Eksperimen (Percobaan)
Survei (Pengamatan)
Tinjauan Pustaka
Rancang Bangun
Variabel → Besaran-besaran/faktor-faktor yangmempengaruhi hasil
penelitian yang diperoleh
4.Menyusun hipotesis
5.Menetapkan instrumen (alat dan bahan) yang digunakan
6.Menentukan prosedur kerja dan cara mengumpulkan data
Prosedurkerja → Uraian langkah kerja yang akandilaksanakan untuk
mengumpulkan data
PERCOBAAN FRANCK-HERTZ
Heri Setiawan, Alimuddin Hamzah P., Anuhgraini Jumaru, Nurfadia Adlina, Nurfitrah H.,
Yuliastuti
Abstrak. Telah dilakukan percobaan dengan judul Percobaan Franck-Hertz. Tujuan percobaan ini adalah untuk
menghitung energi eksitasi atom Argon. Pada percobaan ini digunakan perangkat percobaan Franck-Hertz – Lambda
Scientific dan Osiloskop. Eksperimen ini dilakukan dengan cara memanaskan sebuah filamen pemanas sehingga
elektron-elektron meninggalkan katoda menuju sebuah kisi yang dipercepat dengan beda potensial V yang dapat
diatur. Jika tegangan terus dinaikkan dari nol makin banyak elektron yang mencapai pelat anoda dan bersamaan
dengan itu naik pula arus elektriknya. Elektron-elektron dalam tabung tentu saja dapat menumbuk atom-atom
Argon namun tidak ada energi yang dilepasakan karena tumbukannya elastik sempurna. Ketika elektron mencapai
energy eksitasinya maka akan terjadi perpindahan energi dari elektron ke atom Argon karena terjadi tumbukan tak-
elastik. Setelah itu energi dari elektron akan menurun, jika tegangan terus dinaikkan maka akan terjadi tumbukan
jamak ( multiple collisions). Pada eksperimen Franck-Hertz ini diperoleh nilai eksitasi atom Argon sebesar .
PENDAHULUAN
Tahun 1914, James Franck dan Gustav Hertz, keponakan Heinrich Hertz, bekerja
bersama-sama di Institut Fisika Universitas Berlin. Keduanya berasal dari Hamburg dan saling
mengenal satu sama lain ketika mengikuti perayaan hari mahasiswa (student days). Saat itu Hertz
merupakan seorang asisten sedangkan Franck adalah seorang Privatdozent, yaitu ilmuwan yang
memiliki hak untuk memberi kuliah, tetapi tidak memiliki jabatan guru besar.
Keduanya secara khusus tertarik pada peristiwa ionisasi. Untuk dapat mengukur energi
ionisasi ini, Franck dan Hertz membuat sebuah alat yang dapat mereka gunakan mempelajari
ionisasi yang dihasilkan dalam atom-atom sebuah gas atau uap oleh elektron yang dipancarkan
dari sebuah kawat panas melalui proses emisi termionik. Elektron ini kemudian dipercepat dalam
sebuah medan listrik sehingga energinya dapat diketahui dengan baik. Untuk sebuah elektron
dengan energi yang lebih kecil daripada energi ionisasi, Franck dan Hertz berharap tidak terjadi
perpindahan energi antara elektron dan atom-atom. Sebaliknya, untuk energi yang lebih besar,
mereka mengharapkan terjadinya kehilangan energi elektron yang besarnya sama dengan besar
energi ionisasi. [2]
Hasil eksperimen yang dilakukan berjalan sesuai dengan harapan. Mula-mula arus naik
dengan kenaikan potensial U hingga tercapai sebuah nilai potensial Uo. Setelah potensial Uo ini
tercapai, arus turun secara drastis tetapi arus ini segera meningkat kembali pada tegangan U =
2Uo, dan seterusnya. Nilai Uo yang dihitung oleh Franck dan Hertz adalah sebesar 4,9 V.
Franck dan Hertz menjelaskan hasil ini sebagai berikut. Pada saat energi elektron lebih
kecil dari Eo = eUo, elektron tidak dapat mengalami kehilangan energi dalam proses tumbukan
dengan atom-atom raksa. Saat elektron mencapai grid, energi yang dimilikinya cukup besar
untuk melawan medan yang timbul antara grid dengan elektrode luar. Pada tegangan yang sedikit
lebih besar dari Uo, elektron mencapai nilai energi Eo sebelum sampai di grid. Pada kondisi ini,
elektron akan kehilangan energi saat terjadi tumbukan, dan elektron tersebut tidak dapat lagi
memperoleh energi yang cukup dari medan untuk melawan medan yang bersifat menolak dari
luar grid. Oleh karena itu arus turun. Pada saat tegangan dinaikkan terus, peristiwa tumbukan
akan terjadi lebih awal yaitu di daerah dekat kawat asal lepasnya elektron. Dengan demikian,
setelah bertumbukan, elektron tersebut masih dapat memperoleh energi yang cukup untuk
mencapai elektrode yang lebih luar. Akibatnya arus akan naik lagi dan akan turun kembali saat
tegangan mencapai 2Uo, dan seterusnya. Berdasarkan hasil ini, Franck dan Hertz yakin bahwa
nilai Eo ini merupakan nilai energi ionisasi atom-atom raksa.
Dari eksperimen ini, Franck dan Hertz juga dapat menunjukkan bahwa energi Eo dapat
dihubungkan dengan frekuensi vo dengan menggunakan persamaan Eo = hvo, dimana h adalah
konstanta Planck. Dengan demikian, keduanya tidak hanya berhasil menunjukkan bahwa energi
kinetik elektron yang hilang akibat tumbukan dengan atom-atom raksa terjadi dalam bentuk
kuanta energi Eo, tetapi mereka juga berhasil menunjukkan bahwa kuanta energi ini sama dengan
energi cahaya yang dipancarkan oleh atom-atom yang sama jika interpretasi hipotesis kuantum
cahaya Einstein diterima. Pada eksperimen kedua yang dilakukan oleh kolaborasi ini, mereka
bahkan dapat menunjukkan bahwa mereka dapat mengeksitasi pemancaran sebuah spektrum
dengan sebuah garis tunggal berfrekuensi vo dengan menggunakan elektron yang memiliki
energi sedikit di atas Eo.
TEORI
Konsep atom Bohr mengatakan bahwa atom memiliki tingkat energi diskrit. Konsep Bohr
ini diverifikasi melalui eksperimen Franck-Hertz yang dilakukan pada tahun 1914 dengan
menembak atom yang terisolasi dengan elektron dan menunjukkan adanya energi diskrit elektron
yang hilang bergantung pada karakteristik setiap elemen. Selanjutnya, mereka mampu
menunjukkan bahwa penembakan elektron pada energi yang tepat akan menyebabkan emisi
optik pada spektrum frekuensi yang sesuai dengan energi itu. Percobaan ini melibatkan sebuah
tabung berisi gas bertekanan rendah yang dilengkapi dengan tiga elektroda: sebuah katoda
memancarkan elektron, sebuah grid untuk percepatan, dan anoda. Anoda memiliki potensial
listrik relatif sedikit negatif terhadap grid (meski pun positif dibandingkan dengan katoda),
sehingga elektron harus memiliki setidaknya energi kinetik untuk mencapai anoda setelah
melewati grid.
GAMBAR 1. Skema diagram perangkat Franck-Hertz.
Jika elektron masuk memiliki energi kinetik (EK) yang kurang dari perbedaan tegangan dengan
tingkat energi merkuri (ΔE), maka menghasilkan tumbukan elastis terlihat pada gambar 3. Ini
adalah kasus ketika EK lebih kecil 4,9 eV.
GAMBAR 3. EK lebih kecil 4,9 eV
Jika elektron memiliki EK sama dengan ΔE, atom merkuri menjadi dipercepat. Sebuah elektron
dibangkitkan dan seluruh energi elektron dipindahkan ke atom seperti pada gambar 4. Secara
implisit dianggap energi elektron dibentuk oleh energi kuantum yang unik. Atom bergerak tidak
stabil dan dalam interval waktu singkat, jatuh pada keadaan bawah dengan mengemisikan foton.
GAMBAR 4. Elektron memiliki EK sama dengan ΔE.
