BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Tujuan
Untuk mengetahui unjuk kerja alat penukar kalor jenis pipa ganda (double pipe heat
exchanger) dengan menghitung koefisien perpindahan panas, faktor kekotoran, efisiensi, dan
perbandingan untuk aliran searah dan berlawanan arah.
I.2. Teori
Gambar 1.1. Perpindahan Kalor secara Tak Langsung pada Heat Exchanger
(Sumber: Ikhsan, 2012. http://beck-fk.blogspot.com/2012/05/alat-heat-exchanger.html)
Ada dua jenis arah aliran yang dapat mungkin terjadi, yaitu aliran paralel dan
aliran counter.
(a) (b)
Gambar 1.2. (a) Parallel flow, (b) Counter flow pada double-pipe HE
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)
Pada alat ini, mekanisme perpindahan kalor terjadi secara tidak langsung
(indirect contact type), karena terdapat dinding pemisah antara kedua fluida sehingga
kedua fluida tidak bercampur. Fluida yang memiliki suhu lebih rendah (fluida
pendingin) mengalir melalui pipa kecil, sedangkan fluida dengan suhu yang lebih
tinggi mengalir pada pipa yang lebih besar (pipa annulus).
Penukar kalor demikian mungkin terdiri dari beberapa lintasan yang disusun
dalam susunan vertikal. Perpindahan kalor yang terjadi pada fluida adalah proses
konveksi, sedang proses konduksi terjadi pada dinding pipa. Kalor mengalir dari fluida
yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah.
Kerugian yang ditimbulkan jika memakai heat exchanger ini adalah kesulitan
untuk memindahkan panas dan mahalnya biaya per unit permukaan transfer. Tetapi,
double pipe ini juga memiliki keuntungan yaitu heat exchanger ini dapat dipasang
dengan berbagai macam fitting (ukuran). Selebihnya kelebihan dan kekurangan dari
double pipe HE akan dijabarkan lebih lanjut pada Tabel 1.1
2. Compact HE
Pada alat penukar kalor jenis ini didesain secara spesifik agar surface area per
unit volume-nya besar. HE jenis ini mampu menerima perpindahan kalor dari suatu
fluida dalam jumlah kecil yang biasanya digunakan pada situasi di mana berat dan
volume HE dibatasi. Area permukaan pada compact HE yang luas disebabkan
dipasangnya plat tipis seperti sirip pada dinding yang memisahkan dua fluida.
Compact HE biasanya digunakan untuk gas-to-gas dan gas-to-liquid HE.
Fluida-fluida dalam HE ini umumnya bergerak saling tegak lurus sehingga dinamakan
aliran menyilang. Aliran menyilang diklasifikasikan menjadi:
a. unimixed, karena fluida didorong plat sirip agar mengalir melalui ruang
tertentu dan mencegahnya bergerak dalam arah menyilang
b. mixed, jika fluida bebas bergerak sambil menukar kalor.
Gambar 1.3. Konfigurasi aliran menyilang pada Compact HE: (kiri) kedua fluida tidak bercampur,
(kanan) satu fluida bercampur, satu lagi tidak
(Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th ed.)
Gambar 1.5. Bentuk Fisik & Skema Aliran Fluida pada Plate-And-Frame Heat Exchanger
(Sumber : Anonim, 2012. http://www.brighthubengineering.com)
Adapun jika dilihat berdasarkan aliran dan distribusi temperatur idealnya, dibagi
menjadi:
1. Parallel flow
Kedua fluida mengalir dalam heat exchanger dengan aliran yang searah.
Kedua fluida memasuki HE dengan perbedaan suhu yang besar. Perbedaan temperatur
yang besar akan berkurang seiring dengan semakin besarnya x, jarak pada HE.
Temperatur keluaran dari fluida dingin tidak akan melebihi temperatur fluida panas.
