Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teoritis Fraktur


1. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam
Wijaya dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price
dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan
korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan
putri, 2013).
2. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan
fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang
menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainya.
3. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahakan kontraksi
otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
4. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur.
Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
5. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap
pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling
efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi
dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat
untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka
membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic
merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu
tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan
enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler.
Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif,
penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat
dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.
7. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan
selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna
dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan
untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan
dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan
isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki
kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang
untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan
dibawah fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut:
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari.
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
8. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah
atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-
masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya secara
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul
Effendy,1995).
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan.
Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa)
atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Pemeriksaan fisik (head to toe)
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses,
arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan
menular.
g. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal
hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat / keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak
dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
9) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan
biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan
keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi ditandai
dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
3. Intervensi Keperawatan

Diangosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian
dengan terputusnya selama ...x... jam nyeri secara
jaringan tulang, diharapkan nyeri klien komprehensif termasuk
gerakan fragmen dapat teratasi dengan lokasi, karakteristik,
tulang, edema dan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
cedera pada Pain control kualitas, dan faktor
jaringan, alat - Mampu mengontrol presipitasi.
traksi/immobilisasi, nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi
stress, ansietas nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk - Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi,
mencari bantuan) distraksi dll) untuk
- Melaporkan bahwa mengetasi nyeri.
nyeri berkurang - Evaluasi tindakan
dengan menggunakan pengurang nyeri/kontrol
manajemen nyeri. nyeri.
- Mampu mengenali - Kolaborasi dengan
nyeri (skala, dokter bila ada
intensitas, frekuensi komplain tentang
dan tanda nyeri) pemberian analgetik
- Menyatakan rasa tidak berhasil.
nyaman setelah nyeri
berkurang.
Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
integritas kulit tindakan keperawatan - Monitor kulit akan
berhubungan selama ...x... jam adanya kemerahan
dengan tekanan, diharapkan kerusakan - Hindari kerutan pada
perubahan status integritas kulit klien tempat tidur
metabolik, dapat teratasi dengan - Jaga kebersihan kulit
kerusakan sirkulasi kriteria hasil: agar tetap bersih dan
dan penurunan Tissue Integrity : Skin kering.
sensasi ditandai and Mucous - Mobilisasi pasien (ubah
dengan oleh - Integritas kulit yang posisi pasien) setiap
terdapat luka / baik bisa dua jam sekali
ulserasi, dipertahankan - Oleskan lition atau
kelemahan, (sensasi, elastisitas, minyak/baby oil pada
penurunan berat temperatur, hidrasi, daerah yang tertekan
badan, turgor kulit pigmentasi). - Mandikan pasien
buruk, terdapat - Tidak ada luka/lesi dengan sabun dan air
jaringan nekrotik pada kulit hangat.
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cedera
berulang.
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
Hambatan Setelah dilakukan Exercise therapy :
mobilitas fisik tindakan keperawatan ambulantion
berhubungan selama ...x... jam - Monitor vital sign
dengan nyeri/ diharapkan klien dapat sebelum / sesudah
ketidaknyamanan, beraktivitas secara latihan dan lihat
kerusakan mandiri dengan kriteria respon pasien saat
muskuloskletal, hasil: latihan
terapi pembatasan Mobility Level - Konsultasikan dengan
aktivitas, dan - Klien meningkat terapi fisik tentang
penurunan dalam aktivitas fisik rencana ambulasi
kekuatan/tahanan - Mengerti tujuan dari sesuai dengan
peningkatan mobilitas kebutuhan
- Memverbalisasikan - Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatan saat berjalan dan
kekuatan dan cegah terhadap cedera
kemampuan - Ajarkan pasien atau
berpindah. tenaga kesehatan lain
- Memperagakan tentang teknik
penggunaan alat bantu ambulasi
untuk mobilisasi - Kaji kemampuan klien
(walker). dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.

Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control


berhubungan tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan
dengan stasis selama ...x... jam setelah dipakai pasien
cairan tubuh, diharapkan resiko infeksi lain
respons inflamasi tidak terjadi dengan - Pertahankan teknik
tertekan, prosedur kriteria hasil: isolasi
invasif dan jalur Risk Control - Batasi pengunjung
penusukkan, - Klien bebas dari tanda bila perlu
luka/kerusakan dan gejala infeksi - Instruksikan pada
kulit, insisi - Mendeskripsikan pengunjung untuk
pembedahan proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, faktor yang berkunjung dan
mempengaruhi setelah berkunjung
penularan serta meninggalkan pasien.
penatalaksanaannnya. - Gunakan sabun
- Menunjukkan antimikroba untuk
kemampuan untuk mencuci tangan
mencegah timbulnya - Cuci tangan setiap dan
infeksi sesudah melakukan
- Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan
batas normal - Pertahankan
- Menunjukkan lingkungan aseptik
perilaku hidup sehat selama pemasangan
alat.
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu

4. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervensi yang dilakukan
5. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan
berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
- Tidak ada luka/lesi pada kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
3) Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(walker).
4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh,
respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannnya.
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2005. Keperawatan medical bedah. EGC

Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC (Mooerhead, Jhonson, Maans,
& Swanson, 2016)
Mooerhead, S., Jhonson, M., Maans, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification. Elsevier.

