Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDHULUAN

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrat sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea
ini, maka tajam pengelihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi
pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis diklasifikasikan
menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu: keratitis superfisialis dan keratitis profunda atau
interstisialis. Berdsarkan etiologi terbagi menjadi keratitis bakteri, keratitis jamur, keratitis
virus dan keratitits Acanthamoeba.1

Menurut Murillo Lopez (2006), sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis bakteri
per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada negara-negara
industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah pengguna lens kontak. Insiden
keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasusu
keratitis di New York untuk 35% di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling
umum infeksi jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur),
sedangkan spesies Candida dan Aspergilus lebih umum di negara-negara utara. Secara
signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.2,3

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya
perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya pengelihatan
(kebutaan). Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini
terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus dan bila
terlambat di diagnosis atau di terapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma
dan meninggalkan jaringan parut yang luas.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KORNEA

Gambar. Anatomi mata

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang memiliki jaringan transparan,
avaskular, tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan. Kornea dewasa
memiliki diameter rata-rata 12 mm. Bagian tepi kornea berhubungan langsng degan
sklera, yang dibatasi oleh limbus kornea. Apabila terdapat kelainan pada bentuk
maupun kejernihan kornea akan mengganggu pembentukan bayangan pada retina
sehingga dapat menimbulkan gangguan pengelihatan yang hebat, terutama bila
terletak didaerah pupil.4

2
Gambar a. Anatomi lapisan kornea

Kornea memiliki 5 lapisan dari luar ke dalam:4


1. Epitel
Terdiri dari 5 lapisan sel skuamosa yang tersusun sangat rapi dan merupakan
lanjutan dari epitel konjungtiva bulbi.
2. Membran Bowman
Letanya dibawah epitel dan terdidi dari lamel-lamel tanpa sel atau nukleus dan
merupakan modifikasi daripada jaringan stroma. Hanya memiliki sedikit daya
tahan, hingga mudah sekali dirusak dan tak dapat dibentuk kembali.
3. Stroma
Terdiri dari jaringan yang tersusun sejajar dan sangat rapih. Karena inilah kornea
sangat jernih, diantaranya terdapat semen, badan-badan kornea, leukosit,
wandering cells yang terdapat didalam lakuna, diantara serat-serat tersebut.
4. Membran Descemet
Merupakan membran yang lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman.
Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya, dibandingkan
dengan bagian-bagian yang lain dari kornea. Sehingga bila stroma sudah rusak
oleh adanya ulkus, maka membran Descemet masih dapat bertahan, oleh karena
tekanan intraokler akan menonjol keluar dan disebut Descemetocele, karena
bentuknya berupa bercak bewarna hitam, disebut juga mata lalat. Membran
descemet dibentuk oleh endotel, karena itu bila ada kerusakan dapat mengadakan
perbaikan. Dibagian perifer membran Descemet membentuk meshwork disudut
bilik mata dan dinamakan ligamentum pektinatum.

3
5. Lapisan endotel
Terdiri dari satu lapisan sel gepeng yang meliputi bagian posterior membran
Descemet, juga membungkus meshwork dan melapisi iris. Didalam stroma
kornea, dibagian pinggir, terdapat kanalis Schlemn, terus melalui saluran kolektor
kepleksus vena dijaringan sklera dan episklera. Kornea sendiri tidak mengandung
pembuluh darah, tetapi dilimbus terdapat lengkungan pembuluh darah, yang
berasal dari a.Siliaris anterior terdiri dari kapiler yang halus. Oleh karena itu,
adanya pembuluh darah dikornea, terisi maupun kosong, merupakan keadaan
patologis. Kornea mendapatkan makanan dengan difusi dari pembuluh-pembuluh
dilimbus dan cairan bilik mata depan, yang meliputi permukaan posterior kornea.
Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel, yang merupakan
membran yang semipermeabel. Keadaan kedua lapisan sangat pening untuk
mempertahankan kejernihan kornea. Kalau terdapat kerusakan epitel dan endotel,
maka air dapat masuk kedalam jaringan korneadan menyebabkan edema kornea
dan kornea menjadi keruh, sehingga pembentukan bayangan yang baik diretina
terganggu, menyebabkan gangguan ketajaman pengelihatan. Didalam jaringan
kornea terdapat banyak sekali serat-serat saraf, yang berasal dari serat-serat saraf
siliaris di limbus, yang memberikan cabang-cabangnya yang halus menembus
membran Bowman dan berakhir sebagai ujung yang lepas diepitel.

