Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata adalah indera penglihatan yang berfungsi mempersepsikan bentuk, ukuran,


warna, maupun kedudukan suatu objek. Fungsi mata sangat penting bagi kehidupan
manusia, namun perhatian yang kurang terhadap kesehatan mata berpotensi
meimbulkan gangguan, salah satunya adalah gangguan tajam penglihatan. Tajam
penglihatan atau visus adalah suatu kemampuan mata atau daya refraksi mata untuk
melihat suatu objek. Tajam penglihatan normal adalah kemampuan mata atau daya
refraksi mata untuk membedakan dua titik secara terpisah dengan membentuk sudut
satu menit pada jarak enam meter. Umumnya tajam penglihatan diukur menggunakan
kartu standar seperti Snellen Chart yang dikerjakan pada orang dewasa atau anak-
anak yang telah dapat berkomunikasi dengan baik.1
Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia pada tahun
2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58% atau 39 juta orang
menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. Sekitar
65% orang dengan gangguan penglihatan dan 82% dari penyandang kebutaan berusia
50 tahun atau lebih. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia
adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan glaukoma.
Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan sejak masa
kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah
katarak, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular Degeneration (AMD).
Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah gangguan
penglihatan sejak masa kanak-kanak. Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun
sebesar 1,1%, usia 65-74 tahun sebesar 3,5% dan usia 75 tahun ke atas sebesar 8,4%.

1
Meskipun pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia
tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat.2 Gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia
terus mengalami peningkatan dengan prevalensi 1,5% dan tertinggi dibandingkan
dengan angka kebutaan di negara–negara regional Asia Tenggara seperti Bangladesh
sebesar 1%, India sebesar 0,7%, dan Thailand 0,3%. Penyebab gangguan penglihatan
dan kebutaan tersebut adalah glaucoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan
retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%), dan penyakit mata lain.3
Tingginya prevalensi kebutaan yang dapat menyebabkan masalah besar pada
kehidupan masyarakat maka penulis tertarik untuk membahas masalah pada mata
terutama pada mata dengan penurunan visus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mata tenang penurunan visus


Mata adalah indera penglihatan yang berfungsi mempersepsikan bentuk, ukuran,
warna, maupun kedudukan suatu objek. Fungsi mata sangat penting bagi kehidupan
manusia, namun perhatian yang kurang terhadap kesehatan mata berpotensi
meimbulkan gangguan, salah satunya adalah gangguan tajam penglihatan. Tajam
penglihatan atau visus adalah suatu kemampuan mata atau daya refraksi mata untuk
melihat suatu objek. Tajam penglihatan normal adalah kemampuan mata atau daya
refraksi mata untuk membedakan dua titik secara terpisah dengan membentuk sudut
satu menit pada jarak enam meter. Umumnya tajam penglihatan diukur menggunakan
kartu standar seperti Snellen Chart yang dikerjakan pada orang dewasa atau anakanak
yang telah dapat berkomunikasi dengan baik.1
Gambar 1. Algoritma visus turun
2.1.1 MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN

2.1.1.1 Katarak
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Istilah katarak dalam dunia
kedokteran diartikan sebagai suatu “ kekeruhan dari lensa mata”.4

Gambar 2. Gambaran pembiasan cahaya pada mata normal dan mata katarak.5

Klasifikasi
katarak dapat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:
- Katarak perkembangannya (developmental) dan degenerative.
- Katarak congenital, juvenile dan senile.
- Katarak komplikata.
- Katarak traumatic.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat di golongkan sebagai berikut:
- primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolism.
- Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
- Komplikasi penyakit.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam golongan berikut:
- Katarak congenital yaitu katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
- Juvenile yaitu katarak yang terlihat pada usia 1 tahun dan dibawah usia 40 tahun.
- Katarak persenil yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun.
- Katarak senile yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Pembagian katarak senilis lain antara lain:
- Katarak nuclear: kekeruhan terutama pada nucleus yang terletak dibagian
sentral lensa
- Katarak kortikal: kekeruhan terbentuk pada korteks lensa
- katarak subkapsular: kekeruhan biasa mulai di bagian belakang lensa.4
Klasifikasi katarak menurut stadium perkembangannya:
Tabel 1. Klasifikasi katarak.5
Insipient Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negative Positif Normal Pseudopos
Penyulit - Glaucoma - Uveitis +
glaukoma
Gambar 3. klasifikasi katarak berdasarkan tingkatan kematangan katarak

Mekanisme penurunan visus pada katarak

Gambar 4. Mekanisme penurunan visus pada katarak.


