Wa0009
Wa0009
TINJAUAN PUSTAKA
4
adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Robinson,
2013) :
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak
dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan
akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak
terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling
khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang
tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis,
efusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer
3. Respiratory sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi
pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung,
dan sesak napas
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/ usus besar, colitis, dan pangkreastitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp.
Selain itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan pada urea pada kulit
6. Neurologis
5
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal
pada lengan dan kaki, selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma dan kejang
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hematopolitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia, dankerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius
pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, deminerealisasi tulang, fraktur patologis,
dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
2.1.4 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis (CKD)
Pada gagal ginjal kronis fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal
dari nefron. Insifiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR
(Glomerular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata-rata 50%, biasanya
muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan
sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi pun terganggu. Pada hakikatnya
tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun
awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis
membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering
mengakibatkan komplikasi (Madara, 2008).
6
Glomerulonefritis
PATOFISIOLOGI GAGAL
Infeksi Kronis GINJAL KRONIK
Kelainan Kongenital
Penyakit Vaskuler
Gagal Ginjal Kronis
Nephrolitiasis
v
Gangguan Produksi Urine
SLE
Reabsorbsi Hipernatremia
Obat Nefrotoksik MK : Gangguan
Hiponatremia Retensi Cairan
eliminasi urine
Stress ulcer
Oedema pulmonal
HCL meningkat
Ekspansi paru
turun Retensi CO2
Mual muntah
Asidosis
MK : Dsyneu respiratorik
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari MK : Ketidakefektifan MK : Gangguan
kebutuhan tubuh pola napas pertukaran gas
7
2.1.5 Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronis (CKD)
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Baughman, 2000) :
1. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
adalah dengan analisa creatinine clearence. Pemeriksaan kadar elektrolit
juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalis dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan
parenkim ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal, selain itu ukuran pada ginjal pun akan terlihat.
2.1.6 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis (CKD)
Menurut Arief Mansjoer (2000) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien
dengan gagal ginjal kronik :
1. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau
diuretik loop(bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen
natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan.
2. Diet tinggi kalori dan rendah protein.
Diet rendah protein (20- 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea (mual) dan uremia , menyebabkan penurunan ureum
dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
8
3. Kontrol Hipertensi.
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung
kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.
4. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar,
diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi
kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid).
5. Mencegah penyakit tulang.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3000
mg) pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi.
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi
lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya
toksik yang dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik opiate, dan
alupurinol.
8. Deteksi terapi komplikasi.
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan,
sehingga diperlukan dialisis.
9. Persiapan dialisis dan program transplantasi.
2.1.7 Komplikasi Gagal Ginjal Kronis (CKD)
Menurut Smeltzer (2010), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
1. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
9
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
4. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastro intestinal.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.
2.1.8 Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata :
Identitas klien dan penanggung jawab
Umur : biasanya berusia antara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami
CKD dibawah umur.
2. Riwayat Kesehatan Masuk RS
Awal keluhan dirasakan sampai dengan masuk rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan Saat Pengkajian
Keluhan Utama :
Lemas, pusing, gatal, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak, kram,
BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah tidur, berdebar,
mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada,
nyeri punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri
otot, nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat
dingin, batuk berdahak/tidak.
Kemudian keluhan utama dikembangkan dengan perangkat PQRST dan
dicantumkan keluhan penyerta.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain,
riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan, jamu,
riwayat trauma ginjal, riwayat penyakit endokrin, riwayat penyakit
kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan, riwayat
dehidrasi, riwayat trauma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, trauma , riwayat
penyakit batu ginjal .
10
6. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan TTV
Kedaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan RR
meningkat. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai
berat.
B1 (Breathing). Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering
didapatkan pada fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernapasan
kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan
pembuangan karbondioksida yang menumpuk disirkulasi.
B2 (Blood). Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongensif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina
dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi
perifer sekunder dari perununan curah jantung akibat hiperkalemi.
B3 (Brain). Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
B4 (Bladder). Penurunan urine output < 400 ml/hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
B6 (Bone). Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki, kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi, pruritus, demam,
petekie, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, jaringan lunak, dan
keterbatasan gerak sendi.
11
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urine,
diet berlebihan, retensi cairan dan natrium.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan over hidrasi: penumpukan
cairan di paru.
3. Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
4. Gangguan integritas kulit : Gatal bd akumulasi garam ureum pada kulit,
peningkatan kadar fosfat.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produksi sampah dan prosedur dialisis.
