Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

TRAUMA KIMIA PADA MATA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian


Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata

PEMBIMBING :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M

Disusun Oleh :
Zammira Mutia Zatadin, S.Ked
J510185034

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
TRAUMA KIMIA PADA MATA

Diajukan Oleh :
Zammira Mutia Zatadin, S.Ked
J510185034

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing stase Ilmu Penyakit Mata Bagian
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ................, ......................... 2018

Pembimbing :

dr. Ida Nugrahani, Sp. M (............................)

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu organ yang memiliki sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan retrobulbar. Selain itu terdapatnya refleks memejam dan
mengedip, tetapi mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat menimbulkan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung dengan lingkungan
luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak dari posisi anatominya tersebut. Mata
sering terpapar dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu
trauma yang dapat langsung mengenai mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul,
trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi. 1,2
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata.
Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai tindakan kriminal.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata. Di sini,
kita akan membahas tentang trauma kimia pada mata yang melibatkan trauma akibat basa dan
asam pada mata.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena
dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan. Diagnosis dari trauma kimia pada mata lebih didasarkan pada anamnesa
dibandingkan dari tanda dan gejala. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang
dapat merusak struktur bola mata tersebut, dimana kerusakan yang ditimbukan bahan basa
lebih hebat daripada bahan asam. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7
ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat
keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat
penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri,
pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan
kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata
memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan
yang harus segera dilakukan. 1,2
2
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami
gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan
sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap
hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma
mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan
pekerjaan terjadi setiap tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio
terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat
kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan
1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan
trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara
international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut
United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan
meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun. 1,2,3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kegawat daruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
pengelihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam ataupun basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut.1,5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma ditentukan
dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut.
Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi
pada laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian dan
peperangan yang menggunakan bahan kimia, serta paparan bahan kimia dari alat alat rumah
tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang
terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilaksanakan.1,6

Epidemiologi
Berdasarkan data dari Center of Disease Contol and Prevention (CDC) tahun 2000,
sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan pengelihatan akibat trauma mata.
75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 orang menderita cedera
serius yang mengancam pengelihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di
Amerika Serikat menerima pengobatan medis akibat trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari
800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.2,7
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih
besar. Dari data World Health Organization (WHO) tahun 1998, trauma okular berakibat
kebutaan unilateral terjadi pada 19 juta orang, 2,3 juta orang mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat trauma mata. Sebagian besar
kasus (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi trauma kimia asam berbanding basa
bervariasi, yaitu berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimia
dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi kasus trauma kimia di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di

4
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur
rata-rata 31 tahun.2,7

Etiologi
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan
yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia
dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai
pH > 7.6

Trauma Asam Pada Mata


Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak
dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya
mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground
glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata
yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan
oleh zat kimia basa.(2)
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi
dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan
asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan
di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa. (2)
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi
maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada
bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. (2,5)
Bahan kimia bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat
ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan
penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan
dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.
5
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran
sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim
glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes.
Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang
berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi
ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung,
pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik. (2,5)

Patofisiologi dan Gejala Trauma Asam Pada Mata (2,5)

Bahan kimia asam



Asam cenderung berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi protein plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.

Asam masuk ke bilik mata depan menimbulkan iritis dan katarak.

Gangguan persepsi penglihatan

6
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut:
10,11,12

a. Pada minggu pertama:


 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada

kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. 
 Koagulasi

protein ini terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan. 


 Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas.


 Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosit dan endotel kornea.
 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan
katarak.
 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh.
 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu
infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam
terjadi dalam waktu 24 jam.
 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi
hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva

bulbi. 


 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi

normal atau merendah. 


b. Trauma asam pada minggu 1-3:


 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini.
 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi
yang bersifat progresif.
 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat
pada kornea.
c. Trauma asam sesudah 3 minggu:
 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu.
 Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk
penyembuhan kerusakan endotel.