Manefestasi klinis

 Penurunan visus
Merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien terutama dengan
katarak senilis
 Buram yang sering dideskripsikan seperti berasap atau berkabut
 Silau
Dapat disebabkan karenan penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya
terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke
arah lampu.
 Perubahan miopik
Progresifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang
menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akiatnya, pasien
presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca. Keadaan ini disebut dengan second sight.
 Diplopia monokular
Terkadang perubahan nuklear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan
lensa menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa yang sering
memberikan gambaran terbaik pada refleks merah dengan retinoskopi atau
oftalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia
monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa
kontak.
 Ukuran kacamata sering berubah-ubah.6
Pemeriksaan penunjang katarak
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat
dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas
dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi
adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
Kemudian lakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada katarak
senilis. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat
menilai gangguan penglihatan.7

Tatalaksana katarak
Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi katarak
secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan mengatasi komplikasi,
tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah ambliopia dan tujuan kosmetik. Saat ini
terapi bedah katarak sudah mengalami banyak perkembangan.8
I. Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi dilakukan sekarang
adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam kapsulnya melalui limbus
superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan pada negara-negara dimana terdapat
keterbatasan mikroskop untuk melakukan operasi katarak. ICCE diindikasikan
pada kasus-kasus katarak tidak stabil, intumesen, hipermatur, dan katarak
luksasi. Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak dan dewasa
muda serta katarak traumatik dengan ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE
adalah miopi tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni.8,6
II. Metode ”Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih sering dipakai
juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior kapsul dipotong atau
diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dinuang dari mata dengan
irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul posterior.
ECCE diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan pemasangan
IOL atau penambahan kacamata baca, terjadinya perlengketan luas antara iris
dan lensa, ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada
keadaan dimana terjadi insufisiensi zonula zinni.8,6

Gambar 5. Teknik ECCE

III. Metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak memerlukan
benang. Ada berbagai keuntungan dari metode tersebut, antara lain tanpa
dijahit. Ini karena sayatannya kecil. Kalaupun perlu jahitan hanya satu
jahitan. Fakofragmentasi atau fakoemulsi dengan irigasi atau aspirasi atau
keduanya adalah teknik ekstrakapsuler yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui incisi limbus yang
kecil (2-5mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka operasi dan
keluhan mata merah tidak lama.8,9

Gambar 6. Teknik Fakoemulsifikasi


2.1.1.2 Kelainan refraksi
Emetropia adalah kondisi optik mata normal. Mata dianggap emmetropic
ketika sinar-sinar sejajar yang dibiaskan fokus pada retina (fovea centralis) tanpa
akomodasi.tanpa adanya kesalahan refraksi Mata emmetropic akan memiliki
gambaran yang jelas dari sebuah objek jauh tanpa penyesuaian apapun internal optik
nya. Rata-rata kekuatan mata emmetropic yang normal +58 sampai + 60D. kekuatan
rata-rata normal emmetropic mata adalah 24. Kelainan refraksi adalah kelainan
pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa,
badan kaca, atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di
daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi
miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme, serta presbiopia
yang terjadi pada orang lanjut usia.

Miopia
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila
dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau
berat (lebih dari -6 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat
kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian
perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan
miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi.11

Gambar 7. Pembiasan sinar pada miopia


Klasifikasi Etiologi
1. Axial miopi:
Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini
penyebab yang paling banyak.
2. Kurvatural miopi
Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa.
3. Positional miopi
Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior.
4. Index myopia
Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear
sclerosis.
5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.

Variasi Klinis miopi:


1. Miopia Kongenital
Miopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3
tahun, kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi
bilateral.
Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti
katarak congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital
sangat perlu dikoreksi lebih awal.
2. Miopi simplek
Jenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaiatan dengan gangguan
fisiologi, tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini
meningkat 2 % pada usia 5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena
banyak ditemukan pada anak usia sekolah maka disebut juga dengan ”school
Myopia”.
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan
dengan neurologi prekok pada masa anak-anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan
kebiasaan diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan
yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata,
dengan faktor resiko;
- Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya
sekitar 20 %
- Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya
menderita miopi sekitar 10%.
- Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi
pada anak sekitar 5 %.
d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.
Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja
dengan pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini
belum terbukti secara pasti
Gejala Klinis
Gejala Subjektif:
- Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
- Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
- Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan
oleh orang tua.

Gejala Objektif:
- bola mata yang besar danmenonjol.
- Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
- Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.
- Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20
tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.

3. Miopi patologis/ degenerative


Miopi yang ter jadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya
pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi
patologi sudah terjadi saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa
muda yang mana hal ini berhubungan dengan perubahan degenerasi pada
mata. Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang
axial bola mata. Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata
banyak teori yang dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang
bisa menerangkan terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini
berhubungan dengan herediter dan pertumbuhan bola mata.12

Pemeriksaan13
Pemeriksaam mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri dari:
1. Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger)
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian
kacamata
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada
atau tidaknya kebutaan
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
- Kaca Mata
- Lensa kontak
b. Terapi Pembedahan.13
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini
terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan
kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan
dan sedang.

Gambar 8. Radial keratotomy


2. Photorefractive Keratectomy (PRK)

Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang
bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK
bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.13
Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat

- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya


penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa
minggu.

- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan

- PRK lebih mahal dibanding RK

Gambar 9. Photorefractive keratectomy


3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)13

Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12
dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
- Umur lebih dari 20 tahun.

- Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.

- Motivasi pasien

- Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.

