Anda di halaman 1dari 19

KONSEP TEORI

A. Pengertian
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah suatu penyakit
retrovirus epidemik menular, yang disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada
kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, dan
mengenai kelompok risiko tertentu, termasuk pria homoseksual atau biseksual,
penyalahgunaan obat intravena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi
darah lainnya, hubungan seksual dari individu yang terinfeksi virus tersebut.

B. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Manifestasi Klinis Mayor
a. Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan.
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
c. Kehilangan napsu makan.
d. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan.
e. Berkeringat.
2. Manifestasi Klinis Minor
a. Batuk kronis
b. Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
c. Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh

D. Patofisiologi
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-
AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya
yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara berkembang istri tidak berani
mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi
oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya
bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu
untuk dibicarakan.
Virus HIV tergolong retrovirus, yang merupakan standar RNA, tunggal
terbungkus. Bila memasuki tubuh, virus akan melekat pada reseptor CD4 sel
terinfeksi. Kemudian virus mempergunakan enzim reverse transcriptase, yang
mampu membentuk DNA ganda. Standar DNA ganda ini mampu masuk
sirkulasi sel menuju intinya dan bersatu dengan DNA inti sel yang asli. DNA
virus dapat membentuk RNA yang terinfeksi dan RNA yang akan membawa
tanda (berita) sehingga dapat membentuk protein.
Pertumbuhan virus HIV terbatas pada limfosit, monosit, makrofag, dan
sumber pembentuk sum-sum tulang tertentu. Secara intraseluler, virus dapat
memecah diri sehingga setelah selnya hancur dapat dikeluarkan virus HIV baru
yang akan menyerang sel lainnya. Bentuk virus HIV selalu berubah-ubah,
sesuai dengan sel yang diserangnya sehingga sulit untuk membuat antibody
atau antigen agar mampu membuat vaksinnya. Oleh karena itu, obatnya masih
sulit untuk dibuat sampai saat ini.

E. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil


1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff,
1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus
merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima
perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko
tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis
dimana HIV merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal
mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji
prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung.
Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan
prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang negative.
Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan waktu
sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus diulangi
dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat
membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987;
Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap
dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium
tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic),
Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh
penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya
penyakit CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para wanita
hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan
kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella
ditentukan dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang
dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi
sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut
berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah
manusia dan produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang
menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya
vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus
tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor
regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi
vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV
(Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa ketidaknyamanan yang
dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan
berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV.
Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala
infeksi yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi
HIV yang semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari
10% dari berat badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan
dan demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk
mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal,
tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah
didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang
mungkin terjadi pada bayi.
2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara
substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara
kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus
melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn
penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku
perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran
vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM
diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika
dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika
elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang
melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.
3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode
postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV.
Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan (update,
1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit
kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott,
1985; Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan
terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien.
Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam
pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh
infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang
melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik
apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui
palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi
sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain
yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi
yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati,
Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous
system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan
Lhympaclenophaty.

F. Penularan HIV dari Ibu kepada Bayinya


Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan
seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami
yang terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan istri yang terinfeksi HIV
ke suaminya sejumlah 8%. Namun penelitian lain mendapatkan serokonversi
(dari pemeriksaan laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun
dimana didapatkan 42% dari suami dan 38% dari isteri ke suami dianggap
sama.
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997).
Selain itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi
HIV/AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan
ini dapat terjadi dalam 3 periode :
1. Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang
dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada
plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena
itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria. Faktor
yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak selama
proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi
lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi dengan
darah ibu misalnya, episiotomi.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar
3. Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.
Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu
yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-
15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan
melalui ASI tergantung dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan
kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
susu dan infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan
infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk.
G. Gejala HIV AIDS
1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus

H. Pemeriksaan diagnostic
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. Hematokrit.
b. LED
c. CD4 limfosit
d. Rasio CD4/CD limfosit
e. Serum mikroglobulin B2
f. Hemoglobulin
I. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah
pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis,
tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan
yang kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV
dengan menghambat enzim pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada
proses nya. Obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine,
recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitas. Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang
berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan
mempertahankan kondisi tubuh sehat.
7. Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan
makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik
keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap
AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan
setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan
untuk bayi yang baru dilahirkan. Pemberian antiretroviral bertujuan agar
viral load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus yang ada dalam
darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Satu tablet
nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi
diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan
AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio caesaria
karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke
bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan
terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun
demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas
ibu yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena
itu, persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan
sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan
imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan
penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji
status imunokompetens pasien.
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan
pola tidur. Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b. Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal,
perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine
e. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi
yang buruk, edema
f. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis. Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan
rentan gerak,pincang.
i. Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan
umum.
k. Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS.
Tanda : Perubahan interaksi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya
kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan
berlebih sekunder terhadap diare
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan
menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.

