Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting agar manusia dapat
bertahan hidup dan melakukan aktivitas. Menurut undang-undang RI nomor
36 tahun 2009) kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental,
spiritual, maupun sosial yang memungkinkan orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Usia harapan hidup yang semakin meningkat
juga membawa konsekuensi tersendiri bagi semua sektor terkait dengan
pembangunan. Tidak hanya sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi,
sosial budaya, serta sektor lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah
penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini, yang dapat dimulai dari
sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan keperawatan yang
komprehensif bagi lansia (Efendi & Mukhfudli, 2009)
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia, yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi juga
dimulai sejak permulaan kehidupan. Secara global populasi lansia terus
mengalami peningkatan (Nugroho, 2008). Bila dilihat dari struktur
kependudukannya secara global jumlah penduduk <15 tahun lebih besar dari
penduduk lansia (60 tahun), tetapi pada tahun 2040 baik global / dunia, Asia
dan Indonesia diprediksikan jumlah penduduk lansia sudah lebih dari jumlah
penduduk <15 tahun ( Anonim, 2019 ).
Menurut World Health Organization(WHO) dalam , kawasan Asia
Tenggara mempunyai populasi sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada
tahun 2050, diperkirakan populasi lansia akan meningkat 3 kali lipat dari
tahun 2015. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (Lansia) diprediksi akan
meningkat cepat dimasa yang akan datang terutama dinegara-negara
berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan
mengalami ledakan jumlah peduduk lansia. Kelompok umur 0-14 tahun dan
15-49 tahun berdasarkan proyeksi 2010-2015 diperkirakan menurun,

1
2

sedangkan kelompok umur lansia (50-64 tahun dan 65 tahun keatas)


berdasarkan proyeksi 2010-2015 diperkirakan akan meningkat.
Persentase penduduk lanjut usia yang terus mengalami peningkatan
dan jika dibandingkan dengan kondisi saat ini besarannya akan mencapai
hampir dua kali lipat pada tahun 2035. Badan Pusat Statistik (BPS) untuk
Provinsi presentase penduduk lansia diatas 10% sekaligus paling tinggi ada
di Provinsi Di Yogjakarta (13,04 %), Jawa Timur (10,40), dan Jawa Tengah
(10,34 %). Sedangkan yang terendah ada di Provinsi Papua (1,94%) untuk
Provinsi Sulawesi Selatan sendiri ada diurutan ke-6 tertinggi (8,34%) (BPS,
2017)
Pada tahun 2014 di Sulawesi Selatan dilaporkan persentase cakupan
pelayanan kesehatan usila tercatat 140.865 (37,40%) dari 563.415 usila.
Sementara itu di Kabupaten Bulukumba jumlah usila tercatat 20.554 jiwa,
cakupan pelayanan usila pada tahun 2014 sebanyak 1.669 usila 8,12 %
meningkat pada tahun sebelumnya 7,90% pada tahun 2013 (Dinas
Kesehatan Bulukumba, 2019)
Untuk wilayah kerja Puskesmas Caile, Kabupaten Bulukumba di
sembilan kelurahan di Kecamatan Ujung Bulu persentase jumlah lansia pada
tahun 2016 sebanyak 714 orang lansia yang terdaftar sedangkan ditahun
2017 meningkat menjadi 892 orang lansia yang terdaftar (Puskesmas
Caile,2019).
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia tersebut, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,
social, dan sexual. Setiap manusia memiliki kebutuhan khusus yang harus
dipenuhi, baik secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak
kebutuhan fisiologis manusia, salah satunya adalah istirahat dan tidur. Tidur
merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk kesehatan manusia.
Tidur merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki tubuh dan fungsinya
untuk mempertahankan energi dan kesehatan, tetapi masih banyak orang
3

yang sedikit mengerti tentang pentingnya tidur demi sesuatu hal yang harus
diselesaikan(Maryam dkk,2010)
Proses penuaan berhubungan dengan perubahan tidur obyektif dan
subyektif. Keluhan tidur adalah keluhan berulang mulai usia lansia dan
tampaknya akan mempengaruhi lebih dari 30% dari populasi berusia di atas
65 tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang
wajar, kulit sudah tidak kencang, otot-otot yang sudah mengendor, dan
organ-organ tubuhnya kurang berfungsi dengan baik (Maryam dkk,2010).
Salah satu gangguan tidur pada lansia sendiri salah satunya adalah
insomnia. Insomnia dapat didefinisikan sebagai kesulitan dalam memulai
tidur, mempertahanan tidur, bangun pagi, serta mengantuk disiang hari.
Gangguan tidur ini dapat menyerang berbagai golongan usia. Namun
beberapa artikel mengatakan bahwa angka kejadian insomnia akan meningkat
seiring bertambahnya usia. Dengan kata lain, gejala insomnia sering terjadi
pada orang lanjut usia bahkan hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkan
mengalami kesulitan tidur dan mempertahankan tidurnya.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan
pada lansia. Menurut World Health Organization(WHO) setiap tahun
diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan gangguan tidur
dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi
gangguan tidur pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67% . Prevalensi
insomnia yang didefinisikan sebagai gangguan tidur kronis yaitu sebanyak
50-70% dari semua lansia yang berumur >65 tahun mengalami insomnia,
penelitian sebelumnya juga menyebutkan di thailand, hampir 50% pasien
yang berusia >60 tahun mengalami insomnia(Stenly, 2007). Dari hasil survey
awal yang peneliti lakukan di wilayah kerja puskesmas Caile dari 10
responden yang ditanya tentang masalah insomnia 7 orang mengalami
insomnia dan responden mengatakan kurang tahu tentang cara mengatasinya.
Insomnia bila tidak diatasi dapat mengganggu kualitas hidup,
produktivitas, dan keselamatan lansia. Upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan terapi farmakologi dengan obat-obatan dan nonfarmakologi dengan
4

tekhnik relaksasi seperti pijatan, meditasi, aromaterapi, mandi air hangat dan
bangun sesuai jadwal yang sama, serta menghilangkan rasa kecemasan, terapi
non farmakologi yang diterapkan dengan menggunakan mandi air hangat dan
pemberian aromaterapi (rahmawati dkk, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kiki
Agustina dalam karya tulis ilmiahnya yang berjudul Pengaruh Mandi Dengan
Air hangat Terhadap Kualitas Tidur Lansia Di BSTW Unit Luhur Bantul
Yogyakarta menyampaikan bahwa responden yang diberi mandi air hangat
sebelum tidur sebagian besar tidak mengalami insomnia, dari 10 responden
60% menunjukkan peningkatan kualitas tidur yang baik. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Qoyimah pada tahun 2010 dalam (Rahmawati dkk,
2015) menyampaikan bahwa responden yang diberi mandi air hangat
sebelum tidur sebagian besar tidak mengalami insomnia sebesar 78,13%
sedangkan responden yang tidak mandi air hangat sebelum tidur tetap
mengalami insomnia sebesar 62,5%.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Penatalaksanaan Mandi Air Hangat Terhadap
Penurunan Insomnia Lansia di wilayah kerja Puskesmas Caile Kecamatan
Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba”.
1.2. Rumusan Masalah
Meneliti upaya meningkatkan kualitas tidur dengan metode
pemberian mandi air hangat pada lansia yang menderita insomnia adalah
suatu usaha untuk memperkenalkan terapi mudah agar meningkatkan
kualitas tidur dikelompok umur lansia yang menderita insomnia. Dari
rumusan masalah tersebut maka pernyataan penelitian ini adalah :
“Bagaimana Penatalaksanaan Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan
Insomnia Lansia di wilayah kerja Puskesmas Caile Kecamatan Ujung Bulu
Kabupaten Bulukumba ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan kasus tentang
5