.Ketika EK elektron lebih besar dari ΔESebagai contoh, sebuah elektron dengan EK6 eV
menumbuk atom merkuri 4,9 eV dan elektron tetap dengan 1,1 eV seperti pada gambar5. Maka
elektron mengalami tumbukan elastis dengan atom merkuri lainnya sehinggakunduktivitas gas
meningkat. [1]
Sebuah atom dapat mengeksitasi ke tingkat energi di atas tingkat energi dasar yang
menyebabkan atom tersebut memancarkan radiasi melalui dua cara. Salah satunya adalah melalui
tumbukan dengan partikel lain. Sederetan eksperimen yang berdasarkan pada tumbukan
dilakukan oleh Franck dan Hertz yang dimulainya pada tahun 1914. Eksperimen ini
menunjukkan secara langsung bahwa tingkat energi atomik memang ada dan tingkat-tingkat ini
sama dengan tingkat-tingkat yang terdapat pada spektrum garis.
Franck dan Hertz menembaki uap berbagai unsur dengan elektron yang energinya diketahui
dengan rangkaian eksperimen Franck-hertz. Perbedaan potensial kecil Vo dipasang diantara kisi
dan keping pengumpul, sehingga setiap elektron yang mempunyai energi lebih besar dari harga
minimum tertentu memberi kontribusi (sumbangan) pada arus I yang melalui ammeter.
Kemampuan elektron untuk melewati grid dan mencapai anoda dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu:potensial pemercepat, potensial pelawan dan keadaan tumbukan antara molekul-molekul
gas dalam tabung.
Jika energi kinetik kekal dalam tumbukan antara elektron dan sebuah atom uap,
elektronnya hanya terpental dalam arah yang berbeda dengan arah datangnya. Pada proses ini,
atom hampir tidak kehilangan energi. Setelah energi kritis tercapai, arus keping menurun secara
tiba-tiba. Tafsiran dari efek ini adalah bahwa elektron yang bertumbukan dengan atom
memberikan sebagian atau seluruh energi kinetiknya untuk mengeksitasi atom ke tingkat energi
di atas tingkat dasar. Tumbukan semacam ini disebut tak elastik, sebagai lawan dari tumbukan
elastik yang berlangsung dengan energi kinetik kekal. [4]
Tujuan eksperimen adalah untuk menentukan energi eksitasi atom argon.
METODOLOGI EKSPERIMEN
Analisis Perhitungan
Hasil pengamatan
Analisis Perhitungan
Selisih tegangan antara ;
Selisih tegangan antara ;
Tegangan rata-rata;
Pembahasan
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah Percobaan Franck-Hertz yang bertujuan untuk
mengukur energi eksitasi atom Argon dimana prinsip kerja dari eksperimen ini yaitu ketika
elektron dipanaskan dengan sebuah filamen pemanas maka elektron-elektron tersebut akan
meninggalkan pelat katoda menuju pelat anoda dengan menembus sebuah kisi. Semua elektron
yang akan menembus sebuah kisi akan dipercepat dengan beda potensial pemercepat Vp yang
dapat diatur. Jika tegangan (Vp) terus dinaikkan dari nol, maka makin banyak elektron yang
akan mencapai pelat anoda, dan bersamaan dengan itu naik pula arus elektriknya yang ditandai
dari makin menyimpangnya jarum galvanometer. Elektron-elektron di dalam tabung dapat
menumbuk atom di dalam tabung tersebut (dalam hal ini digunakan atom Argon), namun tidak
ada energi yang digunakan dalam tumbukan ini, jadi tumbukannya adalah elastik sempurna.
Agar elektron dapat melepas energinya dalam suatu tumbukan dengan atom Argon, elektron
harus memiliki energi yang cukup untuk menyebabkan atom Argon terkuantisasi ke suatu
keadaan eksitasi. Dengan demikian apabila energi elektron sedikit lebih besar dari energy
eksitasinya (atau ketika tegangan mencapai puncak pertama) maka elektron akan melakukan
tumbukan tidak elastis dengan atom Argon, dan meninggalkan energi sebesar nilai eksitasi pada
atom Argon, sedangkan elektron setelah terjadi tumbukan dengan atom Argon memiliki energi
yang lebih rendah, tetapi setelah penurunan tegangan tersebut masih terdapat penyimpangan
pada jarum galvanometer maka dapat disimpulkan bahwa elektron masih mempunyai energi
untuk melewati kisi (tegangan penghalang) sehingga elektron masih dapat mencapai pelat anoda.
Jadi, apabila telah mencapai nilai energy eksitasinya, akan terjadi penurunan arus. Bila tegangan
(Vp) dinaikkan terus, arusnya akan naik kembali, dan kemudian akan turun lagi pada kelipatan
dari energi eksitasinya, proses ini akan kembali sesuai dengan kelipatan energi eksitasi dan
seterusnya, selain itu, jika tegangan (Vp) dinaikkan terus maka akan terjadi efek tumbukan
jamak (multiple collisions). Artinya, apabila telah mencapai energi eksitasi maka ia akan
mengeksitasi atom Argon dan akan terjadi penurunan energi dari elektron, tetapi sisa energi dari
elektron tersebut masih dapat digunakan lagi untuk mengeksitasi atom Argon. Berdasarkan
analisis data percobaan ini diperoleh nilai energi eksitasi atom Argon sebesar |4,5 ± 2| Volt .
Dengan demikian eksperimen ini memberikan kita suatu bukti langsung mengenai eksitasi
elektron. Grafik (lampiran) memberikan gambaran tingkat-tingkat eksitasi dari elektron yang
menunjukkan bahwa energi dari elektron itu bertingkat-tingkat (terkuantisasi) yang
mengukuhkan kebenaran dari teori kuantum.
SIMPULAN
Pada Eksperimen Franck-Hertz diperoleh nilai eksitasi atom Argon sebesar |4,5 ± 2| Volt.
REFERENSI
[1]Anonim. 2014. http://eksperimen-Franck-Hertz.html . Makassar: diakses pada tanggal 1
November 2014.
[2]Halliday, D dan Resnick, R. 1999. Physics (terjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto).
Jilid 2. Edisi 3. Penerbit Erlangga: Jakarta
[4]Subaer, dkk. 2014. Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika
Modern Jurusan Fisika FMIPA UNM.
Laporan Eksperimen Fisika Spektrum Garis Berbagai Jenis Atom
Abstrak. Telah dilakukan spectrum garis berbagai jenis atom dengan prinsip teori atom Bohr. Tujuan praktikum ini
adalah untuk menentukan panjang gelombang spectrum garis atom gas mulia dan logam.Praktikum dilakukan
dengan menggunakan tiga gas, yakni gas helium, neon dan natrium. Pengambilan data dilakukan dengan cara
menghimpitkan garis vertical pada spectrometer dengan garis warna yang terbentuk kemudian mengukur sudut yang
dibentuk melalui skala pada spectrometer. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa setiap atom
memancarkan spektrum warna yang berupa garis diskrit yang terdiri atas deretan warna yaitu ungu, nila, biru, hijau,
kuning, jingga, dan merah. Hasil analisis data menunjukkan bahwa panjang gelomabang spektrum warna tersebut
berturut-turut adalah ; ; ; ; ; ; .
Untuk pengamatan interval spektrum garis warna kuning yang pada atom Na diperoleh pada orde pertama
; sedangkan pada orde kedua sebesar 29,04 nm. Adanya perbedaan yang diperoleh antara teori dan eksperimen yang
disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam pengamatan spektrum warna serta seringnya pemadaman lampu
secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi data yang diperoleh.
KATA KUNCI: spektrum garis atom, teori atom Bohr, panjang gelombang, sudut angular.
PENDAHULUAN
Spektrum emisi yang dapat dihasilkan suatu atom dapat diamati dengan menggunakan alat
spektrometer, Spektrum garis membentuk suatu deretan warna cahaya dengan panjang
gelombang berbeda. Adanya spektrum garis yang dihasilkan setiap unsur yang terdiri atas
deretan warna dengan panjang gelombang yang berbeda-beda pertama kali diamati pada gas
hidrogen oleh Niels Bohr. Pada tahun 1900, J.J Thomson mengajukan model atom yang
menyerupai roti kismis. Menurut Thomson, atom terdiri dari materi bermuatan positif dan
didalamnya tersebar elektron bagaikan kismis dalam rotikismis. [1]
Ernest Rutherford telah dapat menunjukkan bahwa atom terdiri dari sebentuk awan
difus elektron bermuatan negatif mengelilingi inti yang kecil, padat, dan bermuatan
positif dengan elektron-elektron mengorbit inti seperti layaknya planet mengorbit matahari.
