SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
Vina Afiatul Khusna
3105120
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
DEPARTEMEN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH
Alamat: Prof. Dr. Hamka Kampus II Telp. 7601295 Fak. 7615387 Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Pembimbing I Pembimbing II
iii
MOTTO
Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekasane lawan kas, Tegese kas nyatosani,
setya budya pangekese dur angkara.
(Ilmu itu dijalankan dengan perbuatan, dimulai dengan kemauan, kemauan adalah
penguat, budi setia penghancur kemurkaan).1
1
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, Serat Wedhatama, terj.tn, (Semarang:
Dahara Prize, 1994), hlm. 40-41.
iv
PERSEMBAHAN
v
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab peneliti menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga
skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
vi
ABSTRAK
Vina Afiatul Khusna (Nim: 3105120). Pendidikan Ilmiah Dan Pendidikan Akhlak
Pada Pupuh Pertama Serat Wedhatama Karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
Mangkunegara IV Dalam Perspektif Pendidikan Islam. Skripsi. Semarang: Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1). Ide/gagasan Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dalam pupuh pertama Serat Wedhatama
(2). Pendidikan ilmiah dan pendidikan akhlak pada pupuh pertama Serat Wedhatama
Karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dalam perspektif
pendidikan Islam.
Penelitian ini menggunakan metode riset kepustakaan (Library Reseach)
dengan teknis analisis deskriptif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode analisis isi (Content Analysis) dan pola berfikir
induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Pupuh pertama Serat Wedhatama
karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV hanya memuat dua
nilai yaitu: nilai pendidikan ilmiah dan nilai pendidikan akhlak. Nilai pendidikan
ilmiah berisi tentang anjuran untuk menuntut ilmu, ketika tidak mengetahui suatu
ilmu tanyakan dan bergurulah kepada ahlinya, kepada orang-orang yang memberi
teladan yang baik. Nilai pendidikan akhlak meliputi: pertama, pengendalian diri.
Pupuh pertama lebih banyak menjelaskan ajaran untuk mengendalikan diri dari hal-
hal yang negatif yaitu: mengendalikan diri dari nafsu, mengendalikan diri dari sifat
egois, mengendalikan diri dari banyak bicara yang tidak manfaat, dan mengendalikan
diri dari sifat sombong. Kedua tawadlu’ (rendah hati), bahwa manusia harus berusaha
untuk berbuat baik, menghormati orang lain, mengabdi sesuai dengan pribadinya.
Ketiga sabar, manusia harus bisa sabar, ketika dikatakan bodoh dan dihina tidak
marah dan tersinggung. Itulah ilmu yang nyata, ilmu yang meresap dalam hati. Jadi,
ketika menghadapi permasalahan akan selalu sabar dan lapang hati. Setting sosial
pada masa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV mengalami
dekadensi moral yang terjadi di masyarakat sehingga mendorong Mangkunegara IV
menulis serat piwulang. b) Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan ilmiah
dan pendidikan akhlak pada pupuh pertama Serat Wedhatama mempunyai proses
yang sama dengan pendidikan Islam yang di dalamnya memuat ajaran tentang
pendidikan mencari ilmu serta berguru pada ahlinya, dan pendidikan akhlak yang
mengajarkan manusia untuk mengendalikan diri, tawadlu’ dan sabar. Namun, tidak
semua sesuai dengan pendidikan Islam karena dalam pupuh pertama Serat
Wedhatama banyak terdapat sinkretisme Islam-Jawa.
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan
bagi para pemerhati pendidikan, terutama bagi umat Islam dengan senantiasa
mengkaji karya-karya budaya lokal yang masih memuat nilai-nilai positif untuk
dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
viii
5. Bapak, Ibu, adik-adik, suamiku serta anakku tercinta yang senantiasa
memberikan doa, motivasi baik moral maupun material terhadap studi penulis.
6. Keluarga besar Pondok Pesantren Roudlotut Thalibin KH Zainal Asyikin Alm
dan ibu Nyai Hj. Muthohiroh, ibu Nyai Hj. Munirah, KH. Abdul Kholik beserta
segenap keluarga yang senantiasa membimbing dan menmberikan doa.
7. Santriwati Pondok Pesantren Roudlotut Thalibin yang selama ini hidup
bersama dan mendukung penulis.
8. sahabat-sahabat dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
ix
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH………………………………...... 1
B.PENEGASAN ISTILAH…………………………………………....... 4
C.RUMUSAN MASALAH…………………………………………… .. 7
D.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN………………………..... 7
E. KAJIAN PUSTAKA………………………………………………… . 8
F. METODE PENELITIAN…………………………………………… .. 9
x
4. Dasar Pendidikan Islam…………………………………………23
a. Al-Quran…………………………………………………...... 23
b. As Sunnah………………………………………………….... 24
c. Ijtihad………………………………………………………... 25
B. NILAI-NILAI DALAM KARYA SASTRA JAWA……………26
1. Nilai Religius……………………………………………………26
2. Nilai Estetis……………………………………………………...27
3. Nilai Pendidikan…………………………………………………27
4. Nilai Historis…………………………………………………….27
BAB III : PUPUH PERTAMA SERAT WEDHATAMA KARYA KANJENG
GUSTI PANGERAN ADIPATI ARYA MANGKUNEGARA IV
A. BIOGRAFI DAN KARYA KANJENG GUSTI PANGERAN
ADIPATI ARYA MANGKUNEGARA IV…………………….30
1. Biografi Mangkunegara IV…………………………… ..... 30
2. Karya-Karya Mangkunegara IV………………………...... 35
B. PUPUH PERTAMA SERAT WEDHATAMA KARYA KANJENG
GUSTI PANGERAN ADIPATI ARYA MANGKUNEGARA
IV…………………………………………39
BAB IV : PENDIDIKAN ILMIAH DAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
PUPUH PERTAMA SERAT WEDHATAMA KARYA KANJENG
GUSTI PANGERAN ADIPATI ARYA MANGKUNEGARA IV
MENURUT PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendidikan Ilmiah………………………………………………50
B. Pendidikan Akhlak……………………………………………...53
1. Pengendalian Diri…………………………………………...53
a. Pengendalian diri dari nafsu angkara…………………….53
b. Pengendalian diri dari sifat egois………………………...58
c. Pengendalian diri dari banyak bicara hal yang tidak
bermanfaat………………………………………………..59
d. Pengendalian diri dari sifat sombong…………………….61
2. Rendah Hati…………………………………………………63
xi
3. Sabar ………………………………………………………. 65
BAB V : KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………. .. 71
B. SARAN……………………………………………………… ... 71
C. PENUTUP………………………………………………………72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
BAB I
PENDAHULUAN
2
Anasom (ed.), Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara dalam Naskah Klasik Jawa-
Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2004), hlm. 263.
3
Simuh, “Pendalaman Ilmu Harus Dilandasi Kebatinan”, http://www.SMU-
net.com/main.php diundo 12/12/2009
1
Masalah moral agaknya menjadi masalah yang sangat mendasar, karena
merupakan perlambangan identitas suatu bangsa dan hal ini juga akan
berhubungan dengan masa depan suatu bangsa. Oleh sebab itu, agama dianggap
mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka mengendalikan moral
seseorang, akan tetapi harus diingat bahwa itu semua bukanlah bahasa bibir
semata. Namun harus dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata, baik dalam
lingkungan pergaulan, keluarga, bangsa dan negara.
Pendidikan sebagai usaha sadar dibutuhkan untuk menyiapkan akhlak
manusia demi menunjang peran manusia di masa mendatang baik sebagai
makhluk individu maupun sosial. Esensi pendidikan adalah proses transformasi
nilai dari pendidik kepada anak didiknya baik secara langsung maupun tidak
langsung, pendidikan juga mempunyai tanggung jawab besar dalam
membangun, membina, dan mengembangkan kualitas yang dilakukan
terstruktur, terprogram serta berkelanjutan.
Pendidikan bukan hanya berarti pewarisan nilai-nilai budaya berupa
kecerdasan dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi juga
berarti pengembangan potensi-potensi individu untuk kegunaan individu sendiri
dan selanjutnya untuk kebahagiaan masyarakat.4
Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila
kebudayaan berubah maka pendidikan juga berubah.5 Pengembangan kurikulum
yang ada di sekolah itu pun tidak lepas dari budaya, kurikulum yang
menyesuaikan keadaan sosial budaya masyarakat setempat. Salah tugas
pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan mampu membentuk dan
mengembangkan generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya.6
Allah menempatkan manusia kedudukan yang mulia dan diberi akal agar
menerima, mengembangkan dan membudayakan ilmu pengetahuan yang
4
Hasan Lagulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: PT. Al-Husna Zikro, 1995), hlm. 261.
5
Made Pidarta, Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Cet. I, hlm. 161.
6
Ibid., hlm. 163.
2
dimilikinya. Akibatnya tumbuhlah kebudayaan baik berbentuk sikap, tingkah
laku, cara hidup ataupun benda, irama.7
Kebudayaan mengungkapkan unsur seni sebagai keindahan. Ia
merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan. 8 Seni Islami adalah seni yang dapat
menggambarkan wujud dengan bahasa yang indah dan sesuai dengan cetusan
fitrah. Seni Islam adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari pandangan
Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan
sempurna antara kebenaran dan keindahan.9
Proses interaksi antara Islam dan budaya Jawa berlangsung terus
menerus, kadang bersifat integrasi kadang melalui konflik. Tidak terelakkan bila
penyampain pesan-pesan di dalamnya menempuh jalan kultural yang sejuk dan
damai. Keterkaitan Islam dengan karya sastra Jawa bersifat imperatif moral atau
mewarnai. Islam mewarnai dan menjiwai karya sastra Jawa baru, sedangkan
puisi, tembang dipakai untuk sarana memberi nasihat atau petunjuk substansial
yang merupakan petunjuk atau nasihat yang bersumber pada ajaran Islam.10
Kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi
pembentukan jati diri bangsa secara nasional. Dengan selalu memperhitungkan
kearifan lokal melalui pendidikan niscaya manusia didik diharapkan tidak
terperangkap dalam situasi keterasingan atau menjadi orang lain dari realitas
dirinya. Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal secara inhern
melalui pendidikan sebagai upaya untuk membangun identitas bangsa dan filter
dalam menyeleksi pengaruh budaya lain.11
Alasan inilah yang kemudian penulis tertarik untuk meneliti bagaimana
pandangan pendidikan Islam terhadap isi Serat Wedhatama yang merupakan
warisan budaya Jawa karya KGPAA Mangkunegara IV, beliau seorang raja
7
Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, hlm. 8.
8
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2004), Cet. XV, hlm. 385.
9
Ibid., hlm. 398.
10
Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm.146-
147.
11
Agus Maladi Irianto, “Mahasiswa dan Kearifan Lokal”, http//staff.undip.ac.id/sastra
diundo 16/04/2009.
3
sekaligus pujangga. Namun objek kajian yang akan diteliti hanya pada pupuh
pertama sebuah tembang macapat pangkur yang digunakan untuk
menyampaikan ajaran atau cerita-cerita yang bernada serius dan berisi ajaran
yang penting agar dapat dijadikan pedoman dalam berbuat dan bermasyarakat.
