotasi ini terjadi hanya
apabila harga α = 0, 600, 900, 1200 dan 1800

Gambar 2.5 Simetri rotasi pada Kristal dengan order rotasi 2-fold, 3-fold dan 4-fold.

2. Simetri cermin
Cermin tegak lurus terhadap bidang kertas yang digambarkan oleh garis. Setiap titik kisi
dapat dipasangkan dengan bayangannya. Jika titik kisi dapat dipasangkan seperti hal di atas

14
maka kisi dinamakan sama dengan bayangannya. Bidang simetri membelah objek padat menjadi
dua bagian sedemikian rupa sehingga satu bagian merupakan bayangan bagi bagian lainnya.

Gambar 2.6. Simetri cermin pada kristal

3. Simetri inversi
Jika kristal memiliki pusat simetri pada titik asal, selanjutnya titik kisi yang berjarak r
dari titik asal memiliki titik kisi yang lain pada jarak –r dari titik asal. Demikian juga untuk
distribusi atom yang berjarak r dari titik asal juga akan memiliki distribusi yang sama pada jarak
–r dari titik asal.

D. KISI BRAVAIS
Dalam ruang tiga dimensi : terdapat 7 sistem kristal dengan 14 tipe kisi yang berbeda.
Pelukisan sistem ini didasarkan bahwa sisi dasar dibentuk oleh vektor kisi a dan b dengan sudut
apitnya adalah γ. Bidang yang tegak lurus terhadap bidang alas dibentuk oleh vektor c . Sudut
yang dibentuk oleh vektor b dan c disebut β dan sudut yang dibentuk oleh vektor kisi a dan c
disebut α. Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 4. Jika titik kisi berada hanya pada setiap pojok,
maka kristal dikatakan sel primitif, dan dilambangkan dengan p. Jika titik kisi berada pada setiap
pojok ditambah dengan sebuah titik kisi pada diagonal ruangnya maka sel disebut body center
dilambangkan dengan I. Jika pada setiap pojok dan pada setiap diagonal bidang sisi terdapat titik
kisi maka sel disebut face center, dilambangkan dengan F. Dan apabila pada diagonal dasar dan
atapnya terdapat titik kisi ditambah dengan titik pada setiap pojoknya maka sel disebut base
center, dilambangkan dengan C. Gambar 2.5 merupakan contoh untuk masing-masing tipe kisi
pada Kristal sistim kisi kubik.

15
Gambar 2.5 Gambar lattice Kristal.

Ada tujuh buah unit sel yang mungkin untuk semua jenis kristal. Ketujuh unit sel disebut
tujuh kristal sistem yang terdiri dari: Cubic system, Tetragonal system, Orthorhombic system,
Monoclinic system, Triclinic system, Hexagonal system, dan . Rhombohedral system.

Tabel 3.1. Tujuh sistim kristal dan empat belas type kisi kristal dalam 3 dimensi
No Sistim Unit sel & Sudut Kisi Bravais
I Kubik a=b=c P(Primitif)
α=β=γ=π/2 I(Body Centered)
F(Face Centered)
II Tetragonal a=b P (Primitif)
a=β=γ=π/2 I(Body Centered)
III Orthorombik A P(Primitif)
a=β=γ=π/2 C(Base centered)
I(Body Centered)
F(Face Centered)
IV Monoklinik a P(Primitif)
a=β=π/2 I(Body Centered)
V Triklinik A P(Primitif)
α β γ π/2
VI Hexagonal A=b P(Primitif)
a=β=π/2
VII Trigonal A=b=c P(Primitif)
a=β=γ π/2

16
1. Sistem kisi kubik
Sistim ini juga disebut system regular. Jumlah sumbu kristalnya 3 dan saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu mempunyai panjang kisi yang sama. Type
kristal dalam hal ini adalah simpel kubik (P), body center (I) dan face center kubik (F). Pada
sistem simpel kubik, jika panjang rusuk kubus adalah a, maka a = a ̂ b = a ̂ dan c = a ̂
Panjang kisi dari sistem ini adalah a. Pada sistim ini terdapat sebuah atom pada masing-masing
sudut kubus. Untuk body center, a = ̂ ̂ - ̂ ), b = ̂ ̂ + ̂ , dan c = ̂

̂ + ̂ . Panjang kisi dari sistim ini adalah a/√ Pada sistim ini terdapat sebuah atom pada
masing-masing sudut kubus, dan terdapat satu atom pada pusat kubus. Untuk face center, a =
̂ ̂ ), b= ̂ + ̂ , dan c= ̂ + ̂ . Pada sistim ini terdapat sebuah atom pada

masing-masing sudut kubus, dan terdapat sebuah atom pada perpotongan diagonal masing-
masing permukaan sisi kubus. Panjang kisi pada sistim ini adalah a/√ . Dalam sistim ini
hubungan antara panjang kisi yang satu dengan yang lainnya adalah: [ ][
]

2. Sistem titik tetragonal


Sistim ini mempunyai 3 sumbu Kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a
dan b mempunyai satuan panjang yang sama, sedangkan sumbu c berbeda, bisa lebih panjang
atau lebih pendek. Pada sistim ini, terdapat dua type kristal, primitif dan body center. Jika
panjang rusuk alas tetragonal adalah a, dan tingginya adalah c maka pada sel primitif a= ̂

b=a ̂ dan c = c ̂ Panjang kisi dari sistem ini adalah a. Untuk body center, a = ̂ ̂ )-

̂ b= ̂ ̂ )+ ̂ , c= ̂ ̂ )+ ̂. Dalam sistim ini hubungan antara

panjang kisi yang satu dengan yang lainnya adalah: [ ] [ ]

3. Sistim kisi Ortohorombik


Sistim ini mempunyai 3 sumbu Kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Ketiga
sumbu Kristal tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Type kristal pada sistim orthorombik
adalah primitif, body center, face center dan bace center. Dalam sistim ini hubungan antara

panjang kisi yang satu dengan yang lainnya adalah:[ ]* +. Panjang

17
sumbu Kristal memenuhi a < b < c. Sumbu a disebut sumbu brakia, sumbu b disebut sumbu
makro dan sumbu c disebut sumbu vertical. Sistem Kristal ini memiliki pusat simetri yang
merupakan titik pertemuan antara bidang dan sumbu simetri. Sistem Kristal ini juga mempunyai
tiga bidang simetri, karena jika bangun tersebut dibagi oleh sumbu simetri akan menghasilkan
dua bagian yang sama besarnya.

4. Sistem kisi Monoklinik


Monoklinik artinya mempunyai hanya satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b, b tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi
sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu umumnya tidak sama panjangnya,
sumbu c yang paling panjang dan sumbu b yang paling pendek. Dalam sistim ini hubungan
antara panjang kisi yang satu dengan yang lainnya adalah: Monoklinik ; [ ] [
]

5. Sistim kisi triklinik


Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan lainnya tidak saling tegak lurus.
Demikian juga masing-masing panjang sumbu tidak sama, yang saling berpotongan pada sisi
miringnya. Dalam sistim ini hubungan antara panjang kisi yang satu dengan yang lainnya adalah:
[ ] [ ]

6. Sistim kisi hexagonal


Sistem ini mempunyai 4 sumbu simetri, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga
sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d memiliki panjang yang sama dan masing-masing membentuk
sudut 120o. Sedangkan sumbu c biasanya lebih panjang dari sumbu lainnya.

7. Sistim kisi trigonal


Sistem ini mempunyai nama lain Rhombohedral. Dan beberapa ahli memasukkan system ini
kedalam system Kristal Hexagonal. Trigonal mempunyai dasar segienam, kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya. Ke tujuh
sistim kristal tersebut dapat digambarkan seperti pada tabel 2.1 dan gambar 2.5

18
Gambar 2.5 Ke tujuh sistim kristal

1. Posisi, Arah dan Bidang Kristal


Notasi yang khusus digunakan untuk menentukan titik dalam sebuah unit sel, arah
sepanjang sumbuh melalui titik-titik kisi, dan bidang pada sel.

a. Posisi dalam sel


 Tentukan koordinat titik yang dimaksud. (Misalnya P=2a 1,5b 3c)
 Hilangkan a,b dan c, maka titik P dinyatakan sebagai P=21 ( tanpa koma dan tanpa

kurung)

19
b. Arah vektor
Dinyatakan dengan 3 bilangan u v w, yang ditentukan sebagai berikut :
 Pindahkan vektor ke titik 0
 Proyeksikan ujung vektor pada sumbu
 Buang a,b dan c

c. Orientasi Bidang
Penentuan vektor posisi dalam kristal
*Buang a, b, dan c : 323
*Balikkan :

*Kalikan dengan KPT :232


Indeks Miller bidang adalah (hkl) = (232)

E. LATIHAN DAN SOAL


1. Tuliskan pengertian dari kristal, amorf dan polykristal
2. Vektor kisi dasar dari CsCl dapat dituliska dalam bentuk a=a ̂ b =a ̂ dan c = a( ̂ ̂ +
̂). Tentukamlah volume dari unit selnya apabila a= 4,11Ao.
3. Besi memiliki type face centered cubic pada suhu 1190 K dengan panjang kisi 3,647Ao, dan
pada suhu 1670Ao K bertipe body centered cubic dengan panjang kisi 2,932Ao. Jika pada
masing-masing kasus basis primitifnya mengandung 1 atom, tentukanlah rapat massa dari besi
pada kedua temperatur tersebut. Diberikan bahwa massa atom dari besi adalah 55,85.
4. a. Apa yang dimaksud dengan operasi simetri?
b. Operasi simetri apa yang harus dimiliki oleh setiap Kristal?
c. Apa artinya bila kristal memiliki operasi simetri 90o?

20
BAB III
DIFRAKSI KRISTAL
Kompetensi Dasar:

Mendeskripsikan cara
menentukan panjang
kisi dan posisi atom
dari suatu kristal
melalui berbagai jenis
percobaan yang
menggunakan
diffraksi sinar X.

Indikator:
1. Menentukan besar panjang gelombang dari energi gelombang-partikel yang sering
digunakan untuk menyelidiki struktur kristal.
2. Menjelaskan hubungan antara posisi detektor dengan puncak intensitas hamburan
pada percobaan difraksi kristal
3. Menentukan bidang yang sesuai dengan kondisi Bragg berdasarkan puncak hamburan
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB ini, Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan alasan difraksi digunakan untuk menyelidiki jarak spasi
antar atom pada kristal
2. Menentukan besar panjang gelombang dari energi gelombang-partikel
yang sering digunakan untuk menyelidiki struktur kristal.
3. Menjelaskan metode Laue, metode Rotasi Kristal dan metode Serbuk
dalam menentukan jarak spasi pada kristal
4. Menentukan jarak spasi antar atom pada kristal sistim kubik dan kristal
sistem tetragonal.
5. Menjelaskan hubungan antara posisi detektor dengan puncak intensitas
hamburan pada percobaan difraksi kristal
6. Menentukan bidang yang sesuai dengan kondisi Bragg berdasarkan
puncak hamburan.

21
A. PENDAHULUAN
Sejarah mengenai difraksi sinar-x telah berjalan hampir satu abad ketika tulisan ini
disusun. Tahun 1912 adalah awal dari studi intensif mengenai difraksi sinar-x. Dimulai dari
pertanyaan M. van Laue kepada salah seorang kandidat doktor P.P. Ewald yang dibimbing
A.Sommerfeld, W. Friedrich (asisten riset Sommerfeld) menawarkan dilakukannya eksperimen
mengenai 'difraksi sinar-x'. Pada saat itu eksperimen mengenai hamburan sinar-x sudah
dilakukan oleh Barkla Laue mengawali pekerjaannya dengan menuliskan hasil pemikiran
teoretiknya dengan mengacu pada hasil eksperimen Barkla. Laue berargumentasi, ketika sinar-x
melewati sebuah kristal, atom-atom pada kristal bertindak sebagai sumber-sumbergelombang
sekunder,layaknya garis-garis pada geritan optik (optical grating). Efek-efek difraksi bisa
jadi menjadi lebih rumit karena atom-atom tersebut membentuk pola tiga dimensi.
Eksperimen difraksi sinar-x yang pertama dilakukan oleh Herren Friedrich dan Knipping
menggunakan kristal tembaga sulfat dan berhasil memberikan hasil pola difraksi pertama
yang kemudian menjadi induk perkembangan difraksi sinar-x selanjutnya. Difraksi
sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal. Pembahasan mengenai
difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal berikut ini:
1. pembentukan sinar-x,
2. hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik
3. sifat kekristalan bahan (kristalografi).
Dengan demikian, difraksi sinar-x adalah topik lanjut di bidang fisika (atau
kimia) yang memerlukan pengetahuan dasar yang cukup banyak dan kompleks.

B. DIFRAKSI SEBAGAI PROSEDUR UNTUK MENYELIDIKI


KRISTAL
Susunan atom dalam kristal tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mata telanjang
manusia hanya peka terhadap cahaya yang berpanjang gelombang sekitar 600 nm. Sedangkan
dimensi dari atom berada pada satuan Amstrong. Untuk menyelidiki sifat dan struktur kristal
manusia harus menggunakan alat bantu. Alat ini harus memiliki dimensi dari atom itu sendiri.
Solusi pertama agar dapat diselidiki struktur dari kristal datang dari seorang ahli fisika
von Laue pada tahun 1912. Dia menyarankan agar digunakan difraksi dengan menggunakan
gelombang elektromaknetik yang berpanjang gelombang sebanding dengan jarak spasi antar
atom. Informasi dari hasil difraksi akan memberikan tentang susunan atom itu sendiri.

22
Terdapat tiga jenis energi gelombang – partikel yang sering digunakan dalam dunia
kristalographi. Foton dari sinar –X,

λ= = ( 3.1)

Untuk mendapatkan foton yang berpenjang gelombang λ = 1 A , dibutuhkan energi sekitar


12.000 eV. Jika digunakan elektron :

λ= = ( 3.2 )

Untuk mendapat elektron yang berpanjang gelombang λ = 1 A dibutuhkan energi sebesar 150
eV . Jika yang digunakan neutron :

λ= = ( 3.3 )

Untuk mendapat neutron yang berpanjang gelombang λ = 1A dibutuhkan energi sebesar 0,0
eV. Laju neutron pada keadaan ini adalah sekitar 4000 m/s.

C. KEGUNAAN KETIGA JENIS RADIASI


Ketiga jenis radiasi diatas berbeda fungsi dalam penggunaannya. Ketiga gelombang –
partikel berinteraksi dengan menggunakan hukum yang sama. Gelombang sinar –X dengan besar
energa antara 10 keV ke 100 keV dapat menembus dengan baik sedikit dibawah permukaan
kristal dan mendasari hampir semua tehnik konversional untuk menganalisis struktur kristal
dalam tiga dimensi. Sinar – X pada dasarnya terhambur oleh inti elektron, jadi kurang baik
untuk digunakan mendeteksi struktur atom berat.
Pola difraksi oleh elektron pada kristal tunggal membeikan demonstrasi yang sangat baik
dalam keperiodikan struktur kristal dan dalam dualitas gelombang partikel. Karena elektron
adalah partikel bermuatan, dia berinteraksi sangat kuat dengan materi dan dapat menembus
beberapa angstrom dalam kristal sebelum dipengaruhi oleh tumbuhan elastis dari bahan.
Sehingga elektron tidak terlalu baik digunakan untuk menyelidiki bulk dari bahan. Akan tetapi,
sangat baik digunakan dalam hal :
1. Penelitian pada lapisan permukaan kristal
2. Penelitian lapisan tipis
Neutron lambat dapat berinteraksi dengan bahan dalam beberapa cara. Dalam bahan yang
nonmagnetik, interaksi terjadi hanya dengan inti, karena neutron tidak bermuatan. Hamburan

23
elastik yang koheren bisa terjadi, yang menghasilkan pola difraksi neutron memiliki momen
magnetiknya.

D. HUKUM BRAGG

Proposal yang disampaikan oleh Bragg pada tahun 1913 yang mengandung informasi
tentang formulasi sederhana dan ekspressi tentang kondisi geometris yang sesuai digunakan
adalah harus sesuai apabila gelombang didifraksikan oleh bidang yang paralel. Argumen dari
Bragg jauh dari keraguan karena saat itu ia tidak menggunakan hukum optik geometric, akan
tetapi menggunakan optik fisis untuk meninjau sifat gelombang pada peristiwa interferensi. Hasil
yang diperoleh sangat bersesuaian dengan apa yang telah disarankan oleh Von Laue dan Ewald.
Suatu hal yang penting yang membedakan difraksi antara kisi dengan kristal adalah, pada
difraksi oleh kisi sudut datang tidak sama besarnya dengan dimana berkas sinar didifraksikan,
dan terdapat hubungan antara kedua sudut ini, panjang gelombang yang digunakan dan jarak
antara dua celah pada kisi. Kondisi difraksi Bragg lebih spesifik, dimana sudut berkas sinar
datang dan sudut berkas pantulan adalah sama, dan menyatakan bahwa berkas pantulan dipenuhi
apabila besar sudut berkas gelombang yang sesuai dan jarak antara dua bidang paralelnya.
Kondisi Bragg tidak menyelidiki untuk selapis bidang.

Gambar 3.1 Difraksi sinar-x


Anggap dua gelombang datang dengan sudut , pada dua bidang paralel yang terpisah
sejauh d. Vektor rambatan dari gelombang 1 yang dipantulkan oleh permukaan bawah memiliki
beda lintasan dengan gelombang 2 yang dipantulkan oleh permukaan atas sebesar 2dsin Ɵ.
Kedua gelombang berinterferensi secara maksimum untuk menghasilkan intensitas maksimum
jika jarak ini kelipatan dari panjang gelombang ,sehingga;

24
2dhklsinƟ = n λ (3.4)
n = 1,2,3 ...merupakan orde refleksi Bragg.
Dari persamaan diatas terlihat bahwa harga sin Ɵ haruslah 1 atau lebih kecil dari 1.
Tidak akan ada puncak intensitas yang teramati bila harga λ lebih besar dari dua kali jarak
bidang maksimum.
Untuk sistim kubik

dhkl (3.5)

untuk sistim tetragonal

(3.6)

E. EKSPERIMEN DENGAN DIFRAKSI SINAR-X


1. Hukum Bragg
Dari persamaan Hukum Bragg, pada difraksi sinar –X membutuhkan Harga Ɵ dan λ yang
saling bersesuaian. Panjang gelombang sinar X yang mengenai kristal secara sembarang tidak
dipantulkan kembali. Standard difraksi yang digunakan untuk menganalisis kristal terdiri dari :

a. Metode Laue
Metode difraksi ini tidak menggunakan berkas sinar monokromatik dari spektrumnya,
juga tidak menggunakan karakteristik, melainkan menggunakan spectrum kontiniu dari logam
targetnya. Agar sudut difraksi bernilai konstan, maka digunakan Kristal tunggal sebagai
spesimennya. Hukum Bragg dapat terpenuhi jika sinar-X mendifraksikan yang sesuai dengan
panjang gelombangnya pada bidang dari Kristal tunggal. Metode Laue biasanya digunakan untuk
menentukan orientasi kristal tunggal besar yang bersifat relatif terhadap adanya pancaran.
Metode ini merupakan metode difraksi sinar X tertua. Radiasi putih tercermin atau
ditransmisikan melalui kristal tetap. Kristal tetap adalah kristal yang memiliki bidang hkl, jarak
d(hkl) dan sudut Bragg (hkl) yang tetap. Sinar yang terpantul akan ada jika sebuah panjang
gelombang yang tepat yang memuaskan persamaan Bragg terdapat dalam sebuah spektrum

25
kontinyu.sinar pantul yang berbeda memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga
membuat pola laue yang terbentuk menjadi berwarna.