penatalaksanaan mandi air hangat terhadap penurunan insomnia lansia di


wilayah kerja Puskesmas Caile Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten
Bulukumba.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Pasien
Peningkatan perilaku positif dalam memenuhi kebutuhan
istrahat dan tidur adekuat dan peningkatan status kesehatan
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
1.4.2. Bagi Profesi Keperawatan
Mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan sehingga perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan yang komperehensif pada masyarakat.
1.4.3. Bagi Puskesmas Caile
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu
rujukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia yang
menderita insomnia Khususnya di wilayah kerja puskesmas caile.
1.4.4. Bagi Institusi
Menjadi saran dan masukan bagi institusi dalam penelitian
tentang perawatan gerontik dan menjadi bahan bacaan di
perpustakaan
1.4.5. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat membantu mengembangkan
pengetahuan dari peneliti serta hasil dari penelitian akan diajukan
sebagai syarat untuk memperoleh gelar ahli madya keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Lansia


2.1.1 Pengertian lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998
yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah (Kholifah,
2016).
Menurut Sumedi usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak
dapat dihindari. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria
maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun
mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga
bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya. (Sunaryo, et al.,
2015)
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) dalam
(Sunaryo, et al., 2015), batasan-batasan umur yang mencakup batasan
umur lansia sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun keatas”.

6
7

b. Menurut World Health Organization (WHO) usia lanjut menjadi 4


kriteria berikut: pertengahan (middle age), adalah usia antara 45-59
tahun, usia lanjut (elderly), adalah usia antara 60-74 tahun, usia lanjut
tua (old), adalah usia antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old),
adalah usia 90 tahun keatas.
c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut
usia(geriatric age) >65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia
(geriatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu
young old(70-75 tahun), old(75-80 tahun), very old(>80 tahun).
2.1.2 Ciri-Ciri Lansia
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. .
c. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
(Kholifah, 2016).
8

2.1.3 Klasifikasi Lansia


Klasifikasi lansia dibagi menjadi lima yaitu pralansia, lansia, lansia
resiko tinggi, lansia potensial, lansia potensial. Pralansia (prasenelis)
adalah seseorang yang berusia antara 45−59 tahun. Lansia yaitu
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih untuk Lansia Resiko tinggi
yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah dengan
kesehatan seperti menderita rematik, demensia, mengalami kelemahan
dan lain-lain, lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Kholifah,
2016).
2.1.4 Tipe-tipe lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah
sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut (Nugroho 2000,
dalam Heningsih, 2014) adalah:
1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung, yaitu mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan
acuh tak acuh..
9

2.1.5 Masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada lansia


Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat
perubahan sistem, antara lain (Kholifah, 2016) :
a. Lansia dengan masalah kesehatan pada system pernafasan, antara lain
penyakit paru obstruksi kronik, tuberkulosis, influenza dan
pneumonia.
b. Lansia dengan masalah kesehatan pada system kardiovaskuler, antara
lain Hipertensi. Penyakit jantung koroner.
c. Lansia dengan masalah kesehatan pada system neurologi, seperti
cerebro vaskuler accident.
d. Lansia dengan masalah kesehatan pada system musculoskeletal, antara
lain: faktur, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, gout artritis,
osteporosis.
e. Lansia dengan masalah kesehatan pada system endokrin, seperti DM.
f. Lansia dengan masalah kesehatan pada system sensori, antara lain:
katarak, glaukoma, presbikusis.
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada system pencernaan, antara
lain: ginggivitis/ periodontis, gastritis, hemoroid, konstipasi.
h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan
perkemihan, antara lain: menoupause, inkontinensia.
i. Lansia dengan masalah kesehatan pada system integument, antara
lain: dermatitis seborik, pruitis, candidiasis, herpes zoster, ulkus
ekstremitas bawah, pressure ulcers.
j. Lansia dengan masalah kesehatan jiwa, seperti demensia.
2.2. Tinjauan Umum Tentang insomnia
2.2.1. Pengertian
Menurut Lanywati dalam Hapsari (2014) Insomnia atau
gangguan sulit tidur merupakan suatu keadaan seseorang dengan
kualitas dan kuantitas tidur yang kurang. Menurut Widjaja dalam
Hapsari (2014) Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau
mempertahankan tidur. insomnia adalah persepsi yang tidak adekuat
10

dari kuantitas dan kualitas tidur dengan akibat yang terkait disiang
hari.
Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
insomnia adalah suatu keadaan yang mengalami gangguan tidur yang
dipersepsikan tidak mampu mempertahankan tidur dengan baik
sehingga kuantitas dan kualitas tidur berkurang.
Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi
gangguan tidur malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang
menyebabkan kantuk di siang hari yang berlebihan. Insomnia dapat
berupa kesulitan untuk tetap tidur atau pun seseorang yang terbangun
dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur .
2.2.2. Macam Insomnia
Dari sisi etiologi, ada 2 macam insomnia (Turama,2007 dalam
Hapsari,2014) yaitu:
a. Insomnia Primer
Pada insomnia primer, terjadi hyperarousal state dimana terjadi
aktivitas sceding reticular activating system yang brlebihan.
Pasien bias tidur tapi tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat
kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur
berkurang dan terbangun kembali lebih sering. Insomnia primer
ini tidak berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah
neurologi, masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-
obatan tertentu.
b. Insomnia sekunder
Insomnia sekunder disebabakan karena gangguan irama
sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi, atau masalah medis
lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini bias terjadi pada orang
tua. Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakt
organic. Pada orang dengan insomnia karena psikoneurosis,
sering didapatkan keluahan-keluahan non organik seperti sakit
kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan
11