B. Penegasan Istilah
Untuk membatasi pembahasan serta menghindari adanya kesalahpahaman
dan kekeliruan dalam memahami maksud dari skripsi ini, maka terlebih dahulu
akan penulis kemukakan beberapa istilah yang dipandang penting guna
membatasi pokok bahasan yang akan dikaji dalam skripsi nanti.
1. Pendidikan Imliah.
Secara etimologi pendidikan ilmiah berasal dari dua kata yaitu
“pendidikan dan ilmiah”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang berarti kegiatan
mengajarkan suatu hal dengan target tertentu, maka pendidikan diartikan
sebagai proses mengubah sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok
dalam rangka mendewasakan manusia melalui pengajaran, proses dan
perbuatan.12 Sedangkan ilmiah diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan atau bersifat keilmuan.13 Jadi, pendidikan ilmiah
adalah proses yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dalam hal ini yang
dibahas adalah tentang anjuran mencari ilmu dan berguru kepada ahlinya.
2. Pendidikan Akhlak.
Akhlak merupakan hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran perasaan
dan kebiasaan yang menyatu, membentuk satu kesatuan tindak akhlak yang
dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.14 Pendidikan akhlak tersimpul
dalam prinsip berpegang pada kebaikan dan kebajikan serta menjauhi
keburukan dan kemungkaran, berhubungan erat dengan upaya mewujudkan
12
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 232.
13
Ibid.,hlm.370.
14
Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995),
hlm. 10.
4
tujuan pendidikan Islam yaitu: ketaqwaan ketundukan dan beribadah
kepada Allah.15
3. Pupuh.
Pupuh adalah bagian. Keseluruhan isi Serat Wedhatama terdiri atas
lima pupuh. Pupuh pertama terdiri atas 14 bait dalam ikatan tembang
pangkur, pupuh kedua terdiri atas 18 bait dalam lagu sinom. Pupuh ketiga
terdiri atas 15 bait dalam lagu pucung. Pupuh keempat terdiri atas 35 bait
dalam ikatan tembang gambuh dan pupuh yang kelima terdiri atas 18 bait
dalam ikatan lagu kinanthi.16
Pupuh pertamalah yang akan peneliti teliti yaitu tembang pangkur yang
terdiri atas 14 bait. Tembang pangkur bersifat tegang, gunanya untuk
memberi peringatan. Digunakan untuk menyampaikan ajaran atau cerita-
cerita yang bernada serius. Isi ajaran yang disampaikan dengan tembang
pangkur harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, sebab biasanya berisi
ajaran yang penting. 17
4. Serat Wedhatama
Serat Wedhatama merupakan salah satu kitab Jawa kuno karya
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV. Wedhatama
dibentuk dari dua kata, yakni Wedha dan Tama. Wedha artinya pengetahuan
atau ajaran, sedangkan Tama atau utama artinya baik, luhur atau tinggi
nilainya.18
Serat Wedhatama adalah kitab yang ringkas dan padat. Disusun dalam
bentuk sekar macapat dengan sastra yang indah. Isi kandunganya yang
paling menonjol adalah pelajaran tuntunan budi luhur dan pedoman tingkah
laku yang utama bagi para priyayi dan keluarga istana. Serat Wedhatama
15
Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,
2003), hlm. 90.
16
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat , Serat Wedhatama, terj. t.n, (Semarang:
Dahara Prize, 1994), Cet. III, hlm. 13.
17
Ibid., hlm. 12.
18
Ibid., hlm. 5.
5
banyak mengungkapkan istilah-istilah dan konsep moral yang bersumber
pada ajaran tasawuf.19
5. Perspektif Pendidikan Islam
Perspektif adalah sudut pandang, pandangan.20 Yang dimaksud
perspektif disini adalah bagaimana pendidikan Islam memandang dan
menilai pupuh pertama Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegara IV.
Pendidikan sering diartikan sebagai upaya manusia untuk membina
kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan.21 Istilah Islam berasal dari bahasa Arab salima yang berarti
selamat sentosa. Istilah salima kemudian dibentuk menjadi aslama yang
berarti memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa dan juga berarti
menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat.22
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-ruhani berdasarkan
hukum-hukum ajaran Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.23 Pendidikan Islam yang dimaksud adalah
upaya penyaluran nilai-nilai Islam agar dapat menjadi pegangan dan acuan
dalam kehidupan sehari-hari.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa pokok
pikiran yang dijadikan sebagai permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana ide/gagasan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri
Mangkunegara IV dalam pupuh pertama Serat Wedhatama?
2. Bagaimana pendidikan ilmiah dan pendidikan akhlak pada pupuh pertama
Serat Wedhatama karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri
Mangkunegara IV dalam perspektif pendidikan Islam?
19
Mahmudi, Wirid Mistik Hidayat Jati Mutiara Pemikiran Teologi Islam Kejawen,
(Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), hlm.21-22.
20
Depdikbud RI, op.cit., hlm. 9.
21
Hazbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 1.
22
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hlm.11.
23
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam mulia, 1994), hlm. 4.
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tujuan dan manfaat sebagai
berikut:
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui isi dari ide/gagasan yang terdapat dalam pupuh pertama
Serat Wedhatama.
b. Untuk mengetahui setting sosial pada masa Kanjeng Gusti Pangeran
Adipati Arya Sri Mangkunegara IV.
c. Untuk mengetahui bagaimana pandangan pendidikan Islam terhadap pupuh
pertama Serat Wedhatama karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri
Mangkunegara IV.
2. Manfaat
a. Memberikan wacana pemikiran pendidikan Islam yang berkaitan dengan
kebudayaan, khususnya bagi masyarakat Jawa.
b. Sebagai sosialisasi salah satu ajaran dalam Serat Wedhatama serta
menambah khazanah keilmuan bidang pendidikan khususnya di Jawa dan
lembaga pendidikan setempat.
c. Ikut andil melestarikan hasil kebudayaan kuno yang berisi piwulang luhur.
E. Kajian Pustaka
Pembahasan pendidikan Islam yang berkaitan dengan budaya Jawa yang
menerangkan nilai-nilai Islam sudah banyak yang melakukan penelitian. Hal ini
dapat ditemukan dalam bentuk buku, disertasi, skripsi dsb.
Heniy Astianto dalam bukunya “Filsafat Jawa” menjelaskan bahwa
pengaruh ajaran tasawuf dan tuntutan budi pekerti luhur dalam kepustakaan
Islam kejawen terasa sangat menonjol. Demikian juga istilah-istilah arab yang
berkaitan dengan Islam dan tasawuf, merupakan bagian kepustakaan Jawa.
Konsep wahdatul wujud atau kesatuan manusia dengan Tuhan (manunggaling
7
kawula gusti) yang dipergunakan dalam kepustakaan Islam kejawen adalah
curiga manjing warangka, warangka manjing curiga yakni manusia masuk
dalam diri Tuhan, Tuhan masuk dalam diri manusia.24
Masyarakat Jawa memberikan tempat yang amat terhormat bagi orang
yang mengajarkan ilmu kepadanya. Di zaman dahulu mereka disebut pendeta,
ajar, brahmana, resi yang kemudian disebut guru, yaitu guru ilmu. Guru wajib
dihormati, karena gurulah yang memberi petunjuk tentang kebaikan, memberi
nasihat dan memberi kita pengetahuan. Orang yang tidak sopan, tidak memiliki
budi pekerti dan durhaka kepada guru adalah dosa.25
Dalam “Tafsir Ajaran Serat Wedhatama” karya Adityo Jatmiko,
menerangkan isi dari tembang Jawa yang tertera dalam Serat Wedhatama karya
Mangkunegara IV yang dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan. Dalam buku ini
penulis lebih banyak membahas catur sembah yang terdapat dalam tembang
gambuh, sedangkan pembahasan pupuh-pupuh lainya hanya sebagai penunjang.
Konsep ketuhanan dirumuskan dengan sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa
dan sembah rasa. Dengan catur sembah itu, apabila seseorang mencapai tingkat
terdekat sedekat-dekatnya dengan Tuhan, niscaya ia memperoleh anugrah dari
Tuhan. Empat sembah tersebut apabila dibandingkan sama dengan konsep
syariah, tarikat, hakikat dan makrifat yang sambung menyambung. Yang
pelaksanaanya tahap demi tahap.26
Imam Nahjudin dalam skripsi “Tembang Jawa Kinanthi Karya Kanjeng
Susuhunan Pakubuwana IV Dalam Serat Wulangreh (Perspektif Pendidikan
Islam)”. Hasil penelitianya menerangkan bahwa dalam tembang Jawa Kinanthi
menekankan pada aspek budi pekerti saja yang berupa anjuran untuk
mengendalikan hawa nafsu, berhati-hati dalam pergaulan, mencari guru yang
baik, dan berbakti kepada orang tua.27
24
Heniy Astianto, Filsafat Jawa, (Yogyakarta: Warta Pustaka, 2006), hlm. 356-357.
25
Ibid., hlm. 381
26
Adityo Jatmiko, Tafsir Ajaran Serat Wedhatama, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), hlm.
60.
27
Imam Nahjudin, Abstrak Skripsi Tembang Jawa Kinanthi Karya Kanjeng Susuhunan
Pakubuwana IV Dalam Serat Wulangreh (Perspektif Pendidikan Islam)”, Semarang: Fak Tarbiyah
IAIN Walisongo, 2007.
8
F. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan penulis dalam mengkaji penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Library Research yaitu suatu riset
kepustakaan atau penelitian murni.28 Penelitian perpustakaan (kepustakaan)
bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
bermacam-macam material yang terdapat diruang perpustakaan.29 Seperti
buku-buku, artikel, majalah, dokumen, naskah dan lain-lain yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan penulis teliti.
2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pupuh pertama Serat Wedhatama karya
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegara IV.
3. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber informasi yang langsung
bertanggung jawab terhadap pengumpulan atau penyimpanan data
(sumber data pertama).30 Data primer ini sebagai sumber utama. Adapun
sumber data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
Serat Wedhatama yang sudah dalam bentuk salinan huruf latin.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber
bukan asli yang memuat informasi atau data tersebut.31 Sumber data
sekunder dijadikan sebagai pendukung dan pelengkap sumber data
primer. Adapun Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-
28
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Office, 1995), hlm. 9.
29
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Masdar Maju, 1990), hlm.
33.
30
Muhammad Ali, Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa,
1987), hlm. 42.
31
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995), hlm. 132.
9
buku atau karya-karya ilmiaah yang isinya dapat melengkapi data yang
diperlukan penulis dalam penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, maka penulis akan menganalisis atau
membahas dengan metode sebagai berikut:
a. Metode Analisis Isi (Content Analysis)
Adalah usaha untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang
menggambarkan situasi penulis dan masyarakat pada waktu buku itu
ditulis. 32 Karena data yang dikumpulkan sebagian adalah data-data yang
bersifat deskriptif, maka dalam mengolah data penulis menggunakan
analisis menurut isi.
b. Metode Induksi
Metode induksi merupakan suatu cara menarik kesimpulan dari yang
khusus menuju yang umum. Berarti bahwa, buku yang bersangkutan
dipelajari dengan menganalisis semua bagian, semua konsep pokok satu
persatu dalam hubunganya satu sama lain. 33
32
Soedjono, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), hlm. 14.