2. Counter flow
Aliran jenis ini berlawanan dengan parallel flow, kedua aliran fluida yang
mengalir dalam HE masuk dari arah yang berlawanan. Aliran keluaran yang fluida
dingin ini suhunya mendekati suhu dari masukan fluida panas sehingga hasil suhu
yang didapat lebih efekrif dari parallel flow. Mekanisme perpindahan kalor jenis ini
hampir sama dengan parallel flow, di mana aplikasi dari bentuk diferensial dari
persamaan steady-state:
dQ U T t a" dL (1.1)
dQ WCdT wcdt (1.2)
3. Cross flow HE
Aliran jenis ini terjadi jika di mana satu fluida mengalir tegak lurus dengan
fluida yang lain. Biasa dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Sebagai
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
7|
contoh yaitu pada sistem kondensor uap (tube and shell heat exchanger), di mana uap
memasuki shell, air pendingin mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap
sehingga uap menjadi cair.
Dari ketiga tipe aliran pada heat exchanger diatas maka dapat disimpulkan
bahwa tipe counterflow yang paling efisien ketika kita membandingkan laju
perpindahan kalor per unit area. Dengan beda temperatur fluida yang paling maksimal
di antara kedua tipe heat exchanger lainnya, maka beda temperatur rata-rata (log mean
temperature difference) akan maksimal.
1
U
1 ri ln( r0 / rp ) rj ln( rp / ri ) ri
Rf
hi kinsulator k pipe r0 h0
(1.4)
Sementara itu, untuk U << 10000 W/m2.ºC, fouling mungkin tidak begitu
penting karena hanya menghasilkan resistan yang kecil. Namun, pada water heat
exchanger di mana nilai U terletak sekitar 2000 maka fouling factor akan menjadi
penting. Pada finned tube heat exchanger di mana gas panas mengalir di dalam
tube dan gas yang dingin mengalir melewatinya, nilai U mungkin sekitar 200, dan
fouling factor akan menjadi signifikan.
Fouling dapat didefinisikan sebagai pembentukan lapisan deposit pada
permukaan perpindahan panas dari suatu bahan atau senyawa yang tidak
diinginkan. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat
penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada alat penukar kalor
menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan
panas. Keterlibatan beberapa faktor di antaranya: jenis alat penukar kalor, jenis
material yang dipergunakan, dan fluida kerja (jenis fluida, temperatur fluida, laju
alir massa, jenis, dan konsentrasi kotoran yang ada dalam fluida).
Nilai fouling factor yang disarankan untuk beberapa fluida diberikan dalam
Tabel 1.2.
kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat
juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses
pembentukan lapisan fouling merupakan phenomena yang sangat kompleks
sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Selain itu, mekanisme
pembentukannya sangat beragam dan metode pendekatannya juga berbeda-beda.
Gambar 1.6. Proses Pembentukan Fouling dan Faktor Pengotoran pada Pipa
p . f
D 2 (1.5)
dimana L adalah panjang pipa, D adalah jari-jari pipa, ρ adalah masa jenis fluida,
Uav adalah kecepatan rata-rata dan f adalah faktor friksi.
a. Penurunan tekanan pada sisi shell
Apabila dibicarakan besarnya penurunan tekanan pada sisi shell alat alat
penukar panas, masalahnya proporsional dengan beberapa kali fluida itu
menyebrangi pipa bundle diantara sekat-sekat. Besarnya penurunan tekanan
pada isothermal untuk fluida yang dipanaskan atau didinginkan, serta kerugian
saat masuk dan keluar, adalah :
𝑓 𝑚̇ 2 𝐷 (𝑁+1)
𝑠 𝑠 𝑠
∆𝑃𝑠 = 5.22×10 10 𝑎 2𝐷 𝑆 𝜙
(1.6)
𝑠 𝑒 𝑠 𝑠
dimana:
𝑓𝑠 = faktor friksi pada shell
𝑚̇𝑠 = laju alir massa di shell
𝑁 = jumlah baffle
𝐷𝑒 = diameter ekivalen
𝑎𝑠 = luas laluan aliran di shell
𝑆𝑠 = spesific gravity
𝜙𝑠 = faktor koreksi viskositas pada shell
dimana:
𝑓𝑡 = faktor friksi pada tube
𝐿 = panjang tube
𝑚̇𝑡 = laju alir massa di tube
𝑁𝑝 = jumlah aliran tube
𝜌 = massa jenis fluida dalam tube
Mengingat bahwa fluida itu mengalami belokan pada saat pass-nya, maka
akan terdapat kerugian tambahan penurunan tekanan:
4𝑛 𝑣 2
∆𝑝𝑟 = (1.8)
𝑠𝑡 2𝑔
dimana:
𝑣 = kecepatan fluida dalam tube
menurunkan kinerja dari alat penukar kalor dan membuat nilai U (koefisien heat
transfer overall) menjadi berkurang, yang akibatnya perpindahan kalor antara
kedua fluida juga akan makin sedikit. Dengan demikian, proses tidak akan
berjalan secara efisien. Oleh karena itu, semakin besar nilai pressure drop,
semakin rendah kinerja alat penukar kalor.