ini akan lebih para jika orang tersebt mengalami ketegangan


karena persoalan hidup. Pada nsomnia sekunder karena penyakit
organik, pasien tidak bisa tidur atau kontinuitas tidurnya
terganggu karena nyeri oranik, misalnya penderita arthritis yang
terbangun karena nyeri yang timbul akibat perubahan sikap
tubuh.
2.2.3. Faktor penyebab Insomnia
Faktor Penyebab Insomnia menurut Ibrahim (2001) dalam
Hapsari (2014) :
a. Problema situasi
Problema situasi yang dapat menyebabkan insomnia seperti
adanya stress, tekana pekerjaan, dan ketidakselarasan
perkawinan
b. Umur
Lanjut usia tidak memerlukan waktu lebih untuk tertidur,
mereka lebih sering terbangun ditengah-tengah tidurnya pada
malam hari dan tetap terjaga untuk waktu yang lama. Mereka
mungkin banyak tertidur dengan waktu yang singkat, dalam
sehari dan lebih sensitive terhadap zone waktu dan perubahan
lingkungan.
Dengan melanjutnya usia, tidur menjadi terfragmentasi dan
efisiensi tidur menjadi berkurang. Hal yang sering kali menjadi
keluhan subjektif yang dialami oleh para lanjut usia adalah
keadaan lama di tempat tidur namun lebih singkat dalam
keadaan tertidur. Hal ini yang paling mencolok dalam hubungan
antara usia dengan perubahan fisologi tidur adalah pengurangan
jumlah dan amplitudo dari tidur delta. Tidur REM tidak
dipengaruhi usia. Meskipun lamanya periode REM dapat
menjadi lebih konstan selama malam hari. Meskipun lanjut usia
tidak memerlukan waktu lebih untuk tertidur, mereka lebih
sering terbangun ditengah-tengah tidurnya pada malam hari dan
12

tetap terjaga untuk waktu yang lama. Mereka mungkin banyak


tertidur dengan waktu yang singkat, dalam sehari dan lebih
sensitive terhadap zone waktu dan perubahan lingkungan.
Dari penelitian diketahui bahwa pada lanjut usia yang
berperan mengatur siklus tidur adalah menurunnya reaktifitas
terhadap informasi fotik dan non fotik, demikian pula berubah
peranan dari retina, nucleus suprakiasmatikum dari hipotalamus,
dan glandula pinealis yang berperan pada sirkardian tidur.
Perubahan pada sruktur sel neuron dan sel glia yaitu
kematian sel neuron, retraksi dendrite yang berlanjut, hilangnya
sinap atau hubungan informasi antar sel saraf, reaktivitas sel glia
yang didasari adanya perubahan protein-protein sitoskeletal dan
penumpukkan protein seperti amiloid ekstraseluler, juga
perubahan pada sistem vaskuler yang mengalirkan darah di otak
yang rentan dengan proses aterosklerotik dan arteriosklerosis di
usia lanjut. Pada lanjut usia terjadi pengurangan jumlah tidur
gelombang lambat ( stadium 3 dan 4 tidur NREM ).
c. Gangguan Medik
Gangguan medika yang tidak bias dielakkan umpamanya rasa
sakit dan ketidakenakan fisik yang membuat individu tersebut
terjaga dari tidurnya.
d. Serangan yang berhubungan dengan pemakaian obat
Individu pengguna obat tertentu dapat mengganggu kualitas
tidur misalnya gejala lepas obat, alkohol, atau sedatif

e. Kondisi psikologis
Kondisi psikologis yang paling sering menyebabkan insomnia
terutama gangguan jiwa berat seperti Schizophren dan gangguan
afektif.
Taruma(2007) dalam Hapsari (2014) menjelaskan ada
beberapa faktor resiko insomnia, yaitu:
13

a. Emosi
Emosi yang meluap-luap sanat beresiko terkena insomnia akut
misalnya pemarah
b. Transient dan recurrent insomnia
Transient dan recurrent insomnia biasanya disebabkan karena
gangguan emosi. Memendam kemarah, cems, ataupun depresi
bias menyebabkan insomnia. Faktor lingkungan seperti bising,
suhu yang ekstrim, dan perubahan lingkungan bias
menyebabkan Transient dan recurrent insomnia.
c. Kebiasaan
Kebiasaan yang dapat beresiko menimbulkan keadaan insomnia
adalah begdang, secara work holic, atau pemakaian obat.
d. Penggunaan kafein
Konsumsi makanan dan minuman yang mempunyai banayak
kafein secara berlebihan, alkohol yang berlebihan, tidur yang
berlebihan, merokok sbelum tidur dan stress kronik bisa
menyebabkan insomnia.
e. Usia diatas 50 tahun
Umur ini sangat rentang beresiko mengalami gangguan tidur.
Umur yang sudah tua dapat menurunkan kualitas tidur yang
lebih baik. Supaya bisa tidur dengan nyenyak, manusia akan
menerima sinyal rasa lelah dan mengantuk yang dikirim oleh
berbagai zat kimia dalam otak. Namun pada lansia, kinerja
neuron otak mulai melemah sehingga sinyal lelah dan
mengantuk tidak diterima dengan baik.
f. Jenis Kelamin
Insomnia lebih banyak menyerang wanita (20-50% lebih tinggi
daripada pria) wanita lebih sering menderitaa insomnia karena
menstruasinya. Peningkatan kadar progesteron menyebabkan
rasa lelah pada awal siklus
14

Menurut Rafknowledge (2010) beberapa faktor yang menjadi


penyebab insomnia antara lain
a. Stress dan kecemasan
Didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena memikirkn
permasalahan yang sedang dihadapi.
b. Depresi
Selain menyebabkan insomnia, depresi juga bisa menimbulkan
keinginan untuk tidur sepanjang waktu karena ingin melepaskan
diri dari masalah yang dihadapi. Depresi bisa menyebabkan
insomnia dan sebaliknya insomnia menyebabkan depresi
c. Kelainan-kelainan kronis
Kelainan tidur (seperti tidur apneu), diabetes, sakit ginjal,
arthritis, atau penyakt yang mendadak sering kali menyebabkan
kesulitan tidur.
d. Efek samping pengobatan
Pengobatan untuk suatu penyakit juga bias menjadi penyebab
insomnia
e. Pola makan yang buruk
Mengkonsumsi makan berat sebelum tidur bisa menylitkan
tidur.
f. Kurang berolahraga
Olahraga juga bisa menjadi faktor sulit tidur yang sgnifikan.
g. Kafein, nikotin, dan alkohol
Kafein dan nikotin adala zat stimulant, alkohol bisa
mengacaukan pola tidur

2.2.4. Akibat Insomnia


Akibat gangguan tidur, deprivasi tidur dan merasa mengantuk
yaitu penurunan produktivitas, penuruan performa kognitif,
peningkatan kemungkinan kecelakaan, resiko morbiditas dan
15

mortilitas lebih tinggi, penurunan kualitas hidup (Rafknowledge,


2004)
Sedangkan menurut taruma (2007) dalam Hapsari (2014)
efek insomnia adalah sebagai berikut:
a. Efek fisiologis
Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat
peningkatan nordrenalin serum, peningkalan
adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan kortisol, juga
penurunan produksi melatonin
b. Efek Psikologis
Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,
kehilangan motivasi, depresi dan sebagainya
c. Efek fisik atau somatik
Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.
d. Efek sosial
Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
mendapat promosi pada lingkungan kerja, kurang bisa
menikmati hubungan sosial dan keluarga
e. Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam memiliki angka
harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam
semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang
mengindksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup
atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia
mempertinggi angga mortalitas atau engurangi kemungkina
sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita
insomnia memiliki keungkinan 2 kali lbih bear untuk mengalami
kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal.
2.3. Tinjauan Umum Terapi Mandi Air Hangat
2.3.1. Definisi Terapi Mandi Air hangat
Terapi air adalah penggunaan air untuk penyembuhan dengan
cara meringankan berbagai keluahan (Hadibroto & Alam, 2010).
16