33
Anton Baker, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 69.
10
BAB II
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DAN NILAI-NILAI DALAM KARYA SASTRA JAWA
34
John Dewey, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964),
hlm. 10.
35
Frederick J. Mc Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication Ltd,
1959), hlm.4.
36
H.A.R Tilaar, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia Strategi
Reformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 9.
37
Tim redaksi fokusmedia, UU RI No.20 Th 2003 tentang SISDIKNAS, (Bandung,
Fokusmedia, 2003), hlm. 3.
11
peradaban masyarakat di dalamnya terdapat suatu proses pendidikan. Oleh
karena itu, pendidikan telah berlangsung sepanjang peradaban umat.
38
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), Cet. II,
hlm. 69.
39
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Iterdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 10-11.
40
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 14.
41
Zakiah darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. II, hlm. 28.
12
Dari pengertian pendidikan Islam di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam adalah proses dalam usaha manusia untuk membina,
membimbing kepribadian sesuai dengan nilai-nilai Islam yang didasarkan
pada akhlak Al-Qur’an dan Assunah, baik jasmani maupun rohani menuju
terbentuknya kepribadian muslim yang muttaqien yang selalu berpedoman
menjadi muslim yang baik di seluruh aspek kehidupan, duniawi sampai
kepada kehidupan ukhrowi yang membutuhkan kebahagiaan sebagai hamba
Allah.
a. Pendidikan Keimanan
Agama bukanlah sebagai pemenuhan kebutuhan sesaat, melainkan
pedoman manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Menurut Spranger dalam bukunya “Types of Man” sebagaimana dikutip
Achmadi mengatakan agama sebagai berikut :
42
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.54.
43
Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,
2003), hlm. 68.
13
Agama adalah pengalaman nilai yang betul-betul sangat
memuaskan. Pengalaman nilai ini dilukiskan sebagai mistik yang
bersifat transendental memberi kepuasan batin, sedangkan mistik
immanent lebih dekat dengan kehidupan dunia di mana
kesejahteraan menjadi tujuan suatu agama.44
Ÿxsù tûïÏe$!$# ãNä3s9 4’s"sÜô¹$# ©!$# ¨bÎ) ¢ÓÍ_t6»tƒ Ü>qà)÷ètƒur Ïm‹Ï^t/ ÞO¿Ïdºt•ö/Î) !$pkÍ5 4Óœ»urur
44
Achmadi, op.cit., hlm.54.
45
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press: 2005),
Cet ke-5, hlm. 17.
46
Mohamad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 50.
47
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: Karya Agung, 2006), hlm. 25.
14
kebahagiaan di dunia dan akhirat, ingin mendapatkan kehidupan dan
amalnya baik di dunia, hendaklah dimulai dari keimanan, karena amal
saleh itu adalah buah dari keimanan.48 Pendidikan keimanan merupakan
aspek dari pendidikan yang harus pertama diperhatikan, karena iman
merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Pendidikan keimanan adalah tonggak penyangga utama bagi
tegaknya pendidikan. Iman yang benar menjadi dasar dari setiap
pendidikan yang benar, karena iman yang benar memimpin manusia ke
arah akhlak mulia, akhlak mulia memimpin manusia ke arah usaha
memahami hakikat dan menuntut ilmu yang benar, sedangkan ilmu
memimpin manusia ke arah amal yang saleh. 49
Pendidikan Islam berwatak Rabbani. Watak tersebut menempatkan
hubungan antara hamba dengan sang khaliq. Dalam hubungan tersebut,
kehidupan seseorang akan bermakna, perbuatanya akan bertujuan,
dorongan untuk belajar dan beramal akan tumbuh, akhlaknya menjadi
mulia dan jiwanya menjadi bersih, sehingga pada giliranya ia akan
memiliki kompetensi untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dengan
demikian pendidikan keimanan merupakan pendidikan rohani yang unik
bagi individu. 50
Pendidikan rohani sebagai salah satu dimensi pendidikan Islam
tidak hanya ditempuh dengan melalui hubungan antara hamba dan
penciptanya secara langsung tetapi juga melalui interaksi hamba dengan
berbagai fenomena alam dan lapangan kehidupan, baik sosial maupun
fisik. Dengan kata lain pendidikan keimanan tidak hanya memperhatikan
pengembangan melaui perkara gaib, fenomena rohaniah dan peribadatan
semata namun fenomena alam serta berbagai ilmu dan praktik kehidupan
yang dapat memperkokoh dan menanamkan keimanan.51
48
Marzuki (eds.), Din Al-Islam, (Yogyakarta: UNY Press, 2000), hlm. 40.
49
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 12.
50
Hery Noer Aly dan Munzier , op.cit., hlm. 69.
51
Ibid., hlm. 69-70.
15
b. Pendidikan Amaliah
Manusia lahir ke dunia atas karunia Allah. Ia tidak berdaya, tetapi
dilengkapi dengan berbagai kemampuan dasar yaitu jiwa dan raga.
Keduanya menyatu pada manusia sebagai dasar untuk berbuat, bekerja
dan berkarya yang dipercaya menjadi khalifah di bumi. Khalifah dalam
arti pemimpin untuk menggerakan dan menata sumber daya di jagat raya
dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia fana dan
sebagai bekal hidup di alam baka kelak.
Manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia membutuhkan manusia
lain untuk bisa menjalankan kehidupanya di dunia ini. Manusia hidup
bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan berkelompok-kelompok sehingga
menjuluki diri sebagai makhluk sosial. Salah satu pengelompokan yang
berharga dan bermanfaat bagi manusia adalah pengelompokan dalam
pekerjaan atau profesi yang dilandasi ilmu pengetahuan dan teknologi
tepat guna yang menjadi kompetensi dasar kehidupan, khususnya
kompetensi ekonomi yang mampu mencari nafkah yang layak untuk
kehidupan yang lebih baik secara mandiri.52
Pendidikan amaliah mencakup semua pendidikan dalam kategori
pendidikan profesi yang berguna bagi kehidupan. Pengetahuan untuk
menundukan berbagai fenomena alam serta memanfaatkan kekayaan dan
apa yang dapat digali dari bumi bagi kepentingan individu, masyarakat,
dan semua umat manusia.
Islam menghendaki agar setiap individu memiliki profesi sebagai
mata penghidupanya dan berupaya menekuninya hingga memberi hasil
yang terbaik sebagaimana firman Allah :
`ÏB (#qè=ä.ur $pkÈ:Ï.$uZtB ’Îû (#qà±øB$$sù Zwqä9sŒ uÚö‘F{$# ãNä3s9 Ÿ@yèy_ “Ï%©!$# uqèd
16
Nya dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah)
dibangkitkan. (Q.S Al-Mulk, 15)53
c. Pendidikan Ilmiah
Ilmu dan pendidikan bagaikan dua mata uang. Keduanya merupakan
bagian yang tidak dapat terpisahkan. Ilmu merupakan objek utama dalam
pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan proses dalam transfer ilmu,
yang umumnya dilakukan melalui tiga cara yakni tulisan, lisan dan
perbuatan.54
Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan bersifat komprehensif
karena lahir dari prinsip kesatuan yang merupakan aspek penting di
dalam konsep Islam. Atas dasar itu, Islam mendorong manusia untuk
mempelajari setiap pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya,
masyarakat, dan semua umat manusia, baik dalam lingkup pengetahuan
kesyariatan maupun pengetahuan sosial, kealaman, ataupun pengetahuan
lainya. 55
Islam adalah agama yang menghormati akal dan menganjurkan
manusia untuk menggunakan akal secara maksimal. Dalam Al-Quranpun
penuh dengan ungkapan-ungkapan yang mengharuskan manusia untuk
mendayagunakan akal contohnya: (apakah kamu tidak
56
menggunakan akalmu), (apakah kamu tidak berfikir). Anjuran
agar manusia menggunakan akalnya untuk meneliti dan menggali
berbagai pengetahuan, baik pengetahuan keagamaan maupun
pengetahuan keduniaan contohnya pada firman Allah sebagai berikut:
’Í<'rT[{ ;M»tƒUy Í‘$pk¨]9$#ur È@øŠ©9$# É#»n=ÏF÷z$#ur ÇÚö‘F{$#ur ÏNºuq»yJ¡¡9$# È,ù=yz ’Îû žcÎ)
ÇÊÒÉÈ É=»t6ø9F{$#
53
Depag RI, op.cit., hlm. 823.
54
Heri Jauhari Muchtar, Fiqh Pendidikan, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 12.
55
Hery Noer Aly dan Munzier , op.cit., hlm. 85-86.
56
Yusuf Al Qardhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Bustami A.
Gani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 40.
17
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal (Q.S. Ali Imran, 3:190)57
d. Pendidikan Akhlak
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan
antara hati nurani, pikiran perasaan bawaan dan kebiasaan yang menyatu,
membentuk satu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian. Dari kelakuan itulah lahir perasaan moral (moral
sense), yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang
bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat.58
Akhlak terdiri atas dua macam yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan
akhlak madzmumah (tercela), namun dalam pembahasan skripsi ini adalah
yang berkaitan dengan akhlak mahmudah. Akhlak dalam kehidupan
manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak yang baik
dapat membina mental dan jiwa manusia sehingga memiliki hakikat
kemanusiaan yang tinggi dan hakikat manusia sebenarnya, sedangkan
akhlak yang buruk akan membuat jiwa manusia menjadi kotor dan dapat
menjauhkan diri dari Allah SWT. Hal ini menandakan bahwa betapa
akhlak mempunyai nilai yang sangat tinggi. Akhlak mahmudah
diantaranya:
1) Pengendalian diri
Pengendalian diri adalah sikap mengendalikan diri dari hal-hal
negatif, baik mengendalikan diri dari hawa nafsu, mengendalikan diri
dari harta, mengendalikan diri dari sifat minta-minta atau yang lainya.
Dewasa ini hampir semua manusia tidak pernah merasa puas dengan
keberadaan mereka. Ada yang menggunakan berbagai cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkan baik harta maupun kedudukan.
Tanpa disadari, persaingan timbul secara berlahan antara manusia
57
Depag RI, op.cit., hlm. 96.
58
Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995),
hlm. 10.
18
yang saling memperebutkan harkat dan martabat. Akibat dari itu dapat
menimbulkan permusuhan dan perpecahan.
Padahal, jika manusia mau merenungkan kenyataan tersebut
bahwa sumber perpecahan yang terjadi adalah diri manusia sendiri.
Manusia lupa akan segalanya karena kesenangan yang bersifat
sementara. Maka jalan utama yang harus dilalui adalah dengan mawas
diri yang tidak lepas dari pengendalian diri masing-masing sebagai
hamba yang bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Nya. 59
2) Tawadlu’ (rendah hati)
Tawadlu’(rendah hati) adalah suatu perasaan jiwa yang merasa
tidak ada yang lebih dan lebih hina melebihi dirinya.60 Tawadlu’
Menurut Muhammad Ibnu Umar An Nawawi adalah:
59
Maimunah Hasan, Membentuk Pribadi Muslim, (Yogyakarta, Pustaka Nabawi, 2002), hlm.
224.
60
Agi bil Qibthi, Cahaya Rosul Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad SAW, (Semarang: Dua
Putra Press, 2002), hlm. 56.
