Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA DI RUANG IGD RSU KARDINAH TEGAL

Disusun Oleh:
MARGO NUR WIDAGDO
16149014571058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2017
A. DEFINISI
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang
oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara
terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses
radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
(Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas
yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar
tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).

B. KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas
diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan
2. Status asmatikus
Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan
respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus
yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika
bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher,
hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan.Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut,
yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi
adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi
saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya
atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala
yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi.
Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk
ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen
yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang
didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma
akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes
provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik
dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.Biasanya penderita merasa
tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin
banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible
maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal

E. PATOFISIOLOGI
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator)
seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang
bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa
dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls
saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika
ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin,
merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan
berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada
saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama
inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit,
mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi
sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi


hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang
merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar.
Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam,
diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.

F. KOMPLIKASI
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer & Bare, 2002).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sputum
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
3. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
4. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
5. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:Pemeriksaan
faal paru
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor
pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologi
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA


Pengkajian Primer Asma
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernafasan
b. Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
2. Breathing
a. Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Menggunakan otot aksesoris pernafasan
c. Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
d. Papiledema
e. Urin output meurun
4. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –
alveolarPola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
3. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasive

K. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
Tujuan : jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
a. Dapat mendemontrasikan batuk efektif
b. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan secret
Intervensi
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki.
b. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
d. Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
e. Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
f. Lakukan tindakan suction
g. Koaborasi dengan doter
2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas.
Tujuan: pola nafas pasien menjadi efektif
Kriteria hasil:
a. Dada tidak ada gangguan pengembangan
b. Pernafasan menjadi normal 18-24 x/menit
Intervensi :
a. Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
c. Observasi pola batuk dan karakter secret
d. Berikan pasien latihan nafas dalam atau batuk efektif
e. Berikan O2 tambahan
f. Bantu fisioterapi dada
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
Tujuan: pertukaran gas menjadi efektif
Kriteria Hasil: Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat
dalam rentang
Intervensi:
a. Kaji TTV
b. Kaji tingkat kesadaran/ perubahan mental
c. Observasi adanya sianosis
d. Tinggikan kepala tempat tidur sesui kebutuhan pasien
e. Awasi BGA (blood gas analysis)
f. Berikan O2 sesui indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial ThermoplastyPilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat.Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6.Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalamwww.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.New
Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM

Anda mungkin juga menyukai