B. DEFINISI
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrat sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada
media kornea ini, maka tajam pengelihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis
terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.
Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu: keratitis
superfisialis dan keratitis profunda atau interstisialis. Pada keratitis superfisialis
lapisan kornea yang terkena adalah lapisan epitel atau membrane bowman.
Sedangkan pada keratitis profunda atau interstisialis lapisan korena yang terkena
adalah pada lapisan bagian stroma.1

4
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut Murillo Lopez (2006), sekitar 25.000 orang Amerika terkena keratitis
bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit pada
negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
pengguna lens kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis dan berkisar dari 2% dari kasusu keratitis di New York untuk 35% di
Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di
Amerika Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies
Candida dan Aspergilus lebih umum di negara-negara utara. Secara signifikan lebih
sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.2,3

D. ETIOLOGI
 Bakteri: Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Neisseria, Moraxella,
Mycobacterium, Nocardia, Non-spore-forming anaerobes.
 Jamur: Jamur berfilamen, jamur bersepta, jamur tidak bersepta, Jamur ragi
dan tunas, jamur difasik.
 Virus: Herpes simpleks virus (HSV).
 Acanthamoeba.5,6

E. PATOFISIOLOGI
Karena kornea avaskular, maka pertahanan pada saat peradangan tidak segera
datang, seperti jaraingan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cells dan sel-sel lain yang terdapat distroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag , baru kemudian disusul, baru kemudian disusul dengan
dilatasi pembulu darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma,
leukosit polimononuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tanoak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin.4
Dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. Ulkus ini dapat
menyebar kepermukaan atau masuk kedalam stroma. Lebar dan dalamnya ulkus
dapat dilihat dengan tes fluoresin. Jika peradangan hebat tetapi belum ada perforasi
dari ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar.

5
Penyebaran melalui membran descement, endotel kornea kecairan COA. Dengan
dimikian iris dan badan siliar meradang dan timbul kekeruhan pada COAdisusul
dengan terbentuknya hipopion (pus didalam COA). Hipopion yan terbentuk steril,
tidak mengandung kuman karena kornea pada ulkus menipis, oleh tekanan
intraokuler dapat menonjol keluar dan disebut keratektasi.4
Bila peradangan terus mendalam tetapi tidak mengenai membran descement
dapat timbul tonjolan membran descement yang disubut descementocele atau mata
lalat. Ila peradangan hanya dipermukaan saja, penyembuhan berakhir dengan
pembentukan jaringan parut, yang dapat berupa nebula, makula atau leukoma. Bila
ulkus lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi. Adanya perforasi menimbulkan
hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat
masuk kedalam mata dan menyebabkan endofalmitis, panofalmitis dan berakhir
dengan ptisis bulbi.4

Dengan terjadinya perforasi, cairan bilik mata depan dapa mengalir keluar dan
iris mengikuti gerakan ini kedepan, sehingga iris melekat pada luka kornea yang
perforasi dan disebut Sinekhia Anterior atau iris dapat menonjol keluar melalui
perforasi tersebut dan disebut iris prolaps, yang menyumbat fistel. Pada waktu
adanya perforasi tekanan intraokuler menurun. Oleh karena timbul peradangan dari
iris dan badan siliar, maka cairan COA mengandung fibrin dan fibrin ini menutup
fistel, sehingga tekanan intraokuler naik lagi. Dengan meningkatnya tekanan okuler,
fibrin yang menutup fistel terlepas kembali dan fistelpun terbuka lagi. Jadi fistel
hilang timbul bergantian-ganti, sampai terentuknya jaringan parut dikornea. 4

Bila tempat perforasi kornea dengan iris prolaps, kemudian timbul jaringan
parut, maka disebut leukoma adherens, dimana pada tempat tersebut terjadi
penyempitan sudut COA, oleh adanya sinekia anterior, menyebabkan aliran bilik
mata disudut COA terganggu yang dapat menyebabkan timbulnya peningkatan
tekanan intraokuler (glaukoma sekunder).4