61
Syaikh Muhammad Bin Umar An Nawawi Al-Bantani, Tanqihul Qoul Al Hatsits,
(Semarang: Al Alawiyah, tt.h), hlm. 51.
19
tawadlu’ adalah tidak memandang kedudukan dan keadaan diri
sendiri atau yang lebih mulia dari orang lain. Dan tidak
memandang dalam diri orang lain terdapat kejelekan.
62
Muhammad Al Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, terj. Moh rifai, (Semarang, CV.
Wicaksana, 1986), hlm. 258.
63
Maimunah Hasan, op.cit.,hlm. 216.
64
Depag RI, op.cit., hlm. 857.
20
e. Pendidikan Sosial
Manusia diciptakan bermasyarakat, bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa untuk saling mengenal, menjalin persaudaraan dan saling tolong
menolong. Manusia tidak dapat hidup sendiri, membutuhkan orang lain
dalam menjalankan roda kehidupan. Untuk itu, manusia disebut sebagai
makhluk sosial.
Pendidikan sosial dalam Islam dimulai dengan pengembangan mental
individu dari aspek inisiatif dan tanggung jawab individual yang merupakan
dasar tanggung jawab secara kelompok, di mana setiap individu bertanggung
jawab terhadap yang lain. 65 Kedua adalah keluarga, keluarga merupakan
institusi pendidikan yang mempunyai peranan penting bagi anak, disitulah
berkembangnya individu dan terbentuknya tahap-tahap awal proses
pemasyarakatan, dan melalui interaksi denganya ia memperoleh pengetahuan,
ketrampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya dalam hidup dan dengan
itu ia memperoleh ketentraman dan ketenangan.66
Ketiga adalah masyarakat luas, termasuk kelompok kecil yang terdiri
atas teman-teman sepergaulan. Dan yang terakhir adalah alam semesta. Itu
berarti hidup selaras dengan alam dan memanfaatkan kemurahan alam secara
bijak sesuai dengan tujuan manusia, yaitu hidup sebagaimana seorang muslim
yang baik dan kembali kepada Sang Pencipta. Hukum moral Islam tidak
hanya berlaku dalam masyarakat manusia saja, tetapi hewan, tumbuhan, dan
juga seluruh benda yang tidak bernyawa. Untuk hidup sebagai muslim yang
baik di dunia ini adalah memperhatikan kebijaksanaan Allah di manapun
berada dan menjaga ciptaan Allah seperti halnya Dia sendiri menjaga kita dan
seluruh ciptaan-Nya. Muslim yang baik harus selalu ingat bahwa Allah
adalah yang menciptakan, memelihara dan melestarikan keharmonisan,
65
Hery Noer Aly dan Munzier , op.cit., hlm. 97
66
Hasan Lagulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta: PT. Al-Husna Zikro, 1995), hlm. 346.
21
keragaman dan keindahan alam yang mengagumkan tersebut dan yang
menganugrahkan hak serta tanggung jawab kepada manusia. 67
Dengan menanamkan orientasi dan kebiasaan sosial yang positif akan
mendatangkan kebahagiaan bagi individu, kekokohan keluarga, kepedulian
antar umat manusia dan alam semesta.68
67
Heri Purnama, Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 140-141.
68
Hery Noer Aly dan Munzier , op.cit., hlm. 101.
69
Sayyed Hossein Nasr, Islam Agama Sejarah dan Peradaban, terj. Koes Adi Widjajanto,
(Surabaya: Risalah Gusti, 2003), hlm. 44.
70
Zakiah darajat dkk, op.cit., hlm. 19.
22
4) Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Seperti kisah umat
Nabi Luth yang melakukan hubungan kelamin dengan sesama laki-
laki (sejenis), kemudian Allah menghukum pelakunya dengan
menurunkan hujan batu sehingga mereka binasa.
5) Berita-berita tentang zaman yang akan datang, yaitu kehidupan
akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala
(terompet) oleh malaikat Izrail yang kemudian hancurlah alam
semesta.
6) Benih dan prinsip-prinsip Ilmu pengetahuan. Misalnya proses
pembentukan manusia dalam ilmu kedokteran.
7) Hukum Allah yang berlaku di alam semesta.71
Pendidikan merupakan usaha untuk membentuk manusia dan
juga ikut menentukan corak, bentuk amal kehidupan manusia maupun
masyarakat. Untuk itu, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat
Al-Quran yang penafsiranya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad yang
sesuai dengan perubahan dan pembaharuan.72
b. As sunnah
Sunnah artinya cara yang dibiasakan atau cara yang terpuji,
sedangkan menurut istilah yaitu perkataan Rosulullah, perbuatan dan
taqrirnya (yakni ucapan dan perbuatan sahabat yang beliau diamkan
dengan arti membenarkan).73
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Quran,
Sunnah berisi petunjuk kemaslahatan hidup manusia untuk menjadi
manusia seutuhnya atau manusia yang bertakwa. Rosulullah merupakan
pendidik utama, hal itu terlihat ketika beliau sendiri mendidik dengan
menggunakan rumah Arqam ibn Abi-arqam, kedua memanfaatkan
tawanan perang untuk mengajar, baca dan tulis. Ketiga mengirim para
71
Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 96-103.
72
Zakiah darajat dkk, op.cit., hlm. 20.
73
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993)hlm.37.
23
sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah
pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim.74
c. Ijtihad
Manusia dianugrahi akal oleh Allah sebagai pelengkap yang
sangat berharga. Dengan akal manusia dapat membedakan baik, buruk,
benar, salah, kenyataan dan khayalan. Sebagai sumber ajaran yang
ketiga kedudukan akal manusia memenuhi syarat penting dalam sistem
ajaran Islam. 75
Ijtihad menurut istilah para fuqaha yaitu berfikir dengan
mengunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat Islam
dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Quran
dan Sunnah.76
Di zaman yang jauh berbeda dengan zaman ketika ajaran Islam
diterapkan untuk pertama kali. Pergantian dan perbadaan zaman
terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
bermuara kepada perubahan kehidupan sosial telah menuntut ijtihad
dalam bentuk penelitian dan pengkajian kembali prinsip-prinsip ajaran
Islam. Dengan ijtihad ditemukan penyesuaian antara kebutuhan manusia
yang berkembang dengan ajaran agama.77
74
Zakiah Darajat dkk, op.cit., hlm. 21.
75
Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 121
76
Zakiah darajat dkk, loc.cit.
77
Zakiah darajat dkk, op.cit., hlm. 22-24.
78
Abdul Jamil, “Aspek Islam Dalam Sastra Jawa”, dalam Darori Amin (ed), Islam dan
kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm. 156.
24
serat piwulang. Serat tersebut terdiri atas syair (tembang macapat) yang
dipakai untuk sarana memberikan nasihat dan petunjuk yang baik.
Islam mewarnai dan menjiwai karya sastra Jawa baru, warna Islam
terlihat sekali dalam substansinya yaitu tentang unsur ketauhidan
(mendekatkan diri pada Tuhan yang Esa) dan unsur kebajikan (upaya
memberikan petunjuk dan nasihat kepada siapapun agar berbuat kebajikan
dan petunjuk agar tidak berbuat tercela). Ditambah lagi dengan tembang yang
dipakai adalah tembang macapat yang jelas bermetrum Islam, karena
tembang macapat muncul berbarengan dengan munculnya Islam di Jawa.79
Bahasa yang digunakan bersifat ekspresif, menunjuk pada nada dan sikap
penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada
akhirnya berusaha mengubah sikap pembaca.80 Sastra mempunyai nilai-nilai
sebagai berikut:
1. Nilai Religius
Karya sastra yang berbentuk puisi dianggap sebagai karya sastra
yang paling tua di Indonesia. Tidak hanya di berbagai daerah di
Nusantara, juga di Jawa karya sastra yang paling tua adalah puisi yang
awalnya disebut mantra. Mantra dipakai untuk berhubungan dengan
religiusitas manusia, terutama dalam berhubungan dengan hal-hal
gaib/supranatural (termasuk Tuhan). Mantra ini dibuat untuk
mempermudah manusia berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Agar
seseorang mudah dalam melaksanakan permohonanya kepada Tuhan,
maka diucapkan mantra-mantra. Setelah mantra, muncul parikan dan
wangsalan kemudian puisi Jawa yang dikenal sebagai macapat.81 Puisi
berbentuk syair macapat dengan diiringi alat musik gamelan banyak
digunakan walisongo untuk menyebarkan agama Islam di Jawa.
2. Nilai Estetis
Estetis atau keindahan merupakan prinsip dasar pada umumnya
yaitu “dulce et utile” yang berarti indah dan berguna. Fungsi
79
Asmoro Achmadi, “Korelasi Islam dan Jawa Dalam Bidang Sastra”, dalam Ibid., hlm. 147.
80
Ibid., hlm140.
81
Ibid., hlm144.
25
rekreatifnya mampu menghibur hati yang sedang sedih, pikiran yang
kalut dan suasana tegang. Fungsi utilitarisnya berkaitan kegunaan dapat
dilihat dari isi yang disampaikan berguna bagi manusia.82
3. Nilai Pendidikan
Kandungan nilai pendidikan dalam karya sastra berupa berbagai
nasihat dan petunjuk. Termasuk di dalamnya pendidikan etika atau
moral. Masyarakat Jawa dalam pergaulan sangat memperhatikan unsur
estetis dan kesusilaan. Hal tersebut banyak diulas secara tegas dalam
berbagai karya sastra misalnya, Serat Wedhatama, Serat Wulangreh,
Serat Sabdhajati. Serat piwulang tersebut ditulis dalam bentuk tembang
yang hingga kini amat diperhatikan masyarakat Jawa.
4. Nilai Historis
Terdapat dalam sastra babad, misalnya babad tanah Jawa, babad
Giyanti dsb. Penulisan sejarah dalam bentuk sastra babad ini
menunjukan bahwa masyarakat Jawa sangat apresiatif terhadap
kehidupan lampau. Kesadaran ini dilandasi oleh pemikiran bahwa masa
lampau, masa kini dan masa depan merupakan suatu yang tidak
terpisahkan. Sehingga karya sastra bisa dijadikan referensi bagi generasi
penerus sebagai kaca benggala.83
82
Purwadi, Seni Tembang, (Yogyakarta: Tanah Air, 2006), hlm.1.
83
Ibid., hlm.2.
26
d. Mijil, digunakan untuk menyampaikan ajaran tentang keprihatinan dan
cinta. Cinta disini bukanlah cinta terhadap lawan jenis namun lebih
umum, baik cinta kepada ilmu, lingkungan dan kedamaian.
e. Maskumambang, digunakan untuk menyampaikan cerita atau ajaran
yang bernada sedih, menderita. Misalnya, tentang orang yang selalu
merana dalam hidupnya, tentang orang yang ditinggal mati orang
tuanya.
f. Pangkur, digunakan untuk menyampaikan ajaran yang bernada serius.
Isi ajaran yang disampaikan harus diperhatikan sungguh-sungguh,
karena berisi ajaran yang penting.
g. Sinom, digunakan untuk menyampaikan ajaran yang sederhana, tenang.
h. Dhangdhanggula, membawakan suasana yang serba manis,
menyenangkan, santai dan prihatin. Tembang ini digunakan untuk
memulai suatu cerita, berfatwa dan penutup.
i. Durma, digunakan untuk mengungkapkan kemarahan, nafsu angkara.
