Oleh
DRS. P A R N O, M.Si
JURUSAN FISIKA
Pebruari 2006
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala rahmat-Nya
sehingga penulisan buku FISIKA ZAT PADAT ini dapat diselesaikan.
Buku ini disusun atas dasar deskripsi matakuliah FIU 437 FISIKA ZAT
PADAT di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang dan dengan maksud
agar perkuliahan matakuliah tersebut dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.
Disamping itu, buku ini diharapkan dapat melengkapi pilihan pustaka mahasiswa
dalam memahami konsep dan gejala mendasar dalam zat padat.
Isi buku ini dirancang untuk kuliah satu semester dengan tiga sampai empat
kredit pada semester kedua tahun ketiga. Dengan demikian mahasiswa diharapkan
sudah menempuh matakuliah prasyaratnya, yaitu FISIKA KUANTUM dan FISIKA
STATISTIK.
Dalam setiap bab buku ini disajikan urutan subbab sedemikian rupa sehingga
memahami subbab sebelumnya menjadi bekal yang cukup baik untuk memahami
subbab sesudahnya. Oleh karena itu dalam mempelajari setiap bab buku ini
mahasiswa diharapkan membaca dan memahaminya mulai dari awal sampai akhir
secara berturutan.
Diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
buku FISIKA ZAT PADAT ini dapat diselesaikan. Saran dan kritik membangun dari
para pembaca sangat diharapkan demi lebih sempurnanya buku ini.
i
DAFTAR ISI
halaman
ii
1.2.1.3 Kisi Resiprok 23
1.2.1.4 Difraksi Sinar-X 24
1.3 IKATAN ATOMIK DALAM KRISTAL 28
1.3.1 Gaya Antaratom 28
1.3.2 Jenis Ikatan Kristal 30
1.3.2.1 Ikatan Ionik 30
1.3.2.2 Ikatan Kovalen 32
1.3.2.3 Ikatan Logam 34
1.3.2.4 Ikatan Van Der Walls 35
1.3.2.5 Ikatan Hidrogen 37
RINGKASAN 38
LATIHAN SOAL BAB I 41
iii
(MODEL ELEKTRON BEBAS)
3.1 MODEL ELEKTRON BEBAS KLASIK 73
3.1.1 Teori Drude tentang Elektron dalam Logam 73
3.1.2 Model Elektron Bebas Klasik 76
3.2 MODEL ELEKTRON BEBAS TERKUANTISASI 78
3.2.1 Sumbangan Elektron Bebas pada Harga CV 80
3.2.2 Paramagnetik Pauli 82
3.2.3 Konduktivitas Listrik dalam Logam 83
3.3 PERILAKU ELEKTRON DALAM LOGAM 87
3.3.1 Hukum Matthiessen 87
3.3.2 Efek Hall 88
3.3.3 Resonansi Siklotron 90
3.3.4 Pancaran Termionik 91
3.4 KEBERATAN TERHADAP MODEL ELEKTRON BEBAS
TERKUANTISASI 93
RINGKASAN 94
LATIHAN SOAL BAB III 96
iv
4.2.1 Kecepatan Kelompok dan Massa Efektif Elektron
dalam Kristal 119
4.2.2 Pengaruh Medan Listrik pada Kecepatan Elektron
dalam Kristal 125
4.2.3 Konduktivitas listrik 127
4.2.4 Dinamika Elektron dalam Medan Magnet 129
4.2.4.1 Efek Hall 129
4.2.4.2 Resonansi Siklotron 130
RINGKASAN 133
LATIHAN SOAL BAB IV 136
BAB V SEMIKONDUKTOR
5.1 KLASIFIKASI SEMIKONDUKTOR 140
5.2 SEMIKONDUKTOR INTRINSIK 140
5.3 SEMIKONDUKTOR EKTRINSIK 144
5.3.1 Ketidakmurnian Donor dan Akseptor 145
5.3.1.1 Donor 145
5.3.1.2 Aseptor 147
5.4 PENGUKURAN CELAH ENERGI
DENGAN METODE OPTIK 149
RINGKASAN 150
LATIHAN SOAL BAB V 152
v
6.3.2 Sumber Polarisabilitas 161
6.3.2.1 Polarisabilitas Polar 163
6.3.2.1.1 Polarisabilitas Polar Statik 163
6.3.2.1.2 Polarisabilitas Polar Bolak-balik 164
6.3.2.2 Polarisabilitas Ionik 167
6.3.2.3 Polarisabilitas Elektronik 170
6.3.2.3.1 Polarisabilitas Elektronik Statik 170
6.3.2.3.2 Polarisabilitas Elektronik Bolak-balik 171
6.4 GEJALA PIEZOELEKTRIK 172
6.5 GEJALA FERROELEKTRIK 173
RINGKASAN 173
LATIHAN SOAL BAB VI 178
DAFTAR RUJUKAN
vi
B A B I STRUKTUR KRISTAL
Zat padat, yang terlihat sebagai benda tegar padat, secara mikro terdiri dari
atom. Atom-atom zat padat tidaklah diam, melainkan bervibrasi dengan
amplitudo kecil di sekitar titik kesetimbangannya. Karena posisinya yang relatif
tetap, maka atom-atom tersebut cenderung membentuk struktur tertentu. Hal ini
berbeda dengan cairan atau gas, yang mana atom-atomnya bergerak pada jarak
yang lebih besar sehingga strukturnya tidak tertentu.
Distribusi setimbang atom-atom mendefinisikan struktur padatan, yang
terdiri dari tiga bagian besar, yaitu kristalin, amorf, dan polikristal. Dalam zat
padat kristal, atom tersebut terdistribusi teratur relatif terhadap yang lain.
Terdapat beberapa jenis struktur kristal yang bergantung pada geometri susunan
atom. Pemahaman tentang struktur kristal bahan adalah hal penting dalam fisika
zat padat, karena, umumnya, struktur kristal mempengaruhi sifat zat padat. Zat
padat polikristal dibentuk oleh sejumlah besar kristal-kristal kecil, yang disebut
kristalin. Atom-atom membentuk pola dalam suatu kristal, tetapi orientasinya
akan lenyap pada batas kristalin. Sedangkan dalam zat padat amorf, terjadi
distribusi atom secara acak. Bahan-bahan zat padat dapat berbentuk kristalin,
polikristal atau amorf, bergantung pada bagaimana bahan tersebut dipreparasi.
Selanjutnya, dalam diktat ini hanya dibahas zat padat kristal saja.
Bagian awal bab ini menyajikan pengertian struktur kristal beserta perluasannya
melalui rumusan dasar matematika. Kemudian dibahas jenis struktur yang
mungkin, dan dikenalkan konsep indek Miller. Struktur kristal dapat ditentukan
I STRUKTUR KRISTAL
dengan menggunakan difraksi sinar-X. Bab ini ditutup oleh bahasan gaya
antaratom yang menyebabkan terjadinya ikatan dalam kristal.
G
bG R
aG
RG = n1 aG + n2 bG (1.1)
a
G dan bG adalah vektor basis.
dengan (n1, n2) adalah pasangan bilangan bulat; dan
Bahan kristal memiliki simetri translasi, artinya seluruh kristal itu digeser RG di
atas (yang menghubungkan dua buah atomnya), maka sejauh vektor
keadaannya tetap sama. Dengan kata lain kristal bersifat invarian terhadap
translasi semacam itu.
dinamakan vektor basis, (a) bersifat tidak unik, dan (b) haruslah tidak kolinier.
G G
b R
aG
Sel satuan merupakan dasar pola elementer karena berulang secara periodik dan
membentuk struktur kisi suatu kristal. Bila sel satuan tersebut dilakukan translasi
RG di atas, maka seluruh kisi kristal tercakup olehnya. Luas daerah oleh vektor
a b a b
kisi paralelogram dengan sisi G dan G adalah G× G =ab sin γ, dimana γ
a b
adalah sudut antara G dan G .
Perhatikanlah bahwa sel satuan itu (a) tidak unik, (b) setiap sel satuan
mempunyai luasan yang sama, dan (c) dalam contoh di atas sel satuan
mengandung satu titik kisi.
Yang dibicarakan di atas adalah sel primitip, yakni sel satuan yang hanya
mengandung satu titik kisi perselnya. Sedangkan sel non-primitip memiliki lebih
dari satu titik kisi perselnya. Vektor basis yang membentuk sel satuan primitip
disebut vektor basis primitip; dan sel satuan non-primitip disebut vektor basis
non-primitip. Gambar 1.4 berikut memperjelas perbedaan keduanya.
5
3
4
G G
RG =n1 a +n2 bG+n3 c (1.2)
a b
berbentuk paralelogram G× G yang
Dalam dua dimensi, kisi kristal yang mungkin sebanyak lima jenis, seperti terlihat
dalam Tabel 1.1 dan Gambar 1.6 berikut.
Tabel 1.1 Macam kisi dua dimensi
No Kisi Sel Satuan Sisi dan Sudut
1 Genjang Jajaran genjang a≠b ϕ ≠ 900
2 Persegi Bujur sangkar a=b ϕ = 900
3 Heksagonal Belah ketupat a=b ϕ = 1200
4 Empat persegi panjang P Empat persegi panjang a≠b ϕ = 900
5 Empat persegi panjang I Empat persegi panjang a≠b ϕ = 900
a a
a a
b b b
a a a
10
NaCl dapat pula dipandang sebagai struktur non-Bravais, yang terdiri dari dua
subkisi FCC, masing-masing untuk Na dan Cl, yang saling menembus. Kedua
subkisi tersebut terpisah sejauh ½a satu sama lain.
Beberapa kristal yang memiliki struktur NaCl adalah LiH, MgO, MnO, AgBr,
PbS, KCl, dan KBr dengan konstanta kisi masing-masing 4,08; 4,20; 4,43; 5,77;
5,92; 6,29; dan 6,59 Å.
11
Setiap sel satuan mengandung satu molekul CsCl, dengan posisi atom
Cs : 000 Cl : ½½½
CsCl dapat pula dipandang sebagai struktur non-Bravais yang terdiri dari dua
subkisi SC (kubik sederhana), yang masing-masing dibentuk oleh atom-atom
Cs dan Cl, yang keduanya terpisah sejauh ½√3a (setengah diagonal ruang).
Jumlah titik terdekat setiap atom adalah 8 atom yang berbeda jenis. CsCl
memiliki konstanta kisi 4,11 Å.
Beberapa kristal yang memiliki struktur CsCl adalah BeCu, AlNi, CuZn, CuPd,
AgMg, LiHg, NH4Cl, TlBr, dan TlI dengan konstanta kisi masing-masing 2,70;
2,88; 2,94; 2,99; 3,28; 3,29; 3,87; 3,97; dan 4,20 Å.
12
Gambar 1.11 Proyeksi posisi atom dalam struktur intan sel kubik
pada salah satu sisi kubik. Bilangan pecahan menunjukkan
ketinggian di atas bidang dasar
Dalam setiap sel satuan terdapat 8 atom C dan bilangan koordinasinya adalah 4.
Keempat atom terdekat membentuk suatu tetrahedral, dengan pusat atom yang
bersangkutan. Konfigurasi semacam itu sering dijumpai pada semikonduktor,
dan dinamakan ikatan tetrahedral. Struktur intan merupakan contoh ikatan
kovalen dalam unsur-unsur kolom IV tabel periodik.
13
Struktur intan dapat pula dipandang sebagai gabungan dari dua subkisi FCC yang
saling menembus dengan titik asal, masing-masing 000 dan ¼ ¼ ¼.
Beberapa kristal yang memiliki struktur intan adalah Ge, Si, C, timah putih
dengan konstanta kisi masing-masing 5,65; 5,43; 3,56; dan 6,46 Å.
14
R
(1.2), yaitu RG = n1 aG+ n2 bG+ n3 cG . Arah vektor G dinyatakan dengan [n1
n2 n3], yang lazimnya dalam perbandingan bilangan bulat terkecil. Semua arah
15
yang sejajar memiliki indek yang sama. Perhatikanlah beberapa arah dalam
c D
C
O
b
a A
mencakup arah [100], [010], [001], [100], [010] dan [001] dimana makna dari
1 adalah –1; dan <111> menunjukkan semua diagonal ruang suatu kubik.
Satu arah dengan indeks Miller besar, misalnya [157], memiliki jumlah atom
persatuan panjang yang lebih sedikit daripada indeks yang kecil, misalnya [111].
16
⎛xyz⎞
x, y dan z. Didapatkan perangkat tiga bilangan ⎜ ⎟. Lalu, diambil
⎝abc⎠⎛
abc⎞
⎛ ⎞
(h k l)= ⎜⎜m ax m by m cz ⎟⎟ ⎠ (1.3)
⎝
dengan m adalah bilangan bulat untuk mereduksi indek menjadi bilangan bulat
terkecil. Dengan demikian, kumpulan bidang paralel mempunyai representasi
indek Miller yang sama. Pada Gambar 1.14 di atas x=3a, y=2b dan z=2c,
sehingga jika dianggap a=b=c=1, maka bidang yang dimaksud memiliki indek
17
Miller (hkl)=(233). Pada kasus lain, misalnya x=2a, y=(3/2)b, dan z=c memiliki
indeks Miller (hkl)=(346).
Dalam satuan sel yang memiliki simetri rotasi, beberapa bidang nonparalel (hkl)
adalah ekivalen karena kesimetriannya, dan dinotasikan dengan {hkl}. Misalnya
dalam sistem kubik indek {100} menunjukkan enam bidang, yaitu
18
z Garis normal
γ
β y Y
α
x
X
Jarak dari titik O ke titik potong P dinayatakan dengan d hkl. Jika x, y dan z
merupakan titik potong bidang (hkl) dengan sumbu a, b dan c maka d hkl=x cos
α=y cos β=z cos γ. Secara geometri, pada gambar di atas didapatkan hubungan
cos2α+ cos2 β+ cos2 γ=1 sehingga didapatkan
1
dhkl = (1.4)
1/2
⎛ 1 1 1⎞
2
⎟
⎜⎜⎝ x 2 + y 2 + z ⎟⎠
19
1/2
⎛h k2 l2
2
⎜⎜⎝ a 2 +b 2 + c2 ⎟⎟⎠
(4/3)πr 3
F=N (1.7)
V
dengan N= jumlah atom dalam sel satuan
r = jari-jari bola atom
V = volume sel satuan
Jarak kesetimbangan antara pusat dua atom berdekatan dapat dipandang sebagai
jumlah jari-jari kedua atom tersebut.
Tabel 1.3 berikut menunjukkan hubungan antara struktur kristal dengan
ukuran geometrik sel satuan.
Tabel 1.3 Ukuran geometrik dan struktur kristal
No Parameter SC BCC FCC Intan HCP
1 Jari-jari atom a/2 a√3/4 a√2/4 a√3/8 a/2
2 Atom persel satuan 1 2 4 8 6
3 Volume sel satuan a3 a3 a3 a3 3a √2
3
20
Jarak terhadap
(½)a√1
8 tetangga terdekat a√2 a a a√3
berikutnya 3
Tampak bahwa intan memiliki struktur yang relatif kosong (hanya terisi 0,34) dan
FCC atau HCP relatif padat (terisi 0,74).
21
(a) (b)
Gambar 1.17 (a) Refleksi sinar-X dari suatu kristal. Sinar hampir paralel
karena posisi detektor jauh dari kristal.
(b) Intensitas refleksi kristal KBr. Pada gambar
ditunjukkan bidang-bidang refleksi yang menghasilkan difraksi Beda
lintasan untuk kedua sinar refleksi adalah Δ=AB + BC – AC’ = 2 AB –
AC’
karena AB=BC. Mengingat jarak antarbidang d, maka
22
bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah hukum Bragg melalui
proses hamburan.
23
k s
2θ
ko
Gambar 1.19 Hamburan oleh dua elektron. Gambar 1.20 Vektor hamburan sG.
r Sudut 2θ adalah sudut hamburan
G adalah vektor posisi elektron-1
terhadap elektron-2
G
G
s = kG− kGo (1.12)
s = sG = 2k sinθ (1.13)
1
kGo dan kG, maka Δ = (rG•
sG). Beda masing merupakan vektor satuan dalam arah k
fasa antara gelombang terhambur dalam radial
24
ψT = fe (
eikD eisG•rG + eisG•rG
1 2 )
(1.16) D
Bila yang ditinjau atom dengan l buah elektron, masing-masing dengan
A ikD
ψT = f e (1.17)
D
dengan
f = fe ∑n eisG•rG l (1.18)
l=1
l=1
G
Jika atom dalam kristal, misalnya, terletak pada posisi Rl , maka faktor
Ungkapan faktor hamburan kristal (1.20) di atas mengambil bentuk analogi dari
G G
atom. Posisi atom dapat ditinjau dalam sel satuannya, yaitu Rl = Rlc' +δj , dimana G
25
Rlc' adalah posisi sel satuan ke-l, dan δj adalah posisi atom dalam sel satuan, sehingga
faktor hamburan kristal (1.20) di atas dapat dinyatakan dalam bentuk faktorisasi
fkr = F S (1.21)
dikenai sinar-X, akan dihasilkan pola difraksi yang merupakan peta kisi resiprok
kristal tersebut. Kedua kisi ini memiliki relasi sebagai berikut. Andaikanlah vektor
basis dalam kisi nyata adalah aG, bG dan cG, maka dapat didefinisikan vektor
a
b. bahwa G∗ tegak lurus terhadap bidang (bG,cG), dan demikian pula permutasi
siklisnya, dan
G G G G G G
c. bahwa a •bGxc = bG•c xa = c • a xbG merepresentasikan volume sel
G G
satuan dengan rusuk vektor a , bG dan c .
26
a b c
GGn = n1 G∗ + n2 G∗ + n3 G∗ (1.24)
dengan n1, n2 dan n3 adalah bilangan bulat.
Kisi resiprok memiliki hubungan dengan kisi nyata sebagai berikut.
G G
a. aG∗ • a = bG∗ •bG = cG∗ •c = 2π
c. Setiap vektor dari kisi resiprok GGhkl = haG∗ + kbG∗ + lcG∗ tegak lurus terhadap
a
a. G∗ tegak lurus terhadap bG ; dan bG∗ tegak lurus terhadap aG
27
d100 d 010
b. setiap titik (hkl) dalam ruang resiprok terkait dengan perangkat bidang (hkl)
dalam ruang nyata, dan
c. simetri kelompok titik dalam ruang resiprok sama dengan simetri ruang nyata.
Dapat pula dibuktikan bahwa terdapat hubungan sebagai berikut.
a. Kisi resiprok kisi SC adalah kisi SC juga.
b. Kisi resiprok kisi BCC adalah kisi FCC; dan sebaliknya.
δ
∑e =N AG,GGn (1.26)
l=1
RGlc' .
vektor kisi nyata yang mengandung N buah total sel dan vektor kedudukan
Dengan demikian faktor struktur kisi S (1.22) berharga nol untuk setiap nilai vektor
hamburan sG , kecuali
s G
G = Ghkl (1.27)
Hal ini berarti sG harus tegak lurus terhadap bidang (hkl). Dengan menginat bahwa
k=2π/λ, maka substitusi persamaan (1.13) dan (1.25) ke dalam persamaan (1.27),
dalam teori hamburan ini, menghasilkan bentuk hukum Bragg
28
melihatnya sebagai interferensi konstruktif berkas terhambur oleh atom kristal dari
teori hamburan. Gambar 1.22 berikut menjelaskan syarat terpenuhinya hukum Bragg
menurut teori hamburan.
Gambar 1.22 Vektor hamburan sama dengan vektor kisi resiprok Saat
kondisi Bragg (127) terpenuhi, maka faktor struktur kisi S≠0, tetapi bernilai S=N,
seperti tampak pada (1.26), sehingga
Shkl = N (1.29)
Substitusi (1.29) ke dalam (1.21) menghasilkan faktor hamburan kristal f kr menjadi
fkr,hkl = N Fhkl (1.30) dan
intensitas I menjadi
Ihkl∞ fkr,hkl 2 ∞ Fhkl 2 (1.31)
Setiap berkas terdifraksi bersesuaian dengan suatu perangkat bidang (hkl). Tetapi
untuk suatu perangkat bidang (hkl) tertentu kadang intensitas berkas terdifraksi
menjadi nol. Hal ini terjadi karena faktor struktur geometri F hkl=0, meskipun bidang
(hkl) yang bersesuaian memenuhi kondisi Bragg.
Misalnya, semua atom identik, kedudukan atom ke-j dalam sel satuan
G G
G G
δj = u j a + v jb + wjc
dan kondisi Bragg terpenuhi
G
s = GGhkl = haG∗ + kbG∗ + lcG∗
maka
29
Fhkl = fa
b. Sel satuan “base centered” C. Atomnya terletak di 000 dan ½½0 sehingga
(1.32) menjadi
Fhkl = fa (1 + eπi(h + k))
Dengan demikian Fhkl≠0 hanya jika h+k=2n dengan n=0, ±1, ±2, …
c. Sel satuan “body centered” I. Atomnya terletak di 000 dan ½½½ sehingga
(1.32) menjadi
Fhkl = fa (1 + eπi(h + k+ l))
Dengan demikian Fhkl≠0 hanya jika h+k+l=2n dengan n=0, ±1, ±2, …
d. Sel satuan “face centered” F. Atomnya terletak di 000, ½½0, ½0½ dan 0½½
sehingga (1.32) menjadi
Fhkl = fa (1 + eπi(h + k) + eπi(h + l) + eπi(k + l))
Dengan demikian Fhkl≠0 hanya jika h+k=2n dan k+l=2n dengan n=0, ±1, ±2, …
Dengan kata lain Fhkl≠0 hanya jika semua indek genap atau semua indek
ganjil.
Berikut ini diberikan contoh kurva intensitas refleksi sinar-X dan sudut
hamburan (I vs 2θ) hasil eksperimen difraksi sinar-X dari bubukan KCl dan KBr.
30
Gambar 1.23 Perbandingan refleksi sinar-X antara bubukan KCl dan KBr
KCl dan KBr, keduanya, memiliki struktur FCC. Dalam KCl, jumlah elektron pada
K+ dan Cl- sama banyak sehingga faktor hamburan atom f a keduanya hampir sama
sehingga ia “terlihat” oleh sinar-X sebagai kristal SC monoatomik dengan konstanta
kisi a/2. Adanya refleksi indek-indek yang genap bulat menunjukkan bahwa kristal
tersebut adalah SC dengan konstanta kisi a. Sedangkan dalam KBr, faktor hamburan
atomnya berbeda sehingga ia tetap terlihat sebagai struktur FCC oleh difraksi sinar-
X.
Kondisi Bragg (1.27) masih dapat ditulis dalam bentuk lain. Substitusi
31
kGo ==kG−=GG
=
sebagai proses tumbukan antara foton sinar-X dan kristal. Momentum sebelum
tumbukan hanya momentum linier foton yang datang pGo ==kGo , dan setelah
tumbukan adalah momentum linier foton terhambur pG ==kG dan momentum linier
kristal −=
GG . Dengan demikian perubahan momentum linier foton
G G G G
Δp = p − p o ==G
32
Gambar 1.24 Energi potensial sebagai fungsi jarak dari ikatan dua atom
33
Posisi setimbang ditandai oleh energi terendah –V o, yang terjadi pada jarak Ro yang
berordo beberapa angstrom. Pada R>Ro, potensial naik secara bertahap sehingga
mencapai nol pada R→∞ (dua atom bebas). Sedangkan pada R<R o, potensial naik
secara tajam menuju ∞. Gaya antaratom dapat dirumuskan
G
F( )R =−∇V( )R (1.34)
Terlihat bahwa F(R)<0 untuk R>R o, sehingga terjadi tarik-menarik; dan F(R)>0
untuk R<Ro, sehingga terjadi tolak-menolak antara dua atom tesebut. Kedua gaya ini
saling meniadakan satu sama lain pada titik setimbang R o. Tetapi, umumnya, energi
tarikan mendominansi energi tolakan pada titik setimbang R o.