Gambar 10. Laser in-situ Keratomileusis


Komplikasi :
Penyulit :11
1) Strabismus, akibat konvergensi yang terus-menerus
2) Pendarahan badan kaca
3) Ablasi retina.
Miopia mungkin dapat diatasi dengan menggunakan kontak lensa tetapi
penggunaan kontak lensa tersebut bisa menyebabkan borok pada kornea dan
infeksi. Selain kontak lensa, laser juga digunakan untuk pembentukan/ koreksi
penglihatan yang akhir-akhir ini banyak digunakan. Tetepi penggunaan laser ini
juga bisa menyebabkan kerusakan serius pada mata. Walaupun jarang, orang-
orang penderita myopia ini sering mengalami degenerasi ( proses kemunduran )
retina.14

Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina.1 Pada hipermetropiabayangan terbentuk di
belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi
kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan
kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa
mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan
hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat
namun karena alasan yang berbeda.14
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia
tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah
dikoreksi dengan lensa positif:
Gambar 11. Pembiasan sinar pada hipermetropia.

Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
yangterlalu pendek
b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan terfokus di belakang retina 11
Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:
a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.
- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi
dengan akomodasi ataupun kacamata positif.
b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia
diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan sikloplegia.
c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia. 11
Patofisiologi
- hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
- hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari
normal
- hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal 11

Gejala Klinis
a. Gejala Subyektif
- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermeropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
- Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan
kurang terang atau penerangan kurang
- Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
- Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka
waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
- Mata sensitif terhadap sinar
- Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
- Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula 13
b. Gejala Obyektif
- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
- Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf
parasympatik N III.
- Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil
(miosis).
- Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata.
Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan
merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
-
Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga
dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.13

Pemeriksaan
Refraksi Subyektif
- Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan.
- Sebuah set lensa coba.13
Refraksi Obyektif
a.Retinoskop
Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang
bergerak searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi
b.Autorefraktometer
Penatalaksanaan
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam
penglihatan terbaik
2. Lensa kontak
untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi11
Komplikasi
 Glaukoma sudut tertutup
 Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D
 Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia
merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.11

Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea
atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval
seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan
umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.15
Jenis Astigmatisma
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur
dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan
bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.15
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain
dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian
adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang
kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic
astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
Gambar 12. Simple myopic astigmatism

Gambar 13. Simple hypermetropic astigmatism

b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh
tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina.
Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal
dengan compound hypermetropic astigmatism dan compound miopic
astigmatism.

Gambar 14. Compound miopic astigmatism


c. Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina
dan yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk
hipermetrop pada satu arah dan miop pada yang lainnya.15

Gambar 15. Mixed Astigmatism


Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-
sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka
astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme
direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertical, dan
astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang
lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering
ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering
pada orang tua.15
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini
daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi
atau akibat kelainan pembiasan.15
Gejala Klinis
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan:
1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
4. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
5. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
6. Sakit kepala
7. Mata tegang dan pegal
8. Mata dan fisik lelah
9. Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia.
Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan
datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen.
Periksa kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam
penglihatan.15,16
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang
disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan
pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.2,11
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan
dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini
dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan
yang terlihat melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami
perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat
dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa
sferis saja.
Gambar 16. Kipas Astigmat

Gambar 17. Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido

Penatalaksanaan
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1. Kacamata Silinder
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.2,11
3. Pembedahan
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk
membentuk kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi
kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.

2.1.1.3 Retinopati diabetik dan hipertensi


Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh
peradangan. 6
Retinopati diabetes mellitus
Kelainan retina yang ditemukan pada penderita DM. Retinopati akibat
diabetes lama akan menyebabkan aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan
eksduat lemak.
Gejala dan tanda:
 Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior.
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurismata.
 Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya ireguler dan berkelok-
kelok, disebabkan kelainan sirkulasi dan kelainan endotel dan eksudasi
plasma
 Hard exudate, merupakan infiltrasi lipid kedalam retina. Gambarannya
khusus yaitu, irregular, kekuning-kuningan
 Soft exudates, yang sering disebut cotton wall merupakan iskemia retina.
pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus
 Neovaskularisasi, akibat poliferasi sel endotel pembuluh darah
 Edema retina
 Hiperlipidemia.6
Klasifikasi retinopati diabetikum:
 Retinopati nonproliperatif ringan (mikroanuerisma)
 Retinopati nonproliperatif sedang (penyumbatan pada beberapa pembuluh
darah retina)
 Retinopati nonproliperatif berat ( penyumbatan pembuluh darah berat dan
neovaskularisasi)
 Retinopati proliferative (Stadium lanjut)
Pada fundus dapat dijumpai kelainan berupa: Mikroaneurisma, perdarahan
retina, Exudate, neovaskularisasi retina, jaringan proliferasidi retina atau
badan kaca. 6
Pengobatan
 Mengontrol diabetes mellitus
 Dapat diberikan fotokoagulasi dilakukan pada daerah retina iskemia
dengan laser dan xenon
 Suntikan kortikosteroid atau anti VGEF kedalam mata dan vitrektomi.6

Gambar 18 . Retinopati diabetikum nonproliferatif dan ploriferatif .