Namun demikian, model sistem keplanetan untuk atom menemui beberapa kesulitan. Pada tahun
1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori
kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum atom hidrogen. Bohr
mengemukakan teori baru mengenai struktur dan sifat-sifat atom. Teori atom Bohr ini pada
prinsipnya menggabungkan teori kuantum Planck dan teori atom dari Ernest Rutherford yang
dikemukakan pada tahun 1911[1].
Jika sebuah gas diletakkan di dalam tabung kemudian arus listrik dialirkan ke dalam
tabung, gas akan memancarkan cahaya. Cahaya yang dipancarkan oleh setiap gas berbeda-beda
dan merupakan karakterisktik gas tersebut. Cahaya dipancarkan dalam bentuk spektrum garis
dan bukan spektrum yang kontinyu. Kenyataan bahwa gas memancarkan cahaya dalam bentuk
spektrum garis diyakini berkaitan erat dengan struktur atom. Dengan demikian, spektrum garis
atomik dapat digunakan untuk menguji kebenaran dari sebuah model atom. [1]
Spektrum garis membentuk suatu deretan warna cahaya dengan panjang gelombang
berbeda. Untuk gas hidrogen yang merupakan atom yang paling sederhana, deret panjang
gelombang ini ternyata mempunyai pola tertentu yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan
matematis. Spektrum garis atom hidrogen berhasil dijelaskan oleh Niels Bohr, pada tahun 1913,
kemampuan teori atom Bohr menerangkan asal-usul garis spektrum merupakan salah satu hasil
yang menonjol, sehingga teori ini diterapkan pada spektrum atomik[1].
Fisika Kalasik gagal dalam menerangkan spektrum atom. Dari spektrum atom Hidrogen
maka dapat dirumuskan secara ekstrapolasi atau pengepasan (fitting) bahwa:
TEORI
Jika gas mulia dan uap logam yang bertekanan rendah (di bawah tekanan atmosfer)
dieksitasi, radiasi yang dipancarkan mempunyai spektrum yang berisi panjang gelombang
tertentu saja. Setiap unsur memperlihatkan spektrum garis yang unik. Spektrometer optik dapat
dipakai untuk menentukan panjang gelombang spektrum garis dari atom gas mulia dan uap
logam. [5]
Kisi digunakan untuk memisahkan garis spektrum. Cahaya terdifraksidikisi, panjang
gelombang yang sama mengalami superposisi dan menghasilkan intensitas maksimum.
Hubungan antara difraksi dan panjang gelombang adalah linear (sin α ~ λ) pada spektrum
normal. Kita dapat menentukan panjang gelombang yang datang dari suatu cahaya yang melalui
kisi dengan menggunakan spektrometer. Persamaan untuk menentukan panjang gelombang
spektrum garis adalah
Dengan : n = Orde Spektrum, = jumlahsudut antara garis spektrum kanan dan kiri, N =
jumlah gariskisi yang digunakan, dan λ = panjang gelombang. [5]
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui interval antara dua warna kuning Sodium D-Lines dengan nilai
Δλ = 0,72 nm (diukur pada n=1) dan Δλ = 0,67 nm (diukur pada n=2). Nilai rata-ratanya adalah
λ(D1) – λ(D2) = 0,70 nm[4]
METODOLOGI EKSPERIMEN
Alat yang digunakan pada eksperimen ini yaitu: Spektrometer optik, Kisi Rowland,
Transformer, 6 V AC, 12 V Ac dan Universal Choke, 230 V, 50 Hz. Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu: Spektrum lampu He, Na, dan Ne.
Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pengaturan atau penyetelan pada
spektrometer optik sebelum digunakan, selanjutnya dilakukan dua kali pengamatan yaitu:
pertama, untuk menentukan spektrum garis He dan Ne dan kedua, untuk Menentukan interval
antara dua baris Na-D
1 20.58 585.86
D1 (kanan)
2 43.67 575.42
1 21.40 608.13
D2 (kiri)
2 47.18 611.24
Analisis Data
Dimana:
Maka:
α= 1
+ 2
Kegiatan pertama
a) Lampu Helium (He)
Orde 1
Ungu
446.80 nm
Nila
462.61 nm
Biru
481.16 nm
Hijau
507.97 nm
Jingga
595.24 nm
Merah
676.57 nm
Orde 2
Ungu
424.26 nm
Biru
468.10 nm
Hijau
508.22 nm
Kuning
591.31 nm
Merah
675.67 nm
475.03 nm
Nila
nm
Biru
nm
Hijau
nm
Kuning
nm
Jingga
nm
Merah
nm
Kegiatan kedua
a) Orde 1
b) Orde 2
=
=
= 29.04 nm
Pembahasan
Pada percobaan ini memiliki tujuan untuk menetukan panjang gelombang spectrum garis
atom gas mulia dan logam. Dimana pada percobaan ini digunakan tiga senyawa saja yakni He,
Na, dan Ne. adapun metodologi dasar yang digunakan dalam percobaan ini yakni membuktikan
kemampuan teori atom Bohr yang menerangkan asal-usul garis spectrum merupakan salah satu
hasil yang menonjol, sehingga ini akan diterapkan pada spectrum atomik.
Pada percobaan spektrum garis yang telah kami lakukan di sini menggunakan kisi
Rowland yang berfungsi sebagai alat untuk mendifraksikan pancaran cahaya dari gas mulia dan
uap logam pada percobaan atau dengan kata lain digunakan untuk memisahkan garis spektrum
dari gas mulia maupun logam yang digunakan. Pada percobaan ini juga digunakan sumber
tegangan dari transformer dengan arus AC dan tegangan 6 volt. Adapun spektrometer optik yang
merupakan salah satu komponen alat yang sangat penting dalam percobaan ini dikarenakan alat
ini dapat dipakai untuk menentukan panjang gelombang spektrum garis dari atom gas mulia dan
uap logam.
Karena pada percobaan ini digunakan Percobaan spektrum garis berbagai jenis atom
yang mengacu pada teori atom Bohr, dimana atom yang digunakan yaitu gas mulia atom helium,
natrium dan neon maka gas mulia dan uap logam yang bertekanan rendah di bawah tekanan
atmosfer dieksitasi, kemudian radiasi yang dipancarkan mempunyai spektrum yang berisi
panjang gelombang yang berbeda-beda begitupun warna dari spektrum garis yang nampak
sewaktu percobaan adapun warna yang nampak pada percobaaan yakni ungu, nila, biru, hijau,
kuning, jingga, dan merah. Warna inilah yang praktikan dapatkan pada percobaan yang teramati
di lensa pengamatan pada alat spectrometer. Pada tabel hasil analisis data diperoleh panjang
gelombang untuk setiap spektrum warna. Adapaun hasil analisis yang praktikan dapatkan dari
hasil pengamatan yakni untuk panjang gelombang He didapatkan berturut-turut dari warna ungu,
nila, biru, hijau, jingga, dan merah pada orde pertama yakni 446,80 nm, 462,60 nm, 481,16 nm,
507, 97 nm, 595,24 nm, dan 676,57 nm. Untuk orde ke dua berturut-turut ungu, nila, biru,
kuning, hijau, jingga, dan merah yakni 457,52 nm, 479,05 nm, 499,19 nm, 710,56 nm, 590,28
nm, 662,15 nm, 668,15 nm sedangkan untuk Ne didapatkan berturut-turut dari warna ungu, nila,
biru, hijau, kuning, jingga, dan merah pada orde pertama yakni 475,03 nm, 497,43 nm, 527,19
nm, 543,30 nm, 595,92 nm, 615,03 nm, 645,19 nm. Untuk orde ke dua pada gas Ne pada
percobaan kami tidak memperoleh data apapun.
Sedangkan pada kegiatan gas Na dari hasil analisis kita peroleh inteval yakni untuk
ordepertama sebesar 22,27 nm dan pada orde kedua sebesar 29,04 nm.
