Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

INTERFERENSI
Memenuhi tugas mata kuliah:
Gelombang Optik

Dosen Pengampu :
Husni Cahyadi Kurniawan, S.Si, M.Si.

Disusun oleh :
1. Dessy Fitriana Sari (12211193009)
2. Sochifatul Chabibah (12211193046)
3. Nur Faizah Amilia (12211193073)
4. Bregi Berliana (12211193075)
5. Diana Choirinnisa (12211193076)
6. Devi Wulandari (12211193080)

JURUSAN TADRIS FISIKA 3A


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah "Gelombang dan Optik" dalam bentuk makalah dengan judul “Interferensi”. Sholawat
serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad,
SAW.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul "Interferensi" ini, masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami berharap dari makalah yang kami susun ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Tulungagung, 24 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 2
1.3 Tujuan Masalah………………………………………….2
BAB II : PEMBAHASAN ................................................................. 3
2.1 Interferensi dan Koherensi ............................................... 3
2.2 Interferometer Pembelahan Muka Gelombang ................ 8
2.3 Interferometer Pembelahan Amplitudo.......................... 15
BAB III : PENUTUP ....................................................................... 22
3.1 Kesimpulan .................................................................... 22
3.2 Saran……………………………………………………25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu fisika merupakan ilmu dasar dari perkembangan teknologi. Dari era Newton
(fisika klasik) hingga sekarang (fisika modern) telah banyak sumbangan ilmu fisika bagi
perkembangan teknologi. Apabila suatu bangsa bercita-cita untuk maju teknologinya, maka
penguasaan bidang ilmu fundamental seperti fisika hendaklah diperkuat. Guru seharusnya
membuat pembelajaran fisika di bangku sekolah lebih menarik. Salah satu materi fisika
yang diajarkan pada siswa SMA adalah interferensi celah ganda. Materi ini hendak
menjelaskan kepada siswa bahwa cahaya memiliki sifat gelombang.
Cahaya tampak menarik untuk dipelajari karena dapat dirasakan oleh mata manusia
secara langsung. Efek interferensi pada gelombang cahaya tampak tidak mudah untuk
diamati karena panjang gelombang mencapai sekitar 4×10-7 m sampai 7×10-7 m. Untuk
menentukan panjang gelombang cahaya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode
difraksi menggunakan kisi difraksi dan interferensi. Metode pengukuran panjang
gelombang cahaya dengan celah banyak untuk menghasilkan pengukuran panjang
gelombang dengan ralat yang lebih kecil dan diperoleh analisis pola-pola interferensi
cahaya tampak.
Metode lain untuk menentukan panjang gelombang adalah interferometer Fabry-
Perot. Selain itu, terdapat metode interferometer Michelson yang juga digunakan untuk
mengukur panjang koherensi laser. Interferometer Michelson pada awalnya digunakan
untuk mengukur panjang gelombang dari berkas cahaya. Pada perkembangannya
interferometer Michelson dapat digunakan untuk mengukur indeks bias, ketebalan bahan,
konsentrasi larutan. Pada prinsipnya, interferometer Michelson mampu mengukur
perubahan pengukuran dalam nilai yang kecil, akan tetapi dibatasi oleh perubahan orde
pola frinji pada interferensi yang terjadi.
Superposisi gelombang merupakan penjumlahan dua gelombang atau lebih yang
dapat melintasi ruang sama tanpa ada ketergantungan satu gelombang dengan yang lain.
Jika pada suatu tempat bertemu dua buah gelombang, maka resultan gelombang di tempat
tersebut sama dengan jumlah dari kedua gelombang tersebut. Peristiwa ini disebut sebagai
prinsip superposisi linier. Siswa sekolah menengah atau mahasiswa di perguruan tinggi
biasanya melakukan eksperimen interferensi cahaya mengenai percobaan Young untuk
melihat bahwa cahaya juga memiliki sifat gelombang.
1
Metode interferensi cahaya dapat digunakan untuk mengetahui besaran-besaran
lain, misalnya panjang gelombang sumber cahaya. Interferensi cahaya itu sendiri adalah
perpaduan dua atau lebih sumber cahaya sehingga menghasilkan keadaan yang lebih terang
(interferensi maksimum) dan keadaan yang gelap (interferensi minimum). Syarat terjadinya
interferensi cahaya adalah cahaya tersebut harus koheren yaitu keadaan dua sumber cahaya
atau lebih yang mempunyai frekuensi, amplitudo dan beda fase yang tetap (Halliday &
Resnick 2003).
Prinsip interferensi adalah jika dua gelombang yang merambat dalam arah yang
sama (hampir sama) dengan beda fase yang tetap konstan terhadap waktu, maka dapat
terjadi keadaan sedemikian rupa sehingga energinya tidak didistribusikan secara merata,
tetapi pada titik-titik tertentu dicapai harga maksimum, dan pada titik-titik lain dicapai
harga minimum. Interferensi cahaya ini banyak digunakan untuk mengukur panjang
gelombang cahaya seperti yang dilakukan oleh Sugito (2005), Handayani (2014), dan
Tsalatsin & Masturi (2014). Sugito (2005) dan Handayani (2014) menggunakan kamera
untuk menangkap pola interferensi cahaya yang dihasilkan. Hasil tangkapan kamera hanya
dapat digunakan untuk mengukur jarak antar pola namun tidak dapat mengukur intensitas
pola interferensi yang dihasilkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan interferensi dan koherensi?
1.2.2 Apa yang terjadi di interferometer muka gelombang?
1.2.3 Apa uang dimaksud interferensi muka gelombang?

1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami pengertian dari interferensi dan koherensi.
1.3.2 Memahami pengertian interferometer muka gelombang.
1.3.3 Memahami pengertian interferensi muka gelombang

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Interferensi dan Koherensi
2.1.1 Interferensi
Interferensi adalah interaksi antar gelombang di dalam suatu daerah. Interferensi
dapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat membangun jika beda fase kedua
gelombang sama dengan nol, sehingga gelombang baru yang terbentuk adalah
penjumlahan dari kedua gelombang tersebut.1 Bersifat membangun (interferensi
konstruktif) jika beda fase kedua gelombang sama sehingga gelombang baru yang
terbentuk adalah penjumlahan dari kedua gelombang tersebut. Bersifat merusak
(interferensi destruktif) jika beda fasenya adalah 180°, sehingga kedua gelombang saling
menghilangkan. Agar hasil interferensinya mempunyai pola yang teratur, kedua
gelombang cahaya harus koherensi.
Interferensi cahaya dapat terjadi apabila terdapat dua atau lebih berkas sinar yang
bergabung pada satu titik. Jika cahayanya tidak berupa berkas sinar, maka penampakan
interferensinya akan sulit untuk diamati. Interferensi akan terjadi apabila empat syarat di
bawah ini terpenuhi, yaitu:
a. Kedua gelombang cahaya haruslah koheren, dalam arti bahwa kedua
gelombang cahaya haruslah memiliki beda fase yang selalu tetap.
b. Kedua sinar atau cahaya yang dipancarkan haruslah yang memiliki
frekuensi yang sama.
c. Kedua gelombang cahaya haruslah memiliki amplitudo yang hampir sama.
d. Interferensi terjadi pada cahaya yang terpolarisasi linier atau polarisasi lain,
termasuk cahaya natural atau alami.2
Pada interferensi ini dibagi menjadi dua yaitu :
a. Interferensi Celah Ganda
Interferensi celah ganda juga disebut interferensi celah ganda Young.
Interferensi ini menghasilkan garis terang dan gelap bergantian dengan
jarak pisah yang seragam. Interferensi konstruktif atau garis terang terjadi