7
Gambar 1. Menunjukkan koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam, dan
menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana yang nantinya akan cenderung untuk masuk ke
bilik depan mata dan bisa menimbulkan katarak. (Sumber: Vaughan DG, Taylor A, and Paul
RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

Gambar 2. Menunjukkan mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan pupil
yang melebar karena peningkatan tekanan intraokular. (Sumber: Vaughan DG, Taylor A, and Paul
RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

8
Tabel 1. Bahan Penyebab Trauma Kimia Asam9
Komponen Aktif Sumber Utama Catatan
Asam sulfat (H2SO4) Pembersih industri, air accu Percampuran dengan air
mata menyebabkan
cedera panas, dapat
disertai dengan adanya
benda asing atau robekan
jaringan
Asam sulfit (H2SO3) - Terbentuk dari Relatif lebih mudah
percampuran sulfur diokida berpenetrasi
(SO2) dengan air mata dibandingkan asam
- Pengawet buah/sayuran
lainnya
- Bahan pemutih
- Bahan pendingin
Asam hidrofluorik (HF) Bahan pemoles/pemutih Mudah berpenetrasi dan
kaca, pemisah mineral, menyebabkan trauma
alkilasi bensin, produksi yang parah, efek sama
silicon dengan trauma basa
Asam klorida (HCL) Digunakan sebagai larutan Kerusakan berat bila
pembersih 31-38% konsentrasi pekat dan
pajanan kronis
Asam cuka Cuka 4-10%, cuka biang Trauma ringan bila
(CH3COOH) 80%, asam asetat glasial konsentrasi <10%,
90% kerusakan meningkat bila
konsentrasi pekat
Chromik (Cr2O3) Industri pelapisan krom Pajanan yang kronis dapat
menyebabkan
konjungtivitis kronis
dengan brown
discoloration

Trauma kimia asam yang paling parah disebabkan oleh asam hidrofluorik karena berat
molekulnya yang rendah dan ukurannya yang kecil, fluroride akan menembus masuk ke stroma
dan menyebabkan cedera kornea serta segmen anterior. Asam sulfat merupakan penyebab

9
trauma kimia mata tersering. Asam sulfat bereaksi dengan air dan masuk ke dalam robekan pre
kornea untuk memproduksi panas yang mendestruksi epitel kornea serta konjungtiva. Salah
satu kejadian yang mengakibatkan luka bakar asam sulfat adalah ledakan accu mobil, yang
mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata10.

Penanganan Trauma Asam


Pada saat mata terkena asam di tempat kejadian, tindakan pertama yang harus diambil
adalah dengan irigasi bagian mata yang terkena dengan menggunakan air kran yang mengalir
atau menggunakan garam fisiologis jika ada selama 15-30 menit. (5)
Pada saat di rumah sakit, dapat diberikan anestesi topikal, larutan natrium bikarbonat
3% dan kemudian bisa diberi antibiotic. Pada trauma asam, karena terbentuknya barrier
proteksi, mata yang terkena pada dasarnya akan kembali normal.(5)

Trauma Basa Pada Mata


Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan
iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam
mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. (5)

Gambar 3. Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali9

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH
yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat
10
alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel
kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat
edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan
sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi.
Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel
epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. (5)
Selain itu gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan
dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan
puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu
setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau
vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata
depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah,
yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea. (5)
Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan pembersih 
 rumah tangga, zat

pendingin, dan pupuk.


b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.
c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan kapur. 


11
Patofisiologi Trauma Basa Pada Mata (5,6)
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan
yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan:
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh
darah pada limbus.
b. Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi
permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan
perforasi dan ulkus kornea bersih.
c. Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi
glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
d. Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan
lensa.
e. Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk
memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
f. Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
a. Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel
epitelial yang berasal dari stem cell limbus
b. Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang
baru.
Patofisiologi trauma basa yang merusak mata :
Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak membran sel
→ penetrasi lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati

Edema → terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma, cenderung disertai
masuknya pemb.darah (Neovaskularisasi)
12

Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam

Klasifikasi Trauma Kimia 6


Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang
ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk
penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis.
Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus.
Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial
dan profunda).
Klasifikasi tingkat keparahan akibat trauma kimia berdasarkan M.J. Roper-Hall:
Grade Kornea Konjungtiva/Limbus Prognosis
I Defek epitel kornea Iskemia (-) Sangat Baik
II Kornea berkabut, gambaran Iskemia < 1/3 limbus Baik
iris masih terlihat
III Kerusakan epitel kornea total, Iskemia 1/3 – 1/2 Kurang Baik
stroma berkabut, gambaran limbus
iris tidak jelas
IV Kornea keruh/putih, detail iris Iskemia > 1/2 limbus Sangat Buruk
dan pupil tidak jelas

a b

13
c d
Gambar 4. Derajat keparahan trauma kimia berdasarkan Roper-Hall
(a) Grade I; (b) Grade II; (c) Grade III; (d) Grade IV

Dua et al. mengajukan skema klasifikasi berdasarkan keterlibatan limbus dalam clock
hour dan persentase keterlibatan konjungtiva. Analogue scale merupakan perbandingan
keterlibatan limbus berdasarkan area yang terkena dalam clock hour dan persentase
keterlibatan konjungtiva.

