Anda di halaman 1dari 36

PNEUMONIA

REFERAT

Penyusun :
ZULINDA AMELIA
030.14.206

Pembimbing :
dr. Ratna Gina, Sp.Rad
dr. Inez Noviani I, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 4 JUNI – 20 JULI 2018
PENGESAHAN REFERAT

Judul:

PNEUMONIA

Nama mahasiswa : Zulinda Amelia


NIM : 030.14.206

Disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan


Klinik Bagian ILMU RADIOLOGI
Rumah Sakit Umum Daerah Karawang

Pada Hari Jumat, Tanggal 6 Juli 2018

Dokter Pembimbing
dr. Ratna Gina, Sp.Rad ………………

Dokter Pembimbing
dr. Inez Noviani I, Sp.Rad ………………

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala
limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat ini yang berjudul ”PNEUMONIA”. Referat ini disusun
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik departemen ilmu radiologi Studi
Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang.
Dengan selesainya referat ini penulis mengucapkan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu meyelesaikan referat
ini terutama kepada:
1. dr. Ratna Gina, Sp.Rad dan dr. Inez Noviani I, Sp.Rad selaku pembimbing
yang telah memberi masukan dan saran dalam penyusunan referat.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian referat ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk
membantu penulis.

Karena keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa referat ini masih
belum sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari,
Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga referat ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Karawang, 6 Juli 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii


KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3
2.1 Anatomi sistem pernafasan .......................................................................3
2.2 Definisi pneumonia...................................................................................6
2.3 Epidemiologi.............................................................................................6
2.4 Klasifikasi Pneumonia ..............................................................................7
2.5 Etiologi dan Faktor Resiko Pneumonia ....................................................7
2.6 Patogenesis Pneumonia ............................................................................9
2.7 Patologi Pneumonia ................................................................................11
2.8 Manefestasi klinis pneumonia ..................................................................1
2.9 Diagnosis Pneumonia .............................................................................12
2.10 Tatakaksana pneumonia........................................................................25
2.11 Komplikasi pneumonia .........................................................................27
2.12 Diagnosis banding ................................................................................28
2.13 Prognosis ..............................................................................................28
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................30

iv
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai
dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia masih
merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang
berkembang maupun negara maju. Laporan World Health Organization (WHO)
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut, termasuk pneumonia dan influenza. Southeast
Asian Medical Information Center (SEAMIC) Committee on Health Statistics
tahun 2001 melaporkan bahwa influenza dan pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia. Sementara, hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI)
tahun 2013 mencatat kecenderungan peningkatan prevalensi pneumonia di semua
umur dari 2,1% (2007) menjadi 2,7% (2013). Insidensi dan prevalensi pneumonia
di Indonesia tahun 2013 adalah masing-masing 1,8% dan 4,5%. Berdasarkan
kelompok umur, prevalensi tinggi pneumonia pada dewasa mulai terjadi pada
kelompok umur 25-34 tahun, mulai meningkat pada umur 45-54 tahun hingga
kelompok-kelompok umur berikutnya.(1,2)
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan
fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri
yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses,
rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza
virus. Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan
bernapas seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia
yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau

1
bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran
pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara
penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat
batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau
memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan
penderita.(3)
Foto toraks merupakan modalitas yang digunakan untuk mendiagnosis
banyak kondisi yang melibatkan dinding toraks, tulang toraks, dan struktur yang
berada didalam kavitas toraks termasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran
yang besar. Pemeriksaan radiografi toraks atau sering disebut chest X-ray
bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernapasan yang terdapat
didalam rongga dada.(1)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PNEUMONIA

2.1 Anatomi(4)

Gambar 1. Paru-paru tampak dari kiri(4)


Selama hidup, paru-paru kanan dan kiri memiliki konsistensi lunak kenyal dan
sangat elastis. Jika rongga toraks dibuka, maka paru-paru akan segera menyusut
menjadi sepertiga atau volumenya berkurang. Pada anak, paru-paru mereka
berwarna merah muda, tetapi dengan bertambahnya usia, menjadi gelap dan
belang-belang karena menghirup partikel debu yang terperangkap dalam fagosit
paru.
Paru kanan sedikit lebih besar dari kiri dan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura
oblique dan horizontal: lobus atas, tengah, dan bawah). fisura obliq berjalan dari
batas inferior ke atas dan ke belakang di permukaan medial dan kosta sampai
memotong batas posterior sekitar 2,5 inci (6,25 cm) di bawah apex. Fisura
horizontal membentang secara horizontal di seberang kosta permukaan pada

3
tingkat kartilago kosta ke-4 untuk memenuhi fisura oblikus di garis midaxillary.
Lobus tengah adalah segitiga kecil yang dibatasi oleh fisurra obliq dan hoeizontal.
Paru kiri terdiri dari dua lobus yang dibatasi oleh fisura horizontal.

