Disusun Oleh :
Marini Elisabeth Franet
1765050378
Pembimbing :
dr. Hj. Siti Rahma, Sp. A
1
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 27
Februari 2019 – 4 Mei 2019 dengan judul “Dengue Haemorragic Fever” disusun oleh :
Nama : Marini Elisabeth Franet
NIM : 1765050378
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Hj. Siti Rahma, Sp. A
Menyetujui,
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Penghasilan - - -
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis pada hari Sabtu tanggal 23 Maret 2019
a. Keluhan Utama
Demam naik turun sejak 5 hari
b. Keluhan Tambahan
Mual, nafsu makan berkurang, mimisan 3 hari dan BAB hitam pagi tadi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam naik turun
sejak + 5 hari SMRS, demam turun ketika diberi obat parasetamol, namun naik lagi
setelah 8 jam, suhu tubuh naik dapat kapan saja dan tidak menentu. Demam mencapai
38.5C, jika turun tidak pernah mencapai suhu normal, seperti 37.7C. Setelah 2 hari
demam, pasien tidak nafsu makan serta perdarahan dari hidung yang berlangsung
3
sekitar 30 detik berkali-kali dalam sehari selama 3 hari, gusi yang mudah berdarah
disangkal. Pasien merasa lemas sehingga tidak masuk sekolah.
Menurut pernyataan ibu pasien, di dekat rumah terdapat tempat pembuangan
sampah yang banyak plastik bekas dan kebetulan belakangan ini hujan terus menerus.
Ibu memiliki kebiasaan tidak pernah menguras bak dan membiarkan ember yang terisi
air tidak tertutup. Tetangga di sekitar rumah pasien juga ada yang mengalami keluhan
sama tetapi di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan sama. Hal ini baru
dialami pertama kali oleh pasien.
4
Berat lahir 2900 g
Panjang badan 50 cm
Langsung menangis
h. Riwayat Makanan
Umur ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
(bulan)
0-2 +
2-4 +
4-6 +
6-8 + + - -
8-10 + + + -
5
10-12 + + + +
Pola Makan
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan pasien cukup, namun konsumsi daging kurang.
i. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG Lahir - - -
j. Riwayat Keluarga
6
Ayah Ibu Anak Pertama
7
- Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+,
- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : bentuk normal, sekret (-) cair bening, nafas cuping
hidung (-)
- Mulut : faring hiperemis (-) , T1-T1
e. Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar
f. Thorax
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
- Perkusi : sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi : Pulmo SN vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Cor BJ I & II normal, murmur -, gallop -
g. Abdomen
- Inspeksi : perut datar
- Auskultasi : bising usus 4x/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio epigastrica, hepar dan
lien tidak membesar
- Perkusi : nyeri ketok (+) regio epigastrica
h. Kulit : ikterik (-)
i. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (-)
HEMATOLOGI
Hematokrit 32.8 % 37 - 47
8
V. RESUME
a. Anamnesis
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan demam naik turun
sejak + 5 hari SMRS, demam turun ketika diberi obat parasetamol, namun naik lagi
setelah 8 jam, suhu tubuh naik dapat kapan saja dan tidak menentu. Demam mencapai
38.5C, jika turun tidak pernah mencapai suhu normal, seperti 37.7C. Setelah 2 hari
demam, pasien tidak nafsu makan serta perdarahan dari hidung yang berlangsung
sekitar 30 detik berkali-kali dalam sehari selama 3 hari, gusi yang mudah berdarah
disangkal. Pasien merasa lemas sehingga tidak masuk sekolah. Di dekat rumah terdapat
tempat pembuangan sampah yang banyak plastik bekas dan kebetulan belakangan ini
hujan terus menerus. Ibu memiliki kebiasaan tidak pernah menguras bak dan
membiarkan ember yang terisi air tidak tertutup.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tanda Vital