C. Rencana Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


No.Dx Intervensi Rasional
Hasil
Pasien akan bebas a. Monitor tanda- a. Untuk
1.
infeksi setelah tanda infeksi baru pengobatan dini
dilakukan tindakan gunakan teknik
keperawatan selama aseptik pada
setiap tindakan
….×24 jam dengan invasif. Cuci
kriteria hasil: tangan sebelum
o Tidak ada luka meberikan
atau eksudat. tindakan.
o Tanda vital b. Anjurkan pasien b. Mencegah
dalam batas metoda mencegah pasien terpapar
normal terpapar terhadap oleh kuman
(TD=110/70, lingkungan yang patogen yang
RR=16-24, patogen. diperoleh di
N=60-100, rumah sakit.
S=36-37) Mencegah
o Pemeriksaan bertambahnya
leukosit normal c. Kumpulkan infeksi
(6000-10000) spesimen untuk c. Meyakinkan
tes lab sesuai diagnosis akurat
order. dan pengobatan
d. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai d. Mempertahankan
order kadar darah yang
terapeutik
2. Infeksi HIV tidak a. Anjurkan pasien a. Pasien dan
ditransmisikan atau orang penting keluarga mau dan
setelah dilakukan lainnya metode memerlukan
tindakan mencegah informasikan ini
keperawatan selama transmisi HIV dan
….×24 jam dengan kuman patogen
kriteria hasil: lainnya.
o kontak pasien b. Gunakan darah b. Mencegah
dan tim dan cairan tubuh transimisi infeksi
kesehatan tidak precaution bial HIV ke orang lain
terpapar HIV merawat pasien
o Tidak terinfeksi c. Gunakan masker c. Mencegah
patogen lain bila perlu. tertularnya infeksi
seperti TBC.
3. Defisit volume a. Kaji konsistensi a. Mendeteksi
cairan dapat teratasi dan frekuensi adanya darah
setelah dilakukan feses dan adanya dalam feses
tindakan darah.
keperawatan selama b. Auskultasi bunyi
….×24 jam dengan usus b. Hipermotiliti
criteria hasil: mumnya dengan
o perut lunak c. Atur agen diare
o tidak tegang antimotilitas dan c. Mengurangi
o feses lunak, psilium motilitas usus,
warna normal (Metamucil) yang pelan,
o kram perut sesuai order emperburuk
hilang, perforasi pada
d. Berikan ointment intestinal
A dan D, vaselin d. Untuk
atau zinc oside menghilangkan
distensi
Setelah dilakukan a. Monitor a. Intake menurun
4.
tindakan ...x24 jam kemampuan dihubungkan
perubahan nutrisi mengunyah dan dengan nyeri
kurang dari menelan. tenggorokan dan
kebutuhan dapat mulut
teratasi dengan b. Monitor BB, b. Menentukan data
kriteria hasil: intake dan ouput dasar
o Pasien c. Atur antiemetik c. Mengurangi
mempunyai sesuai order muntah
intake kalori dan
protein yang d. Rencanakan diet d. Meyakinkan
adekuat untuk dengan pasien bahwa makanan
memenuhi dan orang sesuai dengan
kebutuhan penting lainnya. keinginan pasien
metaboliknya
dengan kriteria
mual dan muntah
dikontrol, pasien
makan TKTP,
serum albumin
dan protein
dalam batas
normal, BB
mendekati
seperti sebelum
sakit.
Koping keluarga a. Kaji koping a. Memulai suatu
5.
berhubungan keluarga hubungan dalam
dengan cemas dapat terhadap sakit bekerja secara
teratasi dengan pasein dan konstruktif
setelah dilakukan perawatannya dengan keluarga.
tindakan ....x24 jam b. Biarkan keluarga b. Mereka tak
dengan kriteria hasil mengungkapkana menyadari bahwa
: perasaan secara mereka berbicara
o Keluarga atau verbal secara bebas
orang penting c. Ajarkan kepada c. Menghilangkan
lain keluaraga kecemasan
mempertahankan tentang penyakit tentang transmisi
suport sistem dan dan melalui kontak
adaptasi terhadap transmisinya. sederhana.
perubahan akan
kebutuhannya
dengan kriteria
pasien dan
keluarga
berinteraksi
dengan cara yang
konstrukt

D. Implementasi
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dengan melihat situasi
dan kondisi rumah sakit dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan dan kriteria
termasuk didalamnya evaluasi proses.

E. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa :
I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2008. Patologi Obstetri. Jakarta : EGC

Nursalam dan dwi, Ninuk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Olds, dkk. 1996. Maternal Newborn Nursing 5th Edition. California: Addison-
Wesley.
ASUHAN KEPERAWATAN
KEHAMILAN DENGAN HIV
Disusun sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :

1. Berty Putri Prastiwi P27220017 092


2. Maria Nanda Kusuma P27220017 109

PROGRAM STUDI D IV JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai