Anda di halaman 1dari 7

PATOFISIOLOGI

Pada individu muda sehat dengan aliran darah serebral sekitar 50-60 ml/100 gram
jaringan/menit, sekitar 12-15% dari total kardiak output pada saat istirahat, kebutuhan
oksigen minimum yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran (sekitar 3.0-3.5 ml
O2/100 gram jaringan/menit) dapat dengan mudah dicapai. Namun demikian, pada individu
yang lebih tua, batas aman untuk suplai oksigen mungkin lebih rendah (Calkins and Zipes,
2015)
Penurunan aliran darah secara tiba-tiba selama setidaknya 6-8 detik cukup untuk
menyebabkan kehilangan kesadaran secara penuh. Evaluasi tilt test memperlihatkan
penurunan tekanan darah sistolik menjadi 60 mmHg atau kurang dihubungkan dengan
sinkop. Lebih jauh, diestimasikan penurunan suplai oksigen serebral setidaknya sebesar 20%
cukup untuk menyebabkan kehilangan kesadaran (Calkins and Zipes, 2015)
Tekanan darah sistemik ditentukan oleh ditentukan oleh Cardiac output (CO) dan
resistensi vaskular perifer total, dan penurunan salah satunya dapat menyebabkan sinkop,
namun kombinasi dari keduanya seringkali ditemukan, meskipun kontribusi relatif dari
masing-masing faktor dapat bervariasi (Moya, et al. 2009).
Gambar 3 menjelaskan bagaimana patofisiologi sinkop, dengan tekanan darah yang
rendah/hipoperfusi serebral global sebagai pusatnya, berdampingan dengan resistensi perifer
yang rendah atau tidak adekuat dan kardiak output yang rendah (Moya, et al. 2009).
Gambar 1. Dasar patofisiologi klasifikasi sinkop. ANF=Autonomic nervous failure; ANS=
Autonomic nervous system; OH = Ortostatic Hypotension (Moya, et al. 2009).