3. Koefisien perpindahan panas
Pada aliran di mana satu fluida mengalir pada bagian dalam tabung yang lebih
kecil di mana fluida yang lain mengalir dalam ruang anular diantara dua tabung,
maka perpindahan kalor dapat dideskripsikan dengan:
TA TB
q
1 ln ro ri 1
h1 A 2kL ho Ao (1.10)
4. Jumlah lintasan
Di dalam alat penukar kalor, jumlah lintasan sangat menentukan kecepatan
perpindahan kalor. Apabila jumlah lintasan yang ada banyak, maka akan
berpengaruh pada luas permukaan yang melepas kalor. Seperti yang diketahui,
apabila luas permukaan yang terkena fluida panas semakin banyak atau luas,
maka perpindahan kalor akan terjadi lebih cepat.
5. Kecepatan
Kecepatan dari fluida mempengaruhi bilangan reynoldnya. Sementara itu,
angka reynold sangat berpengaruh dalam perhitungan matematis.
6. Distribusi temperatur
Apabila distribusi temperatur di dalam fluida tidak merata, maka perpindahan
kalor yang terjadi tidak merata di beberapa permukaan. Ada permukaan yang
lebih banyak aliran konveksinya apabila distribusi suhu di tempat tersebut cukup
besar, begitu pula sebaliknya.
7. Luas permukaan perpindahan panas
Semakin tinggi luas permukaan panas, semakin besar panas yang dipindahkan.
Luas perpindahan panas ini tergantung pada jenis tube dan ukuran tube yang
digunakan suatu heat exchanger.
8. Beda suhu rata-rata
Temperatur fluida panas maupun fluida dingin yang masuk heat exchanger
biasanya selalu berubah-ubah. Untuk menentukan perbedaan temperatur tersebut
digunakan perbedaan temperatur rata-rata atau Logarithmic Mean Temperature
Beda suhu rata-rata yang dimaksud di atas adalah beda suhu rata-rata log
(LMTD = log mean temperature difference), yaitu :
Th 2 Tc 2 Th1 Tc1
Tm
T Tc 2 (1.13)
ln h 2
Th1 Tc1
Subskrib 1 dan 2 menunjukkan masuk dan keluar, subskrib h dan c
menunjukkan panas dan dingin. Penurunan LMTD di atas berkenaan dengan dua
asumsi:
a. kalor spesifik fluida tidak berubah menurut suhu.
b. koefisien perpindahan kalor konveksi tetap, untuk seluruh penukar kalor.
2. Metode NTU-Efektivitas
Pendekatan LMTD dalam analisis penukar kalor berguna bila suhu masuk
dan suhu keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah, sehingga LMTD
dapat dengan mudah dihitung, dan aliran kalor, luas permukaan, dan koefisien
perpindahan kalor menyeluruh dapat ditentukan. Bila kita harus menentukan suhu
masuk atau suhu keluar, analisis kita akan melibatkan prosedur iterasi karena
LMTD itu suatu fungsi logaritma. Dalam hal demikian, analisis akan lebih mudah
dilaksanakan dengan menggunakan metode yang berdasarkan atas efektivitas
penukar-kalor dalam memindahkan sejumlah kalor tertentu. Metode efektivitas ini
juga mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisis soal-soal di mana kita
harus membandingkan berbagai jenis penukar kalor guna memilh jenis yang
terbaik untuk melaksanakan sesuatu tugas pemindahan kalor tertentu.
