PENDAHULUAN
1
Meskipun pada semua kelompok umur sepertinya prevalensi kebutaan di Indonesia
tidak tinggi, namun di usia lanjut masih jauh di atas 0,5% yang berarti masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat.2 Gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia
terus mengalami peningkatan dengan prevalensi 1,5% dan tertinggi dibandingkan
dengan angka kebutaan di negara–negara regional Asia Tenggara seperti Bangladesh
sebesar 1%, India sebesar 0,7%, dan Thailand 0,3%. Penyebab gangguan penglihatan
dan kebutaan tersebut adalah glaucoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan
retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%), dan penyakit mata lain.3
Tingginya prevalensi kebutaan yang dapat menyebabkan masalah besar pada
kehidupan masyarakat maka penulis tertarik untuk membahas masalah pada mata
terutama pada mata dengan penurunan visus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Katarak
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Istilah katarak dalam dunia
kedokteran diartikan sebagai suatu “ kekeruhan dari lensa mata”.4
Gambar 2. Gambaran pembiasan cahaya pada mata normal dan mata katarak.5
Klasifikasi
katarak dapat diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut:
- Katarak perkembangannya (developmental) dan degenerative.
- Katarak congenital, juvenile dan senile.
- Katarak komplikata.
- Katarak traumatic.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat di golongkan sebagai berikut:
- primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolism.
- Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
- Komplikasi penyakit.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam golongan berikut:
- Katarak congenital yaitu katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
- Juvenile yaitu katarak yang terlihat pada usia 1 tahun dan dibawah usia 40 tahun.
- Katarak persenil yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun.
- Katarak senile yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Pembagian katarak senilis lain antara lain:
- Katarak nuclear: kekeruhan terutama pada nucleus yang terletak dibagian
sentral lensa
- Katarak kortikal: kekeruhan terbentuk pada korteks lensa
- katarak subkapsular: kekeruhan biasa mulai di bagian belakang lensa.4
Klasifikasi katarak menurut stadium perkembangannya:
Tabel 1. Klasifikasi katarak.5
Insipient Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negative Positif Normal Pseudopos
Penyulit - Glaucoma - Uveitis +
glaukoma
Gambar 3. klasifikasi katarak berdasarkan tingkatan kematangan katarak
Penurunan visus
Merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien terutama dengan
katarak senilis
Buram yang sering dideskripsikan seperti berasap atau berkabut
Silau
Dapat disebabkan karenan penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya
terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke
arah lampu.
Perubahan miopik
Progresifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang
menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akiatnya, pasien
presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca. Keadaan ini disebut dengan second sight.
Diplopia monokular
Terkadang perubahan nuklear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan
lensa menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa yang sering
memberikan gambaran terbaik pada refleks merah dengan retinoskopi atau
oftalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia
monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa
kontak.
Ukuran kacamata sering berubah-ubah.6
Pemeriksaan penunjang katarak
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.
Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat
dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas
dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi
adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
Kemudian lakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada katarak
senilis. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat
menilai gangguan penglihatan.7
Tatalaksana katarak
Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi katarak
secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan mengatasi komplikasi,
tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah ambliopia dan tujuan kosmetik. Saat ini
terapi bedah katarak sudah mengalami banyak perkembangan.8
I. Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi dilakukan sekarang
adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam kapsulnya melalui limbus
superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan pada negara-negara dimana terdapat
keterbatasan mikroskop untuk melakukan operasi katarak. ICCE diindikasikan
pada kasus-kasus katarak tidak stabil, intumesen, hipermatur, dan katarak
luksasi. Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak dan dewasa
muda serta katarak traumatik dengan ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE
adalah miopi tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni.8,6
II. Metode ”Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih sering dipakai
juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior kapsul dipotong atau
diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dinuang dari mata dengan
irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul posterior.
ECCE diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan pemasangan
IOL atau penambahan kacamata baca, terjadinya perlengketan luas antara iris
dan lensa, ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada
keadaan dimana terjadi insufisiensi zonula zinni.8,6
III. Metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak memerlukan
benang. Ada berbagai keuntungan dari metode tersebut, antara lain tanpa
dijahit. Ini karena sayatannya kecil. Kalaupun perlu jahitan hanya satu
jahitan. Fakofragmentasi atau fakoemulsi dengan irigasi atau aspirasi atau
keduanya adalah teknik ekstrakapsuler yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui incisi limbus yang
kecil (2-5mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka operasi dan
keluhan mata merah tidak lama.8,9
Miopia
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila
dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia
mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap
maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau
berat (lebih dari -6 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat
kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian
perifer,dengan myopik kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan
miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi.11
Gejala Objektif:
- bola mata yang besar danmenonjol.
- Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
- Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.
- Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20
tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
Pemeriksaan13
Pemeriksaam mata secara umum atau standar pemeriksaan mata terdiri dari:
1. Ketajaman penglihatan yang keduanya dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger)
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian
kacamata
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada
atau tidaknya kebutaan
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
- Kaca Mata
- Lensa kontak
b. Terapi Pembedahan.13
1. Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini
terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan
kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi derajat ringan
dan sedang.
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang
bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK
bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.13
Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea
anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung
diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat.
Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12
dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
- Umur lebih dari 20 tahun.
- Motivasi pasien
- Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK.
Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina.1 Pada hipermetropiabayangan terbentuk di
belakang retina, yang menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi
kabur. Hal ini dikarenakan bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan
kornea dan lensa terlalu lemah.Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa
mereka tumbuh normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan
hiperopia dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat
namun karena alasan yang berbeda.14
Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia
tanpa koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah
dikoreksi dengan lensa positif:
Gambar 11. Pembiasan sinar pada hipermetropia.
Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan:
a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
yangterlalu pendek
b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan terfokus di belakang retina 11
Klasifikasi
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:
a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas:
- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
Biasanya hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.
- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi
dengan akomodasi ataupun kacamata positif.
b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia
diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan sikloplegia.
c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia. 11
Patofisiologi
- hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
- hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari
normal
- hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal 11
Gejala Klinis
a. Gejala Subyektif
- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermeropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
- Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan
kurang terang atau penerangan kurang
- Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
- Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka
waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
- Mata sensitif terhadap sinar
- Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
- Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula 13
b. Gejala Obyektif
- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
- Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf
parasympatik N III.
- Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil
(miosis).
- Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata.
Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan
merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
-
Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga
dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.13
Pemeriksaan
Refraksi Subyektif
- Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan.
- Sebuah set lensa coba.13
Refraksi Obyektif
a.Retinoskop
Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang
bergerak searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi
b.Autorefraktometer
Penatalaksanaan
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam
penglihatan terbaik
2. Lensa kontak
untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi11
Komplikasi
Glaukoma sudut tertutup
Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D
Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia
merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.11
Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea
atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval
seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan
umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.15
Jenis Astigmatisma
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur
dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan
bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.15
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain
dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian
adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang
kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic
astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
Gambar 12. Simple myopic astigmatism
b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh
tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina.
Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal
dengan compound hypermetropic astigmatism dan compound miopic
astigmatism.
Gambar 17. Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
Penatalaksanaan
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.
1. Kacamata Silinder
2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.2,11
3. Pembedahan
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk
membentuk kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi
kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
Etiologi
Klasifikasi
a. Neuritis intraokalar atau papilitis yang merupakan peradangan papil saraf optik
dalam bola mata
b. Neuritis retrobulbar yang merupakan radang saraf optik yang terletak di belakang
bola mata.
Diagnosa
a. Anamnesa
Pasien dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang
berulang, dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang
sama.Pada anamnesa akan didapatkan gejala subjektif:
Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai
satu atau kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki visus lebih baik
dari 20/40 pada serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat memiliki visus
lebih buruk dari 20/200.
Penglihatan warna terganggu.
Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau
bersamaan dengan berkurangnya tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di
bagian belakang bila digerakkan.
Adanya defek lapang pandang.
Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik
(tanda Uhthoff).
Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai
lintasan melengkung (Pulfrich phenomenon), kemungkinan dikarenakan
konduksi yang asimetris antara nervus optikus.
b. Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif.Langkah-langkah
pemeriksaan:
Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai
kehilangan total penglihatan.
Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun kornea
dalam batas normal. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena dan defek
pupil aferen relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada kasus
yang bilateral, defek ini bisa tidak ditemukan.
Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan bentuk
retrobulbar, maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu, nervus
optikus dapat menjadi pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis optik bentuk
papilitis akan tampak edema diskus yang hiperemis dan difus, dengan
perubahan pada pembuluh darah retina, arteri menciut dan vena melebar. Jika
ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan diagnosa kepada
neuroretinitis.
c. Pemeriksaan Tambahan
- Tes konfrontasi
- Tes ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu,
umumnya warna merah yang terganggu.
d. Pemeriksaan Anjuran
- Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan
pemeriksaan foto sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan
CT orbita dan kepala.
- Dengan MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.
Diagnosis banding
- Iskemik optik neuropati
Tidak sakit dengan skotoma altitudinal
- Edema papil
Merupakan edema dari papil akibat peningkatan tekanan intrakranial, biasanya
terjadi bilateral, tajam penglihatan yang normal terkoreksi, refleks pupil yang
normal, dan lapang pandang yang intak kecuali pembesaran bintik buta.