Adapun panjang gelombang yang praktikan dapatkan pada percobaan spektrum garis ini,
terjadi sedikit penyimpangan dari teori yang ada untuk beberapa panjang gelombang tertentu
namun penyimpangannya itu tidak terlalu jauh, sehingga masih mendakati nilai teori yang ada.
Hal ini mungkin disebakan kurangnya ketelitian praktikan dalam menentukan jumlah sudut
antara garis spektrum kanan dan kiri pada percobaan. Perbandingan antara secara teori dan
eksperimen dapat kita lihat pada table di bawah ini:
TABEL 5. Analisis perbandingan panjang gelombang secara eksperimen dan referensi
No Warna
spektrum
1 Ungu 400
nm
2 Nila 445
nm
3 Biru 475
nm
4 Hijau 510
nm
5 Kuning 570
nm
6 Jingga 590
nm
7 Merah 650
nm
*catatan: Panjang gelombang spektrum warna berdasarkan eksperimen diperoleh dari rata-rata
spektrum warna pada setiap orde lampu He dan Ne.
Selain adanya perbedaan antara nilai teori dan eksperimen, juga terdapat beberapa
kesalahan yang terjadi pada proses pengamatan spektrum yang di mana pada pengamatan gas Na
pada orde pertama tidak terdapatnya warna kuning pada deretan spektrum warnanya, sedangkan
pada orde 2 warna nila dan jingga yang tidak Nampak pada deretan spektrum warna sedangkan
yang lain terlihat. Untuk gas Ne pada orde kedua sama sekali tidak ada warna yang terlihat. Hal
ini disebabkan karena praktikkan kurang dalam mengamati spektrum garisnya, kendala lain yang
mungkin penyebabnya karena pada saat pengambilan data sering terjadi pemadaman lampu
secara tiba-tiba sehingga mempengaruhi data yang diperoleh.
KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan analisis data yang praktikan dapatkan dalam laporan ini maka
panjang gelombang spektrum garis atom gas mulia He didapatkan berturut-turut dari warna
ungu, nila, biru, hijau, jingga, dan merah pada orde pertama 446,80 nm, 462,60 nm, 481,16 nm,
507, 97 nm, 595,24 nm, dan 676,57 nm. Untuk orde ke dua berturut-turut ungu, nila, biru,
kuning, hijau, jingga, dan merah yakni 457,52 nm, 479,05 nm, 499,19 nm, 710,56 nm, 590,28
nm, 662,15 nm, 668,15 nm sedangkan untuk Ne didapatkan berturut-turut dari warna ungu, nila,
biru, hijau, kuning, jingga, dan merah pada orde pertama yakni 475,03 nm, 497,43 nm, 527,19
nm, 543,30 nm, 595,92 nm, 615,03 nm, 645,19 nm. Untuk orde ke dua pada gas Ne pada
percobaan kami tidak memperoleh data apapun. Sedangkan pada kegiatan gas Na dari hasil
analisis kita peroleh inteval yakni untuk ordepertama sebesar 22,27 nm dan pada orde kedua
sebesar 29,04 nm.
REFERENSI
[1]Beiser, Arthur. 1995. Konsep Fisika Modern. Erlangga: Jakarta.
[2]Daud, M. Jasruddin. 2005. Pengantar Fisika Moder. Badan Penerbit UNM: Makassar
[3]Gamma D. Alfaro. 2013. Mantap Kuasai Konsep Fisika. Penerbit Andi: Yogyakarta.
[4]Krane, K. 1992. Fisika Modern (terjemahan). Jakarta : Universitas Indonesia.
[5]Subaer, dkk. 2014. Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika
Modern Jurusan Fisika FMIPA UNM. Universitas Negeri Makassar: Makassar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Untuk membangkitkan tenaga listrik dari cahaya matahari kita mengenal istilah sel surya. Namun
tahukah kita bahwa sel surya itu sebenarnya memanfaatkan konsep efek fotolistrik. Efek ini akan muncul
ketika cahaya tampak atau radiasi UV jatuh ke permukaan benda tertentu. Cahaya tersebut mendorong
elektron keluar dari benda tersebut yang jumlahnya dapat diukur dengan meteran listrik. Konsep yang
sederhana ini tidak ditemukan kemudian dimanfaatkan begitu saja, namun terdapat serangkaian proses
yang diwarnai dengan perdebatan para ilmuan hingga ditemukanlah definisi cahaya yang mewakili
pemikiran para ilmuan tersebut, yakni cahaya dapat berprilaku sebagai gelombang dapat pula sebagai
pertikel. Sifat mendua dari cahaya ini disebut dualisme gelombang cahaya.
Meskipun sifat gelombang cahaya telah berhasil diaplikasikan sekitar akhir abad ke-19, ada
beberapa percobaan dengan cahaya dan listrik yang sukar dapat diterangkan dengan sifat gelombang
cahaya itu. Pada tahun 1888 Hallwachs mengamati bahwa suatu keping itu mula-mula positif, maka
tidak terjadi kehilangan muatan. Diamatinya pula bahwa suatu keping yang netral akan memperoleh
muatan positif apabila disinari. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengamatan-pengamatan di atas
adalah bahwa cahaya ultraviolet mendesak keluar muatan litrik negatif dari permukaan keping logam
yang netral. Gejala ini dikenal sebagai efek fotolistrik. Uraian diatas merupakan pengantar untuk
memasuki sebuah penjelasan yang lebih detail dan mendalam tentang efek fotolistrik. Ada beberapa hal
yang akan dibahas oleh penulis disini seperti sejarah penemuan efek fotolistrik, sekilas tentang efek
fotolistrik, pengertian dan pengkajian mendalam tentang efek fotolistrik, soal-soal dan pembahasan dan
aplikasi efek fotolistrik dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat begitu banyak manfaat dari efek fotolistrik ini, tentunya akan kita ketahui melalui
pengkajian yang mendalam melalui materi ini dan harapan kita tentunya agar kita dapat
mengaplikasikannya atau minimal dapat menjelaskannya kepada orang disekitar kita tentang sebuah
fenomena fisika yang begitu memukau ini.
1.2.Tujuan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Efek fotolistrik adalah pengeluaran elektron dari suatu permukaan (biasanya logam) ketika
dikenai, dan menyerap, radiasi elektromagnetik (seperti cahaya tampak dan radiasi ultra ungu) yang
berada di atas frekuensi ambang tergantung pada jenis permukaan. Istilah lama untuk efek fotolistrik
adalah efek Hertz (yang saat ini tidak digunakan lagi). Hertz mengamati dan kemudian menunjukkan
bahwa elektrode diterangi dengan sinar ultraviolet menciptakan bunga api listrik lebih mudah.
Efek fotolistrik merupakan proses perubahan sifat-sifat konduksi listrik di dalam material karena
pengaruh cahaya atau gelombang elektromagnetik lain. Efek ini mengakibatkan terciptanya pasangan
elektron dan hole di dalam semikonduktor, atau pancaran elektron bebas dan ion yang tertinggal di
dalam metal.
Efek fotolistrik membutuhkan foton dengan energi dari beberapa electronvolts sampai lebih dari
1 MeV unsur yang nomor atomnya tinggi. Studi efek fotolistrik menyebabkan langkah-langkah penting
dalam memahami sifat kuantum cahaya, elektron dan mempengaruhi pembentukan konsep Dualitas
gelombang-partikel. fenomena di mana cahaya mempengaruhi gerakan muatan listrik termasuk efek
fotokonduktif (juga dikenal sebagai fotokonduktivitas atau photoresistivity ), efek fotovoltaik , dan efek
foto elektrokimia .
Sebelum menjelaskan mengenai fenomena efek fotolistrik, kita harus mengetahui sifat-sifat dari
cahaya. Menurut teori modern, cahaya merupakan bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik
dan juga merupakan sebuah partikel yang memiliki paket energi yang disebut dengan foton. Oleh karena
itu cahaya menganut dualisme gelombang-partikel, yaitu cahaya dapat berupa gelombang dan juga
dapat berupa partikel. Efek fotolistrik membantu menjelaskan mengenai dualisme ini. Albert Einstein
adalah orang yang menjelaskan mengenai efek ini dan meraih Nobel Prize In Physics pada tahun 1921.