6. PK Hiperkalemia ditandai dengan irama jantung irreguler, disritmia,
kegagalan kontrol mekanisme kontraksi otot, kejang.
7. Risiko cedera berhubungan dengan akumulasi elektrolit dan produk
sampah.
8. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
9. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis
metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase
pada otak.
C. Rencana Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran
urine, diet berlebihan, retensi cairan dan natrium.
Tujuan : Kelebihan volume cairan dapat teratasi
Kriteria Hasil :
· Klien mengatakan bengkak berkurang/hilang
· Klien mengatakan sesak berkurang
· Edema (-)
· Respirasi Normal
12
Intervensi Rasional
1. Kaji status cairan: Timbang pengkajian merupakan dasar dan
berat badan harian, data dasar berkelanjutan untuk
Keseimbangan masukan dan memantau perubahan dan
haluaran, Turgor kulit dan mengevaluasi intervensi.
adanya edema, Distensi vena
leher, Tekanan darah, denyut dan
irama nadi
2. Batasi masukan cairan Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal,
haluaran urin, dan
3. Identifikasi sumber potensial respons terhadap terapi.
cairan: Medikasi dan cairan yang Sumber kelebihan cairan yang
digunakan untuk pengobatan; tidak diketahui dapat
oral dan intravena, Makanan diidentifikasi
4. Bantu pasien dalam menghadapi Kenyamanan pasien
ketidaknyamanan pembatasan meningkatkan kepatuhan
cairan. terhadap pembatasan diet.
5. Berikan Diuretic sesuai pesanan Untuk menentukkan efek dari
dan monitor terhadap responnya. pengobatan dan observasi
tehadap efek samping yang
mungkin timbul seperti :
Hipokalemia dll.
13
· Sianosis (-)
· Hb 10-11 mg/dl
· Orthopneu (-)
· Dispneu (-)
· Pch (-)
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat Menyatakan adanya
adanya crakles pengumpulan secret
2. Ajarkan pasien batuk efektif dan Membersihkan jalan nafas dan
nafas dalam memudahkan aliran O2
3. Atur posisi senyaman mungkin Mencegah terjadinya sesak nafas
4. Batasi untuk beraktivitas Mengurangi beban kerja dan
mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia
14
3. Beikan makanan sedikit tapi Porsi lebih kecil dapat
sering meningkatkan masukan
makanan
4. Tingkatkan kunjungan oleh orang Memberikan pengalihan dan
terdekat selama makan meningkatkan aspek social
5. Berikan perawatan mulut sering Menurunkan ketidaknyamanan
stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan
makanan
15
krim. dan menjaga kelembaban kulit.
4. Anjurkan tidak menggaruk. Garukan merangsang pelepasan
histamin
5. Kolaborasi dalam pemberian Sebagai salah satu terapi untuk
salep atau krim sesuai mempertahankan integritas kulit
indikasi
16
pasien sangat melelahkan.
17
Risiko cedera berhubungan dengan akumulasi elektrolit dan produk
sampah.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi cedera pada pasien.
Intervensi Rasional
1. Amati tanda-tanda adanya Untuk memastikan terapi yang cepat
akumulasi produk sampah dan tepat
(hiperkalemia, hiperfosfatemia,
uremia)
2. Berikan diet rendah protein, Untuk menurunkan kebutuhan
kalium, natrium dan fosfor. ekskresi pada ginjal
3. Kolaborasi pelaksanaan dialisis Untuk mempertahankan fungsi
ekskresi
18
penentuan terhadap tindakan
selanjutnya.
4. Kolaborasi dalam:
- Pemberian transfuse
- Pemeriksaan laboratorium
Hb.
19
4. Jelasakan prosedur yang kan Dengan penjelasdan yang ada
dilakukan, manfaatnya bagi dan ikut secra langsung dalam
pasien dan libatkan pasien tindakan yang dilakukan, pasien
didalamnya. akan lebih kooperatif dan
cemasnya berkurang.
20
2.2 Konsep Cirrhosis Hepatic
2.2.1 Definisi Cirrhosis Hepatic (sirosis hepatis)
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nadulus regenerative (Sudoyo
Ayu,dkk,2090 dalam Nurarif dan Kusuma, 2015).
Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif diartikan dengan fibrosis luas
jaringan parut dan pembentukan nadul (Black and Hawks, 2014). Sirosis hepatitis
adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nadula-nadula regenerasi sel hati
yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Sylvia Price, 1994 dalam Wijaya
dan utri, 2013).