Gambar 2. bronkopulmonal segmen(4)

Trakea akan bercabang menjadi bronkus, bronkus terbagi menjadi dua


yaitu bronkus pricipalis dekstra dan sinistra, bronkus principalis bercabang
menjadi bronkus lobaris. Setiap bronkus lobaris akan bercabang menjadi bronkus
segmental. bronkus segmental banyak dikelilingi oleh jaringan ikat. Bronkus
segmental diperdarahi oleh cabang dari arteri pulmonal, tetapi anak-anak dari
vena pulmonal berjalan di connective tissue antara segmen bronkopulmonal yang
berdekatan. Setiap segmen memiliki pembuluh limfatik sendiri dan pasokan

4
nervus otonom. Saat memasuki segmen bronkopulmonal, masing-masing bronkus
segmental membelah berulang kali. Bronkus menjadi lebih kecil dan menjadi
Bronkiolus. Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan pada dindingnya, bronkiolus
dilapisi dengan epitel columnar bersilia. Submukosa memiliki lapisan lengkap
serat otot polos yang diatur secara sirkular. Brokiolus kemudian membelah
menjadi bronkiolus treminalis. Pertukaran gas antara darah dan udara terjadi di
dinding-dinding ini, oleh karena itu disebut sebagai bronkiolus respirasi. Diameter
dari bronkiolus respirasi sekitar 0,5 mm. bronkiolus respirasi akan bercabang ke
duktus alveolar, yang memimpin ke bagian tubular dengan banyak outpouching
berdinding tipis disebut kantung alveolar. Setiap alveolus dikelilingi oleh jaringan
yang kayakapiler darah. Pertukaran gas terjadi antara udara di lumen alveolar
melalui dinding alveolar ke darah dalam kapiler sekitarnya.

Gambar 3. Perdarahan paru(4)

5
Bronkus, jaringan ikat paru-paru, dan pleura viceralis menerima suplai
darah dari arteri bronkial yang merupakan cabang dari aorta desendens. vena
bronkial akan meyalurkan ke vena azygos dan hemiazygos. Alveoli menerima
darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteri pulmonalis. darah yang
teroksigenasi meninggalkan kapiler alveolar mengalir ke cabang-cabang dari vena
pulmonal, yang mengikuti septa intersegmental jaringan konektif ke akar paru-
paru. Dua vena pulmonalis meninggalkan setiap paru-paru untuk mengosongkan
atrium jantung kiri.

2.2 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat.(5)

2.3 Epidemiologi
Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang
tinggi di seluruh duni. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau
dalam rumah sakit atau pusat kesehatan (PN). Pneumonia yang merupakan bentuk
infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar
15-20%. Studi di Amerika Serikat dan Eropa mencatat insiden pneumonia
komunitas sebanyak 1.600/100.000 populasi, termasuk diantaranya 250/100.000
yang membutuhkan rawat inap. Studi prospektif selama 5 tahun di Kanada
mendapatkan sekitar 25% pasien pneumonia komunitas kembali membutuhkan
penanganan di unit gawat darurat dan 8% membutuhkan rawat inap ulang.
Kejadian PN di ICU lebih sering dibandingkan PN di ruangan umum, yaitu
dijumpai hamper 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat
ventilasi mekanik.(2,5)

6
2.4 Klasifikasi Pneumonia(6)
 Berdasarkan klinis dan epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
 Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca
infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
 Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan
paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial

2.5 Etiologi dan Faktor Resiko Pneumonia(5,6)


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti
yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram

7
positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri
Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri
anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia
menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak
penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Diketahui berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor resiko
tertentu misalnya H. Influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada
lansia, gram negaif pada pasien dirumah jompo, dengan adanya PPOK,
penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau pasca terapi antoibiotik
spectrum luas. Ps. Aeruginosa pada pasien dengan bronkiektasis, terapi
steroid(>10mg/hari), malnutrisi dan imunosupresi dengna disertai lekopeni.
Pada PK rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus.
Dilalaporkan adanya Str. Pneumonia dijumpai pada 20-60%, M.
Pneumoniae (13-37%), Chlamydia pneumonia (17%). Patgoen PK rawat
inap diluar icu, pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya. Str. Pneumoniae
dijumpai pada 20-60%, H influenza(3-10%) dan oleh S. aureus, gram
negative enteric, M.Pneumoniae, C.pneumoniae Legionella dan virus sp
10%, dan Ps. aureginosa sebesar 4%. Pada rumah jompo lebih sering
ditemui S. aureus.

Gambar 4. Faktor resiko untuk patogen tertentu pada Pneumonia


Nasokomial

8
Gambar 5. Faktor resiko terinfeksi patogen multiresisten yang
menyebabkan PN dan PBV

Gambar 6. Faktor perubah yang meningkatkan resiko infeksi oleh patogen


tertentu pada pneumonia komunitas

2.6 Patogenesis Pneumonia(6,7)


Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada

9
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
 Inokulasi langsung
 Penyebaran melalui pembuluh darah
 Inhalasi bahan aerosol
 Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan
titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia
mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya
mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran
napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis
mikroorganisme yang sama.
Dalam proses patogenesis terjadinya pneumonia, paru-paru memiliki
mekanisme pertahanan yang kompleks dan bertahap. Mekanisme pertahanan paru-
paru yang diketahui sampai sekarang ini, adalah :
1. Mekanisme perbersihan di saluran nafas, yaitu re-epitelialisasi saluran nafas,
flora normal, faktor humoral lokal immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin
A (IgA), sistem transport mukosilier, refleks bersin, batuk dan aliran lendir.
2. Mekanisme pembersihan dibagian penggantian udara pernafasan, yaitu
surfactan, immunitas humoral lokal IgG, makrofag alveolar dan mediator
inflamasi.

10
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik, yaitu mekanisme
anatomik, mekanik, humoral dan seluler. Mekanisme ini merupakan pertahanan
utama dari benda asing di orofarings, seperti adanya penutupan dan reflek batuk.
Cara mikroba menyerang saluran pernafasan paling banyak adalah melalui
aspirasi sekret orofaringeal. Aspirasi terjadi sering pada saat tidur, terutama pada
lansia, dan penderita dengan tingkat kesadaran yang menurun. Beberapa patogen
menyerang melalui inhalasi dalam bentuk droplet, misalnya Streptococcus
pneumonia. Pada kasus yang jarang, pneumonia dapat terjadi karena penyebaran
infeksi melalui hematogen, misalnya Endocarditis trikuspid, atau melalui
penyebaran infeksi yang meluas dari infeksi pleura atau infeksi rongga
mediastinum. HAP, VAP, HCAP mungkin terjadi melalui mikroaspirasi (adalah
faktor paling penting) dari sejumlah besar mikroba pada sekresi orofaring, atau
kontaminasi peralatan terapi pernafasan, juga pertahanan host yang lemah (akibat
imunodefesiensi, terlibatnya mikroba yang virulent), yang secara primer
dilewatkan pada saluran pernafasan bagian bawah. Selain itu juga dapat dimulai
dengan perubahan didalam flora normal saluran nafas bagian atas. Kolonisasi
pada faring dan mungkin pada lambung dengan bakteri adalah tahap paling
penting dalam patogenesis pneumonia nosokomial.

2.7 Patologi(6)
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host
dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
 Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
 Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah.

11
 Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
 Zona resolusi E : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray
hepatization' ialah konsolodasi yang luas.

2.8 Manifestasi klinik(7)


Manefestasi klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,
batuk (produktif, atau non produktif, atau produksi sputum yang berlendir dan
purulent), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Sering berbaring pada posisi yang
sakit dengan lutut bertekuk karena nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik didapati
adanya retraksi dinding dada bagian bawah saat bernafas, tachypneu, meningkat
dan menurunnya taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak akibat terjadi
konsolidasi atau cairan pada pleura, ronchi, suara nafas brochial, dan peural
friction rub.