Retinopati Hipertensi
Kelainan retina yang ditemukan berupa arteri yang besarnya tidak teratur,
eksduat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah
dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah ynag
tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah.6

Gambar 19. Retinopati hipertensi

penyempitan (spasme) pembulu darah tampak seperti:


 Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.
 Kaliber pembuluh darah yang menjadi lebih kecil atau ireguler
 percabangan arteriol yang tajam
Klasifikasi retinopati hipertensi menurut scheie:
 Stadium I: Terdapat penciutan setempat pada pembuluh darah kecil
 Stadium II: Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan kadang-
kadang penciutan setempat sampai seperti benang. Pembuluh arteri tegang
membentuk percabangan keras
 Stadium III: lanjutan stadium II dengan eksudat cotton, kadang terdapat
keluhan berkurangnya penglihatan
 Stadium IV: lanjutan III, dengan edama papil, eksudat star figure disertai
dengan keluhan penglihatan menurutn.. Tekanan diastole kira-kira
150mmHg.6

Gambar 20. Klasifikasi retinopati hipertensi menurut scheie

2.1.1.4 Glaukoma kronis


Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang artinya hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang (relatif)
tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil saraf
optik.17

Etiologi

Penyebab glaukoma tergantung pada jenis glaukoma yang diderita.Tidak


semua jenis glaukoma diketahui penyebabnya.Berdasarkan ada atau tidaknya
penyebab, glaukoma dibedakan menjadi dua jenis.Jenis glaukoma yang diturunkan
dan tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai glaukoma primer.Apabila dalam
satu keluarga diketahui ada yang menderita glaukoma primer, maka keluarga terdekat
mempunyai resiko yang besar untuk menderita glaukoma jenis ini.Jenis glaukoma
yang tidak diturunkan dan diketahui penyebabnya disebut sebagai glaukoma
sekunder. Glaukoma sekunder bisa disebabkan oleh banyak hal, antara lain trauma
mata, peradangan, diabetes, perdarahan dalam mata, bahkan katarak pun bisa
menyebabkan glaukoma.17

Glaukoma Sudut Terbuka


 Glaukoma Sudut Terbuka Primer 19
Glaukoma sudut terbuka primer (Primary Open Angle Glaucoma - POAG)
adalah bagian dari glaukoma yang ditentukan oleh sudut ruang anterior
yang tampak normal dan terbuka dan tekanan intraokular, tanpa penyakit
lain yang mendasarinya. Pada glaukoma sudut terbuka primer (POAG),
meskipun sudut drainase terbuka, cairan mengalir terlalu lambat melalui
saluran meshwork.Sehingga cairan menumpuk, tekanan di dalam mata
naik ke tingkat yang dapat merusak saraf optik. Glaukoma sudut terbuka
primer lebih sering pada orang berusia lanjut, kebanyakan kasus pada usia
setelah 65 tahun. Penyakit ini enam kali lebih sering menimbulkan
kebutaan pada orang berkulit hitam.Pada glaukoma sudut terbuka primer,
terdapat kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat pasien
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan skrining glaukoma secara
teratur. Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer
adalah adanya proses degeneratif jalinan trabekular, akibatnya adalah
penurunan drainasi aqueous humour yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan tekanan
intraokular >21 mmHg. Glaukoma sudut terbuka primer bersifat progresif
dan biasanya asimtomatik sampai proses akhir, dimana pasien sudah mulai
mengeluh pandangan kabur.
Faktor risiko pada Glaukoma Sudut Terbuka Primer (POAG) adalah;
- Tekanan Intraokuler. Semakin tinggi TIO semakin besar kemungkinan
glaukoma.
- Usia. POAG lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua.
- Ras. Secara signifikan glaukoma berkembang pada usia yang lebih
dini dan mungkin lebih sulit di kontrol pada orang kulit hitam daripada
kulit putih.
- Riwayat Keluarga. Risiko perkiraan untuk saudara kandung adalah
empat kali dan keturunan dua kali memiliki risiko terkena glaukoma.
- Diabetes Melitus. Banyak penelitian yang menunjukkan korelasi
antara diabetes dengan POAG.
- Miopia berhubungan dengan peningkatan insidensi POAG dan rabun
mata mungkin lebih rentan terhadap glaukoma.
- Pil kontrasepsi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan pil
kontrasepsi jangka panjang dapat meningkatkan risiko glaukoma,
mungkin dengan menghalangi efek estrogen sebagai pelindung.
- Penyakit vascular. Berbagai kondisi sistemik terkait vaskuler mungkin
terkait, meskipun sulit ditunjukkan secara konsisten.Hipertensi
sistemik, penyakit kardiovaskular, diabetes, dan kondisi vasospastik
seperti migrain semuanya terlibat.
- Tekanan perfusi okular adalah perbedaan tekanan darah arteri dengan
TIO telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan peningkatan
risiko untuk perkembangan glaukoma.
 Glaukoma Tekanan Normal
Glaukoma tekanan normal yang terdapat pada satu ujung spektrum
glaukoma sudut terbuka, dapat menjadi keadaan yang sangat sulit
diterapi. Glaukoma jenis ini memiliki karakteristik seperti tekanan
intraokular < 21 mmHg pada tes diurnal, kerusakan glukomatosa serta
penurunan lapang pandang, adanya drainase sudut terbuka saat
pemeriksaan, dan tidak adanya penyebab kedua dari kerusakan
glaukomatosa. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan abnormal
terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di
kaput nervus optikus, atau bisa juga muyrni karena penyakit
vaskular.Diantara pasien-pasien yang didiagnosis glaukoma tekanan
normal, sekitar 60% mengalami penurunan lapang pandang yang
progresif.