Resistensi perifer yang rendah atau tidak adekuat dapat diakibatkan oleh aktivitas
refleks yang tidak sesuai menyebabkan vasodilatasi dan bradikardia bermanifestasi sebagai
sinkop refleks tipe vasodepresor, kardioinhibitor atau pun tipe campuran. Penyebab lain dari
rendah atau tidak adekuatnya resistensi perifer adalah kegagalan fungsional dan struktural
sistem saraf otonom (ANS = Autonomic Nervous System) akibat pengaruh obat, gangguan
otonomik (ANF=Autonomic Nervous Failure) primer atau sekunder. Pada ANF, jalur
vasomotor simpatis tidak dapat meningkatkan resistensi vaskular perifer sebagai respon
terhadap posisi tegak. Stress gravitasional, dikombinasikan dengan kegagalan vasomotor,
menyebabkan pooling vena dan akhirnya berkonsekuensi terhadap turunnya aliran balik vena
dan kardiak output (Moya, et al. 2009).
Penyebab transien rendahnya kardiak output terdiri dari 3 hal. Pertama adalah
bradikardia akibat gangguan refleks, dikenal sebagai sinkop refleks tipe kardioinhibitor. Yang
kedua adalah penyebab kardiovaskular, akibat aritmia dan penyakit struktural termasuk
emboli paru/hipertensi pulmonal. Yang ketiga adalah aliran balik vena yang tidak adekuat
akibat deplesi volume atau pooling vena. Ketiga mekanisme tersebut: refleks, sekunder akibat
hipotensi ortostatik, dan kardiovaskular digambarkan pada lingkaran paling luar pada gambar
1 (Moya, et al. 2009).
1. Sinkop refleks (Neurally Mediated Syncope)
Sinkop refleks secara tradisional mengacu pada kondisi heterogen dimana refleks
kardiovaskular yang secara normal berfungsi untuk mengontrol sirkulasi mengalami
gangguan secara intermitten, dalam respon terhadap pencetus, menyebabkan vasodilatasi
dan/atau bradikardi dan dengan demikian membuat turunnya tekanan darah arteri dan perfusi
serebral global (Moya, et al. 2009).
Sinkop refleks biasanya diklasifikasikan berdasarkan jalur eferen yang paling terlibat,
yakni simpatik atau parasimpatik. Istilah ‘tipe vasodepresor’ seringkali digunakan bila
didominasi hipotensi akibat hilangnya tonus vasokonstriktor pada saat posisi tegak. Istilah
‘kardioinhibitor’ digunakan bila didominasi bradikardi atau asistol dan ‘campuran’
merupakan istilah bila kedua mekanisme tersebut ditemukan secara bersama (Moya, et al.
2009).
Sinkop refleks juga dapat diklasifikasikan berdasarkan pemicunya yaitu jalur aferen
seperti pada tabel 1. Harus diketahui bahwa ini merupakan penyederhanaan mengingat
banyak mekanisme lain yang dapat muncul pada konteks situasi spesifik, seperti sinkop saat
miksi atau defekasi. Situasi pemicu sangat bervariasi tergantung individu pasien. Pada
kebanyakan kasus, jalur eferen tidak bergantung pada asal pemicu (contohnya sinkop dipicu
miksi maupun sinkop vasovagal dapat muncul sebagai sinkop kardioinhibitor ataupun
vasodepresor) (Moya, et al. 2009).
Mengetahui berbagai pemicu merupakan hal yang penting, karena dengan
mengenalinya dapat menjadi instrumen diagnosis sinkop (Moya, et al. 2009) :
• Sinkop Vasovagal, dimediasi oleh emosi atau oleh stres ortostatik. Biasanya
didahului oleh gejala prodromal aktivasi otonom (berkeringat, pucat, muntah).
• Sinkop situasional secara tradisional mengacu pada sinkop refleks yang berhubungan
dengan kondisi tertentu yang spesifik. Sinkop pasca latihan dapat terjadi pada atlet
muda sebagai bentuk dari sinkop refleks sebagaimana pada subjek usia pertengahan
dan tua sebagai manifestasi awal gangguan nervus otonomik sebelum mereka
mengalami hipotensi ortostatik yang tipikal.
• Karotid sinus sinkop merupakan bentuk spontan yang jarang. Hal ini dipicu oleh
manipulasi mekanik pada sinus karotis. Pada bentuk yang lebih umum tidak
ditemukan pemicu mekanik dan hal ini didiagnosis dengan masase sinus karotis.
• Istilah bentuk atipikal digunakan untuk mendeskripsikan situasi dimana sinkop
refleks terjadi dengan pemicu yang tidak jelas bahkan tidak ada. Diagnosis kemudian
hanya didasarkan pada anamnesis, dan lebih jauh pada eksklusi penyebab sinkop
yang lain (tidak adanya penyakit jantung struktural) dan munculnya gejala yang sama
pada pemeriksaan tilt-table.
Bentuk klasik dari vasovagal sinkop biasanya dimulai pada pasien muda sebagai
episode terisolasi dan dibedakan dari bentuk yang lain dengan presentasi yang atipikal.
Sinkop yang dimulai pada usia tua, biasanya berhubungan dengan gangguan kardiovaskular
atau neurologikal, mungkin muncul sebagai hipotensi ortostatik atau hipotensi postprandial.
Pada bentuk yang terakhir ini, sinkop refleks tampaknya merupakan ekspresi proses
patologis, utamanya berkaitan dengan kegagalan sistem saraf otonom untuk mengaktivasi
refleks kompensasi, sehingga terdapat tumpang tindih dengan kegagalan sistem saraf otonom
(Alboni dan Bertorelle, 2008).