1.3.2 Jenis Ikatan Kristal
Ui =∑Uij (1.35)
j
dimana penjumlahan dilakukan untuk semua ion kecuali j=i. Energi U ij berasal dari
potensial tolak-menolak medan sentral empirik λ eksp (-rij/ρ), dimana λ
−r / ρ
ij q2
34
Uij =λe ±
(1.36) 4πεorij
Potensial tolak-menolak terjadi karena penerapan prinsip eksklusi Pauli saat jarak
antarion berkurang (lebih kecil dari jarak kesetimbangan). Berkurangnya jarak
antarion menyebabkab orbit elektron tumpang-tindih. Hal ini melanggar prinsip
eksklusi Pauli karena sel terluar ion sudah komplit. Akibatnya elektron harus
menempati tingkat energi yang lebih tinggi sehingga energi potensial naik secara
tajam. Sedangkan potensial Coulomb terjadi antara ion sejenis (tanda +) atau tidak
sejenis (tanda -).
Energi kisi kristal total yang terdiri dari N buah molekul atau 2N buah ion
Utot = N Ui
Ungkapan ini menunjukkan bahwa setiap pasangan atau setiap ikatan hanya dihitung
sekali. Andaikanlah r kita tulis sebagai r ij=pijR, dengan R adalah jarak terdekat antara
dua atom terdekat dan interaksi tolak-menolak hanya terjadi antartetangga terdekat
saja, maka
⎧⎪ 4πεq 2
⎪ λ −R / ρ R tetan gga
terdekat) e − (
Uij =⎨ 1 q2 o (1.37)
⎪± (bukan tetan gga terdekat)
⎪⎩ pij 4πεo R
35
Dalam menghitung konstanta Madelung, jika ion referensi bermuatan negatip, maka
tanda (+) digunakan untuk ion positip dan tanda (-) untuk ion negatip. Jika
dUtot
diambil syarat bahwa = 0, maka diperoleh dR R=Ro
2 −R / ρ
ρα
e o = q2 (1.39)
Ro
4πεoλz
Dengan menggunakan (1.38) dan (1.39), maka energi kisi kristal total dengan 2N
buah ion pada jarak setimbang Ro
N α q 2 ⎛ ρ⎞
⎜ ⎟
Utot R=Ro =− 4πε Ro ⎜ ⎝1− Ro ⎟⎠ (1.40)
o
Nαq 2
Bentuk − disebut energi Madelung. Harga ρ berorde 0,1Ro sehingga 4πεo Ro
interaksi tolak-menolak mempunyai rentang yang amat pendek dan sedikit sekali
pengaruhnya terhadap energi kisi.
Sebagai contoh disajikan data tentang energi permolekul dalam kristal KCl,
yaitu energi Madelung (energi Coulomb) sebesar (25,2)/R eV dan energi tolak
menolak (2,4.104)exp(-R/0,30) eV dimana R berorde 10 -8 cm. Harga konstanta
Madelung α bergantung pada struktur kristal ionik, misalnya untuk NaCl, CsCl dan
ZnS, masing-masing berharga 1,747565 , 1,762675 dan 1,6381. Ikatan ionik
tergolong lebih kuat daripada ikatan lain, dengan energi ratarata 5 eV setiap
pasangan atom. Oleh karena itu kristal ionik mempunyai titik leleh yang tinggi.
Misalnya titik leleh NaCl adalah 801 0C, sedangkan untuk logam Na dan K, masing-
masing adalah 97,80C dan 630C.
36
atom memiliki orbit 1s. Jika kedua atom saling mendekat dan membentuk molekul
H2, maka orbital molekulnya merupakan kombinasi linier dari kedua orbital atom 1s.
Orbital molekul tersebut mempunyai dua kemungkinan, yaitu
a b
Sedangkan distribusi muatan untuk kedua orbital tersebut adalah |ψgenap|2 dan |ψganjil|2
seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.26 berikut.
(a) (b)
Gambar 1.26 Propil distribusi muatan dan representasi kontur
(a) ψgenap dan (b) ψganjil
Tampak bahwa ψgenap mengandung elektron terutama pada daerah antara dua proton,
sedangkan ψganjil mengandung elektron di sekitar masing-masing proton yang
bersangkutan dan jauh dari daerah antara dua proton.
Kedua orbital molekul di atas mempunyai energi yang berbeda seperti ditunjukkan
oleh Gambar 1.27 berikut.
37
Gambar 1.27 Energi keadaan dasar dan eksitasi molekul hidrogen sebagai
fungsi jarak antarinti
Orbital genap berenergi lebih rendah daripada orbital ganjil. Bahkan orbital genap
mempunyai energi negatip. Dengan demikian orbital genap merupakan orbital stabil
(orbital bonding) dan orbital ganjil merupakan orbital tidak stabil (orbital
antibonding). Pada gambar di atas tampak bahwa molekul hidrogen memiliki
keadaan setimbang pada 0,74 Å dan energi ikat 4,48 eV (relatif terhadap keadaan
dasar dua atom hidrogen yang terpisah pada jarak tak terhingga). Sesuai dengan
prinsip eksklusi Pauli, kedua elektron dalam orbital bonding memiliki spin
antiparalel.
Keberadaan sepasang elektron di antara atom hidrogen di atas menyebabkan
terjadinya ikatan yang kuat dalam molekul hidrogen. Ikatan yang terjadi karena
pemakaian bersama sepasang elektron oleh atom untuk mencapai konfigurasi gas
mulia dalam suatu molekul disebut ikatan kovalen. Hal ini merupakan bukti bahwa
semua atom adalah identik sehingga transfer elektron dari satu atom ke yang lain
tidak menimbulkan akibat apapun.
Keadaan fisis ikatan kovalen dalam kristal sama dengan dalam molekul. Gaya
tarikan terjadi antara elektron dan proton di sepanjang garis yang menghubungkan
inti berturutan. Sedangkan gaya tolaknya terjadi karena interaksi prinsip eksklusi
38
Pauli saat inti saling merapat. Gaya tarikan elektron-proton lebih dari cukup untuk
mengimbangi penolakan langsung elektron-elektron ataupun proton-proton.
Ikatan kovalen juga kuat, seperti ditunjukkan oleh intan yang tingkat kekerasannya
tinggi dan titik leleh di atas 3000 0C. Ikatan dua atom karbon dalam struktur intan
memiliki energi kohesi 7,3 eV peratom.
E ∼ V-2/3 (1.42)
Dimana V adalah volume kotak tempat elektron bergerak. Sedangkan dalam kristal,
elektron secara bebas bergerak dalam keseluruhan volume kristal yang sangat besar.
Akibatnya, energi kinetik elektron turun secara tajam dan mengkontribusi
pengurangan energi total sistem. Penurunan energi inilah yang menjadi sumber
ikatan logam.
Ikatan logam lebih lemah daripada ikatan kovalen dan ionik. Contohnya, logam Na
memiliki titik leleh pada 97,80C. Energi kinetik yang kecil menyebabkan ikatannya
lemah. Susunan kristal logam cenderung untuk memiliki susunan dimana setiap
39
atom atau ion memiliki banyak tetangga (struktur tersusun padat), misalnya HCP
(seng), FCC (tembaga), BCC (lithium dan natrium) dan lain-lain.
40
A dan B adalah parameter empirik. Sehingga, biasanya, energi potensial total dua
atom berjarak R adalah
⎡⎛σ⎞12 ⎛σ⎞6 ⎤
U( )R = 4ε⎢⎜ ⎟ − ⎜ ⎟ ⎥ (1.45)
⎢⎣⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎥⎦
dimana ε dan σ adalah parameter baru, dengan 4εσ6=A dan 4εσ12=B. Potensial (1.45)
di atas dikenal dengan nama potensial Lennard-Jones.
Gaya antara dua atom ditentukan melalui –dU/dR. gaya ini sangat cepat berubah
dengan jarak R sehingga atom dalam kristal cenderung untuk serapat mungkin.
Biasanya, struktur yang dimiliki oleh gas mulia adalah FCC (“cubic close-packed”).
Energi kinetik atom gas mulia dapat diabaikan. Oleh karena itu energi kohesi kristal
gas mulia didapatkan dengan menjumlahkan potensial LennardJones (1.45) di atas
terhadap semua pasangan atom dalam kristal. Jika terdapat N buah atom dalam
kristal, maka energi tersebut
σ
⎡ ⎛ ⎞ ⎛
σ
Utot N(4ε)⎢⎢∑j ⎜⎜ pij R ⎠⎟⎟12 − ∑⎜⎝⎜ p ij R ⎟⎟⎞⎠6 ⎤⎥⎦⎥
(1.46)
⎣ ⎝
dimana pijR adalah jarak antara atom ke-i dan j. Faktor ½ muncul karena hitungan
dilakukan dua kali pada setiap pasangan atom.
Untuk struktur FCC, dimana terdapat 12 tetangga terdekat, perhitungan
menghasilkan
; (1.47)
j j
Pada posisi setimbang Ro, energi total sistem berharga minimum sehingga
⎡ σ σ ⎤
dUdRtot = = 0 = −2Nε ⎣⎢( )12 (12,13)
o R1312 − (6)(14,45) R 76 ⎦⎥
41
(1.48)
RR
⎡ ⎛σ⎞12 ⎛σ⎞6 ⎤
Utot ( )R = 2Nε ⎢(12,13)⎜ ⎟ − (14,45)⎜ ⎟ ⎥ (1.50)
⎢⎣ ⎝R⎠ ⎝ R ⎠ ⎥⎦
dan pada posisi setimbang Ro
42
Gambar 1.28 (a) Molekul air; dan (b) Susunan molekul air sebagai
akibat adanya ikatan hidrogen
Tetapi, gaya antarmolekul ini jauh lebih lemah daripada gaya internal yang mengikat
molekul itu sehingga molekul tetap dapat mempertahankan identitasnya salam
kristal. Ikatan hidrogen mempunyai orde 0,1 eV.
RINGKASAN
01. Suatu benda padat berbentuk kristal, apabila atom, ion, atau molekulnya
teratur dan periodik dalam rentang yang panjang dalam ruang. Bahan kristal
memiliki simetri translasi, artinya bila seluruh kristal itu digeser sejauh vektor
02. Pola geometrik dari kedudukan setimbang tiap atom sebagai suatu titik
dinamakan kisi kristal. Terdapat dua kelas kisi, yaitu Bravais dan nonBravais.
Kisi non-Bravais seringkali disebut sebagai kisi dengan suatu basis dan dapat
dipandang sebagai kombinasi dari dua atau lebih kisi Bravais yang saling
menembus dengan orientasi tertentu.
03. Luas daerah jajaran genjang yang sisinya dibatasi oleh vektor basis disebut
sel satuan. Terdapat dua jenis sel satuan, yaitu sel primitip (satu titik kisi
perselnya) dan sel non-primitip (lebih dari satu titik kisi perselnya). Hubungan
antara keduanya adalah (a) sel non-primitip menunjukkan simetri lebih besar, dan
(b) luas sel non-primitip merupakan kelipatan bulat dari luas sel primitip.
04. Dalam dua dimensi, kisi kristal Bravais yang mungkin sebanyak lima jenis,
yaitu Genjang, Persegi, Heksagonal, Empat persegi panjang P, dan Empat persegi
panjang I. Sedangkan untuk tiga dimensi ternyata ada 14 buah kisi Bravais yang
43
terlingkupi dalam 7 buah sistem kristal, yaitu Triklinik (P), Monoklinik (P, C),
Ortorombik (P, C, I, F), Tetragonal (P, I), Trigonal (R), Heksagonal (P), dan
Kubik (P, I, F).
05. Beberapa kristal dengan struktur sederhana, di antaranya NaCl, CsCl, intan,
ZnS dan HCP
06. Arah kristal, yakni vektor RG = n1 aG+ n2 bG+ n3 cG , dinyatakan dengan [n1
bidang kristal dinyatakan sebagai indek Miller (hkl). Jarak antarbidang Miller,
dhkl = 1
1/2
⎛ 1 1 1 ⎞
⎜⎜ x 2 + y 2 + z2⎟⎠⎟
⎝
07. Fraksi kepadatan, didefinisikan sebagai proporsi maksimum dari volume
yang ada yang dapat diisi oleh bola atom dalam sebuah sel satuan, diungkapkan
dalam bentuk rumusan
F=N (4/3)πr 3
V
08. Menurut Bragg kristal direpresentasikan oleh kumpulan bidang paralel yang
bersesuaian dengan bidang atom, yang berperan sebagai cermin. Interferensi
maksimum (konstruktif) yang terjadi memenuhi hukum Bragg n λ = 2 dhkl sin θ
Dengan menggunakan hukum Bragg, secara eksperimen, jarak antarbidang dhkl
dapat dihitung.
09. Fakta menunjukkan bahwa hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom
diskrit kristal yang bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah
hukum Bragg melalui proses hamburan elastik (hamburan Thomson) sinar-X oleh
elektron dalam setiap atom dalam kristal. Dalam teori ini ditemukan bahwa
44
s G
10. Faktor struktur kisi S berharga tidak nol, yakni S=N, hanya untuk G = Ghkl
, yakni vektor hamburan sama dengan vektor kisi resiprok (syarat Bragg). Dari
11. Jika syarat Bragg terpenuhi dan semua atom identik, maka untuk kedudukan
atom ke-j dalam sel satuan δGj = u jaG + v jbG + wjcG , didapatkan faktor
struktur
)
kisi Fhkl = fa ∑e 2πi(hu j +kv j +lwj .
j
12. Dalam suatu kristal letak atom relatif jauh satu sama lain sehingga gaya inti
tidak berperan. Dengan demikian formasi kristal terjadi karena gaya antaratom
(bersifat listrik). Pada titik setimbang, energi potensial terendah dan didominansi
oleh energi tarik-menarik, serta resultan gaya nol. Pada jarak lebih kecil dari titik
setimbang, potensial naik secara tajam menuju tak berhingga dan terjadi gaya
tolak-menolak; sedangkan pada jarak yang lebih besar, potensial naik secara
bertahap sehingga mencapai nol pada jarak tak berhingga dan terjadi gaya tarik-
menarik.
13. Ikatan ion terjadi antara ion positip dan negatip karena terjadi perpindahan
elektron sehingga menyerupai kofigurasi gas mulia. Energi ikatan berasal dari
potensial tolak-menolak medan sentral empirik dan tarik-menarik Coulomb. Di
N α q 2 ⎛ ρ⎞
titik setimbang energi tersebut adalah Utot R=Ro =− Ro ⎜⎜⎝1− Ro ⎟⎟⎠ 4πεo
14. Ikatan yang terjadi karena pemakaian bersama sepasang elektron oleh atom
untuk mencapai konfigurasi gas mulia dalam suatu molekul disebut ikatan
kovalen. Sepasang elektron tersebut lebih banyak terdistribusi di antara intiinti.
45
Gaya tarikan terjadi antara elektron dan proton di sepanjang garis yang
menghubungkan inti berturutan. Sedangkan gaya tolaknya terjadi karena
interaksi prinsip eksklusi Pauli saat inti saling merapat. Gaya tarikan
elektronproton lebih dari cukup untuk mengimbangi penolakan langsung
elektronelektron ataupun proton-proton.
15. Model ikatan logam menggambarkan adanya suatu susunan ion teratur dan
suatu lautan elektron valensi (elektron konduksi) ion tersebut yang dapat bergerak
bebas di antara susunan ion. Ikatan logam terjadi bila tarikan antara ion positip
dan gas elektron melebihi penolakan antarelektron dalam gas tersebut. Gaya tolak
Coulomb antarion positip menjadi tidak efektif karena gas elektron melingkupi
ion secara kuat sehingga menjadi ion noninteraksi yang netral.
16. Terdapat energi ikat yang lemah pada gas mulia. Meskipun secara rata-rata
semua momen multipol listriknya sama dengan nol, tetapi di setiap suatu waktu
momen dipol listrik terjadi secara fluktuatif sebagai akibat adanya kelebihan
elektron di bagian tertentu. Momen dipol listrik sesaat ini dapat menginduksi
atom atau molekul tetangganya sehingga terjadi interaksi antara keduanya.
Interaksi antara momen dipol listrik sesaat inilah yang memberikan ikatan antara
atom gas mulia. Energi ikatan Van der Walls ini adalah
⎡ ⎛
17. Contoh ikatan hidrogen adalah kristal air. Sifat listrik sebuah molekul air
terisolasi adalah netral. Tetapi, dalam kristal es distribusi muatan internal
sedemikian rupa sehingga menghasilkan interaksi antarmolekul. Elektron lebih
ditarik ke arah atom oksigen sehingga bermuatan negatip; dan dalam waktu
bersamaan atom hidrogen menjadi bermuatan positip. Keadaan ini menghasilkan
dipol listrik dalam molekul air. Gaya tarik-menarik antardipol listrik inilah yang
menghasilkan ikatan hidrogen sehingga terbentuk kristal.
46
a b c ˆ
01. Diketahui vektor basis primitip suatu kisi adalah G = aiˆ, G = bˆj, G = ck ,
ˆ
dengan iˆ, ˆj dan k adalah tiga vektor satuan dalam koordinat Kartesian.
a b ˆ c ˆ
G = (a/ 2)(iˆ + ˆj), G = (a/ 2)( ˆj + k ) dan G = (a/2)(k + iˆ)!
ˆ
b. Buktikan bahwa ungkapan vektor satuan iˆ, ˆj dan k sebagai kombinasi linier
ˆ ˆ ˆ ˆ
c. Posisi kedelapan pojok sel adalah 0, ai , a ˆj , ak , a(iˆ + ˆj ), a(i + k ), a( ˆj +
ˆ ˆ a b c
k ) dan a(iˆ + ˆj + k ). Nyatakan posisi-posisi tersebut dalam G, G dan G !
ˆ ˆ
d. Sama dengan (c), tetapi untuk 6 titik pada pusat muka, yaitu (½)a(i + k ),
ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ
(½)a( j + k ), (½)a(iˆ + ˆj ), (½)a(i + 2 j + k ), (½)a(2iˆ + ˆj + k ), dan
ˆ
(½)a(iˆ + ˆj + 2k ) ! (Nyatalah bahwa, berdasarkan (c) dan (d) semua posisi
atom dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor kisi primitip dengan
koefisien bilangan bulat)
03.a. Sama dengan soal 02), tetapi untuk vektor basis primitip aG = (a/ 2)(iˆ
ˆ ˆ ˆ
+ ˆj − k ), bG = (a/ 2)( ˆj + k −iˆ) dan cG = (a / 2)(k + iˆ − ˆj)!
47
ˆ
b. Buktikan bahwa ungkapan vektor satuan iˆ, ˆj dan k sebagai kombinasi linier
a c a b ˆ b
dari vektor basis primitip adalah aiˆ = G + G,aˆj = G + G dan ak = G +
c
G!
ˆ
04. Sama dengan soal (1), tetapi untuk vektor basis primitip 12 a(iˆ + ˆj) − 12 ck ,
ˆ ˆ
1
2 a(−iˆ + ˆj) + 1
2 ck , dan 12 a(iˆ − ˆj) + 1
2 ck dimana a adalah sisi bujursangkar
05. Kisi kristal dapat dipetakan ke dalam dirinya sendiri oleh simetri translasi kisi,
pencerminan dan rotasi di sekitar suatu sumbu. Kisi kristal memiliki simetri
rotasi derajat-1, 2, 3, 4 dan 6 atau 2π; 2π/2; 2π/3; 2π/4; dan 2π/6. Tetapi,
misalnya, kisi kristal tidak memiliki simetri rotasi 2π/5 karena tidak
memungkinkan untuk mengisi seluruh ruang secara periodik dengan bentuk
bangun pentagon. Tunjukkan bahwa kisi dua dimensi tidak mempunyai
simetri putar 2π/5 !
06. Buktikan bahwa struktur HCP memiliki rasio sumbu c/a= 6 =1,633 !
07. Pada suhu 1190 K besi memiliki struktur FCC dengan parameter kisi a=3,647
Å; dan pada suhu 1670 K berstruktur BCC dengan a=2,932 Å. Jika berat atom
besi adalah 55,85 sma, maka tentukan kerapatan massa pada masing-masing
suhu tersebut!
08. Diketahui padatan Al berstruktur FCC dengan a=4,04 Å dan berat atom 26,98
sma. Hitunglah massa jenisnya!
09. Gambarlah bidang dan arah berikut dalam sel satuan kubik: (122), [122],
48
memberikan vektor arah yang tegak lurus bidang tersebut, yakni nGo = noxiˆ +
noy ˆj + nozkˆ !
13. Buktikan harga jari-jari atom dan fraksi kepadatan dari berbagai struktur kristal
dalam Tabel 5.1!
14. Suatu kristal kubik mempunyai konstanta kisi 2,62 Å. Berapakah sudut Bragg
yang sesuai untuk terjadi refleksi oleh bidang (100), (110), (111), (200), (210)
dan (211), jika berkas sinar-X monokhromatik yang digunakan mempunyai
panjang gelombang 1,54 Å?
15. Sudut Bragg untuk refleksi kristal besi BCC pada bidang (110) adalah 22 0,
dengan sinar-X yang panjang gelombangnya 1,54 Å.
a. Berapakah konstanta kisinya?
b. Jika berat atom Fe adalah 55,8 sma, maka berapakah kerapatan massanya?
16. Buktikan bahwa persamaan (1.21) dapat diturunkan dari persamaan (1.20),
dengan mengingat definisi (1.22)!
17. Gambarkan kisi resiprok untuk kisi dua dimensi yang mana a=1,25 Å, b=2,50 Å
b. Buktikan bahwa jarak antara dua bidang paralel berturutan dalam kisi adalah
GG !
dhkl=2π/
19. Suatu sel satuan berukuran a=4 Å, b=6 Å, c=8 Å dan α=β=900, γ=1200.
Tentukan
a. vektor basis a*, b* dan c* untuk kisi resiprok!
b. jarak antar bidang (210)!
49
c. sudut Bragg untuk bidang (210), jika diketahui panjang gelombang sinar-X
yang dipakai 1,54 Å!
20. Buktikan bahwa
a. kisi resiprok suatu kisi SC adalah kisi SC juga!
b. kisi resiprok suatu kisi FCC adalah kisi BCC, dan sebaliknya!
aG
21. Diketahui bahwa vektor basis primitip kisi ruang heksagonal adalah 1 = ( 12 a
aG aG
3)xˆ + ( 12 a)yˆ, 2 =−( 12 a 3)xˆ + ( 12 a)yˆ, 3 = czˆ
bG1 = ⎛⎜⎜ a2π3 ⎞⎟⎠⎟xˆ + ⎛⎜⎝ 2aπ⎠⎟⎞yˆ, bG2 = −⎝⎜⎛⎜ a2π3 ⎟⎠⎟⎞xˆ + ⎛⎝⎜ 2aπ⎞⎠⎟yˆ, bG3 =
N N αq
potensial total suatu sistem kristal ionik adalah E = RAn − 0
2
R , dengan
4πε
N adalah jumlah pasangan ion positip-negatip. Suku pertama merepresentasikan
potensial tolak-menolak, dengan A dan n adalah konstanta yang ditentukan
melalui eksperimen. Suku kedua merepresentasikan potensial tarik-menarik
Coulomb, dengan α adalah konstanta Madelung yang hanya
bergantung pada struktur kristal.
50
4πε0
a. Tunjukkan bahwa jarak kesetimbangan antarion adalah R0n−1 = 2 An !
αq
b. Tunjukkan bahwa energi ikatan pada titik kesetimbangan adalah
E0 = − αNq 2 ⎛⎜1− 1 ⎞⎟ ! 4πε0 R0 ⎝
n⎠
c. Jika kristal NaCl mempunyai konstanta kisi 5,63 Å, energi ikat terukur 7,95
eV/molekul dan konstanta Madelung 1,75, maka tentukan konstanta n!