Cahaya merupakan paket energi, maksudnya cahaya yang terdapat di alam memiliki energi yang
besarnya terkuantitas dan merupakan kelipatan dari bilangan bulat. Energi dari sebuah foton
didefinisikan dengan persamaan Planck yaitu , dimana h adalah konstanta Planck yang besarnya h =
6,625×10-34 J.s dan f adalah frekuensi dari foton (cahaya) tersebut.
Konsep penting yang dikemukakan Einstein sebagai latar belakang terjadinya efek fotolistrik
adalah bahwa satu elektron menyerap satu kuantum energi. Satu kuantum energi yang diserap elektron
digunakan untuk lepas dari logam dan untuk bergerak ke pelat logam yang lain. Hal ini dapat dituliskan
sebagai
E = W0 + Ekm
hf = hf0 + Ekm
Ekm = hf – hf0
Prinsip kerja dari efek fotolistrik adalah ketika cahaya menabrak lapisan logam tertentu,
kemudian elektron di dalamnya akan terhempas keluar. Elektron akan terhempas keluar hanya jika
energi dari cahaya lebih besar dari fungsi kerja logam. Pada efek fotolistrik, diperoleh bahwa banyaknya
elektron yang terlepas dari permukaan logam (katoda) sebanding dengan intensitas cahaya yang
menyinari permukaan logam tersebut.
Pada percobaan efek fotolistrik, ada batas frekuensi cahaya terendah yang menyebabkan
elektron di katoda melepaskan diri dari atom. Frekuensi terendah cahaya yang digunakan agar terjadi
peristiwa fotolistrik disebut frekuensi ambang. Oleh karena, frekuensi cahaya berkaitan erat dengan
energi foton, energi terkecil yang digunakan untuk menghasilkan arus elektron.
1. Hanya cahaya yang sesuai yang memiliki frekuensi yang lebih besar dari frekuensi tertentu saja yang
memungkinkan lepasnya elektron dari pelat logam atau menyebabkan terjadi efek fotolistrik (yang
ditandai dengan terdeteksinya arus listrik pada kawat). Frekuensi tertentu dari cahaya dimana elektron
terlepas dari permukaan logam disebut frekuensi ambang logam. Frekuensi ini berbeda-beda untuk
setiap logam dan merupakan karakteristik dari logam itu.
2. Ketika cahaya yang digunakan dapat menghasilkan efek fotolistrik, penambahan intensitas cahaya
dibarengi pula dengan pertambahan jumlah elektron yang terlepas dari pelat logam (yang ditandai
dengan arus listrik yang bertambah besar). Tetapi, Efek fotolistrik tidak terjadi untuk cahaya dengan
frekuensi yang lebih kecil dari frekuensi ambang meskipun intensitas cahaya diperbesar.
3. Ketika terjadi efek fotolistrik, arus listrik terdeteksi pada rangkaian kawat segera setelah cahaya yang
sesuai disinari pada pelat logam. Ini berarti hampir tidak ada selang waktu elektron terbebas dari
permukaan logam setelah logam disinari cahaya.
Salah satu penerapan efek fotolistrik dalam kehidupan adalah dalam dunia hiburan. Dengan bantuan
alat elektronika saat itu, suara dubbing film direkam dalam bentuk sinyal optik disepanjang pinggiran
keping film. Pada saat film diputar, sinyal ini dibaca kembali melalui proses efek fotolistrik dan sinyal
listriknya diperkuat dengan menggunakan amplifier tabung sehingga menghasilkan film bersuara.
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Sebelum mengkalibrasi kita mencabut dahulu kabel yang terpasang yaitu kabel K, A dan Ground
b. Mengatur nilai arus dengan menggunakan current calibration pada posisi nol
c. Lalu kemudian memsang kembali ke-3 kabel
Pengukuran
a. Untuk lubang bidik 2 mm
1.Pada jendela photo dioda, kita Menempatkan lubang bidik 2 mm diameter aperture dan filter 365 nm
2.Membuka Cap pada Mercury Lamp. Sehingga cahaya merkuri akan masuk pada photo dioda.
3.Menyusuaikan arus pada tombol current menunjukan angka nol
4.Mencatatat besarnya potensial yang terjadi pada tabel pengamatan.
5.Menutup jendela Mercury Lamp dengan cap
6.Mengganti filter 365 nm dengan filter 405 nm.
7.Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
8.Mengganti filter 405 nm dengan filter 436 nm.
9.Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
10. Mengganti filter 436 nm dengan filter 546 nm.
11. Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
12. Mengganti filter 546 nm dengan filter 577 nm.
13. Mengulangi langkah ke-2 s/d 5 pada perlakuan di filter 365 nm
14. Menutup Mercury lamp dengan cap
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
v= = 8,2 x 1014 Hz
v = =7,4 x 1014 Hz
v = = 6,8 x 1014Hz
v = =5,4 x 1014Hz
v = =5,1 x 1014Hz
a. Diameter 2 mm
No 𝜆 (nm) v(1014) V v.V (1014) v 2 (1028)
1 365 8,22 1,058 8,697 67,568
c. Diameter 8 mm
No 𝜆 (nm) v(1014) V v.V (1014) v 2 (1028)
4.3. Pembahasan
Efek fotolistrik merupakan proses perubahan sifat-sifat konduksi listrik di dalam material
karena pengaruh cahaya atau gelombang elektromagnetik lain. Efek ini mengakibatkan terciptanya
pasangan elektron dan hole di dalam semikonduktor, atau pancaran elektron bebas dan ion yang
tertinggal di dalam metal.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu, Filter optik yang berfungsi
sebagai penangkap sinar yang dipancarkan oleh mercury lamp dan meneruskannya dalam bentuk
gelombang menuju photodioda, Apertures berfungsi untuk menentukan bukaan seberapa kecil atau
besarnya bukaan lensa. Semakin besar bukaan lensa maka semakin besar pula cahaya yang masuk, dan
sebaliknya semakin sempit bukaan lensa maka semakin sedikit cahaya yang masuk. Cap berfungsi untuk
menutup jendela mercury lamp, Mercury Light Source Enclosure berfungsi sebagai Penguat saat
memiliki sensitivitas yang tinggi dan sangat stabil dalam rangka meningkatkan akurasi pengukuran,
Photodiode Enclosure berfungsi sebagai tempat keluar masuknya cahaya, Power Supply berfungsi
sebagai fungsi perangkat keras yang memberikan atau menyuplai arus listrik yang sebelumnya diubah
dari bentuk arus listrik yang berlawanan atau AC, menjadi arus listrik yang searah atau biasa disebut
sebagai arus DC. Fotolistrik Efek Aparatur berfungsi untuk menghasilkan efek arus fotolistrik, Banana-
plug Tali patch, Merah dan Biru berfungsi sebagai penghubung arus dari power supplay menuju photo
diode dan BNC Connector Cable berfungsi untuk menghubungkan Photodiode Enclosure
Pada percobaan ini kami menggunakan tiga ukuran untuk lubang bidik yaitu lubang bidik 2 mm,
4 mm, dan 8 mm yang kemudian dengan panjang gelombang yang ditentukan untuk setiap lubang bidik
berturut-turut yaitu 365 nm, 405 nm, 436 nm, 546 nm, dan 577 nm. Pada setiap panjang gelombang
akan ditentukan stopping potensialnya. Dimana pada saat cahaya dari lampu mercury mengenai panjang
gelombang yang telah ditempatkan pada jendela photodiode, maka panjang gelombang tersebut akan
memancarkan elektron yang diteruskan kedalam hingga akan menimbulkan arus listrik sebagai akibat
dari laju pancaran elektron. Kemudian untuk menentukan stopping potensialnya kita lakukan dengan
memutar skalar voltmeter sampai nilai yang ditunjukkan oleh ammeter tepat pada angka nol.
Adapun nilai potensial stopping yang kami dapatkan pada setiap perlakuan baik untuk lubang
bidik berdiameter 2 mm, 4 mm, dan 8 mm semua bernilai negatif (-), hal tersebut disebabkan
fotoelektrik efek aparatus, posisi tombol voltage diatur pada posisi 0 volt sampai -2 volt. Maksudnya
nilai voltage yang dapat diukur hanya potensial yang bernilai -2 volt sampai 0 volt.