(Dua HS, King AJ, Joseph A. A new classification of ocular surface burns. Br J
Ophthalmol. 2001;85:1379–83)

Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus menurut kriteria Hughes:
I. Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada
II. Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus
III. Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus
IV. Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata
depan

Selain pembagian tersebut di atas, khusus untuk trauma basa dapat diklasifikasikan
menurut Thoft menjadi:
Derajat 1 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

14
Derajat 2 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea
Derajat 3 : Hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea
Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Diagnosis dan Penangganan Trauma Kimia Pada Mata


Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma
kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa
singkat.(6)

Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera
terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa,
kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun
sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam. (6)

Anamnesis
Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot
gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya
zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat
ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut. (6)
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi.
Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai
adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi
akibat ledakan. (3,6)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia
sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau
lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan
pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk
memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular,
15
konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang
menetap dan berulang. (6)
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek epitel kornea,
dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh epitel. Secara umum dari
pemeriksaan fisik dapat dijumpai 9,11,13,14,15
a. Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
b. Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang penyembuhannya
tidak baik.
c. Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa terjadi

pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam. 


d. Peningkatan tekanan intraocular.

e. Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini 
 menyebabkan

kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan 
 bola yang telah terkena

trauma.
f. Inflamasi konjungtiva.
g. Iskemia perilimbus

h. Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena kerusakan epitel dan 
 kekeruhan kornea.

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan 
 berupa

kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit 
 sekitar, serta adanya

sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat 
 ditemukan keratitis pungtata sampai

erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada 
 stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak

merah, melainkan putih karena 
 terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva.

Kemosis lebih jelas, dengan 
 derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit sekitar mata, serta

opasitas pada kornea. 9,13,14,15

16
Gambar 5. Trauma kimia karena jeruk lemon. Vaskularisasi kornea terlihat jelas, dan mata
menjadi kering akibat kehilangan sebagian besar sel goblet.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai
pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraokular.(6)

Gambar 6. Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH7

Diagnosa Banding
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata, terutama
yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis, konjugtivitis hemoragik akut,
keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain.

17
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa. Perbedaannya
terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi pada organ mata, mekanisme
terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan dan prognosisnya.9,11,12,14,15

Tabel 2. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa

Penatalaksanaan
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera
mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.

Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu:10,12 


a. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama minimal 30
menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam
tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan

18
anestetik topikal dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah
dan eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi forniks.
b. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan menggunakan

kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral 
 (pH=7.0) 


c. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan 
 menggunakan moistened

cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat

membantu dalam pembersihan partikel dari forniks dalam. 


Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 10
a. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass
rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin
masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah dibersihkan
dengan menambahkan EDTA (asam Etilen Diamin Tetra Asetat).
b. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme
silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi
inflamasi.
c. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin, gentamisin,
ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin).
d. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
e. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan Acetazolamid
(4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), betablocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
f. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 10
a. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
b. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing.
c. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
d. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4 kali
sehari).
e. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari). Steroid
dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya
boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat menghambat

19
sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu
juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti
dengan non-steroid anti inflammatory agent.
f. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan TIO bisa
terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
g. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
h. Dapat diberikan air mata artifisial.

Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat dalam
menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah ulserasi kornea.
Obat tambahan yang biasa diberikan:2
a. Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan secara topikal
dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam askorbat 10% terbukti
dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana ini baru digunakan pada tahap
eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap 2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari).1
b. Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian topikal 10%
setiap 2 jam selama 10 hari.
c. Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil dan
mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik (doksisiklin 2 x 100
mg).2
d. Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih belum
dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai media irigasi atau
untuk tetes mata. Bahan – bahan mengandung Magnesium juga digunakan pada kasus ini.
Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi – terapi tersebut.
Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti tidak bersifat toksik terhadap mata. Efek
positif dari terapi ini dilaporkan masih dapat ditemukan walaupun pada pemberian 24 jam
setelah cedera, dimana medikasi lainnya sudah tidak berguna. Beberapa penulis
merekomendasikan penggunaan sebagai tetes mata setiap 2 – 3 jam atas pertimbangan
irigasi dapat mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea.1
e. Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak direkomendasikan
karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.1
f. Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel limbus dan
membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft konjungtiva atau
membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti, serta keratoprostheses.2