51
BCC harga ; .
j j
32. Sama dengan soal 26), tetapi untuk struktur HCP dan FCC! Diketahui bahwa
33. Energi total untuk 2 atom argon adalah E =−C⎛⎜ ao ⎞⎟6 +B⎛⎜ ao ⎞⎟12 relatif
⎝R⎠ ⎝R⎠
terhadap keadaan keduanya pada jarak tak terhingga. Harga B= 2,35.10 3 eV, C=
1,69.108 eV dan ao adalah radius Bohr. Suku pertama merepresentasikan energi
tarik menarik antara elektron-elektron terluar; dan kedua adalah energi tolak
menolak antara ion-ion teras. Hitunglah
a. posisi setimbang !
b. Buktikan bahwa di posisi setimbang energinya didominansi oleh energi tarik
menarik! (harga mutlak energi tarik menarik lebih besar daripada energi tolak
menolak, dan energi totalnya berharga negatip)
Bahasan struktur kristal pada bab lalu menganggap bahwa atom bersifat statik
pada masing-masing titik kisinya. Sebenarnya, atom tidaklah statik, melainkan
berosilasi di sekitar titik setimbangnya sebagai akibat energi termal. Bab ini
membahas vibrasi kisi secara agak rinci.
Bab ini mula-mula membahas vibrasi kristal dalam batasan panjang gelombang
elastik, yang mana kristal dapat dianggap medium kontinu. Kapasitas panas
bahan dikemukakan dalam beberapa model, dan yang sesuai dengan eksperimen
adalah hanya yang menggunakan konsep fisika kuantum. Akhirnya, bab ini
ditutup oleh bahasan vibrasi kisi kristal, yang dikaitkan dengan sifat diskrit kisi.
53
∂ 2u ρ∂ 2u
2− 2= 0 (2.3)
∂x Y ∂t
yang dikenal sebagai persamaan gelombang satu dimensi.
Diambil solusi berbentuk propagasi gelombang bidang, yaitu
u = Ao ei(kx - ωt) (2.4)
Dimana Ao, k dan ω adalah amplitudo, bilangan gelombang dan frekuensi radial
gelombang. Substitusi solusi (2.4) ke dalam persamaan gelombang (2.3)
menghasilkan
ω = vs k (2.5)
dengan
vs = (Y/ρ)1/2 (2.6)
adalah kecepatan fasa gelombang. Hubungan (2.5) antara frekuensi dan bilangan
gelombang disebut relasi dispersi. Dalam hal ini hubungan tersebut adalah
linier, dengan kemiringan kecepatan fasa, seperti disajikan pada Gambar 2.1
berikut.
ω
ω=vsk
0 k
54
dN = (L/2π) dk (2.11)
55
sehingga
(kx , ky , kz) = [ n (2π/L) , m (2π/L) , l (2π/L) ] (2.14) dimana n, m, l = 0, ±1,
±2, …. Representasi dalam ruang k menunjukkan bahwa sebuah titik
mempunyai volume (2π/L)3 dan merepresentasikan satu moda getar, seperti
Gambar 2.2 berikut.
ky
56
kx
dω
k
4πk 2dk k2
dN = 3 =V 2 dk (2.15)
(2π/ L) 2π
dimana V=L3 adalah volume sampel. Rapat keadaan g(ω) diperoleh dengan
menggunakan hubungan dispersi ω(k).
Apabila digunakan hubungan dispersi linier (2.5), maka didapatkan
V ω2
g(ω) = 2 3
(2.16)
2 π vs
yang dilukiskan dalam Gambar 2.3 berikut.
57
Ternyata bahwa bertambahnya g(ω) berbanding lurus dengan ω2, tidak seperti
dalam kasus satu dimensi dimana g(ω) berharga konstan. Hal ini terjadi karena
kenaikan elemen volume permukaan bola yang berbanding lurus dengan k 2; dan
Ungkapan g(ω) di atas bersesuaian dengan moda tunggal untuk setiap nilai kG .
Sebenarnya, dalam tiga dimensi untuk setiap nilai kG mengandung tiga moda
berbeda, yaitu satu moda longitudinal dan dua moda transversal. Hubungan
ω ⎛ 1 1 ⎟ ⎞
g(ω) =V 2 π2 ⎜⎜v L3 +v T3 ⎟⎠ (2.17)
⎝
dimana vL dan vT, masing-masing merupakan kecepatan gelombang longitudinal
dan transversal. Jika vL=vT, maka ungkapan (2.17) menjadi
3V ω2
g(ω) = 2π2 vs3 (2.18)
58
⎛∂ ⎞ 3
CV = ⎜ U ⎟ = R (2.20)
⎝ ∂T ⎠V 2
⎛ 3 3 ⎞
U = N A ⎜ koT + koT ⎟= 3RT (2.21)
⎝2 2 ⎠
59
Ungkapan ini menunjukkan bahwa kapasitas panas kristal pada volume konstan
adalah
CV = (∂U/∂T)V = 3R (2.22)
Harga (2.22) sesuai dengan penemuan empirik Dulong-Petit (1819), yang
berlaku untuk hampir semua zat padat pada suhu ruang atau yang lebih tinggi.
Selanjutnya, eksperimen menunjukkan bahwa nilai CV menurun apabila T
menurun, dan mendekati nol apabila T menuju 0 K. Disamping itu, terdapat
indikasi yang sangat kuat bahwa pada suhu yang sangat rendah mendekati nol
mutlak
CV ∼ T3
Penyempurnaan bahasan kapasitas panas ini, selanjutnya menggunakan teori
mekanika kuantum.
εn = n ћ ω , n = 0, 1, 2, … (2.23)
dengan ω adalah frekuensi osilator. Jarak antartingkat energi ini sebesar ћ ω.
b. Sebaran energi osilator pada harga energi yang diperbolehkan mengikuti
distribusi Boltzmann
f (εn ) = e−ε / k T
n o
(2.24)
n=0
60
=ω
ε = e ω/ k T −1
=
o (2.25)
klasik
kuantum
O T
Gambar 2.4 Energi kuantum rata-rata dan energi klasik rata-rata kristal
Tampak bahwa pada suhu tinggi, sehingga koT>>ћω, osilator berada dalam
keadaan kuantum tereksitasi tinggi. Pada keadaan demikian sifat kuantum
Pada suhu rendah, koT<<ћω, dan energi koT tidak cukup untuk mengeksitasikan
osilator ke tingkat eksitasi pertama. Dalam hal ini energi osilator jauh lebih kecil
daripada koT. Oleh karena itu, pada suhu rendah ini, sifat kuantum gerakan
lebih dominan.
Bila zat padat sebanyak 1 kmol dan setiap atom mempunyai 3 derajat
kebebasan, maka energi totalnya
E = 3N Aε= 3N A e=ω= ω/ k TE −1
E o (2.26)
61
(2.27)
/
Secara teori dapat dibuat kurva CV terhadap T/θE yang bentuknya sama untuk
berbagai macam kristal. Data eksperimen (C V,T) suatu kristal tertentu, dapat
dicari kesesuaiannya yang terbaik, sehingga θE dapat ditentukan. Selanjutnya,
frekuensi Einstein ωE pun dapat diperoleh. Untuk θE= 240 K didapatkan ωE =
2,5.1013/s dalam daerah inframerah.
CV≅ 3 R
seperti hasil teori klasik.
⎛θE ⎞ e−θ / T
CV≅ 3R⎜ ⎟ ≅ B(T)e−θ
E E/ T (2.28) ⎝ T ⎠
62
dimana B(T) adalah fungsi yang relatif tidak peka terhadap suhu. Karena
bentuk eksponensial eθ E /T
, maka kapasitas panas ini terus berkurang sehingga
mendekati nol dengan cepat sekali. Jadi C V →0 saat T→0. Hal ini sesuai
dengan eksperimen.
Saat mendekati nol mutlak, penurunan C V model Einstein yang secara
eksponensial di atas, ternyata, jauh lebih cepat daripada yang terjadi secara
eksperimen, yakni
CV ∼ T3
Hal ini merupakan kelemahan yang mendasar bagi model Einstein.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari model Einstein adalah sebagai berikut.
a. Pada suhu tinggi, osilator tereksitasi sempurna, yang memerlukan energi rata-
rata sebesar koT, sehingga CV ≅ 3 R.
b. Pada suhu rendah, osilator membeku (tidak berosilasi) dalam tingkat energi
dasar sehingga CV=0.
63
E (2.29)
dimana integrasi dilakukan terhadap semua frekuensi yang diperkenankan.
Frekuensi batas bawah, tentunya, adalah ω=0. Sedangkan frekuensi batas atas
ditetapkan oleh debye dengan batasan bahwa jumlah moda yang dicakup dalam
rentang frekuensi tersebut haruslah sama dengan jumlah derajat kebebasan untuk
keseluruhan padatan. Jadi
ωD
NA (2.30)
dimana frekuensi atas ωD disebut frekuensi Debye. Hasil integrasi di atas, setelah
mensubstitusikan (2.18) memberikan nilai
ωD = vs (6π2n)1/3 (2.31)
dimana n=NA/V adalah konsentrasi atom dalam padatan.
Energi total (2.29) dapat ditulis kembali
E
e=ω/ k −1dω
0 (2.32)
dan kapasitas panas pada volume konstan
CV =⎛⎜∂E ⎞⎟ = 3V = 2 ω ω4e=ω/ k T
D o dω (2.33)
⎝∂T ⎠V 2π
v
∫( / ko T −1 ) 2
⎛ T ⎞3θ D/ T x 4ex
∫
CV = 9R⎜⎜⎝θD ⎟⎟⎠ 0 (e −1) dx
x 2 (2.34)
Suhu Debye θD dapat diperoleh dengan mencocokkan kurva eksperimen dari
data (CV,T) suatu kristal dengan kurva universal teoritis C V terhadap T/θD. Untuk
suatu zat tertentu, sudu Debye θD adalah suhu yang dipilih sedemikian rupa
64
sehingga kurva eksperimen akan berimpit dengan kurva universal teoritis. Bahan
berikut ini Li, Na, K, Cu, Ag, Au, Al, Ga, Pb, Ge, Si, C, NaCl, KCl, CaF 2, LiF
dan SiO22 pada suhu kamar 300 K, masing-masing memiliki suhu Debye 335;
156; 91,1; 343; 226; 162; 428; 325; 102; 378; 647; 1860; 280; 230; 470; 680;
dan 255 K.
Ungkapan CV di atas menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
a. Pada suhu tinggi, T>>θD, didapatkan
CV≅ 3 R
yang sesuai dengan hukum Dulong-Petit. Dalam keadaan demikian, setiap
moda getar tereksitasi penuh, dan memiliki energi klasik rata-rata ε= koT .
Jika kita substitusikan energi klasik rata-rata tersebut ke dalam (2.29) akan
didapatkan E = 3RT dan CV=3R.
b. Pada suhu rendah, T<<θD, dengan menggunakan hubungan analitik
∞
x 4 ex
dx
didapatkan
12π4 ⎛ T ⎞3
65
Akibatnya kecepatan menurun, dan dalam hal ini menyebabkan kurva relasi
dispersi tidak lagi linier melainkan mengalami penurunan kemiringan.
a
x A-2=(A-2)a x A-1=(A-1)a x A= Aa x A+1=( A+1 )a
Posisi setimbang atom dinyatakan pada koordinat kisi …, x A-1, xA, xA+1, …
Andaikan interaksi atom hanya terjadi antartetangga terdekat, gaya yang bekerja
m
(2.36)
Kisi di atas mempunyai simetri translasi, yakni massa atom sama dengan interval
tertentu. Oleh sebab itu diambil bentuk solusi gelombang berjalan
ψl = Aoei(kla−ωt) (2.37)
Solusi (2.37) menunjukkan bahwa semua atom bergetar dengan frekuensi dan
amplitudo sama. Getaran yang demikian disebut getaran modus normal.
66
dimana ωo=(4α/m)1/2 dan hanya diambil harga ω positip (yang memiliki arti
fisis). Ungkapan ini tidak lain adalah hubungan dispersi ω(k), yang berbentuk
-π/a
-2π/a 0 π/a 2π/a
Gambar 2.7 Kurva dispersi ω(k) kisi satu dimensi dengan interaksi tetangga
terdekat
Interpretasi fisis yang dapat dikemukakan dari model ini adalah sebagai berikut.
a. Nilai k kecil menyebabkan (2.38) menjadi hubungan dispersi linier, yaitu
⎞
⎛ωoa k (2.39)
ω≅ ⎜ ⎟
⎝2⎠
Dalam batas ini, kisi berkelakuan sebagai medium kontinu elastik (pegas
kontinu). Harga k kecil, berarti k<<(π/a) atau λ>>2a. Dengan kata lain,
67
panjang gelombang jauh lebih besar daripada jarak antaratom (sistem makro).
Atom bergerak dalam fasa yang sama satu sama lain. Hal ini menyebabkan
gaya pulih setiap atom menjadi kecil, sehingga ω kecil juga. Kecepatan fasa
vϕ=ω/k sama dengan kecepatan kelompok v g=∂ω/∂k, yaitu sebesar
αa
vϕ= vg=(ωoa)/2= (2.40)
m
dan αa dapat diinterpretasikan sebagai tegangan dalam rantai kisi, maka hal
ini sama dengan bahasan kecepatan rambat gelombang transversal dalam
kawat Melde. Dari (2.40) dan (2.6) dapat dicari hubungan tetapan gaya α dan
modulus Young Y, yaitu
α=aY (2.41)
yang dapat digunakan untuk memprediksi harga α. Untuk nilai a= 5.10-8cm
68
Akibatnya terjadi superposisi antara gelombang datang dan pantul oleh semua
atom dalam kristal, dan menghasilkan gelombang berdiri. Dalam kasus ini
kecepatan kelompok vg=0. Kasus dengan k=±π/a dinamakan kondisi refleksi
Bragg.
Lihat kembali kurva dispersi (Gambar 2.7) di atas. Tampak bahwa kurva
tersebut periodik dalam ruang k, dan simetri terhadap pencerminan di sekitar
titik asal k=0. Oleh karena itu daerah yang penting adalah 0<k<π/a. Hanya
atas ωo mengalami atenuasi tajam. Dalam hal ini, kisi berperan sebagai filter
mekanik lolos rendah.
69
λ=2a
yang bersesuaian dengan k=π/a. Oleh karena itu semua getaran, λ=0 sampai
70
M
(2.44)
M
Diambil solusi berbentuk
ψ A
2l+1 = e
1 i[ka(2l+1)−ωt]
(2.45)
A
ψ2l+2 = e
2 i[ka(2l+2)−ωt]
⎜ ⎟
⎛⎝ ⎜−2α2α−cosM 1ω(ka2 ) −2α2α−cosM 2(ωka2)⎟ ⎠⎞⎛⎜⎜⎝ AA12 ⎞⎟⎠⎟= 0
(2.46)
Solusi nontrivial persamaan homogen (2.46) ada hanya jika harga determinan
matrik sama dengan nol. Oleh karena itu persamaan sekularnya
2α− M 1ω2 − 2αcos(ka)
− 2αcos(ka) =0 (2.47)
2α− M 2ω2
yang merupakan persamaan kuadrat dalam ω2, dan memberikan solusi untuk ω2,
71
yakni
1/ 2
⎧
⎛1 1⎞ 2
⎫
2 ⎪⎛ 1 1⎞ 4sin 2 (ka) ⎪
⎜ α
ω1,2 =α⎜ M 1 + M 2 ⎟⎠⎟± ⎪⎩⎨⎜⎜⎝ M 1 + M 2 ⎠⎟⎟ − M 1M 2 ⎬⎪⎭ (2.48)
⎝
Tanda ± menyebabkan terdapat dua hubungan dispersi, yang masing-masing
kurvanya, dengan asumsi M1< M2, disajikan dalam Gambar 2.10 berikut.
Pada gambar di atas terdapat daerah tanpa getaran, yaitu daerah frekuensi antara
72
Perbedaan dinamika getaran antara kedua cabang di atas dapat dipelajari dari
perbandingan amplitudo A1/ A2 pada nilai k=0 (atau λ=∞).
Cabang akustik. Substitusi ω1=0 ke dalam persamaan matrik (2.46)
menghasilkan ungkapan
A1 = A2 (2.49)
Hal ini berarti dua atom dalam sel, atau molekul, mempunyai amplitudo dan fasa
yang sama. Keseluruhan kisi bergetar seperti benda tegar, dengan pusat massa
bergerak bolak-balik, seperti Gambar 2.11 berikut.
⎧⎛1 1 ⎞⎫
Cabang optik. Substitusi ω2 =⎨2α⎜⎜ M 1 + M 2 ⎟⎟⎠⎬⎭ ke dalam persamaan matrik
⎩⎝
(2.46) di atas menghasilkan ungkapan
M1 A1 + M2 A2 = 0 (2.50)
Hal ini berarti cabang optik berosilasi dengan pusat massa atom tidak berubah.
Dua atom dalam sel bergetar dalam fasa berlawanan, seperti pada Gambar 2.12
berikut.
73
Lihat kembali kurva dispersi kisi diatomik (Gambar 2.10) di atas. Tampak
bahwa kurva tersebut periodik dalam ruang k dengan perioda π/a dan
mempunyai simetri refleksi di sekitar titik k=0. Zona Brillouin Pertama terletak
pada daerah (π/2a<k<π/2a). Hal ini berkaitan dengan perioda kisi riilnya sebesar
2a. Dalam zona ini, jumlah nilai k yang diperkenankan sebanyak jumlah atom
total N.
Karena terdapat dua cabang, maka jumlah moda getar totalnya adalah 2N.
3 buah harga ω2
yang semuanya melalui titik asal k=0 (cabang akustik). Fungsi dispersi
termaksud tidak perlu isotropik dalam ruang k untuk arah yang berbeda dalam
kristal.
Kisi non-Bravais tiga dimensi, dalam tiap sel satuannnya mengandung dua atau
lebih atom. Misalnya, terdapat r atom persel, maka akan terdapat 3r kurva
dispersi, yang terdiri dari 3 cabang akustik, dan (3-r) cabang optik.
74
RINGKASAN
01. Padatan terdiri dari atom diskrit yang berosilasi di sekitar titik
setimbangnya sebagai akibat adanya energi termal. Jika gelombang yang
merambat mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih besar daripada
jarak antaratom, maka sifat atomik dapat diabaikan dan padatan dapat
dianggap sebagai medium kontinu (lingkup makro). Gelombang yang
demikian disebut gelombang elastik. Bahasan ini menghasilkan hubungan
dispersi linier ω = vs
3V ω2
batas periodik, maka diperoleh rapat keadaan g(ω) = 2π2 vs3
02. Menurut teori klasik setiap atom dalam kristal, disamping memiliki 3
derajat kebebasan untuk geraknya di sekitar kedudukan setimbangnya (energi
kinetik), juga memiliki energi potensial atom dalam gerak harmoniknya;
sehingga energi total sistem atom dalam kristal menurut hukum ekipartisi U
= 3RT .
Dengan demikian kapasitas panas kristal pada volume konstan adalah C V=3R,
yang sesuai dengan penemuan empirik Dulong-Petit (1819), yang berlaku
untuk hampir semua zat padat pada suhu ruang atau yang lebih tinggi. Tetapi,
hal ini tidak sesuai dengan hasil eksperimen.
02. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa nilai CV berharga 3R pada suhu
tinggi, menurun apabila T menurun, dan mendekati nol apabila T menuju 0
K. Disamping itu, terdapat indikasi yang sangat kuat bahwa pada suhu yang
sangat rendah mendekati nol mutlak C V ∼ T3.
03. Model Einstein tentang CV zat padat mengandaikan bahwa atom kristal
merupakan osilator independen, yang masing-masing memiliki frekuensi
sama dan energi diskrit εn=n ћ ω , n = 0, 1, 2, …, dan sebaran energi osilator
75
2 θE / T
θ
CV = 3R⎛⎜ TE ⎞⎟⎠ (e θ
E )
e/ T −1 2 , yang hanya cocok untuk suhu tinggi
dan ⎝ mendekati 0 K
04. Model Debye tentang CV zat padat mengandaikan bahwa atom kristal
merupakan osilator yang berkait erat satu sama lain, dengan daerah
frekuensi ω=0 sampai suatu frekuensi maksimum ωD yang ditentukan oleh
jumlah moda
getar yang diperkenankan. Dari andaian ini diperoleh kapasitas panas
⎛ T ⎞3θ D/ T x 4 ex
∫
CV = 9R⎜⎜⎝θD ⎟⎟⎠ 0 (e −1) dx, yang sesuai dengan hasil eksperimen.
x 2
ω=ωo sin . Kisi hanya bisa merambatkan frekuensi di bawah ωo. Oleh 2
karena itu kisi ini dapat berperan sebagai filter mekanik lolos rendah. Pada
nilai k kecil terjadi hubungan dispersi linier, yang mengakibatkan panjang
gelombang jauh lebih besar daripada jarak antaratom (sistem makro) atau
atom bergerak dalam fasa yang sama satu sama lain. Pada nilai k=±π/a,
76
1/ 2
2
⎧
2 ⎛1 1⎞ ⎪⎛ 1 1⎞ 4sin 2 (ka)⎪⎫
ω1,2 =α⎜⎜ M 1 + M 2 ⎟⎟⎠±α⎨⎪⎩⎜⎝⎜ M 1 + M 2 ⎠⎟⎟ − M 1M 2 ⎬⎭⎪ . Pada getaran ini
⎝ terdapat daerah tanpa getaran, yang disebut celah frekuensi. Oleh
karena itu, kisi diatomik berperan sebagai filter mekanik lolos pita. Pada nilai
k=0, untuk cabang akustik didapatkan bahwa A1=A2, yang artinya dua atom
dalam sel, atau molekul, mempunyai amplitudo dan fasa yang sama.
Keseluruhan kisi bergetar seperti benda tegar, dengan pusat massa bergerak
bolak-balik. Sedangkan untuk cabang optik menghasilkan M1 A1 + M2 A2 = 0,
yang artinya bahwa cabang optik berosilasi dengan pusat massa atom tidak
berubah. Dua atom dalam sel bergetar dalam fasa berlawanan.
03. Jika harga konstanta gas umum R≅2 kal/mol K, maka hitunglah kapasitas
panas pada volume tetap padatan pada suhu tinggi!
04. Tunjukkan penurunan persamaan (2.25)!
05. Tembaga mempunyai suhu Einstein θE=240 K. Berapa dan terletak di daerah
optik mana frekuensi Einstein tersebut?
06. Jika diketahui bahwa suatu padatan mempunyai konsentrasi atom n=10 22
atom/cm3 dan kecepatan gelombang vs=5.105 cm/s, maka hitunglah frekuensi
Debye ωD!
77
⎛ π⎞ ⎛ π⎞
2π 1 N hingga+ 2π 1
2 N . Misalnya terdapat vibrasi gelombang yang
dari − 2
Na Na
merambat dalam kristal monoatomik satu dimensi dengan jarak setimbang
antaratom a=5 Å. Jika kristal mengandung 6,00.10 8 atom, maka tentukan
rentang angka gelombang k yang diperbolehkan!
12. Tunjukkan bahwa untuk harga ka kecil, maka dari persamaan (2.48) dapat
diperoleh
78
2αa 2
b. kecepatan fasa bunyi v = (Tampak bahwa dengan (M1+M2)/a M 1 + M 2
adalah kerapatan massa satu dimensi, maka hal ini sama dengan bahan
pegas/kawat kontinu dengan tegangan 2αa)
13. Tunjukkan bahwa untuk harga k=π/2a, maka dari persamaan (2.48)
diperoleh
79
2 2
monoatomik. Ambillah uA,m pergeseran yang normal terhadap bidang kisi dari
atom dalam kolom ke-A dan baris ke-m. Setiap atom bermassa m dan
adalah jarak antara tetangga terdekat atom. Buktikan bahwa relasi dispersi
ρm N A
n = ZV (3.1)
M
3 MODEL ELEKTRON BEBAS
81
dengan NA adalah bilangan Avogadro dan M adalah berat atom. Logam memiliki
konsentrasi elektron yang besar, yakni n = 1029/m3. Misalnya, logam Na, K, Cu, Ag
dan Au adalah monovalen; dan logam Be, Mg, Zn dan Cd adalah divalen.