Metode ini sangat mudah dalam hal operasi dan konsepnya. Kristal tunggal ditempatkan
pada sebuah meja, dan dikenai oleh radiasi secara kontiniu dari panjang gelombang sinar-X.
Panjang gelombang yang bersesuain dengan kristal akan menghasilkan difraksi yang ditangkap
oleh layar. Pola difraksi yang dihasilkan adalah berupa titik-titik yang secara langsung
merupakan struktur kristal dengan metode itu sendiri. Akan terkadang penafsiran untuk
penentuan struktur kristal dengan metode ini sangat membingungkan akibat adanya pola difraksi
orde ke-2, ke-3 dst. Sehingga metode metode ini sangat jarang digunakan untuk menentukan
struktur kristal yang masih belum diketahui.

Gambar 3.2. Percobaan dengan metode Laue

b. Metode rotasi kristal


Dalam metode Kristal berputar ini berbeda dengan metode Laue. Untuk metode Kristal
berputar menggunakan Kristal tunggal dan sinar-X monokromatik. Proses metode Kristal
berputar ini terjadi ketika Kristal dan sampel uji coba di sinari oleh sinar-X, dan sinar-X tersebut
mengelilingi Kristal sehingga Kristal pada orientasi tertentu akan menghasilkan difraksi yang
kemudian direkam oleh film.
Kristal tunggal dirotasikan pada sumbu tetap yang ditembak dengan berkas
monokromatis. Arah datang berkas sinar tegak lurus terhadap kristal. Kemudian dibentuk grafik

26
yang dihasilkan oleh variasi dengan fungsi waktu. Tehnik ini digunakan untuk menentukan
bentuk dan ukuran unit sel.
Contoh, untuk kristal yang
berbentuk ortorombik,dimana vektor dasar
c tegak lurus dengan arah datangnya sinar.
Vektor dasar a dan b tegak lurus terhadap
vektor c. Metode ini digunakan untuk
analisis struktur pada Kristal tunggal.
Kristal ini biasanya berdiameter sekitar 1
mm dan terpasang pada poros yang dapat
Gambar 3.3. Bagan percobaan dengan berputar. Film fotografi ditempatkan pada
metode rotasi kristal
sisi dalam dari silinder konsentris dengan
sumbu rotasinya.
Sebuah sinar datang dengan panjang gelombang λ dan dibuat untuk menimpa pada
Kristal. Specimen kemudian diputar, maka akan diperoleh kondisi difraksi, dimana lamda dan
teta sesuai hukum bragg

c. Metode Serbuk
Dalam metode ini, Kristal yang akan diamati dalam bentuk serbuk, dan setiap serbuk
berlaku sebagai Kristal berukuran kecil dengan orientasi acak dan diputar tidak melalui satu
sumbu saja. Sampel diletakkan diatas sebuah bidang dan disebarkan secara merata dan disinari
dengan berkas monokromatis.

Karena serbuk memiliki kristal


dalam jumlah besar,dan setiap kristal
memiliki orientasi masing-masing,
setiap puncak hamburan berhubungan
dengan vektor kisi yang lebih pendek
dari .
Gambar. 3.4. Bagan percobaan dengan metode serbuk

27
Contoh, untuk kristal yang berbentuk kubus dengan panjang kisi setiap sisi a. Harga a
akan ditemukan dari hasil percobaan. Dalam hal ini d = a / (a2 + b2 + c2) ½
Dimana N = n2 (a2 + b2 + c2 ). Sudut hamburan diukur untuk masing-masing cincin.

Contoh soal :
Anggap kristal berbentuk kubus sederhana yang panjang rusuknya 3,50 A disinari dengan sinar
–X yang berpanjang gelombang 3,10 A . Tentukanlah kumpulan bidang yang sesuai dengan
kondisi Bragg, dan untuk masing –masing puncak,tentukanlah besar sudut Braggnya.
Penyelesaian .
Menurut kondisi Bragg,
Sin =n
Untuk kubus sederhana ,Jarak kisi bidangnya berada pada (hkl) adalah
d = a /(h2 + k2 + l2 ) ½.
Jadi,
Sin = (n λ / 2a )(h2 + k2 + l2 ) ½
= n (3,10 / 7)(h2 + k2 + l2)1/2
= 0,443 x (h2+k2 +l2 )1/2.
Jadi harga ini harus lebih kecil dari 1. Artinya bila harga sin adalah 1 atau lebih kecil
dari 1 akan dapat diperoleh variasi harga h,k,dan 1 yang sesuai. Orientasi yang sesuai dengan
puncak memberikan struktur dari kristal itu sendiri. Hasil dari perhitungan diberikan pada tabel
dibawah ini :
Tabel.1. Hasil Perhitungan sudut hamburan untuk berbagai bidang kristal
(hkl) N 0,433n (h2+k2+l2)1/2
(100) 1 0,433 26,3
(101) 2 0,866 62,3
(110) 1 0,626 38,8
(111) 1 0,767 50,1
(210) 1 0,990 82,0

28
LATIHAN DAN SOAL

1. Sinar –X yang berpanjang gelombang ditembakkan sepanjang sumbu z pada dua atom
yang terpisah sejauh 3,2 A . Pergeseran relatifnya terjadi pada bidang yz disekitar atom.
Saat r= 0 dan r = 45 tentuakan posisi detektor saat ditemukan puncak dari intansitas
hamburan.

2. A. Tentukan panjang gelombang foton yang berenergi 45 keV dan berapa besar
momentum linearnya.
B. Berapa energi neutron agar panjang gelombang ke Broglienya 0,5A

3. Anggap pada kristal yang bertipe kubus sederhana hanya memilki satu atom pada basis
primitifnya. Panjang rusuk kubus adalah 4,50 A .
a) Tentukan panjang gelombang yang digunakan agar diperoleh puncak dengan
sudut hamburan 40 berapa sudut hamburan agar diperoleh puncak pada (100) dan
(111).
b) Bila panjang gelombang yang sama digunakan dan diperoleh puncak (110)
dengan sudut 40 , berapakah besar sudut hamburan untuk puncak (100) dan (111) ?

29
BAB IV
IKATAN KRISTAL

Kompetensi Dasar:

Menentukan besar energi yang


dimiliki atom-atom kristal dalam
keadaan terpisah satu sama lain
dan energi yang dimiliki atom
didalam kristal dengan
menggunakan persamaan
Schrodinger
Indikator:
1. Menentukan besar energi total untuk atom Hidrogen.
2. Menentukan besar kontribusi energi Madelung terhadap energi total panjang
gelombang dari energi gelombang-partikel yang sering digunakan untuk menyelidiki
struktur kristal.
3. Menentukan besar parameter dalam penetuan besar energi total untuk ikatan ionik.
4. Menetukan besar parameter ε dan σ bila terjadi interaksi Van der Waals.

III. Tujuan Pembelajaran:

Setelah mempelajari BAB IV ini diharapkan Mahasiswa dapat:


1. Menjelaskan penerapan persamaan Schrodinger dalam menentukan
besar energi elektron
2. Menjelaskan ikatan dasar yang terdapat pada atom Hidrogen
3. Menentukan besar energi total pada atom Hidrogen.
4. Menjelaskan ikatan kovalen dan melukiskan gambarnya untuk atom
Hidrogen
5. Menentukan besar kontribusi energi Madelung terhadap energi total
panjang gelombang dari energi gelombang-partikel yang sering
digunakan untuk menyelidiki struktur kristal.
6. Menentukan besar parameter dalam penetuan besar energi total untuk
ikatan ionik.
7. Menetukan besar parameter ε dan σ bila terjadi interaksi Van der
Waals.

30
A. PENDAHULUAN
Apakah yang menyebabkan sebuah kristal tetap bersatu? Jawabannya adalah interaksi
paling besar yang bertanggung jawab untuk terjadi kohesi pada zat padat adalah interaksi tarik
menarik elektrostatik antara muatan-muatan positif pada inti dengan mutan-muatan negatif dari
elektron. Energi kohesi dari sebuah kristal di definisikan sebagai energi yang harus diberikan
kepada kristal untuk memisahkan komponen-komponenya menjadi atom-atom bebas yang
netral pada keadaan diam dan pada jarak tak hingga untuk kristal. Kristal yang bersifat
ionik ,lazim digunakaan istilah Energi lattice (kisi) yang didefenisikan sebagai energi yang harus
di berikan pada kristal untuk memisahkan komponen-komponenya menjadi ion-ion bebas pada
keadaan diam dan pada jarak tak hingga.
Zat padat merupakan zat yang memiliki struktur yang stabil. Kestabilan sruktur zat padat
disebabkan oleh adanya interaksi antara atom membentuk suatu ikatan kristal. Sebagai contoh:
Kristal sodium clorida (NaCl) memiliki struktur yang lebih stabil dibandingkan dengan
sekumpulan atom-atom bebas dari Na dan Cl sehingga implikasinya : atom-atom bebas Na dan
Cl akan saling berinteraksi satu sama lain untuk membentuk struktur yang stabil, terdapat gaya
interaksi antar atom untuk mengikat atom satu-sama lain, besarnya energi atom-atom bebas
penyusun kristal lebih besar daripada energi kristalnya. Energi yang diperlukan untuk
memisahkan atom-atom penyusun kristal menjadi atom-atom bebas dan netral dinamakan energi
kohesif.

B. PERHITUNGAN ENERGI
1. Persamaan Schrodinger

Pada dasarnya perhitungan energi total dari bahan dimulai dengan menemukan solusi
persamaan schrodinger untuk energy electron dan fungsi gelombang. Fungsi gelombang Ψ(r,t),
berhubungan dengan electron dan mengandung informasi tentang sifat elektron. Sebagai contoh,
besaran dP =| | dτ memberikan peluang yang saat t, electron berada dalam volume dτ
yang berlokasi pada r, Ψ mungkin complex dan kuadrat yang dihitung sebagai produk dari Ψ
dengan kompleks konjugatnya, yang dituliskan sebagai produk Ψ*. | | yang disebut sebagai
rapat peluang dari elektron.

31
Fungsi gelombang dan juga rapat peluang electron ditentukan oleh fungsi energy
potensial elektron. Fungsi gelombang merupakan sebuah solusi dari persamaan Schroodinger:

(4.1)

dalam hal ini m adalah massa elektron, adalah operator persamaan diferensial Laplace,
dimana

(4.2)

Hubungan frekuensi anguler dengan energi: E = ħɷ kepada pers (1), disubsitusikan


pers sehingga

(4.3)

2. Fungsi Energi Potensial

Ada dua hal yang sangat mempengaruhi fungsi energy potensial dalam bahan. Pertama
adalah hasil interaksi antara elektron dan inti yang diberikan oleh persamaan:

∑ (4.4)
| |

dimana Ri adalah posisi dan inti i, Zi adalah jumlah proton. Karena inti beratraksi dengan
electron maka harga negatif. Yang kedua adalah interaksi elektrostatik antara elektron
dengan elektron lain. Kontribusi elcktron terhadap fungsi energy potensial adalah:

( )
∫| |
(4.5)

persamaan diatas dikenal dengan persamaan Hartree.

dimana = ∑| | (4.6)

32
C. ION MOLEKUL HIDROGEN
1. IkatanDasar

Gambar 4.l. Geometri dari atom Hidrogen, Proton dengan proton terpisah
sejauh R. Elektron terpisah sejauh r dan r - R dan proton

Sistim terdiri dari 2 proton dan sebuah electron seperti digambarkan pada gambar 4.1.
Sebuah proton diberi label a dan terletak pada titik asal dan yang lain diberi label b berjarak R
dan a. Jarak electron dan proton a adalah r dan jarak dari b adalah r-R sehingga energy proton-
elektron dari gambar di atas diberikan oleh

| |

Anggap fungsi gelombang pada orbital 1S . Sebagai pendekatan kepada fungsi


gelombang untuk electron yang terletak dekat proton dalam ion, molekul diberikan oleh

[ | | ] (4.8)

Dimana suku pertama adalah persamaan fungsi gelombang pada proton a, dan suku
kedua adalah persamaan gelombang pada proton b, N adalah konstanta normalisasi. Orbital
ternomalisasi ∫| |

33
[ ]

Dengan adalah radius Bohr = 0,529 Ao, karena adalah real maka diperoleh :

[ ]

Untuk menentukan energy pada keadaan dasar digunakan perhitungan dengan mengambil
harga rata-rata dari <E> yang diberikan oleh :

∫ [ ]
| |

Persamaan (4.8) digunakan untuk mensubstitusi selanjutnya digunakan persamaan schrodinger


untuk dan | | dan akan diperoleh :

Dan

| | | | | |
| |

Dimana E 1s adalah energy atom hydrogen pada keadaan. Selanjutnya

〈 〉 ∫[ | | ]* | | + (4.14)
| |

Misalkan:

∫ | |
(4.15)

∫ | | (4.16)

34
Dari hasil pemisalan ini bila disubstitusikan kembali ke persamaan (4.14), akan
diperoleh:

〈 〉 (4.17)

Karena harga A dan B positif, persamaan (4.17) menduga terjadi pengurangan energy
dari keadaan dasarnya. Energi total molekul ion Hidrogen diperoleh selajutnva dengan
menambahkan energy interaksi proton dengan proton terhadap persamaan (4.17) dan diperoleh:

(4.18)

dengan mensubsitusi persamaan (4.9), pers (4.10), pers (4.15), pers (4.16) dapat diperoleh:

* + (4.19)

* ( )+ (4.20)

(4.21)

Bila jarak antar proton besar, maka A e2/ R, B 0, dan 0, Sehingga <E>
Els - e2/ R dan Etotal . Dalam hal ini interaksi yang terjadi hanyalah energy electron
pada keadaan dasarnya. Dan apabila R kecil, maka A e2/ ,B e2/ dan ,
sehingga <E> Els - e2/ dan Etotal besar dan positif.

Dalam hal ini interaksi merupakan rata-rata energi elektron

<K>=<E>-<U> merupakan rata rata energi kinetik;

merupakan energi interaksi antarproton;

2. Gaya Tolak
Jika atom-atom sangat berdekatan maka akan terjadi tolakan. Tolakan ini secara umum
disebabkan oleh tolakan dan proton. Untuk atom berelektron banyak, tolakan ini sangat
35
dipengaruhhi oleh inti elektron sendiri. Analisis gaya tolak ditinjau dan prinsip gaya yang
dihasilkan oleh energi tolakan inti sebagai fungsi dan jarak pisah antar atom. Secara umum
energi interaksi oleh dua inti dalam bentuk:

(4.22)

atau dalam bentuk


(4.23)
dimana R adalah jarak antar atom, n dan adalah parameter yang tergantung pada inti atom.
Untuk gas lamban secara empiris memenuhi persamaan:
E= - C( )
dimana: -C( ) merupakan energi akibat tarikan antar atom; dan
merupakan energi akibat tolakan antar atom.

D. IKATAN KOVALEN
Ikatan ini terjadi apabila dua atom atau lebih saling mernberikan elektronnya dan akan
membentuk elektron urunan (penggunaan bersama). Pada keadaan seirnbangnya, energi total mol
adalah -4,5 eV. Gaya tariknya berasal dan konsentrasi muatan elektron sepanjang garis yang
menghubungkan inti berurutan dan gaya tolaknya berasal dan prinsip Pauli.

c
.

Gambar 4.2. Ikatan kovalen hidrogen. a) Dua orbit atorn terisolasi,(b)


Penggabungan dua elektron dan (c) orbit molekul

36
Ikatan kovalen terjadi pada atom-atom yang memiliki perbedaan nilai elektronegatifitas
kecil. Ikatan kovalen terbentuk karena adanya pemakaian bersama pasangan elektron dengan
spin anti parallel. Terbentuknya ikatan kovalen karena adanya kecenderungan dari atom-atom
untuk memiliki konfigurasi elektron gas mulia (orbital terluarnya terisi penuh elektron).
Beberapa kristal yang memiliki ikatan kovalen seperti pada table dibawah ini:
Tabel 4.1. Zat Padat Kovalen
Kristal Jarak tetangga terdekat Energi Kohesif(eV)
ZnS 0,235 6,32
C 0,154 7,37
Si 0,234 4,63
Ge 0,244 3,85
Sn 0,280 3,14
SiC 0,189 12,3

E. IKATAN IONIK
Saat ikatan yang terjadi pada kristal adalah ikatan ion murni maka persamaan untuk
energi potensial total dan sistem sangat sederhana. Karena masing-masing ion bermuatan, maka
energi potensial elektrostatisnya dijumlahkan, kemudian ditambahkan dengan energi tolakan dan
masing masing inti. Sehingga menghasilkan:

∑∑
| |

Ikatan yang terjadi antara elemen-elemen elektropositip dan elektronegatif. Seluruh ion, baik ion
negatif ataupun ion positif memiliki energi potensial yang sangat besar. Energi ini disebut energi
Madelung, yang besarnya:

dimana adalah konstanta Madelung, adalah energi Madelung. Besarnya konstana


Madelung diperoleh dengan menggunakan persamaan:

(∑ ∑ )
| | | |

37
Untuk mendapatkan energi total pada ikatan ionik, energi antara inti dengan inti atom
haruslah diperhitungkan. Sehingga:

Persamaan ini dapat digunakan untuk rnendapatkan posisi seimbang. Hukurn termodinamik
adalah:
dE Pd + Tds (4.29)
5
dimana P adalah besar tekanan, S adalah entropi dan sampel dan r adalah volume sampel.
Anggap tekanan sangat kecil. Pada saat T = 0, volume seimbang dan sampel selanjutnya
diperoleh dengan persamaan dE/d = 0. Kondisi ini dapat dikatakan sama dengan dE/dR = 0.
Tabel 4.2. Harga konstanta Madelung untuk beberapa senyawa zat padat.
Senyawa Konstanta Madelung (
NaCl 1,74756
CsCl 1,76267
ZnS 1,63805

Dengan menurunkan persamaan (4.28) terhadap R dan disamakan dengan nol, akan
diperoleh:

[ ]

Hasil dan penurunan diatas bila disubsitusikan kembali ke persamaan (4.28) akan diperoleh
persamaan untuk energi:

( )

Harga parameter A, R0 dan n diperoleh dari pengukuran seperti pada table 4. Atau dengan
menggunakan pers:

Kompressibilitas isotermalnva diperoleh dengan menggunakan persamaan

C adalah konstanta yang tergantung pada struktur bahan

38
Tabel 4.3. Parameter energi untuk beberapa kristal Alkali Halide
Kristal R0 N A (J.mn)
LiF 2,014 6,20 2,61 x 10-79
LiCl 2,570 7,30 2,34 x 10-89
NaF 3,317 6,41 4,98 x 10-88
NaCl 2,820 8,38 1, 77 x 10-99
KF 2,674 7,39 4,21 x 10-90
KCl 3,174 8,55 1,01 x 10-100
RbF 2,815 8,14 3,85 x 10-99
CsF 3,004 10,22 8,03 x 10-117
CsCl 3,571 10,65 3,44 x 10-120

F. IKATAN VAN DER WAALS


Ikatan yang terjadi akibat jarak pisah atom yang sangat dekat. Atom menunjukkan sifat
ketidakkohesian dan tidak memadat. Atom menginduksi momen dipole yang mengakibatkan
suatu interaksi tarik - menarik antara atom - atom. Ikatan ini sering terjadi pada gas mulia. Besar
energi potensial total Van der Waals ditentukan oleh persamaan

[( ) ( ) ]

dimana dan adalah parameter yang bergantung pada polarisasi dan rata-rata momen dipol
dan atom. Untuk gas lamban dengan mengabaikan energy kinetik, persamaan energi totalnya
diberikan oleh:

[ ( ) ( ) ]

dimana N jumlah atom dalam kristal.