1
Sugita I Gede, M.Pd, dkk. Buku Pintar Belajar Fisika, (Sagufindo Kinakarya, 2018), hlm. 126
2
Ibid
3
jika pada kedua gelombang yang berinterferensi sefase. Fase sama terjadi
jika beda lintasan (Δs) antara kedua gelombang sama dengan 0, λ, 2λ, 3λ, ...
Untuk interferensi destruktif atau garis gelap, terjadi jika kedua
gelombang berlawanan fase atau memiliki beda lintasan (Δs) sama dengan
1/2λ, 1 1/2λ, 2 1/2λ, ...

Perhatikan gambar di atas! Dua berkas cahaya yang koheren


dilewatkan melalui celah ganda, sehingga terbentuk pola garis terang dan
gelap di layar. Misalnya jarak antara dua celah d, jarak layar ke celah l.
Pada layar (titik O) terjadi garis terang pusat karena jarak kedua celah ke
titik O sama sehingga terjadi interferensi maksimum.
Jarak titik P ke terang pusat O akan terjadi interferensi minimum,
tergantung pada selisih jarak kedua celah (S1 dan S2) ke titik P. Oleh karena
itu, di titik P akan terjadi interferensi maksimum jika S2P – S1P = d sin θ
=nλ
Perhatikan segitiga S1QS2 dan segitiga POR. Untuk nilai θ yang sangat
kecil berlaku:
sin θ = tan θ = y/l 》n λ/d =y/l
Dengan demikian, pada interferensi konstruktif jarak antara garis
terang ke-n dari terang pusat dinyatakan sebagai berikut
yd/l = n λ
Sementara itu, pada interferensi destruktif jarak untuk garis gelap ke-n
dari terang pusat dinyatakan dengan
yd/l = (n+1/2) λ
Dengan keterangan :
y= jarak terang ke-n dari terang pusat (m)
d = jarak kedua celah (m)
l = jarak celah ke layar (m)

4
λ = panjang gelombang (m)
n = orde interferensi (0, 1, 2, 3, ...)
b. Interferensi Selaput Tipis

Ketika sinar mengenai permukaan atas dan bawah, sinar yang


dipantulkan mengalami perubahan fase setengah (berlawanan fase)
sehingga sinar yang berinterferensi memiliki beda fase setengah.
Terjadinya interferensi konstruktif pada lapisan tipis terjadi jika selisih
lintasan kedua sinar sebagai berikut, 1/2 λ, 3/2 λ, 5/2 λ, ...
Dinyatakan sebagai berikut
2nd = (m + ½) λ
Keterangan
n = indeks bias lapisan tipis
d = tebal lapisan (m)
r = sudut bias sinar
λ = panjang gelombang (m)
m = orde interferensi (m = 0, 1, 2, 3, ...)
Pada interferensi minimum, akan terjadi jika selisih lintasan optiknya
0, λ, 2λ, 3λ, .... Terjadinya interferensi minimum (destruktif) pada lapisan
tipis dinyatakan
2nd = m λ3

3
Indrarti, Nugroho Aris Prasetyo, Syifa Naila Hilmiyana. Buku Siswa Fisika Peminatan Matematika dan Ilmu-
Ilmu Alam, (Surakarta : Mediatama, 2016), hlm.
5
2.1.2 Koherensi

Teori koherensi adalah studi tentang korelasi yang ada di antara berbagai bagian
bidang cahaya. Koherensi temporal menunjukkan korelasi antara bidang offset dalam
waktu, E (r, f) dan E (r, t-r). Koherensi spasial berkaitan dengan korelasi antara bidang di
lokasi spasial yang berbeda, E (r, t) dan E (r + Ar, t). Karena osilasi cahaya terlalu cepat
untuk diselesaikan secara langsung, kita bisasanya perlu mempelajari koherensi optik
menggunakan terknik interferensi. Dalam teknik ini, cahaya dari waktu atau tempat yang
berbeda di bidang cahaya disatukan di titik deteksi. Jika kedua bidang memiliki tingkat
koherensi yang tinggi, keduanya secara konsisten mengganggu baik secara konstruktif dan
destruktif, sehingga sinyal rata-rata waktu tidak menunjukkan interferensi.4
Koherensi adalah salah satu sifat gelombang yang dapat menunjukkan interferensi,
yaitu gelombang tersebut selalu sama baik fase maupun arah penjalarannya. Koherensi
juga merupakan para meter yang dapat mengukur kualitas suatu interferensi (derajat
koherensi). Untuk menghasilkan frinji-frinji interferensi, sangat diperlukan syarat-syarat
agar gelombang gelombang yang berinterferensi tersebut tetap koheren selama periode
waktu tertentu. Jika salah satu gelombang berubah fasenya, friji akan berubah menurut
waktu. (Laud, 1988)
Laser merupakan salah satu contoh sumber tunggal dari radiasi tampak yang
koheren. Pada panjang gelombang yang lebih panjang mudah untuk menghasilkan
gelombang koheren. Cahaya kelaran laser mempunyai koherensi terhadap waktu dan ruang
sangat besar dibandingkan dengan sumber-sumber cahaya pada umumnya.
Barisan gelombang yang spektrumnya hampir terdiri dari satu frekuensi tapi
lebarnya berhingga atau dengan sedikit fluktuasi amplitudo dan fase biasanya disebut quasi
koheren. Panjang koherensi merupakan jarak sejauh mana gelombang dapat
berinterferensi. Panjang koherensi suatu gelombang tertentu, seperti laser atau sumber lain
dapat dijelaskan dari persamaan berikut:
𝑐
𝐿𝐶 = 𝑐 𝜏𝑐 = (1)
∆𝑣

Dengan 𝐿𝑐 adalah panjang koherensi, 𝜏𝑐 koherensi waktu, c adalah cepat rambat


cahaya, dan ∆𝑣 adalah lebar spektrum (Ducharme, 2006). Pengukuran 𝐿𝑐 secara akurat
tergantung dari keakuratan pengukuran ∆𝑣. Hal ini diperlukan peralatan spektokropis yang