2.9 Diagnosis Pneumonia(5,6)


Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada
a. Evaluasi faktor pesien/faktor predisposisi: PPOK(H. Influenza),
penyakit kronik(kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi gram
negatif, anaerob), penurunan imunitas (kuman gram negatif) dan
kecanduan obat bius (Stapilokokus)
b. Bedakan lokasi infeksi: PK (S. Pneumoniae, H. Influenza, M.
pneumonia), rumah jompo, PN( S. aureus), Gram negatif
c. Usia pasien: bayi (virus). muda (M.pneumoniae), dewasa
(S.pneumoniae)

12
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. Pneumoniae).
Perlahan dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumonia)
Pemerikaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai
ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
a. Pneumonia virus biasanya ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering
dan nonproduktif
b. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didpatkan berupa
demam, sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang
pekakronki nyaring, suara pernafasan bronkial).

Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
- Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus,
sedangkan pada lobus bawah dapat terjadi infiltrate akibat
stapilokokus atau bakteriemia.

13
- CT adalah alat tambahan yang berguna untuk radiografi konvensional
pada kasus tertentu. Ada sejumlah besar literatur yang menunjukkan
bahwa CT adalah metode yang sensitif mampu melihat pencitraan
paru dengan resolusi spasial yang sangat baik, memberikan detil
anatomi yang serupa dengan yang terlihat pada pemeriksaan patologis
kasar. Perbedaan pada redaman jaringan dan parenkim perubahan ini
disebabkan oleh proses inflamasi akut dan dapat segera dilihat oleh
CT. Tidak seperti radiografi dada, CT memberikan gambar
penampang dan pola serta proses distribusi paru, karena itu jauh lebih
mudah dinilai dari pada pemeriksaan konvensional. Temuan wilayah
udara adalah penyakit, udara (asinar) nodul, kekeruhan tanah-kaca,
konsolidasi, bronkogram udara, dan distribusi centrilobular atau
perilobular terlihat lebih baik dengan CT dari pada radiografi
konvensional.(8)

Pneumonia berdasarkan predileksi infeksi:


 Pneumonia Lobaris

Gambar 7. Konsolidasi lobus atas kanan perifer dengan air bronchogram dan
peribronchial cuffing. Perpindahan fissura horizontal terkait secara superior,
dengan garis besar fisura. Efusi pleura kecil pada sisi kanan.(9)

14
Gambar 8. Terdapat gambaran konsolidasi berbentuk bulat pada segmen anterior
lobus kanan atas.(10)

Gambar 9. Kekeruhan homogen dari zona kiri tengah paru dengan batas kiri
jantung yang sebagian tidak jelas. Beberapa bronchogram udara juga terlihat.
Pola retikuler di zona paru kiri atas dan sudut kiri kostofrenik kiri tumpul.(11)

15
Gambar10. Axial dan coronal lung terdapat konsolidasi udara pada lapang paru
kanan bagian superior.(12)

 Bronkopneumonia

Gambar 11. Beberapa area kecil bilateral lapang paru terdapat kekeruhan yang
konfluen, dominasi pada zona bawah. Temuan konsisten dengan
bronkopneumonia bilateral.(13)

16
 Pneumonia interstisial

Gambar 12 . Terdapat peningkatan kekeruhan perifer / subpleural reticular


dengan gradien apicobasal dan volume paru-paru berkurang kemungkinan
terdapat penyakit paru fibrotik yang mendasar.(14)

Gambar 13. Bilateral asimetris pola campuran (interstitial dan kekeruhan alveolar
konfluen) ditunjukkan dengan jelas. Dalam pengaturan klinis, temuan
radiographical dianggap sangat diagnostik pada pneumonia Pneumocystis
carinii.(8)

17
Gambar 14. Kekeruhan basal dan perifer terlihat dengan bronkiektasis traksi. Pola
dominan opasitas paru adalah ground-glass. Penebalan dan juga terdapat tanda
interface peribronkial yang tidak teratur.(15)

Pneumonia berdasarkan bakteri penyebab:


 Pneumonia bakteri tipikal:
 S. pneumoniae
S pneumonise menyebabkan 10-50% dari semua kasus pneumonia
komuniti (CAP). Radiografi konsolidasi alveoli dimulai di ruang
udara perifer, seperti pada gambar di bawah. Penyakit ini biasanya
menyebabkan terbentuknya lobus atau segmental pattern, dan pola
setengah pola bronkopneumoni yang melibatkan lobus bawah biasa
terlihat pada orang tua. Karakteristik yang mencolok dari infeksi S
pneumoniae adalah kecenderungannya untuk melibatkan pleura. Efusi
parapneumonik sering terjadi pada pneumonia pneumokokus.(16)