Pada tekanan dan temperatur 0, jarak antar atom pada keadaan seimbang ditentukan oleh
harga dE/dRo = 0. Untuk Gas lamban

Untuk kristal yang berstruktur FCC kompressibilitas isotermalnya diberikan oleh

39
Tabel 4. Parameter Lennard-Jones untuk kristal gas dalam
Elemen R0 (A0)
Ne 3,13 50 2,74
Ar 3,76 167 3,40
Kr 4,01 225 3,65
Xe 4,35 320 3,98

G. LATIHAN DAN SOAL


1. Untuk ion Hidrogen, jarak pisah protonnya adalah 2,50 Ao. Tentukanlah:
a. Besar energi elektron rata-ratanya.
b. Besar energi potensial elektron rata-ratanva
c. Besar energi kinetik elektron rata-ratanya
d. Energi totalnya
2. Pada temperatur rendah, Jarak posisi seimbang atom NaCI dengan atom tetangganya adalah
2,79 Å, dan kompressibilitas isotermalnya adalah 3,39 x 1011 m3/J. Tentukanlah besar
parameter energi n dan A nya, tentukan juga besar kontribusi energi Madelung terhadap
energi totalnya per unit sel dan juga kontribusi inti terhadap energinya.
3. Energi total dua atom Argon diberikan oleh:

( ) ( ) dimana C = 2,35 x 103 eV, B = 1,69 x 108 eV dan a0 adalah jari-

jari atom Bohr. Hitunglah:


a. Jarak posisi seimbangnya
b. Besar energi tarikannya
c. Besar energi tolakannya
d. Besar energi totalnya
4. Kristal Argon berstruktur FCC dengan panjang kisi 5,31 A0. Kompressibilitas isotermalnya
adalah 93x10-11 rn2/N. Anggap atom berinteraksi hanya dengan gaya van der Waals.
Hitunglah parameter energi dan nya.

40
BAB V
GETARAN KISI
Kompetensi Dasar:

Menganalisis karakteristik
spektrum getaran dari
kristal padat, menjelaskan
pengaruh kondisi dan
perambatan gelombang
dalam kisi yang periodik
serta menentukan batas
frekuensi yang diijinkan dan Indikator:
batas frekuensi terlarang 1. Menjelaskan karakteristik dari getaran
pada getaran kisi kisi dalam kristal
monatomik dan kisi 2. Menjelaskan getaran simpul pada kisi
diatomik. monatomik
3. Menjelaskan getaran simpul pada atom
diatomic
III. Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari BAB ini diharapkan Mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan karakteristik dari getaran kisi dalam kristal
2. Menetukan besar pengaruh temperature treshold terhadap frekuensi
getaran dan panjang gelombang treshold yang berkesesuaian
3. Menentukan frekuensi anguler dari getaran simpul pada kisi
monatomik
4. Menjelaskan hubungan dispersi pada rangkaian monatomik
5. Menentukan besar kecepatan vase dan kecepatan grup dari getaran
kisi pada rangkaian monatomik
6. Menentukan besar frekuensi anguler maksimum dan minimum
untuk cabang akustik dari rangkaian atom diatomik
7. Menentukan besar frekuensi anguler maksimum dan minimum
untuk cabang optis dari rangkaian atom diatomik
8. Menjelaskan penerapan persamaan Schrodinger dalam menentukan
besar energi elektron

41
A. PENDAHULUAN
Pada bab ini kita membahas tentang karakteristik spektrum getaran dari kristal padat.
Subjek ini mengarah pada pengaruh kondisi dari perambatan gelombang dalam kisi yang
periodik, energi yang memiliki dan panas jenis dari gelombang kisi, aspek partikel dari phonon,
dan pengaruh dari ketidakharmonisan getaran antar atom – atom. Topik ini juga memberikan
pola yang spesifik pada fisika zat padat, dan pada pembahasannya yang memperkenalkan pada
kita tentang konsep batas frekuensi yang diizinkan dan batas frekuensi terlarang. Konsep yang
kemudian yang dikaitkan dengan spektrum dari zat padat.
Titik energi nol dan enargi panas dari zat padat memberikan peran dalam kekompleksan
getaran pada atom. Getaran – getaran ini memiliki komponen fourier dengan beragam frekuensi.
Gerakan tambahan akan terlihat bila di pengaruhi oleh beberapa sumber dari luar, dan biasanya
kita anggap bahwa prinsip superposisi dapat di terapkan terhadap getaran tambahan ini. Sebagai
contoh, kita menganggap bahwa efek dari beberapa gangguan ini dapat di temukan dengan
menambahkannya secara bersama – sama. Anggapan ini kedengarannya rasional, mengingatkan
kita bahwa kita masih tetap berada dalam daerah yang linier, seperti gaya pemulihan pada setiap
atom selalu sebanding dengan pergeserannya (hukun hooke). Seperti yang akan kita lihat pada
topik konduktivitas, terdapat beberapa efek dari ketidakharmonisan walaupun pada pergeseran
atom yang paling simpul. Efek ketidakharmonisan juga sangat penting pada interaksi foton dan
phonon.

B. GELOMBANG ELASTIK, PERGESERAN ATOM DAN


PHONON
Kelajuan dengan gelombang longitudinal yang merambat dalam cairan berkerapatan ρ di
berikan oleh

V0 = λ = (Bs / ρ)1/2 (5.1)

dimana Bs adalah modulus elastik bulk adiabatis, atau koefisien kekakuan (stiffness). Untuk zat
padat, persamaan ini harus dimodifikasi dengan menghitung batas kepejalan. Untuk lebih

42
jelasnya, kita akan menjelaskan transmisi dan gelombang akustik yang merambat dalam zat
padat yang dalam beberapa element yang tak dapat di hilangkan hingga orde ke empat dari
koefisien kekakuan. Jadi walaupun pada materi kristal yang paling sederhana, kecepatan bunyi
adalah secara umum merupakan fungsi dari arah perambatan dari gelombang transvesal, yang
merambat lebih lambat dari gelombang longitudinal. Dengan demikian, kita akan mengharapkan
persamaan 5-1 memberikan orde magnitudo yang benar untuk laju longitudinal dari bunyi.
Semakin besar modulus bulk, dan semakin kecil harga kerapatan, maka rambatan gelombang
bunyi akan semakin besar.
Besar laju V0 dari persamaan 5-1, seperti yang ditentukan rapat jenis kristal yang di
ketahui dan modulus bulk yang di ukur untuk sejumlah zat padat di tunjukan pada tabel 5-1.
Harga-harga dari V0 ini sebanding dengan harga laju bunyi yang di peroleh dengan pengamatan
langsung. Perbandingan ini dapat ditoleransi dan sangat sesuai untuk semua zat pada yang
tercatat, dan mendemonstrasikan bahwa laju bunyi adalah pada orde 5000 m/s untuk tipe ikatan
metalik, ikatan kovalen dan ikatan ionik.
Pengggunaan konsep makroskopik untuk perambatan gelombang adalah sangat tepat
menjelaskan bahwa panjang gelombang dari gelombang akan di jelaskan sangat besar bila
dibandingkan dengan jarak antar atom. Untuk gelombang yang mempunyai amplitudo yang tidak
terlalu besar (sehingga tidak melingkupi hukum hooke), terdapat tidak lebih dari 21 koefisien
ketergantungan dalam tensor kekakuan waluapun untuk kisi tiga dimensi. Jumlah ini berkurang
hanya kepada konstanta 3 kekakuan non ekivalen untuk kristal kubik. Koefisien – koefisien ini
tentu saja terhubung secara langsung dengan gaya pemulih yang mendesak setiap perpindahan
atom dalam kisi.
Penjelasan ini menyatakan bahwa kita harus selalu mengingat kegunaan dari usaha dalam
teori dan eksperimen dari kontniu, atau makroskopik, pendekatan terhadap perambatan
gelombang dalam koloid. Batas frekuensi pada nondispersi gelombang akustik, dimana produk
(λv) dari panjang gelombang dan frekuensi adalah rambatan kecepatan yang konstan, adalah
sangat lebar. Batas ini mendapat perhatian besar dari percobaan – percobaan. Volume oleh
Mason (1964) mencatat secara detail dalam capter bibliography termasuk study tentang
hubungan antara tensor kekakuan dan simpul dari rambatan akustik.
Konstanta kekakuan dapat diukur dengan mengirimkan pulsa ultrasonik melalui kristal,
suatu tehnik yang disarankan oleh Hearmon. Tehnik ultra sonik dalam kristal telah

43
dikembangkan hinggga batas GHz, yang akan kita lihat dan masih jauh dari batas kemungkinan
maksimum dari kemungkinan perambatan dalam kristal. Saat gelombang bunyi merambat dalam
soloid dengan kelajuan 5000m/s, gelombang 1 GHz mempunyai panjang gelombang kira – kira 5
μm, atau lebih dari 20.000 spasi atom.
Ada beberapa hal penting yang dapat kita pelajari dari kekomplitan spektrum getaran dari
soloid yang paling sesuai dengan mempertmbangkan kisi alamiah dari materi kristal. Pendekatan
dengan sistem kontinu gagal menjelaskan saat pertukaran kondisi yang tercatat saat kelipatan
panjang gelombang tidak terlalau besar di bandingkan dengan jarak spasi antar atom, walaupun
penjelasan dalam konstanta gaya atom valid pada frekuensi rendah atau tinggi. Jadi dalam
chapter ini kita akan menggunakan pendekatan mikroskopik. Getaran gelombang kisi dalam
kristal adalah rangkaian yng berulang dan sisitimatik dari pergeseran atom, yang
dikarakterisasikan oleh
Kecepatan perambatan (v)
Panjang gelombang (λ) atau vektor gelombang | | = (2π/λ)
Frekuensi (υ) atau frekuensi anguler (ω) = (2πv) = (vk)
Semua ini adalah ciri – ciri dari sifat gelombang. Dengan mempertimbangkan gaya
pemulih pada pergeseran atom – atom, kita dapat membuat persamaan gerak pada tiap
pergeseran, dan menciptakan hubungan dispersi antara frekuensi dan panjang gelombang. Kita
akan kadang – kadang akan mengulang kepada frekuensi dan panjang gelombang, akan tetapi
lebih sering mengaitkan dengan frekuensi anguler dan bilangan gelombang.
Dari penjelasan klasik, sebuah gelombang yang sesuai dengan hubungan dispersi dapat
dirambatkan dengan sembarang amplitudo. Pada titik ini, akan tetapi, kita akan mencatat
kuantitas elementeri dari getaran kisi mempunyai sifat dualisme, seperti sifat radiasi
elektromagnetik dan sifat partikel. Sifat partikel disebut phonon, dan kita harus menganggap
bahwa pergeseran gelombang dalam materi sebagai pergerakan dari satu phonon atau lebih,
masing – masing pergeseran memiliki energi hv = hw, dan momentm kristal hk. Konduksi
panas, hamburan elektron dan proses lain yang terjadi pada materi mencakup peristiwa annihilasi
atau proses pembemtukan sebuah phonon, dan dalam proses ini aspek partikel memang berperan
penting seperti peranan gelombang. Dengan fenomena yang lain, kehati – hatian kita akan sifat
diskrit energi exsitasi partikel akan tergantung pada apakah panas menyediakan energi phonon
besar.

44
Tabel 5.1. Modulus Elastik Bulk dan Kelajuan Bunyi dari beberapa jenis Zat Padat.

Solid Struktur Jarak Kerapa Modulus Laju Laju


dgn tan elastik bulk gelombang bunyi
atom ρ Bs yang terukur yang
tetangga (kg/m ) (10 N/m2)
3 10
V0 (Bs / ρ) ½ teramati
ro (A) (m/s) (m/s)
Na B.C.C 3.71 970 0.52 2320 2250
Co F.C.C 2.55 8960 13.4 3880 3830
Zi H.C.P 2.66 7130 8.3 3400 3700
Al F.C.C 2.86 2700 7.35 5200 5110
Le F.C.C 3.49 11340 4.34 1960 1320
Ni F.C.C 2.49 8900 19.0 4650 4970
Ge DIAMOND 2.44 5360 7.9 3830 5400
Si DIAMOND 2.35 2330 10.1 6600 9150
SiO3 HEXAGONAL 1.84 2650 5.7 4650 5720
NaCl ROCKSALT 2.82 2170 2.5 3400 4730
LiF ROCKSALT 2.01 2600 6.7 5100 4950
CaF2 FLUORIT 2.36 3180 8.9 5300 5870

Dalam pengembangan teori kuantum, panas jenis dari materi dihitung dari teori klasik
teori eqipartisi. Kristal dengan N atom disusun sebagai suatu susunan dari 3N osilasi harmonik
bebas, masing – masing energi koT, untuk jumlah energi getaran kisi U = 3NkoT. Pada keadaan
volume konstan, keadaan ini mempunyai panas kenis per mole :
Cv = (δU/ δT)v = 3NAko = 24.94 joule / mole. Kelvin (5.2)
yang di kenal sebagai hukum Dulog-Petit (1869). Hukum klasik ini bekerja dengan baik untuk
beberapa jenis meterial pada suhu ruangan dan di atas suhu ruangan, tetapi gagal pada suhu
rendah. Kegagalan ini di akibatkan oleh keberlakuan kondisi kuantum, seperti yang didiskusikan
pertama kali oleh Einstein (1907), dan di perbaharui oleh Debye (1912) dan oleh Born dan von
Karman (1912).
Statistik kuantum memberikan jawabaan yang lumayan berbeda dari yang diberikan oleh
ekipartisi energi klasik untuk frekuensi yang bersesuaian dengan energi phonon hw sebanding
dengan atau lebih besar dari energi termal koT. Sehingga aspek pertikel pada getaran kisi terlihat
45
untuk frekuensi dalam keadaan pengaruh temperatur treshold vth = (ωth / 2π)= (koT). Untuk suhu
ruangan situasi treshold ini sesuai dengan vth = 6 x 1012 Hz, atau ωth = 4 x 1013 radians perdetik,
dan ini sesuai untuk di atas frekuensi yang di selidiki dengan beberapa teknik akustik. Panjang
gelombang trershould yang bersesuaian adalah :
λth = (2πv / ωth) (5.3)
dan saat di ketahui bahwa pergeseran rambatan gelombang pada kelajuan 5000 m/s, akan terlihat
bahwa sifat partikel dari gelombang pada suhu ruagan akan menyolok hanya pada gelombang
dengan λ≤ 10-9m. Kita dapat mencatat sebagai tambahan, bahwa yang terakhir adalah gelombang
yang meterialnya beratomik diskrit harus lebih di pentingkan, karena jarak antar atom dalam zat
padat terletak pada jarak antara 1 ke 4x10-10m. Akan tetapi pada temperature yang sangat rendah
larangan kuantum akan membatasi pilihan akan amplitudo walaupun untuk gelombang yang
berpanjang gelombanglebih besar dari ukuran atom.

C. GETARAN MODE PADA KISI MONATOMIK


Pada zat padat yang homogen, transmisi gelombang bidang pada sumbu x dapat
dituliskan dengan persamaan
U = A exp [i(kx-ωt)] (5.4)
untuk gelombang monokromatik dengan amplitudo A, gelombang vektor k, dan frekuensi
anguler ω. Anggap susunan kelinieran atom yang identik (gambar 5.1) dengan massa masing-
masing m, dan jarak interaksi antar atom a. Untuk susunan atom ini, pergeseran u dari
gelombang pada persamaan 5.4 dapat digambarkan pada masing-masing sisi atom, u tidak
mengandung arti untuk harga yang lebih lanjut dari x. Jadi kita harus membuat persamaan
tersebut menjadi lebih spesifik. Besar pergeseran atom ke r adalah:
Ur = A exp [i(kra-ωt)] (5.5)
Percepatan dari pergeseran ini dapat menunjukkan besar percepatan dari atom ke r adalah
(d2Ur/dt2) = -ω2A exp [i(kx-ωt)]
= -ω2Ur (5.6)
Sehingga dari hukum kedua Newton, besar gaya pemulih akibat atom ke r haruslah
Fr = m(d2Ur/dt2) = -mω2Ur (5.7)

46
Gambar 5.1 Atom yang saling bertetangga yang tersusun secara linier dalam keadaan seimbang
dan sesudah terjadi pergeseran

Dengan pertimbangan pendekatan hukum Hooke, gaya pada atom ke r menjadi:


Fr = µ (Ur+1 – Ur)- µ (Ur –Ur-1)
= µ (Ur+1 + Ur-1-2Ur)
Bila persamaan 5.7 dibandingkan dengan persamaan 5.6 akan diperoleh
ω2 = (µ/m) [2-(Ur+1/Ur) – Ur-1/Ur)]
ω2 = (µ/m) [2-exp (ika) – exp (-ika)]
= 2(µ/m) [1-cos(ka)]
= 4(µ/m) sin2(ka/2)
ω2 = + 2(µ/m)1/2sin (ka/2) = + ωm sin(ka/2) (5.9)
Tanda negatif-positif menandakan arah perambatan gelombang. Pergerakan pada setiap titik
adalah periodik terhadap waktu.
Gambar 5.2 menunjukkan
bentuk kurva dispersi yang
digambarkan oleh persamaan 5.8. hasil
grafik yang sama secara kualitatif
terhadap ini juga akan dihasilkan juga
walau dengan menyertakan atom
tetangga yang lebih jauh dilibatkan.

Gambar 5.2 hubungan dispersi pada rangkaian


monoatomic

47
Dalam gambar 5.2 terlihat hasil yang ini lebih sesuai diplot dengan vektor gelombang k
dari pada panjang gelombang λ sebagai variabel bebas. Daerah untuk k kecil adalah daerah
spektrum gelombang panjang, dimana konsep kontinuitas dari gelombang akustik sesuai. Untuk
daerah jika (ka) << 1, sin (ka/2) menjadi sama dengan (ka/2), dan hubungan frekuensi angular
dengan vektor gelombang menjadi:
ω ≈ vok
ω = a(µ/m)1/2 (5.10)
Kecepatan fase (ω/k) dan kecepatan grup (δω/δk) adalah sama pada gelombang panjang
non dispersi, daerah frekuensi rendah, keduanya sama pada laju bunyi biasa vo. Laju vo =
a(µ/m)1/2 ditemukan untuk gelombang panjang menurut model ini adalah penuh menurut
persamaan 2-1 untuk medium elastik yang kontinu. Karena (m/a) adalah kerapatan dan aµ adalah
modulus Bulk dalam satu dimensi. Untuk ruang padat tiga dimensi, ρ = (m/a3) dan Bs = (µ/a)
Walaupun dengan batasan model satu dimensi yang sederhana, kita dapat mengira bahwa
pengetahuan pada laju vo dari gelombang bunyi biasa pada bahan padat akan mengijinkan kita
untuk mengira harga dari koefisien kekakuan antar atom:
µ ≈ m(vo/a)2 (5.11)
Dan selanjutnya untuk modulus Bulk (Bs = µ/a) atau kompressibilitas K = (1/Bs)
Pendekatan untuk frekuensi rendah yang baru didiskusikan sesuai untuk frekuensi hingga
1012 Hz, atau yang dengan aturannya termasuk rentang frekuensi normal yang digambarkan oleh
akustik atau ultrasonik yang ditentukan dengan percobaan dengan teknik monokromatik. Akan
tetapi seperti yang kita anggap semakin pendek panjang gelombang, seperti yang terlihat pada
gambar 2-3 bahwa ω mencapai batas harga ⁄ ⁄ saat | | ⁄ dan
dapat dianggap bahwa kecepatan dispersi membatasi frekuensi. Ekspresi sebagai fungsi dari k,
kecepatan fase dan kecepatan grup diberikan oleh

V = (ω/k) = vo * +

Vg = ((δω/δk) = vo cos (ka/2) (5.12)


Selanjutnya kita akan melihat hubungan dengan teori panas jenis Debye yang
kebebasannya kadang-kadang dikaitkan dengan fungsi ketergantungan kecepatan terhadap vektor
gelombang.