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah (Keperawatan


Dewasa). Bengkuli : Numed
ASUHAN KEPERAWATAN
Tanggl masuk rumah sakit : 25 maret 2019
Tanggal pengkajian : 28 maret 2019
Nomor register : 165858
Ruangan/rumah sakit : Ar-Rahman (P4)404 RS Umum Islam faisal
I. Biodata
1. Identitas pasien
a. Nama lengkap : Tn.A
b. Jenis kelamin : laki-laki
c. Umur / tanggal lahir : 33 tahun
d. Status perkawinan : menikah
e. Agama : islam
f. Suku bangsa : bugis makassar
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : buruh harian lepas
i. Nomor BPJS :-
j. Alamat : Samata
2. Identitas penanggung jawab
a. Nama lengkap : Tn. I
b. Jenis kelamin : laki-laki
c. Umur / tanggal lahir : 60 tahun
d. Status perkawinan : menikah
e. Agama : islam
f. Suku bangsa : bugis makassar
g. Pendidikan :-
h. Pekerjaan :-
i. Hub. dengan pasien : ayah pasien
j. Alamat : Samata
II. RIWAYAT KESEHATAN
A. Riwayat kesehatan sekarang
1. Keluhan utama : nyeri
2. Riwayat keluhan utama : pasien datang dari ruangan pada tanggal 25
maret 2019 pukul 15:00 WITA dan rencana operasi. Terdapat luka lecet
di bahu kiri, dan terdapat jejas di dada pasien post kecelakaan jatuh dari
motor, pasien merasa nyeri, P: kecelakaan yang dialami yang
mengakibatkan fraktur pada tulang clavicula, Q: seperti tertusuk-tusuk
R: bahu sebelah kiri, S : 6 (skala sedang), T : hilang timbul saat
bergerak. Keluhan bertambah saat pasien bergerak atau merubah posisi
saat tidur, hal yang meringankan keluhan saat baring dengan posisi yang
tepat. Keluhan lain yang menyertai pasien sering merasa pusing dan
kadang keluar lendir darah dari hidung, pasien juga mengatakan tidurnya
sering terganggu.
3. Riwayat kesehatan yang lalu : pasien mengatakan pernah mengalami
kecelakaan dan mengalami luka lecet, belum pernah menjalani operasi
sebelumnya, pasien tidak punya riwayat alergi, pasien pernah
mengalami riwayat pengobatan TB selama 6 bulan dan dinyatakan
sembuh. Paien memiliki kebiasaan merokok
4. Riwayat penyakit keluarga : pasien mengatakan tidak ada yang
mempunyai penyakit seperti DM, Hipertensi, ataupun seperti TB yang di
alami
5. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
? : Tidak diketahui
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
:Pasien
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : composmentis, GCS 15
3. TTV
1) Tekanan darah : 120/80 mmHg
2) Denyut nadi : 80 x/i
3) Suhu : 360C
4) Pernafasan : 20 x/i
5) Berat badan : 59 kg
6) Tingggi badan : 160 cm
4. Kepala
1) Inspeksi : Keadaan rambut dan Hygent baik dengan warna rambut hitam,
penyebaran merata, tidak rontok, kulit kepala dan rambut bersih
2) Palpasi : Tidak ada benjolan tidak ada luka, dan tidak ada nyeri
5. Muka
1) Inspeksi : wajah simetris kiri dan kanan bentuk wajah bulat, tidak ada
gerakan abnormal, ekspresi wajah meringis, menahan sakit,
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada bagian pipi
6. Mata
1) Inspeksi : posisi mata simetris konjungtiva tidak anemis, keadaan visus
baik, pergerakan bola mata baik, keadaan bulu mata baik, refleks pupil
baik (miosis bila diberi cahaya), penglihatan baik tidak ada keluhan
terdapat lebam di sekitar kelopak mata kiri. Tampak kantong mata di
kelopak mata
7. Hidung dan sinus
1) Inspeksi : posisi hidung tepat di tengah-tengah, hidung mancung
2) Palpasi: nyeri tekan pada sinus
8. Telinga
1) Inspeksi : ukuran telinnga simetris kiri dan kanna, aurikel normal, lubang
telinga baik, tdak menggunakan alat bantu pendengaran.
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9. Pemeriksaan uji pendengaran
1) Rinne : pendengaran normal ( suara getaran garputala di samping
telinga didengar lebih lama dibadingkan jika dibelakang telinga
2) Weber : pendengaran normal ( getaran garputala dirasakan di kedua
telinga)
10. Mulut
1) Inspeksi : gigi lengkap, terdapat karang gigi, gusi merah, lidah kotor,
bibir tidak sianosis, bibir lembab, kemampuan bicara baik
11. Tenggorokan
Warna mukosa merah tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri menelan.
12. Leher
1) Inspeksi : tidak terlihat pembesaran kelenjar tiroid
2) Palpasi : kelenjar tiroid tidak teraba, tidak ada kaku kuduk,
13. Thorakx dan pernafasan
1) Inspeksi : bentuk dada normal simetris kiri dan kanan, irama nafas
normal, pengembangan dada saat bernafas baik, tipe pernafasan dada,
terdapat luka memar pada dada sebelah kiri.
2) Palpasi : vokal fremitus simetris kiri dan kanan, terdapat nyeri tekan
bahu sebelah kiri
3) Auskultasi : suara nafas vesikuler tidak ada suara tambahan
4) Perfusi : paru sonor tidak ada efusi