4
Peatross Justin , Ware Michael, Physics of Light and Optics, 2015, Brigham Young University, hal 201.
6
memadai. Dalam penelitian ini, secara sederhana hendak diukur 𝐿𝑐 menggunakan
interferometer Michelson.
Pada interferometer Michelson, panjang koherensi sama dengan dua kali panjang
lintasan optis antara dua lengan pada interferometer Michelson, diukur pada saat
penampakan frinji sama dengan nol. Ketika movable mirror digerakkan, maka kedua
berkas laser yang melewati 𝐿1 dan 𝐿2 memiliki jarak lintasan yang berbeda. Sehingga beda
optik masing-masing berkas adalah 2 𝐿1 dan 2 𝐿2 . Jadi beda lintasan optisnya adalah
(Hecht, 1992):
𝐿𝑐 = 2𝐿2 − 2𝐿1 = 2 (𝐿2 − 𝐿1 ) (2)

Beberapa aplikasi membutuhkan sumber cahaya yang memiliki koherensi waktu


dan koherensi ruang yang sangat tinggi. Aplikasi ini banyak digunakan untuk
interferometri, holografi, dan beberapa tipe sensor optik. Untuk aplikasi lain dengan
tingkat koherensi yang lebih kecil, contohnya koherensi waktu yang rendah (tetapi
dikombinasikan dengan koherensi ruang yang tinggi) diperlukan untuk tomografi (optical
coherence tomography), dimana tampilannya dihasilkan oleh interferometri dan resolusi
tinggi yang memerlukan koherensi waktu rendah. Derajat koherensi juga sesuai untuk
tampilan laser proyeksi, aplikasi gambar dan pointer (Paschotta, 2006).
Ada dua konsep koherensi yang tidak bergantung satu sama lain yaitu koherensi
ruang (spatial coherence) dan koherensi waktu (temporal coherence). Koherensi ruang
(spatial coherence) adalah sifat yang dimiliki dua gelombang yang berasal dari sumber
yang sama, setelah menempuh lintasan yang berbeda akan tiba di dua titik yang sama
jauhnya dari sumber dengan fase dan frekuensi yang sama. Hal ini mungkin terjadi jika
dua berkas tersebut secara sendiri-sendiri tidak koheren waktu ( menurut waktu ), karena
setiap perubahan fase dari salah satu berkas diikuti oleh perubahan fase yang sama oleh
berkas lain. Dengan sumber cahaya biasa, hal ini hanya mungkin jika dua berkas dihasilkan
oleh satu sumber yang sama.
Koherensi waktu (temporal coherence) adalah sifat yang dimiliki dua gelombang
yang berasal dari sumber yang sama, yang setelah menempuh lintasan yang berbeda tiba
di titik yang sama dengan beda fase yang tetap. Jika beda fase berubah beberapa kali dan
secara tidak teratur selama periode pengamatan yang singkat maka gelombang dikatakan
tidak koheren. Koherensi waktu dari sebuah gelombang menyatakan kesempitan spektrum
frekuensinya dan tingkat keteraturan dari barisan gelombang. Cahaya koheren sempurna
ekivalen dengan sebuah barisan gelombang satu frekuensi dengan spektrum frekuensinya
7
dapat dinyatakan hanya dengan satu garis, sehingga koherensi waktu dapat menunjukkan
seberapa monokromatis suatu sumber cahaya. Dengan kata lain koherensi waktu
mengkarakterisasi seberapa baik suatu gelombang dapat berinterferensi pada waktu yang
berbeda (Hecht, 1992).5

2.2 Interferometer Pembelahan Muka Gelombang

Menurut jumlah gangguan berkas interferometer dapat digolongkan dalam


interferometer dua dan lebih berkas cahaya. Semantara untuk interferometer yang khas dengan
banyak berkas selalu mempunyai beberapa berkas yang berinterferensi. Hal ini dapat dianggap
sebagai variasi dari interferensi dua berkas yang menjadi lebih jelas dan teliti bila berkas-berkas
tersebut disatukan.
Interferometer dua berkas menghasilkan gais-garis lingkaran interferensi dengan
intensitas sinusoidal dan pada tiap pasangan berkas akan menambah komponen Fourir pada
pola garis-garis lingkaran. Beberapa interferensi mempunyai gambaran yang berderet terbatas
unuk meniadakan yang disebut dengan sikat dirae.
Metode lain untuk menggolongkan interferometer adalah dengan cara yang digunakan
untuk membagi berkas cahaya dalam bentuk pisahan berkas. Jika sinar yang berasal dari
sumber melalui satu dari beberapa celah yang sejajar maka sinar tersebut akan dipisahkan
menjadi berkas-berkas dengan pembagian mukagelombang. Berkas-berkas ini tersususn dari
sinar yang membelokkan sumber pada arah yang berbeda. Jika berkas-berkas tersebut terdiri
dari sumber sinar dalam arah yang berbeda yang saat itu dipisahkan dengan pemecahan berkas
maka dapat dikatakan ada pembagian amplitudo.

2.2.1 Interferometer Young

Thomas Young adalah seseorang yang pertama kali telah mendesain suatu metoda
yang berguna untuk menghasilkan pola interferensi. Metoda yang diberikan adalah suatu
berkas sinar tipis yang jatuh pada celah dengan jarak celah yang rapat. Oleh karena celah-
celah ditempatkan pada viewing screen, sehingga akan tampak pola gelap terang yang
teratur. Percobaan Young merupakan satu-satunya percobaan yang memberikan petunjuk

5
Agustina Setyanigsih, dkk. Pengukuran Panjang Kohherensi Menggunakan Interferometer Michelson, Berkala
Fisika, Vol. 10, No. 4, Oktober 2007, hlm 169-170.
8
yang sangat penting pada waktu itu, karena percobaan ini menambah pembuktian dan
kepercayaan padaa sifat-sifat gelombang cahaya.
Celah-celah Young ini dapat digunakan sebagai interferometer yang sederhana.
Jika jarak celah diketahui, maka jarak maksimum dan minimum dapat digunakan untuk
menghitung panjang gelombang cahaya. Sebaliknya, jika panjang gelombag cahaya
diketahui, maka jarak antar celah dapat ditentukan dari pola interferensi.6
Untuk menghasilkan interferensi cahaya, Young menggunakan dua celah sempit
𝑆1 dan 𝑆2 berfungsi sebagai sumber cahaya koheren karena berasal dari satu sumber
cahaya, yaitu S.