- Kesadaran : compos mentis
- Tekanan darah : 120/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 100x/menit
- Frekuensi pernapasan : 20x/menit
- Suhu tubuh : 37.7 oC
Wajah : Epistaksis (+) tidak aktif
Abdomen : Nyeri tekan dan nyeri ketok (+) pada regio epigastrica
Ekstremitas : Akral hangat
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
9
VI. DIAGNOSIS KERJA (IGD)
DHF grade II
VII. PENATALAKSANAAN (IGD)
a. Non medikamentosa
- Pro rawat inap
- Edukasi kepada orangtua tentang penyakit yang diderita
- Pemeriksaan seri DHF rutin perhari
b. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Paracetamol 3 x 7.5 ml
- Ranitidine 2x1 ampul
VIII. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- As fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Dubia ad bonam
Tanggal FOLLOW UP
21/3/19 S/ lemas, demam (-), mual muntah (-), mimisan (-),BAB hitam (-) belum mau
makan dan minum sedikit, BAK 5x, sekali BAK + 100cc
Laboratorium :
- Seri DHF rutin: leukosit 6.1 ribu, Hemoglobin 12.2 g/dL, Hematokrit 34.8%,
trombosit 87 ribu
A/ DHF grade II
10
22/3/19 S/ lemas (-), demam (-), mual muntah (-), nyeri tulang (-), sudah mau makan dan
minum banyak, BAK 4x, sekali BAK + 100cc
Laboratorium :
Seri DHF rutin : leukosit 6.9 ribu, Hemoglobin 11.8 g/dL, Hematokrit 35.2%,
trombosit 168 ribu
A/ DHF grade II
P/ RL 20 tpm, paracetamol 3 x 7.5 ml, periksa seri DHF rutin (jika perbaikan
klinis dan lab boleh pulang)
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Menurut data yang dilampirkan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), terdapat 2,5 miliar orang (40%) tinggal di daerah – daerah yang rawan dengan
penyebaran virus dengue. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat
50 sampai dengan 100 juta infeksi yang terjadi setiap tahun, meliputi 500.000 kasus
DBD dan 22.000 kematian.6
Di Indonesia, terdapat 150.000 kasus yang dilaporkan di Indonesia di mana
25.000 kasus di antaranya dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat.7 Data di Indonesia
sendiri menunjukan peningkatan Incidence rate (IR) dari tahun 1968 – 2015. Pada
tahun 2015, terdapat 126.675 penderita DBD di Indonesia, dan 1.229 orang diantaranya
meninggal dunia. Provinsi Kalimantan Timur selalu berada pada lima provinsi dengan
IR tertinggi dari tahun 2012 – 2015. Kalimantan Timur menduduki peringkat kedua
setelah Bali dengan IR 186,12 pada tahun 2015.8
ETIOLOGI
Demam Dengue (DD) dan DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan terdapat 4 serotype virus yang berbeda antigen
yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotype virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN-3 adalah serotype terbanyak yang
ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan
12
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi oleh salah satu jenis serotype ini
akan menimbulkan antibodi dan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak
menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.4,5
Penularan virus Dengue di Indonesia terjadi melalui vektor nyamuk genus
Aedes betina (terutama Aedes aegypti dan A.albopictus). Ciri-ciri nyamuk Aedes
aegypti:9
1) Tubuh berwarna hitam kecoklatan, tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-
garis putih keperakan.
2) Memiliki kemampuan terbang hingga radius 100 meter dari tempat nyamuk
menetas.
3) Hidup di dalam dan di sekitar rumah
4) Menggigit/menghisap darah pada pagi dan siang hari
5) Senang hinggap pada pakaian yang digantung di dalam kamar
6) Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah dengan
kondisi suhu air 20-40oC. Di dalam rumah, nyamuk dapat berkembang di tempayan,
bak mandi, vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain.
PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi
sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-
paru. Sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini.10
Paparan primer virus menginduksi respons imun humoral (antibodi) dan seluler
(sel T). Saat infeksi sekunder dengan serotipe lain, antibodi (dari reaksi silang
sebelumnya) mengikat virus dan meningkatkan serapan virus via reseptor Fc, sehingga
replikasi virus dan antigen yang mengaktifasi reaksi silang sel-selT spesifik Dengue
akan meningkat pula.
13
Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya
sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel
di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi.11
Terdapat dua teori immunopatogenesis DBD dan DSS yaitu infeksi sekunder
(secondary heterologus infection) dan antibody dependent enhancement (ADE).4
14
Gambar 1. Mekanisme antibody homolog4
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe
virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Pada infeksi selanjutnya, antibody
heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks
dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi
virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius4,5,11
Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel
virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan
antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari
IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN.
Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi
bebas bereplikasi di dalam makrofag. Monosit yang terinfeksi melepaskan mediator
vasoaktif sehingga meningkatkan permeabelitas vaskuler dan menimbulkan
manifestasi perdarahan yang merupakan karakteristik DHF dan DSS.4,5,11
15
Gambar 3. Komplek antibodi-virus4
16
spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan
oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi
virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat.4,5
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok.
Peran Sitokin
Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat
penyakit. Infeksi yang berat dalam hal ini DBD (apalagi SSD) ditandai dengan
peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang sering disebut sebagai badai sitokin
(cytokine storm). Dalam melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan
dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya berupa suatu kaskade. Dari
beberapa penelitan sitokin yang perannya paling banyak dikemukakan yaitu TNF,
IL-1, IL-6, IL-8, dan IFN.4
Peran Komplemen
Pada pasien DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar komplemen, sehingga
diduga bahwa aktifasi system komplemen mempunyai peran dalam pathogenesis.
Komplek imun virus dengue dan antibody pada infeksi sekunder dapat mengaktivasi
system komplemen melalui jalur klasik. Protein NS1 dapat mengaktifkan system
komplemen secara langsung melalui jalur alternative dan apabila berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan permeabelitas vascular. Komplemen C5a menginduksi
17
produksi beberapa sitokin proinflamasi (seperti TNF, IL-1, IL-6, IL-8) dan
meningkatkan ekpresi molekul adhesi baik pada neutrophil maupun sel endotel.4
Trombositopenia
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan
sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada
DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin
diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain.
Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(reticuloendothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai
mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID/koagulasi intravaskular
diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product)
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.3,5
Kebocoran Plasma
Mediator yang dilepaskan oleh sel T dan sel-sel yang terinfeksi virus dapat
menaikkan permeabilitas vaskuler dan koagulopati. virus Dengue dapat memicu
ekspresi enzim-enzim MMP-2 dan MMP-9, meningkatkan permeabilitas yang
berakibat kebocoran plasma dan perdarahan, hal ini berkaitan dengan turunnya respon
Platelet Endothelial Cell Adhesion Molecule-1, ekspresi VE-cadherin, dan
reorganisasidari F-actin.4
18
Permeabilitas endotel diatur oleh pembukaan dan penutupan dinamis dari ikatan
simpang (adherens junctions) sel-sel. Ikatan simpang sel-sel ini dibentuk oleh keluarga
cadherin sebagai protein-protein yang beradhesi, contoh Vascular Endothelial (VE)-
cadherin. Pemindahan VE-cadherin ini lazimnya dicegah oleh protein lain, p120-
catenin. Mediator inflamasi seperti VEGF dikenal sebagai penyebab pisahnya p120-
catenin dan VE-cadherin. Infeksi Dengue pada sel-sel endotel mengakibatkan
penurunan sVEGFR-2 (soluble VEGF Receptor-2) dan peningkatan ekspresi membran
VEGFR-2; tingkat sVEGFR-2 secara progresif menurun selama perjalanan penyakit
karena korelasinya dengan beban virus dalam plasma.4
19
dibuktikan dengan penurunan aktifitas -2 plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas
plasminogen.4
KLASIFIKASI
20
setelah fase demam, akan terjadi kebocoran plasma yang dapat menyebabkan syok
hypovolemia. Tanda bahaya seperti muntah persisten, nyeri abdomen, penurunan
kesadaran, oliguria merupakan penanda awal syok. Patofisiologi utama DBD adalah
abnormalitas hemostasis dan kebocoran plasma. DBD kebanyak terjadi pada anak
dengan infeksi sekunder. 4,12,13
Keempat, Expanded dengue syndrome, yang disertai dengan gangguan hepar,
ginjal, otak, dan jantung pada pasien DBD ataupun pasien demam dengue. Manifestasi
klinis ini berhubungan dengan adanya penyakit koinfeksi, komorbid lain dan syok
berkepanjangan.4,12,13
Selain empat penggolongan diatas, manifestasi tanda bahaya pada pasein
dengue juga digunakan dalam alur penatalaksaan dengue dalam WHO 2012. Dengue
tanpa tanda bahaya akan dirawat jalan dengan monitoring ketat dan edukasi tertulis.