2.1.2 MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK

2.1.2.1 Neuritis Optik


Nervus opticus adalah saraf yang membawa informasi visual dari retina ke
otak. Nervus opticus terdiri dari sekitar 1 juta akson yang berasal dari ganglion sel
retina. Serat sarafnya menjadi bermielin saat meninggalkan mata. Nervus opticus
bergabung membentuk chiasma opticum.
Neuritis optik adalah peradangan dari nervus opticus, yang dapat disebabkan oleh:
a. Demielinisasi
 Idiopatik
 Sklerosis multipel
 Neuromyelitis optica (Devic’s disease)
b. Immune mediated
 Neuritis optik setelah infeksi virus
 Neuritis optik setelah imunisasi
 Acute disseminated encephalomyelitis
 Guillain Barre syndrome
 Lupus eritematosus sistemik
c. Infeksi langsung
Herpes zoster, syphilis, tuberculosis, cryptococcosis, cytomegalovirus
d. Granulomatous optic neuropathy
 Sarcoidosis
 Idiopatik
e. Contiguous inflammatory disease
 Peradangan dalam bola mata
 Peradangan intracranial: meningitis, encephalitis
Patofisiologi
Pada neuritis optik, baik yang dihubungkan dengan sklerosis multipel ataupun
yang idiopatik, dipercaya faktor yang berperan adalah reaksi autoimun. Penelitian
pada pasien neuritis optik dengan sklerosis multipel menunjukkan bahwa lesi
demielinisasi pada nervus optikus serupa dengan lesi sklerosis multipel pada otak,
dengan tanda radang.

Klasifikasi
a. Neuritis intraokalar atau papilitis yang merupakan peradangan papil saraf optik
dalam bola mata
b. Neuritis retrobulbar yang merupakan radang saraf optik yang terletak di belakang
bola mata.

Diagnosa
a. Anamnesa
Pasien dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang
berulang, dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang
sama.Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:
 Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai
satu atau kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki visus lebih baik
dari 20/40 pada serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat memiliki visus
lebih buruk dari 20/200.
 Penglihatan warna terganggu.
 Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau
bersamaan dengan berkurangnya tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di
bagian belakang bila digerakkan.
 Adanya defek lapang pandang.
 Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik
(tanda Uhthoff).
 Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai
lintasan melengkung (Pulfrich phenomenon), kemungkinan dikarenakan
konduksi yang asimetris antara nervus optikus.

b. Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.Langkah-langkah
pemeriksaan:
 Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai
kehilangan total penglihatan.
 Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun kornea
dalam batas normal. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena dan defek
pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada kasus
yang bilateral, defek ini bisa tidak ditemukan.
 Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan bentuk
retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu, nervus
optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis optik bentuk
papilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis dan difus, dengan
perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar. Jika
ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa kepada
neuroretinitis.
c. Pemeriksaan Tambahan
- Tes konfrontasi
- Tes ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu,
umumnya warna merah yang terganggu.
d. Pemeriksaan Anjuran
- Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan
pemeriksaan foto sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan
CT orbita dan kepala.
- Dengan MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.

Diagnosis banding
- Iskemik optik neuropati
Tidak sakit dengan skotoma altitudinal
- Edema papil
Merupakan edema dari papil akibat peningkatan tekanan intrakranial, biasanya
terjadi bilateral, tajam penglihatan yang normal terkoreksi, refleks pupil yang
normal, dan lapang pandang yang intak kecuali pembesaran bintik buta.
- Ablasi retina
- Oklusi arteri retina sentral
- Obstruksi vena retina sentral
- Toksik neuropati

Terapi
Terapi steroid digunakan karena mungkin dapat mempersingkat periode akut
penyakit, namun tidak mempengaruhi hasil akhir dari penglihatan.Pada penelitian
Optic Neuritis Treatment Trial di Amerika Serikat, prednisolone oral sendiri tidak
meningkatkan kecepatan kembalinya tajam penglihatan dan meningkatkan resiko
terjadinya neuritis optik rekuren.

Komplikasi
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat permanen.
Prognosa
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak pasien
neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu setelah onset
penyakit walau tanpa pengobatan.Namun sisa defisit dalam penglihatan warna,
kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum. Penglihatan akhir pada pasien yang
mengalami neuritis optik dengan sklerosis multipel lebih buruk dibanding dengan
pasien neuritis optik idiopatik. Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit
berhubungan dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang
kehilangan persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya visus ke 20/20.
Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkan dengan panjangnya lesi yang terkena,
khususnya jika terlibatnya nervus dalam canalis optikus.Tiap kekambuhan akan
menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan memperburuk penglihatan.