Kemampuan air untuk penyembuahn sudah diakui sejak dahulu,


terutama di Kerajaan Yunani, Kekaisaran Romawi, kebudayaan
Turki, serta masyarakat Eropa dan China Kuno. Masyarakat umum
menyadari bahwa air memiiki banyak manfaat terhadap tubuh. Mandi
air panas bermanfaat membuat tubuh lebih rileks, menyingkirkan
pegalpegal dan rasa kaku pada otot serta membuat tidur menjadi
lebih nyenyak.
Uap air panas dapat membuka pori-pori, merangsang keluarnya
keringat, membuat pembuluh darah melebar dan mengendorkan otot-
otot. Mandi air dingin di bak atau di pancuran memberi efek berupa
rasa segar dan gairah semangat. Suhu dingin mengerutkan pembuluh
darah di kulit sehingga aliran darah dialihkan ke jaringan-jaringan
internal dan organ-organ tubuh untuk mempertahankan suhu dasar
tubuh (Rahmawati, 2015)
Terapi air dalam ilmu kedkteran, digunakan sebagai salah satu
fisioterapi pada pasien yang mengalamai kecelakaan serius dengan
akibat cedera otot, atau pasien dengan keluhan pada persendiannya,
dan mereka yang megalami hambatan fisik seperti pasien stroke.
Banyak rumah sakit di negara-negara maju kini meberi pilihan
berupa proses melahirkan di dalam air. Terapi air dapat diguanakan
dala berbagai cara sesuai dengan manfaaatnya masing-masingee,
yaitu brendam air panas, berendam air dingin, berendam air biasa,
mandi uap, mandi pancuran air panas dan dingin, pembungkusan,
kantong air, dan floatasi (mengambang dalam larutan air garam)
(Anonim,2013)
Terapi mandi air hangat adalah terapi panas yang masuk ke
daam tubuh dan meningkatkan aliran darah, melebarkan pembuluh
darah, mengingkatkan oksigen dan pengiriman nutrisi kejaringan
lokal, dan mengurangi kekakuan sendi dengan cara meningkatkan
elastisitas otot. Mandi uap sendir memiliki beberapa manfaat seperti
17

meningkatkan sirkulasi darah, mengobati gangguan tiduur, dan


merelaksasi otot (Polii, 2015)
Uap air panas dapat merangsang pori-pori kulit menjadi
terbuka, pembuluh darah melebar serta dapat mengendurkan otot-
otot. Hal ini dapat membuat tubuh menjadi rileks sehingga tidur
menjadi lebih nyenyak (Sustrani dkk, 2004 dalam Rahmawati 20015)
Dengan metode konduksi, uap akan berpindah ke daerah yang
memiliki suhu lebih rendah, sehingga panas dalam ruangan akan
brpindah dan mempengaruhi suhu tubuh sampel. Saat tubuh sedang
dalam ruangan yang lebih dingin dan suhu tubuh akan turun,tubuh
kemudian melakukan kontrol homeostatis sehingga panas yang
keluar dari dalam tubuh tetap sebanding dengan panas yan diproduksi
dalam tubuh, menyebabkan suhu tubuh tetap konstan dan tidak
berkurang (Widmmaier,2014 dalam Polii 2015).
Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi
tubuh. Hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi lancar
(Hembing, 2000 dalam Santoso 2015). Oleh karena itu, penderita
dalam pengobatannya tidak hanya menggunakan obat-obatan, tetapi
bisa menggunakan alternatif nonfarmakologis dengan menggunakan
metode yang lebih mudah dan murah yaitu dengan menggunakan
terapi rendam air hangat yang bisa ilakukan di rumah. Air hangat
mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh sehingga rendaman kaki air
hangat dapat digunakan sebagai salh satu terapi yang dapat
memulihkan tot sendi yang kaku serta menyembuhkan stroke apabila
dilakukan mlalui kesadaran dan kedisiplinan (Kusuma astuti, 2008
dalam Santoso 2015)

2.3.2. Standar Terapi Mandi Air Hangat


Mandi dengan air suhu 36,6-37,7oC mruakan suhu yang ideal
untk mandi selama 10 menit karena dapat menenangkan pikiran,
18

tubuh dan mengurangi stress serta membuat tidur lebih nyenayak


(Binus, 2015 dalam Rahmawati 2015) Penggunaan mandi uap
biasanya brkisar antara 5-20 menit, tentunya tergantung pada
ketahanan tubuh seseorang (Polii, 2015)
2.3.3. Manfaat Terapi Mandi Air Hangat
Menurut Kozier (2010) manfaat penggunaan terapi mandi air
hangat adalah sebagai berikut:
a. Membantu penyembuhan luka
b. Mengurangi rasa nyeri lokal
c. Memberikan kenyamanan
d. Memberikan rasa hangat
e. Meningkatkan aliran darah
2.3.4. Standar Operasional Prosedur Mandi Air Hangat
a. Pengertian
Mandi air hangat adalah penggunaan air hangat untuk tujuan
tertentu dengan cara menyiramkan atau merendamkan badan ke
air hangat selama kurun waktu tertentu
b. Tujuan
1. Pelunakan jaringan fibrosa
2. Membuat otot tubuh lebih relaks
3. Menurunkan rasa nyeri
4. Memperlancar pasokan aliran darah
5. Memberikan ketenangan pada klien
c. Indikasi
1. Klien mengalami insomnia <3 minggu
2. Klien yang merasakan nyeri ringan
d. Kontraindikasi
Klien yang mengalami penurunan kesadaran, tanda-tanda vital
jauh dibawah normal
e. Persiapan peneliti
1. Memberi salam, perkenalkan diri kepada klien dan keluarga
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan terapi mandi air hangat
kepada klien dan keluarga
3. Memberi kesempatan klien dan keluarga untuk bertanya
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman
f. Persiapan klien
19

1. Pastikan klien pulih kesadarannya dan mampu diajak


berkomunikasi
2. Pastikan klien siap dan bersedia melakukan terapi mandi air
hangat
3. Pastikan keluarga klien menyetujui pelaksanaan terapi mandi
air hangat pada klien
4. Jaga privasi klien dengan menutup tirai atau pintu kamar
mandi klien (Mandiri jika bisa)
g. Langkah Kerja
1. Siapkan air hangat di baskom atau bath
2. Siapkan termometer air raksa untuk mengukur suhu air
(370C)
3. Beritahu klien dan keluarga bahwa kegiatan terapi mandi air
hangat akan segera dimulai
4. Pastikan klien dalam keadaan yang nyaman
5. Mandi air hangat dapat dilakukan dengan menyiram
kseluruhan tubuh atau berendam di bath (Mandiri atau
bantuan)
6. Kaji tanda-tanda vital klien
h. Evaluasi/terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien sebelum dan setelah
tindakan
2. Beri reinforcement positif pada klien dan keluarga
3. Akhiri kegiatan dengan baik
i. Dokumentasi
1. Catat tindakan yang sudah dilakukan, tanggal dan jam
pelaksanaan
2. Catat intensitas insomnia klien sbelum dan sesudah tindakan
terapi dilakukan
j. Hal yang perlu di perhatikan
1. Pastikan klien dalam kondisi sadar dan mampu diajak
berkomunikasi
2. Pastikan tanda-tanda vital klien dalam keadaan stabil
3. Apabila klien dapat melakukan terapi sendiri, tetap
perhatikan keadaan umum klien dan berikan bantuan dalam
pelaksanaannya

2.4. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Pemenuhan Kebutuhan


Istirahat dan Tidur
20

2.4.1. Pengertian Tidur


Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan
mekanisme untuk memulihkan tubuh dan fungsinya, memelihara
energi dan kesehatan, memelihara manfaat untuk memperbaharui
& memulihkan tubuh baik secara fisik maupun emosional serta
diperlukan untuk bertahan hidup (Foreman & Wykle, 1995).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh
ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang
berulang-ulang dan masingmasing menyatakan fase kegiatan otak
dan badaniah yang berbeda (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang
memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah
pulih. Beberapa ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga yang pulih
ini menunjukkan tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan
penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang
berikutnya (Potter & Perry, 2005).
2.4.2. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh
adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian
untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Salah satu aktvitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi
retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh
tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur
terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons (Potter & Perry,
2005).
Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberi
rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat
menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan
21

emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS
akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan
serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang
otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan
bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di
pusat otak dan system limbik. Dengan demikian, system pada
batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur
adalah RAS dan BSR (Potter & Perry, 2005).
2.4.3. Pengaturan Tidur
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf
pusat, saraf perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan
muskuloskeletal (Robinson 1993, dalam Potter). Tiap kejadian
tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan
electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik otak,
pengukuran tonus otot dengan menggunakan ecelctromiogram
(EMG) dan electroculogram (EOG) untuk mengukur pergerakan
mata (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara
dua mekanisme selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan
menekan pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating
system (RAS) di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-
sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran.
RAS memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri, dan sensori
raba. Juga menerima stimulus dari konrteks serebri (emosi, proses
pikir) (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS
melepaskan katekolamin, misalnya norepineprine. Saat tidur
mungkin disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel-sel
spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbur synchronizing
regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari
22

keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor


sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbiks
seperti emosi (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup
matanya dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan
tenang aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan
serum serotonin (Tarwoto & Wartonah, 2006).
2.4.4. Tahapan Tidur
EEG, EMG, dan EOG dapat mengidentifikasi perbedaan signal
pada level otak, otot, dan aktivitas mata. Normalnya tidur dibagi
menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye
movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi
empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama siklus
tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira
110 menit sebelum tidur berakhir.
2.4.5. Siklus Tidur
Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan REM.
Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam,
dan setiap orang biasanya melalui empat hingga lima siklus selama
7 – 8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang
berlanjut ke REM. Tahap NREM I – III berlangsung selama 30
menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit.
Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan II selama 20
menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama
10 menit.
2.4.6. Fungsi Tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi
diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga
keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stres
pada paru, kardiovaskular, endokrin, dan lain-lain.
23

Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan


kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat
dua efek fisiologis dari tidur yaitu pertama, efek pada sistem saraf
yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan di antara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek
pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi
dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan.
2.4.7. Kebutuhan Tidur
Kebutuhan dan pola tidur Normal menurut Tarwoto dan
Wartonah (2010) yaitu :
a. Neonatus sampai dengan 3 bulan
1. Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari
2. Mudah berespons terhadap stimulus
3. Pada minggu peratama kelahiran 50% adalah tahap REM
b. Bayi
1. Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
2. Usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira tidur 14
jam/hari
3. Tahap REM 20-30 %
c. Toddler
1. Tidur 10-12 jam/hari
2. Tahap REM 25%
d. Prasekolah
1. Tidur 11 jam pada malam hari
2. Tahap REM 20%
e. Usia sekolah
1. Tidur 10 jam pada malam hari
2. Tahap REM 18,5%
f. Remaja
1. Tidur 8,5 jam pada malam hari
2. Tahap REM 20%
g. Dewasa muda
1. Tidur 7-9 jam/hari
2. Tahap REM 20-25 %
h. Usia dewasa pertengahan
1. Tidur kurang lebih 7 jam /hari
24

2. Tahap REM 20%


i. Usia tua
1. Tidur kurang lebih 6 jam/hari
2. Tahap REM 20-25 %

2.4.8. Proses Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap
dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah
kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik,
mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini
mencakup tiga kegiatan,yaitu pengumpulan data,analisis data,dan
penentuan masalah kesehatan serta keperawatan (Tarwoto &
Wartona, 2010)
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
tidur menurut (Tarwoto & Wartona, 2010) yaitu :
1. Riwayat keperawatan
a) Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada perubahan pada
waktu tidur, jumlah jam tidur, kualitas tidur, apakah
mengalami kesulitan tidur, sering terbangun pada saat tidur,
apakah mengalami mimpi yang mengancam.
b) Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : apakah
merasa segar saat bangun, apa yang terjadi jika kurang
tidur.
c) Adakah alat bantu tidur : apa yang anda lakukan sebelum
tidur, apakah menggunakan obat-obatan untuk membantu
tidur
d) Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi : jenis
gangguan tidur, kapan masalah itu terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
a) Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi
pasien
b) Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, dan
konjungtiva merah.
c) Perilaku : iritabel, kurang perhatian, pergerakan lambat,
bicara lambat, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor,
sering menguap, mata tampak
d) lengket, menarik diri, bingung, dan kurang koordinasi.
3. Pemeriksaan diagnostik
25

a) Elektroencefalogram (EEG)
b) Elektromiogram (EMG)
c) Elektrookulogram (EOG)
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan
kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu
pengetahuan. Perawat mengumpulkan data yang bersifat deskriptif,
singkat dan lengkap.
Data Subjektif :
1. Klien menyatakan ketidakpuasan tidur.
2. Klien menyatakan sering terjaga .
3. Klien menyatakan tidak cukup puas istirahat.
Data Objektif :
1. Klien tampak lelah.
2. Klien tampak gelisah.
3. Lesu.
4. Kehitaman di daerah sekitar mata.
5. Kelopak mata bengkak.
6. Konjungtiva merah, mata perih.
7. Sering menguap atau mengantuk.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Tarwoto & Wartona, 2010).
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari gangguan pola
istirahat tidur diantaranya yaitu :
1. Insomnia berhubungan dengan ketidakanyamanan fisik dan
mengantuk secara berlebih
d. Perumusan Masalah
Jika perawat sedang memulai perawatan untuk suatu gangguan
pola tidur, hasil yang diharapkan dalam dua minggu yaitu pasien
akan mengalami penyembuhan tidur dan akan mengatakan dapat
26

tertidur dengan mudah dan merasa segar saat bangun. Jika perawat
sedang memulai perawatan untuk suatu kondisi seperti mimpi
buruk, hasil yang diharapkan yaitu pasien akan memahami
gangguan dan menetapkan cara mengatasi gangguan tersebut di
dalam keluarganya.
Kriteria Hasil yang diharapkan dari Gangguan Pola Tidur
setelah dilakukan tindakan keperawatan :
 Jumlah jam tidur dalam batas normal.
 Pola tidur, kualitas dalam batas normal.
 Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat.
 Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur.
e. Perencanaan Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang
di uraikan dalam hasil yang di harapkan (Nuarif & Kusuma, 2015)
Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana
perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana
asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya.
Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk
memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana
asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh
perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis
juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Nuarif & Kusuma,
2015).
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
keperawatan Hasil (NOC) Keperawatan (NIC)
27