Bagian awal bab ini membahas perkembangan model elektron bebas. Bahasan
kapasitas panas dan suseptibilitas magnetik dari sumbangan elektron menunjukkan
bahwa yang sesuai dengan eksperimen adalah hanya jika elektron mengikuti prinsip
eksklusi Pauli. Kemudian, dikenalkan konsep tingkatan Fermi dan permukaan Fermi,
yang dapat digunakan untuk memperjelas deskripsi konduktivitas listrik dalam
logam.
Dalam bab ini juga dibahas pengaruh medan magnet terhadap gerakan elektron
bebas, yakni efek Hall dan resonansi siklotron. Bahasan kedua hal ini menghasilkan
informasi yang mendasar tentang logam.
Dalam model elektron bebas ini elektron mengalami tumbukan dengan fonon dan
ketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen. Selain itu,
elektron dapat melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi emisi
thermionik. Akhirnya, bab ini ditutup dengan dikemukakannya beberapa kegagalan
model elektron bebas dalam membahas sifat logam.
82
ε
e
ax =− (3.2)
m*
dengan e dan m*, masing-masing adalah muatan dan massa efektif elektron. Jika
waktu rata-rata antara dua tumbukan elektron dan ion adalah τ, maka kecepatan
ε
hanyut dalam selang waktu tersebut e
vhanyut = vo − τ (3.3)
m*
Oleh karena itu rapat arus yang terjadi
⎡ ⎛ ε ⎞⎤
J x =∑ ⎢− e ⎜vo − me *τ⎟ ⎠ ⎥⎦
(3.4) ⎣ ⎝
dimana penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron bebas setiap satuan volume.
Elektron bergerak secara acak, sehingga ∑vo=0. Oleh sebab itu ungkapan (3.4)
menjadi e 2 nτ
J x= ε (3.5)
m*
Karena hubungan Jx=σε, maka menurut (3.5) konduktivitas listrik memiliki ungkapan
e 2 nτ
σ= (3.6)
m*
83
(arus kalor) Qe. Berdasarkan eksperimen arus kalor Qe tersebut sebanding dengan
gradien suhu ∂T/∂x
Qe = -K ∂T/∂x (3.7)
dengan K adalah konduktivitas termal. Dalam isolator, panas dialirkan sepenuhnya
oleh fonon. Sedangkan dalam logam dialirkan oleh fonon dan elektron. Tetapi karena
konsentrasi elektron dalam logam sangat besar, maka konduktivitas termal fonon jauh
lebih kecil daripada elektron, yakni Kfonon≅10-2Kelektron, sehingga konduktivitas fonon
diabaikan.
Dari pendekatan teori kinetik gas diperoleh ungkapan konduktivitas termal
K = (1/3) CV v A (3.8)
volume, kecepatan partikel rata-rata dan lintas bebas rata-rata partikel. Karena
3 nk 2Tτ
K= (3.9) 2 mo
K 3⎛ k ⎞ 2
=⎜⎟T (3.10) σ 2⎝ e ⎠
Hal ini sesuai dengan penemuan empirik oleh Wiedemann-Frans (1853).
Kadangkadang perbandingan (3.10) di atas dinyatakan sebagai bilangan Lorentz
K
L = (3.11)
σT
Ternyata, hukum Wiedemann-Frans sesuai dengan pengamatan untuk suhu tinggi
(termasuk suhu kamar) dan suhu sangat rendah (beberapa K). Tetapi, untuk suhu
“intermediate”, K/σT bergantung pada suhu.
84
Dalam teori drude, lintas bebas rata-rata elektron bebas, A=τvo, tidak bergantung
τ ∼ T-1/2
Hal ini didukung fakta eksperimen bahwa σ∼T-1, sehingga dari ungkapan
konduktivitas listrik didapatkan
85
(CV)el = (3/2) ZV R (3.13)
Kapasitas panas total dalam logam, termasuk sumbangan oleh fonon, adalah
CV = (CV)f + (CV)el = [3 + (3/2) ZV) R (3.14)
Jadi, setidaknya kapasitas panas logam harus 50% lebih tinggi daripada isolator.
Tetapi, eksperimen menunjukkan bahwa untuk semua bahan padatan (logam dan
isolator) nilai CV mendekati 3R pada suhu tinggi. Pengukuran yang akurat
menunjukkan bahwa sumbangan elektron bebas terhadap kapasitas panas total adalah
reduksi harga klasik (3/2)R oleh factor 10-2. Oleh karena itu model elektron bebas
klasik tidak memberikan hasil ramalan CV yang memadai.
Dalam hal ini hanya dibahas untuk bahan isotropik, sehingga χ skalar. Pengaruh HG
terhadap elektron bebas menyebabkan setiap momen dipol μG , medan magnet luar
yang acak arahnya, memperoleh energi magnetik
H
E =−μG• G (3.16)
Jika distribusi momen dipol elektron bebas memenuhi statistik Maxwell-Boltzmann,
yakni f(E)=e-E/kT, maka momen dipol rata-rata dalam arah medan memenuhi
π
∫μcosθe −E / kT
2πsinθ dθ
(3.17)
dimana θ adalah sudut antara μ dan H. Hasil dari persamaan (3.17) adalah
μ=μL(x) (3.18)
dengan L(x)=coth x – (1/x) = fungsi Langevin
x = (μH/kT)
86
Dengan menggunakan deret
1 x x 3 2x 5
coth x = + − + +... , untuk 0 < x <π x 3 45 945
maka untuk medan H tidak kuat, yakni μH<<kT momen dipol rata-rata tersebut
berharga
1 μH
μ=μ (3.19)
3 kT
Jika jumlah momen dipol magnet adalah N, maka magnetisasinya
N μ2
M = Nμ= H (3.20)
3kT
Dengan membandingkan (3.20) dan (3.15) diperoleh suseptibilitas magnetik
N μ2
χ= (3.21)
3kT
Tetapi, eksperimen tidak menunjukkan adanya kebergantungan χ terhadap T. Hal ini
berarti model elektron bebas klasik tidak dapat menerangkan tentang mengapa χ
untuk paramagnet elektron tidak bergantung pada T.
87
= G G
− ∇ 2ψ( )r = Eψ( )r (3.22)
2mo
Harga k tidak dibatasi sehingga energi elektron tidak terkuantisasi. Tetapi bila
elektron bebas tersebut bergerak dalam suatu kubus dengan rusuk L, maka haruslah
dipenuhi
2
88
Sedangkan semua keadaan elektron yang berenergi antara E dan E+dE terletak dalam
kulit bola dengan jari-jari antara k dan k+dk dan volume 4πk2dk. Dengan demikian,
jumlah keadaan elektron
4πk 2 dk L 3k 2
3 = 2 dk
(2π ) 2π
L
Apabila diperhitungkan dua spin elektron, maka jumlah tersebut menjadi
L3k 2
2 dk
π
Mengingat ungkapan E=ћ2k2/2mo, maka jumlah keadaan elektron persatuan volume
yang berenergi antara E dan E+dE adalah
1 ⎛ 2 ⎞
g(E) dE = k 22 dk = 2 ⎜ m2o ⎟3 / 2 E1/ 2 dE (3.26) π
2π ⎝ = ⎠
Prinsip Pauli menyatakan bahwa dalam satu sistem fisis tidak boleh terdapat dua
elektron atau lebih yang mempunyai perangkat bilangan kuantum yang tepat sama.
Prinsip larangan ini dipenuhi oleh elektron yang mengikuti fungsi distribusi Fermi-
Dirac
1
f (E) = e(E −EF )/ kT (3.27)
1+
Pada suhu T=0 K, energi Fermi diungkapkan dalam bentuk E F(0); dan fungsi
distribusi Fermi-Dirac
89
Dengan kata lain, pada suhu T=0 K semua tingkat energi E<E F(0) terisi penuh
elektron dan E>EF(0) kosong. Sedangkan pada suhu T>0 K berlaku
1 ⎛ 2 ⎞
dn = 2π 2 ⎜⎝ =m2o ⎠⎟ 3 / 2 1+ eE(E1−/E2F )/ kT dE (3.29)
c. Pengaruh medan ion positip dapat diabaikan karena energi kinetik elektron bebas
sangat besar.
d. Pada permukaan batas antara logam dan vakum yang mengelilinginya terdapat
suatu potensial penghalang φ yang harus diloncati oleh elektron bebas paling
energetik pada suhu T=0 K (energi E F) untuk dapat meninggalkan permukaan
batas logam.
90
∞ ∞ Fo
E m ⎞3/ 2 1 ⎜⎛ 2moEF (0)⎟⎞3/ 2 (3.30)
π
n = 0∫ n(E)dE =0∫ f (E)g(E)dE =0∫ 2 1⎜⎜⎝⎛ 2=2o ⎟⎟⎠ E1/ 2dE = 3π2 ⎝⎜ =2 ⎟⎠
2
dan rapat energi pada suhu T=0 K
1 ⎜ o ⎟
U o = 0∫ Edn =0∫ Ef (E)g(E)dE = E0∫ E2 ⎜ m2 ⎟⎞3/ 2 5π 2 ⎝ ⎜⎛ 2=m2 ⎟⎠⎞ 3/ 2 EF5 / 2 (0)
1 ⎜ o⎟ 1/ 2
(3.31) ∞ ∞ Fo ⎛ 2 E dE =
π2 ⎝ = ⎠
(3.32)
= ⎜ ⎞⎟
2π1 2 ⎛ ⎝ 2=m2o ⎠3 / 2 ∞∫1+ eE(E3−/E2F )/ kT dE
o
yoj+1 ⎛⎜ π2 j( j +1) ⎞
Fj (yo ) ≅ j ⎜1+ 6yo2 +...⎠⎟⎟ (3.33)
+1⎝
91
π
EF = EF (0)⎜⎜⎛1− ( kT)2 ⎞⎟⎟
(3.34)
⎝ ⎠
selalu dapat diganti dengan EF(0). Dengan memakai bentuk (3.33), (3.34) dan deret
binomial (1+x)p, serta memperhatikan ungkapan (3.31) dan (3.30), maka rapat energi
nπ2 k 2T 2
U ≅ Uo +
(3.35) 4EF
Apabila kapasitas panas elektron bebas model klasik (CV )'el (persamaan (3.13)), maka
π2 kT '
Tampak bahwa sumbangan elektron bebas pada harga CV untuk kristal diperkecil
dengan faktor [π2kT/3EF] dari harga klasiknya. Untuk harga EF=5 eV dan T=300 K,
maka hal ini sesuai dengan hasil pengukuran bahwa faktor pengecil tersebut kira-kira
berorde 10-2.
Dapatlah disimpulkan bahwa sumbangan elektron bebas pada harga C V suatu logam
sangatlah kecil, terutama pada suhu yang sangat tinggi. Tetapi sumbangan tersebut
akan dominan pada suhu yang cukup rendah.
Pada suhu jauh di bawah suhu Debye θD dan suhu Fermi TF, kapasitas panas
92
suatu logam dapat ditulis sebagai jumlah sumbangan elektron bebas dan fonon, yakni
CV = γ T + A T 3 (3.38)
dimana γ dan A merupakan konstanta karakteristik bahan. Secara eksperimen dapat
E kin E kin+mag
Gambar 3.1 Variasi tingkat energi karena aplikasi medan magnet luar H
∞ ∞
M dE
(3.40)
0 0
93
μB2 3
M= μo nH
(3.41) 2EFo
μoμB2 3n
χ= (3.42)
2EFo
Terlihat bahwa suseptibilitas di atas tidak bergantung secara kuat terhadap suhu.
Dengan harga EFo=2 eV didapatkan χ=5.10-6 yang sesuai dengan hasil eksperimen.
Meskipun perhitungan di atas diambil pada suhu nol mutlak, tetapi hasilnya valid
JG =σεG (3.43)
dimana σ adalah konduktivitas listrik. Bila rapat elektron n dan kecepatan hanyut
elektron vd, maka rapat arus dapat juga diungkapkan dalam bentuk
J = n e vd
Dalam kesetimbangan termal, distribusi elektron berada dalam keadaan
mapan (steady state) no ( )vG , yang tidak bergantung waktu. Dalam ruang kecepatan,
distribusi no ( )vG mempunyai simetri bola, dan dinamakan bola Fermi (dengan radius
94
laju Fermi vF), serta permukaannya disebut permukaan Fermi. Kecepatan elektron
E = ½ m v2
direpresentasikan oleh semua titik dalam bola. Arus total nol karena setiap elektron
yang berkecepatan v selalu berpasangan dengan yang berkecepatan –v. Kecepatan
elektron sangat besar di permukaan Fermi. Permukaan Fermi tidak begitu
dipengaruhi oleh suhu. Bila suhu naik, hanya sedikit elektron yang melintasinya.
Perlu diketahui bahwa pengukuran eksperimen menunjukkan bahwa permukaan
Fermi berbentuk bola terdistorsi, sebagai akibat dilibatkannya interaksi elektron dan
kisi. Hal ini akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.
Bila terdapat medan listrik, misalnya, εX searah sumbu-X, maka distribusi elektron
berubah menjadi n(vG) . Perubahan ini mempunyai komponen posisi dan waktu.
Dalam hal ini bola Fermi bergeser ke arah (-X), seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.2
berikut.
95
ingin memulihkannya ke keadaan semula. Penggabungan kedua proses ini
menghasilkan persamaan kontinuitas
∂n(vG) eεG
+•∇V n(vG) + n(vG) − no (vG) = 0
(3.44)
∂t mo τ
dengan τ adalah waktu relaksasi. Ungkapan ini sering disebut persamaan transport
τ
n(vG) = no (vG) − eεG•∇V n(vG) (3.45)
mo
τ εX ∂ ( )
n(vG) = no (vG) − e n vG
(3.46) mo ∂vX
Rapat arus listrik yang terjadi
G
J X = ∫evX n(v )dvX dvydvz
(3.47)
= ∫ ∫∫−∞∞ evX ⎢⎡no (vG) −τ emεo
X ∂∂nv(XvG)⎦⎤⎥dvX dvydvz
⎣
Integral suku pertama persamaan (3.47) menghasilkan nol karena kecepatan rata-rata
96
mo
Mengingat bahwa
berubah menjadi
4πe εX ∂n
J X =− 2∞ ∫ Av ∂ v(vG)dv
0 o (3.49)
3mo
v
Dari rapat elektron (3.29), setelah mengganti variabel E menjadi G , diperoleh
⎛ ⎞
no (vG) = 2 ⎜ mo ⎟3 f (E) (3.50)
⎝h⎠
Substitusi persamaan (3.50) dan setelah diadakan perubahan variabel v menjadi E,
maka rapat arus (3.49) menjadi
πe m
J X = 16 3h2o εX ∞∫0 AE⎜⎝⎛− ∂f∂(EE) ⎟⎞⎠dE
(3.51)
97
Untuk suhu T=0 K, harga (-∂f(E)/∂E) berupa fungsi delta Dirac δ sehingga integral
dalam (3.52)
∞ ∫ AE⎛⎜⎝−
0 ∂f∂(EE) ⎟⎠⎞dE =A EF EF
τ
ne 2A E ne 2
σ= F
=
F
(3.53)
movEF mo
dimana τF adalah waktu relaksasi sebuah elektron pada bola Fermi. Ungkapan
konduktivitas listrik di atas, ternyata, bentuknya sama dengan hasil teori Drude yang
lalu.
Baik teori Drude maupun model elektron bebas terkuantisasi mengemukakan
bahwa konduktivitas listrik hanya berbanding lurus dengan konsentrasi elektron.
Namun beberapa logam dengan konsentrasi elektron lebih tinggi, justru menunjukkan
nilai konduktivitas lebih rendah. Disamping itu, sebenarnya fakta menunjukkan
nahwa konduktivitas listrik bergantung pada suhu, dan juga arah.
98
Elektron mengalami suatu tumbukan hanya karena ketidaksempurnaan keteraturan
kisi. Ketidaksempurnaan tersebut dapat berupa (a) vibrasi kisi (fonon) dari ion di
sekitar titik setimbang karena eksitasi termalnya, dan (b) semua ketidaksempurnaan
statik, seperti ketidakmurnian atau cacat kristal. Jika mekanisme keduanya dianggap
saling bebas satu sama lain, maka dapatlah diungkapkan
Ungkapan ini disebut hukum Matthiessen. Tampak bahwa ρ terdiri dari dua bentuk,
yaitu
a. resistivitas ideal ρf(T) karena hamburan elektron oleh fonon, sehingga bergantung
pada suhu, dan
b. resistivitas residual ρi karena hamburan elektron oleh ketakmurnian (yang tidak
bergantung pada suhu).
Pada suhu sangat rendah, hamburan oleh fonon dapat diabaikan karena
amplitudo sangat kecil; dalam hal ini τf→∞ dan ρf=0 sehingga ρ(T)=ρi berharga
konstan dan nilainya sebanding dengan konsentrasi ketidakmurnian. Pada suhu yang
cukup besar, hamburan oleh fonon menjadi dominan sehingga ρ(T)≅ρf(T). Pada suhu
tinggi (termasuk suhu ruang), ρf(T) naik secara linier terhadap T sampai logam
mencapai titik leleh. Tetapi, pada suhu rendah resistivitasnya sebanding dengan T5.
Keadaan di atas sesuai dengan data eksperimen untuk logam Na berikut.
99
Pada T=0 K, ρ berharga kecil konstan; sedangkan untuk suhu di atasnya ρ naik
secara perlahan pada awalnya dan berikutnya secara linier terhadap T. Pada gambar
disamping ρ(290 K) = 2,1.10-8 Ωm.
10
0
Y εx
Z + + + + + + +
εy
- - - - - - -
X v x = kec elektron
Bz
eεY −evX BZ = 0 → εY = vX BZ
Dengan mengukur εY, JX dan BZ, maka rapat elektron konduksi n dapat ditentukan.
Ungkapan koefisien Hall di atas menunjukkan nahwa R H berharga negatip dan hanya
bergantung pada rapat elektron. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada suhu
kamar logam-logam Li, Na, Cu, Ag, dan Au berturut-turut memiliki konstanta Hall –
1,7.10-10, –2,5.10-10, –0,55.10-10, –0,84.10-10, dan –0,72.10-10 volt.m3/A.
Tetapi fakta lain menunjukkan bahwa terdapat beberapa logam mempunyai
RH positip, dan bahwa RH, umumnya, bergantung pada suhu, waktu relaksasi dan
besar medan magnet. Misalnya, logam Zn, dan Cd, masing-masing memiliki
10
1
konstanta Hall sebesar +0,3.10-10, dan +0,6.10-10 volt.m3/A. Hal ini
menunjukkan bahwa pembawa muatan dalam keduanya adalah lubang (hole).
1
−σRH = neμ =μ (3.58)
ne
Jadi secara eksperimen dengan mengukur konduktivitas listrik σ dan koefisien Hall
RH, maka mobilitas elektron μ dapat ditentukan.
3.3.3 Resonansi Siklotron
Perhatikanlah Gambar 3.5 berikut.
sinyal
elektromagnet
ω = ωC (3.60)
10
2
Masing-masing elektron bergerak sempurna sepanjang lingkaran sehingga
absorbsi terjadi secara kontinu sepanjang lintasan. Kondisi ini disebut resonansi
siklotron. Jika ω ≠ ωC, maka absorbsi sinyal hanya terjadi pada sebagian gerak
elektron. Agar gerakan elektron tetap melingkar, maka elektron harus
mengembalikan energi yang telah diserapnya. Bentuk kurva absorbsi ditunjukkan
dalam Gambar 3.6 berikut.
α
ω
ωc
Dari kurva absorbsi dapat diperoleh frekuensi siklotron ωC. Dengan demikian massa
elektron m* dapat diukur.
elektron
eφ
EF
10
3
pX2 ≥ EF + eφ (3.61)
2mo
n(vX ,vY ,vZ ) dvX dvY dvZ = 2⎝⎜⎛ mh ⎠⎟ ⎛⎝⎜ ⎣⎢⎡m (v 2+kT
Pancaran thermionik hanya mungkin terjadi pada energi yang sangat tinggi, sehingga
angka satu dalam penyebut persamaan (3.62) di atas dapat diabaikan. Oleh karena itu
distribusi rapat elektron (3.62) menjadi
3 mo 2 2 2
n(vX ,vY ,vZ ) dvX dvY dvZ = 2⎛⎜ mo ⎞⎟ eEF / kT e−kT (vX +vY +vZ )dvX dvY dvZ (3.63)
⎝h⎠
⎛∞ ⎞
h3
+2 φ
vX = 2EF e (3.65)
mo
10
4
4πmo2 kT r ∞ m
h
J X= 3 (1− )eEF / kT v∫ evX e− 2kTo vX2 dvX
X (3.66)
dengan membuat grafik ln(JX/T2) terhadap 1/T akan diperoleh harga φ dan (1-r).
Harga fungsi kerja beberapa logam yang diperoleh dari pengukuran emisi termionik
adalah 4,5; 4,2; 4,6; 4,8; 1,8; dan 5,3 eV, masing-masing untuk W, Ta, Ni, Ag, Cs
dan Pt.
Secara eksperimental pancaran thermionik ini dilakukan dalam tabung hampa,
dimana terdapat anoda yang mengumpulkan elektron yang dipancarkan oleh katoda.
10
5
Model elektron bebas mengandaikan elektron berada dalam kotak potensial
sederhana V(x) yang sama untuk seluruh logam (biasanya V(x)=0), dan hanya pada
permukaan batas ada potensial penghalang φ yang menghindarkan semua elektron
bebas untuk meninggalkan permukaan logam. Dengan pengandaian ini, maka
interaksi antara elektron dan ion dianggap sebagai benturan mekanis elastik. Tidak
ada interaksi listrik antara ion dan elektron, karena interaksi ini telah termaksud
dalam potensial V(x)=tetap di atas.
Model pengandaian benturan elastik di atas, memberikan suatu nilai A (lintas bebas
rata-rata) yang panjang dibandingkan dengan jarak rata-rata antarion dalam kristal
logam. Hal inilah yang, barangkali, menyebabkan bahasan “aliran” elektron dalam
RINGKASAN
01. Logam mengandung elektron bebas (konduksi), dengan konsentrasi besar, yang
dapat bergerak dalam keseluruhan volume kristal. Jika ρm dan ZV, masing-masing
adalah kerapatan bahan dan valensi atom, maka konsentrasi elektron bebas
ρm N A
tersebut adalah n = ZV
M
02. Teori Drude (1900) tentang elektron dalam logam adalah bahwa dalam logam
terdapat elektron bebas, yang membentuk sistem gas elektron klasik, yang
bergerak acak dalam kristal dengan kecepatan random vo karena energi termal
dan berubah arah geraknya setelah bertumbukan dengan ion logam. Karena
massanya yang jauh lebih besar, maka ion logam tidak terpengaruh dalam
tumbukan ini. e 2 nτ
10
6
Teori Drude menghasilkan ungkapan konduktivitas listrik σ= dan
termal mo
3 nk 2Tτ
K= . Hal lain yang didapat adalah bahwa konsentrasi elektron
2 mo
berbanding terbalik dengan akar suhu mutlak n ∼ T-1/2. Ungkapan terakhir ini tidak
03. Model elektron bebasa klasik tentang logam mengambil andaian bahwa elektron
bebas diperlakukan sebagai gas, yang masing-masing bergerak secara acak
dengan kecepatan termal, pengaruh medan potensial ion diabaikan, karena
energi kinetik elektron bebas sangat besar, dan lektron hanya bergerak dalam
kristal karena adanya penghalang potensial di permukaan batas. Teori ini gagal
menerangkan kapasitas panas sumbangan elektron bebas pada suhu tinggi dan
Suseptibilitas magnetik.