Selisih lintasan cahaya sumber 𝑆1 dan 𝑆2 adalah ∆S :

∆S = 𝑆2 P - 𝑆1P
= d sin θ
a. Interferensi Maksimum/Konstruktif
Interferensi maksimum, akan menghasilkan garis terang pada layar. Pola ini
terjadi jika selisih lintasan sumber (∆S) sama dengan nol atau kelipatan genap dari
setengah panjang gelombang, secara matematis ditulis :
1
d sin θ = (2n) 2 λ

6
Bambang Kustiyanto, Skripsi: “Pengukuran Perubahan Indeks Bias Gas Naftha Benzena Sebagai Fungsi
Tekanan Menggunakan Interferometer Twyman-Green” (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2001), hal.
12.
9
𝑃. 𝑑 1
= (2n) 2 λ
𝑙

b. Interferensi Minimum/Distruktif
Interferensi minimum akan menghasilkan garis gelap pada layar. Pola ini terjadi
jika selisih lintasan sumber (∆S) sama dengan kelipatan ganjil dari setengah panjang
gelombang, secara matematis ditulis :
1
d sin θ = (2n – 1 ) 2 λ
𝑃. 𝑑 1
= (2n – 1 )2 λ
𝑙

Jarak antara garis terang dan garis gelap yang berdekatan kita misalkan ∆Y . Contoh :

 Jarak terang pusat kegaris gelap ke – 1


 Jarak terang 1 kegaris gelap 2
Maka berlaku :
𝑙. 𝜆
∆Y = 2𝑑

Jarak antara dua garis terang atau dua garis gelap yang berdekatan kita misalkan ∆X
Contoh :

 Jarak antara terang 1 dengan terang 2


 Jarak antara gelap 1 dengan gelap 2
Maka berlaku :
𝑙. 𝜆
∆X = 𝑑

d = jarak antara dua celah


p = jarak pola terang/gelap ke terang pusat
l = jarak celah ke layar
λ = panjang gelombang cahaya yang digunakan
n = bilangan orde (n = 0, 1, 2, 3, …)
0 = untuk terang pusat
θ = sudut interferensi7
Young pada tahun 1800, telah melakukan percobaan pertama kali yang
menunjukkan interferensi sinar. Secara skematis dapat ditunjukkan pada gambar 2. Sinar

7
Nur Cahyo Hadi Sunaryo dkk, Buku Pintar Belajar Fisika (Jakarta: Sagufindo Kinarya, 2017 ), hal. 126-127.
10
yang diberikan melalui celah S dan kemudian melewati celah sempit 𝑆1 dan 𝑆2 menurut
prinsip Huygens, kemudian mengalami gangguan satu dengan yang lain untuk membentuk
pola interferensi yang simetris pada titik P. Celah S bertindak sebagai sumber yang biasa
untuk gangguan dua berkas. Kita dapat menganggap celah sempit ini sejajar dan
mengasumsikan bahwa gelombang gerak dari cahaya monokromatis akan terjadi pada
celah-celah tersebut.

Intensitas di titik P dengan menggunakan prinsip Huygens adalah:


𝐼 ∅
= 4 𝑐𝑜𝑠 2 2 (1)
𝐼1

Dengan 𝐼1 adalah intensitas berkas asal, 𝑟1dan 𝑟2 adalah jarak dari celah ke titik P,
dan ∅ adalah fase dua fungsi sinusoidal yaitu (2π/λ) (𝑟2 -𝑟1). Intensitas pola interferensi
bernilai maksimum, bila beda fasenya:
𝛿 = mπ (2)

Dengan m = integer.
Sedangkan intensitas bernilai minimum, bila beda fasenya:
(2𝑚+1)𝜋
𝛿= (3)
2

Atau terjadi maksimum bila beda lintasan optisnya:


∆l = mλ (4)
Dan minimum:
(2𝑚+1)𝜆
∆𝑙 = 2
(5)

11
Dan untuk vektor listrik di P adalah:
2𝜋𝑟1 2𝜋𝑟2
𝜀𝑝 = 𝜀1 sin (ωt - ) + 𝜀2 sin (ωt - ) (6)
𝜆 𝜆

Kemudian, dari pola interferensi untuk intesitas maksimum dalam arah θ diberikan oleh:
𝑛𝜆
sin θ = (n = 0, 1, 2, …) (7)
𝑑

Dengan, d adalah jarak antar celah.


Intensitas maksimum yaitu dari intensitas nol dan terletak pada posisi yang diberikan oleh:
1 𝜆𝐷
𝑋𝑛 = (n + 2) 𝑑 (n = 0, 1, 2, …) (8)

n adalah bilangan bulat dan disebut orde interferensi, D adalah jarak dari celah ke layar,
dan 𝑋𝑛 adalah posisi gelap/terang ke-n. Jarak antara dua maksimum (atau minimum) yang
berdekatan memberikan ruang linier S dari garis – garis lingkaran yaitu:
𝜆𝐷
S= (9)
𝑑

Ini menghasilkan suatu metoda yang langsung memperhitungkan panjang gelombang sinar
monokromatis.
Alat yang digunakan untuk memperlihatkan suatu pola interferensi secara langsung
dinamakan dengan interfererometer.8

2.2.2. Interferometer Berprisma Fresnel

Lapisan-lapisan yang saling tumpang tindih digunakan padatiap permukaan sudut


Brewster sehingga dua berkas akan memunyai polarisasi linier yang orthogonal. Beberapa
macam prisma Nicol modern akan menghasilak hasil yang sama dengan yang dibuat untuk
melalui dua berkas yang diteruskan dan dipantulkan. Prisma ini dapat digunakan juga
sebagai pemecahan berkas yang dipolarisasikan. Dua berkas yang pada saat itu dala
keadaan-keadaan polarisasi akan dipengaruhi secara berbeda yang selanjutnya akan
mempolarisasikan komponen-komponenya. Jadi kedua berkas dapat terbawa bersama-
sama tanpa memecah lagi, seperti yang terjadi pada reflector sebagian.
Pemecahan beras juga digunakan untuk mendifraksi secara acak atau sebagai
variasi periodic dari transmisi (komplek) disebrang muka gelombang. Sinar yang terjadi

8
Bambang Kustiyanto, Skripsi: “Pengukuran Perubahan Indeks Bias Gas Naftha Benzena Sebagai Fungsi
Tekanan Menggunakan Interferometer Twyman-Green” (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2001), hal.
14-16.
12
kemudian dibagi menjadi suatu berkas seacra langsung da satu atau lebih berkas akan
didifraksikan. Saat berkas yang ditransmisikan adalah periodik, maka garis-garis lingkaran
yang diperoleh dengan interferometer yang terdiri dari dua pemecahan berkas dalam
rangkaian. Garis-garis lingkaran tersebut diberi nama khusus garis-garis lingkaran moire
dan telah mereka gunakan dalam cabang baru yakni teknik metrologi.9 Terbentuknya pola
gelap terang pada peristiwa interferensi disebabkan karena perbedaan fase gelombang
yang terjadi. Interferensi maksimum (terang) terjadi jika kedua gelombang memiliki fase
yang sama atau selisih lintasannya sama dengan nol sehingga saling menguatkan (terang).
Interferensi minimum (gelap) terjadi jika beda fase kedua gelombang 180 derajat sehingga
kedua gelombang saling melemahkan (gelap). Pola interferensi tidak dapat diamati jika
sumber cahaya yang digunakan tidak koheren dan tidak monokromatis. Seperti dijelaskan
di atas, interferensi terjadi jika gelombang sefase, beda fase 180 derajat, atau selisih
lintasan nol.
Jika sumber cahaya tidak koheren, amplitudo, frekuensi, dan beda fase kedua
sumber cahaya akan jadi sangat acak (tidak ada pola tertentu lagi). Jika sumber tidak
monokromatis, akan terdapat banyak panjang gelombang yang berbeda-beda sesuai
dengan warna sinar polikromatis sehingga interferensi akan sulit/tidak dapat terlihat. Bila
cermin yang digunakan hanya satu maka tidak mungkin pola interferensi dapat terjadi. Jika
cermin Fresnel yang digunakan hanya satu, maka hanya akan ada satu sumber cahaya.
Sedangkan interferensi hanya dapat terjadi jika terdapat dua sumber cahaya.
Fresnel dan Arago membuat studi ekstensif tentang kondisi dimana interferensi
cahaya terpolarisasi terjadi dan kesimpulannya mereka merangkum beberapa hukum
diatas. Hukum Frensl-Argo adalah sebagai berikut :
a. Dua orthogonal P- state kohern tidak dapat mengganggu dalam arti bahwa 𝐼₁₂=0
dan tidak ada hasil pinggiran.
b. Dua P-state yang paralel dan koheren akan mengganggu dengan cara yang sama
seperti cahaya alami
c. Dua konstituen P-state orthogonal cahaya alami tidak dapat menganggu untuk
membentuk pola pinggiran yang mudah diamati bahkan jika diputar kearah
kesejajaran