2.1.2.2 Ablasio retina


Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina
sensorik dari epitel pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu:
ablasio retina regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina
eksudatif. Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel
kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan
koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas
secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel
pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah
koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan
yang menetap. Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah
miopia 40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-
20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi
pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.
Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur
dapat berpisah :
 Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
 Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina,
misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina
traksional).
 Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio
retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya
robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan
pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi
retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca
yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di
koroid. Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan
berkurangnya perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia
karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama
terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya
degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata
emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada
mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata
afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu
dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan
daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami
disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh
karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar,
sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan
mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca
yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis
degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan
koroid.
Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :
 Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan
pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan
retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
 Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun
tanpa rasa sakit.Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan
diabetes mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau
infeksi.
 Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina
sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid
(ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini
penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang
atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya
atau dalam keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang
telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
b. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
menurun bila makula lutea ikut terangkat.
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup
tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio
retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil
dan fotopsia.
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan
pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu
robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang
terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang
bebas.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga
digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang
menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler.
Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
- Scleral indentation
- Fundus drawing
- Goldmann triple-mirror
- Indirect slit lamp biomicroscopy
Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali
lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan
dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:
a. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam
vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi
oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina
dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung
terus menutupi robekan retina.

b. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan
tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons
silikon atau silikon padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi
penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan
subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.
c. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus.
Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan
vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung
tipe dan penyebab ablasio.

Diagnosis banding
- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan
pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata.
Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati
adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung
hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari
degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan
peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters
tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang.
- Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada
traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment
choroidal yang luas.

Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang
paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan
tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang
melibatkan makula. Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan
mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous
(vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan
ablasio retina lebih lanjut.
Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat prognosis lebih
baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama.
Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer,
maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum
pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih
sepenuhnya.

2.1.2.3 Oklusi arteri retina sentral


Oklusi arteri retina sentral adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah
retina sentral. Tempat tersumbatnya arteri retina sentralis biasanya di lamina kribrosa.
Arteri retina sentral yang merupakan cabang dari arteri oftalmika hanya
menyebabkan iskemia pada retina bagian dalam dan biasanya hanya mengenai satu
mata saja. Oklusi ini akan menyebabkan berkurangnya suplay oksigen pada daerah
yang dari arteri yang mengalami oklusi tersebut, sehingga dapat menyebabkan
kebutaan yang permanen.

Etiopatogenesis oklusi arteri retina sentral


Oklusi arteri retina sentral terjadi akibat dari trombosis pada lamina sklerosis,
mungkin berasal dari arteriosklerosis komplikasi, atau dari kejadian emboli. Saat
retina menjadi iskemik, retina akan membengkak, dan kehilangan transparan.
Penyumbatan arteri retina sentral dapat disebabkan oleh:

 Emboli, merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang paling


sering. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyaklit emboli
jantung, nodus-nodus reuma, carotid plaque atau emboli endokarditis.
 Radang arteri
 Spasme pembuluh darah, disebabkan oleh antara lain pada migren, overdosis obat,
keracunan alkohol, tembakau, kina atau timah hitam.
 Akibat terlambatnya pengaliran darah retina yang terjadi pada peninggian tekanan
intraokular, stenosis aorta atau arteri karotis.
 Giant cell artritis
 Kelainan hiperkoagulasi
 Trauma

Diagnosis
a. Anamnesis
Kelainan ini biasanya mengenai satu mata, dan terutama mengenai arteri pada
daerah masuknya di lamina kribrosa. Keluhan pasien dengan oklusi retina sentral
dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul (amaurosis fugaks), dengan
tidak disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Ataupun dengan keluhan
penglihatan tiba-tiba gelap, dimana tanda ini terjadi bila oklusi hanya terdapat pada
salah satu cabang di batang utama dari a. Retina sentral tetapi sebelumnya terdapat
riwayat amaurosis fugaks tanpa terlihatnya kelainan pada mata luar.
b. Pemeriksaan fisik
Ketajaman penglihatan berkisar antara menghitung jari dan persepsi cahaya
pada 90% mata pada saat pemeriksaan awal. Penurunan visus yang berupa serangan-
serangan yang berulang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit spasme pembuluh
atau emboli yang berjalan. Terkadang visus menjadi baik kembali bila spasmenya
menghilang.
Defek pupil aferen dapat muncul dalam beberapa detik setelah sumbatan arteri
retina Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokoria. Defek pupil ini biasanya
timbul mendahului kelainan fundus selama satu jam. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat seluruh retina berwarna pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada
retina. Terdapat gambaran berupa sosis pada arteri retina akibat pengisian arteri retina
yang tidak merata. 25% mata dengan sumbatan arteri retina sentral memiliki arteri-
arteri silioretina yang merupakan anastomose antara a. Retina sentral dan a. siliaris
yang tidak mengenai makula sehingga daerah makula masih dapat melihat maka
daripada itu ketajaman penglihatan sentral masih dapat dipertahankan.
Sesudah beberapa jam retina akan tampak pucat, keruh keabu-abuan yang
disebabkan edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini
akan terlihat gambaran merah ceri (cherry red spot) pada makula lutea. Hal ini
disebabkan tidak adanya lapisan ganglion di makula, sehingga makula
mempertahankan warna aslinya. Lama-kelamaan papil warnanya pucat dan batasnya
kabur. Secara klinis, kekeruhan retina menghilang dalam 4-6 minggu, meninggalkan
sebuah diskus optikus pucat sebagai temuan okular pertama.