48
Kecepatan grup menuju nol saat atom tetangga terdekat bergerak dalam antifase, yang
adalah pada harga ⁄ , yang panjang gelombangnya λ = 2a. hal ini tidak mengandung
arti dalam usaha menggambarkan perkembangan sebuah gelombang dalam artian beda fase lebih
dari 180o antara atom yang bertetangga, jadi tidak ada phisikal yang signifikan yang dikaitkan
terhadap harga k yang saat | | ⁄ . Seperti yang telah kita buktikan, pergeseran
sekumpulan atom konsisten dengan persamaan 2-6 untuk harga absolut dari k lebih besar dari
⁄ adalah konsisten sama dengan vektor gelombang k’, dimana k’ = (k + G), dimana g
adalah resiprokal vektor kisi. Jadi Brillouin zone pertama mengandung seluruh spektrum.
Akan terlihat dari tanda-tanda ini bahwa bila sebuah gelombang berkoresponden dengan
perbatasan Brillouin zone, | | ⁄ , merupakan gelombang berdiri dari pada gelombang
transversal. Ia berpanjang gelombang yang sesuai untuk pantulan Bragg melalui sudut 180o. Kita
akan melanjutkan untuk mengamatinya untuk situasi dua dan tiga dimensi, yang eksitasinya
tidak sesuai dengan pantulan Bragg saat vektor gelombangnya koresponden dengan perbatasan
Brillouin zone. Untuk lebih dari satu dimensi, gelombang dengan k terjadi pada perbatasan
Brillouin zone harus mempunyai komponen kecepatan grup nol pada ruang nyata dalam arah
tegak lurus pada garis perbatasan zone atau permukaan (dalam ruang k)
Gelombang dengan frekuensi anguler lebih besar dari ⁄ tidak dapat
ditransmisikan melalui imajinasi zat padat satu dimensi kita, dari persamaan 2-12 kita lihat
bahwa gelombang ini harus berkorespon dengan harga kompleks untuk vektor gelombang.
Komponen imajinari dari vektor gelombang menghasilkan bermacam-macam penguatan, jadi
gelombang dengan w > terlentang dalam rentang terlarang dari frekuensi spektrum. Kita
akan temukan bahwa konsep ini berperan dengan baik untuk tiga dimensi padat yang nyata, akan
tetapi kita harus menggeneralisasikan konsep yang lain yang telah kita gunakan sebelumnya.

49
D. GETARAN KISI KRISTAL BERBASIS DUA ATOM

Gambar 5.3. rangkaian linier Kristal diatomic

Anggap kristal dalam satu dimensi susunan atomnya seperti pada gambar 2. Kedua atom
memiliki massa atom masing-masing m dan M, M > m. bila gelombang longitudinal merambat
pada rangkaian atom maka pada kedua jenis atom akan memiliki amplitudo yang berbeda.
U2r = A exp {i(2kra - ωt)}
U2r+1 = B exp {i[(2r + 1) ka – ωt]} (5.13)
Dengan menerapkan hukum Hooke
-m ω2U2r = md2U2r/dt2) = µ[U2r+1 + U2r-1 2U2r]
-M ω2U2r+1 = M (d2U2r+1/dt2) = µ[U2r+2 + U2r – 2U2r+1] (5.14)
dengan mensubstitusikan persamaan 5.13 ke persamaan 5.14 akan diperoleh
-m ω2 A = µB[exp(ika) + exp(-ika)] -2 µA
-m ω2 B = µA[exp(ika) + exp(-ika)] -2 µB (5.15)
atau
A(2µ - m ω2) = 2 µB cos( ka)
B(2µ - m ω2) = 2 µA cos( ka) (5.16)

Hubungan dispersi antara k dan ω dapat dituliskan


(2µ-m ω2)(2µ-M ω2) = 4µ2 cos2 (ka) (5.17)
Sehingga:

ω2 = µ( )+µ[( )2 – ]1/2 (5.18)

50
untuk k > 0, gelombang merambat ke kanan dan untuk k < 0, gelombang merambat ke arah kiri.
Diperoleh dua harga ω untuk setiap k, yang menghasilkan spektrum terbagi atas dua daerah
seperti yang dilukiskan pada gambar 4. Cabang yang dibawah menandakan penggunaan tanda
negatif. Cabang ini lebih sering disebut dengan cabang akustik.
untuk ⁄ , diperoleh bahwa frekuensi anguler adalah:
ω1 = (2µ/M)1/2 (5.19)
Persamaan di atas tidak dipengaruhi oleh massa atom yang lebih ringan dalam rangkaian
atom. Frekuensi ini juga merupakan frekuensi maksimum pada cabang akustik ini. Frekuensi
minimum, saat k = 0 diperoleh frekuensi akustiknya adalah 0. Hal ini bisa dipahami apabila
persamaan 5.16 disusun kembali maka akan diperoleh hubungan:

[ ]=[ ]=[ ] (5.20)

Hasil ini menunjukkan bahwa perbandingan amplitudo atom bermassa lebih besar dengan
atom bermassa lebih ringan selalu mendekati angka bulat. Pada cabang ini memberikan kondisi:
Frekuensi anguler : ω1 = (2µ/M)1/2
Vektor gelombang : k = +(π/2a)
Kecepatan vase : (ω/k) = ( µa2/π2M)1/2
Kecepatan grup : (dω/dk) = 0

Laju : V0 = [ ]1/2 (5.21)

Gambar 5.4. Grafik hubungan antara frekuensi anguler dengan vector


gelombang pada rangkaian diatomic

51
Pemakaian tanda (+) pada persamaan 5.18 memberikan grafik garis pelengkungan paling
atas dari gambar 4. Garis ini sering disebut sebagai frekuensi cabang optis. Frekuensi maksimum
dan minimum diperoleh saat harga k = 0 dan ⁄ .

ωopmax = [2µ ]2 (5.22)

Dan
ωopmin = [ ]1/2 (5.23)

Dalam hal ini:


Frekuensi angular : ωopmax = [2µ ]2 dan ωopmin = [ ]1/2

Vector gelombang : k→0


Kecepatan fase : (ω/k) → ∞
Kecepatan grup : (dω/dk) → 0
[B/A] = - [m/M] (5.24)

Contoh soal
Rangkaian linier diatomic tersusun oleh atom sodium dan chlorine. Jarak kedua atom pada posisi
seimbangnya adalah 2,81 Å. Atom sodium memiliki massa 3,82x10-26 kg dan atom chlorine
bermassa 5,89x10-26 kg. anggap atom hanya berinteraksi secara elektrostatis, dengan muatan
masing-masing +e dan –e dimana e adalah muatan dari proton. Tentukanlah frekuensi dari
masing-masing cabang.

Penyelesaian
Magnitude interaksi yang terjadi adalah:

F=

Dimana r adalah jarak kedua atom. Kita tuliskan r = (1/2)a + x, dengan x adalah pergeseran atom
dari posisi seimbangnya. Dari teorema binomial memberikan :
r-2 = ( a+x)-2 ≈ ( a)-2 – 2( a)-3x,

sehingga γ= = = 20,7 J/m2

52
Untuk cabang akustik
ωacmin = 0
ωacmax = √ = 2,65x1010 rad/sec
untuk cabang optis
ωqpmin = √ = 3,25x1013 rad/sec

ωqpmax = √ 4,23x1013 rad/sec

LATIHAN SOAL
1. Laju bunyi pada rangkaian linier monatomic adalah 1,08 x 104 m/det. Jika massa masing-
masing atom adalah 6,31 x 10-26 kg, dan jarak posisi seimbangnya adalah 4,85 Å,
tentukanlah:
a. konstanta gayanya
b. frekuensi anguler maksimumnya

2. Hubungan dispersi antara frekuensi anguler dengan vector gelombang pada rangkaian

diatomic memenuhi: ω2 = µ( + ) + µ[( + )2 - ]1/2

dari persamaan ini turunkanlah hingga diperoleh bahwa:


a. frekuensi anguler akustik minimumnya adalah 0 atau ωacmin = 0
b. frekuensi anguler akustik maksimumnya adalah ωacmax = √

c. frekuensi anguler optis minimumnya adalah ωopmin = √


d. frekuensi anguler optis maksimumnya adalah
ωopmax = √

3. Atom dalam rangkaian monatomik memilki jarak kisi pada posisi seimbangnya 4,85 Ao,
dan memiliki frekuensi anguler maksimumnya 4,46x1013 rad/det. Jika getaran yang
frekuensi angulernya 5,75x1013 rad/det terjadi pada rangkaian, berapakah besar
simpangannya!

53
4. Atom pada rangkaian linier monatomic memiliki jarak kisi pada posisi seimbangnya 4,72
Å. bila massa masing-masing atom adalah 6,44x10-25 kg, dan konstanta gayanya 15 N/m,
tentukanlah besar energy dan momentum Kristal pada saat frekuensi angulernya
maksimum.

54
BAB VI
KONDUKTIVITAS
TERMAL KISI KRISTAL

Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan energi
getaran kisi dan
kapasitas panas atom
pada volume konstan
berdasarkan model
klassik, model Einstein
dan model Debye

Indikator:
1. Menentukan besar energi kisi dan kapasitas panas atom berdasarkan model Klassik
2. Menentukan besar energi kisi dan kapasitas panas atom berdasarkan model
Einstein
3. Menentukan besar energi kisi dan kapasitas panas atom berdasarkan model Debye

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB ini Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menentukan besar energi kisi atom berdasarkan model Klassik
2. Menentukan besar kapasitas panas atom berdasarkan model
Klassik
3. Menentukan besar energi kisi panas atom berdasarkan model
Einstein
4. Menentukan besar kapasitas panas atom berdasarkan model
Einstein
5. Menentukan besar energi kisi atom berdasarkan model Debye
6. Menentukan besar Kapasitas panas kisi atom berdasarkan model
Debye

55
A. PENDAHULUAN
Kristal tersusun oleh atom-atom yang diam´ pada posisinya di titik kisi. Sesungguhnya,
atom-atom tersebut tidaklah diam, tetapi bergetar pada posisi kesetimbangannya. Getaran atom-
atom pada suhu ruang adalah sebagai akibat dari energi termal, yaitu energi panas yang dimiliki
atom-atom pada suhu tersebut. Pada bagian ini akan dibahas proses penentuan kapasitas panas
pada bahan kristal berdasarkan persamaan Klassik, Model Einstein dan model Debye.

B. MODEL KLASSIK
Menurut fisika klassik, getaran-getaran atom pada zat padat dapat dipandang sebagaai
getaran harmonic sederhana. Osilator harmonic sederhana merupakan suatu konsep yang secara
makroskopik dapat dibayangkan sebagai sebuah massa m yang terkait pada sebuah pegas dengan
tetapan pegas C. Anggap bahwa sebuah atom bermassa m, bergetar dengan simpangan
maksimum Xm dan frekuensi angular ω dan gaya pemulih µ. Pada setiap keadaan besar
pergeserannya x, dengan kecepatan ẋ dan percepatannya adalah ẍ = (- µx/m ) = - ω2x, total
energy yang berhubungan dengan getaran atom adalah :
E = energy kinetic + energy potensial
= ( mv2/2 ) + ( µX2/2 )
= ( m/2 ) ( v2 + ω2x2 ) ( 6.1 )
Rata-rata distribusi Bolzmann, harga harapan energy secara klassikal:
∫ ∫ ( )
(E)= ( 6.2 )
∫ ∫ ( )

Dengan mensubtitusi persamaan 6.1 kepersamaan 6.2 harga E, akan diperoleh hasil integrasi :
<E> = koT (6.3)
Untuk atom berjumlah N dalam ruang 3 derajat kebebasan, total energy kisi adalah :
U = 3Nk0T ( 6.4 )
Dan
Cv = ( Ako ( 6.5 )

Dari persamaan 6.5 ini terlihat bahwa menurut model fisika klasik, kapasitas panas zat padat
tidak bergantung suhu dan berharga 3R. Hal ini sesuai dengan hukum Dulong -Petit
yang hanya berlaku untuk suhu tinggi. Sedangkan untuk suhu rendah jelas teori ini tidak
berlaku.

56
Gambar 6.1 kapasitas panas jenis beberapa zat
dengan variasi temperature pada tekanan yang
konstan. Besar harga Cp dan Cv hampir sama
pada setiap zat, dan hal ini sesuai dengan
pengukuran Cp dengan model klasssik yang
digambarkan oleh teori Debye.

C. MODEL EINSTEIN
Pada model Einstein, atom kristal dianggap bergetar satu sama lainnya di sekitar posisi
seimbangnya secara bebas. Getaran atom dianggap harmonic sederhana, dengan frekwensi yang
sama. Bila dalam bahan terdapat N atom, maka ia akan mempunyai 3N osilator harmonic yang
bergetar secara bebas. Sesuai dengan mekanika kuantum, tingkatan energinya adalah:
E = En ( 6.7 )
Dengan n = 1,2,3,…
Harga rata-rata energy pada keadaan seimbang termalnya :
∑ ( )
<E> = ( 6.8 )
∑ ( )

Persamaan di atas dapat lebih disederhanakan menjadi :

<E> = ( 6.9 )
[ ( + ]

Harga energy getaran kisi untuk N atom pada 3 derajat kebebasan :

( 6.10)
[ ( + ]

Besar kapasitas panas pada volume konstan adalah :

Cv = ( 3NkoFE( ωE , T ) ( 6.11 )

Dimana FE ( ωE , T ) adalah fungsi Einstein yang besarnya :

FE ( ωE , T ) = (6.12)
[ ( +

Harga fungsi Einstein mendekati harga stabil pada suhu tinggi, sehingga berkesesuaian dengan
pendekatan model klassik. Akan tetapi harga fungsi menurun secara exponensial dibawah

57
temperature karakteristik Einstein. Dari pandangan fisika, model Eintein tidaklah realistis.
Karena pada pendekatan ini atom di anggap bergetar secara bebas satu sama lain TE=(
jika T<< TE

= (6.13)

Secara matematis
(1) Pada temperature tinggi, T >>

⁄ << 1, atau ⁄ mandekati 0.


Sehingga harga dari ( ) ( ⁄
) akan mendekati 1.

Harga ini akan memberikan hasil terhadap Cv = 3N .


(2) Pada temperature rendah , T << , memberikan exp ⁄ >> 1, sahingga harga Cv
mendekati 0.

Gambar 6.2. Model Einstein


memberikan hasil yang baik terhadap
capasitas jenis panas zat mendekati
nol pada saat temperature mendekati
nol. Akan tetapi hasil ini tidak sesuai
dengan hasil experiment

D. MODEL DEBYE
Debye mengikuti model enistein yang mempostulatkan bahwa bahan yang memliki
jumlah atom N akan memiliki getaran simpul 3N. Frekuensi angulernya di pengaruhi oleh vector
gelombangnya, mengakibatkan akan terdapat frekuensi anguler maksimum yang memenuhi:
3N = ∫ .d (6.14)
Besar total energi getaran dipengaruhi oleh frekuensi yang mungkin, yang besarnya
adalah:

∫ (6.15)
[ ( )

58
Debye menyarankan untuk menyelesaikan persamaan diatas haruslah mengekspresikan
g(ω) sebagai komponen dari kecepatan fase v (ω/k) dan kecepatan bunyi pada setiap simpul.
Parameter yang paling penting dari model Debye ini adalah laju bunyi dan frekuensi anggapan
yang maksimum atau . Pada akhir penyelesaian ini lebih sering digantikan oleh suhu

kharateristik Debye, ( ). Pada getaran longitudinal getaran simpul memberikan

⁄ Dengan mensubstitusikan harga g(k) kepada persamaan 6.14 dan persamaan


6.15 akan diperoleh :

* + ⁄ (6.16)

Dan berfungsi sebagai rapat keadaan yang bergantung pada frekuensi pada gelombang panjang
pada batas akustik. Selanjutnya pendekatan Debye dapat dituliskan ;
⁄ untuk . (6.17)
Untuk atom yang memiliki 3 derajat kebebasan dan terdiri dari N atom, dalam suatu ruang
volume memiliki jumlah simpul persatuan volume:

( ) ∫ (6.18)

Dengan karakteristik Debye:

( ) (6.19)

Dimana ( )

Energi getaran persatuan volume selanjutnya dapat dituliskan:

( )∫ [ ( ) ] (6.20)

Dengan menggantikan variabel akan diperoleh

[ ]∫ (6.21)

dan panas jenis diperoleh

[ ]∫ (6.22)

Untuk temperatur T>> D, hasil integrasi persamaan 6.21 memberikan hasil dan

memberikan hasil terhadap energi dan kapasitas panas

. Hasil ini sesuai dengan pendekatan klassik.

59
Untuk T < D/10, hasil integrasi dari persamaan 6.21 adalah (π4/15). Jadi

[ ] dan (6.23)

Joule/mol kelvin

(6.24)

Gambar 6.3. Model Debye memprediksi


dengan tepat kapasitas panas akibat getaran
kisi Kristal sebanding dengan T3 seperti pada
model Einstein pada suhu rendah dan pada
suhu tinggi kapasitas panas mendekati batas
eqipartisi.

60
BAB VII
GAS ELEKTRON BEBAS
DALAM SATU DIMENSI

Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan
tingkat energi
berdasarkan teori
Druze-Lorenzt dan
menerapkan statistik
Maxwell Boltzman
dalam menentukan
besar energi fermi dari
suatu elektron bebas

Indikator:
1. Menjelaskan tingkat energi suatu elektron berdasarkan teori Drude-Lorentz.
2. Menjelaskan energi kinetik elektron berdasarkan teori kuantum Sommerfeld.
3. Menentukan besar energi Fermi dari suatu atom.
4. Menjelaskan pengaruh temperature terhadap tingkat energi Fermi suatu atom.

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB ini Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan tingkat energi suatu elektron berdasarkan teori
Drude-Lorentz.
2. Menjelaskan energi kinetik elektron berdasarkan teori
kuantum Sommerfeld.
3. Menentukan besar energi Fermi dari suatu atom.
4. Menjelaskan pengaruh temperature terhadap tingkat energi
Fermi suatu atom.