9
Ibid hal 18-19
13
Cermin Fresnel terdiri dari dua bagian sehingga cahaya akan dipantulkan sebanyak
dua kali. Pada setiap pemantulan terjadi pergeseran fase sebesar +/- 180 derajat . Maka
dengan pemantulan sebanyak dua kali, terjadi perubahan fase sebanyak 360 derajat . Beda
fase optik menjadi (m + ½ + ½ ) atau λ=(m + 1) λm adalah konstanta. Fresnel dan Arago
membuat studi ekstensif tentang kondisi dimana interferensi cahaya terpolarisasi terjadi
dan kesimpulannya mereka merangkum beberapa hukum diatas. Hukum Frensl-Argo
adalah sebagai berikut :
a. Dua orthogonal P-state kohern tidak dapat mengganggu dalam arti bahwa 𝐼₁₂=0
dan tidak ada hasil pinggiran.
b. Dua P-state yang paralel dan koheren akan mengganggu dengan cara yang sama
seperti cahaya alami
c. Dua konstituen P-state orthogonal cahaya alami tidak dapat menganggu untuk
membentuk pola pinggiran yang mudah diamati bahkan jika diputar kearah
kesejajaran.10
Gelombang dari sumber tunggal S dibelah oleh biprisma menjadi dua berkas
koheren yang seolah-olah berasal dari dua sumber terpisah S1 dan S2. Dengan demikian
sistem ini secara efektif berfungsi seperti interferometer young. Separasi frinji dalam hal
𝐿
ini dinyatakan oleh rumus interferensi young (∆𝑦 = (𝑑))

𝑅+𝐿 (𝑅+𝐿)
∆𝑦 = ( )𝛾 = ( ) 𝛾, 𝑑 = 𝑅, 2𝛿 (1.1)
𝑑 2𝑅𝛿

Berdasarkan analisis geometri dapat diturunkan ungkapan sudut devisi 𝛿:

𝛿 = 𝜃 r1+ 𝜃r2 – 𝛼; 𝛼 𝜃r1+ 𝜃r2= tetap (1.2)

Devisi minimum ditentukan oleh syarat


𝑑𝛿 𝑑𝜃2
= 0 ; 𝑑𝜃1 = −1 (1.3)
𝑑𝜃1

Dengan bantuan rumus snellius dapat ditunjukkan bahwa deviasi minimum terjadi bila
(n≠ 1) :

Terjadi bila 𝜃i1 = 𝜃r2 ; 𝜃r1 = 𝜃i2


𝛼
𝜃r1 = 𝛼 = 2𝜃 r1
2

𝛿 = (𝜃 i1+𝜃r1 ) – 𝛼

10
Hect, Eugene, OPTICS fourth edition,( Addison Wesley, United States of America, 2002), hlm. 391
14
Dengan
𝜃i1 = 𝜃 r2

𝛿 = 2𝜃 i1 – 𝛼
δ+α
𝜃i1 =
2

Seperti keadaan yang seharusnya dipersyaratkan. Selanjutnya berdasarkan hukum snellius


segera diperoleh rumus :
1 Sin 𝜃 i1 = n Sin 𝜃r1
δ+α α
Sin = nSin
2 2

selanjutnya untuk a kecil :


δ+α nα
=
2 2

δ = (n − 1)𝑎 (1.4)

Persamaan (1.4) adalah sudut deviasi minimum


𝜆𝐿
∆𝑦 = L → (𝑅 + 𝑙)
𝑑

d = 2Δr
maka :

𝜆 (𝑅 + 𝐿)
∆𝑦 =
2𝑅𝛿
Karena 𝛿 yang minimum : 𝛿 = (𝑛 − 1)𝑎

Maka11 :

𝜆 (𝑅 + 𝐿)
∆𝑦 =
2𝑅(𝑛 − 1)𝑎

2.3 Interferometer Pembelahan Amplitudo


Interferometer yang paling dikenal dalam kategori ini adalah interferometer yang
dikembngkan oleh A.A Michelson pada tahun 1881. Selain terkenal peranannya dalam

11
Aviyanti, Lina. JURNAL PENDIDIKAN FISIKA, bab7_IntDif_(Compatibility_mode).10/17/2020
15
eksperimen Michelson-Morley yang menghasilkan kesimpulan “negatif” tentang kehadiran
“ether”, interferometer ini juga sangat berguna dalam pengukuran indeks bias dan jarak.

2.3.1 Interferometer Michelson


Interferometer Michelson adalah salah satu instrumen pengukuran yang memiliki
peran besar dalam perkembangan fisika modern. Tahun 1887 fisikawan Amerika Serikat,
Albert A Michelson dan E,W Morley Melakukan percobaan besar untuk menguji
keberadaan eter. Percobaan mereka tersebut pada dasarnya mempergunakan
interferometer Michelson yang dirancang khusus untuk melakukan percobaan ini.
Interfeometer Michelson merupakan seperangkat peralatan yang memanfaatkan
gejala interferensi cahaya. Interferensi cahaya sendiri merupakan perpaduan antara dua
gelombang cahaya. Interferensi cahaya ini akan menghasilkan pola gelap dan terang. Jika
kedua gelombang tersebut memiliki fase yang sama maka akan terjadi interferensi
konstruktif (saling menguatkan) sehingga nantinya akan akan terbentuk pola terang,
sedangkan jika kedua gelombang tidak mempunyai fase yang sama maka akan terjadi
interferensi destruktif (saling melemahkan) sehingga tebentuk pola gelap.12
Prinsip interferometer adalah kenyatan bahwa beda lintasan optik (d) akan
membentuk suatu frinji.