20
Irigasi dan Pembebatan pada Mata

Irigasi dengan Kanul6 Irigasi dengan Lensa Morgan6,7

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi menjadi 10,12,13
a. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan
sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah
kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang
dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan
larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan
bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia
kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
 Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
 Gunakan anestesi lokal jika diperlukan.

21
 Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola
mata.
 Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas
mata.
 Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan
forceps.
 Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak
mata.

Gambar 7. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia.

b. Fase akut (sampai hari ke 7)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan
prinsip sebagai berikut :
 Mempercepat proses reepitelisasi kornea. Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan
asam askorbat. Disamping itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk
mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada
epitelisasi.
 Mengontrol tingkat peradangan.
 Mencegah infiltrasi sel-sel radang.
 Mencegah pembentukan enzim kolagenase.
 Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat
reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal steroid. Tapi pemberian kortikosteroid
ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.
 Mencegah infeksi sekuder.
 Mencegah peningkatan TIO.

22
 Suplemen/antioksidan.
 Tindakan pembedahan.

c. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)


Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase
akut. Yang menjadi masalah adalah :
 Hambatan reepitelisasi kornea.
 Gangguan fungsi kelopak mata.
 Hilangnya sel goblet.
 Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea.

d. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke 21)


Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
 Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan.
 Pembedahan, jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka
sangat penting untuk dilakukan operasi.

Medikamentosa (5)
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis
kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial
dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg.
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin
1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea.
Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan
sampai dosis 2 gr.

23
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular
dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid
(diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin
efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi
pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100
mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan
barier fisiologis.
Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium
sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi
fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

Pembedahan (3,5)
Pembedahan Segera: sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus,
mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut
dapat digunakan untuk pembedahan:
a. Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan
vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
b. Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar
donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
c. Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis.
Pembedahan Lanjut: pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:
a. Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.
b. Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
c. Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
d. Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
e. Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil
dari graft konvensional sangat buruk.

24
Komplikasi (3)
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:
a. Simblefaron, adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea
dan penglihatan terganggu.
b. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
c. Sindroma mata kering.
d. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan.
Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak
traumatik.
e. Glaukoma sudut tertutup.
f. Entropion dan phthisis bulbi.

Gambar 8. Simblefaron.

25
Gambar 9. Ptisis Bulbi.
Prognosis (5)
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran “cooked fish eye” dimana prognosisnya
adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai
komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus
menimbulkan kebutaaan.

Gambar 10. Cooked fish eye

Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi
pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.

26
BAB III
KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi.
Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya
bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit berbeda.Trauma yang
disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan
asam. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam,
karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk
secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai
retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana
merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala
utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyeri yang hebat yang
disertai dengan penurunan fungsi penglihatan.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, dan lain lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada
kasus gawat darurat dan gagal dengan terapi non- operatif

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
3. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington. 2005.
5. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
6. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface burns, 85:
1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses tanggal 07 April 2017, dari
http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.
7. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford American Handbook of

Ophthalmology.2011. Oxford University Press Inc.p84-85 


8. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries

http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/ 


9. American Academy of Ophthalmology. Chemical Burn.


http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm
10. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and
Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness

and environmental medicine 23, 325–336 


11. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room
diagnosis and treatment of eye disease. 3rd edition. Philadelphia: Lippincott

Williams&Wilkins;1999.p.19-22. 


12. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye Injuries and
Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical Center. Denver,wilderness

and environmental medicine 23, 325–336 


28
13. Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of Chemical Eye
Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal Hospital of Cologne-Merheim
p327-332
14. Ralf, Kuckelkorn ; Norbert, Schrage; Gabriela, Keller; Claudi, Redbrake. Emergency
treatment of chemical and thermal eye burns.2002. Department of Ophthalmology,
Universitätsklinikum der RWTH Aachen Germany. Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80:
4–10
15. Olver, Jane. Ophthalmology at glance : Ophthalmic trauma principles and management

of chemical industry .2005. Blackwell science.p36-38 


29

Anda mungkin juga menyukai