Tembang durma untuk memberikan nasihat keras dan mengisahkan
cerita perang, saling menantang.
j. Gambuh, digunakan untuk memberikan informasi, memperjelas
persoalan, nasihat yang penuh keterangan.
k. Megatruh, untuk mengungkapkan rasa susah, menyesal. Misalnya orang
yang menyesal terhadap perbuatan yang tercela.84
84
KGPAA Mangkunegara IV, Serat Wedhatama, terj. t.n, (Semarang: Dahara Prize, 1994),
Cet. III, hlm.10.
27
BAB III
PUPUH PERTAMA SERAT WEDHATAMA
KARYA KANJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARYA
MANGKUNEGARA IV
A. Biografi dan Karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara
IV
1. Biografi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV
Mangkunegara IV lahir dengan nama Raden Mas Sudira, pada hari
Sabtu, 3 Maret 1811 di Surakarta. Ayahnya bernama KPH Hadiwijaya. Sejak
kecil Sudira sudah dikenal kepandaian dan kecerdasanya. Pendidikannya
tidak formal, karena sistem ini belum muncul saat itu. Ia didik oleh eyang
Mangkunegara II. Setelah berusia 10 tahun, oleh eyangnya ia diserahkan
kepada pangeran Rio, saudara sepupunya yang kelak menjadi Mangkunegara
III. Pangeran Rio diserahi tugas membaca, menulis, berbagai cabang kesenian
dan kebudayaaan serta kawruh lainnya.85
Pada masa di bawah bimbingan pangeran Rio inilah jiwa kepujanggaan
dan kekesatriaan mulai ditanamkan pada diri Rade Mas Sudira.86 Ia belajar
dengan tekun dan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap
pengetahuan apalagi tentang pengetahuan agama Islam yang dijadikan
sebagai pegangan hidup di dunia dan bekal di akhirat kelak. Seperti
pengakuanya dalam Serat Wedhatama pupuh Sinom bait ke-12 yaitu:
Saking duk maksih taruna
Sadhela wus anglakoni
Aberag marang agama
Maguru anggering kaji
Sawadine tyas mami
Banget wedine ing besuk
Pranata ngakir jaman
Tan tutug kaselak ngabdi
Nora kober sembayang gya tinimbalan.
85
Aditya Jatmiko, Tafsir Serat Wedhatama, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), hlm. 6-7.
86
Raden mas dipakai untuk menciptakan distansi sosial antar kelas penguasa yang termasuk
“trah” dan rakyat jelata yang “bukan trah” lihat dalam Purwadi, Sejarah Sastra Jawa, (Yogyakarta:
Panji Pustaka, 2007), hlm. 256.
28
Artinya:
87
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, Serat Wedhatama, terj. t.n. (Semarang:
Dahara Prize, 1994), hlm.34.
88
Dhanang Respati Puguh, “Mangkunegara IV Sebagai Maecenas: Peranananya Dalam
Pengembangan Seni Tradisi Jawa”.http://staf.undip.ac.id/sastra/dhanang diundo 02/09/2009, hlm. 3.
89
Aditya Jatmiko, op.cit., hlm.10-11.
29
dengan R.Ay. Dunuk, putri Mangkunegara III, 28 tahun bertahta Mangkunegara
IV wafat hari Jumat tanggal 8 September 1881 pada usia 75 tahun. 90
Mangkunegara IV’s court is especially known for its contributions to the
traditional arts. He was a prominent poet, and collaborated with Raden Ngabei
Ronggowarsita, said to be the last of the great court poets. Mangkunegara IV’s
most famous poem is the Wedhatama, which praises morality consistent with the
mystical Islam of Java. He is also created ketawang, a gamelan musical form.91
(Kepemimpinan Mangkunegara IV terkenal dengan percampuran kesenian
tradisional. Dia adalah seorang pencipta karya puisi, dan berkolaborasi dengan
Raden Ngabei Ronggowarsito, menjadi puisi terkenal yang terakhir. Puisi
Mangkunegara IV yang paling terkenal berjudul Wedhatama yang berisi tentang
moralitas yang berhubungan dengan mistisme Islam Jawa. Dia juga menciptakan
ketawang, sebuah bentuk musik gamelan).
Dalam sejarah Mangkunegaran, Mangkunegara IV adalah pemimpin praja
yang paling terkemuka, karena sebagai negarawan ia telah berhasil
mengantarakan praja Mangkunegaran memasuki zaman keemasan. Dengan
adanya kemajuan dalam bidang ekonomi yang ditandai dengan terwujudnya
kemakmuran di praja Mangkunegaran telah memberikan dampak positif bagi
perkembangan kesenian. Pada masa Mangkunegara IV perkembangan seni tradisi
Jawa yang meliputi tari, pewayangan, dan karawitan mengalami kemajuan pesat.
Sastra yang diciptakan dan isinyapun beraneka ragam pula.92 Hal ini menjadikan
istana Mangkunegaran sebagai sentra pengembangan kebudayaan Jawa kedua
setelah kasunanan Surakarta pada pertengahan hingga akhir abad ke-19. Semua
itu terwujud karena Mangkunegara IV sangat memperhatikan dan ikut terlibat
langsung dalam pengembangkan bentuk-bentuk kesenian, baik sebagai pujangga
maupun Maecenas. 93
Salah satu sahabat Mangkunegara IV adalah C.F. Winter Sr. ia adalah
sastrawan berkebangsaan Belanda kelahiran Yogyakarta, ia adalah seorang ahli
90
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, op.cit., hlm.7-8.
91
http://en.wikipedia.org/wiki/Mangkunegara_IV/diundo 02/09/2009.
92
Dojosantoso, Unsur Religius Dalam Sastra Jawa, (Semarang: Aneka Ilmu, 1989), hlm. 45.
93
Dhanang Respati Puguh, op.cit., hlm. 2.
30
bahasa yang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap bahasa Jawa.
Perkenalan Mangkunegara IV dan C.F. Winter Sr telah lama dilakukan, Kepada
C.F Winter Sr ia belajar bahasa kawi .
Kepada C.F Winter Sr jugalah ia diperkenalkan dengan Raden Ngabei
Ranggawarsito yang telah diangkat sebagai pujangga keraton Surakarta. Setelah
perkenalan, Raden Mas Gandakusuama menjadi semakin akrab dalam menjalin
persahabatan dengan Raden Ngabei Ronggowarsita. Mereka juga sering
berdiskusi tentang kesusatraan dan ilmu kebatinan Jawa. Khususnya
mendiskusikan tentang karya-karya ciptaanya. Persahabatan yang terjalin itu
terus dibina dengan baik sampai Raden Mas Gandakusuma menduduki pucuk
pimpinan pemerintahan praja Mangkunegaran sebagai Mangkunegara IV.
Dalam kedudukan sebagai pengayom sastra Jawa, Magkunegara IV pernah
memberikan bantuan keuangan kepada Raden Ngabei Ronggowarsita untuk
melakukan kegiatan penulisan, sehingga dapat berkonsentrasi penuh dalam
kegiatan kesusastraan. Begitu juga sebaliknya, Raden Ngabei Ronggowarsita
membantu dan mendukung proses kreatif Mangkunegara IV dalam menciptakan
karya-karya sastra Jawa. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di dalam
karya-karya Mangkunegara IV terdapat adanya pengaruh pemikiran-pemikiran
Raden Ngabei Ronggowarsita, guru sekaligus sahabatnya.94
a. Prestasi Mangkunegara IV :
1) Bidang pertahanan militer, mengharuskan setiap kerabat
Mangkunegaran yang telah dewasa untuk bekerja sebagai pegawai praja
setelah mengikuti pendidikan militer 6-9 bulan.
2) Bidang ekonomi, mendirikan pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan
hasil seperti pabrik gula di Kolomadu dan Tasikmadu, pabrik genteng,
kebun karet.
94
Ibid., hlm. 5.
31
3) Bidang sosial budaya, terkenal sebagai raja yang amat menyukai nilai-
nilai budaya luhur. Bahkan mengarang buku-buku sastra, seperti Serat
Wedhatama, Tripama, Wulang Etri dsb.95
4) Dalam bidang lain beliau juga memprakarsai berdirinya Stasiun
Balapan serta pembangunan rel kereta api Solo-Semarang, penataan
ruang kota dan kanalisasi kota.
5) Ia juga menjadi pimpinanan Institut Bahasa Jawa di Surakarta, sebuah
lembaga yang didirikan atas inisiatif pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1832 yang bertujuan untuk memberi pelajaran bahasa Jawa
kepada para pegawai Belanda yang masih muda.96
Seorang raja dianggap telah mencapai derajat khalifatullah panatagama
jika bisa mencapai tujuh fungsi kraton atau sapta wedha:
a) Pertama, mampu menjadi sesembahing kawula.
b) Kedua, mampu menegakkan kekuatan raja kenegaraan dan magis relijius.
c) Ketiga, mampu menegakkan wibawa keraton.
d) Keempat, mampu menjadikan keraton pusat peradaban.
e) Kelima, mampu menjadi contoh rakyat dalam nggayuh ngelmu
kasampurnaaan yakni perjalanan jiwa ke arah kesempurnaan.
f) Ketujuh, mampu menegakkan keraton sebagai kesatuan wilayah hukum
Islam. 97
2. Karya-Karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV
a. Serat Warayagnya (1856)
Serat Warayagnya berisi pelajaran dan nasihat Mangkunegara IV
kepada putra-putrinya tentang tata hidup berumah tangga. Serat ini
mengambil tembang Dhandanggula yang terdiri atas 10 bait.
b. Serat Wirawiyata (1860)
Serat Wirawiyata berisi nasihat dan pelajaran bagi para prajurit. Serat
ini terdiri atas 56 bait yang terbagi dalam dua pupuh yaitu pupuh Sinom dan
Pangkur. Pupuh pertama berisi 42 bait dan yang kedua berisi 14 bait.
95
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, op.cit., hlm. 8.
96
Dhanang Respati Puguh, op.cit., hlm. 6.
97
M. Hariwijaya, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), hlm. 227.
32
c. Serat Paliwara (1881)
Serat Paliwara terdiri atas pupuh Dhandanggula 6 bait dan pupuh
sinom 7 bait, berisi pelajaran dan petunjuk untuk putranya khususnya untuk
putra mahkota. Pokok-pokok isinya mengenai kepamongprajaan.
d. Serat Salakatma (1870)
Terdiri atas pupuh Mijil 31 bait, berisi pelajaran bagi para pemuda
yang ingin meraih kejayaan tetapi dengan cara tergesa-gesa dan terburu
nafsu sehingga melakukan tindakan yang berlebih-lebihan.
e. Serat Darmalaksita
Terdiri atas 40 bait pupuh Dhandanggulaaa 12 bait, pupuh Kinanthi
10 bait dan pupuh Mijil 18 bait. Serat ini berisi petunjuk bagaimana
bersikap dan berperilaku dalam mencapai kehidupan yang baik dengan
berpegang teguh pada Astagina.98 Petunjuk Astagina sebagai kunci meraih
sukses apa yang dihajatkan seseorang yaitu:
98
Ibid., hlm.306-308.