04. Model elektron bebas yang terkuantisasi menggunakan prinsip kuantisasi energi
elektron dan prinsip eksklusi Pauli, pengaruh medan ion positip dapat diabaikan
karena energi kinetik elektron bebas sangat besar dan pada permukaan batas
antara logam dan vakum yang mengelilinginya terdapat suatu potensial
penghalang φ yang harus diloncati oleh elektron bebas paling energetik pada
suhu T=0 K (energi EF) untuk dapat meninggalkan permukaan batas logam.
05. Menurut model elektron bebas yang terkuantisasi, ungkapan kapasitas panas
π2
elektron bebas adalah (C )
V el = n k 2T yang sesuai dengan hasil
eksperimen. 2EF
μB2 3
Sedangkan untuk suseptibilitas magnetik diperoleh χ= μo n yang
cocok juga 2EFo
10
7
dengan hasil eksperimen. Model ini juga menghasilkan ungkapan
konduktivitas listrik yang sama dengan yang diperoleh teori Drude.
10
8
LATIHAN SOAL BAB III
01. Jelaskan perbedaan antara elektron terlokalisasi dan terdelokalisasi dalam
padatan!
02. Tembaga memiliki kerapatan massa ρm=8,95 gr/cm3 dan resistivitas listrik
ρ=1,55.10-8 Ωm pada suhu kamar. Jika diasumsikan massa efektif m*=m o, maka
hitunglah
a. konsentrasi elektron konduksi n!
b. waktu bebas rata-rata τ!
c. energi Fermi EF!
d. suhu Fermi TF!
e. kecepatan Fermi vF!
f. jalan bebas rata-rata pada tingkat Fermi AF!
g. persentase elektron yang mengalami eksitasi di atas tingkat Fermi pada suhu
kamar!
03. Natrium memiliki koefisien ekspansi volume 15.10-5/K. Hitunglah persentase
perubahan energi Fermi EF jika suhu dinaikkan dari 0 K sampai 300 K!
TC = 245πθ2D3TF !
10
9
b. Hitunglah suhu soal a) untuk logam Ag yang mempunyai suhu Debye
c. Tunjukkan bahwa pada suhu T<TC kapasitas panas elektronik lebih besar
daripada kapasitas panas kisi; dan sebaliknya pada T>TC!
07. Jika padatan natrium mempunyai energi Fermi E F=3,12 eV, maka berapakah
suseptibilitas paramagnet Paulinya?
08. Tembaga mempunyai konstanta Hall RH=-0,55.10-10 Vm3/A. Hitunglah
konsentrasi elektronnya!
09. Dalam suatu sampel tembaga didapati kecepatan hanyut elektron 2,16 m/s
dalam medan listrik 500 V/m. Hitunglah
a. mobilitas elektron!
b. waktu relaksasi (anggaplah m*=mo)!
10. Resistivitas listrik suatu sampel tembaga adalah 1,77.10-8 Ωm. Tembaga
berstruktur FCC dengan sisi kubus 3,61 Å dan masing-masing atom
menyumbangkan satu elektron bebas. Tentukanlah
a. waktu relaksasi!
b. kecepatan rata-rata elektron dalam medan 100 V/m!
11. Logam emas mempunyai kerapatan massa 19,3.103 kg/m3. Jika masing-
masing atomnya menyumbangkan satu elektron untuk menghasilkan arus, maka
hitunglah koefisien Hall dalam logam tersebut!
12. Pengamatan resonansi siklotron dalam tembaga terjadi pada frekuensi 24
GHz. Jika untuk tembaga m*=mo, maka hitunglah medan magnet yang digunakan!
13. Sesium mempunyai fungsi kerja 1,8 eV. Hitunglah rapat arus emisi
thermionik pada suhu 500 K, 1000 K, 1500 K dan 2000 K! (anggaplah tidak ada
elektron yang terpantul di permukaan)
14.a. Buktikan bahwa emisi thermionik mencapai maksimum bila suhu T=eφ/2k!
b. Berapakah suhu soal a) untuk logam Cs dengan fungsi kerja 1,8 eV?
Bahasan gerakan elektron dalam logam dengan menggunakan model elektron bebas,
seperti bab sebelumnya, adalah terlalu sederhana karena potensial kristal tidak
diperhitungkan. Model elektron bebas tidak bisa menjelaskan beberapa gejala fisis,
seperti membedakan antara logam, semilogam, semikonduktor dan isolator; koefisien
Hall berharaga positip; hubungan elektron konduksi dalam logam dengan elektron
valensi atom bebas; dan berbagai gejala transport. Oleh karena itu, bab ini menelaah
pengaruh potensial kristal terhadap elektron dalam padatan.
Bagian awal bab ini menyajikan teori pita energi secara agak rinci. Perilaku elektron
dalam pengaruh potensial periodik kristal memenuhi teorema Bloch. Bahasan teori ini
menunjukkan bahwa spektrum energi merupakan pita kontinu. Hal ini berbeda dengan
spektrum energi atom yang bersifat diskrit. Di antara pita energi terdapat celah energi
yang merupakan daerah terlarang bagi perilaku gelombang elektron. Disamping itu,
teori ini mampu menunjukkan perbedaan antara logam dan isolator.
Elektron dalam kristal selalu dalam keadaan bergerak. Berdasarkan ungkapan energi,
maka dapat dibahas kecepatan dan massa efektif elektron. Juga, dibahas pengaruh
medan listrik pada gerakan elektron sehingga menghasilkan rumusan konduktivitas
listrik elektron yang lebih umum. Apabila pengaruh medan potensial kristal terhadap
elektron diabaikan, maka rumusan konduktivitas umum ini dapat direduksi menjadi
konduktivitas seperti bab yang lalu.
Akhirnya, bab ini menyajikan perilaku elektron dalam medan magnet.
Bahasan ini mencakup efek Hall dan resonansi siklotron.
4 TEORI PITA ENERGI
99
Gambar 4.1 Potensial sebagai fungsi jarak sepanjang garis inti atom
Elektron yang dapat bergerak bebas di antara ion adalah elektron yang berada di atas
potensial penghalang.
Teori pita energi zat padat mengajukan model tentang elektron dalam kristal dengan
asumsi sebagai berikut.
a. Terdapat energi potensial V(rG) yang tidak sama dengan nol di dalam kristal
dengan keberkalaan kisi kristal.
b. Fungsi gelombang ψ( )rG dibuat berdasarkan kisi sempurna dan dimana dianggap
c. Teori pita energi dikembangkan dari bahasan perilaku elektron tunggal di bawah
G
elektron − 2 ∇ 2ψ( )r +V( ) ( )rGψ rG = Eψ( )rG (4.1)
(G )
V r + RG =V( )r
G
(4.2)
dengan uk ( )rG merupakan suatu fungsi yang juga mempunyai simetri translasi kisi
(G )
uk r + RG = uk ( )r
G
(4.4)
Fungsi Bloch merupakan gelombang bidang berjalan yang dimodulasi oleh medan
potensial periodic, dan ungkapan teorema Bloch, yaitu
“Fungsi eigen dari persamaan gelombang untuk suatu potensial periodik
ikG• rG)
dan adalah hasilkali antara suatu gelombang bidang berjalan eksp ( suatu
fungsi modulasi uk ( )rG dengan periodisitas kisi kristal”
Fungsi Bloch ψ(rG) merupakan orbital kristal, yakni bersifat delokalisasi di seluruh
Misalnya, kisi kristal satu dimensi dalam arah-X dengan perioda a, maka dapatlah
dikemukakan beberapa hal sebagai berikut.
a. Mengingat V(x+a)=V(x), maka disamping ψ(x), juga ψ(x+a) merupakan solusi
persamaan Schrodinger dengan energi E. Apabila tidak ada degenerasi, maka
terdapat hubungan
2π
k= n , n = 0,1,2,3,...
ika
fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schrodinger, yaitu ψ*(x) dan ψ(x);
dan E(k)=E(-k). GG dan periodisitas kisi a adalah
G a = m 2π ; m = 0, ±1, ±2, …
maka suatu keadaan elektron dengan vektor gelombang G memenuhi
kG'=
GG+ kG Sedangkan suatu keadaan elektron dengan vektor gelombang memenuhi
Hal ini berarti ψk ' ( )x memenuhi teorema Bloch seolah-olah dengan vektor
2π
k'= G + k = m+k
a
⎞
⎛ π⎞ ⎛π
V(x)
ion
V
o
x
-b 0 a a+b 2a+b 2a+2b
(4.11)
Perangkat empat persamaan (4.15) sampai (4.18) di atas memberikan solusi hanya jika
determinan dari koefisien A, B, C dan D sama dengan nol. Hal ini menghasilkan
β 2 −α 2
sinh(βb)sin(αa)+ cosh(βb)cos(αa)= cos k(a +b) (4.19a) 2αβ
Hasil di atas menjadi lebih sederhana apabila potensial periodik merupakan fungsi
delta Dirac, yakni Vo→∞ dan b→0, tetapi Vob→berhingga. Dalam kasus ini β>>α
dan βb<<1 sehingga persamaan (4.19a) di atas menjadi
⎞
⎛ moV2 ob (αa)+cos(αa)= coska (4.19b)
⎜ ⎟sin
⎝=α⎠
⎛ ⎞
Apabila dibataskan P = ⎜ moV2ob ⎟ , maka persamaan (4.19b)
menjadi ⎝ = ⎠
P
sin(αa)+cos(αa)= coska (4.19c) αa
Secara grafik, untuk P=3π/2 persamaan ini dapat digambarkan dalam sketsa berikut.
P
Gambar 4.3 Sketsa fungsi sin (α a ) + cos (α a ) = cos ka untuk P=3π/2
αa
= daerah αa yang meberikan solusi persamaan
Schrodinger
⎛ 2 ⎞
αa = ⎜ m2o E ⎟1/ 2 a , untuk fungsi (4.19c) di atas, terletak antara ±1. Sedangkan
⎝= ⎠
daerah lain, yang tidak mengandung solusi, merupakan harga energi yang terlarang.
a. Spektrum energi elektron terdiri dari beberapa pita energi (daerah energi) yang
diperkenankan dan beberapa yang terlarang.
b. Lebar pita energi yang diperkenankan bertambah lebar dengan meningkatnya
harga αa, atau dengan energi elektron yang meningkat.
c. Lebar pita energi tertentu yang diperkenankan mengecil apabila P bertambah,
artinya mengecil bila “energi ikatan” makin naik.
= 2α2 π2= 2 2
E= = 2 n (4.20) 2mo
2moa
Ungkapan (4.20) ini sama dengan energi elektron dalam kotak potensial. Energi
elektron bersifat diskrit.
Ungkapan (4.21) ini sama dengan energi elektron bebas. Energi elektron bersifat
kontinu.
a. P = 0 (elektron bebas)
V(x) E(k)
0 x k
0
V(x) E(k)
Vo
x k
-3π/a -2π/a -π/a 0 π/a 2π/a 3π/a
c. P=∞ (elektron terikat)
V(x) ∞
∞ ∞ ∞ ∞ E3
E2
E1
x
Dapatlah disimpulkan bahwa pola harga energi elektron untuk sistem potensial
berkala adalah keadaan antara model elektron bebas dan kotak potensial.
satu sistem fisis dan harus mengikuti kaidah yang menyangkut sistem fisis. Misalnya,
prinsip Pauli yang melarang dua elektron atau lebih mempunyai harga energi yang
tepat sama. Oleh karena itu terjadi pelebaran dari harga diskrit energi elektron (atom
terisolasi) menjadi harga pita energi elektron.
Berdasarkan prinsip larangan, tiap tingkat energi tersedia bagi dua elektron dengan
spin berlawanan. Oleh karena itu pita energi suatu zat padat yang terdiri dari N atom
akan tersedia N tingkat energi atau paling banyak boleh berisikan 2N elektron.
Karena N besar sekali, yakni 1023, maka tingkat-tingkat energi tersebut saling
merapat satu sama lain membentuk pita energi. Pita energi terdiri dari kumpulan
tingkat energi yang memiliki jarak antartingkat berdekatan sangat kecil sehingga
distribusinya kontinu. Misalnya, lebar pita energi 5 eV memiliki jarak antartingkat
berdekatan 5.10-23 eV. Jadi pada suatu kristal terdapat banyak pita energi yang
masing-masing sesuai dengan tingkat energi atom penyusun kisi tersebut. Misalnya,
tingkat energi 1s, 2s, dan 2p masing-masing menimbulkan pita 1s, 2s, dan 2p.
Perhatikanlah contoh kristal Lithium dalam gambar berikut. Setiap atom Li
mengandung tiga elektron, yaitu 2 elektron mengisi sel 2s dan 1 elektron dalam sel 2s
(tidak penuh). Pita 2s dan 2p masing-masing mempunyai kapasitas 2N dan 6N
elektron. Terlihat bahwa lebar pita bertambah saat konstanta kisi mengecil. Juga,
untuk a<6ao (dimana ao adalah radius Bohr seharga 0,53 Å) pelebaran pita 2s dan 2p
mulai overlap, dan celah antara keduanya melenyap sehingga terbentuk pita tunggal
dengan kapasitas 8N. Tetapi pita tunggal ini hanya berisikan N elektron yang berasal
dari pita 2s saja, atau hanya seperdelapan dari kapasitasnya. Karena pita valensinya
hanya terisi sebagian, maka kristal Li termasuk kelompok logam.
Gambar 4.5 Pelebaran tingkat energi 2s dan 2p menjadi pita energi dalam kristal
Pita-pita energi memang berkecenderungan overlap satu sama lain. Selain pita 2s
dan 2p seperti di atas, pita yang berkecenderungan overlap adalah 3s dan 3p yang
berkapasitas 8N; 4s, 3d dan 4p yang berkapasitas 18N; 5s, 4d dan 5p yang
berkapasitas 18N; 6s, 4f, 5d dan 6p yang berkapasitas 32N; serta 7s, 5f, 6d dan7p
yang berkapasitas 32N. Sebagai contoh berikut disajikan unsur wolfram (W).
Dalam sistem periodik unsur W termasuk golongan VIA dan memiliki nomor atom
74 dengan konfigurasi elektron [Xe]4f145d46s2. Hal ini berarti semua elektron sudah
memiliki spin yang sudah berpasang-pasangan sehingga tidak ada yang menjadi
elektron bebas. Tetapi, faktanya tidak demikian. Wolfram termasuk konduktor yang
baik. Ternyata, antara satu pita energi dengan yang lain dimungkinkan terjadi
tumpang-tindih. Untuk konduktor W tersebut, tumpang tindih terluar terjadi pada pita
energi 6s, 4f, 5d dan 6p yang secara total memerlukan 32 elektron. Sedangkan, di
luar sel [Xe], wolfram hanya memiliki 20 elektron. Hal ini berarti masih terdapat 12
tempat kosong elektron, yang bisa berperan sebagai hole.
Meskipun pada dasarnya bentuk solusi fungsi gelombang menuruti teorema
Bloch, namun dalam memecahkan persamaan Schrodinger, dengan pendekatan
tentang model potensial berkala, memberikan berbagai metode, antara lain sebagai
berikut.
batas zona (k=±π/2a) besar kecepatan kelompok vg=0, baik pada cabang akustik
maupun optik, sehingga pada titik ini terjadi gelombang tegak. Kondisi ini
menimbulkan refleksi Bragg.
Gerakan elektron dalam potensial berkala model Kronig-Penney
menunjukkan bahwa celah energi terjadi pada harga k=nπ/a, dimana n=±1, ±2, …
Pada harga batas inipun, fungsi Bloch merupakan gelombang tegak. Gerakan
elektron dalam kisi dapat dianalogikan dengan propagasi gelombang elektromagnet
kG'= GGhkl + kG
GG•GG + 2kG•GG = 0
Untuk kristal monoatomik linier dengan jarak antaratom a, hal ini menjadi
π
G k =± =± (4.22) 2 a
Pada saat kondisi (4.22) terpenuhi, gelombang yang merambat ke kanan mengalami
refleksi Bragg ke kiri, dan sebaliknya. Oleh karena itu terjadilah gelombang yang
tidak merambat ke kanan maupun ke kiri. Gelombang ini disebut gelombang tegak.
Dalam hal ini ungkapan gelombang tegak dapat berbentuk
b. fungsi gelombang yang selama sebagian besar dari waktunya berada dalam ruang di
antara inti atom (jauh dari inti atom).
Dari Gambar 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa energi potensial elektron di dekat inti atom
lebih rendah daripada di dalam ruang antara inti atom. Oleh karena itu energi yang
diperlukan untuk elektron yang direpresentasikan oleh ψgenap(x) lebih rendah daripada
untuk elektron yang direpresentasikan oleh ψganjil(x). Beda energi elektron antara
keduanya pada batas k==±π/a ini merupakan celah energi.
maka arus elektronpun sama dengan nol. Hal kedua, misalnya kuat medan listrik εG
masingmasing elektron adalah vGi , maka kecepatan rata-rata untuk elektron dengan
1
v= n oV ∑i vi (4.25)
Penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron dalam pita yang ditinjau. Rapat arus
elektron yang terjadi e
k
-π/a 0 π/a
E==ω (4.27)
ω 1
vg = d = dE (4.28)
dk = dk
Pada gambar di atas, vg sama dengan kemiringan fungsi E=E(k). Sedangkan fungsi
E=E(k) simetri terhadap sumbu k=0. Pada harga k=-k, kecepatan elektron sama
besar, tetapi berlawanan tanda, sehingga ∑vi=0. Dengan demikian, jelaslah bahwa
rapat arus sama dengan nol untuk suatu pita energi yang kosong (elektron) atau pita
energi yang penuh.
Hanya pita energi yang terisi sebagian (atau yang kosong sebagian) dapat
memberikan sumbangan pada arus listrik. Misalnya, sebuah elektron A berada dalam
suatu pita energi yang kosong, seperti Gambar 4.7 berikut.
E(k)
A’ A”
A
k
-π/a 0 π/a
Posisi setimbang elektron berada pada kedudukan paling rendah. Medan listrik ε
menyebabkan gaya sebesar -eε bekerja pada elektron, dan menggerakkannya secara
terus-menerus ke arah keadaan elektron dengan momentum linier (negatip) yang
makin besar sampai akhirnya mencapai titik A’ pada posisi k=-π/a. Pada titik ini
terjadi refleksi Bragg, dan elektron muncul di titik A” pada posisi k=+π/a; dan
kemudian menempuh lagi siklus yang sama. Proses pengulangan ini disebut osilasi
Zener. Adanya ketidaksempurnaan kisi menyebabkan hamburan terjadi sebelum
osilasi Zener sempat muncul.
Misalnya, dalam pita yang ditinjau terdapat keadaan elektron total sebanyak A, yang
terisi elektron sebanyak i, dan yang kosong sebanyak s. Jika masing-masing dianggap
∑v =∑v +∑v
A i s (4.29)
A i s
karena ∑ A =0, yakni semua keadaan elektron dianggap terisi penuh eleh elektron,
v
A
maka rapat arus elektron dapat dinyatakan seperti halnya persamaan (4.26), yakni
e
J =−V ∑v i i (4.30)
J =+V ∑v s s (4.31)
elektron di pita energi yang diperkenankan hanya terisi elektron sedikit saja, seperti
Gambar 4.8 berikut.
E(k)
k
-π/a 0 π/a
Gambar 4.8 Pita energi yang diperkenankan dengan sedikit elektron di dalamnya
E(k)
k
-π/a 0 π/a
Gambar 4.9 Pita energi yang diperkenankan dengan hole pada bagian atasnya
Berdasarkan uraian tentang pengisian keadaan elektron dalam pita energi yang
diperkenankan seperti di atas, dapatlah dibedakan antara konduktor, isolator,
semikonduktor dan semilogam.
Isolator. Semua energi terisi penuh oleh elektron atau sama sekali kosong, sehingga
tidak dapat terjadi konduksi listrik. Pita energi tertinggi yang terisi penuh elektron
EF
disebut pita valensi. Celah energi ΔE cukup besar, sehingga elektron dari pita energi
ΔE
yang penuh tidak dapat melompat (karena energi termal) ke pita energi yang kosong.
Tingkat energi Fermi EF melalui daerah energi yang kosong. Contoh isolator adalah
intan (karbon) yang memiliki celah energi 6 eV. Hal ini dijelaskan oleh Gambar 4.10
di atas.
EF
ΔE
EF ΔE
r r r
ψk ( G) =∑eikG•rG ψo ( G− Gn )
n
(4.32)
n
Penjumlahan dilakukan atas semua posisi atom rGn dalam kristal. Bila potensial
periodik kristal V( )rG dan potensial atom terisolasi di r=rn adalah Vo (rG− rGn ) ,
G
H =− =2 ∇2 +V(r )
2mo
⎧
=
⎫
=⎨−2 ∇2 +Vo (rG− rGn )⎬ +{V(rG) −Vo (rG− rGn )} (4.34)
⎩ 2mo ⎭
= Ho + H'
dengan demikian Ho adalah Hamiltonian untuk sebuah atom terisolasi di r=r n, dan H’
untuk semua atom lainnya. Harga ekspektasi energi diperoleh dari
G G
E = 1 ψ k* ( r ) E ψ k ( r ) dτ
N ∫ (4.35)
1 G G 1 G G
ψ k ( r ) H oψ k ( r ) dτ + ψ k ( r ) H 'ψ k ( r ) dτ
* *
=
∫ ∫ N
N
Integral pertama dalam (4.35) adalah energi sebuah atom terisolasi E o. Untuk
menghitung integral kedua, permasalahannya disederhanakan, yakni hanya
meperhitungkan interaksi antartetangga terdekat atom saja. Oleh karena itu integral
kedua dapat dipecah menjadi dua bagian, yakni yang hanya meliputi n=m saja dan
yang hanya meliputi interaksi antartetangga terdekat saja dengan indek j.
1
N
∑∑e
1 ikG•(rG −rG
n m ) * GG GG=
∫ψ (r − r
o m )H'ψo (r − rn )dτ
Nn m
1 G G G G ikG•(rGn −rGj ) * G G
GG N n j e ∫ψo (r − rj
)H'ψo (r − rn )dτ
G GG GG
GG G GGG
*
ikG•(rGn −rGj )
≅ −α−β∑e
j
Dengan demikian energi elektron (4.35) dalam kristal di atas dapat ditulis
G
G ik•(r n
G
−r j )
E = Eo −α−β∑e (4.38)
j
tetangga
terdekat.
Dalam kisi kubik sederhana dengan rusuk a, setiap titik kisi mempunyai 6 tetangga
terdekat, sehingga
sebanding dengan integral overlap. Rentang energi dalam pita energi ini berperan
sebagai energi kinetik elektron, sehingga elektron mampu bergerak ke bagian
seluruh kristal. G
d. Untuk harga k sangat kecil, yakni di dekat dasar pita energi elektron menjadi
E(k) ≅ Eo - α - 6β + β a2 k2 (4.40)
Terlihat bahwa harga energi ini sama dengan hubungan dispersi untuk elektron
bebas.
Gambar 4.13 berikut menyajikan kurva dispersi sepanjang arah [100] dan [111].
Model ikatan kuat di atas memperlihatkan bahwa setiap tingkatan energi atomik
meluas menjadi sebuah pita energi sebagai akibat adanya interaksi antaratom dalam
padatan. Setiap pita energi menggambarkan karakter tingkatan energi atom mula-
mula.
Energi tetap elektron dalam kisi kubik sederhana di atas dapat dibuat konturnya.