Berdasarkan analisa data yang kami peroleh, nilai konstanta Planck yang untuk lubang bidik
berdiameter 2 mm yaitu sebesar 2,849 J.s untuk lubang bidik berdiameter 4 mm yaitu 6,987 J.s dan
untuk lubang bidik berdiameter 8 mm yaitu sebesar J.s . Dari hasil yang didapatkan, nilai konstanta
planck yang diperoleh berdasarkan perhitungan dengan rata-rata sebesar 5,852 J.s sedangkan pada
literature sebesar 6,625 J.s sehingga terdapat perbedaan selisih berapa angka.Hal tersebut dikarenakan
kurangnya ketelitian dalam mengamati nilai stopping potensial saat setelah mengatur penunjukan angka
nol pada penunjukan ammeter, pada saat melakukan kalibrasi alat kurang tepat.Selain itu, alat yang
digunakan (dalam hal ini fotodioda) ruangnya kurang hampa udara, sehingga masih ada terdapat
molekul-molekul udara yang dapat mengurangi energi elektron.
Dari hasil pengamatan yang kami peroleh, dapat disimpulkan bahwa panjang gelombang sangat
mempengaruhi nilai stopping potensial, dimana semakin besar panjang gelombang maka nilai stopping
potensial akan semakin rendah begitupula sebaliknya. Selain itu juga dapat diamati bahwa semakin
besar diameter lubang bidik, maka akan semakin besar nilai stopping potensial yang diperoleh. Hal
tersebut disebabkan karena berdasarkan teori gelombang cahaya, sebuah atom akan menyerap energi
dari gelombang elektromagnetik yang dating dan sebanding dengan luasnya yang menghadap kearah
gelombang datang.
Pada percobaan ini ada beberapa faktor yang menyebabkan tinggi atau rendahnya tegangan
yang diperoleh, kemudian juga cocok atau tidaknya konstanta planck yang didapatkan. Faktor-faktor
tersebut antara lain intensitas cahaya yang diberikan, lalu panjang gelombang yaitu yang terdapat pada
filter warnanya (merah, kuning, hijau, dan biru), dan stopping potensialnya. Telah diketahui bahwa
pemasangan filter warna untuk mengetahui pengaruh panjang gelombang terhadap efek fotolistrik yang
nantinya digunakan untuk mencari nilai konstanta Planck. Maka semakin besar panjang gelombangnya,
energi yang dihasilkan juga akan semakin kecil, karena energi pada hal ini besarnya sama dengan
tegangan yang dicari, oleh karena itu ketika menggunakan filter warna merah yang juga telah diketahui
bahwa memiliki panjang gelombang yang besar, akan dihasilkan tegangan yang kecil. Kemudian untuk
intensitas cahaya yang diberikaan dengan menggunakan empat variasi, dengan menggunakan intensitas
cahaya yang rendah maka akan didapatkan tegangan yang rendah pula, tetapi apabila menggunakan
intensitas yang besar maka tengangan pun ikut bertambah besar. Dapat dikatakan bahwa intensitas
sebanding dengan energi yang dihasilkan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Efek fotolistrik adalah munculnya arus listrik akibat permukaan suatu bahan logam disinari. Arus
listrik yang muncul ini adalah arus electron yang bermuatan negative.Sinar yang dating
dipermukaan bahan adalah menyebabkan electron dan bahan keluar dan lepas dari bahan.
2. Berdasarkan analisa data dari hasil pengamatan, adapun nilai konstanta planck yang kami
peroleh adalah:
5.2.Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan atau praktikum disesuaikan dengan materi perkuliahan,
karena fakta dalam lapangan lain materi yang disampaikan oleh dosen lain pula yang dipraktekkan.
Sehingga jangan heran mahasiswa kurang tau tentang materi yang dipraktekkan.
EFEK FOTOLISTRIK
Heri Setiawan, Alimuddin Hamsah P., Anuhgraini Jumaru, Nurfadia Adlina, Nurfitrah H,
Yuliastuti
Abstrak. Telah dilakukan experimen dengan judul “Efek Fotolistrik” yang bertujuan untuk mengamati perilaku
cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum dan menentukan besarnya konstanta planck. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengamati pengaruh intensitas cahaya terhadap perubahan arus yang terbaca pada perangkat
percobaan serta mengamati pengaruh frekuensi terhadap potensial penghenti. Berdasarkan hasil pengamatan
diperoleh bahwa intensitas cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap arus dan semakin besar
frekuensi yang diberikan, maka potensial penghenti juga semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa cahaya
berperilaku sebagai partikel sesuai dengan teori kuantum. Selain itu, dari hasil experimen diperoleh nilai konstanta
planck sebesar . Nilai ini belum menunjukkan kesesuaian dengan konstanta planck berdasarkan teori, yakni sebesar .
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan suatu logam ketika
disinari oleh cahaya, ketika frekuensi cahaya yang diberikan melewati frekuensi ambang logam
tersebut. Gejala ini pertama kali ditemukan oleh Hertz pada tahun 1887 ketika
mendemonstrasikan keberadaan gelombang elektromagnetik. Pada alat eksperimennya yang
terdiri atas sebuah antena pemancar gelombang (transmitter) dan penerima gelombang
(receiver), Hertz mengamati bahwa percikan bunga api yang timbul pada receiver akan lebih
mudah terjadi jika elektrode tempat terjadinya percikan bunga api itu disinari dengan cahaya
yang berasal dari percikan bunga api pada bagian pemancar.
Sebelum penemuan Hertz ini, efek fotolistrik pertama kali dijelaskan berdasarkan paham
cahaya sebagai gelombang bahwa adanya perubahan intensitas akan mempengaruhi transfer
energi dari cahaya ke elektron namun, kenyataannya berdasrkan hasil eksperimen ditemukana
danya fakta-fakta yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan paham tersebut, yang kemudian
dijelaskan berdasarkan paham cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum, dimana
meningkatnya frekuensi mempengaruhi transfer energi dari cahaya ke elektron sedangkan
intensitas cahaya tidak berpengaruh.
Analisis semi-kuantitatif efek fotolistrik pertama kali dilakukan oleh Philips Lenard pada
tahun 1902. Dalam eksperimennya, Lenard menggunakan sebuah tabung kaca yang divakumkan
yang di dalamnya terdapat dua buah elektrode. Satu dari elektrode ini disebut katode cahaya
yang terbuat dari bahan aluminium. Katode ini disinari dengan cahaya. Elektrode lainnya,
disebut anode, diberi potensial listrik U yang lebih negatif terhadap katode. Jika elektron yang
bermuatan negatif dapat melewati beda potensial antara kedua elektrode ini, maka akan
terdeteksi arus pada rangkaian luar tabung. Selanjutnya Einstein dengan menggunakan gagasan
kuanta Planck memberikan penjelasan teoritis terhadap hasil pengamatan gejala fotolistrik.
Eksperimen ini selanjutnya dilakukan untuk mengamati perilaku cahaya sebagai partikel
menurut teori kuantum dan menentukan besarnya konstanta planck, melaui dua kegiatan.
Kegiatan pertama dilakukan dengan mengamati pengaruh intensitas cahaya yang diberikan
terhadap perubahan arus yang terbaca pada perangkat experimen efek fotolistrik yang
diguanakan, untuk kegiatan kedua dilakukan dengan mengamati pengaruh frekuensi terhadap
potensial penghenti.
Penentuan nilai konstanta Planck dapat dilakukan dengan menggunakan teori Planck. Pada
dasarnya ponstulat yang dikemukan oleh Einstein yaitu cahaya terdiri atas paket-paket energi
atau foton yang bergerak dengan kecepatan cahaya, apabila frekuensi cahaya adalah v maka
energi foton adalah E = hv, dalam proses fotolistrik satu foton diserap sepenuhnya oleh elektron
pada permukaan logam. Dari ponstulat einstein ini dapat menjadi referensi untuk mengukur
konstanta Planck.
TEORI
Pada experimen efek fotolistrik, berkas cahaya ditembakkan ke permukaan logam yang
diletakkan di dalam suatu tabung vakum sehingga elektron terpencar keluar dari permukaan,
Seperti terlihat pada gambar berikut:
GAMBAR 1. Rangkaian experimen efek Fotolistrik
Di dalam emisi fotolistrik, cahaya yang menumbuk sebuah benda menyebabkan elektron
terlepas.