Efektivitas penukar-kalor (heat exchanger effectiveness) didefinisikan
sebagai berikut:
𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝜀 = 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑖𝑛𝑑𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑛𝑔𝑘𝑖𝑛 (1.15)
untuk penukar kalor aliran searah, persamaan ini dapat diturunkan menjadi:
1−exp[(−𝑈𝐴⁄𝐶𝑚𝑖𝑛 )(1+ 𝐶𝑚𝑖𝑛 ⁄𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 )]
𝜀= 1+ 𝐶𝑚𝑖𝑛 ⁄𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 (1.16)
untuk penukar kalor aliran lawan arah:
1−exp[(−𝑈𝐴⁄𝐶𝑚𝑖𝑛 )(1−𝐶𝑚𝑖𝑛 ⁄𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 )]
𝜀= 1−(𝐶𝑚𝑖𝑛 ⁄𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 ) exp[(−𝑈𝐴⁄𝐶𝑚𝑖𝑛 )(1− 𝐶𝑚𝑖𝑛 ⁄𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 )] (1.17)
dengan C m c , dinamakan laju kapasitas. Subskrib min dan max menunjukkan
aliran yang mempunyai C m c minimum dan m c maksimum. Kelompok suku
UA / Cmin disebut jumlah satuan perpindahan (number of transfer unit = NTU) karena
memberi petunjuk tentang ukuran penukar-kalor.
Meskipun bagan-bagan efektivitas NTU sangat bermanfaat dalam soal
merancang alat penukar kalor, ada pula penerapan lain yang memerlukan ketelitian
yang lebih tinggi dari yang biasa didapatkan dari grafik. Selain itu, prosedur
merancang mungkin banyak menggunakan komputer, yang memerlukan adanya
persamaan analitis untuk kurva-kurva itu. Persamaan-persamaan efektivitas
dirangkum dalam daftar di lampiran. Dalam banyak hal, tujuan analisis ialah untuk
menentukan NTU dan untuk itu dapat dibuat suatu persamaan eksplisit untuk NTU
dengan menggunakan efektivitas dan perbandingan kapasitas.
Perpindahan kalor yang sebenarnya dapat dihitung dari energi yang dilepaskan
oleh fluida panas (subscript h) atau energi yang diterima oleh fluida dingin
(subscript c). Untuk penukar kalor aliran sejajar, kalor tersebut dapat dinyatakan
dengan:
Besar perpindahan kalor maksimum dapat terjadi ketika fluida mengalami perubahan
suhu yang setara dengan perbedaan suhu maksimum antar fluida yaitu tepat saat
kedua fluida masuk ke dalam alat penukar panas. Perpindahan kalor maksimum akan
terjadi apabila fluida mempunyai nilai massa dikali dengan kalor jenis yang minimum.
Kalor maksimum dapat dinyatakan dengan:
qmaks mcmin Th masuk Tc masuk (1.21)
mh ch Th1 Th 2 Th1 Th 2
h
mh ch Th1 Tc1 Th1 Tc1
(1.22)
mc cc Tc1 Tc 2 Tc 2 Tc1
c (1.23)
mc cc Th1 Tc1 Th1 Tc1
mh ch Th1 Th 2 Th1 Th 2
h (1.24)
mh ch Th1 Tc 2 Th1 Tc 2
mc cc Tc1 Tc 2 Tc1 Tc 2
c
mc cc Th1 Tc 2 Th1 Tc 2 (1.25)
ΔT (fluida minimum)
ε= (1.26)
beda suhu maksimum di dalam penukar kalor
Suku UA/Cmin inilah yang dikenal dengan jumlah satuan perpindahan atau NTU
(Number of Transfer Units) karena memberi petunjuk tentang ukuran alat penukar
kalor. Cmin merupakan nilai C terkecil antara Ch dan Cc, sedangkan Cmax merupakan
nilai yang terbes\ar.
Dengan menggunakan metode NTU-efektivitas ini akan didapat beberapa
manfaat. Diantaranya adalah memudahkan analisis dalam penyelesaian soal untuk
menentukan suhu masuk ataupun suhu keluar. Metode ini juga mempermudah dalam
menganalisa soal yang membandingkan berbagai jenis alat penukar kalor untuk
memilih yang terbaik dalam melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.
1. UC adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor
masih baru
2. UD adalah koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada saat alat penukar kalor
sudah kotor.