2. Hipotensi Ortostatik dan Sindrom Intoleransi Ortostatik


Berbeda dengan sinkop refleks, pada ANF aktivitas eferen simpatis mengalami
kerusakan kronik sehingga respon vasokontriksi berkurang. Pada saat berdiri, tekanan darah
menjadi turun dan terjadi sinkop atau pre-sinkop. Hipertensi ortostatik (OH=Orthostatic
Hypotension) didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik secara abnormal saat
berdiri (Moya, et al. 2009).
Dari sudut pandang patofisiologi, terdapat perbedaan yang jelas antara sinkop refleks
dan ANF, namun manifestasi klinis pada dua kondisi ini biasanya tumpang tindih sehingga
sulit menegakkan diagnosis. ‘Intoleransi ortostatik’ mengacu pada gejala dan tanda pada
posisi tegak akibat abnormalitas pada sirkulasi. Sinkop adalah salah satu gejalanya dan gejala
lain yaitu: (i) pusing/rasa melayang, pre-sinkop; (ii) kelemahan, kelelahan, lesu; (iii)
palpitasi, berkeringat; (iv) gangguan penglihatan (termasuk pandangan kabur, silau, tunnel
vision; dan (vi) nyeri pada leher, regio oksipital/paraservikal dan bahu), low back pain atau
nyeri area prekordial (Naschitz dan Rosner, 2007).
Variasi sindrom klinis pada intoleransi ortostatik tampak pada tabel 2. Bentuk sinkop
refleks dengan stres ortostatik sebagai pemicu utama juga diikutsertakan (Moya, et al. 2009).
• ‘OH klasik’ merupakan tanda klinis didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah
sistolik ≥20 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥10 mm Hg dalam 3 menit posisi
tegak, muncul pada pasien dengan ANF murni, hipovolemia atau bentuk lain dari
ANF.
• ‘Initial OH’ dicirikan dengan penurunan tekanan darah segera setelah posisi tegak
>40 mmHg. Tekanan darah kemudian secara cepat dan spontan kembali ke normal,
sehingga periode hipotensi dan gejala relatif pendek (<30 detik).

Gambar 2. Gambaran tilt test ‘Inisial OH’ (kiri) dan ‘OH klasik’ (kanan). Tracing di kiri
diambil dari remaja bugar berusia 17 tahun dengan keluhan rasa melayang berat transien
selama berdiri aktif. Tampak penurunan tekanan darah yang nyata. Titik nadirnya pada 7-
10 detik dan diikuti oleh pemulihan tekanan darah. Tracing di kanan diambil pada laki-
laki usia 47 tahun dengan ANF murni. Tekanan darah mulai turun segera setelah posisi
berdiri tingkat yang sangat rendah setelah 1 menit posisi berdiri dengan hanya sedikit
peningkatan denyut jantung meskipun terdapat hipotensi (Wieling, et al. 2007).
• ‘Delayed (progresif) OH’ tidak jarang pada pasien berusia tua. Hal ini dihubungkan
dengan kerusakan degeneratif pada refleks kompensasi dan kekakuan jantung pada
lansia yang sensitif terhadap penurunan preload. ’Delayed OH’ dicirikan dengan
penurunan tekanan darah sistolik secara lambat progresif pada posisi tegak. Tidak
adanya refleks bradikardi (vagal) membedakan ‘delayed OH’ dari sinkop refleks.
‘Delayed OH’ mungkin dapat diikuti bradikardia (bila kombinasi dengan sinkop
refleks), akan tetapi, pada lansia, turunnya tekanan darah relatif kurang curam
dibanding pada usia muda.
• ‘Sindrom Takikardi Ortostatik Postural’ (POTS=Postural Orthostatic Tachycardia
Syndrome). Beberapa pasien, kebanyakan wanita muda, muncul dengan keluhan berat
pada intoleransi ortostatik, namun tidak mengalami sinkop, dengan peningkatan
denyut jantung secara signifikan (>30 denyut per menit atau mencapai >120 denyut
per menit) dan ketidakstabilan tekanan darah. Patofisiologi yang mendasari masih
belum jelas.