Sedangkan dengue dengan tanda bahaya merupakan kriteria rawat inap.1,13,14
MANIFESTASI KLINIS
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga
merupakan suatu self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.
Infeksi virus Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi
21
klinis yang bervariasi antara asimtomatik, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever
atau dengue shock syndrom.4
2) Fase kritis
Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya hari ke 3-
7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan dengan
peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda awal dari fase kritis, periode
kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-48 jam yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit, diikuti dengan leukopenia, dapat pula terjadi efusi pleura
dap asites. Syok terjadi ketika terjadi kehilangan banyak plasma, nantinya dapat
menyebabkan asidosis metabolik, DIC.
3) Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan terjadi
perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.
22
Gambar 10. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue14
3) Hepatomegali
4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi
disertai gelisah dan akral dingin.
Kriteria laboratoris :
1) Trombositopenia (≤ 100.000/µl)
23
Dengue Shock Sindrom merupakan syok hipovolemik yang terjadi akibat
peningkatan permeabilitas kapiler yang disertai dengan perembesan plasma.Syok
biasanya terjadi antara hari ke 3 sampai hari sakit ke-7 pada saat atau segera setelah suhu
turun, yang ditandai dengan warning sign.
1) Syok terkompensasi
Perembesan plasma yang menyebabkan hipovolemi membuat tubuh melakukan
mekanisme kompensasi melalui jalur neuro hormonal untuk mencegah hipoperfusi pada
organ-organ vital. Pada sistem kardiovaskular sirkulasi dipertahankan melalui
peningkatan isi sekuncup, laju jantung, dan vasokontriksi pembuluh darah perifer.
Takikardi terjadi saat suhu tubuh mulai turun walaupun tekanan darah belum terlalu
turun karena kompensasi dari peningkatan laju jantung.
2) Syok dekompensasi
Pada syok dekompensasi, upaya fisiologis yang dilakukan oleh tubuh untuk
mempertahankan kardiovaskular gagal. Keadaan ini ditandai dengan tekanan sistolik
dan diastolik menurun (syok hipotensif). Bila tidak dilakukan pengobatan yang adekuat
akan terjadi profound shock yang ditandai dengan nadi tidak teraba, tekanan darah tidak
terukur, sianosis makin jelas.1
DIAGNOSIS
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk
menegakkan diagnogsis kerja DBD.