Untuk ka<<1, energi tersebut, yakni persamaan (4.40) dapat dinyatakan sebagai
yang merupakan persamaan bola dalam ruang k. Sedangkan energi maksimum terjadi
apabila
kx = ky = kz = ±π/a
Titik ini merupakan titik ujung Zona Brillouin Pertama. Bila dilihat dari titik ujung
(dekat E(k)max) dengan melakukan transformasi dari k ke k’=(π/a)-k, maka dengan
Gambar 4.14 Kontur energi kisi kubik sederhana dalam model ikatan kuat
1
vGg = ∇k E(kG) (4.41b)
=
Simak kembali elektron yang hanya bergerak dalam arah sumbu-X dalam kisi
kubik sederhana, sehingga energi (3.39) dapat dinyatakan
energi yang terisi penuh elektron tidak dapat menunjukkan arus listrik. Hal ini
gradien energi. Hal ini berarti gerak elektron sangat ditentukan oleh permukaan
energi tetap. Apabila permukaan energi tetap tersebut berupa permukaan bola (daerah
dekat pusat zona), maka arah vGg adalah radial. Di dekat batas zona, kontur energi
Gambar 4.16 Kecepatan elektron dan perubahan bentuk permukaan Fermi saat
konsentrasi elektron valensi atau konduksi meningkat
Bentuk permukaan Fermi ditentukan oleh geometri kontur energi dalam pita energi
karena sesungguhnya permukaan Fermi itu sendiri adalah sebuah kontur energi
dengan E(k)=EF pada T=0 K. Gambar 4.16 di atas juga menunjukkan perubahan
bentuk permukaan Fermi saat konsentrasi elektron valensi n meningkat. Populasi n
kecil hanya mengisi daerah dekat dasar pita pada pusat zona sehingga volumenya
berbentuk bola yang dibatasi oleh permukaan bola Fermi. Saat n naik, “volume
Fermi” mengembang, dan kontur energi mulai terdistorsi. Distorsi menjadi besar saat
permukaan Fermi memotong garis batas zona.
Perubahan kecepatan kelompok terhadap waktu t adalah
AG tertentu berlaku
Untuk suatu vektor
dAG G dkG
= (∇k A)• dt
dt
Oleh karena itu
dvGg 1 dkG
= ∇k (∇k E)• (4.44b)
dt = dt
G dkG
F == dt (4.45)
1 ∂2 E
ai =∑ = 2 ∂k i ∂ k j Fjdengani, j = x, y,z (4.46b)
⎛1⎞ 1 ∂ 2E
⎜ ⎟=2 (4.47b)
⎝ m*⎠ij = ∂ki∂k j
Dari hubungan (4.47) di atas terlihat bahwa massa efektif adalah tensor rank-dua dan
simetrik
⎛1⎞ ⎛1⎞
⎜ ⎟ =⎜ ⎟ (4.48)
⎝ m*⎠ij ⎝ m*⎠ ji
Massa efektif elektron m* tidak perlu sama dengan massa sesungguhnya m o. Hal ini
disebabkan oleh adanya dua gaya yang bekerja sekaligus pada elektron, yakni gaya
medan kristal (dalam penetapan E(k)) dan gaya luar F.
Elektron bebas dalam ruang mempunyai energi kinetik sama seperti
persamaan (3.24) , yang dapat dituliskan G
E(k) = = 2 (kx2 + k y2 + kz2 ) (4.49) 2mo
⎛1⎞ 1 ∂ 2E 1 ⎛1⎞ 1 ∂ 2E
⎜ ⎟=2 = dan ⎜ ⎟=2 =0
⎝ m*⎠xx = ∂kx∂kx mo ⎝ m*⎠xy = ∂kx∂k y
⎛ 1⎞
⎜ ⎟ =⎜⎜ 0 1/ mo 0 ⎟⎟ (4.50)
⎝ m *⎠xx ⎜⎝ 0 0 1/ mo ⎟⎠
m 1⎟⎠⎜⎝ Fz ⎟⎠
⎜az ⎟⎠ o ⎜⎝0
⎝
1 a
hubungan vektor aG = FG . Artinya arah percepatan G sesuai
dengan merupakan
mo
FG . Jelas bahwa untuk elektron bebas berlaku m*=mo, karena tidak ada
arah gaya gaya kisi yang bekerja pada elektron.
k
G Untuk gerak elektron dalam suatu kristal kubik sederhana, khususnya bila sangat
kecil terhadap 1/a, maka persamaan (4.40) dapat dituliskan
Dengan cara yang sama hasilnya terlihat bahwa tensor (1/m*) tidak nol hanya untuk
elemen diagonalnya, yakni masing-masing besarnya
2βa 2
2
=
Oleh karena itu massa efektifnya isotropik, dan dapat direpresentasikan dengan
skalar
1
m* = = 22 (4.53)
2a β
Terlihat bahwa dalam daerah ini elektron berperilaku seperti elektron bebas dengan
massa efektif yang berbanding terbalik dengan integral overlap β. Makin besar
overlap, makin mudah elektron menerobos dari satu atom ke atom yang lain sehingga
(massa) inersia elektron lebih kecil, dan sebaliknya. Dalam model ikatan kuat ini
overlap kecil sehingga massa efektif besar.
Di dekat puncak pita elektron memperlihatkan perilaku yang lain. Misalnya, elektron
dalam kisi kubik sederhana satu dimensi dalam arah-X. Jika didefinisikan kx’=(π/a)-kx
dan energi kinetik E(kx) persamaan (4.42) dideretkan dekat titik maksimum, maka
didapatkan
− 1
m* = = 22 (4.55)
2a β
Gambar 4.17 berikut menyajikan struktur pita dan massa efektif dalam kisi kubik
sederhana satu dimensi arah-X
Gambar 4.17 a. Struktur pita, dan b. Masa efektif elektron sebagai fungsi kx
dalam kisi kubik sederhana
Massa efektip negatip di daerah yang lebih besar dari titik perubahan kc, menandakan
adanya percepatan negatip elektron karena menurunnya kecepatan. Di daerah ini kisi
mengenakan gaya pemerlambat yang sangat besar pada elektron.
dkG FG (4.56)
=
dt =
t
0
- π /a
Gambar 4.18 Vektor gelombang elektron Bloch sebagai fungsi waktu saat dikenai
gaya luar F (satu dimensi)
Terlihat bahwa karena pengaruh Fx, momen kristal kx senantiasa meningkat sampai
mencapai batas Zona Brillouin Pertama. Pada saat itu terjadi UMKLAPP dan gerak
elektron mulai lagi dari batas baru zona.
Misalnya, medan luar εx menyebabkan gaya Fx=-eεx bekerja pada elektron, sehingga
vektor gelombang kx berubah terhadap waktu. Gerakan elektron dalam “repeated-
zone scheme”, disajikan dalam Gambar 4.19 berikut. Elektron bergerak sepanjang
lintasan OABC dan seterusnya. Sedangkan dalam “reduced-zone scheme”, saat
elektron sampai di batas zona A, kemudian segera muncul di titik ekivalensinya,
yaitu A’, sehingga terjadi gerakan elektron sepanjang OA(→A’)OA dan seterusnya.
Karena sifat simetri translasi, maka terlihat bahwa titik A, A’ dan C, C’ adalah
ekivalen; begitu pula O dan B.
0
xo
Gambar 4.20 Gerak elektron dalam ruang nyata-X sebagai fungsi waktu
Terlihat bahwa gerak elektron hanya bolak-balik antara x=0 sampi x=x o. Setiap kali
elektron berada di x=xo, energinya berada di puncak pita konduksi dimana kemudian
terjadi refleksi Bragg. Gerakan osilasi periodik elektron Bloch ini sangat berbeda
dengan perilaku elektron bebas.
Apabila εx cukup besar, maka dapat terjadi loncatan elektron ke pita di atasnya,
seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.21 berikut. Apabila elektron di A dan
memperoleh energi sebesar celah energi ΔE, maka elektron tidak dipantulkan
kembali, tetapi mampu melompat ke pita energi di atasnya(titik A”). Misalnya, jarak
kedua titik AA” adalah d, maka haruslah
Δ
d≤ E (4.57)
eεx
E(k)
A”
ΔE
A
k
0 π/a 2π/a
Gambar 4.21 Gerakan elektron karena medan listrik yang melintasi celah energi
Hal ini dinamakan “tunneling”, dengan syarat bahwa d jauh lebih kecil dari panjang
gelombang de Broglie dan juga kecil terhadap konstanta kisi.
netto nol, karena setiap elektron dalam keadaan kG yang berkecepatan vG( )kG
kG
yang selalu berpasangan dan saling menghapus dengan elektron di keadaan −
G G
berkecepatan v (−kG) =−v ( )kG .
Bila dikenakan medan listrik εx, terjadi perpindahan δkx selama interval waktu δt,
yang memenuhi persamaan
eεx t (4.58a)
δkx =− δ
=
eεx
δkx =− τ (4.58b)
=
Akibatnya permukaan Fermi berpindah sejauh δkx, seperti ditunjukkan oleh Gambar
4.22 berikut.
Mengingat ∂E/∂kx==vF,x dan harga δkx dalam (4.58b) di atas, maka didapatkan
Ungkapan (4.61) adalah bentuk umum konduktivitas listrik untuk suatu permukaan
Fermi tertentu. Tampak bahwa σ bergantung pada kecepatan Fermi vF dan waktu
tumbukan τF, serta pada rapat keadaan pada permukaan Fermi g(E F). Tingkat EF suatu
logam berada di tengah pita energi, dimana g(EF) besar, sehingga konduktivitas
besar. Sedangkan tingkat EF pada isolator berada pada puncak pita, dimana g(EF)=0,
sehingga konduktivitas nol, meskipun kecepatan Fermi sangat besar.
Dengan menggunakan hubungan rapat keadaan (3.26) dan (3.30) untuk elektron
bebas, yakni
g(E)= 1 2 ⎛⎜ 2m2*⎞⎟3/ 2 EF/ 2 ⎛ 2
⎞
2π ⎝ = ⎠ EF = 12 m*vF2 EF =⎜⎜ 2=m *⎟⎟⎠(3π2n)3/
2
⎝
maka didapatkan ungkapan konduktivitas listrik (4.62a) menjadi
ne2τF
σ= (4.62b) m*
yang hanya berlaku untuk model elektron bebas.
R = Re 2 h2
(4.63)
(σ +σ )
e h
(G
δkG =− e v (kG)× BG δt ) (4.65)
=
Perpindahan δkG tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh vG( )kG dan BG .
v k
Mengingat G adalah normal kontur energi dalam ruang G (Gambar 4.16), maka
berarti δk terjadi pada sepanjang kontur energi, seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.23
berikut.
kG .
Dengan dimana integrasi dilakukan sepanjang orbit tertutup elektron dalam ruang
demikian, ungkapan umum frekuensi siklotron untuk elektron Bloch ini adalah
2πeB
ωc = δk= (4.67)
∫ v(kG)
Eksperimen resonansi siklotron dilakukan dengan mendatangkan berkas radiasi
elektromagnetik pada daerah gelombang radio pada permukaan logam, yang
sebelumnya telah dikenakan medan magnet B dalam arah tegak lurus berkas
elektromagnetik, seperti disajikan oleh Gambar 4.24 berikut.
Gelombang radio
Medan magnet
Radiasi elektromagnetik ini hanya mampu menembus sedalam “skin depth” δ pada
permukaan logam. Elektron menyerap energi sinyal elektromagnetik. Resonansi BG
dan energi gelombang radio yang terjadi antara gerak putar elektron karena
diserapnya, serta elektron berada dalam daerah “skin depth”. Apabila frekuensi
gelombang radio ωo, maka
ωo = n ωc (4.68)
dengan n adalah bilangan bulat.
RINGKASAN
01. Apabila deretan ion tersusun teratur dan membentuk kisi kristal, maka energi
potensial kristalnya berubah secara periodik sesuai dengan periodisitas kisi
tersebut. Teori pita energi zat padat mengajukan model tentang elektron dalam
kristal dengan asumsi sebagai berikut. (a). Terdapat energi potensial V( )rG yang
tidak sama dengan nol di dalam kristal dengan keberkalaan kisi kristal, (b). Fungsi
gelombang ψ( )rG dibuat berdasarkan kisi sempurna dan dimana dianggap bahwa
kisi tidak bervibrasi secara termal, (c). Teori pita energi dikembangkan dari
bahasan perilaku elektron tunggal di bawah pengaruh suatu potensial periodik
V(rG) yang merepresentasikan semua interaksi, baik dengan ion kristal maupun
dengan sesama elektron lain, (d). Bahasan elektron tunggal dapat menggunakan
persamaan Schrodinger untuk satu elektron, dan dengan ketentuan bahwa
pengisian keadaan elektron yang diperoleh menganut distribusi Fermi-Dirac.
02. Elektron dalam potensial periodik logam memenuhi teorema Bloch, yaitu
“Fungsi eigen (fungsi Bloch) dari persamaan gelombang untuk suatu potensial
ikG• rG)
dan periodik adalah hasilkali antara suatu gelombang bidang berjalan eksp ( suatu
fungsi modulasi uk ( )rG dengan periodisitas kisi kristal”.
pembawa muatannya adalah elektron dan hole. Sedangkan ciri semilogam adalah
celah energi lenyap seluruhnya, atau bahkan kedua pita energi terjadi overlap tipis.
07. Metode LCAO menganggap bahwa elektron terikat kuat pada atom. Fungsi
gelombang elektron didasarkan pada fungsi gelombang elektron dalam atom
yang terisolasi, dan disusun dari fungsi gelombang elektron termaksud. Hasil
G G
G ik•(r n −r j )
(c). E(k)max=Eo-α+6β pada puncak pita, dan E(k)min=Eo-α-6β pada dasar pita,
sehingga beda antara keduanya merupakan pita energi, yang besarnya sebanding
dengan integral overlap. Rentang energi dalam pita energi ini berperan sebagai
energi kinetik elektron, sehingga elektron mampu bergerak ke bagian seluruh G
kristal, (d). Untuk harga k sangat kecil, yakni di dekat dasar pita energi elektron
menjadi E(k) ≅ Eo - α - 6β + β a2 k2. Terlihat bahwa harga energi ini sama dengan
1 1 1
= ∇k E(kG) dan m * = = 2 ∇k (∇k E) . Misalnya untuk kisi kubik sederhana
e2vF2,xτF g(EF ) . Bila didekati dengan permukaan Fermi sferik, maka didapatkan
ungkapan konduktivitas yang hanya berlaku untuk model elektron bebas.
11. Teori pita energi menghasilkan ungkapan umum konstanta Hall
2πeB
∫ v(kG)
E=(=2k2/2m*), maka ungkapan frekuensi yang sama dengan yang diperoleh oleh
a
(xˆ + yˆ − kˆ) a(− xˆ + yˆ − kˆ) a(xˆ − yˆ − kˆ) a(− xˆ − yˆ −
k ) a(xˆ − yˆ + kˆ) (− xˆ − yˆ + kˆ) a(xˆ + yˆ + kˆ) a(− xˆ
ˆ a
+ yˆ + k )
ˆ
(
a yˆ − kˆ) a(− yˆ − kˆ) a(− yˆ + kˆ) a(yˆ + kˆ) a(xˆ + yˆ)
a(xˆ − yˆ) a(− xˆ − yˆ) a(− xˆ + yˆ) a(xˆ − kˆ) a(xˆ + kˆ) a(−
xˆ + kˆ) a(− xˆ − k )
1
ˆ
2
b. Sama dengan soal a), tetapi untuk kisi bujursangkar! Tunjukkan bahwa
kecepatan pada batas zona adalah paralel terhadap batas tersebut! Jelaskan hasil
ini dengan menggunakan refleksi Bragg!
c. Sama dengan soal a), tetapi untuk kisi SC tiga dimensi, dan tunjukkan bahwa
kecepatan elektron pada permukaan zona adalah paralel terhadap permukaan
tersebut! Jelaskan hal ini dengan menggunakan refleksi Bragg! Kemukakan
pernyataan umum tentang arah kecepatan pada permukaan zona tersebut!
06. Semikonduktor Si dan Ge mempunyai relasi dispersi berkontur ellips
1 ⎛ ⎞
pada saat t adalah X = X o + E ⎜k = F t ⎟, dengan Xo adalah posisi awal dan
F⎝ =⎠
21 2
magnet tegak lurus terhadap bidang kontur, maka buktikan bahwa frkuensi
e2
siklotron adalah ωC = m1*m2* B !
bab ini ditutup oleh bahasan metode optik yang dapat digunakan untuk mengukur
celah energi.
1
fe (E) = (5.1a)
E −E F
1 kT +e
Dengan mengandaikan bahwa (E-EF)>>kT, maka distribusi (5.1a) di atas menjadi
EF −E
fe (E) ≅ e kT (5.1b)
Tampak bahwa probabilitas orbital elektron konduksi untuk terisi elektron sangat
kecil fe(E)<<1. Energi elektron dalam pita konduksi adalah
= 2k 2
E(k) = Ec +
(5.2) 2me
1 ⎛ 2m 3/2
dengan tingkat energi referensi diambil pada dasar pita konduksi Ec. Dengan
mengggunakan (5.1b) dan (5.3) diperoleh rapat elektron di pita konduksi
∞ 3/2∞ EF −E
1 ⎛ 2me ⎞ (E
∫ ∫
ne = E c fe (E) ge (E)dE = 2π2 ⎝⎜ = 2 ⎟⎠ E c − Ec )1/ 2 e kT dE (5.4)
⎛ 2πmekT ⎞3 / 2
Faktor 2⎜ h2 ⎟⎠
menyatakan rapat keadaan efektif dalam pita konduksi.
⎝
Dalam hubungan (5.5) di atas, energi Fermi EF belum diketahui.
Distribusi hole dalam pita valensi dapat dituliskan
E−EF
E f E 1
fh( ) = 1 − e ( ) = E F −E ≅e kT
(5.6)
1+ e kT
apabila dianggap bahwa (EF-E)>>kT. Energi hole dalam pita valensi
= 2k 2
E(k) = Ev +
(5.7) 2mh
dengan mengambil tingkat referensi puncak pita valensi Ev. Dengan menggunakan
(5.6) dan (5.8) diperoleh rapat hole di pita valensi
Ev
nh fh (E) gh (E)dE
1 ⎛ 2mh ⎞3 / 2 E ∫ (E − E )
v v 1/ 2 e E kT−EF dE (5.9)
= ⎜ 2⎟
2
2π ⎝ = ⎠ −∞
3/2 EF −E
m
= 2⎛⎜ 2π hkT ⎞⎟
e− kT h 2
v
⎠
⎝
⎛ 2πm h kT ⎞ 3 / 2
Faktor 2⎜ ⎟ menyatakan rapat keadaan efektif dalam pita valensi. Energi
⎜⎝ h 2 ⎟⎠
Substitusi ne dari (5.5) dan nh dari (5.9) ke dalam (5.11) menghasilkan ungkapan
energi Fermi EF relatif terhadap energi puncak pita valensi Ev
Ec − EF = Eg + 3 kT ln me (5.12)
2 4 mh
σ= ene μe + enh μh
3 /2 Eg
= f (T)e 2kT dengan f(T) adalah fungsi yang bergantung lemah terhadap suhu.
Dengan membuat grafik ln σ sebagai fungsi 1/T, dari data eksperimen, maka
didapatkan kemiringan kurva –Eg/2k. Dengan demikian celah energi Eg dapat
ditentukan. Pada awal perkembangan semikonduktor, cara ini merupakan prosedur
standard dalam menentukan celah energi Eg.
5.3.1.1 Donor
Misalnya, Si didoping dengan As. Atom As menempati titik kisi yang sebelumnya
ditempati tuan rumah Si secara acak. As adalah pentavalen, sedangkan Si tetravalen.
Kelebihan sebuah elektron dari setiap atom As, yang tidak turut dalam ikatan
tetrahedral Si, bebas bergerak dalam kristal sebagai elektron konduksi dalam pita
konduksi. Oleh karena itu, ketidakmurnian menjadi ion positip As +. Hal ini berarti
ketidakmurnian As menyumbangkan elektron ke dalam pita konduksi, dan disebut
donor.
Orbit elektron bebas di sekitar donor tersebut ternyata menyerupai atom hidrogen
model Bohr. Dengan demikian, interaksi yang terjadi adalah interaksi
Coulomb. Dengan memakai model Bohr, maka jari-jari elektron donor
⎛ ⎞
m
⎝
dengan εr = konstanta dielektrik kristal
ao = radius Bohr (=0,53 Å)
mo= massa bebas elektron
me= massa efektif elektron
Si memiliki konstanta dielektrik εr=11,7 dan (me/mo)=0,2. Oleh karena itu, harga rd
untuk Si kira-kira 60 kali lebih besar daripada ao. Karena itu orbit elektron donor
melingkupi banyak atom “tuan rumah” Si, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.2
berikut.
1 ⎛ m e⎞
Ed =+ 2 ⎜⎜ m o ⎟⎟⎠Eo (5.16)
εr ⎝
dengan Eo adalah energi dasar atom hidrogen (-13,6 eV). Hal ini berarti, untuk Si,
harga Ed kira-kira 700 kali lebih kecil daripada Eo. Dengan demikian, tingkatan energi
donor dalam semikonduktor berada dalam celah energi sedikit di bawah dasar pita
konduksi, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.3 berikut.
Pada suhu kamar (kT=0,025 eV), sebagian besar donor terionisasi dan elektronnya
tereksitasi ke dalam pita konduksi. Jika semua donor terionisasi, maka konsentrasi
elektron dalam pita konduksi hampir sama dengan jumlah donor.
5.3.1.2 Aseptor
Misalnya, kristal Si didoping dengan atom Ga. Karena atom Ga trivalen, maka pada
salah satu ikatan elektronnya terjadi hole. Hole segera terisi oleh elektron dari ikatan
yang lain sehingga terjadi hole pada ikatan yang lain tadi. Pada akhirnya, hole
tersebut secara bebas bergerak ke seluruh bagian kristal. Karena cenderung menerima
elektron untuk melengkapi ikatan tetrahedralnya, ketidakmurnian Ga menjadi ion
negatip dan disebut aseptor.
Orbit hole di sekitar aseptor juga menyerupai atom hidrogen model Bohr. Energi ikat
hole pada aseptor juga sangat kecil harga numeriknya, dan terletak dalam celah
energi, sedikit di atas pita valensi, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4 berikut.
Saat aseptor terionisasi (karena hole terisi elektron yang tereksitasi dari puncak pita
valensi), hole jatuh ke puncak pita valensi, dan menjadi pembawa muatan bebas.
Tingkat energi donor dan aseptor dalam celah energi (pita energi terlarang)
merupakan konsekuensi dari ketidaksempurnaan kristal. Kedua tingkatan ini
terlokalisasi dan tidak bisa menghantarkan listrik.
Umumnya, tidak ada semikonduktor yang benar-benar murni, melainkan
mengandung donor maupun aseptor. Elektron dalam pita konduksi dapat tercipta
melalui eksitasi antarpita atau ionisasi termal donor. Hole dalam pita valensi dapat
terbentuk melalui eksitasi antarpita atau eksitasi termal elektron dari pita valensi ke
dalam tingkatan aseptor. Dapat juga, elektron jatuh dari tingkat donor ke tingkat
aseptor.
Pada suhu yang cukup tinggi, semua semikonduktor berada dalam keadaan intrinsik,
yaitu ni naik secata tajam (secara eksponensial) terhadap suhu T (kecuali konsentrasi
ketidakmurnian tinggi sekali).
ne = Nd (5.18)
ne nh = ni2 (5.19)
nh = ni2 (5.20)
Nd
Di daerah ekstrinsik berlaku ni<<Nd, sehingga nh<<Nd. Dengan demikian, konsentrasi
elektron (dari donor) jauh lebih besar daripada hole. Semikonduktor yang demikian
disebut semikonduktor jenis-n.
nh = Na (5.21)
ne = ni2 (5.22)
Na
Eg Eg
pita pita
valensi valensi
a b
hc
Eg = (5.23)
λ0
Karena Efonon(=0,05 eV) sangat kecil bila dibandingkan dengan Efoton(=1 eV), maka
hc
Eg = E foton = (5.25)
λ0
sehingga dalam hal ini sama dengan kasus transisi langsung pada semikonduktor
celah-langsung.