18
Gambar 15. wanita 49 tahun dengan pneumonia pneumokokus. Radiografi dada
menunjukkan opasitas lobus kiri bawah dengan efusi pleura.(16)

Gambar 16 . Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang menunjukkan alveolar


pneumonia pada pria berusia 80-an. A: Rontgen dada menunjukkan konsolidasi
nonsegmental pada paru-paru tengah kanan, yang dibatasi oleh celah kecil
sugestif dari lobus atas pneumonia (panah); B dan C: Thin-section computed
tomography (B) dan gambar coronal reformatted (C) menunjukkan konsolidasi
nonsegmental dengan bronkogram udara alveolar pneumonia (panah).(17)

19
Gambar 17. Pneumonia Kasar karena Streptococcus pneumoniae dalam pria 53-
tahun-tua. Computed tomographymenunjukkan area fokus konsolidasi homogen
pada lobus kiri atas. Perhatikan adanya udara-bronchogram dalamkonsolidasi.
Kultur dahak menghasilkan pertumbuhan berat S. pneumoniae. Pada orang
dewasa, bentuk pneumonia dapat meniru karsinoma bronkogenik.(8)

 H. Influenza pneumonia

Gambar 18. pada pasien 48 tahun dengan pneumonia


Haemophilusinfluenzae. Radiografi toraks menunjukkan kekeruhan
bilateral dengan distribusi perifer pada sebagian besar.(16)

20
 Pneumonia bakteri atipikal.
 Lagionella pneumonia
legionella terlibat dalam 2-15% kasus pneumonia (CAP) yang didapat
di masyarakat. Organisme ini biasanya menyebabkan infiltrasi lokal
yang tidak merata di lobus bawah. Adenopati hilus mungkin ada.
Efusi pleura terlihat pada hingga 30% kasus. Dalam kasus yang
jarang, infeksi Legionella dikaitkan dengan kavitasi dan penampilan
seperti massa.Resolusi radiologis dari Legionella pneumonia bisa
memakan waktu 6-12 bulan. Fibrosis residual permanen diamati pada
sebanyak 25% pasien. Perkembangan awal infiltrat dapat terjadi
meskipun ada perbaikan klinis.(18)

Gambar 19. Seorang pasien 53 tahun dengan Legionellapneumonia


berat. Rontgen dada menunjukkan konsolidasi padat di kedua lobus
bawah paru.(18)

 Mycoplasma Pneumonia
Pneumonia terlibat dalam 2-30% dari semua kasus CAP. Pneumonia
mikoplasma biasanya ringan dan menghasilkan resolusi cepat dari setiap
temuan radiologis. Namun, cenderung lebih parah pada pasien dengan
anemia sel sabit. Resolusi radiografi pada 40% pasien terjadi dalam 4

21
minggu, dan 80% kasus sembuh 8 minggu. Abnormalitas radiografi sisa
jarang terjadi. Infiltrat dalam pneumonia Mycoplasma bisa unilateral,
multilobar, atau bilateral. Pada sekitar 20% pasien, efusi pleura atau
adenopati hilus dapat ditemukan.(18)

Gambar 20. Seorang pasien 38 tahun dengan pneumonia Mycoplasma.


Rontgen dada menunjukkan opasitas yang samar dan tidak jelas di lobus kiri
bawah.(18)

Gambar 21. Pneumonia Mycoplasma. Pneumoniae menunjukkan alveolar


pneumonia pada seorang wanita berusia 30-an. A: Rontgen dada menunjukkan
konsolidasi yang tidak jelas di lapang paru kanan bawah (panah); B: Thin-section

22
CT mengungkapkan konsolidasi non-segmental dengan air bronchogram pada
aspek dorsal lobus kanan bawah. Daerah opasitas kaca-kaca juga terdapat di
sekitar konsolidasi (panah).(17)

 Chlamidya pneumonia
Infiltrat mungkin terdapat pada subsegmental atau lebih luas pada pasien usia
lanjut, efusi pleura jarang terlihat. Radiografi toraks menunjukkan resolusi 50%
dalam 4 minggu. Dalam 20% kasus, resolusi membutuhkan waktu lebih lama dari
9 minggu.(18)

Gambar 22 . Seorang pasien 40 tahun dengan pneumonia Chlamydia. Rontgen


dada menunjukkan konsolidasi multifokal, patchy konsolidasi di lobus kanan atas,
tengah, dan bawah paru.(18)