(1.23)
(1.24)
(1.25)
(1.26)
dimana Δtm adalah suhu rata-rata log atau Log Mean Temperature Difference
(LMTD). Untuk shellandtubeheat exchanger, nilai LMTD harus dikoreksi dengan
faktor yang dicari dari grafik yang sesuai (Fig 18 s/d Fig 23 Kern). Caranya adalah
dengan menggunakan parameter R dan S.
(1.27)
atau
(1.28)
(1.29)
(1.30)
Nilai LMTD yang diperoleh ini harus dikoreksi dengan faktor FT yang dicari dari
grafik yang sesuai. Caranya yaitu dengan menggunakan parameter R dan S.
BAB II
PROSEDUR DAN PERALATAN PERCOBAAN
Heat Exchanger
Double Pipe Heat Eexchanger adalah alat yang didisain untuk mempelajari dan
mengevaluasi pengaruh perbedaan laju alir dan material teknik pada laju transfer panas
melalui dinding tipis.
Pengaturan Pipa
Alat ini terdiri atas dua pipa logam berdinding tipis yang tersusun dalam suatu panel
vertikal. Pipa dapat beroperasi dengan baik pada aliran searah maupun berlawanan.
Dalam percobaan ini kami melakukan pengaturan untuk aliran searah. Setiap pipa
terdiri dari sebuah pipa tembaga luar dan dalam. Fluida panas mengalir melalui pipa
bagian dalam, sedangkan fluida dingin mengalir melalui annulus, yakni antara pipa luar
dan dalam.
Sambungan (Fitting)
Heat exchanger mempunyai sambungan pipa standar yang terletak sepanjang siku yang
paling rendah dari panel. Tiga sambungan masuk dialokasikan di sebelah kanan panel.
Valves
Valve digunakan untuk mengatur kondisi aliran yang diinginkan dan untuk mengatur
laju alir dari fluida.
Termometer
Digunakan untuk mengukur suhu steam yang masuk dan keluar pipa serta mengukur
suhu air yang masuk dan keluar pipa. Terdapat pengukur referensi di tengah antara
thermometer masuk dan keluar, hal ini bertujuan untuk membandingkan apakah suhu
aliran sudah stabil atau belum.
BAB III
PENGOLAHAN DATA
59 − (Th2 − 32)
16,84203 =
57
ln(Th − 32)
2
57 91 − Th2
ln( )=
Th2 − 32 16,84203
1 91 − Th2
=
57 16,84203
Th2 − 32
595,94
Th2 =
16,84203
𝐓𝐡𝟐 = 𝟑𝟓, 𝟑𝟖
Dari hasil perhitungan bilangan Reynold diketahui bahwa jenis aliran adalah
laminer, untuk itu dilakukan perhitungan bilangan Nusselt dengan rumus sebagai
berikut:
1
𝐷 3 𝜇 0.14
𝑁𝑢 = 1,86 . [𝑅𝑒 . Pr . 𝐿𝑒] . (𝜇 ) (3.4)
𝑤
4𝐴 4(𝜋/4)(𝐷𝑜 2 −𝐷𝑖 2 )
𝐷ℎ = = = 𝐷𝑜 − 𝐷𝑖 (3.7)
𝑃 𝜋(𝐷𝑜 +𝐷𝑖 )
4𝜌𝑄
𝑅𝑒 = 𝜋(𝐷 (3.8)
𝑜 −𝐷𝑖 )𝜇
Kemudian, terlihat dari hasil perhitungan bilangan Reynold, jenis aliran air adalah
turbulen. Karenanya, perhitungan untuk bilangan Nusselt dilakukan dengan rumus
berikut:
𝑁𝑢 = 0,023 . 𝑅𝑒 0,8 . 𝑃𝑟 0,4 (3.9)
Setelah mendapatkan nilai Nu barulah kita mencari nilai ho dengan rumus berikut
ho = NuD . k/D (3.10)
Tabel 4. Hasil Perhitungan Nilai Re, Nu, hi Steam Pada Aliran Searah
Air ∆T ρ Q q
Aliran 3
In Out (K) (kg/m ) (m3/s) (kJ)
35 45 10 1000 0.00008 3.36
35 40 5 1000 0.000106667 2.240007
Searah 33 37 4 1000 0.00013 2.184
32 35 3 1000 0.000182667 2.3016042
32 34 2 1000 0.000233333 1.9599972
1
𝑈𝑐 = 𝑟0 (3.13)
1 𝐴1 𝑙𝑛(𝑟1 ) 𝐴1 1
+ + .