RINGKASAN
01. Dilihat dari unsur pembentuknya, semikonduktor diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok berikut: (a). elemental kelompok IV, yang berstruktur kristal
intan dan ikatan kovalen homopolar, (b). kelompok III-V, yang berstruktur seng
sulfida dan ikatannya berbentuk kovalen heteropolar, (c). kelompok II-VI, yang
berstruktur seng sulfida dan berikatan kovalen heteropolar, dan (d). kelompok
IVVI.
02. Pada T=0 K, pita valensi semikonduktor terisi penuh elektron, sedangkan pita
konduksi kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah energi kecil, yakni
dalam rentang (0,18 – 3,7) eV. Dasar pita konduksi dihuni oleh elektron, dan
puncak pita valensi dihuni hole. Sekarang, kedua pita terisi sebagian, dan dapat
menimbulkan arus netto bila dikenakan medan listrik. Keduanya mengikuti
distribusi Fermi-Dirac. Dalam semikonduktor murni, elektron dan hole
mempunyai konsentrasi sama. Semikonduktor yang demikian disebut
semikonduktor intrinsik.
⎛ 2πm kT 3/ 2 E −E
03. Konsentrasi elektron dalam pita valensi adalah ne = 2⎜ h2e ⎞⎟⎠ e− ckT F . ⎝
⎛ 2π ⎞
Sedangkan hole di pita valensi adalah nh = 2 ⎜ hm2hkT ⎠⎟3/ 2 e−E kT−E . Hukum
F v
Aksi-
⎝
Massa adalah perkalian antara rapat elektron dengan rapat hole
04. Letak tingkat energi Fermi EF relatif terhadap energi puncak pita valensi Ev untuk
semikonduktor intrinsik adalah tepat di tengah-tengah antara Ev dan Ec.
Eg
−
membuat grafik ln σ sebagai fungsi 1/T, dari data eksperimen, maka didapatkan
kemiringan kurva –Eg/2k. Dengan demikian celah energi Eg dapat ditentukan.
06. Semikonduktor yang didoping dengan ketidakmurnian disebut semikonduktor
ekstrinsik. Semikonduktor yang tetravalen, didoping dengan atom pentavalen.
Akibatnya, kelebihan sebuah elektron dari setiap atom donor, bebas bergerak
dalam kristal sebagai elektron konduksi dalam pita konduksi. Tetapi, jika
didoping dengan atom trivalen, maka pada salah satu ikatan elektronnya terjadi
hole sehingga atom pendoping tersebut menjadi aseptor.
07. Orbit elektron bebas di sekitar donor dan hole di sekitar aseptor tersebut, ternyata,
menyerupai atom hidrogen model Bohr. Dengan demikian, interaksi yang terjadi
adalah interaksi Coulomb. Jari-jarinya kira-kira 60 kali lebih besar daripada
radius Bohr sehingga melingkupi banyak atom “tuan rumah”. Tingkat energi
donor dalam semikonduktor berada dalam celah energi sedikit di bawah dasar pita
konduksi. Sedangkan energi ikat hole pada terletak dalam celah energi, sedikit di
atas pita valensi.
08. Dalam semikonduktor ekstrinsik, jika konsentrasi donor Nd jauh lebih besar
daripada aseptor Na, konsentrasi elektron (dari donor) jauh lebih besar daripada
hole. Semikonduktor yang demikian disebut semikonduktor jenis-n. Tetapi
sebaliknya, jika konsentrasi aseptor Na jauh lebih besar daripada donor Nd, maka
09. Pengukuran celah energi dengan menggunakan metode optik memenuhi rumus hc
hubungan Eg = λ0
07. Data untuk Si adalah μe=1350 cm2/Vs, μh=475 cm2/Vs, Eg=1,1 eV, me=0,7mo dan
mh=mo. Hitunglah konduktivitas intrinsik σ pada suhu kamar!
08. Turunkan persamaan (5.15) dan (5.16)!
09. Untuk Ge didapatkan εr=15,8 dan me/mo=0,1. Hitunglah jari-jari orbit keadaan
dasar dan energi ionisasi donor yang didopingkan ke dalam Ge!
Bab ini membahas sifat dielektrik bahan, yang disertai dengan sifat optik dan
perubahan fasa bahan. Sifat tersebut meliputi rentang frekuensi yang sangat lebar,
yakni mulai dari daerah statik sampai ultraviolet, dan memberikan informasi penting
yang berkaitan dengan struktur bahan.
Bab ini diawali oleh bahasan rumusan dasar sifat dielektrik bahan. Selanjutnya,
dibahas konstanta dielektrik bahan sebagai besaran makroskopis, dan merelasikannya
dengan polarisabilitas molekul sebagai besaran mikroskopis. Sumber polarisasi
molekul adalah polarisabilitas polar, ionik dan elektronik. Akhirnya, bab ini ditutup
oleh bahasan gejala piezoelektrik dan ferroelektrik, dimana keduanya berkaitan
dengan polarisabilitas ionik
pG = qdG (6.1)
4π∈o r
dengan rG adalah vektor jarak yang menghubungkan dipol dengan titik medan yang
ditinjau. Ungkapan medan (6.2) di atas mengasumsikan bahwa r>>d.
p
τG = G×εGo (6.3)
seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.2 berikut.
Gambar 6.2 Torsi pada suatu dipol yang ditimbulkan oleh medan listrik luar
Torsi berusaha membawa dipol menjadi searah medan. Disamping itu, interaksi
antara dipol dan medan menimbulkan energi potensial
p
V =− G•εGo =−pεo cosθ (6.4)
Tampak bahwa dipol memiliki energi potensial minimum bila orientasinya paralel
medan. Hal ini sesuai dengan kecenderungan torsi pada dipol seperti di atas.
yakni jumlah momen dipol persatuan volume. Untuk suatu kristal, polarisasi
merupakan jumlah momen dipol dalam suatu sel satuan dibagi dengan volume sel.
Jika bahan mengandung jumlah molekul persatuan volume sebanyak N, dan
p
masingmasing memiliki momen G , serta momen tersebut searah, maka
polarisasinya
p
PG = N G (6.5)
MAKROSKOPIS)
Bahan dielektrik yang ditempatkan dalam suatu medan listrik eksternal εGo
dengan εG adalah medan listrik dalam bahan. Gabungan kedua persamaan (6.6) dan
(6.7) di atas menghasilkan
εG=εGo − PG (6.8)
o
Tampak bahwa polarisasi bahan menyebabkan terjadinya induksi medan. Hal ini
dijelaskan dalam Gambar 6.3 berikut.
εGo
G
εG ε '
+-
+- - + - + - + - +
+- - + - + - + - +
+- - + - + - + - +
+- - + - + - + - +
+- - + - + - + - +
Gambar 6.3 Medan εG' melawan medan luar εGo . Resultan medan internal adalah
εG
Polarisasi menyebabkan terjadinya muatan polarisasi pada permukaan bahan, yakni
muatan positip di sebelah kanan dan negatip di kiri. Muatan ini menimbulkan medan
listrik εG' yang arahnya ke kiri melawan medan luar εGo . Akibatnya medan internal
Hubungan (6.9) berlaku untuk bahan dielektrik linier isotropik, misalnya bahan kubik
dan amorf. Substitusi polarisasi (6.9) ke dalam perpindahan listrik (6.7) di atas
menghasilkan
makroskopis bahan.
listrik. Oleh karena itu diambil asumsi bahwa momen dipol molekul pG sebanding
p
G =αεGl (6.11)
dengan α adalah polarisabilitas molekul.
Untuk memperoleh εGl dipergunakan perumusan Lorentz, yaitu suatu dipol tertentu
dibayangkan dikelilingi oleh rongga bola yang berjari-jari R cukup besar sehingga
titik-titik di permukaan bola luar dapat dianggap sebagai medium kontinu. Medan
lokal yang bekerja pada dipol di pusat bola
dimana εGo = medan eksternal εG1 = medan yang terjadi karena muatan polarisasi
pada permukaan eksternal bahan G ε2 = medan yang terjadi karena muatan
polarisasi pada permukaan bola Lorentz G ε3 = medan yang terjadi karena semua
dipol dalam bola Lorentz
Bagian antara bola dan permukaan eksternal menghasilkan muatan total nol karena
muatan polarisasinya saling menetralkan satu sama lain. Pada ungkapan (6.12) di
atas, εGo dan εG1 merupakan medan makroskopis. Hal di atas ditunjukkan oleh
+
- + +
+ + -
- + θ +
+ G -
- + +
+ εl -
- + + 6 BAHAN DIELEKTRIK
+ + + -
- +
+ - 160
Gambar 6.4 Prosedur menghitung εl pada dipol yang terletak pada pusat bola
Lorentz Medan εG1 . Medan ini dikenal sebagai medan depolarisasi karena arahnya
melawan medan eksternal εGo . Untuk bahan berbentuk keping tak berhingga, dengan
εG1 =− 1 PG (6.13)
∈o
Medan εG2 . Karena bola cukup besar, maka muatan polarisasi pada permukaan
nˆ • PG = Pcosθ
dengan nˆ adalah normal (arah keluar) permukaan bola. Elemen luas permukaan bola
dS = R2 sin θ dθ dφ. Medan yang ditimbulkan oleh muatan ini adalah
G1 π 2π ⎛ Pcosθ⎞ ε2 = θ ∫ φ∫
=0 =0 ⎜⎝ R 2 ⎟⎠cosθ R 2 sinθdθdφ
(6.14)
4π∈o
PG
Faktor cos θ muncul karena integrasi hanya mengambil medan sepanjang arah
(komponen lain lenyap karena simetri). Hasil integrasi di atas
total diperoleh dengan menjumlahkan seluruhnya. Medan total ini bergantung pada
struktur kristal bahan. Untuk bahan berstruktur kubik, nilai medan total ini adalah nol.
Jadi
εG3 = 0 (6.16)
Dengan demikian substitusi medan (6.13), (6.15) dan (6.16) ke dalam (6.12)
menghasilkan medan lokal
εGl =εGo − 2 PG
(6.17)
3∈o
Bila ditulis dalam bentuk medan makroskopis bahan dielektrik εG, dengan
menggunakan persamaan (6.8), maka ungkapan medan lokal (6.17) di atas menjadi
εGl =εG + 1 PG
(6.18)
3∈o
Tampak bahwa medan lokal εG1 lebih besar dari medan rata-rata εG. Ungkapan
Medan Maxwell, εG, merupakan besaran makroskopis dan medan konstan rata-rata
dari seluruh jumlah molekul. Sedangkan medan Lorentz, εG1, merupakan besaran
mikroskopis yang nilainya berfluktuasi, yaitu sangat besar pada tempat di sekitar
molekul. Oleh sebab itu, molekul akan lebih efektif terpolarisasi dalam εG1 daripada
Gambar 6.5 Perbedaan antara medan Maxwell εG dan medan Lorentz εG1.
Bulatan padat adalah molekul
Substitusi medan lokal (6.18) ke dalam persamaan (6.5) melalui persamaan
(6.11) menghasilkan polarisasi bahan dielektrik
α
PG = N (6.19)
Nα
1−
3∈o
Sedangkan substitusi polarisasi (6.19) ke dalam perpindahan listrik (6.7)
menghasilkan ungkapan konstanta dielektrik
2
1+ Nα
3∈ o
=
∈r Nα (6.20)
1−
3∈o
∈r −1 = Nα (6.21)
∈r +2 3∈o
dan disebut sebagai hubungan Clausius-Mosotti. Bentuk (6.21) di atas dapat juga
ditulis menjadi
⎜∈r +2⎠
Hal ini menunjukkan bahwa polarisabilitas α dapat ditentukan asalkan besaran berat
α
NA
Untuk gas, dimana N kecil, penyebut (6.20) menunjukkan <<1 sehingga dapat
3∈o
dideretkan. Bila dari deret tersebut diambil orde pertama, maka diperoleh ungkapan
konstanta dielektrik
Nα
∈r =1+ (6.23)
∈o
Hal ini berarti, untuk gas, medan lokal εG1 lebih kurang berharga sama dengan medan
rata-rata εG bahan.
d. Atom kristal kovalen bersifat nonpolar dan nonionik. Contohnya Si dan Ge.
Berdasarkan jenis molekul/atom di atas dan perilakunya saat dikenakan medan, maka
polarisabilitas bahan dapat terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut. a.
Polarisabilitas polar/orientasional (αp)
Momen dipol permanen bahan terdistribusi secara acak sehingga polarisasi sama
dengan nol. Saat dikenakan medan momen dipol cenderung mensejajarkan diri
terhadap arah medan sehingga polarisasi tidak sama dengan nol.
Gambar 6.6 Sketsa polarisabilitas total α terhadap frekuensi ω dalam bahan polar
Terlihat bahwa pada ω>ωp (p=polar), sumbangan αp menghilang karena dipol tidak
mampu mengikuti gerakan medan yang berosilasi sedemikian cepatnya sehingga
dipol dalam keadaan stasioner. Pada daerah ω>ωi (i=ionik), ion dengan massa
yang berat tidak sanggup untuk mengikuti osilasi medan yang sangat cepat
sehingga polarisabilitas αi sama dengan nol; dan pada daerah ini hanya terdapat
polarisabilitas elektronik αe saja. Tetapi pada ω>ωe (e=elektronik), αe sama dengan
nol karena elektron terlalu berat untuk mengikuti medan yang berosilasi sangat
cepat. Dengan demikian konstanta dielektrik bahan polar menurun dengan
kenaikan frekuensi dari daerah statik sampai ke optik.
dalam arah medan. Probabilitas untuk mendapatkan dipol dalam arah θ memenuhi
fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann
Terlihat bahwa dipol lebih menyukai arah θ=0o, yakni searah medan.
∫ pf
px = x (θ)dΩ (6.27)
∫ f (θ)dΩ
dimana integrasi dilakukan atas semua arah dipol dalam sudut ruang Ω. Dalam hal ini
px = p cos θ θ = (0 s/d π) dΩ = sin θ dθ dφ dan φ = (0 s/d 2π) Hasil integrasi
di atas adalah
px = p L(u) (6.28)
dengan L(u) = coth u – 1/u dan u = pε/koT. Fungsi Langevin L(u) mempunyai bentuk
sketsa seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.7 berikut.
L(u)
3
( )
u = koεT
px = ε (6.29)
3koT
Terlihat bahwa momen berbanding lurus dengan medan dan berbanding terbalik
dengan suhu. Dengan demikian polarisabilitas polarnya p2
αp = (6.30)
3koT
dengan αei adalah kombinasi polarisabilitas elektronik dan ionik yang tidak
bergantung suhu. Dengan menggrafikkan polarisabilitas molar (ruas kiri) terhadap
kebalikan suhu 1/T, maka dapat ditentukan momen dipol permanen molekul polar pG
dan polarisabilitas nonpolar αei suatu bahan. Untuk molekul nonpolar, grafik tersebut
berbentuk horisontal.
() 1
dpd t = {pds (t) − pd (t)} (6.32) dt τ
dengan pd(t) = momen dipol polar pada saat t
pds(t) = momen dipol saturasi (setimbang)
τ = waktu relaksasi
Misalnya, medan listrik statik dikenakan pada t=0. Dalam hal ini pds(t) =αpε=po,
dimana αp adalah polarisabilitas polar statik dan po adalah momen dipol permanen
molekul. Oleh karena itu persamaan di atas menjadi
() ()
dpd t + pd t = po (6.33) dt τ
τ
yang mempunyai solusi
() () α
dpd t + pd t = p (0)ε(t) (6.38) dt τ
τ
Diambil solusi berbentuk
α p (ω ) = (6.40)
n = indek bias
∈r (6.42)
dengan χp (0) =∈r (0) − n 2 adalah suseptibilitas polar statik. Terlihat bahwa konstanta
dielektrik (6.42) di atas bergantung pada frekuensi. Hal ini berarti bahan
menunjukkan gejala dispersi. Dalam bentuk bagian riil dan imaginer, konstanta
() (6.43)
dengan
∈ (0) − n 2
2 2
(6.44a)
1+ωτ
Gambar 6.8 Sketsa bagian riil ∈'r (ω)dan bagian imaginer ∈"r (ω)
terhadap ln ωτ untuk bahan polar
Terlihat bahwa grafik ∈'r (ω) −lnωτ merupakan kurva dispersi; dan ∈"r (ω) − lnωτ
kurva absorbsi. Bagian riil ∈'r (0) berharga konstan, yakni ∈r (0) pada daerah ω<<1/τ,
dan berharga n2 (konstanta dielektrik frekuensi tinggi) pada daerah ω>>1/τ. Besaran
1/τ sering disebut frekuensi tumbukan, yang mencakup semua frekuensi sampai
dengan daerah gelombang mikro. Sedangkan bagian imaginer ∈"r ( )ω mencapai harga
M2 M1
U
M1 (6.45)
∂t
∂ 2U
M2 (6.46)
∂t
Terlihat bahwa kristal mengalami gaya interaksi antaratom dan gaya listrik. Hal ini
berarti kisi mengalami vibrasi yang dipaksakan.
Misalnya, medan ε berbentuk gelombang bidang
ε = εx ei(kx - ωt) (6.47)
Jika diasumsikan λ>>d (atau k→0), maka semua atom sejenis mempunyai
perpindahan yang sama. Dalam keadaan mapan, M1 dan M2 masing-masing
mempunyai perpindahan U+ dan U- yang berbentuk sama seperti medan gaya (6.47)
⎛
(6.49)
U o+ =⎜⎜ M 1 (ωt2*−ω2 )⎟⎟⎠εx e
⎝ ⎞
⎛ e
U o− = −⎜⎜ 2*
2 ⎞⎟⎟εx (6.50)
⎝M
2 (ω −ω )⎠
t
2
⎛1 1⎞
⎝
transversal pada k=0. Perbedaan perpindahan kedua ion ini menyebabkan timbulnya
momen dipol listrik molekul. Dengan demikian polarisasi ionik Pi yang terjadi
Pi = N e* (Uo+ -Uo-) (6.51)
Selain itu, pada kristal terjadi juga polarisasi elektronik Pe.
Polarisasi total Pie (ionik dan elektronik) disubstitusikan ke dalam persamaan
(6.7) sehingga menghasilkan konstanta dielektrik
( *)2 1
Pe Ne
∈r (ω) = 1+ (6.52)
M1M 2
dengan μ= adalah massa tereduksi kedua ion. Pada ruas kanan, suku M1 +
M2
kedua merupakan kontribusi elektronik, dan suku ketiga kontribusi ionik.
Untuk ω<<ωt, kedua kontribusi ada dan membentuk fungsi dielektrik statik ∈r (0) .
Konstanta dielektrik pada frekuensi tinggi, yang hanya terdiri dari kontribusi
(0) −
2
∈r n2
∈r (ω) = n + (6.53)
Suku kedua ruas kanan merupakan polarisabilitas ionik bolak-balik, dan besaran
∈r (0) − n 2 =χi (0) merupakan suseptibilitas ionik statik. Sketsa ∈r (ω) terhadap ω
∈ r (ω )
∈ ( 0)
2
n
0 ω
ωt ωl
r
Pada gambar di atas tampak bahwa ∈r (ω)<0 dalam rentang ωt<ω<ωl, dengan ωl
Fungsi konstanta dielektrik dapat digunakan untuk mempelajari sifat optik medium.
Jika indek bias optik berbentuk komplek, maka konstanta dielektrik dapat dituliskan
dalam bentuk
∈r = (n + i Χ)2 (6.54)
−1 + Χ
R= (nn + 1))22 + Χ22
(6.55)
(
αab = 2Χk (6.56)
Jika ∈r (ω)<0, maka menurut (6.54) haruslah n=0 dan Χ ≠ 0 , sehingga refleksivitas
(6.55) berharga R = 1. Hal ini berarti gelombang datang dengan frekuensi dalam
rentang ωt<ω<ωl mengalami refleksi total, dan tidak dapat merambat dalam kristal.
Daerah ini disebut celah terlarang.
Pada gambar di atas tampak pula bahwa ∈r (ω) menunjukkan dispersi yang kuat (∈r
(ω)→∞) di dekat frekuensi fonon optik ωt. Di daerah ini, disamping terjadi absorbsi
maksimum, juga terjadi kondisi resonansi, yakni dimana frekuensi sinyal sama
dengan frekuensi alami sistem ionik sehingga respon sistem menjadi tak berhingga.
Absorbsi dan refleksi optik secara kuat di atas terjadi dalam daerah inframerah.
⎛ 4π∈ ⎞
x = ⎜⎜ Zeo ra3 ⎟⎠⎟ε
(6.57)
⎝
dengan ra adalah radius atom dan Ze adalah muatan inti. Dengan demikian atom
terpolarisasi dengan momen dipol
P=Zex
sehingga polarisasi elektronik yang terjadi
(6.60)
ω o −ω
Jika terdapat Z elektron peratom dan N atom persatuan volume, maka suseptibilitas
listriknya
NZe2 1
χe (ω) = (6.61)
∈o m
dan indek refraksi
2
n (6.62)
n 2 (ω )
n ( 0)
1
0 ω
ωo
2
Tampak bahwa dispersi tajam terjadi pada frekuensi resonansi ωo (daerah ultraviolet).
Jika kita memulai ωo=0, maka elektron berperilaku sebagai partikel bebas. Pada
frekuensi tinggi, ωo<<ω, harga n2(ω)→1, seperti halnya untuk vakum. Pada frekuensi
ini elektron tidak mampu mengikuti osilasi medan yang kuat.
Gambar
∈
r
0 T
TC
Hubungan di atas berlaku bila T>TC. Dalam daerah ini, bahan berada dalam fasa
paraelektrik, yang mana polarisasi hanya dapat terjadi jika pada bahan dikenakan
medan eksternal dan polarisasinya lenyap bila medan dihilangkan.
Dalam daerah T<TC, bahan menjadi terpolarisasi secara spontan. Dalam daerah ini
bahan berada dalam fasa ferroelektrik. Dengan demikian, suhu Curie TC merupakan
tempat transisi fasa. Polarisasi spontan PS semakin naik bila suhu turun, seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6.15 berikut.
PS
0 T
TC
ferroelektrik Dalam fasa ferroelektrik, pusat muatan positip kristal tidak berimpit
dengan pusat muatan negatip. Gejala ferroelektrik hanya terjadi pada kelas
nonsentrosimetri polar.
Contoh bahan ferroelektrik adalah jenis perovskit, misalnya barium titanat (BaTiO3).
Di atas suhu Curie (TC=120oC), BaTiO3 berstruktur kubik, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 6.17 berikut.
2+
= Ba
2-
=O
4+
= Ti
Tetapi, di bawah suhu Curie strukturnya berubah menjadi tetragonal. Dalam fasa ini,
ion Ti4+ dan O2- bergeser terhadap ion Ba2+, seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.18
berikut.
a=b=0,398 nm
4+
= Ti
2-
c=0,403 nm =O
0 ,006 nm
0 ,006 nm
Gambar 6.18 Pergeseran Ti4+ dan O2- terhadap Ba2+ pada tetragonal BaTiO3
Akibatnya, terjadilah pemisahan pusat muatan positip dan negatip sejauh 0,012 nm,
sehingga terjadi polarisasi spontan.
RINGKASAN
01. Dua muatan listrik berlawanan, tetapi besarnya sama, yakni –q dan +q,
membentuk dipol listrik yang momennya p. Suatu dipol listrik menimbulkan
medan listrik di sekitarnya. Jika suatu dipol dalam medan listrik eksternal, maka
timbul torsi dan energi potensial pada dipol. Dalam bahan dielektrik, kumpulan
momen dipol membentuk polarisasi, yakni jumlah momen dipol persatuan
volume.
02. Bahan dielektrik yang ditempatkan dalam suatu medan listrik eksternal εGo
G
bersangkutan, yakni p =αεGl , dengan α adalah polarisabilitas molekul.
∈r −1 α
polarisabilitas molekul α, yaitu = N , yang disebut sebagai hubungan
∈r +2 3∈o
Clausius-Mosotti.