6
F. DIAGNOSIS
I. Manifestasi klinis
Gejala patognomik dari keratitis adalah terdapatnya infiltrat di kornea.
Infiltrat dapat ada di segala lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan
pegobatan keratitis. Tanda subyektif lain yang dapat mendukung diagnosis
keratitis adalah rasa nyeri terkecuali pada keratitis neuroparalitika, fotofobia,
lakrimasi, blefarospasme dan gangguan visus.4,6,7
Injeksi perikornea di limbus kornea merupakan tanda obyektif yang dapat
ditemukan. Jika hebat dapat juga disertai injeksi konjungtiva. Mungkin juga
terdapat peradangan dari iris dan badan siliar. Kornea eodem dan terdapat
infiltrat.4,6,7
1. Pemeriksanaan
Pada keratitis dapat dilakukan pemeriksaan :
a. Tes Placido
Tes placido yaitu uji untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan
memakai papan plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris
putih hitam yang menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien sendiri
membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran
bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido pada kornea berupa
lingkaran konsentris. 8
b. Tes Fluoresin
Tes fluoresin yaitu uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea.
Caranya, kertas fluoresin dibasahi terlebih dahulu penderita diberi anestesi
okal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas
diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan disebut sebagai uji
fluoresin positif. 8
c. Tes Fistel
Tes fistel yaitu uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea.
Pada konjungtiva inferior ditaruhnkertas flouresin. Bila terdapat fistel kornea
akan terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau.8
d. Asies visus
Pada pemeriksaan asies visus, dipakai tes dengan kartu dari Snellen.
Pemeriksaan dilakukan pada jarak 6 meter.asies vius dinyatakan dengan
pecahan. Bla penderita hanya dapat melihat huruf terbesar, maka asies visus
7
6/60, berarti pada jarak 6 meter (jarak pemeriksa) orang itu hanya dapat
melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 50 meter.8
Bila huruf terbesar tak dapat terlihat , maka penderita disuruh menghitung
jari dapat dilihat pada jarak 60 meter. Bila pada jarak terdekat tak dapat
menghitung jari, maka penderita harus dapat mengatakan arah dari gerakan
tangan pemeriksa dengan benar, yang digerakan didepannya. Dalam keadaan
normal gerakan tangan dapat dilihat pada jarak 300 meter. Bila dengan jarak
terdekat tak dapat terlihat, maka dilakukan penyinaran ada mata yang
diperiksa. Penderita harus mampu nyebutkan arah sinar dengan baik. Bila
penderita dapat menyebutkan arah datangnya sinar dengan baik pada segala
arah, maka dinyatakan asies visusnya 1/∞ dengan proyeksi baik. Bila
penderita tidak dapat menyebutkan arah datangnya sinar dengan baik maka
asies visusnya 1/∞ dengan proyeksi buruk.8
e. Sensibilitas kornea
Uji sensibilitas kornea yaitu uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea.
Caranya dengan meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian
dirangsang dengan kapas kering dari bagian lateral kornea. Bila terdapat
refleks mengedip, rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus
dan fasial baik. 8
f. Bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea

G. KLASIFIKASI
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
I. Keratitis Bakteri
a. Etiologi Menurut American Academy of Ophthalmology.

Common Organisms Uncommon Organisms

Staphylococcus aureus Neisseria spp

Staphylococcus epidermidis Moraxella spp

Streptococcus pneumoniae Mycobacterium spp


and other Streptococcus spp

8
Pseudomonas aeruginosa Nocardia spp
(most common organism in
soft contact lens wearers)

Enterobacteriaceae (Proteus, Non-spore-forming anaerobes


Enterobacter, Serratia) Corynebacterium spp

Tabel 2.1. Penyebab Keratitis Bakterial

b. Gejala klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata
yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi
kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis
perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.5,6
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan
bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di
media cokelat (untuk Neisseria, Haemophillus dan Moraxella sp), agar darah
(untuk kebanyakan jamur, dan bakteri kecuali Neisseria) dan agar Sabouraud
(untuk jamur, media ini diinkubasi pada suhu kamar). Kemudian dilakukan
pewarnaan Gram.5,6
d. Penatalaksanaan
Diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri.