14. Jantung
1) Palpasi :
2) Perkusi : pekak, tidak terjadi pembesaran jantung
3) Askultasi : BJ 1 dan BJ 2 normal tidak ada suara tambahan
15. Abdomen
1) Inspeksi : tidak ada jejas, perut membuncit,
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran hepar
3) Auskultasi : peristaltik normal
4) Perkusi : suara thimpani tanpa redup
16. Genetalia dan anus : tidak terkaji
17. Ekstremitas
Ekstremitas atas
1) Motorik : pergerakan kanan baik, kiri kurang baik (jika berdiri tidak
dapat mengangkat tangan) terdapat IVFD RL ditangan kanan, akral
hangat, tidak ada pergerakan abnormal kekuatan otot (kanan 5, kiri 3)
tonus otot (kanan (+) kiri (+))
2) Refleks : bisep (kanan dan kiri baik) tricep (kanan dan kiri baik)
3) Sensori : dapat merasakan nyeri, panas atau dingin, dan dapat merasakan
saat diraba.
18. Ekstremitas bawah
1) Motorik : gaya berjalan normal seperti orang lain pada umumnya,
kekuatan (kanan 5, kiri 5) tonus otot (kanan (+) kiri (+))
2) Refleks: baik
4) Sensorik: merasakan nyeri, panas atau dingin, dan dapat merasakan saat
diraba.
19. Saraf Neurologi
Saraf kranial
1) Nervus olfactori : fungsi hidung baik
2) Nervus opticus : fungsi penglihatan baik
3) Nervus coculamotoris, thochleaaris abducens :kontraksi pupil baik
(midriasis jika diberi cahaya), gerakan kelopak mata baik, pergerakan
bla mata baik
4) Nervus trigeminus : fungsi sensori baik (dapat merasakan nyeri, suhu,
raba)
5) Nervus fasialis : dapat tersenyum pengecapan 2/3 lidah baik
6) Nervus acusticus : fungsi pendengaran baik
7) Nervus glosofaringeus dan vagus : refleks menelan muntah baik, dapat
bersuara, pengecapan 1/3 lidah belakang baik
8) Nervus assesorius : mampu memalingkan kepala kekanan dan kekiri,
mmpu mengangkat bahu
9) Nervus hypoglosus : lidah mampu digerakkan kekanan dan kekiri tanda
perangsangan selaput otak, tidak ada kaku kuduk

IV. PEMERIKSAAN DIGNOSTIK


Hasil pemeriksaaan radiologi (rogent torak) terdapat fraktur klafikula sinistra
V. POLA KEGIATAN SEHARI-HARI
No Pola kegiataan sehari-hari Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Nutrisi
a. Pola makan Normal/teratur Normal/teratur
b. Frekuensi makan/hari 3 × sehari 3 × sehari
c. Nafsu makan Baik Baik
d. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
e. Banyak minum dalaam ± 6 gelas/hari ± 6 gelas/hari
sehari
2. Eliminai
Buang air kecil
a. Frekuensi ± 3-6 × sehari ±3-6 × sehari
b. Warna Kuning Kuning
c. Bau Pesing Pesing
Buang air besar
a. Frekuensi/hari 2× sehari 1× sehari
b. Warna Kuning Kuning
c. Konsistensi Padat Padat
3. Olahraaga dan aktivitas
a. Kebiasaan olahraga Tidak pernah Tidak pernah
b. Jenis olahraga - -
c. Pelaksanaan olahraga - -
4. Istirahat dan tidur
a. Tidur malam jam …. 20:00 Tidak menentu
Bangun…. 05:00 05:00
b. Tidur siang jam …. - Tidak menentu
Bangun …. - -
c. Waktu tidur dalam sehari 7-8jam 3-4jam
d. Apakah mudah terbangun Tidak Ya
e. Cara untuk tidur kembali Dengar musik Dengar musik
5. Hygiene
a. Mandi 2 × sehari Hanya diseka tisu
b. Menyikat gigi 3 × sehari 1 × sehari
c. Kebersihan rambut Bersih Besih

VI. POLA INTERAKSI SOSIAL


Pasien mengatakan orang terpenting adaalah istri dan anaak pasien,
pasien sangat supel sehingga sangat mudah mendapatkan teman, jika
mendapat masalah baik dalam keluarga atau pekerjaan selalu diselesaikan
dengaan musyawarah, hubungan dengan keluarga sangat baik.
VII. KESEHATAAN SOSIAL
Keadaan rumah dan lingkungan menurut pasien dan keluarga,
kebersihan rumah cukup bersih, staatus rumah milik pribadi, jumlah
penghuni 3 orang lingkngan cukup tenang.
VIII. KEADAAN FISIOLOGIS SELAMA SAKIT
Interaksi dengan tenaagaa kesehataan dan lingkungan cukup baik,
pasien kooperatif, pasien hanya berharap cepat dioperasi sehingga cepat
sembuh.
IX. PENGOBATAN
1. Infus Rl
2. Caterolac tremetamol 30mg/8 jam/IV/1 amp
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. DS: pasien mengatakan bahu Trauma Nyeri akut
kirinya sakit.
P: kecelakaan yang dialami yang fraktur
mengakibatkan fraktur pada tulang
clavicula diskontinuitas
Q: seperti tertusuk-tusuk tulang
R: bahu sebelah kiri
S: 6 skala sedang pergeseran
T: hilang timbul dan saat bergerak fragmen
DO: -pasien tampak meringis
-pasien tampak tegang nyeri akut