04. Sehubungan dengan proses polarisasi bahan, struktur molekul/atom yang
membangun suatu bahan dapat dikelompokkan menjadi molekul polar, nonpolar,
ionik, dan atom kristal kovalen bersifat nonpolar dan nonionik. Berdasarkan jenis
molekul/atom di atas dan perilakunya saat dikenakan medan, maka polarisabilitas
bahan dapat terdiri dari beberapa jenis, yaitu polarisabilitas polar/orientasional
(αp), ionik (αi), dan elektronik (αe). Oleh karena itu polarisabilitas total suatu bahan
dapat ditulis α = αe + αi + αp. Bentuk αe terjadi pada semua jenis bahan. Sedangkan
bentuk αi hanya terjadi pada bahan ionik. Pada bahan polar dapat
terjadi proses ketiga polarisasi di atas.
05. Polarisabilitas polar terdiri dari dua macam, yaitu statik dan bolak-balik. Jenis p2
yang pertama menghasilkan αp = ; dan yang kedua menghasilkan 3koT
dengan medan (terjadi absorbsi energi). Pada jenis yang kedua juga
(0) −
2
∈r n2
e2 / m
jenis yang kedua menghasilkan polarisabilitas elektronik αe (ω) = 2 2 .
ω o −ω
08. Gejala piezoelektrik berkait dengan polarisasi ionik dan hanya terjadi pada bahan
nonsentrosimetri. Gejala piezoelektrik dapat digunakan untuk mengkonversikan
energi listrik menjadi energi mekanik (efek balik), atau sebaliknya (efek
langsung), seperti yang terjadi pada transduser.
09. Pada kelompok bahan ferroelektrik konstanta dielektrik berubah terhadap suhu
C
melalui hubungan hukum Curie-Weiss ∈r = . Bila T>TC, polarisasi hanya T
−TC
dapat terjadi jika pada bahan dikenakan medan eksternal dan polarisasinya lenyap
bila medan dihilangkan (fasa paraelektrik); dan bila T<TC, bahan menjadi
terpolarisasi secara spontan (fasa ferroelektrik). Dalam fasa ferroelektrik juga
terdapat domain dan loop histerisis.
⎛ χ⎞
εl =⎜1+ ⎟ε
⎝ 3⎠
b. Dari soal (a) buktikan bahwa suseptibilitas listrik bahan adalah
Nα/ ∈o χ=
Nα
1−
3∈o
(Ungkapan ini disebut hubungan Clausius-Mosotti antara suseptibilitas listrik
χ= Nα/ ∈o
02. Di antara kedua plat kapasitor diisikan selenium amorf dengan konstanta
dielektrik 6,0 dan konsentrasi 3,67.1028 atom/m3.
a. Hitunglah polarisabilitas atomnya!
b. Hitunglah medan lokal pada atomnya, jika muatan plat menghasilkan medan
1500 V/m!
c. Hitunglah momen dipol atomnya dalam medan soal (b)!
d. Berapakah harga konstanta dielektriknya, jika medan lokal sama dengan medan
makroskopis?
03. Andaikanlah bahwa titik asal sistem koordinat bertempat pada pusat bola Lorentz
dan polarisasi dalam arah sumbu-Z, maka buktikan bahwa komponen medan ε2
(karena muatan polarisasi pada permukaan bola Lorentz) dalam arah sumbu-X
dan sumbu-Y berharga nol!
04. Momen dipol untuk distribusi muatan secara umum didefinisikan sebagai pG
=∑qirGi , dengan qi dan rGi , masing-masing adalah muatan dan vektor posisi
i dari muatan ke-i, dan penjumlahan dilakukan atas semua muatan yang ada.
Pengambilan titik asal adalah sebarang.
a. Tunjukkan bahwa ungkapan di atas akan menjadi (6.1) bila hanya ada dua
muatan yang sama besar dan berlawanan tanda!
b. Buktikan bahwa jika muatan listrik sistem secara keseluruhan netral, maka
momen dipol tidak bergantung pada pengambilan titik asal!
05. Turunkanlah persamaan (6.13)!
06. Konstanta gaya untuk atom berdekatan dalam NaCl berharga 36 N/m. Jarak
setimbang kristal ini 2,82 Å.
a. Jika besar masing-masing muatan adalah e, maka hitunglah momen dipol pada
jarak setimbangnya!
b. Hitunglah perubahan jarak pisahnya karena medan listrik lokal 1500 V/m!
c. Hitunglah perubahan momen dipolnya!
d. Taksirlah polarisabilitas ionik statiknya!
07. Suatu kristal berstruktur kubik sederhana (dengan rusuk a) dan masing-masing
a. Tunjukkan bahwa medan listrik pada suatu atom tertentu karena semua atom
yang berjarak a bernilai nol!
b. Ulangi soal (a) untuk medan dari semua atom yang berjarak a√2.
c. Ulangi soal (a) untuk medan dari semua atom yang berjarak a√3.
08. Suatu kristal berstruktur tetragonal sederhana (dengan sisi bujursangkar a dan
a. Tunjukkan bahwa medan listrik pada suatu atom tertentu karena semua atom
yang berjarak a adalah
pG1 = 1 pG −33pZ zˆ
2π∈o a
dengan zˆ adalah sumbu derajat-4 (tetrad)!
b. Tuliskan ungkapan medan yang dihasilkan semua atom yang berjarak c!
c. Tunjukkan bahwa resultan medan dari soal (a) dan (b) berharga nol bila c=a!
09. Polarisabilitas elektronik statik Na+ dan Cl-, masing-masing adalah 3,47.10-41
C2m/N dan 3,41.10-40 C2m/N. Sedangkan polarisabilitas ionik statik pasangan ion
NaCl adalah 3,56.10-40 C2m/N. NaCl berstruktur FCC dengan sisi 5,64 Å.
a. Dengan menggunakan hubungan Clausius-Mosotti, hitunglah konstanta
dielektrik NaCl!
b. Jika medan listrik 1500 V/m diarahkan tegak lurus sisi kubus, maka hitunglah
medan lokal pada pasangan ion! Hitung pula medan makroskopis dan medan
polarisasi dalam sampel!
10. Suatu bahan polar mempunyai konsentrasi molekul polar 1,6.10 28 molekul/m3
dan tiap molekul mempunyai momen dipol permanen 3,5.10-26 Cm. Dengan
menggunakan formulasi Langevin
a. hitunglah polarisasi saturasi!
11. Cahaya 500 nm diarahkan tegak lurus pada sampel dengan indek bias n=1,653
dan koefosien pemadaman Χ =2,35.10-2.
a. Hitunglah kecepatan gelombang dalam sampel!
b. Hitunglah panjang gelombang dalam sampel!
c. Hitunglah jarak dalam sampel sehingga intensitas gelombang tinggal
setengahnya, jika fraksi intensitas gelombang yang diteruskan
I
I = oe−2kΧz
εG3 =
PG b
∈o
tersebut!
13. a. Deretkanlah fungsi Langevin L(u) persamaan (6.28) dalam pangkat u, dan
tunjukkan bahwa
L(u) = u/3 – u3/45 + … , dimana u<<1
b. Hitunglah medan yang diperlukan untuk menghasilkan polarisasi dalam air
sebesar 10% polarisasi saturasi pada suhu kamar, jika diketahui polarisasi air
p=1,9.10-29 Cm!
14. Polarisabilitas molar air naik dari 4.10-5 menjadi 6,8.10-5 m3 jika suhu diturunkan
dari 500 K menjadi 300 K. Hitunglah momen permanen molekul air!
15. Ion Na+ dan Cl- dalam NaCl, masing-masing mempunyai polarisabilitas
elektronik 0,20.10-40 dan 2,65.10-40 farad m2. NaCl berstruktur FCC.
a. Hitunglah jarak terdekat antara atom Na dan Cl!
b. Hitunglah konstanta kisi NaCl!
16. Hitunglah polarisabilitas statik untuk atom hidrogen, jika diasumsikan bahwa
muatan pada elektron terdistribusi seragam dalam keseluruhan bola dengan
jarijari Bohr!
Bahan magnetik mempunyai banyak aplikasi, mulai dari teras penstransfer dalam
bidang kelistrikan sampai pada pita magnetik dalam bidang komputer. Oleh karena
itu, pengetahuan tentang sifat magnetik bahan banyak menarik minat para ahli fisika,
kimia dan teknik.
Bagian awal bab ini membahas perilaku magnetik dari atom bebas, dan kemudian
dilanjutkan dengan sifat magnetik elektron konduksi dalam logam. Bahasan gejala
ferromegnetik dibagi menjadi dua kelompok, yakni pada isolator dan logam. Namun
keduanya menitikberatkan pada bahasan medan magnet (internal) molekuler yang
berperan dalam gejala ferromagnetik. Akhirnya, bab ini ditutup oleh bahasan tentang
gejala antiferromagnetik dan ferrimagnetik.
kristal, magnetisasi merupakan momen dipol total dalam sel satuan tunggal dibagi BG
yang memenuhi hubungan volume sel. Pada bahan, juga, terjadi induksi magnet
H
G Dengan demikian, induksi magnet dalam bahan terdiri dari dua bagian, yakni μo MG
μ
μr = =1+χ (7.4)
μo
Berdasarkan tanda dan besar nilai suseptibilitas magnet suatu bahan
dikelompokkan menjadi sebagai berikut.
a. Bahan paramagnet, yang mempunyai harga χ positip dengan order 10-5 cm-3. MG
paralel terhadap HG . Contohnya, ion transisi dan ion tanah-jarang. Ion Berarti ini
mempunyai sel atomik yang tidak komplit.
b. Bahan diamagnet, yang mempunyai harga χ negatip dengan order 10-5 cm-3. MG
berlawanan arah dengan HG . Contohnya, kristal kovalen, ionik dan Berarti
atom gas mulia yang mempunyai sel penuh. Perilaku diamagnetiknya muncul
karena medan magnet menyebabkan distorsi gerakan orbitalnya.
c. Bahan ferromagnet, yang mempunyai harga χ besar sekali dengan order 105 cm-3
dan mengalami magnetisasi spontan di bawah suhu tertentu. Contohnya, logam Fe,
Co dan Ni.
magnet
FL
inti
Fo
v elektron
Fo = mωo2 r (7.5)
dan terjadi momen magnetik elektron
e 2
e 2
μo = IA = πr = ωor (7.6)
T 2
Setelah medan dikenakan, pada elektron bekerja gaya lain, yakni gaya Lorentz
FGL =−e(vG× BG) yang melawan arah gaya Coulomb. Dengan demikian, persamaan
yang merupakan persamaan kuadrat dalam ω. Jika medan kecil, maka bentuk
solusinya
eB
ω=ωo − (7.8)
2m
Tampak bahwa rotasi elektron lebih pelan. Reduksi frekuensi ini menimbulkan
perubahan momen magnetik, bertolak dari (7.6), yaitu
⎛ e 2r 2⎞
Δμ=−⎜⎜ 4m ⎟⎟⎠B
(7.9) ⎝
Tampak bahwa momen induksi berlawanan arah dengan medan. Dengan kata lain,
respon elektron terhadap kehadiran medan adalah diamagnetik.
Dalam atom, orbit elektron berada dalam permukaan sferik. Tetapi, respon
diamagnetik efektif hanyalah pada penampang yang tegak lurus terhadap medan.
Dengan demikian, rata-rata r2 dalam ungkapan perubahan momen (7.9) di atas harus
diganti menjadi (2/3)r2, sehingga
⎛ e 2r 2⎞
dengan r adalah radius bola. Apabila atom mempunyai Z elektron dan dalam satuan
volume terdapat N atom, maka suseptibilitas magnetik
NZ Δμ μ o e NZ r 2
2
M
=
χ H =
B /μ o
= −
6m ( ) (7.11)
dengan r 2
adalah rata-rata kuadrat jari-jari elektron. Perata-rataan dilakukan atas
semua orbital elektron dalam atom. Tampak bahwa suseptibilitas tidak bergantung
pada suhu. Respon diamagnetik ini terjadi pada padatan yang sel atomiknya terisi
penuh. Seringkali digunakan ungkapan suseptibilitas molar yang didefinisikan
χmolar=NAχ/N.
dilakukan terhadap semua elektron, dan berharga tidak nol hanya untuk suatu sel yang
Momentum angular
momentum angular total
JG = LG+ SG (7.12)
⎛ e⎞S
Momen dipol orbital μGL =−⎜⎛ e ⎟⎞LG dan spin μGS =− ⎜ ⎟ G , juga berpresisi
di sekitar
⎝ 2m ⎠ ⎝m⎠
J
JG . Momen dipol totalnya μG =μGL +μGS tidak segaris dengan G , dan juga
berpresisi
JG dengan sudut θ. Karena frekuensi presisi yang cukup tinggi, maka yang
di sekitar teramati hanyalah kompnen dari μG sepanjang JG , yakni
Teori Klasik
V = −μG • BG (7.14)
Dengan analisa yang sama dengan bahasan polarisasi listrik polar (subbab 6.3.2.1.1),
didapatkan momen dipol rata-rata dalam arah medan (misalnya, sumbu-Z)
μ2 B
μZ = (7.15)
3koT
Magnetisasinya
μ2 B
M = N μZ = N (7.16)
3koT
dan suseptibilitasnya
M N μoμ2 (7.17)
χ= =
H 3koT
Tampak bahwa χ berbanding terbalik terhadap T. Hubungan ini disebut hukum Curie
dan suseptibilitasnya disebut suseptibilitas paramagnet Langevin.
Teori Kuantum
Saat medan magnet (misalnya, dalam arah sumbu-Z) dikenakan pada atom, terjadilah
“Zeeman splitting”
ΔE=g μ B B
mj=-1/2
N1 e−ΔE / k T
o
(7.20)
=
N 2
dan hubungan N1+N2=N, dengan N adalah jumlah total konsentrasi. Oleh karena itu
magnetisasi (7.19) menjadi
e X − e−X
M = NgμB e Xe−X = NgμB tanh(x) (7.21)
+
gμ B dengan x =
B
. Sketsa M terhadap x ditunjukkan dalam
Gambar 7.4 berikut. koT
M
Ng μ B
μo N(gμB ) 2
χ= (7.22)
koT
Ungkapan ini sama dengan hasil teori klasik, tetapi dengan mengasumsikan momen
efektif atom μef=gμB√3.
Bentuk yang lebih umum, suatu atom dengan j tertentu akan mengalami pembelahan
tingkat energi sebanyak (2j+1) buah. Sedangkan suseptibilitasnya
μo Nμef2
χ= (7.23)
3koT
dengan
Paramagnetik Pauli
Apabila hanya memperhitungkan spin elektron saja, yakni j=s=1/2 dan g=2, maka
suseptibilitas bahan paramagnet (7.23) menjadi
μo NμB2
χ= (7.26)
koT
s=1/2
E Fo
s=-1/2
B B
½g(E) ½g(E) 2μ B B 2μ B B
a b c
EFo
Δn = g(EF )μB B
o
EF o
Karena masing-masing spin mengalami perubahan sebesar 2μB (dari -μB ke +μB),
maka magnetisasi yang terjadi
M B
sehingga suseptibilitasnya
Tampak bahwa suseptibilitas bergantung pada rapat keadaan pada tingkat energi
Fermi; dan tidak bergantung pada suhu. Pengaruh suhu terhadap distribusi elektron
Fermi-Dirac memang kecil.
3
Mengingat bahwa harga g(EF ) = o N
(lihat persamaan (3.26) dan (3.30)) 2 EFo
untuk pita energi standard (E∼k2) dan EFo=koTF , maka suseptibilitas logam
3 T
χspin ≅ χ (7.28)
2 TF
dengan χ adalah suseptibilitas klasik (Boltzmann) (7.26). Karena harga suhu Fermi
TF=30.000 K, maka harga χspin lebih kecil daripada χ dengan faktor pengecil 10-2, yang
sesuai pula dengan hasil eksperimen.
Pada logam transisi, suseptibilitas paramagnet besar sekali. Hal ini terjadi karena
g(EF) besar sebagai akibat sempit dan tingginya pita 3d.
Diamagnetik
Elektron konduksi dalam logam menunjukkan pula sifat diamagnetisme karena
gerakan siklotronnya di bawah pengaruh kehadiran medan magnet. Pendekatan klasik
menunjukkan kontribusi diamagnetisme total seluruh elektron sama dengan nol.
Tetapi, pendekatan kuantum menunjukkan bahwa kontribusi suseptibilitas
diamagnetik
pada spin, satu sama lain. Misalnya, interaksi antara atom i dan j, yang masing-masing
s s
Vex = −J' Gi • Gj (7.30)
dengan J’ adalah konstanta pertukaran. Agar terjadi gejala ferromagnet, maka spin s i
s s
dan sj harus paralel, Gi = Gj . Dengan demikian, agar energinya minimal, maka
HW = λ M (7.32)
dengan λ adalah konstanta Weiss. Nimal maksimum HW, yakni sama dengan
λM(0)=λNgsμB, terjadi pada T=0 K. Substitusi H W maksimum ke dalam (7.31)
menghasilkan
Z
Tampak bahwa J’ sebanding dengan λ dan masing-masing memiliki nilai 0,1 eV dan
104.
⎝
Solusi ungkapan ini dapat diselesaikan dengan metode grafik. Bila diambil
koT x
(7.35) M =
μo gμBλ
M
T>T C
T=T C
M ∼x
T<T C
M ∼tanh(x)
A
Suhu kritik (Curie) TC adalah suhu dimana garis lurus (grafik M∼x) merupakan
tangensial kurva hiperbolik pada titik asal. Tampak bahwa untuk T<T C, dua kurva
berpotongan di titik A, yang berarti bahwa magnetisasi spontan terjadi pada bahan
(karena adanya medan molekuler HW).
Pendekatan tanh(x)≅x, untuk x kecil, menjadikan kesamaan M dalam dua persamaan
(7.35) dan (7.36) menghasilkan ungkapan konstanta Weiss
koTC
λ= 2 (7.37)
μo N(gμB )
Bila harga TC=103 K dan N=1029m-3, maka didapatkan pendekatan harga λ≅104.
Dari grafik terlihat bahwa magnetisasi maksimum M s(0)=NgμB terjadi jika T→0 K.
Dengan mengingat ungkapan konstanta Weiss (7.37), maka persamaan
(7.34) juga dapat ditulis dalam bentuk
M ⎛T⎞
M/M(0)
0 T/T C
1
Dengan H adalah medan eksternal yang dipasang. Bila diambil kasus untuk j=1/2
dalam medan total kecil, dengan analisa yang sama dengan bahasan gejala paramagnet
secara kuantum, maka dari persamaan (7.21) diperoleh
μB
μo g (H +λM ) (7.39) M = M(0)
koT
B ω= μ oH ω
a b
n= g(EFo )ΔE
dengan g(EFo) adalah rapat keadaan pada tingkat Fermi. Jika n=1, maka diperoleh
2
ΔE =
g(EFo )
2
2
2μoλμB > (7.42))
g(EFo )
Untuk memenuhi syarat tersebut, maka konstanta pertukaran harus besar, yakni jika
sel atomik beradius kecil. Juga, g(EFo) harus besar, yang berarti menuntut pita sempit.
Sel beradius lebih kecil mempunyai kemungkinan overlap fungsi gelombang lebih
kecil dan karenanya pita menjadi lebih sempit. Hal ini dipenuhi oleh pita 3d dalam Fe,
Co dan Ni; dan pita 4f dalam Gd dan Dy. Nilai g(E Fo) besar menyebabkan pita dapat
menampung elektron lebih banyak dalam rentang energi kecil. Tetapi, g(E Fo) kecil
menyebabkan pita melebar, seperti pita 4s, yang tidak menunjukkan gejala
ferromagnetik.
a b c
Ferromagnetik
Semua dipol disejajarkan dalam arah yang sama sehingga bahan berada dalam
keadaan termagnetisasi penuh.
Antiferromagnetik
Masing-masing dipol mempunyai momen yang sama. Tetapi dipol yang berdekatan
berlawanan arahnya. Dengan demikian, masing-masing dipol saling meniadakan satu
sama lain, sehingga magnetisasi netto sama dengan nol. Gejala ini banyak ditunjukkan
oleh senyawa logam transisi, seperti kristal MnF2.
Ferrimagnetik
Dipol yang berdekatan berlawanan arah. Tetapi karena masing-masing momen tidak
sama, maka terdapat magnetisasi netto yang tidak sama dengan nol. Bahan
ferrimagnetik sering disebut ferrit, yakni kristal oksida ionik Xfe2O4, dimana X adalah
logam divalen. Contoh ferrit adalah magnetit (“lodestone”) Fe3O4.
RINGKASAN
HG
, 01. Pada bahan yang ditempatkan dalam medan magnet luar yang berintensitas MG ,
dan juga, terjadi induksi magnet BG . MG dan HG terjadi magnetisasi
tetapi momen dipol totalnya μG = μGL + μGS tidak segaris dengan JG . JG,
yaitu Karena itu dicari momen dipol total rata-rata
sepanjang
⎝ 2m ⎠ 2 j( j +1)
faktor Lande.
04. Hasil bahasan teori klasik adalah bahwa suseptibilitas paramagnet Langevin χ
berbanding terbalik terhadap T. Sedangkan teori kuantum memperoleh
μo Nμef2 1/2
orbitalnya hanyut, dan tinggal momen spin yang mengkontribusi terhadap proses
magnetisasi, maka disebut “quenching”.
05. Elektron konduksi dalam logam mempunyai dua kontribusi, yaitu sifat
paramagnet karena spinnya dan sifat diamagnetik karena gerakan orbital yang
diinduksikan oleh medan magnet. Oleh karaean itu gejala magnetik dalam logam
meliputi dua hal, yaitu Paramagnetik Pauli dan diamagnetik. Bahasan
bergantung pada rapat keadaan pada tingkat energi Fermi; dan tidak bergantung
pada suhu. Sedangkan bahasan diamagnetik, melalui pendekatan kuantum
07. Gejala ferromagnetik dalam isolator memakai teori medan molekuler. Teori ini
C
menghasilkan suseptibilitas dalam daerah paramagnet χ= , yang sering T
−TC
09. Berkaitan dengan keteraturan magnetik pada bahan, maka terdapat (a)
ferromagnetik, (b) antiferromagnetik, dan (c) ferrimagnetik.
01. Sebuah elektron yang bergerak melingkar beraturan mempunyai momen dipol
magnetik μ seperti persamaan (7.6). Jika momentum angular elektron tersebut
adalah L, maka buktikan bahwa
μG = − e LG
2m
02. Pada suhu 4 K padatan Argon mempunyai konsentrasi 2,66.1028 atom/m3. Jika
jarak kuadrat rata-rata sebuah elektron terhadap inti terdekat 0,62 Å, maka
a. hitunglah suseptibilitasnya!
b. hitunglah magnetisasinya dalam medan induksi 2,0 T!
03. Hitunglah faktor Lande g untuk keadaan dasar
a. ion Praseodymium 59Pr yang mempunyai 2 elektron pada subkulit f!
b. ion Erbium 68Er yang mempunyai 11 elektron pada subkulit f!
16. a. Suseptibilitas spin elektron konduksi pada T=0 K diberikan oleh persamaan
(7.27). Nyatakalah hasil ini dalam bentuk konsentrasi elektron untuk pita energi
standard!
b. Hitunglah suseptibilitas spin logam K, bila diketahui kerapatan 0,87 gr/cm3 dan
berat atom 39,1 gr/mol!
c. Hitunglah suseptibilitas diamagnetik elektron konduksi logam K!
d. Hitung jari-jari rata-rata ion K dalam keadaan logam!
17. Data untuk Fe: magnetisasi saturasi M(0)=1,74.106 A/m, suhu Fermi TF=1043 K,
Ashcroft, NW,. Mermin, ND. 1976. Solid State Physics. Philadelphia: Sounders
College
Chrisman, FR. 1984. Fundamental of Solid State Physics. Singapura: John Wiley
& Sons, Inc
Kittel, C. 1991. Introduction to Solid State Physics. Singapura: John Wiley &
Sons, Inc