99
Aditya Jatmiko, op.cit., hlm.13.
33
Terdiri atas 7 bait yang seluruhnya merupakan pupuh Dhandanggula,
berisi tentang contoh teladan prajurit dengan mencontohkan tiga orang tokoh.
Tokoh tersebut ialah Patih Suwanda di Maespati, Kumbakarna Satria Agung
di Alengka, Suryaputra Raja Awangga.100 Dalam serat ini Mangkunegara
memberikan nasihat dan petunjuk kepada para prajurit mengenai hal-hal
berikut diantaranya:
1) Prajurit harus bersikap disiplin, setia dan patuh serta kesediaan menjaga
kehormatan diri.
2) Seorang prajurit hendaklah berhati mantap dan bertekad bulat, jangan
ragu, bimbang dan jangan memikirkan mati.
3) Dalam perang, seorang prajurit harus tunduk pada perintah panglima
sebagai wujud perbuatan lahiriah, namun hatinya hendaklah berserah
diri kepada Illahi.
4) Tiap-tiap warga negara mempunyai kewajiban membela tanah airnya.
5) Dalam menilai suatu hal kita perlu cermat dan berhati-hati, harus bisa
membedakan baik buruknya secara tepat.
6) Kepentingan bangsa dan negara harus lebih diutamakan daripada
kepentingan pribadi dan golongan.101
g. Serat Wedhatama
Serat Wedhatama adalah kitab yang ringkas dan padat. Disusun dalam
bentuk sekar macapat dengan sastra yang indah. Isi kandunganya yang paling
menonjol adalah pelajaran tuntunan budi luhur dan pedoman tingkah laku
yang utama bagi para priyayi dan keluarga istana. Serat Wedhatama banyak
mengungkapkan istlah-istilah dan konsep moral yang bersumber pada ajaran
tasawuf.102 Serat-serat atau kitab menjadi kebutuhan rakyat, baik secara
minimal maupun tanpa terperikan terbawa oleh gelombang perkembangan
100
KGPAA Mangkunegara IV, Serat Tripama, terj. t.n, (Semarang: Dahara Prize, 19950,
hlm. 3.
101
Purwadi, Kitab Jawa Kuno, (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2006), hlm. 401.
102
Mahmudi, Wirid Mistik Hidayat Jati Mutiara Pemikiran Teologi Islam Kejawen,
(Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), hlm. 21-22.
34
tata sosial yang makin bergemuruh di mana terdapat pergeseran nilai-nilai,
nalar pikir masyarakat.103
Ide atau gagasan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
Mangkunegara IV dalam menulis karya sastra yang bernama Serat
Wedhatama diilhami kondisi sosial politik dan keadaan diri maupun
masyarakatnya, sehingga beliau tergerak untuk menciptakan karya tersebut.
Krisis moral yang terjadi di masyarakat pada awal abad XIX
mendorong raja dan pujangga untuk menulis serat-serat piwulang. Ini
dimaksudkan agar nilai-nilai luhur dari agama maupun adat istiadat yang
dikemukaan dalam serat dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi krisis
mulitidimensi. 104 Kemrosotan itu sudah menimpa semua lapisan masyarakat.
Keadaan krisis semacam itu tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan
memperburuk situasi dan kondisi kerajaan Surakarta. Di tengah terjadinya
dekadensi moral dan bergesernya nilai-nilai tradisional keraton sebagai raja
dan pujangga keraton Mangkunegara IV memberikan nasihat kepada anak
dan seluruh generasi muda yang diharapkan memperbaiki moral dengan
menampilkan ajaran tatakrama perpaduan budaya Jawa dan Islam.
Serat Wedhatama terdiri atas lima pupuh yaitu :
1) Pupuh pertama adalah Pangkur yang terdiri atas 14 bait. Berisi nasihat-
nasihat dan ajaran dasar dalam menghadapi hidup agar manusia bisa
hidup dengan jiwa dan ilmu luhur.
2) Pupuh kedua adalah Sinom yang terdiri atas 18 bait, dimulai dari bait 15
sampai 32. Pupuh kedua menjelaskan tentang cara meningkatkan harkat
hidup dengan mencapai tiga hal yaitu hidup dengan luhur, mencari harta
benda untuk bekal hidup, mencari kepandaian. Dalam hidup manusia
harus sering berkhalwat selalu ingat kepada Sang Pencipta, mengurangi
makan dan tidur daripada seperti anak muda yang suka pamer ibadah
mengharap munculnya mukjizat untuk naik pangkat.
103
Surayanto Sastroatmodjo, Citra Diri Orang Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2006), hlm. 8.
104
Sri Suhanjati Sukri, Ijtihad Progresif Yasadipura II Dalam Akulturasi Islam Dengan
Budaya Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. 55.
35
3) Pupuh ketiga adalah Pucung yang terdiri atas 15 bait, dimulai dari bait
33 sampai 47. Pupuh ini menerangkan bahwa ilmu harus diamalkan,
dimulai dengan kemaunan karena kemauan adalah penguat yang
menjadikan kesabaran di dalam hati. Manusia jika ingin berhasil harus
memiliki tiga watak yang penting yaitu : rela tidak suka menyesal, sabar
tidak mudah marah, ikhlas berserah diri kepada Sang Pencipta.
4) Pupuh keempat adalah Gambuh terdiri atas 35 bait dimulai dari bait 48
sampai 82. Menjelaskan tentang catur sembah yaitu:
a) Sembah raga adalah sembahyang lima waktu. Dimulai bersuci
dengan air. Sembah raga harus dilakukan dengan tekun karena
dapat menyehatkan raga, menenangkan hati dan pikiran kacau.
b) Sembah cipta dilakukan dengan tirakat-tirakat yang bertujuan
untuk membersihkan hati dengan jalan melawan segala nafsu
yang ada dalam hati. Sembah cipta harus dilakukan dengan tekun,
istiqomah, hati-hati dan sabar.
c) Sembah jiwa ditujukan kepada jiwa/sukma. Sembah jiwa
berkaitan dengan batin, dapat dilakukan setelah orang tersebut
telah melaksanakan sembah cipta dan hanya dilaksanakan dengan
kesucian batin.
d) Sembah rasa yaitu mengetahui diri dari rasa yang sejati.105 Orang
yang merasakan rasa sejati telah dapat menyatukan akunya dengan
Allah (manunggaling kawula gusti) dalam tasawuf Jawa orang
tersebut telah melaui tahap mahu, sakar dan suhu.106
5) Pupuh kelima adalah Kinanthi yang terdiri atas 18 bait, dimulai dari 83
sampai 100. Pupuh ini merupakan bait-bait tambahan dalam
Wedhatama, yang bertujuan semakin memperjelas maksud serat ini.
Untuk melaksanakan semua ajaran dalam Serat Wedhatama harus sabar,
tawakal, ikhlas, berbudi luhur. Bila mampu melaksanakan ajaran dalam
105
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, op.cit., hlm, 76-85.
106
Radjiman, Konsep Petangan Jawa, (Surakarta: Pustaka Cakra, 2000), hlm. 179.
36
Serat Wedhatama maka manusia diharapkan akan mampu memisahkan
hal yang baik dan buruk. 107
B. Pupuh Pertama Karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
Pupuh pertama dalam Serat Wedhatama adalah tembang Pangkur yang
merupakan salah satu tembang macapat yang digunakan untuk menyampaikan
ajaran yang bernada serius. Isi ajaran yang disampaikan harus diperhatikan
sungguh-sungguh, karena berisi ajaran yang penting.
Isi Tembang Pangkur dalam Serat Wedhatama adalah sebagai berikut:
1. Mingkar-mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah jawa
Agama ageming aji
2. Jinejer neng wedhatama
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
Mangka nadyan tuwa pikun
Yen tan mikani rasa
Yekti sepi asepa lir sepah samun
Samangsane pakumpulan
Gonyak-ganyik nglilingsemi
3. Nggugu karsane priyangga
Nora nganggo paparah lamun angling
Lumuh ingaran balilu
Uger guru aleman
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana
Sesadon ingadu manis
4. Sipengung nora nglegewa
107
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, op.cit., hlm. 85-86
37
Sangsayarda denira cacariwis
Ngandhar-andhar angendhukur
Kandhane nora kaprah
Saya elok alangka longkanganipun
Si wasis waskitha ngalah
Ngalingi marang si pingging
5. Mangkono ngelmu kang nyata
Sanyatane mung weh reseping ati
Bungah ingaran cubluk
Sukeng tyas yen den ina
Nora kaya si punggung anggung gumunggung
Ugungan sadina-dina
Aja mangkono wong urip
6. Uripe sapisan rusak
Nora mulur nalare ting saluwir
Kadi ta guwa kang sirung
Sinerang ing matura
Gumarenggeng anggereng anggung gumrunggung
Pindha padhane si mudha
Prandene paksa kumaki
7. Kikisane mung sapala
Palayune ngendelken ya yah wibi
Bangkit tur bangsaning luhur
Lah iya ingkang rama
Balik sira sarawungan bae durung
Mring atining tatakrama
Ngon-anggon agama suci
8. Socaning jiwangganira
Jer katara lamun pocapan pasthi
Lumuh asor kudu unggul
Sumengah sosongaran
38
Yen mangkono kena ingkaran katungkul
Karem ing reh kaprawiran
Nora enak iku kaki
9. Kekerane ngelmu karang
Kakarangan saking bangsaning gaib
Iku boreh paminipun
Tan rumasuk ing jasad
Amung aneng sajabaning daging kulup
Yen kepengkok pancabaya
Ubayane mbalenjani
10. Marma ing sabisa-bisa
Babasane muriha tyas basuki
Puruita kang patut
Lan traping angganira
Ana uga angger-ugering kaprabun
Abon-aboning panembah
Kang kambah ing siyang ratri
11. Iku kaki takokena
Marang para sarjana kang martapi
Mrin tapaking tepa tulus
Kawawa naheb hawa
Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu
Tan mesti neng janma wredha
Tuwin mudha sudra kaki
12. Sapa ntuk wahyuning Allah
Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit
Bangkit mingkat ren mangukut
Kukutaning jiwangga
Yen mangkono kena sinebut wong sepuh
Liring sepuh sepi hawa
Awas roroning atunggal
39
13. Tan samar pamoring sukma
Sinukmanya winahya ing ngasepi
Sinimpen thelenging kalbu
Pambukaning warana
Tarlen saking liyep layaping ngaluyup
Pindha pesating supena
Sumusuping rasa jati
14. Sejatine kang mangkana
Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi
Bali alaming asuwung
Tan karem karameyan
Ingkang sipat wisesa winisesa wus
Milih mula-mulanira
Mulane wong anom sami.