-TTV: TD: 120/90 mmHg


N : 80×/menit
S : 36̊ C
P : 20×/menit
2. DS: - pasien mengelih kesulitan Fraktur Gangguan
dalam melakukan aktivitas mobilitas fisik
- Pasien mengeluh nyeri saat pergesern
mengerakkan tangaannya. fragmen
DO: -pasien tampak lemah
- Pasien tampak di bantu deformitas
melakukan aktivitas
- Kekuatan Otot gangguan fungsi
5 3 ekstremitas
5 5
hambatan
mobilitas fisik
3. DS: - pasien mengataakan tidurnya Nyeri yang hilang Gangguan pola
sering terganggu oleh pasien timbul tidur
lain, dan nyeri yang
dirasakan. Terbangun pada
- Pasien mengatakan malam hari
biasanya tidur jam 10
malam dan sulit untuk tidur Tidak bisa tidur
lagi. lagi
- Pasien mengatakan
tidurnya 3-4 jam Gangguan pola
DO: - pasien tampak lemah tidur
- Tampak kantong mata di
kelopak mata

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontiunitas tulang
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri yang dirasakan

INTERVENSI KEPERAWATAN
n Diagnosa noc nic rasional
o
1 Nyeri akut Setelah 1.Kaji keadaan 1.mengetahui
berhubungan dengan dilakukan umum pasien cara yng efektf
diskontiunitas tulang indakan terhadap nyeri untuk
keperawatan 2 .kaji PQRS mengatasi
selama 3x24 pasien nyeri
jam nyeri bisa 3.ajarkan tehnik 2.mengetahui
berkurang/hilan relaksasi nafas tingkat nyeri
g dengan dalam 3.memberikan
kriteria hasil : 4.evaluasi rasa nyaman
-nyeri berkurang tindkan 4.mengetahui
skala 2-3 pengurangan apakah
-menggunakan nyeri/kontrol tindakan yang
tekhnik relakasi nyeri diberikan tepat
-pasien rileks 5.kolaborasi atau tidak
dan mampu dengan dokter 5.analgetik
mengontrol pemberian membantu
nyeri nalgetik dalam
penanganan
nyeri
2 Gangguan mobilitas Setelah 1.kaji secara 1.mengetahui
fisik berhubungan dilakukan teratur fungsi keadaan pasien
dengan penurunan tindakan motorik secara umum
kekuatan otot, keperawatan 2.monitor vital 2.vital sign
nyeri/ketidaknyamana 3x24 jam sign dipengaruhi
n gangguan sebelum/sesuda oleh kegiatan
mobilitas fisik h latihan dan seseorang
dapat lihat respon 3.untuk
diminimalisasi pasien meminimalisis
dengan kriteria 3dampingi dan r terjadinya
hasil : bantu pasien sat jatuh saat
-klien mobilisasi dan melakukan
menunjukkan bantu penuhi mobilisai
kemampun kebutuhan 4.membantu
untuk ADLS pasien untuk
melakukan 4.berikan alat mempermudah
aktifitas bantu jika klien pergerakan
-mengerti tujuan memerlukan pasien
dari peningkatan 5.ajarkan pasien 5.menambah
mobilitas bagaimana pengetahuan
-kekuatan otot merubah posisi pasien
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
3 Gangguan pola tidur Setelah 1.tentukan 1.dengan
berhubungan dengan dilakukan kebutuhan tidur mengetahui
nyeri yang dirasakan tindakan pasien kebutuhan
keperawatan 2.tentukan efek tidur pasien,
selama 3x24 pengobatan perawwat
jam diharapkan yang diterima dapat
kualitas tidur pasien terhadap mengawasi
pasien membaik pola tidurnya pasien untuk
dengan kriteria 3.pantau pola tidur sesuai
hasil : tidur dan durasi kebutuhan
-durasi tidur tidur pasien 2.beberapa
meningkat 4.sesuaikan pengobatan
Pola tidur lingkungan tidur yang diterima
membaik pasien bisa
-paisen dapat 5.berikan posisi mempengaruhi
tidur malam yang nyaman pola tidur
dengan pasien
konsisten 3.memastikan
-pasien merasa pasien tidur
pulih dengan pola
dan durasi yng
tepat
4.kondisi
lingkungan
yang nyaman
dan kondusif
akan
memudahkan
pasien untuk
tidur dengan
lebih baik