Model gelombang klasik meramalkan bahwa ketika intensitas cahaya dinaikkan, amplitudo
dan energi cahaya juga bertambah. Hal ini akan menyebabkan semakin banyak fotoelektron
energitik yang dipancarkan. Akan tetapi, menurut teori kuantum, kenaikan frekuensi cahaya akan
menghasilkan fotoelektron dengan energi yang membesar, tidak bergantung pada intensitas. Bila
intensitas cahaya bertambah, jumlah elektron yang dipancarkan juga bertambah.
Dengan menggunakan teori Planck, Einstein menemukan gejala efek fotolistrik dengan
persamaan:
(1)
dengan = energi kinetik maksimum (eV), dan = fungsi kerja logam (eV). Persamaan (1)
memungkinkan pengukuran konstanta Planck dengan analisis sebagai berikut. Cahaya dengan
energi menabrak elektron katode di dalam tabung hampa. Elektron memanfaatkan energi
minimum untuk melepaskan diri dari katoda, beberapa elektron keluar dengan energi maksimum
. Umumnya, elektron tersebut dapat mencapai anoda dan dapat diukur sebagai arus
fotoelektron. Akan tetapi dengan menerapkan potensial balik Vs antara anoda dan katoda, arus
fotolistrik dapat dihentikan. Ekmax dapat ditentukan dengan mengukur potensial balik minimum
yang diperlukan untuk menghentikan fotoelektron dan mengurangi arus fotolistrik hingga
mencapai nol. Hubungan antar energi kinetik dan potensial penghenti diberikan oleh:
(2)
Dengan mensubstitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (2) diperoleh persamaan Einstein,
(3)
METODOLOGI EKSPERIMEN
Alat dan bahan yang digunakan pada eksperimen ini yaitu: perangkat pengukuran
konstanta planck PC-101, dan 5 buah filter warna (merah, jingga, kuning, hijau, biru). Selain itu
digunakan tisu pada saat mengganti filter dalam eksperimen.
Metode penelitian dilakukan dengan penyetelan perangkat pegukuran konstanta Planck
PC-101 sebelum digunakan dengan mengatur posisi sumber cahaya dari sensor sejauh 35 cm
serta posisi pengali arus pada x0,01, selanjutnya dilakukan dua kegiatan yaitu: untuk mengetahui
pengaruh intensitas terhadap arus dan untuk mengetahui pengaruh frekuensi terhadap potensial
penghenti.
Kegiatan Pertama, untuk mengetahui pengaruh intentensitas terhadap arus dilakukan
dengan meletakkan filter biru pada jendela tabung selanjutnya mengatur intensitas cahaya
sampai terbaca arus pada layar, serta mengukur potensial penghenti pada posisi tersebut. Setelah
diperoleh potensial penghenti pada posisi tersebut, selanjutnya mengatur potensial penghalang
pada tiga keadaan yaitu: potensial penghalang lebih kecil dari potensial penghenti (V<Vs),
potensial penghalang sama dengan potensial penghenti (V=Vs) dan potensial penghalang lebih
besar dari potensial penghenti (V>Vs), kemudian menaikkan intensitas cahaya pada masing-
masing keadaan serta mengamati perubahan pada arus sehingga akan diperoleh tiga data.
GAMBAR 2. Perangkat experimen efek fotolistrik
Hasil Pengamatan
Kegiatan Pertama
TABEL 1. Hasil Pengamatan Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Arus
Warna Pengaruh
Keadaan Intensitas
Filter Cahaya
V<Vs √
Biru V=Vs -
V>Vs -
Kegiatan Kedua
TABEL 2. Hasil Pengamatan Pengaruh panjang Gelombang terhadap Potensial Penghenti
Panjang Potensial
Filter Frekuensi
Gelombang henti
Warna (x10-14Hz)
(nm) (volt)
Merah 635 4,72 0,36
Jingga 570 5,26 0,63
Kuning 540 5,56 0,75
Hijau 500 6,00 0,89
Biru 460 6,52 1,05
Analisis Data
GAMBAR 3. Grafik hubungan antara potensial penghenti dengan frekuensi
dimana,
Pembahasan
Pada percobaan kali ini yaitu Percobaan Efek Fotolistrik yang bertujuan untuk mengamati
perilaku cahaya sebagai partikel menurut teori kuantum serta untuk menentukan konstanta
Planck. Dimana pada percobaan ini dibagi menjadi dua kegiatan. Pada kegiatan pertama,
dilakukan pengamatan pengaruh intensitas cahaya terhadap kuat arus. Pada kegiatan ini terdapat
tiga keadaan yang berbeda, yaitu ketika potensial penghalang dibuat lebih kecil, sama besar, dan
lebih besar dari potensial penghenti. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ketiga keadaan
tersebut diperoleh bahwa perubahan arus terjadi pada saat potensial penghalang lebih kecil dari
potensial penghenti (V<Vs) namun tidak terlalu signifikan, sedangkan pada saat potensial
penghalang sama besar dan lebih kecil dari potensial penghenti tidak ada perubahan arus. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan intensitas cahaya tidak mempengaruhi kenaikan arus.
Sedangkan untuk kegiatan kedua, dilakukan pengamatan terhadap pengaruh frekuensi
terhadap potensial penghenti. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa semakin besar
frekuensi yang diberikan maka semakin besar pula potensial penghentinya.
Berdasarkan hasil analisis grafik dari data yang diperoleh pada kegiatan kedua, didapatkan
nilai konstanta planck sebesar . Nilai ini tidak mendekati nilai konstanta planck secara teori,
yakni sebesar . Hal ini terlihat dari %diff yang cukup tinggi yaitu sebesar 8,99%. Sedangkan
untuk nilai fungsi kerja diperoleh . Adanya perbedaan yang sangat jauh antara konstanta planck
secara teori dan yang diperoleh dari analisis grafik dipengaruhi dari perolehan data yang
didapatkan pada saat praktikum yang kurang akurat, karena disadari pada saat pengambilan data
tidak stabilnya tegangan sehingga lampu yang digunakan sering tidak sesuai dengan yang
diinginkan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil experimen dapat disimpulkan bahwa cahaya berperilaku sebagai partikel
menurut teori kuantum. Hal ini terlihat dari tidak adanya perubahan arus yang cukup signifikan
akibat perubahan intensitas cahaya. Namun ketika frekuensi dirubah, potensial penghentinyapun
ikut berubah. Selain itu, penentuan konstanta planck yang diperoleh berdasarkan hasil analisis
grafik sebesar tidak menunjukkan kesesuaian dengan konstanta planck berdasarkan teori, yakni
sebesar .
REFERENSI
Beiser, Arthur. 2003. Concepts of Modern Physics – Sixth Edition. McGraw-Hill. New York.
Subaer, dkk. 2014. Penuntun Praktikum Eksperimen Fisika I Unit Laboratorium Fisika Modern
Jurusan Fisika FMIPA UNM.
Sutopo. 2005. Pengantar Fisika Kuantum. Jurusan Fisika FMIPA UM. Malang.
KARYA TULIS ILMIAH
“LIMBAH KULIT PISANG SEBAGAI SUMBER ARUS LISTRIK”
Diujikan sebagai salah satu tugas kelompok pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
Sarah Aftina
Tita Nurlita
Wida Indriani
TAHUN 2015
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah : Limbah Kulit Pisang Sebagai Sumber Arus Listrik
Sarah Aftina
Tita Nurlita
Wida Indriani
Karya tulis ini telah disahkan pada tanggal 18 Januari 2015 Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
NIP.196804142025012002 NIP.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Alloh Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunianya Kami di berikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelsaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah
yang berjudul “Limbah Kulit Pisang Sebagai Sumber Arus Listrik”. Karya ini dapat terselesaikan dengan
baik karena dukungan dan partisipiasi yang baik dari berbagai pihak oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada Bu Hj.Mutmainah,S.Pd sebagai pembimbing I dan Bapak Atep Hasan
Johari,S.Pd sebagai pembimbing II.
Karya ilmiah ini merupakan hasil kerja penulis dengan mengumpulkan data yang bersangkutan dan
melakukan uji coba secara sederhana untuk dapat menyelesaikannya. Karya Ilmiah ini diajukan sebagai
tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas XI Semester I. Untuk karya ilmiah ini, penulis
menentukan tema “Limbah Kulit Pisang Sebagai Sumber Arus Listrik.