61
A. TINGKAT ENERGI
Drude berpostulat bahwa logam terdiri dari ion postif dengan elektron valensi yang bebas
bergerak diantara pusat ion tersebut. Elektron valensi tersebut dibatasi untuk bergerak di dalam
logam akibat adanya gaya tarik elektrostatika antara pusat ion postif dan elektron valensi
tersebut. Medan listrik diseluruh bagian logam dianggap konstan, dan gaya tarik antar elektron
dapat diabaikan. Sifat elektron yang bergerak dalam logam dianggap sama dengan tingkah laku
molekul dalam gas mulia. Karena itu eleketron dianggap bebas bergerak dan sering disebut gas
elektron bebas, dan teori yang membahas topik ini disebut model gas elektron bebas.
Elektron valensi mematuhi prinsip Pauli dan bertanggung jawab atas penghantaraan arus
listrik. Energi potensial elektron ini selalu konstan dan sering dianggap nol karena elektron
bergerak dalam medan elektrostatis yang serba sama. Energi elektron konduksi sama dengan
energi kinetiknya saja. Energi potensial elektron dalam logam lebih kecil dari pada energi
potensial elektron yang berada diluar permukaan logam. Perbedaan energi potensial ini berfungsi
sebagai penghalang dan menyebabkan elektron dalam logam tidak dapat meninggalkan
permukaan logam. Oleh karena itu gerakan elektron bebas dalam logam diibaratkan sebagai
gerakan sebuah gas elektron bebas didalam sebuah kotak energi potensial.
Selanjutnya Lorent berpostulat, bahwa elektron yang menyusun elektron bebas dalam
keadaan seimbangnya mematuhi statistika Maxwell-Boltzman. Kedua postulat ini sering
digabungkan menjadi teori Drude-Lorentz yang didasarkan oleh teori klasik Maxwell-Boltzman.
Teori ini berhasil membuktikan keabsahan hukum Ohm. Perbandingan antara konduktifitas
listrik terhadap konduktivitas panas selalu konstan:

(7.1)

Persamaan 7.1 lebih sering disebut hukum Wiedemann-Franz. Akan tetapi teori ini juga
mengalami beberapa kegagalan, diantaranya adalah kegagalan teori ini menjelaskan
ketergantungan resistivitas terhadap temperatur. Menurut teori ini resistivitas dipengaruhi oleh
akar kuadrat dari temperatur. Padahal pada kenyataanya, resistivitas memiliki hubungan yang
linear dengan temperaturnya. Kegagalan yang lain adalah dalam hal kapasitas panas elektron
konduksi dan suseptibilitas paramagnetik elektron konduksi yang memberikan perbedaan hasil
antara teori dengan hasil eksperimen.

62
B. TEORI KUANTUM SOMMERFELD
Sommerfeld memperlakukan elektron valensi yang bebas bergerak secara kuantum
mekanik, yaitu dengan cara menggunakan statistika Fermi-Dirac. Karena itu tingkat-tingkat
elektron didalam kotak energi potesial ditentukan secara statistik kuantum. Apabila sebuah
elektron yang bermassa m bergerak bebas dalam kristal yang panjangnya L, maka elektron
tersebut tidak dapat meninggalkan kristal akibat adanya potensial pengahalang yang sangat
tinggi pada permukaan kristal. Karena itu keadaannya hampir sama dengan sebuah elektron yang
bergerak dalam kotak energi potensial yang dibatasi oleh energi penghalang yang tingginya tak
hingga, sedangkan energi potensial dalam kotak dianggap nol, sehingga dapat dituliskan
persamaannya :
V(x) = 0 untuk 0 < x < L
7.2
V (x) = untuk 0
7.3
Fungsi gelombang untuk elektron pada keadaan n ditentukan dengan persamaan schrodinger :

7.4

Dimana menyatakan energi kinetik elektron pada tingkat n, V menyatakan energi


potensial elektron dan menyatakan fungsi gelombang elektron pada tingkat n. Karena
potensial dalam kotak adalah 0, maka persamaan (7.4) menjadi :

7.5

Solusi persamaan diatas dapat dituliskan :


7.6
Dimana A dan B adalah konstanta sembarang yang dtentukan dari syarat batas. Persamaan 7.5
sering juga dituliskan dalam bentuk :

7.7
Dengan demikian diperoleh bahwa harga k

√ 7.8

63
Karena kedalaman kotak adalah tak hingga, maka tidak mungkin didapati elektron di luar kotak,
hal ini mengakibatkan bahwa di luar kotak Sedangkan pada x = 0 dan x = L,
harus kontiniu. Dengan demikian pada x = 0 diperoleh B = 0. Sehingga persamaan 7.6 menjadi
7.9
Pada x = L pun diperoleh harga , sehingga harga k diberikan oleh .
Selanjutnya persamaan 7.9 dituliskan menjadi
7.10
Persamaan ini merupakan fungsi gelombang electron didalam sebuah energy potensial yang
tingginya tak hingga. Energy kinetic electron pada tingkat n ditentukan oleh:

En = ( )2 = = 7.11

Persamaan 7.10 selanjutnya donormalisasikan untuk mendapatkan harga konstanta A. hasil

integrasi menunjukan A = √ , sehingga persamaaan gelombang menjadi:

Ψn (x) = √ sin( )x 7.12

Persamaan ini menunjukan bahwa total peluang untuk mendapatkan electron dalam kotak
besarnya adalah 100%.

C. ENERGI FERMI
Electron terdistribusi diantara berbagai tingkat energy yang dimunngkinkan yang
mematuhi prinsip Pauli yang menyarankan bahwa setiap tingkat energy hanya dapat ditempati
oleh paling banyak sebuah electron, kecuali jika orientasi spin electron tersebut berbeda. Hal ini
berarti tiap tingkat energi dapat diisi oleh dua electron konduksi, satu electron memiliki spin
(+1/2) dan satu lagi memiliki spin (-1/2).
Misalnya kita memiliki sebuah atom yang terdiri dari N buah electron keadaan dasarnya.
(anggap N bilangan genap). Untuk menempatkan N buah electron tersebut ke dalam tingkat-
tingkat energy maka kita hanya memerlukan N/2 buah tingkat energy. Jika tingkat teratas yang
terisi penuh itu ditandai dengan nf maka nf = N/2. Energy Fermi (Ef) didefenisikan sebagai
energy dari tingkat teratas yang terisi penuh electron pada keadaan dasar. Karena setiap tingkat
energy ini dapat diisi oleh dua buah electron, maka nf = N/2. Secara matematis energy Fermi
dituliskan sbb:

64
Ef = ( )2 = =( )2 7.13

Dalam menentukan besar tingkat energy Fermi pada gas yang memiliki kerapatan n, perlu dicatat
bahwa :

∫ 7.14
( )

Dimana N€ merupakan kerapatan pada keadaan dasar. Integral ini pada dasarnya digunakan
untuk mengevaluasi pada suhu 0 K. Pada keadaan ini:
= 1 jika E 7.15
( )

= 0 untuk harga lain.

Sehingga ∫
Besar harga kerapatan pada keadaan dasar menjadi:



7.16

Atau 7.17

Pernyataan dari persamaan di atas dapat diterapkan pada logam seperti tembaga, emas
dll. Persamaan ini tidak dapat diterapkan pada bahan semikonduktor karena adanya factor lain.
Besaran EF yang tertinggi yang dimiliki energy keadaan pada suhu T 0 disebut Energi Fermi.
Kita dapat mendefenisikan hubungan antara vector gelombang k F yang disebut vector Fermi dan
kecepatan yang disebut kecepatan Fermi, yakni:

7.18

Sangat penting untuk dicatat bahwa walaupun pada temperature 0 K, kecepatan tertinggi dari
keadaan dasar yang tercakup adalah vF dan bukan nol bila kita gunakan statistic Boltzman. Pada
suhu yang terbatas, tidaklah mudah untuk menentukan n dalam bentuk EF. Jika kerapatan electron
sangat kecil, f(E) juga kecil, fungsi Fermi dapat dinyatakan dengan:

65
Fungsi ini dapat digunakan bila harga dari f(E) sangat kecil (disebut casus statistic nongenerate).
Kerapatan electron dapat di tentukan sebagai:

7.19

Dimana NC disebut kerapatan efektif dasar dan diberikan oleh:


7.20

Kondisi dimana kerapatan electron sangat kecil sehingga f(E) kecil disebut kondisi
nondegenerate. Seperti yang sudah dijelaskan di atas pendekatan Boltzmann dapat digunakan
untuk kasus non degenerate. Jika kerapatan electron yang tinggi maka penyelesaian diusulkan
dengan menggunakan pendekatan Joyce-Dixon, yakni:
[ ] 7.21

Contoh soal
1. Logam tertentu mengandung 1022 elektron per centimeter kubik. Hitunglah besar energy
Fermi dan kecepatan Fermi pada suhu 0K
Jawab
Energi Fermi tertinggi yang tercakup pada 0 K diberikan oleh

[ ]

= 2,75 x 10-19 J = 1,72 eV

Kecepatan Fermi diberikan oleh:

[ ]

= 7,52 x 105 m/s

66
D. DISTRIBUSI FERMI

Pengaruh suhu terhadap penempatan distribusi electron diatur oleh fungsi distribusi yang
dikemukakan oleh Fermi dan Dirac yang lebih sering disebut fungsi distribusi Fermi-Dirac.
Fungsi ini secara matematis dapat dituliskan:

F(E) = [ ]
7.14

Dimana f(E) adalah peluang untuk menemukan electron ditingkat energy E. kB adalah
konstanta Boltzman, T adalah suhu dalam Kelvin dan µ adalah energy potensial kimia yang
harganya bergantung pada suhu. Karena persamaan 7.13 menyatakan nilai peluang f(E), maka
nilainya terletak pada rentang 0 hingga 1. Pada persamaan ini terlihat bahwa pada keadaan dasar
(T = O K) semua tingkat energy terletak dibawah energy Fermi, dan energy Fermi itu sendiri
akan diisi penuh oleh electron. Artinya pada keadaan dasar, peluang untuk menemukan electron
ditingkat-tingkat energy tersebut adalah satu (100%). Sebaliknya tidak satupun tingkat energy
yang terletak di atas energy Fermi yang terisi oleh electron. Peluang menemukan electron
ditingkat energy yang lebih besar dari energy Fermi adalah 0%.

Apabila suhunya lebih sedikit diatas 0 K, sehingga E-µ > kBT, maka beberapa electron
yang terletak sedikit di bawah energy Fermi akan memperoleh cukup energy untuk loncat ke
tingkat energy yang lebih besar dari energy Fermi. Sehingga peluang untuk menemukan electron
ditingkat energy yang lebih besar dari energy Fermi tidak lagi 0. Untuk semua suhu nilai f(E) =
½ pada saat E = µ, karena saat ini penyebut dari persamaan 7.13 akan sama dengan 2.

Contoh soal
Jika N/L = 2 elektron/A = 2 x 108 elektron/cm, tentukanlah energy Fermi untuk system tersebut!
Penyelesaian
Dari persamaan diperoleh:

Ef = ( )2 = =( )2

Ef = (2x108 x 3,14/2)2

67
Ef = 150 eV

Latihan dan Soal


1. Sebuah electron konduksi berada dalam kotak energy potensial yang kedalamanya
takhingga. Jika lebar kotak 2 Å, tentukanlah:
a. energy untuk tingkat ke-1 sampai 5
b. panjang gelombang untuk tingkat ke-1 sampai 5
c. fungsi gelombang untuk tingkat ke-1 sampai 5
d. gambar bentuk gelombang untuk fungsi gelombang ke-1 sampai ke-5

2. Hitunglah energy Fermi untuk kasus dimana massa efektif electron adalah 0,067 mo pada
suhu 77 K dan 300 K. Gunakan statistic Boltzmann dan pendekatan Joyce-Dixon. Kerapatan
electron adalah 1017cm-3.

3. Sebuah electron ditempatkan dalam sebuah sumur potensial satu dimensi yang kedalamanya
tak hingga dan lebarnya 4 Å. tentukanlah besar simpangan gelombang electron yang terletak
pada tingkat ke-2 pada posisi 2Å dari sisi sumur.

4. Energy Fermi sebuah electron adalah 150 eV. Bila massa electron 9,1 x 10-27 kg, tentukanlah
jumlah electron persatuaan panjangnya!

68
BAB VIII
TEORI PITA ENERGI
Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan energi
celah berdasarkan daerah
Brillouin serta
menentukan besarnya
berdasarkan model
Kronig-Penny

Indikator:
1. Menentukan besar nilai celah energi dari suatu kristal.
2. Menetukan Daerah terlarang dan daerah yang diijinkan untuk ditempati oleh elektron.

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari BAB ini Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan asal mula celah energi
2. Membedakan grafik hubungan energi sebagai fungsi
gelombang menurut elektron bebas dengan energi sebagai
fungai gelombang menurut elektron hampir bebas.
3. Menjelaskan teorema Bloch
4. Menentukan besar nilai celah energi dari suatu kristal
5. Menjelaskan nilai celah energi dengan Model Kronig-Penny.
6. Menetukan Daerah terlarang dan daerah yang diijinkan untuk
ditempati oleh elektron.

69
A. PENDAHULUAN
Penghantaran (konduksi) listrik dalam bahan memegang peranan penting dalam
teknologi. Kita mengenal logam yang mudah dilalui arus listrik, sehingga banyak dipakai dalam
transmisi energi listrik dari suatu tempat ke tempat lain. Kita mengenal semikonduktor yang
mempunyai sifat hantaran listrik yang sangat menarik sehingga orang dapat membuat berbagai
jenis piranti yang bersandarkan pada sifat semikonduktor ini. sebagai produk akhir kita kenal
radio transistor, televisi, komputer, dan alat elektronik lain yang pirantinya sangat bergantung
pada sifat semikonduktor. Selain bahan tersebut di atas kita mengenal juga bahan semikonduktor
atau isolator, misalnya plastik, gelas, kayu, dan sebagainya. Kita tahu bahwa sifat isolator ini pun
memegang peranan yang penting dalam teknologi. Dengan menggunakan ketiga sifat hantaran
listrik itulah kita dapat merancang berbagai peralatan yang sangat membantu pekerjaan kita
sehari-hari dan membantu menyegarkan hidup kita.
Fisika klasik tidak dapat menerangkan sifat listrik bahan-bahan tersebut.kita perlu
memahami itu dari pandangan fisika modern. Modul ini akan mengajak pembaca menyelami
berbagai konsep yang penting dalam teori pita energi yang merupakan teori dasar untuk
menerangkan sifat bahan-bahan itu. Dengan memahami isi modul ini anda akan lebih mudah
mengikuti perkembangan teknologi yang berdasarkan sifat listrik bahan.
Selain mempermudah mengikuti perkembangan teknologi, dengan memahami konsep
pita energi, anda juga diberi senjata untuk mengembangkan ilmu sehingga dapat mempunyai
peranan yang besar dalam proses pendidikan yang memerlukan landasan fisika yang kuat dan
dapat juga ikut serta dalam pengembangan teknologi dan ilmu di indonesia.

B. ASAL MULA CELAH ENERGI


Masih banyak sifat logam yang tidak dapat di jelaskan dengan teori elektron bebas,
misalnya sifat-sifat semikonduktor dan hubungan antara perubahan resistivitas konduktor dengan
suhu. Kegagalan ini umumnya disebabkan penyederhanaan yang berlebihan tentang elektron
konduksi. Teori elekron bebas menganggap elektron konduksi tidak mengalami perubahan
energi potensial. Elektron dianggap dapat bergerak dalam potensial. Energi ini merupakan fungsi
posisi elektron. Teori ini juga tidak dapat menjelaskan perbedaan antara isolator,semikonduktor,
dan konduktor.

70
Kegagalan teori elektron bebas kemudian diperbaharui dengan menganggap bahwa badan
atom diam dan energi potensial merupakan fungsi yang periodik dari konstanta kisi kristal.
Pendekatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa atom-atom dalam kristal disebarkan secara
periodik pada setiap kisi. Pendekatan ini juga menganggap energi potensial akibat elekron
lainnya selalu konstan. Energi potensial elektron sebagai fungsi posisi (x) dalam sebuah kristal
satu dimensi yang periodik dengan perioda sama dengan konstanta kisi a.
Energi potensial yang periodik ini merupakan dasar dari teori pita energi dalam zat padat.
Tingkah laku sebuah elektron didalam potensial seperti ini dijelaskan dengan cara
mengkonstruksi fungsi gelombang elektron dengan menggunakan pendekatan elektron tunggal.
Fungsi gelombang total diperoleh dari gabungan fungsi gelombang setiap elektron. Medan listrik
yang dialami sebuah elektron tertentu dianggap sebagai resultan medan listrik inti dan medan
listrik rata-rata elektron lainnya. Gerak elektron didalam energi potensial seperti ini
menghasilkan :
1. Pita-pita energi yang dipisahkan oleh energi celah
2. Fungsi energi elektron adalah periodik

Pendekatan ini memodifikasi teori elektron bebas menjadi teori elektron hampir bebas.
Menurut teori elektron hampir bebas, V ( x 0 ) elektron tidak lagi kontiniu untuk semua
k, tetapi tepat pada nilai-nilai k tertentu energi elektron mengalami diskontiniu, yaitu pada nilai k
= π/a, dimana n = 1,2,3 dan seterusnya.

Gambar 1. Energi sebagai fungsi gelombang menurut (a) elektron bebas dan (b) elektron hampir
bebas.

71
Daerah dari –π/a hingga π/a disebut Brillouin pertama. Celah energi pertama terjadi untuk
nilai k = π/a. Celah energi lainnya terjadi untuk nilai k yang merupakan kelipatan dari π/a.
Fungsi Gelombang di k = π/a, bukan merupakan gelombang berjalan dari elektron bebas,
tetapi fungsi gelmbang di titik k = adalah merupakan gabungan gelombang yang berjalan
kekanan dan kekiri. Hasilnya gelombang di titik k = adalah gelombang berdiri, yang terdiri

atas gelombang yang saling menguatkan dan saling melemahkan. Secara matematis kedua
gelombang tersebut dapat di tuliskan:

( ) ( ) (8.1)

Dan

( ) ( ) (8.2)

Kedua fungsi gelombang dan merupakan elektron di dua tempat yang


berbeda, dan karena itu kedua kelompok elektron itu memiliki nilai energi potensial yang
berbeda. Rapat peluang kedua fungsi gelombang adalah:
| | (8.3)

| | (8.4)

Persamaan 8.3 menjelaskan elektron ditumpukkan di atas ion positif yang dipusatkan
pada titik x = 0, ±a, ±2a, ±3a dst. Jadi elektron berada pada daerah yang energi potensialnya
rendah. Sedangkan dari persamaan 8.4 menjelaskan elektron ditumpukkan di tengah-tengah
antara ion positif, sehingga elektron ini memiliki energi potensial yang tinggi.
Fungsi gelombang di titik A (gambar 1) tepat di bawah celah energi adalah
sedangkan di titik B tepat di atas celah energi adalah . Tepat pada daerah Brillouin
pertama, yaitu di titik k = ±π/a, ke dua fungsi gelombang dinormalisasi masing-masing adalah
√ √ . Besar energi potensial di titik x adalah U(x)= U cos 2πx/a. Besar

Energi Eg adalah:

∫ | | | | (8.5)

∫ ( ) |√ | |√ | (8.6)

∫ ( ) | | | | (8.7)

∫ ( ) (8.8)

72
Jadi nilai celah energi ini sama dengan komponen dari deret Fourier energi potensial.
Adanya energi celah ini merupakan karakteristik yang sangat penting dalam logam. Lebar pita
energi dalam arah horizontal adalah selalu sama, yaitu sebesar 2π/a. Lebaar pita ini sama dengan
lebar satu daerah Brillouin. Energi celah ini merupakan hasil interaksi antara fungsi gelombang
elektron konduksi dengan badan atom dalam kristal.