2.2.2 Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) ekologi sirosis hepatitis di bagi menjadi:
1. Sirosis Laennec
a. Sirosis Laennec disebut juga sirosis alkhoholik , portal dan sirosis
gizi merupakan sirosis yang dihubungkan dengan penyalahgunaan
alkhohol kronik.
b. 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis.
c. Alkhohol adalah efek toksis langsung terhada hati dan akumulasi
sel-sel hati yang menyebabkan perubahan hebat pada struktur dan
fungsi hepar.
2. Sirosis Postnekrotik
a. Kurang lebih 20% dari seluruh kasus
b. Terdapat pita jaringan parut sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus B dan C yang terjadi sebelumnya.
c. Terjadi karena kelainan metabolik, infeksi, dan post intoksikasi
zat kimia.
3. Sirosis Biliaris
a. Kurang lebih 15% kasus sirosis
b. Terbentuk jaringan parut
c. Terjadi akibat destruksi biliaris post hepatik Statis empedu
21
Penumpukan empedu dalam massa hati Terjadi
kerusakan sel-sel hati.
4. Sirosis Cardiac
a. CHF jangka lama yang berat
2.2.3 Patofisiologi
Pada sirosis, jaringan hati fungsional secara bertahap menjadi rusak dan
diganti oleh jaringan parut fibrosa. Ketika hepatosit dan lobul hati menjadi rusak,
fungsi metabolik hati akan menghilang. Nodul yang berstruktur abnormal yang
dikelilingi oleh jaringan ikat akan terbentuk. Jaringan ikat fibrosa akan
emmbentuk pita konstriktif yang mengganggu aliran darah dan empedu dalma
lobul hati. Darah tidak lagi mengalir secara bebas melalui hati ke vena kava
inferior. Keterbatasa aliran darah ini akan menyebabkan hipertensi portal,
meningkatkan tekanan darah dalam sistem vena portal.
2.2.4 Tanda dan Gejala
Manifestasi sirosis menurut Le Mon, Burke, dan Bauldol F (2016) sebagai
berikut:
1. Edema asites: Kerusakan fungsi hepatosit mengganggu sintesis
protein plasma (hipoalbuminemia)
2. Pendarahan memar: Meningkatnya penghancuran trombosit oleh
pembesaran limfa.
3. Varises esofageal, hemoroid: Meningkatnya tekanan dalam sistem
vena portal dengan perkembangan pembuluh darah yang lemah dan
berdinding tipis.
4. Gastritis, anoreksia, diare: Pengembangan vena pada sistem
gastroentestinal, ingesti alkhohol .
5. Distensi vena dindng abdomen(kaput medusa): Hipertensi portal.
6. Jaundis: Terganggunya metabolisme bilirubin yaitu gangguan fungsi
hepatosit.
7. Malnutrisi: Gangguan metabolisme nutrien, hormon, dan absorpsi
lemak.
8. Anemia, leukopenia, peningkatan resiko infeksi: pendarahan,
peningkatan penghancuran, sel darah amonia.
22
9. Arteriksis, ensefalopati: Terakumulasinya tosin metabolik,
terganggunya metabolisme dan ekskresi amonia.
10. Ginekomastia, infertilitas, impoten: Perubahan metabolisme hormon
seks.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya dan Putri (2013)
1. Uji Faal Hepar
a. Bilirubin meningkat (N: 0,2-1,4gr %)
b. SGOT meningkat (N: 10-40 u/c)
c. SGPT meningkat (N:5-35 u/c)
d. Protein total menurun (N: 6,6-8gr/dl)
e. Albumin menurun
2. USG yaitu atroi hepar
3. Biopsi hati yaitu deteksi infilitasi lemak, fibrosis, dan kerusakan
jaringan hati
4. Darah lengkap
Menurut Le Mone, Burke, dan Bauldoff (2016)pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan fungsi hati (ALT, AST, dan ALP)
2. HDL disertai trombosit
3. Pemeriksaan koagulasi
4. Elektrolit serum
5. Kadar bilirubin
6. Kadar albumin serum
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Brunner (2013) yaitu :
1. Terapi mencangkup antasid yaitu supelmen vitamin dan nutrisi, diet
seimbang diuretik penghemat kalium untuk asites dan hindari alkohol
2. Kolkisin dapat memperlama kesintesisan pada pasien denga sirosis
ringan sampai sedang
3. Meningkatkan istirahat : posisikan tempat tidur untuk mencapai
efektifitas pernapasan yang maksimal
23
4. Meningkatkan status gizi dan nutrisi : berikan diet bernutrisi protein
yang di lengkapi dengan vitamin B kompleks danvitamin lain termasuk
vitamin A,C dan K.