GAMBAR 1

12
Fitriana, Nur Hanifah, dkk (2017) Pengaruh Suhu Terhadap perubahan Pola Interferensi Pada Fiber Optik.
16
Gambar diatas merupakan diagram skematik interferometer Michelson. Oleh
permukaan beam splitter (pembagi berkas) cahaya laser, sebagian dipantulkan ke kanan
dan sisanya ditransmisikan ke atas. Bagian yang dipantulkan kekanan oleh suatu cermin
datar (cermin 1) akan dipantulkan kembali ke beam splitter yang kemudian menuju ke
screen (layar). Adapun yang di transmisikan ke atas cermin datar (cermin 2) juga akan
di pantulkan kembali ke beam splitter, kemudia bersatu dengan cahaya dan cermin 1
menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi yang ditunjukkan dengan
adanya pola-pola cincin gelap-terang (frinji).
Pengukuranjarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakkan cermin pada
interferometer michelson dan menghitung frinji interferensi yang bergerak atau
berpindah, dengan acuan titik pusat. Sehingga diperoleh jarakpergeseran yang
berhubungan dengan perubahan frinji, sebesar:
∆𝑁
∆𝑑 =
2
Dimana

d: nilai perubahan lintasan optiks

: nilai panjang gelombang sumber cahaya

N: perubahan frinji13

GAMBAR 2

13
Falah, Masrotul (2006) Analisis Interferensi Pada Interferensi Michelson Untuk Menentukan Panjang
Gelombang Sumber cahaya
17
Dari gambar diatas, sebuah interferometer Michelson menggunakan pemisah
balok 50:50 untuk membagi balok awal menjadi dua balok identik dan kemudian
menunda satu balok dengan balok lainnya sebelum menyatukan kembali. Pada
perbedaan jalur relatif d (bolak-balik menurut konverensi kami antara kedua lengan
sistem, caya dapat mengganggu secara konstruktif atau destruktif kearah detektor.
𝑑
Perbedaan jalur relatif d menyebabkan penundaan waktu 𝜏, yang ditentukan oleh 𝜏 = 𝑐

Jika intensitas terlihat pada detektor interferometer Michelson dengan input


gelombang bidang yang berasal dari satu lengan 𝐸𝑒 𝑖(𝑘𝑧−𝜔𝑡) ditambahkan kebidang
yang berasal dari lengan bidang lain 𝐸𝑒 𝑖(𝑘𝑧−𝜔(𝑡−𝜏)) . Kedua bidang ini identik kecuali
untuk 𝜏. Intensitas yang terlihat pada detektor sebagai fungsi dari perbedaan jalur
dihitung menjadi
𝑐𝜖0
𝐼𝑡𝑜𝑡 (𝜏) = [𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑧−𝜔𝑡) + 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑧−𝜔(𝑡−𝜏)) ] ∙ [𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑧−𝜔𝑡) + 𝐸0 𝑒 𝑖(𝑘𝑧−𝜔(𝑡−𝜏)) ] ∗
2
𝑐𝜖0
= [2𝐸0 ∙ 𝐸0 ∗ +2𝐸0 + 𝐸0 ∗ cos(𝜔𝜏)
2

= 2𝐼0 [1 + cos(𝜔𝜏)]
𝑐𝜖0
Dimana 𝐼0≡ 𝐸0 ∙ 𝐸0 ∗ adalah intensitas dari satu sinar saja (ketika lengan
2

interferometer lainnya dihilangkan). Rumus ini menjelaskan bagaimana intensitas pada


detektor berisolasi antara nol dan empat kali intensitas dari satu pancaran. Seperti pada
gambar di bawah ini

GAMBAR 3

Ketika cahaya yang mengandung pita frekuensi kontinu dikirim melalui


interferometer, maka interferometer seperti gambar 1 tidak lagi berlaku. Gerakan
osilasi pada detektor menjadi kurang terasa saat 𝜏: 𝐸(𝑡 − 𝜏) meningkat. Konsep
18
koherensi temporal menggambarkan seberapa cepat visibilitas pinggiran berkurang
karena penundaan. Semakin kurang koheren sumber cahaya, semakin cepat
pinggirannya mati seiring bertambahnya penundaan.
Pada gambar 2, jika bentuk gelombang sembarang E(t) terdiri dari banyak
komponen frekuensi yang telah berjalan melalui lengan pertama interferomter
Michelson tiba di detektor. Sinar yang bergerak melalui lengan kedua interferometer
adalah identik, tetapi ditunda oleh penundaan 𝜏: 𝐸(𝑡 − 𝜏) kebidang total pada detektor,
jumlah dari dua bidang ini adalah: 𝐸𝑡𝑜𝑡 (𝑡, 𝜏) = 𝐸(𝑡) + 𝐸(𝑡 − 𝜏)
Intensitas total pada detektor ditemukan dengan n=1
𝑐𝜖0 ∗ (𝑡,
𝐼𝑡𝑜𝑡 (𝑡, 𝜏) = 𝐸 (𝑡, 𝜏) ∙ 𝐸𝑡𝑜𝑡 𝜏)
2 𝑡𝑜𝑡
𝑐𝜖0
= [𝐸(𝑡) ∙ 𝐸 ∗ (𝑡) + 𝐸(𝑡) ∙ 𝐸 ∗ (𝑡 − 𝜏) + 𝐸(𝑡 − 𝜏) ∙ 𝐸 ∗ (𝑡) + 𝐸(𝑡 − 𝜏) ∙
2

𝐸 ∗ (𝑡 − 𝜏)]
𝑐𝜖0
= 𝐼(𝑡) + 𝐼(𝑡 − 𝜏) + 𝐸(𝑡) ∙ 𝐸 ∗ (𝑡 − 𝜏) + 𝐸(𝑡 − 𝜏) ∙ 𝐸 ∗ (𝑡)]
2
= 𝐼(𝑡) + 𝐼(𝑡 − 𝜏) + 𝑐𝜖0 𝑅𝑒{𝐸 ∗ (𝑡 − 𝜏)}
𝑐𝜖0
Sebagai pengingat fungsi 𝐼(𝑡) = 𝐸(𝑡) ∙ 𝐸 ∗ (𝑡)sesuai dengan intensitas sinar
2

pertama di detektor ketika lengan kedua interferometer dihilangkan. Perlu di ingat


osilasi cepat cahaya secara otomatis dirata-ratakan dalam I(t) dan intensitas gabungan
𝐼𝑡𝑜𝑡 (𝑡, 𝜏) bervariasi dengan t dan juga tergantung pada penundaan jalur 𝜏.14
2.3.2 Interferometer Fabry-Perot
Desain interferometer Fabry Perot dapat ditemukan diberbagai penelitian. Salah
satu desain interferometer Fabry Perot menggunakan perangkat berupa cermin,
dudukan optika yang standar, dudukan cermin yang dipasang pada alumunium
berbentuk L, Piezo-electric Transducer (PZT), diode, dan batang invar. Interferometer
Fabry Perot juga dapat didesain menggunakan cermin komersial yang dilapisi emas.
Lapisan emas ini memberikan reflektifitas yang cukup baik untuk berbagai panjang
gelombang. Dengan demikian diperlukan biaya yang cukup besar untuk membangun
interferometer Fabry Perot.
Interferometer Fabry Perot juga dapat dibangun menggunakan dua buah cermin
yang sangat datar dari bahan setengah perak yang dipisah dengan jarak tertentu dan
tersusun secara paralel. Dengan salah satu cermin terhubung dengan sistem penggerak,