1. Teorema Bloch
Persamaan schrodinger untuk elektron yang bergerak dalam energi potensial yang
nilainya tetap Vo adalah satu dimensi dapat ditulis:

(8.9)

Dengan solusi persamaan tersebut adalah berupa gelombang datar yang berbentuk :
Ψ(x) = e±ikx (8.10)
Dimana (E-Vo) = h2k2/2m = energi kinetik.
Untuk elektron yang bergerak dalam energi yang periodik satu dimensi, persamaan
Schrodingernya adalah :

+ (E – V(x))Ψ(x) = 0 (8.11)

Disini V(x) tidak lagi konstan, tetapi merupakan fungsi dari posisi (x). Disamping itu energi
potensial V(x) ini juga adalah periodik dengan periode sama dengan konstanta kisi a. Artinya,
`V(x) = V(x + a) (8.12)
Solusi dari persamaan 8.11 diatur oleh sebuah teoremah, yaitu teoremah Bloch.
Berdasarkan teorema ini solusi untuk persamaan 8.11 adalah sama dengan gelombang- datar
dengan gelombang- gelombang datar yang dimodulasi oleh sebuah fungsi U(x) yang memiliki
periode yang sama dengan konstanta kisi a. Jadi menurut teorema ini solusi yang cocok dengan
persamaan 8.11 adalah :
Ψ(x) = k (x) (8.13)
Dimana U(x) = U( x + a). Persamaan 8.13 lebih sering disebut sebagai fungsi Bloch yang
digunakan untuk menghitung nilai celah.

73
C. NILAI CELAAH ENERGI
1. Model Kronig – Penney
Model ini menjelaskan tingkah laku elektron dalam sebuah energi potensial yang
periodik, dengan periode a + b. Di dasar sumur yaitu 0<x<a, elektron dianggap berada disekitar
sebuah inti atom dan energi potensialnya dianggap nol. Sehingga di daerah ini elektron
bertingkah sebagai elektron bebas. Sebaliknya di luar sumur, yaitu –b<x<0 energi potensialnya
dianggap sama dengan Vo. Meskipun model Krong – Penney ini menggunakan pendekatan yang
sangat kasar dibandingkan dengan energi potensial yang ada dalam satu kisi, tetapi model ini
sangat berguna untuk menjelaskan berbagai sifat penting dari tingkah laku elektron secara
kuantum mekanik dalam sebuah kisi periodik. Fungsi gelombang untuk kedua daerah yang
disebut dia atas :
Ψ(x) = (x) (8.14)
a. Untuk 0<x<a

Ψ(x) = 0 (8.15)

Dan solusinya adalah


=A +B (8.16)
b. Untuk –b<x<0

(8.17)

Dan solusinya adalah


U2 = + (8.18)
Dimana = dan = ( -E) adalah dua besaran real, A, B, C, dan D adalah tetapan

yang biasa ditentukan denan syarat batas:

sehingga =

(a) = (-b) sehingga (untuk,x= - b)

Dengan menerapkan syarat batas di atas akan diperoleh persamaan :


A+B=C+D
Ai(α-β) – Bi(α + β) = C (β- ik) – D(β+ik)
+ = +

74
Ai(α –k) = - (8.19)
Solusi yang tidak sama dengan nol untuk keempat persamaan di atas ada jika dan hanya
jika persamaan determinan yang digunakan untuk menentukan fungsi gelombang adalah :
+
sin(βb)sin(αa)+cosh(βb)cos(αa)= cos k(a+b) (8.20)

Untuk menyederhanakan persamaan 8.20, Kroning dan penney memilih kasus dimana
nilai vo cenderung menuju tak hingga dan nilai b menuju 0, tetapi hasil kali Vob tetap terhingga.
Sehingga fungsi potensial menjadi fotensial delta. Selanjutnya model ini dimodifikasi menjadi
sebuah deret sumur tipis. Karena itu hasil kali Vob (untuk Vo→ dan b→0) disebut kekuatan
penghalang. Pada saat b→0, sinh (βb) →βb, dan cosh (βb)→1. Disamping itu jika
dijumlahkan dengan lalu kemudian membaginya dengan 2αβ maka akan diperoleh :
( /2αβ = mVo/αβ (8.21)
Dan persaman 8.20 menjadi :
(mVo / + cos (αa) = cos (ka)
(mVo / ) sin (αa) + cos (αa) = c0s (ka) (8.22)
Misalkan P = (mVoba / ), ,maka P/αa = mVob/α )

Nilai P = sama dengan besar luas energi potensial penghalang Vob.

Jika nilai P membesar berarti elektron terikat secara kuat pada sumur tertentu. Persamaan
yang merupakan syarat agar solusi untuk persamaan gelombang adalah (P/αa)sin (αa) + cos(αa)
= cos (ka). Agar nilai αa yang menghasilkan nilai (P/αa) sin (αa) + cos (αa) berada dalam
rentang-1 dan +1. Pada model ini, terdapat daerah energi terlarang dan daerah energi yang
diijinkan bagi elektron. Makin besar nilai (αa) makin panjang rentang energi yang diijinkan.
Kesimpulan yang diperoleh tentang pembagian daerah:
a. Spektrum energi elektron terdiri dari pita-pita energi yang diijinkan dan pita pita yang
terlarang.
b. Lebar pita energi yang diijinkan sebanding dengan nilai (αa), artinya makin besar nilai
(αa) makin makin besar pula lebar pita energi.
c. Lebar suatu pita energi yang diijinkan berbanding terbalik dengan nilai P, yaitu dengan
energi ikat elektron. Makin besar P makin kecil lebar pita energi yang diijinkan.

75
Jika P mendekati 0. Maka energi elektron menjadi E= dan α = k, dan elektron

menjadi bebas, dan jika P mendekati tak hingga, maka rentang energi yang diijinkan berubah
menjadi spektrum garis dan solusinya adalah

Untuk α = ± atau = =

LATIHAN DAN SOAL


1. Energi potensial sebuah elektron konduksi disuatu titik X dalam sebuah kristal satu
dimensi dinyatakan oleh U(x) = 4 cos 2πx/a elektron volt, dimana a menyatakan
konstanta kisi. Berapakah nilai celah energi kisi. Berapakah nilai celah energi kristal
tersebut.

2. Sebuah kristal satu dimensi memiliki energi potensial sebesar U(x) = 2 cos 2πx/aeV,
dimana a adalah konstanta kisi. Tentukanlah nilai ke dua rapat peluang dititik x= a/2 dan
tetukan pula cela energi kristal tersebut.

76
BAB IX
KRISTAL
SEMOKONDUKTOR
Kompetensi Dasar:

Mendeskripsikan teknik
pengukuran celah energi
serta menentukan
konsentrasi elektron dan
konsentrasi lubang pada
bahan semikonduktor
intrinsik maupun
semikonduktor ekstrinsik.

Indikator:
1. Menjelaskan teknik pengukuran celah energi kristal semikonduktor intrinsik dengan
teknik langsung dan tidak langsung
2. Menentukan massa efektif elektron dari suatu atom
3. Menjelaskan mengapa hole sebagai partikel bermuatan positif.
4. Menentukan besar konsentrasi elektron dan konsentrasi lubang berdasarkan fungsi
distribusi
5. Menjelaskan tingkat energidonor dan acceptor
6. Menjelaskan penghantaran listrik.
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari BAB ini, Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan teknik pengukuran celah energi kristal semikonduktor
intrinsik dengan teknik langsung dan tidak langsung
2. Menentukan massa efektif elektron dari suatu atom
3. Menjelaskan mengapa hole sebagai partikel bermuatan positif.
4. Menentukan besar konsentrasi elektron dan konsentrasi lubang
berdasarkan fungsi distribusi
5. Menjelaskan tingkat energi donor dan acceptor
6. Menjelaskan penghantaran listrik.

77
A. KRISTAL SEMIKONDUKTOR INTRINSIK

1. Teknik Pengkuran Energi Celah


Semikonduktor dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu semikonduktor murni
(semikonduktur intrinsik) dan semikonduktor tak murni (semikonduktur ekstrinsik).
semikonduktur intrinsic (murni) adalah semikonduktor yang terbuat dari satu jenis unsure kimia:
Silicon (Si), Germanium (Ge). Pada prinsipnya semua unsur yang berada pada golongan IV-A
dari sistim periodik merupakan semikonduktor murni. Unsur-unsur tersebut mulai dari Carbon
(C), Silicon(Si), Geranium (Ge), Timah (Sn), dan Timah hitam (Pb). Disamping itu, unsur-unsur
yang terdapat dalam golongan III-A dan V-A juga termasuk semikonduktor murni. Unsur-unsur
golongan III-A tersebut adalah Boron (B), Aluminium (Al), Galium (Ga), Indium (in), dan
Thalium (Ti). Sedangkan unsur dari golongan V-A seperti Pospor (P), Arsenik (AS), Antimon
(Sb), Bismuth (Bi).

Semikunduktor intrinsik kurang banyak digunakan dalam teknologi elektronika karena


konduktivitas listriknya sangat bergantung pada temperature. Artinya konsentrasi pembawa
muatan listik dalam semikonduktor intrinsic sangat peka terhadap perubahan temperature
semikonduktor itu sendiri. Agar konduktivitas semikonduktor ini relative konstan, biasanya ia
dikotori dengan atom-atom lain yang besal dari unsure golongan III-A ataupun dari unsur
golongan V-A, sehingga semikonduktor tersebut sering disebut semikonduktor tak murni atau
semikonduktor ekstrinsik.

Electron valensi bertanggung


jawab terhadap proses
hantaran arus listrik dalam
suatu Zat padat. Artinya
electron valensi terasebut
merupakan electron
konduksi.

Gambar 9.1. bagan pita untuk semikonduktor murni.

78
Dari gambar terlihat, bahwa pita yang penuh atau hampir penuh disebut pita valensi, dan
pita diatasnya yang sedikit terisi elektron disebut celah energi (gambar 9.1).Ada dua teknik
mengukur nilai energi celah:

a. Teknik penyerapan langsung


Pada teknik penyerapan langsung, Kristal semikonduktor yang akan diukur celah energinya
dijatuhi foton monokromatik dengan energy mulai dari yang kecil sampai yang besar sedemikian
rupa, sehingga terjadi penyerapan foton oleh Kristal. Apabilah foton yang datang pada Kristal
semikonduktor masih diteruskan oleh Kristal, berarti penyerapan foton oleh Kristal belum
terjadi. Saat energy foton semakin diperbesar dan foton mulai ada yang ditangkap oleh detektor
maka berarti Kristal telah mulai menyerap foton. Pada penyerapan langsung, nilai energy foton
yang menyebabkan mulai terjadinya penyerapan foton oleh Kristal adalah sama dengan nilai
energy celah dari kristal semikunduktor itu.
Pada saat mulai terjadinya penyerapan foton oleh Kristal, berarti electron pada pita valensi
mulai memperoleh energy yang cukup untuk meloncati celah energy, sehingga pada saat ini juga
terjadi hole di pita valensi oleh electron konduksi di pita konduksi. Oleh karena itu tepat pada
saat terjadi penyerapan foton, energy foton yang diserap Kristal adalah tepat sama besar dengan
nilai energy celah dari Kristal semikonduktor tersebut. Jika struktur pita energy adalah isotropic,
seperti kasus pada semikonduktor yang menyerap langsung besar energy pitanya adalah:

9.1

b. Teknik Penyerapan tidak langsung;


Pada prinsipnya penyerapan secara tak langsung sama dengan proses penyerapan dengan
cara langsung. Perbedaanya adalah pada penyerapan tak langsung melibatkan tiga partikel, yaitu
elektron dipita konduksi, lubang dipita valensi dan fonon. Fonon mungkin diserap atau muncul
didalam Kristal semikonduktor. Fonon muncul dalam Kristal bersamaan dengan munculnya hole
dipita valensi. Untuk bahan semikonduktor dengan penyerapan tidak langsung, besar energy
pitanya adalah:

9.2

79
2. Massa Efektif
Untuk lebih memahami pengertian massa efektif diperlukan cara penjelasan sebagai
berikut. Kecepatan grup biasanya didefenisikan :
Vg = d /dk (9.3)
Dimana adalah kecepatan sudut, dan k adalah vector gelombang. Frekuensi sudut diikatkan
dengan energy memenuhi persamaan :
(9.4)

Dimana E merupakan funsi k, sehingga kecepatan grup menjadi :

Vg = (9.5)

Jika kita diferensialkan persamaan 9.3 terhadap waktu akan diperoleh :

Vg = (9.6)

Kita dapat mengaitkan dk/dt dengan gaya listrik yang bekerja pada sebuah electron bebas.
Usaha yang dilakukan pada sebuah elektron oleh medan listrik dalam selang waktu dt adalah:
(9.7)
Dimana adalah usaha, F adalah vector gaya listrik yang bekerja pada electron dan adalah
perpindahan dalam selang waktu . Gaya listrik F bisa ditulis :
(9.8)
Persamaan 9.6 menjadi :
(9.9)
Tetapi adalah sama dengan hasil kali kecepatan dengan selang waktu, jadi usaha yang
dilakukan:
(9.10)

Dan -( , sehingga diperoleh:

Vg = m.a (9.11)

Maka dari persamaan ini diperoleh bahwa harga dari massa haruslah:
(9.12)

80
Didekat pita energy, electron dalam semikonduktor akan berperilaku jika mereka memiliki massa
yang disebut massa efektif (m*). Untuk semikonduktor, massa efektif electron pada sisi pita
energy konduksi dinyatakan dengan persamaan:

=20,0 eV (9.13)

3. Alasan Mengapa Hole sebagai Partikel yang Bermuatan Positif:


a. Sebuah electron pindah, jumlah total vector gelombang (k) electron dalam pita valensi
yang terisi penuh oleh electron adalah 0. Setelah electron pindah pita valensi kekurangan
vector gelombang k. oleh karena itu hole harus mengimbangi vector gelombang
sedemikian rupa sehingga jumlah total vector gelombang dipita valensi 0. harus sama
besar dan berlawanan arah dengan .
b. Energy hole dipita valensi adalah sama besar dan berlawanan arah dengan
energy dipita konduksi.
c. Kecepatan kelompok hole sama besar dengan kecepatan kelompok electron.
d. Massa efektif hole sama besar dan berlawanan tanda dengan massa efektif electron.
e. Persamaan gerak untuk hole adalah berlawanan tanda dengan persamaan electron. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa hole bermuatan positif sedangkan electron bermuatan
negative.

4. Konsentrasi Elektron dan Konsentrasi Lubang

Fungsi Delta Dirac adalah menentukan besar kecilnya peluang electron untuk tereksitasi
ke tingkat yang lebih tinggi bilah suhunya dinaikkan.
Persamaan fungsi ini dituliskan:


(9.14)
[ ]

Apabila harga dari >> , maka persamaan 9.11 menjadi:


[ ⁄ ] (9.15)

Energy electron dalam pita konduksi dapat dinyatakan:


(9.16)

81
Rapat keadaan pada tingkat energy E:
⁄ ⁄
[ ] (9.17)

Rapat dalam keadaan hingga batas energy di bawah pita konduksi dinyatakan:


* + (9.18)

Jumlah electron konduksi dalam pita konduksi:


∫ (9.19)

Dengan mensubtitusi persamaan 9.13 dengan persamaan 9.16 akan diperoleh

( ) ( )∫ exp (-E / T) dE (9.20)

Konsentrasi electron (n) konduksi didefenisikan sebagai jumlah electron konduksi persatuan
volume

( ) ( )∫ exp (-E / T) dE (9.21)

atau

( ) [ ] (9.22)

Atau [ ]

Dimana ( ) , rapat keadaan dasar untuk pita konduksi.

Terlihat bahwa konsentrasi electron konduksi sebagai fungsi dari suhu dan potensial kimia
bahan.
Fungsi distribusi Fermi Dirac peluang untuk Hole yang berada di tingkat energy pada pita
valensi dapat dihubungkan dengan fungsi distribusi Fermi Dirac untuk electron di tingkat energy
yang sama :
(9.23)
[ ]

[ ] (9.24)
[ ]

82
Rapat keadaannya dapat dituliskan :
(9.25)

Jumlah hole di pita valensi :

∫ (9.26)

( ) ⁄ ∫ [ ] (9.27)

( ) [ ] (9.28)

Jadi konsentrasi hole dapat diperoleh:

( ) [ T] (9.29)

[ T]

Dimana ( ) , kerapatan pada keadaan dasar efektif untuk pita valensi

Agar persamaan 9.23 dan persamaan 9.29 merupakan fungsi energy celah dan suhu, maka kedua
persamaan harus dikalikan dan diperoleh:

( ) [ ] (9.30)

Karena , maka persamaan 9.29 menjadi:

( ) [ ] (9.31)

Untuk semikonduktor murni n = p, maka persamaan 9.28 dapat dituliskan

( ) (9.32)

Jika kita misalkan n = p, kita juga akan mendapatkan letak tingkat Fermi yang diukur dari pita
valensi yakni:
(9.33)

83
Contoh soal:
1. Hitunglah kerapatan efektif keadaan dasar untuk pita konduksi dan pita valensi dari GaAs dan
Si pada suhu 300 K
Penyelesaian:
Pada suhu 300 K, harga dari kBT = 26 meV = 4 x 10-21 J

Pada silicon, kerapatan massa pada keadaan dasar adalah:

Jumlah lembahnya ada 6 sehingga kerapatan massa efektif pada pita konduksi adalah

Untuk pita valensi, kedua jenis massa efektif dipengaruhi oleh massa lubang ringan dan massa
lubang berat yang memenuhi persamaan:
( )

Untuk GaAs digunakan mhh = 0,45 mo, mlh = 0,08mo dan untuk silicon digunakan mhh = 0,5 mo
dan mlh = 0,15mo.

B. KRISTAL SEMIKONDUKTOR EKSTRINSIK


1. Tingkat Energi Donor
Semikonduktor ekstrinsik sdalah semikonduktor murni yang dikotori oleh atom-atom lain
yang berasal dari golongan III-A ataupun dari golongan V-A. jika yang mengotori
semikonduktor adalah atom-atom dari golongan V-A, maka hasilnya berupa semikonduktor

84
ekstrinsik tipe-N karena kelebihan electron dan jika yang mengotori semikonduktor berasal dari
atom golongan III-A akan diperoleh semikonduktor ekstrinsik tipe-P. Atom-atom yang berasal
dari golongan III-A disebut akseptor dan atom-atom yang berasal dari golongan V-A disebut
atom donor.
Electron yang berasal dari atom donor dalam semikonduktor tipe N akan mengorbit atom
donor mirip seperti orbit electron dalam atom hydrogen, akan tetapi dengan interaksi gaya
coulomb. Karena adanya efek penghalang, interaksi yang ditimbulkan oleh adanya polarisasi
dalam Kristal semikonduktor yang berfungsi sebagai medium untuk donor, electron sangat
mudah melepaskan diri dari atom donor dan pindah ke pita konduksi untuk berfungsi sebagai
electron konduksi dan atom donor akan menjadi ion positif. Dalam hal ini atom donor sangat
dekat ke pita konduksi. Agar electron berpindah dari atom donor ke pita konduksi, maka atom
donor haruus diionisasi dengan energy dari luar. Besar energi ionisasi atom hydrogen dituliskan
(13,6 eV):
(9.34)
Dengan cara yang sama, energy ionisasi atom donor dapat dituliskan:

(9.35)

(9.36)

2. Tingkat Energi Akseptor


Perpindahan electron dari semikonduktor murni ke atom donor menimbulkan lubang di
dalam Kristal. Pengotoran semikonduktor murni oleh atom akseptor dalam jumlah yang banyak
akan menghasilkan semikonduktor tipe P dengan konsentrasi hole yang cukup tinggi.
Konsentrasi electron konduksi secara keseluruhan di dalam semikonduktor ekstrinsik adalah:
n= (9.37)
dimana

( ) m donor ektron dan

donor.
Sedangkan konsentrasi hole adalah:
p= (9.38)

85
dimana = ( ) , = m akseptor, = massa efektif hole dan

akseptor.