Diagnosis banding oklusi arteri retina sentral


 Sumbatan vena retina sentralis
 Retinopati akibat oklusi karotis

Penatalaksanaan oklusi arteri retina sentral


Saat ini tidak terdapat pengobatan yang memuaskan untuk memperbaiki
penglihatan pada pasien dengan sumbatan arteri retina sentralis. Hal ini disebabkan
kerusakan retina irreversibel ternyata terjadi setelah 90 menit sumbatan total arteri
retina sentralis, sehingga hanya tersedia sedikit waktu untuk memulai terapi. Oleh
karena itu oklusi arteri retina sentralis merupakan kegawatdaruratan mata yang harus
ditangani secara cepat.Untuk menurunkan tekanan bola mata dapat dengan :
 Mengurut bola mata sehingga bola mata menjadi lembut, tekanan intraokuler
menurun dan arterinya mengembang lagi.
 Asetazolamid (500 mg IV) bisa ditambahkan timolol 0,5%
 Paracentesis bilik mata depan juga dapat dilakukan dengan tujuan yang sama.
Untuk menginduksi vasodilatasi retina dan meningkatkan PO2 di permukaan
retina maka pasien dapat diberikan campuran oksigen 95% dan karbondioksida 5%
secara inhalasi melalui masker selama 10 menit setiap 2 jam pada waktu bergiat dan
setiap 4 jam pada malam hari selama 48 jam. Dapat pula dilakukan dengan bernafas
dengan menggunakan kantong kertas.
 Vasodilator pemberian bersama dengan antikoagulan. Akan tetapi antikoagulan
sistemik biasanya tidak diberikan.
 Steroid bila di duga terdapatnya peradangan. Maka dari pada itu pada pasien
dengan oklusi arteri retina sentralis setelah melewati penanganan
kegawatdaruratan harus melalui pemeriksaan lengkap terutama sedimentasi
eritrosit guna menyingkirkan kemungkinan penyebab berupa giant cell arteritis,
bila hasil pemeriksaan mengarah pada arteritis temporal maka harus diberikan
kortikosteroid dosis tinggi, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya oklusi
arteri retina sentral pada mata yang sebelahnya. Biasanya didapatkan pada pasien
usia di atas 55 tahun.

Prognosis
Secara umum prognosis pada oklusi srteri retina sentralis kurang begitu bagus
hal ini disebabkan oleh karena kerusakan retina yang irreversibel hanya berlangsung
dalam 90 menit. Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya perbaikan visus,
bergantung pada letak dan lamanya oklusi.

2.1.2.4 Oklusi vena retina


Oklusi vena retina adalah blokade dari vena kecil yang membawa darah keluar
dari retina. Oklusi vena retina diklasifikasikan berdasarkan lokasi di mana obstruksi
terjadi. Obstruksi vena retina pada saraf optik diklasifikasikan sebagai oklusi vena
retina sentral, dan obstruksi pada cabang vena retina diklasifikasikan sebagai oklusi
vena retina cabang. Dua klasifikasi ini memiliki perbedaan dan kemiripan pada
patogenesis dan manifestasi klinis. Sementara itu, oklusi vena retina secara umum
dibagi lagi menjadi tipe iskemik dan noniskemik.
Klasifikasi anatomis dari oklusi vena retina dibagi berdasarkan gambaran
funduskopi pada mata dan termasuk ke dalam tiga grup utama tergantung letak lokasi
oklusi vena, yakni:
 Oklusi vena retina cabang (BRVO)
Terjadi ketika vena pada bagian distal sistem vena retina mengalami oklusi, yang
menyebabkan terjadinya perdarahan di sepanjang distribusi pembuluh darah kecil
pada retina
 Oklusi vena retina sentral (CRVO)
Terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian lamina
cribrosa pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina.
 Oklusi vena hemiretinal (HRVO)
Terjadi ketika blokade dari vena yang mengalirkan darah dari hemiretina superior
maupun inferior, yang
Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi
struktur orbita. Akan tetap sangat penyebab lokal ini sangat jarang terjadi pada oklusi
vena retina cabang. Perlu diperkirakan adanya toxoplasmosis, Behçet syndrome,
sarcoidosis okuli, dan macroaneurysm jika hal ini tampak pada oklusi vena retina
cabang. Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya
adalah hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma, penuaan, puasa,
hypercholesterolemia, hyperhomocysteinemia, SLE, sarcoidosis, tuberculosis,
syphilis, resistensi protein C (factor V Leiden), defisiensi protein C dan S, penyakit
antibodi antiphospholipid, multiple myeloma, cryoglobulinemia, leukemia,
lymphoma, Waldenstrom macroglobulinemia, polisitemia vera, dan sickle cell
disease.