Dx.Insomnia Setelah dilakukan a. Fasilitas untuk


berhubungan tindakan keperawatan mempertahankan
dengan diharapkanpencapaian aktivitas
ketidakanyamanan kebutuhan istirahat sebelum tidur
fisik dan mengantuk dan tidur dapat (mendengar
secara berlebih terpenuhi. Kriteria musik)
Hasil : b. Ciptakan
a. Jumlah Jam Tidur lingkungan yang
Dalam Batas nyaman
Normal 6-8 c. Instruksikan
Jam/Hari untuk memonitor
b. Pola Tidur, tidur pasien
Kualitas Dalam d. Monitor waktu
Batas Normal makan dan
c. Perasaan Segar minum dengan
Sesudah tidur atau waktu tidur
istrahat e. Ajarkan tekhnik
nonfarmakologik
(pijat refleksi,
terapi lavender,
terapi air hangat)

f. Implementasi Keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang
di uraikan dalam hasil yang di harapkan (Nuarif & Kusuma, 2015)
Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana
perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana
asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya.
28

Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk


memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana
asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh
perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis
juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Nuarif & Kusuma,
2015).
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
keperawatan Hasil (NOC) Keperawatan (NIC)
Dx.Insomnia Setelah dilakukan f. Fasilitas untuk
berhubungan tindakan keperawatan mempertahankan
dengan diharapkanpencapaian aktivitas
ketidakanyamanan kebutuhan istirahat sebelum tidur
fisik dan mengantuk dan tidur dapat (mendengar
secara berlebih terpenuhi. Kriteria musik)
Hasil : g. Ciptakan
d. Jumlah Jam Tidur lingkungan yang
Dalam Batas nyaman
Normal 6-8 h. Instruksikan
Jam/Hari untuk memonitor
e. Pola Tidur, tidur pasien
Kualitas Dalam i. Monitor waktu
Batas Normal makan dan
f. Perasaan Segar minum dengan
Sesudah tidur atau waktu tidur
istrahat j. Ajarkan tekhnik
nonfarmakologik
(pijat refleksi,
terapi lavender,
terapi air hangat)

g. Evaluasi
29

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan


keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat
dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan
pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian
pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.
BAB III
METODE STUDI KASUS

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian adalah suatu rencana tentang bagaimana
mengumpulkan dan mengolah data agar penelitian yang diharapkan dapat
tercapai. Setiap tipe penelitian empiris mempunyai desain penelitian yang
emplisit, jika tidak biasa eksplisit. Pada tingkat yang paling sederhana, desain
merupakan kaitan logis antara data empiris dengan pertanyaan awal
penelitian dan konklusi-konklusinya. Ciri-ciri yang membedakan dengan
metode penelitian yang lain adalah menyelidiki fenomena di dalam konteks
kehidupan nyata,batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan
tegas dan multi sumber bukti dimanfaatkan(Nursalam, 2011)
Metode penelitian yang digunakan adalah Case Study pengembangan
dari sebuah fenomena, artinya peneliti yang mencoba mengetahui bagaimana
hasil dari pemberian terapi mandi air hangat pada insomnia lansia. Penelitian
ini menggunakan rancangan pre dan post yaitu rancangan penelitian dengan
melakukan pengamatan berbeda waktu diobservasi pada suatu saat (Point
time Approach) artinya setiap subjek atau sampel penelitian diobservasi
sekali saja (Saryono, 2010)
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Caile Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pengambilan data awal, judul
diajukan pada bulan januari setelah disetujui maka proposal penelitian
diajukan pada bulan februari dan rencana penelitian dilaksanakan
pada bulan februari.
3.3. Subjek Studi Kasus
Yang dimaksud subjek penelitian adalah orang, tempat, atau benda
yang diamati dalam rangka pembumbutan sebagai sasaran (Afiyanti &
Rachmawati, 2014). Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini

30
31

menggunakan teknik sampling non probability yaitu dengan purposive


sampling. Teknik sampling non probability adalah teknik yang tidak
memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sample. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan data dengan pertimbangan tertentu.
Sedangkan subjek studi kasus dalam tulisan ini adalah klien lansia
penderita insomnia yang bersedia menjadi partisipan dan mau diwawancarai
serta bersedia untuk dilakukan tindakan terapi mandi air hangat.
3.4. Fokus Studi Kasus
Fokus studi kasus adalah
3.5. Definis Operasional Fokus Studi
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2013). Untuk
mempermudah dalam memahami proses penelitian ini, maka penulis
membuat penjelasan sebagai berikut :
1. Penatalaksaan mandi air hangat adalah suatu tindakan atau usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang
menderita insomnia.
2. Lanjut usia yang menderita insomnia adalah seseorang yang berusia
diatas 60 tahun yang memiliki riwayat insomnia.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpilan data menurut (Hidayat, 2010) dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
3.6.1 Metode Wawancara
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan
yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal.
Suatu wawancara yang berkualitas merupakan hubungan yang
berlangsung secara satu arah.
3.6.2 Metode Observasi
Observasi adalah kata yang diturunkan dari bahasa latin yang
berarti ‘melihat’ dan ‘memperhatikan’. Kegiatan observasi meliputi
32

memerhatikan dengan seksama, termasuk mendegarkan, mecatat, dan


mempertimbangkan hubungan aspek pada fenomena yang sedang
diamati.
3.6.3 Dokumentasi
Berupa foto-foto/vidio kegiatan pelaksanaan penelitian berupa
tindakan penanganan dan pencatatan penelitian, lembar permohonan
menjadi partisipan dan informed consent
3.7. Metode Analisa Data Dan Penyajian Data
3.7.1. Analisa Data
Analisa data adalah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode atau tanda dan mengkategorikannya
sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus masalah yang
ingin diawab (Sugiyono, 2014).
Adapun metode analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah Domain Analisis yakni suatu metode analisa yang bertujuan
memberikan gambaran umum secara menyeluruh dari objek
penelitian (Sugiyono, 2014).
Dalam metode Domain Analisis peneliti akan membaca naska
data yang telah diporoleh secara umum dan secara menyeluruh untuk
meperoleh domain pemberian rentang gerak pada lansia yang
menderita rematik. Selanjutnya hasil yang diperoleh disajikan dalam
bentuk narasi pada tahap hasi penelitian. Penyajian data dilakukan
dalam bentuk naratif partisipan disertai penjelasan (Riyanto, 2012).
3.7.2. Penyajian Data
Dalam studi kasus ini data disajikan dalam bentuk tekstural yaitu
penyajian data berupa tulisan atau data yang jumlahnya kecil serta
memerlukan kesimpulan yang sederhana dapat disertai cuplikan
ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan data
pendukung. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian
kalimat.
3.8. Etika Penelitian
33