C. PENGHANTARAN LISTRIK
1. Arus Hanyut
Andaikan electron dalam logam mengalir dengan kecepatan hanyut v, mempunyai
kerapatan n dalam ruang alirannya, maka besar rapat arus persatuan luas penampang logam
adalah Jn = -env, dan untuk lubang berlaku persamaan Jp = + e p v. jika gerak pembawa muatan
ini disebabkan oleh medan listrik , maka respon pembawa terhadap dapat diungkapkan v = -
, untuk electron dan v = . Selanjutnya persamaan rapat arus dapat dituliskan:
Jn = en
Jp = ep (9.39)
Dengan konstanta pembanding dikenal sebagai konduktivitas bahan, diperoleh konduktivitas
total diberikan oleh
(9.40)

2. Konduktivitas dan Mobilitas


Konduktivitas dan mobilitas dikaitkan dengan mekanisme penghantaran arus pada bahan.
Kecepatan hanyut dari electron akibat pengaruh medan luar dapat dituliskan dalam bentuk:

v= (9.41)

dengan demikian, konduktivitas persamaannya dapat dituliskan kembali dalam bentuk:

= (9.42)

dimana adalah waktu relaksasi yang besarnya = t/2


Untuk bahan semikonduktor, ungkapan konduktivitas dirumuskan dalam bentuk

= dan (9.43)

Atau dan , dimana adalah mobilitas bahan yang besarnya = dan

86
3. Arus Difusi
Arus difusi arus listrik yang terjadi akibat aliran konsentrasi pembawa muatan dari daerah yang
lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah (adanya gradient konsentrasi). Secara matematis
dituliskan

dan (9.44)

Besaran Dn dan Dp disebut sebagai koefisien diffuse yang besarnya tergantung pada jenis bahan.
Kedua nilai konstanta tersebut diperoleh melalui persamaan:

(9.45)

4. Efek hall dan penerapannya


Efek Hall adalah gejalah yang terjadi pada sebatang penyalur muatan bebas, baik
konduktor maupun semikonduktor, yang diletakkan dalam medan listrik statis E dan medan
magnet statis B yang saling tegak lurus seperti yang dilukiskan oleh gambar 9.2

Gambar 9.2. Efek Hall dan Tegangan Hall


Akibat medan listrik luar E, elektron dalam batang mengalami gaya sebesar –eE, dan
bergerak kearah –x dengan kecepatan v. Kehadiran medan magnetik juga memberikan gaya
terhadap elektron sebesar –evB dalam arah –y. Akibatnya, elektron akan terdorong ke bawah dan
terkumpul di sisi bawah batang, menimbulkan medan listrik EH dalam arah =Y. Proses ini
berlangsung hingga terdapat keseimbangan antara medan listrik dan medan magnetik, yaitu:
EH = vB (9.46)
Tegangan Hall bahan ditentukan dengan
VH = Ed = Bvd (9.47)

87
Karena aliran stationer, maka persamaan untuk rapat arus ditentukan dengan persamaan J
= enV = I/l.d, maka potensial Hall menjadi:
(9.48)

Dengan RH didefenisikan sebagai konstanta Hall yang dirumuskan sebagai


RH = 1/en (9.49)
Efek Hall dapat digunakan dalam menentukan jenis semikonduktor ekstrinsik konsentrasi
pembawa muatan, mobilitas pembawa muatan, serta celah energi antara pita konduksi dan pita
valensi.
Contoh soal:
Sebuah semikonduktor intrinsik memiliki celah energi sebesar 1,1 eV, massa efektifnya me* =
2mh = 0,5 me. Berapakah konsentrasi elektron dalam semikonduktor tersebut pada suhu 500K.
Penyelesaian:

n = 12,3 x 109

88
LATIHAN DAN SOAL
1. Sebuah semikonduktor intrinsic memiliki energy celah sebesar 0,7 eV. Massa efektif
electron , dimana m adalah massa electron. Berapakah konsentrasi
hole dalam semikonduktor tersebut pada suhu 500K?

2. Sebuah semikonduktor intrinsik memiliki energy celah sebesar 3 eV. Massa efektif
electron , dimana m adalah massa electron. Berapakah konsentrasi
hole dan electron dalam semikonduktor tersebut pada suhu 400K?

3. Apakah yang dimaksud dengan semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik serta berikan pula
contohnya.
4. Jika , dan , tentukanlah besar energi donornya.
5. Sebuah semikonduktor tipe-N memiliki = 2 eV, dan = 0,4 m. jika konsentrasi atom
donor adalah 5 x , berapakah konsentrasi electron di dalam semikonduktor
tersebut?
6. Dalam percobaan Hall, diketahui panjang bahan yang akan diteliti adalah 5 mm. bila
dikerjakan dengan medan magnet sebesar 1 Tesla, dan arus yang mengalir 10 ampere,
dan diperoleh tegangan sebesar 10 mV. Tentukan Koefisien Hallnya.
7. Dalam percobaan efek Hall, diperoleh sampel bertipe-N. panjang dari sampel adalah 2,65
cm, lebarnya 1,70 cm dan tebalnya 0,052 cm ditempatkan dalam medan magnetic sebesar
0,500 Tesla. Besar arus yang dialirkan searah panjangnya adalah 200 µA, dan
menghasilkan beda potensial pada panjangnya adalah sebesar 195 mV dan pada lebarnya
adalah sebesar 21,4 mV. Tentukanlah besar konsentrasi elektronnya dan besar
mobilitasnya.

89
BAB X
TEMPERATUR KRITIS
RENDAH
Kompetensi Dasar:

Mendeskripsikan
superkonduktor
temperatur rendah dan
macam dan karakteristik
superkonduktor

Indikator:
1. Menjelaskan penemuan sejarah penemuan superkonduktor
2. Menjelaskan efek Meisner pada bahan kristal
3. Menjelaskan hubungan antara medan magnet kritis dengan temperatur
4. Menjelaskan macam dan karakteristik

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari BAB ini, Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan penemuan sejarah penemuan superkonduktor
2. Menjelaskan efek Meisner pada bahan kristal
3. Menjelaskan hubungan antara medan magnet kritis dengan
temperatur
4. Menjelaskan macam superkonduktor
5. Menjelaskan karakteristik superkonduktor.

90
A. SUPER KONDUKTOR TEMPERATUR RENDAH
1. Tinjauan Histori
Bahan-bahan yang mempunyai sifat penghantaran muatan listrik diantara konduktor dan
isolator disebut semikonduktor. Resistivitas bahan ini mempunyai nilai dalam rentangan 10-5
hingga 10-4 ohm. Superkonduktivitas mendapat perhatian khusus dari Onnes di Leiden (1911)
karena resistivitas bahan ini sangat kecil dan bahkan hilang pada temperatur yang sangat rendah.
Ia menyelidiki titik kritis untuk bahan logam Pb, Sn dan In.
Tabel 10.1 sifat-sifat beberapa superkonduktor dalam urutan kronologis
Tahun Tc (K) Bahan Kelompok tipe Hc
( M Am-1)
1911 4,2 Hg Logam I 0,033
1913 6,2 Pb Logam I 0,064
1930 9,25 Nb Logam II 0,164
1940 15 NbN Senyawa II 12,2
1950 17 V3Si Senyawa antar logam II 12,4
1954 18 Nb3Sn Lakur II 18,5
1960 10 Nb-Ti Keramik II 11,9
1964 0,7 SiTiO3 Senyawa antar logam II Kecil
1970 20,7 Nb3(Al,Ge) Senyawa antar logam II 34,0
1977 23 Nb3Ge Keramik II 29,6
1986 34 La1,85B30.15CuO4 Keramik II 43
1987 90 Yba2Cu3O7 Keramik II 111
1988 108 Bi Keramik II -
1988 125 Ti II -

Pada tahun 1977 ditemukan lagi senyawa Nb3Ge yang titik kritisnya 23 K. Selanjutnya
dalam tahun 1986 Bednorz dan Muller melaporkan penemuannya tentang La-Ba-Cu-O yang
memiliki titik kritis lebih tinggi dari titik kritis superkonduktor sebelumnya. Dan pada tahun
1988 ditemukan bahan superkonduktor yang titik kritisnya 125 K. Tabel 10.1 menunjukan
beberapa data superkonduktor berdasarkan urutan kronologis.

91
2. Efek meissner

Superkonduktor adalah material yang memiliki resistansi (tahanan) listrik nol.


superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya pengurangan energi.
Dengan kata lain arus listrik dapat mengalir selamanya tanpa adanya pengurangan
energi dalam penghantar yang memiliki sifat superkonduktor.

Efek Meissner adalah peristiwa superkonduktor menolak medan magnet luar yang
mengenainya. Tahun 1933 Meissner dan Ochsenfel menemukan bahwa superkonduktor
mengeluarkan fluks magnetik selama bahan tersebut didinginkan dibawah Tc dalam medan
magnet luar, yang berarti superkonduktor ini berperilaku seperti bahan diamagnetik sempurna.
Karena B = 0 didalam superkonduktor, maka berdasarkan persamaan B = µo (H + M) dituliskn
menjadi :

H = -M (10.1)

Suseptibilitasnya ditentukan oleh:


χ= M/H = -1 (10.2)
yang dibenarkan untuk diamagnetik sempurna.
Dari persamaan teorema Ampere yaitu: ʃ B.dl = µo I , untuk bahan superkonduktor menjadi:
µoHc (AB) = µo I (10.3)
jadi besar arus permukaan persatuan panjang dituliskan:

Hc= (10.4)

Arus ini mengalir sepanjang permukaan superkonduktor dan menghasilkan magnetisasi


M yang secara tepat menjadikan Hc didalam superkonduktor. Karena superkonduktor
mempunyai resistansi listrik nol, arus ini hampir tetap konstan dan dapat mengalir secara tak
terbatas. Arus ini disebut superatus.persamaan ini menunjukan superatus permukaan total.
Hubungan antara penembusan medan magnet luar di dalam sebuah bahan superkonduktor secara
eksperimen diberikan oleh
Hc( χ ) = Hc (0)exp[ - ] (10.5)

Disini Hc menggambarkan medan magnet pada permukaan, λL disebut panjang


karakterisasi atau kedalaman penembusan medan. Jadi kedalaman penembusan didefinisikan

92
sebagai jarak didalam suatu superkonduktor sedemikian rupa sehngga medan magnet berkurang
menjadi 1/e dari nilainya pada permukaan superkonduktor. Oleh karena itu, dengan memasukkan
gagasan tentang penembusan medan menjadi jelas bahwa superatus tetap berhingga dimana saja.

3. Medan kritis dan temperatur kritis


Jika bahan superkonduktor ditempatkan pada suatu medan magnet yang cukup kuat maka
bahan tersebut akan kembali ke keadaan normalnya. Nilai medan magnet pada bahan super
konduktivitas hilang disebut medan ambang atau medan kritis, Hc, yang mempunyai orde
beberapa ratus oersted untuk beberapa superkonduktor murni. Medan ini berubah terhadap
temperatur. Jadi kita hanya mendapatkan superkonduktor dalam suatu rentangan tertentu dari
medan magnet dan temperatur. Untuk medan dan temperatur yang lebih tinggi, keadaan normal
lebih stabil. Hubungan antara medan magnet kritis dan temperatur dituliskan :

Hc = Hc (0) [1 - ] (10.6)

B. MACAM DAN KARAKTERISTIK SUPERKONDUKTOR


1.Macam Superkonduktor
Berdasarkan interaksi dengan medan magnetnya, maka superkonduktor dapat
dikelompokkan ke dalam dua tipe. Pengelompokkan ini didasarkan pada perilakunya dalam
medan magnet luar. Superkonduktor yang mengikuti efek meissner secara ketat dikelompokkan
pada tipe 1. Superkonduktor ini menunjukkan diamagnet sempurna dibawah medan kritis Hc.
Selama medan magnet dinaikkan diluar Hc, medan itu menembus bahan secara sempurna dan
bahan ini secara tiba-tiba kembali ke resistif normal. Titik kritis bahan ini biasanya sangat
rendah.
Superkonduktor tipe I menurut teori BCS
(Bardeen, Cooper, dan Schrieffer) dijelaskan
dengan menggunakan pasangan elektron (yang
sering disebut pasangan Cooper). Pasangan
elektron bergerak sepanjang terowongan penarik
yang dibentuk ion-ion logam yang bermuatan
positif.
Gambar 10.1 Grafik hambatan dengan
suhu

93
Akibat dari adanya pembentukan pasangan dan tarikan ini arus listrik akan bergerak
dengan merata dan superkonduktivitas akan terjadi. Superkonduktor yang berkelakuan seperti ini
disebut superkonduktor jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek Meissner, yakni
gejala penolakan medan magnet luar (asalkan kuat medannya tidak terlalu tinggi) oleh
superkonduktor.
Bila kuat medannya melebihi batas kritis, gejala superkonduktivitasnya akan menghilang.
Maka pada superkonduktor tipe I akan terus – menerus menolak medan magnet yang diberikan
hingga mencapai medan magnet kritis. Kemudian dengan tiba-tiba bahan akan berubah kembali
ke keadaan normal.
Superkonduktor tipe II tidak dapat dijelaskan dengan teori BCS karena apabila
superkonduktor jenis II ini dijelaskan dengan teori BCS, efek Meissner-nya tidak terjadi.
Abrisokov berhasil memformulasikan teori
baru untuk menjelaskan superkonduktor jenis
II ini. Ia mendasarkan teorinya pada kerapatan
pasangan elektron yang dinyatakan dalam
parameter keteraturan fungsi gelombang.
Abrisokov dapat menunjukkan bahwa
parameter tersebut dapat mendeskripsikan
pusaran (vortices) dan, m Bc, Ba, 0

Gambar 10.2 Grafik magnetisasi terhadap Superkonduktor Konduktor Biasa.


medan magnet

Grafik Magnetisasi terhadap Medan magnet bagaimana medan magnet dapat menetrasi
bahan sepanjang terowongan dalam pusaran-pusaran ini. Lebih lanjut ia pun dengan secara
mendetail dapat memprediksikan jumlah pusaran yang tumbuh seiring meningkatnya medan
magnet.
Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan dalam pengembangan dan analisis
superkonduktor dan magnet. Superkonduktor tipe II akan menolak medan magnet yang
diberikan. Namun perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba tetapi secara bertahap.
Pada suhu kritis, maka bahan akan kembali ke keadaan semula. Superkonduktor Tipe II memiliki
suhu kritis yang lebih tinggi dari superkonduktor tipe I.

94
Superkonduktor tipe II tidak mengikuti efek meissner secara ketat. Bahan magnet tidak
menembus bahan ini secara tiba-tiba pada medan kritis. Pada medan yang lebih kecil dari Hc,
menunjukkan sifat bahan diamagnetisme sempurna dan penembusan fluks tidak terjadi. Setelah
medan lebih besar dari medan kritis, fluks mulai menembus bahan dan untuk H=Hc penembusan
sempurna terjadi sehinnga bahan itu menjadi konduktor normal. Superkonduktor tipe II ini juga
disebut superkonduktor keras karena medan yang relatif besar dibutuhkan untuk mengembalikan
bahan tersebut ke kedaan normal. Histerisis magnetik besar dapat diinduksikan dalam bahan-
bahan ini dengan perlakuan mekanis yang cocok. Oleh karena itu bahan ini dapat digunakan
untuk menghasilkan kawat superkonduktor yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan medan
magnet tinggi.

2.Karakteristik superkonduktor
Suatu penurunan entropi yang mencolok dapat diamati selama transisi dari keadaan
normal kekeadaan superkonduktor dekat temperatur kritis yang menunjukkan bahwa keadaan
superkonduktor lebih teratur dari pada keadaan normal. Struktur elektron dalam suatu benda
padat merupakan faktor yang terutama dipengaruhi selama transisi superkonduktor. Beberapa
atau semua elektron tereksitasi secara termal dalam keadaan normal diatur dalam keadaan
superkonduktor.
Hubungan antara kapasitas panas dengan temperatur dipengaruhi oleh:
Cn=γT + βT3 . (10.7)
Jadi grafik antara Cn/T terhadap T2 adalah garis lurus. Suku pertama dari persamaan
diatas menggambarkan sumbangan elektron terhadap panas jenis, sedangkan suku kedua
menggambarkan sumbangan getaran kisi tetap tidak terpengaruh dalam keadaan superkonduktor
jelaslah bahwa hanya panas spesifik elektron yang berubah dalam keadaan superkonduktor.
Panas jenis elektronik (Ce) dalam keadaan superkonduktor tidak menunjukkan variasi linear
terhadap temperatur. Panas jenis elektronik ini dipengaruhi secara exponensial sebagai :
Ce = exp [ - ] (10.8)

Jadi grafik antara Cn Ce terhadap 1/T adalah garis lurus.


Celah energi dalam superkonduktor mempunyai sifat berbeda dengan celah energi dalam
isolator. Dalam superkonduktor mempunyai sifat berbeda dengan celah energi dalam isolator.

95
Dalam superkonduktor dihubungkan dengan gas fermi. Celah energi dalam superkonduktor
memisahkan keadaan tereksitasi dan keadaan dasar dan dihubungkan menurut:
Eg = 2Δ (10.9)
Elektron-elektron yang berada dalam keadaan tereksitasi berperilaku sebagai elektron
biasa dan menciptakan resistansi, sedangkan elektron-elektron yang berada dibawahnya
berperilaku sebagai elektron-elektron superkonduktor. Celah energi bervariasi terhadap
temperatur. celah energi maksimum pada 0 K dan turun secara kontiniu menjadi nol selama
temperatur dinaikkan sampai temperatur kritis. Oleh karena itu tidak ada eektron di celah energi
pada 0 K dan semua elektron superkonduktor menjadi biasa pada T = TC. Karena adanya celah
energi,superkonduktor menanggapi radiasi-radiasi elektromagnetik frekuensi tinggi dengan
frekuensi tertentu. Jadi celah energi merupakan corak karakteristk semua superkonduktor yang
menentukan sifat-sifat termalnya dan juga tanggapannya terhadap medan elektromagnetik
berfrekuensi tinggi.
Contoh soal:
Dalam keadaan superkonduktor, timbal mempunyai temperatur kritis 6,2 K pada medan magnet
nol dan medan magnet kritis 0,0064 M Am-1 pada 0 K.Hitunglah medan kritis pada 4 K.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan :
2
Hc = Hc (0) [1 (- ]
2
Hc =0,064[1 (- ]

Hc = 0,037 M Am-1

96
BAB XI
SIFAT MAGNETIK
KRISTAL
Kompetensi
D
a
s
a
r
:

Mendeskripsikan
sifat magnetik
suatu bahan
kristal.