23
Gambar 23. Chlamydophila pneumonia.Pneumonia menunjukkan pneumonia
alveolar pada pria berusia 60-an. A: Rontgen dada menunjukkan konsolidasi yang
tidak jelas di bidang paru kanan bawah (panah); B: Pada CT bagian tipis,
konsolidasi fokal subpleural terlihat pada S8 kanan dari lobus bawah kanan,
sebagian memanjang ke tengah lobus (panah hitam). Fistula interlobular sedikit
menebal (kepala panah), juga dterdapat Penebalan dinding bronkus ringan (panah
putih).(17)
 Pneumonia Virus
 Pneumonia influenza
Perubahan radiografi dada pada pneumonia influenza (terlihat pada
gambar di bawah) berkisar dari intensitas interstisial ringan hingga area
konsolidasi yang tidak jelas.(19)

Gambar 24. Paien 31 tahun dnegan pneumonia influenza Terdapat infiltrate


interstisial pada kedua lapang paru.(19)

24
 Respiratory syncytial virus(RSV)
Pola radiologis pneumonia RSV adalah tampak nekrosis mukosa dan
peradangan interstisial yang berhubungan dengan penyempitan dan oklusi
bronkus dan penebalan dinding bronkus. Gambaran radiologis khas dari infeksi
saluran pernapasan bawah RSV belum terdefinisi dengan baik. Temuan khas
masih dianggap tidak spesifik. Sebuah studi tahun 1974 dari 126 anak-anak
dengan infeksi pernapasan bawah RSV akut menunjukkan ciri khas keruntuhan
atau penumpukan udara di area kecil konsolidasi. airtrapping dan peribronchitis
paling umum terjadi pada bayi dibawah 6 bulan, sedangkan konsolidasi paling
sering terlihat setelah usia 6 bulan. (19)

Gambar 25. tampak infiltrai pada lobus tengah kanan dengan pneumonia karena
RSV.(19)

b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.(6)

25
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi naso trakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosintesis, bronoskopi, atau biopsi. Untuk terapi empiris
digunakan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.(5)
d. Pemeriksaan khusus
Titer antibody terhadap virus, lagionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila
titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.(5)

Gambar 24. Kriteria diagnostic pneumonia nasokomial menurut CDC.(5)

2.10 Penatalaksanaan Pneumonia(6)


Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan
yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

26
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotik berdasarkan baketri penyebab pneumonia dapat
dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus Methicillin resistant


pneumonia (PSSP) Staphylococcus aureus (MRSA)
 Golongan Penisilin  Vankomisin
 TMP-SMZ  Teikoplanin
 Makrolid  Linezolid
Penisilin resisten Streptococcus Hemophilus influenzae
pneumoniae (PRSP)  TMP-SMZ
 Betalaktam oral dosis tinggi  Azitromisin
(untuk rawat jalan)  Sefalosporin gen. 2 atau 3
 Sefotaksim, Seftriakson dosis  Fluorokuinolon respirasi
tinggi Legionella
 Marolid baru dosis tinggi  Makrolid
 Fluorokuinolon respirasi  Fluorokuinolon
Pseudomonas aeruginosa  Rifampisin
 Aminoglikosid
 Seftazidim, Sefoperason, Mycoplasma pneumoniae
Sefepim  Doksisiklin
 Tikarsilin, Piperasilin  Makrolid
 Karbapenem : Meropenem,  Fluorokuinolon
Imipenem Chlamydia pneumoniae
 Siprofloksasin, Levofloksasin  Doksisikin
 Makrolid
 Fluorokuinolon

27
Gambar 25 . Stratifikasi untuk terapi (5)
2.11 Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada
pneumonia pneumokukkus dengan bakteriemi di jumpai pada 10% kasus berupa
meningitis, arthtritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema.
terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang
memperlambat resolusi gambaran radiologi paru antara lain, gagal ginjal, gagal
jantung, emboli paru atau infark paru dan infark miokard akut. Dapat terjadi
komplikasi lain berupa acute respiratory syndrome (ARDS), gagal organ jamak,
dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nasokomial.(5)