Organism Antibiotic Topical Dose Subconjunctival


Dose

Gram-positive Cefazolin 50 mg/mL 100 mg in 0,5 mL


cocci Vancomycin* 25 mg in 0,5 mL
25-50 mg/mL
Moxifloxacin or Not available
gatifloxacin 5 or 3 mg/mL,
respectively

Gram-negative rods Tobramycin 9-14 mg/mL 20 mg in 0,5 mL


Ceftazimidine 100 mg in 0,5 mL

9
Fluoroquinolones 50 mg/mL Not available

3 mg/mL

No organism or Cefazolin with 50 mg/mL 100 mg in 0,5 mL


multiple types of Tobramycin or 20 mg in 0,5 mL
9-14 mg/mL
organisms fluoroquinolones
3 or 5 mg/mL

Gram-negative Ceftriaxone 50 mg/mL Not available


cocci Ceftazimidine
50 mg/mL 100 mg in 0,5 mL

Mycobacteria Clarithromycin 10 mg/mL 0,03%


Moxifloxacin or
5 or 3 mg/mL,
gatifloxacin
respectively

Tabel 2.2.Penatalaksanaan Awal untuk Keratitis Bakterial (American Academy


of Ophthalmology Initial Therapy for Bacterial Keratitis

II. Keratitis Jamur


a. Etiologi5,6
 Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan
cabang-cabang hifa.
 Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
 Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
 Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
 Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang
b. Gejala klinis
Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama, lesi
satelit, tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan
seperti hifa di bawah endotel utuh. Terdapat plak endotel, hipopion, kadang-
kadang rekuren, formasi cincin sekeliling ulkus, lesi kornea yang indolen.5,6

10
c. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis laboratorik sangat membantu diagnosis pasti, walaupun negatif
belum dapat menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Hal yang utama adalah
melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura)
yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Kemudian dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan
angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%.5,6
Sebaiknya melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tetapi memerlukan biaya yang
besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference
contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea
(metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa.5,6

d. Penatalaksanaan

Hal yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis


keratomikosis yang dihadapi, dapat dibagi:5,6

 Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya. Topikal amphotericin B


1,02,5 mg/ml, thiomerosal (10 mg/ml), natamycin > 10 mg/ml, golongan
imidazole.
 Jamur berfilamen. Untuk golongan II : Topikal amphotericin B,
thiomerosal, natamycin (obat terpilih), imidazole (obat terpilih).
 Ragi (yeast). Amphoterisin B, natamycin, imidazole
 Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati. Golongan
sulfa, berbagai jenis antibiotik.
III. Keratitis Virus
a. Etiologi
Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering
pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host,
merupakan parasit intraselular obligat yang dapat ditemukan pada mukosa,
rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi
melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat
kelamin yang mengandung virus.5,6

11
b. Gejala klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata, fotofobia,
penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama
jika bagian pusat yang terkena. Infeksi primer Herpes simpleks pada mata
biasanya berupa konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler
yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan
penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi
jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat 17 sembuh sendiri, akan tetapi
pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi
parah dan menyerang stroma.5,6
c. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi
kulit mengandung sel-sel raksasa. Virus ini dapat dibiakkan pada membran
korio-allantois embrio telur ayam dan pada banyak jenis lapisan sel jaringan
(misal sel HeLa, tempat terbentuknya plak-plak khas). 5,6
d. Terapi
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement
epithelial, karena virus berlokasi didalam epitel. Debridement juga
mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat
erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan.
Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat
siklopegik seperti atropin 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus
konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap
hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya
dalam 72 jam. 5,6

Terapi Obat5,6

 IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan


diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).

 Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.

 Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.

12
 Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

 Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.

Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi


penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif. 5,6

IV. Keratitis Acanthamoeba


a. Etiologi
Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang biasanya
disertai dengan penggunaan lensa kontak. 5,6
b. Gejala klinis
Rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya yaitu
kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural. Bentuk-bentuk awal pada penyakit ini,
dengan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea semakin
banyak ditemukan. Keratitis Acanthamoeba sering disalah diagnosiskan
sebagai keratitis herpes. 5,6
c. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas
media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik
menampakkan bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan
kontak lensa harus dibiak. Sering kali bentuk amuba dapat ditemukan pada
larutan kotak penyimpan lensa kontak. 5,6
d. Penatalaksanaan
Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat, propamidin
topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin. Agen lain yang
mungkin berguna adalah paromomisin dan berbagai imidazol topikal dan oral
seperti ketokonazol, mikonazol, itrakonazol. Terapi juga dihambat oleh
kemampuan organisme membentuk kista didalam stroma kornea, sehingga
memerlukan waktu yang lama. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan
untuk mengendalikan reaksi radang dalam kornea. Keratoplasti mungkin

13
diperlukan pada penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan berlanjutnya
infeksi atau setelah resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan
penglihatan. Jika organisme ini sampai ke sklera, terapi obat dan bedah tidak
berguna.5,6

Keratitis diklasifikasikan menurut Prof I. Salim


I. Keratitis superfisial nonulseratif
1.1 keratitis pungtata superfisial dari fuch
a. Gejala klinis
Merupakan suatu peradangan akut yang mengenai satu atau kedua mata,
dapat dimulai dari konjungtivitis kataral, disertai infeksi dari traktus
respiratorius. Tampak infiltrat yang berupa titik-titik pada kedua
permukaan membran Bowman. Tes fluoresin (-) karena letaknya terjadi di
subepitelial.
Kornea sedikit eodem dan sensibilitas kornea terganggu sebentar. Dengan
timbulnya bercak infiltrat ini maka tanda dari konjungtivitisnya mereda
tinggal perasaan ada benda asing di mata yang dapat dirasakan hingga 2-3
minggu, disertai rasa sakit, lakrimasi, fotofobi, injeksi perikornea.
Penyebabnya belum diketahui dengan jelas, diduga diakibatkan infeksi
virus, bakteri, parasit, neurotropik, dan nutrisional.6,8,9

Gambar b. Keratitis pungtata


b. tatalaksana
Dapat biberikan pengobatan lokal berupa :4
- sulfat atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes
- salep antibiotika atau sulfat untuk menghindari infeksi sekunder. dapat
pula dikombinasi dengan kortikosteroid asal dikelola dengan baik
- mata ditutup dengan perban.

14
1.2 keratitis numularis dari dimmer
a. gejala klinis
penyebabnya diduga diakibatkan oleh virus. Pada kornea terdapat infiltrat
bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, disebut halo.
Diduga halo ini terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai
ditengah. Tes fluoresin (-). Keratitis numularis apabila sembuh akan
meninggalkan sikatrik yang ringan.6,9

Gambar c. Keratitis numularis


b. tatalaksana
pengebotan yang diberikan tidak ada yang spesifik, obat-obatan hanya
mencegah infeksi sekunder. pengobatan lokal diberikan sulfat atropin 1 %
3 kali sehari satu tetes, disertai salep antibiotika yang dapat
dikombinasikan dengan dengan kortikosteroid dengan pengelolaan
seksama, matanya ditutup.4
1.3 keratitis disiformis dari westhoff
a. gejala klinis
disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan
kornea yang banyak di negari persawahan basah. Pada anamnesa
umumnya ada riwayat trauma dari lumpur sawah.umumnya menyerang
orang-orang berumur 15-30 tahun. Keluhan dimulai dengan lakrimasi,
fotofobia, gangguan visus, rasa sakit dan blefarospasme. Dimata tanda
radang tidak jelas, mungkin sedikit injeksi silier. Pada kornea tampak
infiltrat yang bulat-bulat di tengahnya lebih padat dari pada di tepi dan
terletak subepitelial. Tes fluoresin (-).6,8,9