- Ablasi retina
- Oklusi arteri retina sentral
- Obstruksi vena retina sentral
- Toksik neuropati
Terapi
Terapi steroid digunakan karena mungkin dapat mempersingkat periode akut
penyakit, namun tidak mempengaruhi hasil akhir dari penglihatan.Pada penelitian
Optic Neuritis Treatment Trial di Amerika Serikat, prednisolone oral sendiri tidak
meningkatkan kecepatan kembalinya tajam penglihatan dan meningkatkan resiko
terjadinya neuritis optik rekuren.
Komplikasi
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat permanen.
Prognosa
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak pasien
neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu setelah onset
penyakit walau tanpa pengobatan.Namun sisa defisit dalam penglihatan warna,
kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum. Penglihatan akhir pada pasien yang
mengalami neuritis optik dengan sklerosis multipel lebih buruk dibanding dengan
pasien neuritis optik idiopatik. Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit
berhubungan dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang
kehilangan persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya visus ke 20/20.
Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkan dengan panjangnya lesi yang terkena,
khususnya jika terlibatnya nervus dalam canalis optikus.Tiap kekambuhan akan
menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan memperburuk penglihatan.
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya
atau dalam keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang
telah lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
b. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
menurun bila makula lutea ikut terangkat.
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup
tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio
retina, pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil
dan fotopsia.
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan
pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu
robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh
koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang
terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan mengambang
bebas.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga
digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang
menyertainya seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler.
Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
- Scleral indentation
- Fundus drawing
- Goldmann triple-mirror
- Indirect slit lamp biomicroscopy
Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali
lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan
dengan pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:
a. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam
vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi
oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina
dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung
terus menutupi robekan retina.
b. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan
tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons
silikon atau silikon padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit
mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi
penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan
subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.
c. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus.
Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan
vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung
tipe dan penyebab ablasio.
Diagnosis banding
- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan
pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata.
Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati
adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung
hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari
degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan
peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters
tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang.
- Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada
traksi viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment
choroidal yang luas.
Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang
paling umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan
tangan atau persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang
melibatkan makula. Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan
mengalami komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous
(vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan
ablasio retina lebih lanjut.
Prognosis
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat prognosis lebih
baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama.
Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina perifer,
maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum
pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih
sepenuhnya.
Diagnosis
a. Anamnesis
Kelainan ini biasanya mengenai satu mata, dan terutama mengenai arteri pada
daerah masuknya di lamina kribrosa. Keluhan pasien dengan oklusi retina sentral
dimulai dengan penglihatan kabur yang hilang timbul (amaurosis fugaks), dengan
tidak disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Ataupun dengan keluhan
penglihatan tiba-tiba gelap, dimana tanda ini terjadi bila oklusi hanya terdapat pada
salah satu cabang di batang utama dari a. Retina sentral tetapi sebelumnya terdapat
riwayat amaurosis fugaks tanpa terlihatnya kelainan pada mata luar.
b. Pemeriksaan fisik
Ketajaman penglihatan berkisar antara menghitung jari dan persepsi cahaya
pada 90% mata pada saat pemeriksaan awal. Penurunan visus yang berupa serangan-
serangan yang berulang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit spasme pembuluh
atau emboli yang berjalan. Terkadang visus menjadi baik kembali bila spasmenya
menghilang.
Defek pupil aferen dapat muncul dalam beberapa detik setelah sumbatan arteri
retina Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokoria. Defek pupil ini biasanya
timbul mendahului kelainan fundus selama satu jam. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat seluruh retina berwarna pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada
retina. Terdapat gambaran berupa sosis pada arteri retina akibat pengisian arteri retina
yang tidak merata. 25% mata dengan sumbatan arteri retina sentral memiliki arteri-
arteri silioretina yang merupakan anastomose antara a. Retina sentral dan a. siliaris
yang tidak mengenai makula sehingga daerah makula masih dapat melihat maka
daripada itu ketajaman penglihatan sentral masih dapat dipertahankan.
Sesudah beberapa jam retina akan tampak pucat, keruh keabu-abuan yang
disebabkan edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini
akan terlihat gambaran merah ceri (cherry red spot) pada makula lutea. Hal ini
disebabkan tidak adanya lapisan ganglion di makula, sehingga makula
mempertahankan warna aslinya. Lama-kelamaan papil warnanya pucat dan batasnya
kabur. Secara klinis, kekeruhan retina menghilang dalam 4-6 minggu, meninggalkan
sebuah diskus optikus pucat sebagai temuan okular pertama.