14
Peatross Justin , Ware Michael, Physics of Light and Optics, 2015, Brigham Young University, hal 201-204
19
yang dapat mengubah jarak antara kedua cermin dengan pergeseran yang sangat kecil.
Pada interferometer Fabry Perot, cahaya dari sumber dilewatkan pada dua buah cermin
yang sejajar, kemudian berkas cahaya tersebut akan berinterferensi menghasilkan suatu
pola gelap terang (frinji) yang ditangkap oleh layar. Pola yang dihasilkan tergantung
pada beda fase antar gelombang, perbedaan fase gelombang ini tergantung pada
lintasan optis.
Dengan demikian interferometer Fabry Perot dapat dimanfaatkan untuk
mengukur panjang gelombang cahaya sumber yang digunakan. Selain itu
interferometer Fabry Perot juga dapat digunakan untuk mengukur indeks bias zat
transparan. Interferometer Fabry Perot dapat digunakan untuk mengukur panjang
gelombang laser.15

interferometer Fabry-Perot, selain dapat digunakan untuk mengukur panjang


gelombang, biasanya digunakan untuk mengukur indek bias zat transparan.
Interferometer Fabry-Perot menggunakan dua buah cermin yang sangat datar dari
bahan setengah perak yang dipisah dengan jarak tertentu, dan tersusun secara pararel.
Salah satu cermin terhubung dengan plat penggerak, yang bisa merubah jarak antara
kedua cermin dengan pergeseran yang sangat kecil. Pola interferensi yang terbentuk
lebih jelas dan tajam disbanding interferometer yang lain. Skema interferometer Fabry-
Perot dapat dilihat sebagai berikut.

15
Aprilia Kristanti Agatha, “Pengukuran Panjang Gelombang Laser Menggunakan Interferometer Fabry Perot
Dengan FFT” (Sleman : Universitas Sanata Dharma, 2018) , Hal. 5
20
Berkas cahaya datang dengan sudut datang θ mengalami interferensi pantulan
ganda pada medium selebar d. Berkas kemudian diteruskan ke layar di P sehingga
terbentuk frinji lingkaran-lingkaran interferensi yang konsentris. Panjang gelombang
cahaya yang tidak diketahui bisa diukur dengan cara menghitung jumlah frinji yang
hilang karena pergeseran jarak cemin dan mengukur pergeseran tersebut. Bila
pergeseran jarak adalah ∆d, maka persamaan untuk mencari panjang gelombang dengan
θ yang sangat kecil mendekati 0, adalah :
2 ∆𝑑
𝜆= (1)
∆𝑁

dengan ΔN adalah jumlah frinji yang hilang. Pada penelitian ini, hendak digunakan
rumus (1) untuk mengukur panjang gelombang laser dioda, dan dibandingkan hasilnya
dengan metode-metode sebelumnya.16

16
Dwi Santoto, Heri Sugito, K. Sofjan Firdausi, “Studi Interferometer Fabry Perot Untuk Pengukuran Panjang Gelombang
Cahaya”. Berkala fisika. Vol 10. No.4, Oktober 2007, hal 179-181

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Interferensi adalah interaksi antar gelombang di dalam suatu daerah. Interferensi dapat
bersifat membangun dan merusak. Bersifat membangun jika beda fase kedua gelombang sama
dengan nol, sehingga gelombang baru yang terbentuk adalah penjumlahan dari kedua
gelombang tersebut. Bersifat membangun (interferensi konstruktif) jika beda fase kedua
gelombang sama sehingga gelombang baru yang terbentuk adalah penjumlahan dari kedua
gelombang tersebut. Bersifat merusak (interferensi destruktif) jika beda fasenya adalah 180°,
sehingga kedua gelombang saling menghilangkan.
Interferensi celah ganda atau interferensi celah ganda Young. Interferensi ini
menghasilkan garis terang dan gelap bergantian dengan jarak pisah yang seragam. Interferensi
konstruktif atau garis terang terjadi jika pada kedua gelombang yang berinterferensi sefase.
Selanjutnya untuk Interferensi dapat terjadi pada lapisan tipis seperti lapisan sabun dan lapisan
minyak. Jika seberkas cahaya mengenai lapisan tipis sabun atau minyak, sebagian berkas
cahaya dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan kemudian dipantulkan lagi. Gabungan berkas
pantulan langsung dan berkas pantulan setelah dibiaskan ini membentuk pola interferensi.
Teori koherensi adalah studi tentang korelasi yang ada di antara berbagai bagian bidang
cahaya. Koherensi adalah salah satu sifat gelombang yang dapat menunjukkan interferensi,
yaitu gelombang tersebut selalu sama baik fase maupun arah penjalarannya. Koherensi juga
merupakan para meter yang dapat mengukur kualitas suatu interferensi (derajat koherensi).
Laser merupakan salah satu contoh sumber tunggal dari radiasi tampak yang koheren. Panjang
koherensi merupakan jarak sejauh mana gelombang dapat berinterferensi. Ada dua konsep
koherensi yang tidak bergantung satu sama lain yaitu koherensi ruang (spatial coherence) dan
koherensi waktu (temporal coherence).
Pada tahun 1800, Thomas Young melakukan percobaan untuk gelombang cahaya.
Untuk menghasilkan interferensi cahaya, Young menggunakan dua celah sempit 𝑆1 dan 𝑆2
berfungsi sebagai sumber cahaya koheren karena berasal dari satu sumber cahaya, yaitu S.
Selisih lintasan cahaya sumber 𝑆1 dan 𝑆2 adalah ∆S.

∆S = 𝑆2 P - 𝑆1P

= d sin θ

22
Interferensi maksimum, akan menghasilkan garis terang pada layar. Pola ini terjadi
jika selisih lintasan sumber (∆S) sama dengan nol atau kelipatan genap dari setengah panjang
gelombang, secara matematis ditulis :

d sin θ = (2n) 1⁄2λ


𝑃. 𝑑
= (2n) 1⁄2λ
𝑙

Interferensi minimum akan menghasilkan garis gelap pada layar. Pola ini terjadi jika
selisih lintasan sumber (∆S) sama dengan kelipatan ganjil dari setengah panjang gelombang,
secara matematis ditulis :

d sin θ = (2n - 1) 1⁄2λ


𝑃. 𝑑
= (2n - 1) 1⁄2λ
𝑙

Jarak antara garis terang dan garis gelap yang berdekatan kita misalkan ∆Y
Contoh :
- Jarak terang pusat kegaris gelap ke – 1
- Jarak terang 1 kegaris gelap 2
Maka berlaku :
𝑙. 𝜆
∆Y = 2𝑑