IMPLEMENTASI DAN EVALUSI


Tanggal : 28-03-2019
diagnosa implementasi Evaluasi
Nyeri akut 1. Mengkji keadaan S : -pasien mengatakan masih
beerhubungan umum pasien merasakan nyeri nyeri
dengan Hasil : pasien tampk gelisah P : paah tulang (clavikula)
diskontinuitas 2. Menjgkaji PQRST Q : seperti tertusuk- tusuk
tulang nyeri pasien R : bhu sebelah kiri
Hasil : S:6
P : patah tulang T : hilang timbul
Q : seperti tertusuk- tusuk
R : bahu sebalah kiri O : -pasien tampak gelisah
S:6 -pasien tampak meringis
T : hilang timbul A : masalah nyeri belum
3. Mengajarkan teknik teratasi
relaksasi nafas dalam P lanjutkan intervensi
Hasil : pasien mengerti dan 1 .kaji PQRS pasien
melakukan nafas dalam saat 2.ajarkan tehnik relaksasi nafas
merasakan nyeri dalam
4. Berkolaborasi dengan 3.evaluasi tindkan
dokter untuk pengurangan nyeri/kontrol
pemberian analgetik nyeri
Hasil : pasien diberikan 4.kolaborasi dengan dokter
analgetik pemberian nalgetik

Gangguan 1.mengkaji fungsi motorik S : pasien mengatakan tangan


mobilitas fisik Hasil : tangan kiri paien kirinya susah digerakkan
berhubungan susah digerakkan O : pasien tampak kesulitan
dengan 2.mendampingi pasien saat mengangkat tangan kirinya
peenurunan mobilisasi A : masalah gangguan
kekuatan otot, Hasil : pasien didampingi mobilitas belum teratasi
nyeri/ keluarga saat ke kamar P : lanjutkan intervensi
ketidaknyamanan mandi 1.kaji fungsi motorik
3.memonitor vital sign 2. observasi vital sign
sebelum/sesudah latihan 3. dampingi pasien saat
Hasil : TD : 120/80 mmhg melakukan mobilisasi
N : 80 x/menit 4. ajarkan pasien bagaimana
S : 36,5 oC merubah posisi
P : 20 x/ menit
4.memberikan alat bantu jika
klien memerlukan
Hasil : klien tidak
memerlukan alat bantu
Gangguan pola 1.mententukan kebutuhan S : -pasien mengeluh susah
tidur behubungan tidur pasien tidur karena nyei dan
dengan nyeri yang Hasil : pasien memerlukan lingkungan yang kuran
dirasakan ±8 jam tidur dalam sehari nyaman
2.menentukan efek O : -tampak kantung mata pada
pengobatan yang diterima mata pasien
pasien terhadap pola tidurnya -pasien tampak lemas
Hasil : tidak ada pengobatan A : masalah gangguan pola
yang berdampak pada tidur tidur beum teratasi
pasien P : lanjutkan intervensi :
3.memantau pola tidur dan 1.sesuaikan lingkungan tidur
durasi tidur pasien pasien
Hasil : saat ini pola tidur 2.berikan posisi yang nyaman
pasien tidak teratur dan 3. anjurkan terknik relaksasi
durasi tidur hanya ±4 jam
sehari
4.menyesuaikan lingkungan
tidur pasien
Hasil : kunjungan oleh
keluarga pasien dibatasi