Indikator:
1. Menjelaskan suseptibilitas magnetik suatu bahan.
2. Menentukan suseptibilitas magnetik dari bahan diamagnetisme dan paramagnetism
3. Menentukan suseptibilitas magnetik dari bahan ferromagnetik dan ferrimagnetism

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari BAB ini, Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan suseptibilitas magnetik suatu bahan.
2. Menentukan suseptibilitas magnetik dari bahan diamagnetisme.
3. Menentukan suseptibilitas magnetik dari suatu bahan
paramagnetism menurut teori klassik Langenvian atau teori
kuantum.
4. Menentukan suseptibilitas magnetik dari bahan ferromagnetik
5. Menentukan suseptibilitas dari bahan anti ferromagnetism

97
A. DIAMAGNETISME DAN PARAMAGNETISME
Bahan Magnetik adalah bahan yang dapat ditarik oleh magnet. Berdasarkan perilaku
molekulnya di dalam medan magnetik luar, bahan terdiri atas tiga kategori, yaitu paramagnetik,
diamagnetik, dan feromagnetik. Sebagian besar mineral di alam bersifat diamagnetik atau
paramagnetik. Namun, ada beberapa mineral yang bersifat feromagnetik. Mineral-mineral ini
yang umumnya tergolong dalam oksida besi- titanium, sulfide besi dan hidrooksida besi yang
disebut sebagai mineral magnetik. Dari segi kuantitas keberadaan mineral- mineral ini sangat
kecil.

1. Suseptibilitas Magnetik
Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasar bagaimana sifat kemagnetan suatu bahan
yang merupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkan dengan adanya respon terhadap induksi
medan magnet yang merupakan rasio antara magnetisasi dengan intensitas medan magnet.

Besaran kuat medan magnet H dan induksi magnetik B dalam ruang hampa di hubungkan
oleh persamaan :
B =  H ( 11.1 )
Bila dihubungkan dengan keadaan magnet bahan M maka persamaan di atas menjadi:
B =  ( H + M ) ( 11.2 )
Dimana magnetisasi bahan adalah kerapatan momen – momen dipol magnetik bahan :

M= ( 11.3 )

Hubungan antara induksi magnetik luar dengan magnetisasi bahan :


 M =  B
Atau

= ( 11. 4 )

dimana x disebut sebagai suseptibilitas magnetik. Pada bahan diamagnetik harga


suseptibilitas adalah negatif. Hal ini dikarenakan polarisasi magnetik terinduksi bahan ini
berlawanan tanda dengan medan yang di berikan. Sebagai akibatnya apabila bahan ini
ditempatkan dalam medan luar, akan mengalami pelemahan B. Dengan mengetahui nilai
suseptibilitas magnetik suatu bahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetik lain dari bahan
tersebut. χm adalah suseptibilitas magnet bahan (besaran tidak berdimensi)

98
Ada tiga kelompok bahan menurut nilai suseptibilitas magnetnya:
1. χm < 0 : bahan diamagnetik
2. χm > 0 , namum χm << 1 : bahan paramagnetik
3. χm > 0 , dan χm >> 1 : bahan ferromagnetic

2. Diamagnetisme
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik χm
negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnet ditemukan oleh Faraday pada tahun 1846 ketika ia
mengetahui bahwa sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, yang memperlihatkan
bahwa medan luar dari magnet tersebut menginduksikan suatu momen magnetik pada bismuth
dalam arah yang berlawanan dengan medan tersebut. Kita dapat memahami pengaruh ini secara
kualitatif dengan menggunakan hukum Lenz.
Atom dengan struktur elektron kulit tertutup memiliki momentum sudut total sama
dengan nol dan dengan demikian tidak ada momen magnetik permanen totalnya. Bismuth,
merupakan bahan diamagnetik. Sebagaimana yang akan kita lihat kemudian, momen magnetik
induksi yang menyebabkan diamagnetisme memiliki besar orde 10-5 magneton Bohr. Karena
nilai ini jauh lebih rendah daripada momen magnetik permanen atom-atom bahan paramagnetik
dan feromagnetik, yang tidak memiliki struktur kulit tertutup, pengaruh diamagnetik pada atom-
atom ditutupi oleh penyearahan momen magnetik permanen. Akan tetapi, karena penyebarisan
ini menurun terhadap temperatur, semua bahan secara teoritis bersifat diamgnetik pada
temperatur yang cukup tinggi.
Superkonduktor merupakan diamagnetik yang sempurna, artinya superkonduktor ini
memiliki suseptibilitas magnetik -1. apabila superkonduktor ini ditempatkan dalam medan
magnetik luar, arus listrik akan diinduksikan pada permukaannnya sehingga medan magnetik
total dalam superkonduktor tersebut menjadi nol. Perhatikan batang superkonduktor di dalam
solenoida dengan n lilitan per panjang satuan. Apabila solenoidanya dihubungkan dengan
sumber ggl sehingga menyalurkan arus I, medan magnetik akibat solenoidanya akan sama
dengan arus permukaan. Arus permukaan sebesar –nI per panjang satuan yang diinduksikan pada
batang superkonduktor akan meniadakan medan akibat solenoida sehingga medan total di dalam
superkonduktor sama dengan nol.
Pada elektromagnetik, kita telah mengenal Hukum lenz : Saat fluks magnetic pada
rangkaian listrik berubah, arus imbas induksi akan muncul dalam arah sedemikian rupa

99
sehingga arah tersebut menentang perubahan yang menghasilkannya. Pada superkonduktor
atau pada orbit elektron dalam atom, arus induksi sepanjang medannya ada. Medan magnet
arus induksi berlawanan arah dengan medan magnet luar dan momen medan magnet yang
dihubungkan dengan arus adalah momen diamagnetik. Pada logam normal ada kontribusi
diamagnetik dari konduksi elektron dan diamagnetisnya tidak dirusak oleh benturan elektron.
Diamagnetisme dihasilkan dari imbasan arus-arus Eddy oleh medan magnet luar. Menurut
aturan Lenz, momen magnet dari arus-arus terinduksi ini berlawanan dengan medan yang
diberikan. Oleh karena itu suseptibilitas memperoleh kontribusi diamagnetik negatif.
Diamagnetisme dapat dijelaskan dengan menggunakan model sederhana tentang gerak
elektron disekeliling inti. Misalkan elektron bermuatan e bergerak mengelilingi inti dengan orbit
berjari-jari ρ dan frekuensi sudut . Gerakan elektron ini merupakan suatu putaran arus sebesar –
e  / 2 dan momen megnetik . Besar momen magnetik ini sama dengan perkalian arus itu
dengan luas bidang orbit, sedangkan arahnya tegak lurus pada bidang gerak elektron :
 
=- ρ2 ̂ = - ̂ ( 11.5 )

Dengan ̂ adalah vektor normal satuan terhadap bidang gerak. Momentum sudut dapat di
nyatakan sebagai :
M=- L ( 11.6 )

Medan magnetik B mempunyai arah tegak lurus pada bidang orbit, yaitu dalam arah sumbu .
Menurut hukum Faraday B akan menginduksi medan listrik :

∫ .dl = - ( 11.7 )

Komponen dalam arah tangensial di berikan oleh :

=- ρ ( 11.8 )

Medan listrik terinduksi E memberikan torka pada elektron tersebut sebesar


 = eEρ, dimana  = dL / dt, sehingga :

=- ( 11.9 )

Yang menghasilkan:
L = - B ( 11.10 )

Persamaan di atas menunjukan bahwa pembentukan suatu medan magnet B menyebabkan suatu
perubahan momentum sudut L dan perubahan momen magnetik , sehingga:

100
 = - L = - B ( 11. 11 )

Suseptibilitas suatu bahan dengan N atom persatuan volume dapat di tuliskan :



=- 〈 〉 ( 11. 12 )

3. Paramagnetisme
Bahan paramagnetik adalah bahan - bahan yang memiliki suseptibilitas magnetik χm yang
positif dan sangat kecil. Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom - atomnya memiliki
momen magnetik permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila tidak
terdapat Medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan daya Medan
magnetik luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini
dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerakan termalnya.
Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan
dan pada temperaturnya. Pada medan magnetik luar yang kuat pada temperatur yang sangat
rendah, hampir seluruh momen akan disearahkan dengan medannya. Dalam keadaan ini
kontribusi pada medan magnetik total akibat bahan ini sangat besar, seperti yang diperlihatkan
dalam taksiran numerik. Akan tetapi, sekalipun dengan medan magnetik terkuat yang dapat
diperoleh di laboratorium, temperatur haruslah serendah beberapa Kelvin untuk memperoleh
derajat penyearahan yang tinggi.
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki momen magnetik
permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar dengan arah medan magnet dan harga
suseptibilitas magnetiknya berbanding terbalik dengan suhu T. Variasi dari nilai suseptibilitas
magnetik yang berbanding terbalik dengan suhu T adalah merupakan hukum Curie.
Sifat dari bahan dapat diketahui dengan mengetahui kandungan mineral magnetik pada
bahan tersebut. Kandungan mineral magnetik ini dapat diketahui dengan serangkaian penelitian,
salah satunya adalah dengan mengukur temperatur curie dari bahan tersebut. Batuan merupakan
bahan yang komplek, tersusun dari lebih satu mineral magnetik. Dengan pengukuran temperatur
curie, dapat menentukan mineral magnetik yang terkandung dalam batuan.
Paramagnetisme terjadi pada atom, ion, ataupun pada molekul permanen. Tanpa adanya
medan magnet, momen magnetik mempunyai arah acak sehingga magnetisasi netto tidak
diketahui. Bahan paramagnetik mempunyai suseptibilitas positif permanen akibat distribusi dari:
1) Momen spin elektron

101
2) Gerak orbit elektron
3) Momen magnetik spin inti

a. Teori klasik langenvin


Langevin menganggap bahwa gas paramagnetik mengandung N buah atom persatuan
volume yang masing-masing mempunyai momen magnetik permanen . Dengan adanya induksi
magnetik B, dipol-dipol akan mengarahkan diri dalam arah medan untuk meminimalkan
energinya. Energi termal pada temperature biasa akan melawan pelurusan dipol-dipol ini. Dalam
keseimbangan termal, dipol-dipol akan mengatur diri pada sudut . Energi potensial pada posisi
ini:
E = B cos  ( 11.13 )

Jumlah dipol magnetik dengan momen  yang mengarah pada sudut ini adalah exp-  = exp 

. Peluang suatu dipol yang berada pada sudut  dan  + d adalah k exp 

2sind, dengan k adalah konstanta. Magnetisasi yang di hasilkan oleh sejumlah atom N
persatuan volume :
M = N  L(x) ( 11. 14 )
Dengan L(x) sebagai fungsi langenvin

L(x) = ( 11. 15 )

Oleh karena itu

M= ( 11. 16 )

Dan suseptibilitas paramagnetik menjadi


 
= = ( 11. 17 )

Atau  = , dimana c adalah konstanta curie yang besarnya c =  N  /3k

b. Teori kuantum
Menurut teori kuantum, momen magnet terkuantisasi, momen magnetik  dan
komponennya z . momentum sudutnya di beri label J, sehingga
 = - g B J ( 11. 18 )

102
Dimana B = , yang disebut sebagai magneton Bohr dan g adalah faktor Lande. Untuk atom

bebas faktor g di tuliskan :

g=1+ ( 11. 19 )

Nilai faktor g untuk spin elektro adalah 2, 0023, dan jika disebabkan oleh gerak orbit saja
nilainya adalah g = 1. S dan L secara berturut-turut adalah bilangan kuantum spin dan bilangan
kuantum orbit dari dipol tersebut. Dengan mengandaikan satu satuan volume bahan
paramagnetik mengandung N atom, magnetisasi dalam arah medan dapat di tinjau dari 2 kasus.

Kasus I. Pada rapat fluks normal dan temperatur biasa 1. Ungkapan magnetisasi

bahan di dekati oleh

M=N J(J+1) ( 11. 20 )

Suseptibilitasnya oleh :
 
= = g2 J ( J + 1 ) ( 11. 21 )

Atau

= ( 11. 22 )

Dimana Peff disebut sebagai magneton Bohr efektif, yang besarnya :


Peff = g √ ( 11. 23 )

Kasus II. Pada temperatur rendah dan medan magnet kuat, tidak lebih kecil dari 1, dan

tidak mungkin melakukan expansi deret dari suku-suku exponensial, diperoleh


M = NgJ B BJ (x) ( 11. 24 )
Dengan x = gJBBj/kT dan BJ (x) adalah fungsi Brillouin yang didefenisikan sebagai :
[ ]
BJ () = coth ( )- coth ( ) ( 11. 25 )

Untuk x << 1, suseptibilitasnya menjadi


  
= = = ( 11. 26 )

Untuk x >> 1
Magnetisasinya adalah :
M = NgJB ( 11. 27 )
Suseptibilitasnya :

103

= ( )2 S (S + 1) ( 11. 28 )

B. FERROMAGNETISME DAN ANTIFERROMAGNETISME


1. Ferromagnetisme
Bahan feromagnetisme merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik m
positif, yang sangat tinggi. Feromagnetisme muncul pada besi murni, kobalt, dan nikel serta
paduan dari logam-logam ini. Sifat ini juga dimiliki oleh gadolinium, disprosium, dan beberapa
senyawa lain. Dalam bahan-bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar dapat menyebabkan
derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus,
penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena
momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan ini mengerahkan gaya-gaya yang kuat pada atom
tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain
sekalipun medan luarnya tidak ada lagi. Daerah ruang tempat momen dipol megnetik
disearahkan ini disebut daerah magnetik. Ukuran suatu ranah biasanya bersifat mikroskopik.
Dalam daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahannya beragam
dari daerah ke daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan mikroskopik bahan
feromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal.
Apabila medan magnetik luar dikerahkan, batas-batas daerah tersebut dapat bergeser atau
arah penyearahan dalam suatu daerah dapat berubah sehingga terdapat momen magnetik
mikroskopik total dalam arah medan yang dikerahkan tersebut. Karena derajat penyearahan itu
terlalu besar bahkan untuk medan luar yang lemah, medan magnetik yang dihasilkan dalam
bahan tersebut oleh dipol-dipol seringkali jauh lebih besar daripada medan luarnya.
Ferromagnetik memiliki elektron tidak berpasangan sehingga atom mereka memiliki
momen magnet bersih. Mereka mendapatkan magnet yang kuat sifat mereka karena keberadaan
domain magnetik. Dalam domain ini, sejumlah besar di saat-saat atom adalah sejajar paralel
sehingga gaya magnet dalam domain yang kuat. Ketika bahan feromagnetik dalam keadaan
unmagnitized, wilayah hampir secara acak terorganisir dan medan magnet bersih untuk bagian
yang secara keseluruhan adalah nol. Ketika kekuatan magnetizing diberikan, domain menjadi
selaras untuk menghasilkan medan magnet yang kuat dalam bagian. Komponen dengan materi-
materi ini biasanya diperiksa dengan menggunakan metode magnetik partikel.

104
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang memiliki momen magnetik secara spontan.
Teori ferromagnetisme pertama kali dicetuskan oleh Pierre Weiss yang berpusat pada 2 hipotesis
a. Suatu sampel bahan ferromagnetik berisi sejumlah daerah kecil yang disebut ranah atau
domain, yang termagnetisasi secara spontan. Besar magnetisasi spontan bahan secara
keseluruhan di tentukan oleh jumlah vektor dari masing-masing ranah.
b. Magnetisasi masing-masing ranah disebabkan oleh adanya medan pertukaran BE yang
cenderung menghasilkan susunan dipol-dipol atomik yang sejajar. Medan pertukaran BE
dianggap sebanding dengan magnetisasi masing-masing bahan.
BE =  M ( 11. 29 )
Beff = BE + B = B +  M ( 11. 30 )
Besar magnetisasi oleh N atom persatuan volume:
M = NgJBBJ (x) ( 11. 31 )
Dengan

X= = (B+ ) ( 11.32 )

Bila B = 0,

X= ( 11.33)

Atau,

M(T) = ( 11.34)

Pada saat T
Ms(0) = NgJ B ( 11.35 )
Sehingga diperoleh

= ( 11.36 )

Bj(x) = ( 11.37 )

Untuk T > Tc, magnetisasi spontan adalah nol, dan medan luar harus diberikan untuk
menghasilkan magnetisasi,sehingga saat x<< 1, persamaan 11.32 dapat dituliskan dalam bentuk ;

Bj( x ) = ( )x ( 11.38)

Magnetisasi bahan dapat dituliskan :


M = NgµB (J+1) X /3J ( 11.39 )

105
X= ( B+ ( 11.40 )

Sehingga

M=M (B + ( 11.41 )

Suseptibilitas magnetiknya menjadi :


X= = = ( 11.42 )

Dengan

Tc = ( 11.43)

Dan
C= ( 11.44 )

Persamaan 11.42 dikenal sebagai hukum Curie-Wiess,yang memberikan ketergantungan


suseptibilitas terhadap waktu dalam daerah paramagnetik yang ditentukan dari teori magnetisasi
spontan .

2. Ferrimagnetism
Ferrimagnetik merupakan bahan yang bersifat magnet secara spontan pada suhu dibawah
suhu Currinya dan bersifat paramagnetik diatas suhu Tc nya. Analisis magnetisasi dari bahan
ferrimagnetis adalah dengan menganggap spin dari kisi A berlawanan arah dengan spin kisi B,
sehingga menghasilkan magnetisasi :
MA = MSAByA| JA(Ba - µ0ΓmB)| ( 11.45)
Dan
MB = MSBByA | βgBµBJB ( Ba - µ0ΓmA )| ( 11.46 )
Total magnetisasinya adalah :
M = MA + MB = nAgAµBJ’A – nBgµBJ’B ( 11.47 )
Untuk temperatur diatas Tc,By(x) = (J’+1 ) x / 3J’. Sehingga
MA = ( Ba - µ0ΓmB ) dan MB = (Ba- µ0ΓmA ) (11.48)

Dimana CA dan CB adalah konstanta Curie. Akhirnya, besar magnetisasi total memenuhi pers:
( )
M = MA +MB = Ba ( 11.49)

Besar susseptibilitasnya :

106
X= (11.50 )

Contoh soal
Suatu bahan feromagnetik dengan J = 3/2 dan g = 2 mempunyai temperatur Curie 125 K.
Hitunglah rapat fluks intrinsik dekat 0 K. Hitung juga nisbah magnetisasi pada 300 K dengan
adanya medan luar 1 mT terhadap magnetisasi pada OK.
Penyelesaian :
BE =

BE = 6T

Magnetisasi untuk T > Tc

M=

M=

Karena Ms (0) = NgJµB


Maka

107
C. LATIHAN DAN SOAL
1. Taksirlah suseptibilitas bahan padat ( z = 18 ) pada 4 k yang konsentrasinya 2,66 x 1028
atom / m3. Ambillah jarak akar rerata kuadrat elektron dari inti yang terdekat adalah 0,62
Å. Hitung juga magnetisasi bahan dalam medan induksi 2 Tesla .

2. Ion Tb3+ mempunyai nilai S = 3, L = 3 dan J = 6 . Dari data ini tentukanlah bilangan
magneton Bohr efektifnya.

3. Hitunglah bilangan magneton Bohr efektif untuk ion nikel. Anggap bahwa momentum
orbitnya tidak terpadamkan. Nikel mempunyai delapan elektron pada kulit 3d.

4. Jika suseptibilitas MnF2 adalah 1,02 pada temperature Neel 68 K. Tentukanlah besar
konstanta C nya.

108
DAFTAR PUSTAKA

Blakemore, J.S. (1991). Solid State Physics. Cambridge University Press. New York
Christman J, R., (1987). Fundamentals of Solid State Physics. John Wiley & Sons. New York
Kittel C.(1957). Introduction to Solid State Physics. John Wiley & Sons. United States of
America
Singh J. (1994). Semiconductor Devices an Introduction. McGraw-Hill International.
Singapore.

109
c

110

Anda mungkin juga menyukai