24
1) Demam turun tapi keadaan anak memburuk
2) Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
3) Muntah yang menetap
4) Letargi, gelisah
5) Perdarahan mukosa
6) Pembesaran hati
7) Akumulasi cairan
8) Oligouria
9) Peningkatan hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit
10) Hematokrit awal tinggi
Untuk menegakkan diagnosis DSS harus memenuhi kriteria DBD dan ditemukan tanda
dan gejala syok hipovolemik baik yang terkompensasi ataupun dekompensasi.4
Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Hipotensi
- Kulit dingin-lembab
-
Dengue Syok Sindrom Terkompensasi
Berikut adalah tanda dan gejala syok terkompensasi:15,16
1) Takikardi
2) Takipnnea
3) Tekanan nadi <20 mmHg
4) Waktu pengisian kapiler CRP >2 detik
5) Kulit dingin
6) Produksi urin menurun <1ml/kgBB/jam
7) Anak gelisah
25
Dengue Shock Sindrom Terkompensasi
Tanda dan gejala syok dekompensasi berupa :15,16
1) Takikardi
2) Hipotensi
3) Nadi cepat dan lemah
4) Pernafasan kusmaul atau hiperpneu
5) Sianosis
6) Kulit lembab dan dingin
7) Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
26
Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau deteksi
antigen virus RNA dengan teknik RT-PCR atau dengan deteksi virus RNA oleh
(NAAT). Namun karena teknik ini lebih rumit, saat ini dilakukan pemeriksaan lainnya
berupa tes serologi. Setelah hari ke-5, virus dengue dan antigen menghilang dari darah
bertepatan dengan munculnya antibodi spesifik. Tes serologis yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM dan IgG 4. Antibodi
IgM anti dengue dapat dideteksi mulai hari sakit ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-
3, dan menghilang setelah 60-90 hari. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer
mulai terdeteksi pada hari sakit ke-14 dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.
Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue mulai dapat terdeteksi pada hari sakit
ke-2.10
Tabel. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue10
Antibodi anti dengue Interpretasi
IgM IgG
(+) (-) Infeksi primer
(+) (+) Infeksi sekunder
(-) (+) Pernah terinfeksi*
(-) (-) Tidak ada infeksi
*Perlu diulang pada fase konvalesen, jika klinis mendukung infeksi dengue
27
Pemeriksaan darah lengkap rutin dilakukan untuk menskrining pasien
infeksi dengue. Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari hematokrit awal yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia dan leukopenia. Hipoproteinemi
dapat terjadi akibat kebocoran plasma. Dilakukan pemeriksaan PT, APTT,
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.4
Radiologis
Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan) bisa ditemukan efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma yang hebat, efusi
pleura dapat ditemukan bilateral. Pada pemeriksaan USG dapat mendeteksi adanya efusi
pleura, asites, hepatomegali, kelainan (penebalan) dinding vesica velea dan vesica
urinaria.4
Diagnosa Banding
Pada fase demam awal sulit dibedakan dengan infeksi lain baik bacterial (tifoid),
viral (influenza, campak serta hepatitis B) dan parasit (malaria). Ditemukannya
trombositopenia bersamaan dengan hematokrit yang meningkat membedakan DSS
dengan shock oleh karena endotoksin seperti infeksi bakteri.4
Demam chikungunya sangat sulit dibedakan dengan klinis demam dengue dan
fase awal DHF. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama
dengan DBD. Tanda-tanda shock, serta trombositopenia dan hemokonsentrasi. sudah
menghilangkan kemungkinan demam chikungunya. Pemeriksaan NS1 dan uji serologi
DBD positif.4
Demam tifoid merupakan demam step ladder, yaitu demam terus meningkat dari
hari ke hari disertai dengan anoreksia, mual muntah, diare, perasaan tidak nyaman di
perut, dan lidah tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung bewarna merah disertai dengan
tremor). Trombositopenia disertai hemokonsentrasi dan tanda-tanda perdarahan dapat
membedakan antara DBD dengan penyakit lain. Pada pemeriksaan penunjang DBD
didapatkan NS1 dan uji serologi positif. Adanya ruam yang akut perlu dibedakan dengan
morbili dan pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis.4
28
TATALAKSANA
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedagkan pasien DBD
dirawat di ruang perawtan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik,
diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai,
cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila dila
diperlukan.
Diagnosis dini dan edukasi untuk segera dirawat bila terdapat tadna syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain,
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong.
Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS terletak pada keterampilan para dokter
untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu
(fase kritis, fase syok) dengan baik.