ℎ𝑖 2𝜋𝐾𝐿 𝐴0 ℎ0
Tabel 5. Tabel bilangan Reynold dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Bersih
Re Uc
387.882 42.587
438.276 43.219
560.506 43.600
812.437 46.346
1060.114 46.046
Re Vs Uc
47.000
46.500
46.000
45.500
45.000
Uc
44.500
44.000
43.500
43.000
42.500
42.000
0 200 400 600 800 1000 1200
Re
Re Ud
22.706 1.792213871
20.918 1.225314369
17.649 1.285792472
18.644 1.416774724
15.773 1.446504675
Re Vs Ud
2
1.8
1.6
1.4
1.2
Ud
1
0.8 Series1
0.6 Linear (Series1)
0.4
0.2
0
0 5 10 15 20 25
Re
III.2.2.4 Menentukan Rd
Fouling Factor atau Rd dengan rumus sebagai berikut:
1 1
𝑅𝑑 = 𝑈 − 𝑈 (3.15)
𝑑 𝑐
𝑈𝑑 𝑈𝑐 𝑅𝑑
1.792213871 42.58709066 0.534
1.225314369 43.21893709 0.793
1.285792472 43.59993593 0.754
1.416774724 46.34553277 0.684
1.446504675 46.04563763 0.670
Fluida minimum yang dimaksud adalah fluida dengan hasil kali laju alir massa
dengan kalor jenis yang paling besar. Tanpa perlu melakukan perhitungan, dapat
dipastikan bahwa nilai m.Cp dari air jauh lebih besar lebih besar dari steam karena
beda densitas antara steam dan air sangat jauh. Maka ditetapkan air sebagai fluida
minimum.
BAB IV
ANALISIS
Hasil menjelaskan bahwa laju alir fluida dingin yang kecil atau lebih lambat akan
menghasilkan perpindahan panas yang lebih besar. Analisis kami adalah bahwa apabila
kontak antara fluida dingin dengan fluida panas yang terjadi semakin lama (karena air
mengalir lebih lambat) maka molekul-molekul dari steam melakukan kontak dengan
molekul air lebih sering, sehingga panas dari steam berpindah ke air akan lebih banyak.
Analisis berikutnya adalah berdasarkn teori perpindahan panas secara konveksi paksa
dalam aliran baik laminer dan turbulen. Pada perpindahan panas konveksi secara paksa
besar kalor yang berpindah ditentukan oleh koefisien perpindahan kalor konveksi yang
dimiliki oleh kedua fluida. Untuk aliran yang memiliki laju alir lebih rendah (laminer)
perhitungan nilai koefisiennya berbeda dengan nilai koefisien dengan laju alir lebih
tinggi (turbulen). Koefisien perpindahan panas fluida yang sama dengan laju alir lebih
rendah akan lebih kecil dibandingkan dengan koefisien laju alir yang lebih tinggi. Selain
itu koefisien perpindahan panas fluida dengan densitas lebih besar akan lebih tinggi
nilainya dibandingkan dengan koefisien perpindahan panas fluida dengan densitas lebih
kecil. Sehingga dalam hal ini laju alir fluida dingin (air) sangat menentukan perpindahan
panas dalam sistem, yang akhirnya akan menentukan nilai LMTD nya juga.
Dari hasil perhitungan didapat nilai suhu keluar steam teori berbeda dengan hasil
dari percobaan. Hasil perhitungan secara teoritis nilai Th2 adalah sebesar 35,38oC
sedangkan pada percobaan didapat nilai Th2 sebesar 34 oC. Menurut analisis kami hal tersebut
dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah dimungkinkan aliran steam
yang bekerja tidak stabil atau mengalami fluktuasi kecepatan sehingga dapat memepengaruhi
proses dalam sistem penukar kalor. Fluktuasi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah
satunya adalah daya yang besarnya tidak selalu sama yang bekerja pada mesin pengalir steam.