3. Sinkop Kardiak (Kardiovaskuler)


a. Aritmia
Aritmia adalah penyebab sinkop kardiak paling sering. Hal ini menginduksi
gangguan hemodinamik, yang dapat menyebabkan penurunan kritis pada CO dan aliran
darah serebral. Meskipun demikian, sinkop seringkali memiliki faktor kontribusi yang
multipel, termasuk denyut jantung, tipe aritmia (supraventrikular atau ventrikular), fungsi
ventrikel kiri, postur, dan kecukupan kompensasi vascular (Moya, et al. 2009).
Tanpa memandang efek kontribusi tersebut, bila aritmia adalah penyebab primer
sinkop, maka harus diterapi secara spesifik. Pada sick sinus syndrome, nodus sinoatrial
mengalami kerusakan, berupa automatisasi abnormal ataupun konduksi abnormal
sinoatrial. Pada situasi ini, sinkop disebabkan jeda relatif lama pada sinus arrest atau blok
sinoatrial dan kegagalan mekanisme escape. Jeda ini paling sering ditemukan ketika
takiaritmia atrial tiba-tiba berhenti (sindrom taki-bradi) (Moya, et al. 2009).
Bentuk yang parah dari blok atrioventrikular (AV) (Blok Mobitz 2, ‘high grade’, dan
total blok AV) paling sering berhubungan dengan sinkop. Pada kasus ini irama jantung
bergantung pada timbulnya pacu jantung tambahan atau irama escape . Sinkop terjadi
karena jeda pacu jantung untuk memulai suatu impuls terjadi relatif lama. Sebagai
tambahan, impuls tambahan ini memiliki frekuensi yang relatif lambat (25-40 kali per
menit). Bradikardi juga memperpanjang repolarisasi dan menjadi predisposisi terjadinya
takikardi ventrikel (VT= Ventricular Tachycardia) polimorfik, khususnya tipe Torsade de
Pointes (Moya, et al. 2009).
Sinkop atau near sinkop terjadi saat onset takikardi paroksismal, sebelum terjadi
kompensasi vaskular. Kesadaran, secara umum, kembali sebelum takikardi menghilang.
Bila hemodinamik masih tidak adekuat akibat takikardi, kondisi tidak sadar tetap terjadi.
Pemulihan kemudian menjadi tidak spontan, tidak lagi diklasifikasi sebagai sinkop, dan
merupakan cardiac arrest (Moya, et al. 2009).
Beberapa obat dapat menyebabkan bradi-takiaritmia. Banyak obat antiaritmia dapat
menyebabkan bradikardi sebagai konsekuensi efek spesifiknya pada fungsi nodus sinus
atau konduksi AV. Sinkop akibat Torsade de Pointes tidak jarang terjadi, khususnya pada
wanita, dan disebabkan oleh obat-obat yang memperpanjang interval QT. Hal ini
khususnya seringkali muncul pada pasien yang mengalami LQTS. Obat-obat yang
memperpanjang interval QT terdiri dari kategori berbeda antara lain antiaritmia,
vasodilator, psikotropika, antimikroba, antihistamin non sedatif, dan sebagainya (Moya,
et al. 2009).

b. Penyakit Struktural
Penyakit struktural kardiovaskular dapat menyebabkan sinkop bila kebutuhan sirkulasi
melebihi kemampuan jantung yang mengalami kerusakan untuk meningkatkan
outputnya. Tabel 1 memuat penyakit kardiovaskular yang paling sering menyebabkan
sinkop. Sinkop membutuhkan perhatian besar bila dihubungkan dengan kondisi dimana
terdapat obstruksi menetap atau dinamis pada outflow ventrikel kiri. Dasar terjadinya
pingsan adalah aliran darah yang tidak adekuat akibat obstruksi mekanik. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus, sinkop tidak semata-mata akibat restriksi CO, namun
bergabung dengan gangguan refleks atau OH (Moya, et al. 2009).

Calkins HG and Zipes DP. 2015. Hypotension and Syncope. In: Braunwald's Heart Disease A Textbook of
Cardiovascular Medicine 9th Ed. Elsevier pp ;40:1032-1042

Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. 2009. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope:
The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European Society of Cardiology
(ESC). Eur Heart J;30:2646

Alboni P, Alboni M, Bertorelle G. 2008. The origin of vasovagal syncope: to protect the heart or to escape
predation? Clin Auton Res;18:170–178

Naschitz J and Rosner I. 2007. Orthostatic hypotension: framework of the syndrome. Postgrad Med
J;83:568–574

Wieling W, Krediet P, van Dijk N, et al. 2007. Initial orthostatic hypotension: review of a forgotten
condition. Clin Sci (Lond) ;112:157–165

Anda mungkin juga menyukai