40
Tak mau disebut bodoh
Suka dipuji disanjung
Tetapi manusia telah paham akan semu
Yang ditutupi dengan kepura-puraan
Disajikan dengan manis
4. Si bodoh tidak peduli
Semakin menjadi-jadi pembicaraanya
Melantur-lantur panjang lebar
Pembicaraan bermacam-macam
Semakin aneh dan langka isinya
Si pandai dan waspada mengalah
Menutupi kekurangan si bodoh
5. Begitulah ilmu yang nyata
Sebenarnya hanya memberi kesenangan hati
Bangga dikatakan bodoh
Hati bersuka ria bila dihina
Tidak seperti sibodoh yang selalu besar kepala
Minta dipuji setiap hari
Jangan begitulah orang hidup
6. Hidupnya sekali rusak
Tidak berkembang akalnya compang-camping
Bagaikan gua yang gelap
Diterpa oleh angin badai
Menggeram mengaung selalu menggemuruh
Sama seperti si muda
Meski begitu tetap sombong
7. Batasnya cuma sedikit
Geraknya bergantung kepada ayah ibu
Bangkit dalam tingkat luhur
Itulah orang tuanya
Sedangkan kau bergaul saja belum
41
Terhadap inti kesopanan
Yang merupakan ajaran agama
8. Sifat-sifat dirimu
Tampak dalam tutur bicara
Tak mau mengalah, selalu harus unggul
Congkak penuh kesombongan
Jika demikian dapat disebut kalah
Suka kepada keunggulan
Itu tak baik, anakku
9. Yang termasuk ilmu pesona
Pesona dari bangsa kegaiban
Ibarat bedak
Tidak meresap dalam tubuh
Hanya ada di luar daging
Jika tertimpa mara bahaya
Tak dapat diandalkan
10. Maka sebisa-bisamu
Usahakan berhati baik
Mengabdiah dengan baik
Sesuai dengan pribadimu
Ada pula tatacara kenegaraan
Tatacara berbakti
yang berlaku siang dan malam
11. Tanyalah itu anakku
Kepada pendeta yang bertirakat
Kepada segala teladan yang baik
Mampu menahan hawa nafsu
Pengetahuanmu akan kenyataan ilmu
Tidak hanya terhadap orang tua-tua
Dan orang muda hina, anakku
42
12. Barang siapa mendapat wahyu Tuhan
Akan cepat menguasai ilmu
Bangkit merebut kekuasaan
Akan kesempurnaan dirinya
Bila demikian dapat disebut orang tua
Arti tua sepi dari kemurkaan
Dapat memahami dwitunggal
13. Tan bingung kepada perpaduan sukma
Diresapkan dan dihayati di kala sepi
Disimpan di dalam hati
Pembuka tirai itu
Tak lain dari antara sadar dan tidak
Bagai kelebatnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati
14. Sesungguhnya yang demikian itu
Telah mendapat anugerah Tuhan
Kembali ke alam kosong
Tak suka pada keramaian
Yang bersifat kuasa-menguasai
Telah memilih kembali ke asal
Asal manusia, maka anak muda sekalian.108
108
Ibid., hlm. 14-23
109
Rahasia Ilmu Spiritual Tingkat Tinggi Raja Mataram, http://angkringan.ar.id.02/06/2009
43
Serat Wedhatama menyampaikan ajaran dalam bentuk nasihat, walaupun
pada awalnya serat ini diperuntukan untuk kalangan Mangkunegaran namun
secara tidak langsung Mangkunegara IV membuat Serat Wedhatama untuk
kalangan umum. Dalam bait pertama beliau menggaris bawahi bahwa pendidikan
anak merupakan hal yang paling melandasi orang tua untuk nahi mungkar
sekaligus amar makruf.110 Orang tua harus dapat mendidik anak-anaknya yang
kemudian diharapkan dapat mengembangkan jati dirinya. Demikian seterusnya,
setelah mereka tua pun bisa memberikan nasihat kepada anak cucunya.111
Berkaitan dengan mendidik anak juga, orang tua pada khususnya dan manusia
pada umumnya harus bisa menghindarkan diri dari hawa nafsu. Kemudian
dijelaskan bahwa ajaran yang disampaikan adalah ajaran lahir dan batin yang
digubah dalam bentuk syair-syair yang indah agar dapat diresapi, dipahami
sehingga diharapkan dapat menjadi pegangan budi. Serat yang berisi ajaran
tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah dalam bentuk tembang agar
mudah diingat dan lebih membumi. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak akan
bermanfaat apa-apa bila hanya tersimpan di dalam istana yang megah.112 Dalam
baris terakhir bait pertama dijelaskan bahwa agama ageming aji diartikan agama
pegangan raja.113 Agama dijadikan pedoman dalam hidup, karena di dalamnya
terdapat tuntunan hidup di dunia dan akhirat. Menurut Ahmad Khalil agama
ageming aji diartikan bahwa agama harus memegang prinsip keterhormatan dan
itu terletak pada sikap sosial yang koperatif. Sikap koperatif ini saat itu
diwujudkan dengan kebudayaan yang bersifat sinkretis, yaitu bersifat momot atau
memuat di mana agama diterima dengan sikap terbuka.114 Agama ageming aji
menurut Simuh agama kepunyaan raja atau agama digunakan untuk
110
Damardjati Supadjar pengantar dalam R. Ng. Yasadipura II, Serat Sanasunu, terj. Jumeiri
Siti Rumidjah , (Sleman: KEPEL PRESS, 2008), hlm. IX.
111
Sudaryanto (eds.), Kongres Bahasa Jawa Semarang, 15-20 Juli 1991, (Surakarta: Harapan
Massa, 1993), hlm. 97
112
Rahasia Ilmu Spiritual Tingkat Tinggi Raja Mataram, loc.cit.
113
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, op.cit., hlm. 15.
114
Ahmad Khalil, Islam Jawa, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 145.
44
memperkokoh kekuasaan sang raja, karena bagi kepentingan kerajaan, politik
atau kekuasaan adalah nomor satu.115
Seorang seniman melahirkan karyanya untuk membawa naik
penikmatnya dari tatanan lahir keindahan menuju tatanan keindahan yang lebih
tinggi, semakin tinggi tatanan keindahan yang disajikan sebuah karya seni, maka
semakin dekat pula ia dengan hakikat wujud. Membawa penikmatnya mencapai
keadaan jiwa yang damai dan menyatu dengan keabadian dari yang abadi.116
Dalam bait 2-9 dipaparkan tentang ajaran ilmu nyata, berisi ajaran agar
menjaga mulut dari kata-kata kotor, berbuat kebaikan, jangan menumbuhkan sifat
sombong, jangan manja/suka dipuji, jangan mengandalkan kekayaan orang tua,
dan jangan mengandalkan ilmu pesona.
Dalam menjalani hidup ini kita harus pengertian dan berperasaan agar
lebih bijak. Sedangkan mereka yang tidak pengertian dan tidak mempunyai
perasaan disebut orang bodoh. Meskipun orang itu berumur, bila tidak mampu
menangkap arti dan perasaan dapat dikatakan bodoh. Orang yang demikian itu
tidak berguna dalam masyarakat, dalam Serat Wedhatama orang tersebut
mempunyai cirri-ciri : pada waktu menghadiri pertemuan suka berbuat
seenaknya, menuruti kehendak sendiri dan bicaranya tanpa menggunakan nalar,
tidak mau dikatakan bodoh, suka dipuji, congkak dan sombong. Hal tersebut
harus dihindari karena akan membuat hidup rusak seperti anak kecil. Ketika
menemui masalah bergantung kepada orang lain, dan dalam pergaulan sering
meremehkan orang lain.
Dalam bait 10-14 dibicarakan tentang perihal cara meningkatkan hidup
dan berperilaku yang baik sesuai dengan perintah agama. Untuk meningkatkan
harkat hidup perlu memiliki hati yang baik, dengan jalan mencari ilmu dan
berguru kepada ahli yang menguasai ilmu yang dicari. Hal pertama Yang perlu
dipelajari adalah dasar-dasar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka,
115
Simuh, “Interaksi Islam dan Budaya Jawa” dalam Anasom, Merumuskan Kembali
Interelasi Islam-Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. 24.
116
Abdul Hadi W.M., Hermeuneutika, Estetik, dan Religiusitas Esai-Esai Sastra Sufistik dan
Seni Rupa, (Yogyakarta: Matahari, 2004), hlm. 232.
45
bergurulah kepada orang yang dapat dijadikan teladan, mampu menahan dan
mengendalikan hawa nafsu.
Orang yang demikian itu dapat disebut orang tua, meskipun sebenarnya
belum berusia lanjut, yang disebut orang tua yakni orang yang telah mampu
mengendalikan hawa nafsu, memberi contoh yang utama, dan mampu
mempelajari ilmu batin perihal makhluk dan penciptanya. Orang yang demikian
itu telah menghayati keberadaan Sang Pencipta yang dapat dicapai melalui
bersemedi dan melakukan tirakat-tirakat sehingga dapat menduduki maqomat-
maqomat untuk bisa terbuka hijab yang menutup antara Tuhan dan manusia. Jika
telah melakukan hal tersebut, niscaya akan mendapat anugrah dari Tuhan
kembali ke alam kosong dan memiliki jiwa yang bersih sehingga tidak menyukai
keduniaan yang bersifat kuasa-menguasai.117
117
KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat, op.cit., hlm.76-78.
46
BAB IV
PENDIDIKAN ILMIAH DAN PENDIDIKAN AKHLAK
PADA PUPUH PERTAMA SERAT WEDHATAMA KARYA
KANJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARYA
MANGKUNEGARA IV DALAM
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
118
Muhammad Al-Ghozali, Akhlak Seorang Muslim, terj. Moh Rifai , (Semarang: Wicaksana,
1986), hlm. 444.
47
Pendidikan ilmiah dijelaskan dalam bait ke-11:
Iku kaki takokena
Marang para sarjana kang martapi
Mrin tapaking tepa tulus
Kawawa naheb hawa
Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu
Tan mesthi neng janma wredha
Tuwin mudha sudra kaki.
Dalam bait ke-11 dijelaskan bahwa ketika kita tidak mengetahui suatu
ilmu, tanyakanlah dan bergurulah kepada ahlinya. Hal ini sesuai dengan Al-
Quran surat An-Nahl ayat 43.
119
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: Karya Agung, 2006), hlm. 370.
48
apa saja ilmu yang nyata yang dapat memberikan kemanfaatan bagi diri sendiri,
bagi orang lain dan alam sekitar. Bukan ilmu yang dapat membawa bahaya dan
bencana bagi diri sendiri maupun orang lain. Seperti dalam pupuh pertama bait
kesembilan :
Kekerane ngelmu karang
Kakarangan saking bangsaning gaib
Iku boreh paminipun
Tan rumasuk ing jasad
Amung aneng sajabaning daging kulup
Yen kapengok pancabaya
Ubayane mbalenjani
Bahwa janganlah mencari ilmu dari bangsa kegaiban yang hanya terlihat
baik dimuka seperti bedak namun pada hakikatnya ilmu tersebut tidak
bermanfaat bagi diri sendiri dan hanya dapat menyesatkan. Ketika tertimpa
bahaya dan dalam posisi yang terjepit ilmu tersebut tidak dapat diandalkan.
Ilmu adalah sarana untuk mengenal Tuhan mengetahui berbagai macam
benda dan kekuatan alam serta mampu menjinakkan dan menggunakan untuk
kesejahteraan umat manusia.120 Ilmu pengetahuan yang berlandaskan tauhid
akan menghubungkan pada pengetahuan lain yang nantinya akan terhubung
pula pada inti (pencipta) ilmu pengetahuan tersebut. Einstein pada pidatonya di
120
Muhammad Fadhil Al-Jamali, Konsep Pendidikan Qur’ani, terj. Judi Al-Falasani, (Solo:
Ramadhani, 1993), hlm. 67-68.