Faktor kedua, perhitungan secara teoritis diperlukan faktor koreksi untuk memasukkan pengaruh-
pengaruh yang terjadi dalam sistem. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh pintu
masuk, perubahan konduktivitas termal dan sebagainya.
Untuk perbandingan LMTD arus searah dengan berlawanan arah Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa nilai yang ditunjukkan aliran secara searah dengan
berlawanan memiliki trend yang sama yaitu semakin besar bukaan valve (semakin tinggi
laju alir) maka nilai LMTD semkin kecil. Walaupun pada aliran berlawanan arah
nilainya pada beberapa aliran terjadi fluktuasi. Jika dibandingkan, nilai LMTD aliran
berlawanan arah lebih besar dibandingkan dengan nilai aliran searah. Hal ini sama
artinya nilai suhu keluaran steam lebih kecil dan nilai aliran kondensat lebih besar. Hal
tersebut dapat terjadi karena driving force pada aliran searah lebih kecil dibandingkan
pada aliran berlawanan arah.
Bukaan
0.2 0.4 0.6 0.8 1
Valve
LMTD 26,954 17,312 15,365 19,576 15,148
Fenomena ini terjadi karena pada aliran searah, di bagian inlet terdapat aliran
steam masuk dan aliran air masuk. Di bagian ini, terdapat perbedaan suhu yang paling
besar sehingga driving force untuk terjadinya perpindahan kalor pun besar. Namun,
setelah itu aliran steam akan mengalir dan bertemu dengan air yang telah dipanaskan,
menyebabkan driving force untuk terjadinya perpindahan kalor semakin kecil. Sementara
itu, pada aliran berlawanan arah, di bagian inlet terdapat aliran steam masuk dan aliran
air keluar. Di bagian ini, perbedaan suhu yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga
driving force terjadinya perpindahan panas pun tidak besar. Namun, setelah itu aliran
steam akan mengalir bertemu dengan aliran air yang lebih dingin, sehingga driving force
perpindahan kalor yang terjadi lebih besar jika dibandingkan dengan driving force pada
aliran searah.
Dengan kata lain, percobaan dengan teori memiliki kesamaan. Nilai Uc tidak hanya
dipengaruhi oleh nilai hi dan ho, secara tidak langsung, nilai Uc juga dipengaruhi faktor-
faktor yang mempengaruhi hi dan ho, yaitu sifat termal fluida, dan jenis aliran.
Dari perhitungan tersebut, terlihat bahwa steam dan water mengalir dalam aliran
laminar, hal ini terlihat dari nilai Re steam yang dibawah 2100. Akan tetapi walaupun
seluruh aliran yang terjadi cenderung laminar, tapi semakin besar bukaan valve aliran
yang terbentuk nilai Reynoldnya juga semakin besar. Dari tabel dan grafik dapat dilihat
bahwa semakin besar nilai bilangan Reynoldnya maka semakin besar pula nilai koefisien
perpindahan panasnya (Uc). Hal ini menunjukan bahwa semakin turbulen (cepat)
alirannya, maka perpindahan panasnya pun akan lebih baik, hal ini ditunjukkan
dari nilai koefisien perpindahan panas yang semakin besar. Nilai Uc menunjukan
koefisien perpindahan panas saat HE dalam kondisi bersih.
Dari hasil perhitungan Ud atau koefisien perindahan kalor menyeluruh dalam
keadaan kotor, bisa dilihat hasilnya lebih rendah dibandingkan nilai Uc. Hal ini terjadi
karena memang perhitungan koefisien perpindahan ini didapat dari data perhitungan
eksperimental dimana mungkin kondisi HE nya pun sudah dalam keadaan tidak baik atau
sudah mengalami penurunan kinerja akibat penempelan fouling dan faktor penghambat
lainnya. Bisa dibilang Uc itu koefisien HE dalam keadaan bersih atau seperti alat baru
yang belum ada faktor pengotor apapun. Uc dihitung berdasarkan persamaan teoritis.
Semakin jauh perbedaan antara Uc dan Ud, maka semakin menunjukan perbedaan
performa transfer panas yang terjadi pada alat yang mana apabila nilai U nya kecil maka
proses trandser panasnya pun kecil.