27
2.12 Diagnosis banding
Diagnosis banding dari gejala dan tanda infeksai saluran nafas bagian
bawah yang baru pada penderita di rumah sakit adalah congstive heart failure,
atelektasis, aspirasi, Akut Respiratory Distress Sindrome (ARDS),
tromboembolisme paru, perdarahan paru, dan reaksi obat.(7)
2.13 Prognosis
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no 6 dengan
kejadian sekitar 59%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar
20%, mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada
pasien. Angka mortlitas pneumonia nasokomial dapat mencapai 33-50% yang bisa
mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang
dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh
Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp.(5)

28
BAB IV
KESIMPULAN
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan
fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri
yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses,
rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza
virus. Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan
bernapas seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Pada penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan pemeriksaan penunjangnya
yaitu dengan pemeriksaan radiologis, Foto toraks merupakan modalitas yang
digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding toraks,
tulang toraks, dan struktur yang berada didalam kavitas toraks termasuk paru-
paru, jantung, dan saluran-saluran yang besar.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia
lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus, sedangkan pada lobus bawah dapat terjadi infiltrate akibat
stapilokokus atau bakteriemia. Tatalaksana yang dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan bakteri penyebab. Komplikasi pada
pneumonia dapat terjadi pneumonia ekstrapulmoner dan ekstrapulmoner non
infeksius, sedangkan untuk Mortalitas pasien pneumonia memiliki angka yang
cukup tinggi.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Langke N, Ali RH, Simanjuntak ML. Gambaran foto thoraks pneumonia
dibagian/SMF radiologi UNSRAT/RSUP Prof. DR.R.D Kandou Manada
periode 1 April-30 September 2015. Jurnal E-Clinic. 2016;4(1)
2. Diatri MC, Iskandar MH. Hubungan derajat keparahan pneumonia komunitas
dengan kadar prokalsitonin. Ina J chest crit and Emrg Med. 2015;2(4)
3. Anwar A, Dharmayanti I. Pneumonia pada anak balita di Indonesia. Jurnal
kesehatan masyarakat nasional. 2014;8(8)
4. Snell RS. Clinical Anatomy by Regions. Philadelphia;Lippincott Williams &
Wilkins Inc.2012;9 p73-67
5. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
Ajar Ilmu penyakit dalam. 2014;6 hal 1608-1618.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komuniti pedoman diagnosis
dan tatalaksana di Indonesia. 2003 hal 1-8.
7. Warganegara E. Pneumonia Nasokomial (Hospital-acquired, Ventilator-
associated, dan Health Care-associated Penumonia). JK Unila. 2017;1(3)
8. Franquet T. Pencitraan pneumonia: kecendrungan dal algoritma. Eur Respir J.
2001;18 hal 196-208
9. Radiopedia. Right upper lobe pneumonia. available at.
https://radiopaedia.org/cases/right-upper-lobe-pneumonia-9. Accessed on
Juliy5, 2018.
10. Radiopedia. Round pneumonia. available at
https://radiopaedia.org/cases/round-pneumonia-3. Accessed on july 5,2018.
11. Radiopedia. Lobar Pneumonia. available at
https://radiopaedia.org/cases/lobar-pneumonia. Accessed on July 5,2018
12. Radiopedia. Right Upper Lobe pneumonia. available at
htts://radiopaedia.org/cases/right-upper-lobe-pneumonia-7 . Accessed on July
5,2018
13. Radiopedia. Bronchopneumonia. Available at
https://radiopaedia.org/cases/bronchopneumonia-4 . Accessed on July 5,2018

30
14. Radiopedia. Usual interstitial pneumonia. Available at
https://radiopaedia.org/cases/usual-interstitial-pneumonia-4 . Accessed on
July 5, 2018
15. Radiopedia. Non-spesific interstitial pneumonia. Available at
https://radiopaedia.org/cases/non-specific-interstitial-pneumonia . Accessed on
July 5, 2018
16. Amanullah S. Typical bacterial pneumonia imaging. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/360090-overview . Accessed on July
5,2018
17. Nambu A, Ozawa K, Kobayashi N, Tago M. Imaging of community-acquired
pneumonia: Roles of imaging examinations, imaging diagnosis of specific
pathogens and discrimination from noninfectious diseases. World Journal of
Radiology.2014;6(10) p 779-793
18. Amanullah S. Atypical bacterial pneumonia imaging. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/363083-overview . Accessed on July
5,2018.
19. Amanullah S. Viral pneumonia imaging. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/360254-overview. Accessed on July
5,2018

31

Anda mungkin juga menyukai