Prognosis
Secara umum prognosis pada oklusi srteri retina sentralis kurang begitu bagus
hal ini disebabkan oleh karena kerusakan retina yang irreversibel hanya berlangsung
dalam 90 menit. Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya perbaikan visus,
bergantung pada letak dan lamanya oklusi.
Patogenesis
Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti prinsip dari trias
trombogenesis Virchow, yakni adanya kerusakan pembuluh darah, stasis, dan
hiperkoagulabilitas. Kerusakan dari dinding pembuluh darah retina akibat
arterioklerosis mengubah komposisi dari aliran darah pada vena yang berdekatan,
yang menimbulkan stasis, trombosis, dan oklusi. (new england). Oklusi vena retina
sentral terjadi akibat adanya bekuan darah pada vena utama yang menyalurkan darah
dari mata. Ketika vena mengalami hambatan, aliran balik menyebabkan darah
tersebut bocor ke retina, yang akhirnya menyebabkan malfungsi dari retina dan
penurunan ketajaman penglihatan.
Penyakit inflamasi juga dapat menyebabkan adanya oklusi vena retina dengan
mekanisme tersebut. Akan tetapi, bukti dari adanya hiperkoagulabilitas pada pasien
oklusi vena retina sangat tidak konsisten. Walaupun penelitian individual telah
melaporkan adanya hubungan antara oklusi vena retina dan hyperhomocysteinemia,
mutasi faktor V Leiden, defisiensi dari protein C atau S, mutasi gen prothrombin, dan
antibodi anticardiolipin, sebuah penelitian meta-analysis dari 26 penelitian
mengusulkan bahwa hanya hyperhomocysteinemia dan antibodi anticardiolipin yang
memiliki hubungan independen yang signifikan dengan oklusi vena retina.
Faktor resiko
Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain:
Atherosclerosis
Diabetes Mellitus
Hipertensi
Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun perdarahan
vitreous
Diagnosis
Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri. Gambaran
klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar dan bercak
cotton-wool sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan retina superfisial
dan dalam, yang kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga vitreous. Pasien
biasanya berusia lebih dari 50 tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Glaukoma sudut terbuka kronik
harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi utama yang berkaitan dengan oklusi vena
retina adalah penurunan penglihatan akibat edema makula dan glaukoma neovaskuler
akibat neovaskularisasi iris.
a. Oklusi vena retina cabang
Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah
perdarahan superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool
spot pada salah satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi
vena cabang umumnya terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula
menentukan derajat penurunan penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada
persilangan arteri dan vena, harus dipertimbangkan kemungkinan adanya
peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita oklusi vena cabang ini adalah
60-an tahun.
Gambar 24. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi
dan terdapat perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna
kuning pada dasar penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B.
Fluorescein angiogram menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan
pembesaran pembuluh darah retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011
Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan.
Akan tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara
untuk membuka kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan
untuk mencegah terjadinya pembentukan blokade lain di mata sebelahnya.
Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang
tinggi perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat
pengencer darah lainnya.
Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:
- Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula
- Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata. Obat ini
dapat menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang dapat menyebabkan
glaukoma. Obat ini masih dalam tahap penelitian.
- Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari
pembuluh darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan glaukoma
Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang
berdekatan pada persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk mengatasi
edema makula dalam usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan. Diseksi dari
tunika adventitia dengan pemisahan arteri dari vena pada persimpangan tersebut di
mana oklusi vena retina cabang terjadi dapat mengembalikan aliran darah vena
disertai penurunan edema makula. Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya
perbaikan sementara dari aliran darah retina dan cukup efektif dalam menurunkan
edema makula. Pembuluh kolateral pada oklusi vena retina cabang memiliki efek
yang positif pada prognosis visual pasien. Argon-laser-photocoagulation dapat
mencegah berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi.
Penggunaan dari triamcinolone acetonide intravitreous telah banyak digunakan
untuk penanganan edema makula yang tidak responsif dengan laser. Dua hingga
empat miligram (0.05 atau 0.1 ml) dari triamcinolone acetonide (Kenalog, Bristol-
Myers Squibb) diinjeksi melalui pars plana inferior di bawah kondisi steril pada
pasien rawat jalan. Terapi trombolitik yang diberikan secara terbatas penggunaannya
sehubungan dengan adanya efek samping yang serius, akan tetapi dapat membantu
bila dilakukan injeksi intraokuler.
Komplikasi
- Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang abnormal,
yang tumbuh di bagian depan mata
- Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina
Prognosis
Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan
dengan edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada gambaran
patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang dapat
dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya, dan
pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina sentral
telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs lamina
cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf optik. CRVO
tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena retina.