15
Gambar d. Keratitis Disformis
b. tatalaksana
pengobatan yang diberikan sulfat atropin 1% 3 kali sehari satu tetes,
disertai salep mata antibiotik yang dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid dan mata ditutup. Biasanya perjalanan penyakit lama dapat
berbulan-bulan.4
1.4 Keratokonjungtivitis epidemika
a. gejala klinis
merupakan peradangan yang mengeai kornea dan konjungtiva yang
disebabkan oleh reaksi alergi terhadap adenovirus tipe 8. Penyakit ini
dapat timbul sebagai suatu epidemika dan biasanya unilateral. Umumnya
pasien merasakan demam, merasa seperti ada benda asing, kadang-kadang
disertai nyeri periorbita, dan disertai penglihatan yang menurun. 2,5
Perjalanan penyakit ini sangat cepat, dimulai dengan konjungtivitis
folikularis nontrakomatosa akut yang ditandai dengan palpebra yang
bengkak, konjungtiva bulbi khemotis dan mata terasa besar dan dapat
disertai dengan adanya pseudomembran.6,8,9
b. tatalaksana
belum ada yang spesifik, sulfat dan antibiotika lokal atau sistemik dapat
menghindarkan infeksi sekunder. lokal diberikan pula sulfat atropin 1 % 3
kali sehari satu tetes, disertai salep antibiotika atau sulfat yang dapat
dikombinasi dengan kortikosteroid, disertai dengan pengawasan yang
teliti.4

16
II. Keratitis superfisialis ulseratif
2.1 keratitis pungtata superfisial ulserativa
a. gejala klinis
Penyakit ini didahului oleh konjungtivitis kataral, akibat stafilokok
ataupun penumokok. Tes fluoresin (+).9
b. tatalaksana
pengobatan yang diberikan sulfat atropin 1% 3 kali sehari satu tetes,
disertai salep mata antibiotikyang berspektrum luas. Mata harus ditutup,
untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut dan juga memberi
kehangatan sehingga penyembuhan dipercepat.4
2.2 keratitis flikten
a. gejala klinis
Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Pada mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna
putih keabuan yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol
di atas permukaan kornea.8,9
b. tatalaksana
pengobatan yang diberikan sulfat atropin 1% 3 kali sehari satu tetes,
disertai salep atau tetes mata antibiotik atau sulfat untuk pencegahan
infeksi sekunder, mata ditutup. Kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan
selama tes fluoresin masih (+).4
2.3 keratitis herpetika
2.4 keratitis sika
a. gejla klinis
Merupakan peradangan akibat keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva, yang dapat disebabkan karena :8,9
 Defisiensi komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, dan
akibat pembedahan kelopak mata.
 Defisiensi kelenjar air mata, seperti pada sjogren syndrome, sindrom relay
day dan sarkoidosis
 Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A, trauma kimia,
Steven-johnson syndrome

17
 Akibat penguapan yang berlebihan
 Akibat sikatrik di kornea

Gambaran klinis berupa sekret mukous, adanya tanda-tanda konjungtivitis


dengan xerosis. Pada kornea terdapat infiltrat kecil-kecil, letak epitelial
sehingga akan didapatkan tes fluoresin (+).8,9

Gambar e. Kertitis sika

Secara subyektif keluhan penderita tergantung dari kelainan kornea yang


terjadi. Apabila belum ada kerusakan kornea maka keluhan penderita
adalah mata terasa pedih, kering, dan rasa seperti ada pasir, keluhan-
keluhan yang lazim disebut syndrom dry eye. Apabila terjadi kerusakan
pada kornea, keluhan-keluhan ditambah dengan silau, sakit, berair, dan
kabur.8,9

Secara obyektif pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjunctiva


dan kornea hilang, tes Schimmer berkurang, tear-film kornea mudah
pecah, (tear break-up time) berkurang, dan sukar menggerakkan bola
mata.Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa,
atau punctata. Pada kerusakan kornea dapat terjadi ulkus kornea dengan
segala komplikasinya. 8,9

18
Tes pemeriksaan untuk keratitis sika: 8,9
 Tes Schimmer. Apabila resapan air pada kertas Schimmer kurang dari 10
mm dalam 5 menit dianggap abnormal.
 Tes zat warna Rose Bengal konjunctiva. Pada pemeriksaan ini terlihat
konjunctiva berwarna titik merah karena jaringan konjunctiva yang mati
menyerap zat warna.
 Tear film break-up time. Waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya
bercak kering sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15-20 detik,
tidak pernah kurang dari 10 detik.
b. Tatalaksana
Pengobatan dari keratitis sika tergantung dari penyebab penyakitnya:
 Pemberian air mata tiruan apabila yang berkurang adalah komponen
air.
 Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang.
 Penutupan punctum lacrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.
Penyulit keratitis sika adalah ulkus kornea, kornea tipis, infeksi
sekunder oleh bakteri, serta kekeruhan dan neovaskularisasi kornea.4
2.5 rosasea keratitis
a. Gejala klinis
Penyakit ini biasanya didapat pada orang yang menderita acne rosacea,
yaitu penyakit dengan kemerahan di kulit, disertai adanya akne di
atasnya.4