Tanggal : 29-03-219
diagnosa implementasi Evaluasi
Nyeri akut 1. Mengkaji PQRST S : -pasien mengatakan masih
beerhubungan pasien merasakan nyeri nyeri
dengan Hasil : terutama saat bergerak
diskontinuitas P : patah tulang clavikula P : paah tulang clavikula
tulang Q : seperti tertusuk- tusuk Q : seperti tertusuk- tusuk
R : bahu kiri R : bhu kiri
S:6 S:6
T : hilang timbul T : hilang timbul
2. Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam O : pasien tampak meringis
Hasil : pasien melakukan A : masalah nyeri belum
nafas dalam teratasi
3. Berkolaborasi P lanjutkan intervensi
tindakan pengurangan 1 .kaji PQRS pasien
nyeri 2.ajarkan tehnik relaksasi nafas
Hasil : tindakan pengurangan dalam
nyeri belum maksimal 3.kolaborasi dengan dokter
pemberian nalgetik

Gangguan 1.mengkaji fungsi motorik S : pasien mengatakan


mobilitas fisik Hasil : tangan kiri paien tangannya masih susah
berhubungan masih susah digerakkan digerakkan
dengan 2.mengobservasi vital sign O : pasien tampak kesulitan
peenurunan Hasil : TD : 120/80 mmhg mengangkat tangan kirinya
kekuatan otot, N : 78 x/menit A : masalah gangguan
nyeri/ S : 36,2 oC mobilitas belum teratasi
ketidaknyamanan P : 22 x/ menit P : lanjutkan intervensi
3.mendampingi pasien saat 1. observasi vital sign
melakukan mobilisasi 2. kaji fungsi motorik
Hasil : pasien didampingi 3. dampingi pasien saat
keluarga 4.mengajarkan melakukan mobilisasi
bagaimana merubah posisi 4. lakukan ROM pasif pada
Hasil : pasien mengerti tangan kiri pasien

Gangguan pola 1.menyesuaikan lingkungan S : -pasien mengatakan


tidur behubungan tidur pasien tidurnya lebih nyenyak dan
dengan nyeri yang Hasil : pengunjung dibatasi tidak terbangun saat dini hari
dirasakan 3. Memberikan posisi O : pasien tampak lebih segar
yang nyaman A : masalah gangguan pola
Hasil : pasien nyaman saat tidur teratasi
berbaring miring kekanan P : pertahankan intervensi :
4. Anjurkan teknik 1.berikan posisi yang nyaman
relaksasi
Hasil : pasien melakukan
reaksasi nafas dalam

Tanggal : 30-03-2019
diagnosa implementasi Evaluasi
Nyeri akut 1. Mengkaji PQRST S : -pasien mengatakan masih
beerhubungan pasien merasakan nyeri
dengan Hasil : P : paah tulang clavikula
diskontinuitas P : patah tulang clavikula Q : seperti tertusuk- tusuk
tulang Q : seperti tertusuk- tusuk R : bahu kiri
R : bahu kiri S:4
S:4 T : hilang timbul
T : hilang timbul
2. Mengajarkan teknik O : pasien tampak meringis
relaksasi nafas dalam A : masalah nyeri akut belum
Hasil : pasien mengerti dan teratasi (pasien pindah RS)
melakukannya P lakukan intervensi
3. Berkolaborasi dengan 1.anjurkan relaksasi nafas
dokter pemberian dalam
analgetik
Hasil : pasien diberi obat
analgetik

Anda mungkin juga menyukai