Jarak antara dua garis terang atau dua garis gelap yang berdekatan kita misalkan ∆X
Contoh :
- Jarak antara terang 1 dengan terang 2
- Jarak antara gelap 1 dengan gelap 2
Maka berlaku :
𝑙. 𝜆
∆X = 𝑑

Terbentuknya pola gelap terang pada peristiwa interferensi disebabkan karena


perbedaan fase gelombang yang terjadi. Interferensi maksimum (terang) terjadi jika kedua
gelombang memiliki fase yang sama atau selisih lintasannya sama dengan nol sehingga saling
menguatkan (terang). Interferensi minimum (gelap) terjadi jika beda fase kedua gelombang
180 derajat sehingga kedua gelombang saling melemahkan (gelap).
Cermin Fresnel terdiri dari dua bagian sehingga cahaya akan dipantulkan sebanyak dua
kali. Pada setiap pemantulan terjadi pergeseran fase sebesar +/- 180 derajat . Maka dengan

23
pemantulan sebanyak dua kali, terjadi perubahan fase sebanyak 360 derajat . Beda fase optik
menjadi (m + ½ + ½ ) atau λ=(m + 1) λm adalah konstanta. Fresnel dan Arago membuat studi
ekstensif tentang kondisi dimana interferensi cahaya terpolarisasi terjadi dan kesimpulannya
mereka merangkum beberapa hukum diatas.
Gelombang dari sumber tunggal S dibelah oleh biprisma menjadi dua berkas koheren
yang seolah-olah berasal dari dua sumber terpisah S1 dan S2. Dengan demikian sistem ini secara
efektif berfungsi seperti interferometer young. Separasi frinji dalam hal ini dinyatakan oleh
𝐿
rumus interferensi young (∆𝑦 = (𝑑))

𝑅+𝐿 (𝑅+𝐿)
∆𝑦 = ( )𝛾 = ( ) 𝛾, 𝑑 = 𝑅, 2𝛿
𝑑 2𝑅𝛿

Diturunkan melalui beberapa proses dan melalui persamaan hukum snelius akan
ditemukan sudut deviasi minimum. Karena 𝛿 yang minimum : 𝛿 = (𝑛 − 1)𝑎

Maka

𝜆 (𝑅 + 𝐿)
∆𝑦 =
2𝑅(𝑛 − 1)𝑎
Interferometer Michelson adalah salah satu instrumen pengukuran yang memiliki peran
besar dalam perkembangan fisika modern. Interferometer Michelson merupakan seperangkat
peralatan yang memanfaatkan gejala interferensi cahaya. Interferensi cahaya sendiri
merupakan perpaduan antara dua gelombang cahaya. Interferensi cahaya ini akan
menghasilkan pola gelap dan terang. Jika kedua gelombang tersebut memiliki fase yang sama
maka akan terjadi interferensi konstruktif (saling menguatkan) sehingga nantinya akan akan
terbentuk pola terang, sedangkan jika kedua gelombang tidak mempunyai fase yang sama maka
akan terjadi interferensi destruktif (saling melemahkan) sehingga tebentuk pola gelap. Prinsip
interferometer adalah kenyatan bahwa beda lintasan optik (d) akan membentuk suatu frinji.
Jarak yang diperoleh dari pergeseran yang berhubungan dengan perubahan frinji sebesar ∆𝑑 =
∆𝑁
2

Interferometer Fabry Perot dapat dimanfaatkan untuk mengukur panjang gelombang


cahaya sumber yang digunakan. Selain itu interferometer Fabry Perot juga dapat digunakan
untuk mengukur indeks bias zat transparan. Interferometer Fabry Perot dapat digunakan untuk
mengukur panjang gelombang laser.
Interferometer Fabry-Perot menggunakan dua buah cermin yang sangat datar dari
bahan setengah perak yang dipisah dengan jarak tertentu, dan tersusun secara pararel. Salah

24
satu cermin terhubung dengan plat penggerak, yang bisa merubah jarak antara kedua cermin
dengan pergeseran yang sangat kecil. Pola interferensi yang terbentuk lebih jelas dan tajam
disbanding interferometer yang lain.

3.2 Saran
Melalui makalah ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui lebih banyak tentang
interferensi dan jenis-jenisnya. Pengertian dan penjelasan diatas tidak hanya sebagai wacana
saja melainkan adanya praktik nyata yang dilakukan siswa (mahasiswa) dan didampingi
langsung oleh guru (dosen). Serta dalam penerapannya sebaiknya materi fisika dilakukan
secara menarik. Pembaca diharapkan dalam mempelajari interferensi gelombang cahaya dapat
membaca berbagai sumber lain untuk referensi, baik buku maupun jurnal ilmiah. Sehingga
informasi atau ilmu yang didapatkan dapat bertambah dan diajarkan ke orang lain. Serta dapat
memaknai dan memanfaatkan informasi yang diperoleh tentang interferensi dengan kehidupan
sehari-hari.

25
DAFTAR PUSTAKA

Agustina Setyanigsih, dkk. 2007, Pengukuran Panjang Kohherensi Menggunakan


Interferometer Michelson, Berkala Fisika, Vol. 10, No. 4.
Aprilia Kristanti Agatha, 2018, “Pengukuran Panjang Gelombang Laser Menggunakan
Interferometer Fabry Perot Dengan FFT” , Sleman : Universitas Sanata Dharma.
Aviyanti, Lina. JURNAL PENDIDIKAN FISIKA,
bab7_IntDif_(Compatibility_mode).10/17/2020
Bambang Kustiyanto, 2001, Skripsi: “Pengukuran Perubahan Indeks Bias Gas Naftha
Benzena Sebagai Fungsi Tekanan Menggunakan Interferometer Twyman-Green” ,
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Dwi Santoto, Heri Sugito, K. Sofjan Firdausi, 2007, “Studi Interferometer Fabry Perot Untuk
Pengukuran Panjang Gelombang Cahaya”. Berkala fisika. Vol 10. No.4.
Falah, Masrotul, 2006, Analisis Interferensi Pada Interferensi Michelson Untuk Menentukan
Panjang Gelombang Sumber cahaya.
Fitriana, Nur Hanifah, dkk 2017 Pengaruh Suhu Terhadap perubahan Pola Interferensi Pada
Fiber Optik
Hect, Eugene, 2002, OPTICS fourth edition, Addison Wesley, United States of America.
Indrarti, Nugroho Aris Prasetyo, Syifa Naila Hilmiyana. 2016, Buku Siswa Fisika Peminatan
Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam, Surakarta : Mediatama.
Nur Cahyo Hadi Sunaryo dkk, 2017, Buku Pintar Belajar Fisika, Jakarta: Sagufindo Kinarya.
Peatross Justin , Ware Michael, 2015, Physics of Light and Optics, Brigham Young University.
Sugita I Gede, M.Pd, dkk. 2018, Buku Pintar Belajar Fisika, Sagufindo Kinakarya.

26

Anda mungkin juga menyukai