Patogenesis
Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti prinsip dari trias
trombogenesis Virchow, yakni adanya kerusakan pembuluh darah, stasis, dan
hiperkoagulabilitas. Kerusakan dari dinding pembuluh darah retina akibat
arterioklerosis mengubah komposisi dari aliran darah pada vena yang berdekatan,
yang menimbulkan stasis, trombosis, dan oklusi. (new england). Oklusi vena retina
sentral terjadi akibat adanya bekuan darah pada vena utama yang menyalurkan darah
dari mata. Ketika vena mengalami hambatan, aliran balik menyebabkan darah
tersebut bocor ke retina, yang akhirnya menyebabkan malfungsi dari retina dan
penurunan ketajaman penglihatan.
Penyakit inflamasi juga dapat menyebabkan adanya oklusi vena retina dengan
mekanisme tersebut. Akan tetapi, bukti dari adanya hiperkoagulabilitas pada pasien
oklusi vena retina sangat tidak konsisten. Walaupun penelitian individual telah
melaporkan adanya hubungan antara oklusi vena retina dan hyperhomocysteinemia,
mutasi faktor V Leiden, defisiensi dari protein C atau S, mutasi gen prothrombin, dan
antibodi anticardiolipin, sebuah penelitian meta-analysis dari 26 penelitian
mengusulkan bahwa hanya hyperhomocysteinemia dan antibodi anticardiolipin yang
memiliki hubungan independen yang signifikan dengan oklusi vena retina.

Faktor resiko
Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain:
 Atherosclerosis
 Diabetes Mellitus
 Hipertensi
 Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun perdarahan
vitreous

Diagnosis
Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri. Gambaran
klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar dan bercak
cotton-wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan retina superfisial
dan dalam, yang kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga vitreous. Pasien
biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Glaukoma sudut terbuka kronik
harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi utama yang berkaitan dengan oklusi vena
retina adalah penurunan penglihatan akibat edema makula dan glaukoma neovaskuler
akibat neovaskularisasi iris.
a. Oklusi vena retina cabang
Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah
perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool
spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi
vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula
menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada
persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya
peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah
60-an tahun.

Gambar 21. A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent


menunjukkan adanya nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang
mengalami obstruksi. Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

Gambar 22. A. Oklusi vena retina hemisferik. Gambar menunjukkan adanya


keterlibatan superior dengan perdarahan intraretina. B. Angiografi fluorescent
menunjukkan adanya blokade dari area yang mendasari pada daerah yang mengalami
perdarahan: kemungkinan iskemia minimal. Catatan: zona avaskuler fovea intak.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

b. Oklusi vena retina sentral


Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO terdapat
mekanisme yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan
posteriornya hingga lamina cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral yang
mengalami atherosklerosis dapat bergeseran dengan vena retina sentral, menyebabkan
adanya turbulensi, kerusakan endotel, dan pembentukan trombus.
CRVO ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman penglihatan
penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang pandang ringan.
Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya gambaran cabang-
cabang vena retina yang berliku-liku branches dan terdapat perdarahan dot dan flame
pada seluruh kuadran retina. Edema makula dengan adanya penurunan tajam
penglihatan dan pembengkakan discus opticus bisa saja muncul. Jika edema discus
terlihat jelas pada pasien yang lebih muda, kemungkinan terdapat kombinasi
inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga papillophlebitis. Fluorescein
angiography biasanya menunjukkan adanya perpanjangan dari waktu sirkulasi retina
dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler namun dengan area nonperfusi yang
minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada CRVO ringan.
CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk,
afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang
menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan sejumlah
cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja terjadi pada
vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus iskemia berat.
Fluorescein angiography secara khas menunjukkan adanya nonperfusi kapiler yang
tersebar luas.
Gambar 23. A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40.
Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram
menunjukkan adanya perfusi pada pembuluh kapiler retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

Gambar 24. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi
dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna
kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B.
Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan
pembesaran pembuluh darah retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011
Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan.
Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara
untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan
untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata sebelahnya.
Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang
tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat
pengencer darah lainnya.
Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:
- Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula
- Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata. Obat ini
dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang dapat menyebabkan
glaukoma. Obat ini masih dalam tahap penelitian.
- Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari
pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan glaukoma
Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang
berdekatan pada persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk mengatasi
edema makula dalam usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan. Diseksi dari
tunika adventitia dengan pemisahan arteri dari vena pada persimpangan tersebut di
mana oklusi vena retina cabang terjadi dapat mengembalikan aliran darah vena
disertai penurunan edema makula. Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya
perbaikan sementara dari aliran darah retina dan cukup efektif dalam menurunkan
edema makula. Pembuluh kolateral pada oklusi vena retina cabang memiliki efek
yang positif pada prognosis visual pasien. Argon-laser-photocoagulation dapat
mencegah berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi.
Penggunaan dari triamcinolone acetonide intravitreous telah banyak digunakan
untuk penanganan edema makula yang tidak responsif dengan laser. Dua hingga
empat miligram (0.05 atau 0.1 ml) dari triamcinolone acetonide (Kenalog, Bristol-
Myers Squibb) diinjeksi melalui pars plana inferior di bawah kondisi steril pada
pasien rawat jalan. Terapi trombolitik yang diberikan secara terbatas penggunaannya
sehubungan dengan adanya efek samping yang serius, akan tetapi dapat membantu
bila dilakukan injeksi intraokuler.
Komplikasi
- Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang abnormal,
yang tumbuh di bagian depan mata
- Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina

Prognosis
Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan
dengan edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada gambaran
patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang dapat
dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya, dan
pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina sentral
telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs lamina
cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf optik. CRVO
tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena retina.

Anda mungkin juga menyukai