29
Syok pada infeksi dengue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi
perembesan plasma, fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya
dekompensasi. Diagnosis dini syok terkompensasi disertai dengan pengobatan
yang cepat dan tepat mempunyai prognosis yang jauh lebih baik disbanding apabila
pasien sudah jatuh ke dalam syok dekompensasi. Prinsip utama tatalaksana DSS
adalah pemberian cairan yang cepat dengan jumlah yang adekuat. Selain itu segera
koreksi factor komorbid dan penyulit seperti hipoglikemia dan gangguan asam
basa serta gangguan elektrolit.4
30
Gambar 13. Pemeriksaan laboratorium ABCS
31
Apabila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10ml/kgBB/jam selama
1-2 jam
Bila sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi
7,5,5,3,1,5 ml/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca
resusitasi, cairan IV sudah tidak diperlukan. Pertimbangkan untuk
mengurangi jumlah cairan yang diberikan secara IV bila masukan melalui
oral makin membaik
Bila syok tidak teratasi, periksa ulang Ht, jika Ht tinggi diberikan kembali
bolus kedua, koreksi apabila asidosis, hipoglikemia atau hipokalsemia
Bila Ht rendah atau normal dan ditemukan tanda perdarahan massif, berikan
transfusi darah segar (fresh whole blood) dengan dosis 10ml/kgBB atau fresh packed
red cell dengan dosis 5ml/kgBB. Jika nilai Ht rendah atau turun namun tidak ditemukan
tanda perdarahan berikan bolus kedua, apabila tidak membaik pertimbangkan
pemberiaan transfuse darah. Pada syok berat, perdarahan masif, ensefalopati atau gagal
napas yang sulit diatasi memerlukan perawatan di unit perawatan intensif.
32
Gambar 15. Bagan sindrom syok dengue dekompensasi
33
7. Nafsu makan membaik
34
BAB IV
ANALISA KASUS
35
- Ditemukannya dua atau tiga klinis
pertama ditambah
trombositopenia dan
hemokonsnetrasi sudah cukup
untuk membuat diagnosis DHF
36
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Dengue: Guidelines for Diagnosis,Treatment, Prevention and
Control. Geneva, Switzerland: WHO, 2009.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Buletin Jendela Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
3. Bridget A. Wills, M.R.C.P., Nguyen M. Dung, M.D., Ha T. Loan, M.D., Dong T.H. Tam,
M.D., Tran T.N. Thuy, M.D., Le T.T. Minh, M.D., Tran V. Diet, M.D., Nguyen T. Hao,
M.D., Nguyen V. Chau, M.D., Kasia Stepniewska, Ph.D., Nicholas J. White, F.R.C.P., and
Jeremy J. Farrar, F.R.C.P. Comparison of Three Fluid Solutions for Resuscitation in
Dengue Shock Syndrome. N Engl J Med 2005; 353:877-889.
4. Sri Rezeki Hadinegoro, dkk. Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue
pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI;2014
5. Aryu Candra. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2;2010 : 110 –119
6. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. 2014. Tersedia di
http://www.cdc.gov/dengue/epidemiology/
7. World Health Organisation. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. 2009. Tersedia di http://www.who.int/tdr /publications/documents/dengue-
diagnosis.pdf
8. Kemenkes, RI. (2016). Infodatin Situasi DBD di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
9. British Medical Journal Best Practice. Dengue Fever; 2018. Accessed at:
www.bmjbestpractice.com/contents/dengue-fever
10. Rizal dkk. Kebocoran Plasma pada Demam Berdarah Dengue. Cermin Dunia
Kedokteran. CDK 183/Vol.38 no.2/Maret - April 2011.
11. WHO. (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever Revised and expanded. Regional Office for South-East Asia.
12. Hadinegoro, S. R., et.al. (2012). Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM.
13. WHO. (2012). Handbook for Clinical Management of Dengue. Geneva.
37