Studi kasus ini juga tidak memberikan dampak negative berupa masalah
etika karena sebelum memulai pengumpulan data untuk studi kasus, peneliti
telah melakukan langkah-langkah antisipasi dengan memenuhi beberapa
prinsip etika penelitian salah satunya adalah ijin/persetujuan penelitian.
Pertimbangan etik dalam penelitian ini dilaksanakan dengan memenuhi
prinsip-prinsip the five right of human subject in Research (Afiyanti, 2014)
Lima hak tersebut meliputi hak untuk self determination, hak terhadap
privacy dan dignity, hak tehadap anonymity dan confiadentiality, hak untuk
mendapatkan penanganan yang adil dan hak terhadap perlindungan dan
ketidaknyamanan atau kerugian.
a. Hak untuk self determination, klien memiliki otonomi dan hak untuk
membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik, bebas dari
paksaan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini atau unduk
mengundurkan diri dari penelitian ini
b. Hak terhadap privacy dan dignity berarti bahwa klien memiliki hak
untuk dihargai tentang apa yang mereka lakukan dan apa dilakukan
terhadap mereka serta untuk mengontrol kapan dan bagaimana informasi
tentang mereka dibagi dengan orang lain. Proses pengumpulan data juga
beresiko mengungkap pengalaman klien yang bersifat sangat rahasia
bagi pribadinya, peneliti menginformasikan bahwa klien juga berhak
untuk tidak menjawab pertanyaan wawancara yang mungkin
menimbulkan rasa malu atau tidak ingin diketahui orang lain. Jika klien
merasa tidak nyaman untuk berpartisipasi lebih lanjut, klien
diperkenankan untuk mengundurkan diri dari proses penelitian kapanpun
ia inginkan. Semua ini dilakukan peneliti untuk menghormati prinsip
privacy dan dignity.
c. Hak anonymity dan Confidentiality maka semua informasi yang didapat
dari klien harus dijaga dengan sedemikian rupa sehingga informasi
individual tertentu tidak bisa langsung dikaitkan dengan klien, dan klien
juga harus dijaga kerahasiaan atas keterlibatannya dalam penelitian ini.
Untuk menjamin kerahasiaan (Confidentiality), maka peneliti
34

menyimpan seluruh dokumen hasil pengumpulan dan berupa lembar


persetujuan mengikuti penelitian, biodata, kaset rekaman transkip
wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa diakses oleh peneliti.
Dalam penyusunan laporan penelitian, peneliti menguraian data tanpa
mengungkap identitas klien (anonymous).
d. Hak terhadap penanganan yang adil memberikan individu hak yang
sama untuk dipilih atau terlibat dalam penelitian tanpa diskriminasi dan
diberikan penanganan yang sama dengan menghormati seluruh
persetujuan yang disepakati, dan memberikan penanganan terhadap
masalah yang muncul selama partisipasi dalam penelitian. Semua klien
mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini dan mendapatkan perlakuan yang sama dari peneliti.
e. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyaman dan kerugian
mengharuskan agar klien dilindung dari eksploitas dan peneliti harus
menjamin bahwa semua usaha dilakukan untuk meminimalkan bahaya
atau kerugian dari suatu penelitian, serta memaksimalkan manfaat dari
penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif
Dalam Riset Keperawatan. Jakarta: Rajawali Press.

Agustina. (2014). Pengaruh Mandi Dengan Air hangat Terhadap Kualitas Tidur
Lansia Di BSTW Unit Luhur Bantul Yogyakarta .

Anonim. (2019). Buletin jendela data dan Informasi Kesehatan Gambaran


Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia . Jakarta.

BPS. (2017). Statistik Penduduk Lanjut Usia.

Bulukumba, D. K. (2018). PROFIL KESEHATAN SISTEM INFORMASI


KESEHATAN. Bulukumba: SISTEM INFORMASI KESEHATAN.

Efendi, f., & Mukhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hapsari, & Niken, D. (2014). Hubungan Sindroma Pramenstruasi dan Insomnia


Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Jurnal Nasional .

Heningsih. (2014). Gambaran Tingkat Ansietas Pada Lansia di Panti Werdha


Dharma Bhakti Kasih Surakarta. Jurnal Nasional .

Hidayat, & Aziz, A. (2013). Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Iwan (2010). Kuesioner Kelompok Study Pusat Biologic Jakarta(KSPBJ)


Insomnia Rating Scale. http://www.sleepnet.com

Kholifah, S. N. (2016). Modul Bahan Cetak Keperawatan Gerontik. Jakarta


Selatan: Pusdik SDM Kesehatan.

Kozier, B., & Erb, G. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan klinis. Alih
Bahasa: Eny Meiliya, Esty Wahyuningsih, dan Dewi Yulianti. Jakarta:
EGC.

Maryam, R., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2010).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba medika.

Moleong. (2010). teknik Penulisan Study Kasus.

Nuarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

35
Nugroho, W. H. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Polii, S. (2015). Pengaruh Mandi Uap Terhadap Tekanan Darah Pada Wanita
Dewasa Normal. Jurnal e-Biomedik(eBm) .

Puskesmas, C. (2019).

Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT Elex


Media Komputindo.

Rahmawati, I., Titi, S. S., & Suciana, F. (2015). Efektifitas Mandi Air Hangat dan
Aroma Terapi Lavender Terhadap Insomnia Pada Lansia. Jurnal POFESI ,
Volume 13.

Santoso, & Dwi, a. (2015). Pengaruh Terapi Rendam Kaki Air Hangat Hangat
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di
Wilayah Kerja Upk Puskesmas Khatulistiwa Kota Pontianak. Jurnal
Nasional .

Sari T, R. I., Onibala, F., & Sumarauw, L. (n.d.). Hubungan Kualitas Tidur
Dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di BPLU Senja Cerah Provinsi
Sulawesi Utara.

Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi


Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendekia.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian pendidikan pndekatan kelaitatif, Kuantitatif,


Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, E. D., Sukrillah, U.
A., et al. (2015). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI.