Gembar f. Rosease keratitis

19
b. Tatalaksana
Dapat biberikan pengobatan lokal berupa :4
- sulfat atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes
- salep antibiotika atau sulfat untuk menghindari infeksi sekunder.
- diberikan larutan HCL bila terdapat gastric ashloridia.
III. Keratitis profunda nonulseratif
3.1 keratitis intertisial
a. Gejala klinis
Disebut juga sebagai keratitis parenkimatosa. Penyebab paling sering
adalah Lues kongenital dan sebagian kecil akibat Tbc. 2 Seluruh kornea
keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti permukaan
kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh darah ke
dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau “Salmon patch”
dari Hutchinson.8,9
b. Tatalaksana
Lokal diberikan sulfat atropin 1 % 3 kali sehari 1 tetes, antibiotik
kortikosteroid. Bila kornea tetap keruh sesudah pengobatan, maka dapat
dilakukan keratoplastik.4
3.2 keratitis pustuliformis profunda
a. Gejala klinis
Disebut juga acute syphilitic abscess of the cornea, dan umumnya
disebabkan lues akuisita, jarang oleh TBC. Dimulai dengan fotofobia dan
injeksi perikornea yang ringan, kemudian timbul infiltrate di lapisan
dalam stroma, berbentuk segitiga dengan basis di limbus dan apek di
kornea.4
b. Tatalaksana
Lokal diberikan sulfat atropina dan antibiotik. Kortikosteroid dapat
diberikan karena merupakan proses alergi dan juga tak ada kerusakan
epitel, tetapi juga harus dengan pengelolaan yang seksama. Mata ditutup.4

20
3.3 keratitis sklerotikans
a. Gejala klinis
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang pada
sklera (skleritis). Perkembangan kekeruhan kornea ini biasanya terjadi
akibat proses yang berulang-ulang yang selalu memberikan sisa-sisa baru
sehingga defek makin luas bahkan dapat mengenai seluruh kornea.
Keluhan dari keratitis sklerotikans adalah mata terasa sakit, fotofobia dan
timbul skleritis.8,9
b. Tatalaksana
Pengobatan lokak diberikan sulfat atropin, antibiotik. Mata ditutup.
Kortikosteroid dapat diberikan lokal dan sistemik bila terdapat
iridosiklitis.4
IV. Keratitis profnda ulseratif
4.1 Keratitis et lagoftalmus
a. Gejala klinis
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus yaitu keadaan kelopak
mata tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan
kornea. Lagoftalmus akan mengakibatkan mata terpapar sehingga terjadi
trauma pada konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi.8
Umumnya pada lagoftalmus yang terkena kornea bagian bawah, karena
secara refleks, pada waktu tidur bola mata bergerak ke arah temporal atas,
sehingga pada lagoftalmus, bagian bawah kornea tidak terlindung.9
b. Tatalaksana
Kausal terhadap penyebab lagoftalmus. Untuk melindungi kornea,
dilakukan tarsorafi yang ditinggalkan sebagian untuk memberikan
pengobatan lokal seperti sulfat atropin, salep antibiotikyang sesuai dengan
kuman penyebab infeksi. Jangan sekali-kali menutu mata dengan kasa
pada lagoftalmus, karena dapat merusak kornea. Mata harus ditutup
dengan gelas arloji.4
4.2 Keratitis neuroparalitik
a. Gejala klinis
Merupakan keratitis akibat kelainan nervus trigeminus, sehingga terdapat
kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea. Penyakit
ini dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior, dan keadaan
21
lain sehingga kornea menjadi anestetis. Penderita mengeluh ketajaman
penglihatannya menurun, lakrimasi, silau tetapi tak ada rasa sakit. Uji
fluoresin (+).8,9
b. Tatalaksana
- Untuk melindungi kornea, dilakukan tarsorafi dan lokal diberikan
sulfat atropin, antibiotika yang sesuai degan kuman penyebabnya.
Obat neurotropik per oral atau parenteral dapat diberikan juga
- Bila ulkusnya sudah sembuh, harus ditekankan pada penderita, bahwa
matanya harus dilindungi terus dengan kacamata, karena matanya
insensitif.4
4.3 Xeroftalmia
a. Gejala klinis
Merupakan kelainan mata yang disebabkan oleh difisiensi vitamin A dan
sering disertai Malnutrisi Energi Protein, yang banyak dijumpai pada
anak, terutama anak di bawah 5 tahun. Keadaan ini merupakan penyebab
kebutaan utama di Indonesia. Departemen kesehatan Republik Indenesia,
mengklasifikasikan Xeroftalmia, menjadi:9
 Stadium I = Hemeralopia
 Stadium II = Stadium I + Xerosis konjungtiva dan kornea
 Stadium III = Stadium I dan II + Keratomalacia yaitu mencairnya
kornea.
b. Tatalaksana
- Lokal diberikan sulfat atropin, antibiotika untuk mencegah infeksi
sekunder dan mata ditutup
- Keadaan umum diperbaiki dengan pemberian makanan tinggi kalori
dan protein
- Pemberian vitamin A dengan dosis terapeutik.4