5. Berikan perawatan kulit : Gunakan posisi pasien secara sering, berikan
lotion untuk melembabkan kulit.
6. Mengurangi resiko cedera : gunakan pengaman tempat tidur, berikan
tekanan ke tempat pungsi vena untuk meminimalkan pendarahan
7. Memantau dan menangani komplikasi : pantau adanya pendarahan
8. Meningkatkan asuhan di rumah dan komunitas : persiapkan pasien
untuk pulang dengan memberikan intruksi diet termasuk menghapus
alkohol dari diet
2.2.7 Konsep asuhan keperawatan
Berdasarkan wijaya dan Putri (2013)
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Kesehatan
1). RKS
a) Biasanya klien datang dengan keluhan lemah
b) Anoreksia, Nausea
c) Kembung
d) Perut terasa tidak enak
e) BB menurun
f) Keluhan perut semakin membesar
g) Pendarahan gusi
h) Gangguan BAK ( inkotinesia urin ): BAK seperti teh
pekat
i) Gangguan BAB ( konstipasi/ diare)
j) Sesak napas
2). RKD
a) Apakah ada riwayat mengonsumsi alkohol?
b) Apakah ada riwayat penyakit hepatitis kronis ?
c) Apakah ada riwayat gagal jantung ?
24
d) Apakah ada Riwayat mengonsumsi obat-obatan ?
3). RKK
a) Apakah ada keluarga yang menderita hepatitis / sirosis
hepatis?
c. Pemeriksaan fisik
1). Letergi
2). Asites
3). Dispnea
4). Hepatomegali/
5). Edema
6). Ikterik
7). Pendarahan gusi
d. Eritema palmaris,pruritus
e. Tremor
f. Spidernevi
g. Cavit Medusa
h. Varises
i. Atropi Testis/ ginekomastra
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diet yang tidak adekuat, ketidakmampuan memproses/
mencerna makanan, anoreksia, mual dan mutah.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium/
masukan cairan, penurunan protein plasma, malnutrisi
c. Resti pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru akibat asites
d. Resti Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, akumulasi garam umpedu pada kulit, edema, asites
e. Resti cedera berhubungan dengan profil darah upnormal, gangguan
faktor pembekuan, hipertensi portal
f. Resti Perubahan proses pikir berhubungan dengan
25
3. Intervensi keperawatan
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan diet yang tidak adekuat, ketidakmampuan memproses/
mencerna makanan, anoreksia, mual dan mutah
Mandiri
1). Dorong klien untuk makan, libatkan orang terdekat, dan pilih
makanan yang di sukai klien
2). Berikan makanan sedikit tapi sering
3). Berikan perawatan mulut sebelum makan
4). Hidangkan makanan yang meningkatkan selera makan
5). Timbang BB tiap hari
6). Berikan makanan dengan keadaan hangat
7). Tambahkan garam jika di izinkan
Kolaborasi
1). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit TKTP, KH,
rendah lemak
2). Kolaborasi pemberian obat penambah nafsu makan, anti mual/
mutah
3). Awasi pemeriksaan lab glukosa serum, albumin protein total,
amonia
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium/
masukan cairan, penurunan protein plasma, malnutrisi
Mandiri
1). Batasi asupan Na= dan cairan Jika di intruksikan
2). Ukur intake output cairan
3). Aswasi TD,Cup dan catat DVJ
4). Kaji derajat pitting edma
5). Ukur lingkat abdomen
6). Dorong untuk tirah baring bila ada asites
Kolaborasi
1). Awasi albumin serum
2). Batasi Na+ dan cairan sesuai indikasi
26
3). Berikan diuretik furosemid( lasik) spirolaktan
c. Resti pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru akibat asites
Mandiri
1). Awasi Frekuensi, kedalaman dan upaya pernapasan
2). Pertahankan TT tinggi
3). Ubah posisi dengan sering, corong napas dalam, dan latihan
4). Selidiki perubahan tingkat kesadaran
5). Monitor TTv tiap jam
6). Anjurkan klien untul banyak istirahat
Kolaborasi
1). Awasi seri AGD Ro Dada
2). Berikan O2 sesuai indikasi dan siapkan prosedur prasentasi
27
2.2.8 Pathway
Faktor Nyeri
Sirosis
penye bab Hepatis Inflamasi akut