Tarwoto, & Wartona. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. (2018) Ageing and Health. https://www.who.int

WHO. (2018) Prevalence of insomnia. https://www.ncbi.nlm.gov

36
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Calon responden

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Jamil Amar
NIM : 591616003
Pekerjaan : Mahasiswa Akademi keperawatan Pemda Bulukumba
Alamat : BTN 1 lr 3

Bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Penatalaksanaan


Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan Insomnia Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Caile Tahun 2019). Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang
merugikan bagi anda sebagai responden maupun keluarga. Kerahasiaan semua
informasi akan di jaga dan dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Jika anda
tidak bersedia menjadi responden, maka tidak ada ancaman bagi anda maupun
keluarga. Jika anda bersedia menjadi responden, maka saya memohon kesediaan
untuk menandatangani lembar persetujuan yang saya lampirkan dan bersedia apa
yang akan saya intruksikan. Atas perrhatian dan kesediaannya menjadi responden
saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Ahmad Jamil Amar


Nim: 591616003
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Alamat :
Menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian dari:
Nama : Ahmad Jamil Amar
Nim : 591616003
Program Studi : DIII keperawatan
Judul : Penatalaksanaan Mandi Air Hangat Terhadap Penurunan
Insomnia Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Caile
Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba Tahun
2019.
Prosedur peneltian ini tidak akan memberikan dampak dan resiko apapun pada
responden. Peneliti sudah memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian
yaitu untuk melaksanakan penanganan penatalaksanaan mandi air hangat
terhadap penurunan insomnia lansia (studi kasus terhadap 3 keluarga di wilayah
kerja puskesmas caile kecamatan Ujung Bulu kabupaten Bulukumba tahun 2019)
dan manfaat penelitian yaitu sebagai gambaraan mengenai pentingnya melakukan
penanganan insomnia. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal
yang belum dimengerti dan saya telah mendapatkan jawaban dengan jelas.
Peneliti akan menjaga kerahasiaan dan pertanyaan yang sudah saya berikan.
Dengan ini saya menyatakan secara sukarela untuk ikut sebagai responden dalam
penelitian ini serta bersedia mlakukan intruksi yang akan diberikan kemudian
menjawab semua pertanyaan dengan sadar dan sebenar-benarnya.

Bulukumba, 2019

(…………………………………)
Nama dan tanda tangan
TEST PRE DAN POST PENATALAKSANAAN MANDI AIR HANGAT

A. Karakteristik Responden
2. Nama :
3. Usia :
4. Jenis kelamin :
5. Keadaan umum :
6. Tanda-tanda vital : TD: N: P: S:

B. Petunjuk
Mohon anda ceklist (√) jawaban yang dianggap benar!
1. Kuesioner pre terapi
No Pertanyaan Respon
1. Apa yang menjadi mimpi-mimpi
anda saat tidur selama ini?
2. Bagaimana kualitas tidur anda
saat ini?
3. Selama tidur malam, berapa kali
anda terbangun?
4. Selama tidur malam, ketika anda
terbangun berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk tertidur
kembali
5. Bagaimana perasaan anda bangun
di pagi hari?
6. Berapa lama tidur anda selama
ini?
Keterangan:
Tiap nomor pertanyaan memiliki jawaban dengan nilai tertinggi yaitu:
Nomor 1 : nilai 3 jika mimpi buruk
Nomor 2 : nilai 4 jika dangkal, mudah untuk terbangun
Nomor 3 : nilai 3 jika terbangun >4 kali di malam hari
Nomor 4 : nilai 4 jka waktu tidur kembali >60 menit
Nomor 5 : nlai 2 sangat buruk
Nomor 6 : nilai 4 jika lamanya tidur <4,5 jam
Totalnilai tertinggi: nilai 20 (Normal: <10)

2. Kuesioner post terapi


No Pertanyaan Respon
1. Apa yang menjadi mimpi-mimpi
anda setelah mandi air hangat?
2. Bagaimana kualitas tidur anda
setelah mandi air hangat?
3. Selama tidur malam setelah mandi
air hangat, berapa kali anda
terbangun?
4. Selama tidur malam, ketika anda
terbangun berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk tertidur
kembali
5. Bagaimana perasaan anda bangun
di pagi hari?
6. Berapa lama tidur anda setelah
mandi air hangat?
Keterangan:
Tiap nomor pertanyaan memiliki jawaban dengan nilai tertinggi yaitu:
Nomor 1 : nilai 3 jika mimpi buruk
Nomor 2 : nilai 4 jika dangkal, mudah untuk terbangun
Nomor 3 : nilai 3 jika terbangun >4 kali di malam hari
Nomor 4 : nilai 4 jka waktu tidur kembali >60 menit
Nomor 5 : nlai 2 sangat buruk
Nomor 6 : nilai 4 jika lamanya tidur <4,5 jam
Totalnilai tertinggi: nilai 20 (Normal: <10)
LEMBAR OBSERVASI

Kategori Nilai IRS Kategori


Nilai IRS
No Nama Usia IRS pre post IRS post
pre terapi
terapi terapi terapi
1 20 20
2 20 20
3 20 20
4 20 20
5 20 20
6 20 20
Standar Opersional Prosedur (SOP) Terapi Mandi Air Hangat
k. Pengertian
Mandi air hangat adalah penggunaan air hangat untuk tujuan tertentu dengan
cara menyiramkan atau merendamkan badan ke air hangat selama kurun
waktu tertentu
l. Tujuan
a. Pelunakan jaringan fibrosa
b. Membuat otot tubuh lebih relaks
c. Menurunkan rasa nyeri
d. Memperlancar pasokan aliran darah
e. Memberikan ketenangan pada klien
m. Indikasi
a. Klien mengalami insomnia <3 minggu
b. Klien yang merasakan nyeri ringan
n. Kontraindikasi
Klien yang mengalami penurunan kesadaran, tanda-tanda vital jauh dibawah
normal
o. Persiapan peneliti
a. Memberi salam, perkenalkan diri kepada klien dan keluarga
b. Menjelaskan prosedur dan tujuan terapi mandi air hangat kepada klien dan
keluarga
c. Memberi kesempatan klien dan keluarga untuk bertanya
d. Menciptakan lingkungan yang nyaman
p. Persiapan klien
a. Pastikan klien pulih kesadarannya dan mampu diajak berkomunikasi
b. Pastikan klien siap dan bersedia melakukan terapi mandi air hangat
c. Pastikan keluarga klien menyetujui pelaksanaan terapi mandi air hangat
pada klien
d. Jaga privasi klien dengan menutup tirai atau pintu kamar mandi klien
(Mandiri jika bisa)
q. Langkah Kerja
a. Siapkan air hangat di baskom atau bath
b. Siapkan termometer air raksa untuk mengukur suhu air (370C)
c. Beritahu klien dan keluarga bahwa kegiatan terapi mandi air hangat akan
segera dimulai
d. Pastikan klien dalam keadaan yang nyaman
e. Mandi air hangat dapat dilakukan dengan menyiram kseluruhan tubuh atau
berendam di bath (Mandiri atau bantuan)
f. Kaji tanda-tanda vital klien
r. Evaluasi/terminasi
a. Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien sebelum dan setelah tindakan
b. Beri reinforcement positif pada klien dan keluarga
c. Akhiri kegiatan dengan baik
s. Dokumentasi
a. Catat tindakan yang sudah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
b. Catat intensitas insomnia klien sbelum dan sesudah tindakan terapi
dilakukan
t. Hal yang perlu di perhatikan
a. Pastikan klien dalam kondisi sadar dan mampu diajak berkomunikasi
b. Pastikan tanda-tanda vital klien dalam keadaan stabil
c. Apabila klien dapat melakukan terapi sendiri, tetap perhatikan keadaan
umum klien dan berikan bantuan dalam pelaksanaannya

Anda mungkin juga menyukai