22
H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan
akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai
hilangnya pengelihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain nataranya :3,6

 Toxic iridocyclitis
Biasanya bersama dengan kasus ulkus kornea yang purulent yang terjadi
disebabkan absorbsi toxin pada anterior chamber.
 Secondary Glaucoma
Terjadi oleh karena fibrin eksudat menutup sudut anterior chamber
(inflammatory glaucoma)
 Perofrasi ulkus kornea
Tekanan yang tiba-tiba yang disebabkan batuk, bersin, atau spasme muskulus
arbicularis dapat mengkonversi perforasi. Pada proses perforasi ini rasa nyeri
akan hilang mendadak.
 Corneal scar
Disebabkan oleh penyembuhan ulkus. Corneal scar meninggalkan kerusakan
pengelihatan yamg permanen diri kabur sampai buta total. Tergantung dari
perjalanan klinis ulkus Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir
dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula,
makula, dan leukoma.
- Nebula, timbul bila ulkus tak begitu dalam dan tampak sebagai bercak
seperti awan, yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya
buatan.
- Makula, terjadi bila ulkus lebih dalam dan tampak sebagai bercak
putih yang tampak di kamar biasa.
- Leukoma, didapat bila ulkus lebih dalam lagi dan tampak sebagai
bercak putih seperti porselen, yang sudah tampak dari jarak jauh.
.

23
I. PROGNOSIS
Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk luas dan
dalamnya lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidaknya perluasan ke jaringan orbita
lain, status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), virulensi patogen,
ada tidaknya vaskularisasi dan deposit kolagen pada jaringan tersebut, waktu
penegakan diagnosis klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang seperti
kulturpatogen di laboratorium. Pasien dengan infeksi ringan dan diagnosis
mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik, bagaimanapun kontrol
dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokuler sangat
sulit. Diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi hilangnya
pengelihatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karna
diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap
virus ataupun bakteri. Pada keratitis superficial pungtata penyembuhan biasanya
berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan.5,6

24
BAB III

KESIMPULAN

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrat sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini,
maka tajam pengelihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi
pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.1

Keratitis dikalsifikasikan menjadi:

A. Menurut etiologi.5,6

i. Keratitis bakteri

ii. Keratitis jamur

iii. Keratitis virus

iv. Keratitits Acanthamoeba

B. Prof I. Salim.4

i. Keratitis superfisial non-ulseratif

ii. Keratitis superfisialis ulseratif

iii. Keratitis profunda nonulseratif

iv. Keratitis profnda ulseratif

Setiap etiologi menunjukan gejala yang berbeda-beda tergantung dari jenis


patogendan lapisan kornea yang terkena. Diagnosis keratitis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dengan penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan etiologi penyebabnya. Prognosis pada setiap kasus
tergantung beberapa faktor, termasuk luasnya dan kedalaman lapisan kornea yang terlibat,
ada atau tidaknya perluasan ke jaringan orbita lain, status kesehatan pasien (contohnya
immuocompromised), serta penegakan diagnosis dan pengobatan yang diberikan .5,6

25

Anda mungkin juga menyukai