Kami menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, banyak kekurangan dan masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pra pembaca
agar kami dapat membuat karya ilmiah yang lebih baik lagi. Kami pun berharap agar karya ilmiah ini,
memberikan manfaat bagi pembaca dan masyarakat secara umum.
DAFTAR ISI
Halaman pengesahan……………………………………………………………………………
Kata pengantar…………………………………………………………………………………i
Daftar isi…………………………………………………………………………………….…ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang…………………………………………………………………………..…1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………………..2
BAB II METODOLOGI
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………10
5.2 Saran……………………………………………………………………………………10
Lampiran……………………………………………………………………………………..12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………….13
BAB I
PENDAHULUAN
Energi Listrik merupakan salah satu energi yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia.
Bayangkanlah bagaimana jadinya jika tidak listrik, dunia akan gelap pada malam hari, tidak ada
komunikasi, tidak ada penerangan, tidak dapat melihat televisi, dan tidak tahu dunia luar. Oleh karena
itu, manusia menjadikan energi listrik sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaan energi listrik dari tahun ke tahun semakin meningkat, sementara itu energi listrik yang
berasal dari minyak bumi, gas alam dan batu bara sangat terbatas, dikarenakan bahan-bahan tersebut
tidak dapat diperbaharui. Hal ini mengakibatkan banyak para ilmuan yang mencari energi alternatif
yang dapat menghasilkan arus listrik. Sekarang ini telah banyak energi alternatif yang dapat menjadi
sumber arus listrik seperti energi dari cahaya matahari, angin, air dan bahan bakar bio. Selain itu ada
pula sumber energi yang dihasilkan dari tumbuhan misalnya dari limbah kulit pisang.
Banyak orang yang menyukai pisang, karena rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut. Namun
banyak orang hanya memanfaatkan daging buahnya saja, sedangkan Kulit nya sering di buang dan
dianggap sebagai limbah yang tidak berguna. Padahal limbah kulit pisang memiliki banyak manfaat salah
satunya dapat digunakan sebagai sumber arus listrik.
Pemanfaatan limbah kulit pisang dapat menjadi alternatif untuk membantu mengurangi masalah yang
berhubungan dengan energi listrik, Oleh karena itu, dalam Karya Tulis Ilmiah ini kami mengangkat judul
“Limbah Kulit Pisang Sebagai Sumber Arus Listrik”.
1.Apa saja kandungan yang terdapat dalam kulit pisang sehingga dapat menghasilkan arus listrik?
3.Bagaimana cara pengolahan limbah kulit pisang sehingga dapat mengahasilkan arus listrik?
1.Mengetahui kandungan yang terdapat dalam kulit pisang yang bersifat elektrolit
3.Mengetahui cara pengolahan limbah kulit pisang sehingga mengghasilkan arus listrik.
BAB II
METODOLOGI
Proses pembuatan baterai dari kulit pisang serta uji performanya dilaksanakan di Madarasah Aliyah
negeri ciparay, Kabupaten Bandung. Waktu pelaksanaan dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2014.
Alat :
1.obeng
2. pisau
3. kabel
4. lampu LED
5.Avometer
Bahan:
1.Kulit Pisang
2.Baterai Bekas
2.3 Cara Kerja
3.Setelah isi dari baterai bekas di keluarkan masukan kulit pisang yang telah di tumbuk baterai(blender).
Kulit pisang mempunyai tegangan listrik karena kulit pisang mengandung beberapa mineral yang
dapat berfungsi sebagai elektrolit (penghantar arus listrik). Mineral dalam jumlah terbanyak adalah
potassium atau kalium (K+). Kulit pisang juga mengandung garam sodium yang mengandung klorida (Cl-)
dalam jumlah sedikit. Reaksi antara kalium (K+) dan garam sodium dapat membentuk kalium klorida
(KCl). KCl merupakan elektrolit kuat yang mampu terionisasi dan menghantarkan arus listrik.
Kulit pisang juga mengandung Magnesium (Mg) dan Seng (Zn). Magnesium dapat bereaksi
dengan klorida dan menjadi elektolit kuat.jumlah Magnesium hanyalah 15% dari keseluruhan. Kulit
pisang juga mengandung Seng yang merupakan elektroda positif. Jumlah kandungan Seng pada kulit
pisang hanya mencapai 2%. Sehingga mineral yang paling berperan dalam menghantarkan arus listrik
adaah Potassium atau Kalium yang bereaksi dengan garam sodium
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kulit adalah lapisan yang ada di luar sekali. Pisang
adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku
Musaceae. Buah pisang tersusun atas tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari yang
disebut sisir. Hampir semua kulit pisang berwarna kuning ketika matang,meskipun ada beberapa yang
berwarna jingga, merah, hijau bahkan hitam.
Ordo : Zingiberales
Genus :Musa
Magnesiu (%) 15
Vitamin : 0,12
B (mg/100gr) 17,5
C (mg/100gr)
Arus listrik adalah aliran muatan listrik. Arus listrik mengalir dalam suatu rangkaian karena
adanya beda potensial antara dua titik dalam rangkaian yaitu dari titik berpotensial tinggi ke titik
bepotensial rendah syarat adanya arus listrik mengalir diantaranya harus ada beda pontensial, sumber
tegangan dan penghantar yang menghubungkan beda potensial sumber arus listrik adalah zat yang
dapat menghasilkan beda potensial atau arus listrik atau gaya gerak listrik atau sumber arus listrik.
Gaya gerak listrik sering juga disebut tegangan. Satuan gaya gerak listrik adalah volt (V). Ggl
diberi lambang E. Misal pada kulit luar baterai tercantum label 1,5 V, ini menunjukkan besarnya ggl yang
dibangkitkan oleh baterai tersebut. Jadi, ggl merupakan beda potensial antara kutub-kutub sebuah
sumber listrik (baterai) saat sumber tidak mengalirkan listrik (saklar terbuka).
Dalam mengukur besarnya kuat arus listrik kita dapat menggunakan Hukum Ohm.
Hukum Ohm berbunyi” kuat arus listrik pada suatu beban listrik berbanding lurus dengan tegangan dan
berbanding terbalik dengan hambatan.” lambang dari hambatan adalah R lambang dari arus adalah I
dan lambang dari tegangn adalah V .Berdasarkan hukum Ohm di atas dapat diambil rumus berikut ini:
R =besar hambatan( Ω)
V= besar tegangan(V)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Limbah kulit pisang sangat mudah sekali ditemukan di daerah Indonesia. Pisang biasanya hanya
dimanfaatkan daging buahnya saja. Padahal selain daging, pelepah, serta daunnya ternyata kulit pisang
juga memiliki banyak manfaat. Di dalam kulit pisang mengandung beberapa mineral yang dapat
berfungsi sebagai elektrolit. Mineral dalam jumlah terbanyak adalah potassium atau kalium (K+) dan kulit
pisang juga mengandung garam sodium yang mengandung klorida (Cl-) dalam jumlah sedikit. Reaksi
antara potassium atau kalium dan garam sodium dapat membentuk kalium klorida atau KCl. Pisang juga
mengandung Magnesium dan Seng. Magnesium (Mg) dapat bereaksi dengan diklorida dan menjadi
elektrolit kuat. Jumlah Magnesium hanyalah 15 % dari jumlah pisang keseluruhan dan jumlah
kandungan Seng dalam pisang hanya mencapai 2 %. Sehingga mineral yang paling berperan dalam
menghantarkan listrik adalah potassium atau kalium, yang bereaksi dengan garam sodium.
4.2 Saran
1. Para pembaca dapat memanfaatkan kulit buah pisang yang selama ini sangat sedikit pemanfaatannya
dapat dikembangkan menjadi suatu objek yang sangat bermanfaat seperti sebagai sumber arus listrik.
2. Para pembaca diharapkan jangan membuang kulit pisang sembarangan dan lebih memanfaatkannya
sebagai sumber energi yang efektif .
LAMPIRAN
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.cetakan keempat.
Jakarta: Balai Pustaka.
Hidayati, Nur dan Anis Wardani. 2006. Kimia SMA/MA Kelas XII. Jakarta: PT Pustaka Insan Madani
http://smpn1baturaden.wordpress.com/2009/05/15/kir-pemanfaatan-kulit-pisang-sebagai-bahan baku-
baterai-kering/