49
depan Princeton Theological Seminar 1939 sebagaimana dikutip Muhamad
Makhdlori berbunyi:
” Ilmu pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi
dengan keinginan untuk mencapai kebenaran dan pemahaman. Sumber
perasaan ini berasal dari tataran agama. Termasuk di dalamnya adalah
keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada
dunia wujud itu bersifat rasional. Saya tidak bisa membayangkan ada
ilmuan yang tidak mempunyai keimanan yang mendapat seperti itu, ilmu
pengetahuan tanpa agama akan lumpuh dan agama tanpa ilmu
pengetahuan akan buta.”121
B. Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak tersimpul dalam prinsip berpegang pada kebaikan dan
kebajikan serta menjauhi keburukan dan kemungkaran, berhubungan erat
dengan upaya mewujudkan tujuan pendidikan Islam yaitu: ketaqwaan
ketundukan dan beribadah kepada Allah.122 Akhlak mulia adalah akhlak yang
sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah.123 Dalam pupuh pertama Serat
Wedhatama banyak dijelaskan pendidikan akhlak sebagai berikut:
1. Pengendalian diri
a. Pengendalian diri dari nafsu angkara
Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar karena menggagalkan
kontrol diri manusia dan membelenggunya secara buta pada dunia lahir.
Apabila manusia sudah dikuasainya ia tidak lagi menuruti akal budinya,
manusia semacam itu dapat mengancam lingkungan dan menimbulkan
121
Muhammad Makhdlori, Mencerdaskan Pikiran dan Hati Dengan Kemukjizatan Surat Al-
Kahfi, (Yogyakarta: Diva Press, 2009), hlm. 128-129.
122
Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003),
hlm. 90.
123
Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), hlm. 201.
50
konflik-konflik dan ketegangan dalam masyarakat dan dengan demikian
membahayakan ketentraman.124
Dalam pupuh pertama Serat Wedhatama pengendalian diri dari
nafsu angkara terdapat dalam bait pertama:
Mingkar-mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah jawa
Agama ageming aji
124
Franz Magnis, Suseno SJ, Etika Jawa, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 139.
51
negatif maka hasilnya juga negatif. Misalnya ketika anak melakukan
perbuatan salah orang tua langsung marah-marah dan langsung
memukul tanpa memberikan peringatan dan memberikan nasihat. Orang
tua yang sering berbuat ceroboh dan suka marah-marah, maka ekspresi
marahnya akan ditiru oleh anak. Sebaliknya, orang tua yang berperilaku
bersahaja, tenang, bijaksana maka anak juga akan mengikuti hal serupa.
Oleh karena itu, mengendalikan nafsu dan membentuk kematangan
emosional harus dilakukan dengan cara menanamkan hal-hal yang baik
dan mencegah perbuatan mungkar, orang tua hendaknya juga
melakukanya dengan penuh kesabaran.125
Nafsu manusia dianggap penting, sebab makmur atau hancurnya
dunia berdasarkan nafsu manusia. Jika seorang pemimpin berwatak
mulia, maka nafsunya tergolong baik (muthmainnah) sehingga memiliki
peran memayu hayuning bawana (melestarikan dan memakmurkan
bumi). Tapi sebaliknya, bila seorang pemimpin mempunyai tabiat nafsu
ammarah (angkara murka) maka jangan ditanya akibat yang akan
diperbuatnya. Nafsu angkara yang mengajak kejahatan diibaratkan
seperti api yang hanya bermodalkan sebatang pentol korek api dapat
membakar dan melahap apa saja. Wataknya selalu ingin menguasai,
menang sendiri.
Nafsu manusia secara sederhana dapat diklasifikasikan ke dalam
empat jenis yaitu:
1) Nafsu ammarah
Yakni nafsu yang mengajak berbuat kejahatan.
2) Nafsu lawwamah
Yakni nafsu yang cenderung mencela kesalahan orang lain,
termasuk dirinya sendiri ketika ia berbuat salah karena sebenarnya
dalam nafsu ini dirinya telah menunjukan sifat-sifat yang mulai
membaik dari kesadaran dirinya.
125
Muallifah, Psycho Islamic Parenting, (Yogyakarta: Diva Press, 2009), hlm. 133-134.
52
3) Nafsu supiyah (mulhimah)
Nafsu yang sebenarnya sudah halus, sehingga ia identik dengan
ilham (bisikan-bisikan ada bisikan baik dan ada bisikan buruk).
4) Nafsu muthmainnah
Yakni jiwa yang tenang, sifat yang anteng jatmika (jiwa yang
tenang) dan menyebabkan karyenak tyase sesama (mengenakkan
bagi orang lain).126
Lelaku atau cara orang Jawa untuk mengendalikan nafsunya
antara lain dengan cara:
a) Meditasi dan semedi
Meditasi adalah suatu cara yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan menyatukan
konsentrasi, sikap dengan tujuan untuk memohon petunjuk dan
diberikan kekuatan. Meditasi dilakukan dalam waktu yang cenderung
singkat hanya beberapa menit.127
Disebut sebagai semedi karena memerlukan waktu
pelaksanaan dan ritual lebih lama. Semedi memiliki bentuk yang
bermacam-macam, namun beberapa spiritualis menyatakan bahwa
melakukan semedi adalah jalan yang lebih efektif untuk mendapatkan
petunjuk dan kekuatan.128
b) Puasa
Jenis puasa yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada waktu
Islam belum masuk ke Jawa memiliki bentuk yang dilarang dalam
ajaran Islam disamping melakukan perbuatan syirik pada saat itu
puasa yang dilakukan cenderung menyiksa diri mereka sendiri. Untuk
itu para wali berusaha untuk mengubahnya dalam bentuk dengan
126
Wawan Susetya, Pengendalian Hawa Nafsu Orang Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2007),
hlm. 8-9.
127
Ragil Pamungkas, Lelaku dan Tirakat cara orang Jawa menggapai kesempurnaan hidup,
(Yogyakarta: NARASI, 2006), hlm. 11-12.
128
Ibid., hlm. 24.
53
suguhan ajaran Islam baik niat maupun pelaksaanaan puasanya
contoh: puasa mutih, puasa weton, puasa ngrowot.129
c) Menyedikitkan tidur, lebih banyak melakukan hal-hal yang
bermanfaat dan bekerja.
Manusia diharapkan dalam keadaan bersih dan tenang (nafsu
muthmainnah), tentu saja harus mampu mengendalikan nafsu-nafsu
yang jahat. Dalam Islam orang tersebut harus melakukan riyadhah
misalnya dengan puasa, dzikir, mengurangi makan, mengurangi tidur
dan banyak melakukan hal yang bermanfaat yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Dalam kondisi yang demikian, biasanya pejalan (salik) tadi
melakukan aktivitasnya dengan memperbayak berdzikir, bertafakur
merenungkan penciptaan alam semesta ini. Merenungkan hakikat
kehidupan manusia, merenungkan hidup yang sejati hingga akhirnya dia
menyadari kedudukan posisinya sebagai hamba Tuhan. Mengerti
tugasnya sebagai hamba yaitu beribadah kepada Allah sang Khaliq.130
ÇÊÒÈ šcqà)Å¡»xÿø9$#
129
Ibid., hlm. 34.
130
Wawan Susetya, Renungan Sufistik Islam-Jawa, (Yogyakarta: NARASI, 2007), hlm.84.
131
Depag RI, op.cit., hlm. 799.
54
b. Pengendalian diri dari sifat egois
Pengendalian diri dari sifat egois terdapat dalam bait ketiga:
Nggugu karsane priyangga
Nora nganggo paparah lamun angling
Lumuh ingaran balilu
Uger guru aleman
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana
Sesadon ingadu manis.
55
mental tertinggi dari manusia.132 Jadi, timbulnya sifat egois apabila ego
manusia dikuasai oleh id yang mempunyai sifat yang buruk.133
Maka yakinlah bahwa manusia bisa mengendalikan id dan
bukan termasuk orang yang egois yang menang sendiri. Jangan melukai
orang lain, hindari sakit hati yang akan dirasakan orang lain akibat sifat,
sikap, ucapan dan perbuatan.
c. Pengendalian diri dari banyak bicara hal yang tidak bermanfaat
Terdapat dalam bait keempat:
Si pegung nora nglegewa
Sangsayarda denira cacariwis
Ngandhar-andhar angendhukur
Kandahane nora kaprah
Saya elok alangka longkanganipun
Si wasis waskitha ngalah
Ngalingi marang si pingging
132
Sigmund Freud, Civilization and its discontents, terj. Apri Dananto, (Yogyakarta: Jendela,
2002), hlm. xxvi.
133
Muhammad Muhyidin, Bibir Tesenyum Hati Menagis, (Yogyakarta: Diva Press, 2008), hlm.
117-118.
56
faktor tersebut, sehingga makna dan tujuan hidupnya bisa tercapai
secara optimal.134
Salah satu pengendalian itu adalah mengendalikan diri dari
berkata sesuatu yang tidak bermanfaat seperti dalam bait keempat yang
berisi nasihat untuk mengendalikan diri dari berbicara tidak bermanfaat,
melantur, panjang lebar dan bermacam-macam namun tidak berisi.
Seperti kata pepatah “tong kosong berbunyi nyaring”, berbicara banyak
tetapi tidak ada isi yang bermanfaat. Apa yang dibicarakan menjadi sia-
sia, lebih baik berbicara seperlunya, sedikit bicara namun berisi,
berdzikir kepada Allah senantiasa ingat dalam keadaan apapun,
membaca Al-Quran, sedangkan bila berbicara, bertuturlah dengan baik
dengan kata-kata yang patut dan lembut sehingga yang diajak bicara
senang dan nyaman.
Tinggalkanlah perdebatan dalam pertentangan yang tidak ada
gunanya seputar hal-hal yang masih belum pasti, karena hal itu dapat
menyempitkan dada dan mengeruhkan hati. Kemukakanlah pendapat
dengan tenang tidak tergesa-gesa, tidak mendesak tidak pula bersikap
tegang. Hindarilah banyak bicara yang tidak berguna karena ini justru
akan menghilangkan kesehatan bagi pikiran dan membuat tidak
simpatik. Ungkapkan pendapat dengan lemah lembut, perlahan- lahan
dan tenang maka saat itu niscaya akan dapat memikat hati dan
menyejukkan jiwa.135
Adapun yang termasuk kategori perkataan-perkataan yang tidak
manfaat adalah:
1) Mengeluarkan kata-kata yang menghina dan merendahkan
martabat orang lain.
2) Menjelek-jelekan orang lain.
3) Mengeluarkan kata-kata yang menyinggung orang lain.
134
Rachmat Ramadhana Al-Banjari, Membaca Kepribadian Muslim Seperti Membaca Al-
Quran, (Yogyakarta: Diva Press: 2008), hlm. 89.
135
Aidh Bin Abdullah Al-Qarni, Jadilah Wanita Yang Paling Bahagia, terj. Bahrun Abu Bakar
Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), hlm. 88.
57
4) Berkata yang tidak sesuai dengan kebenaran yang sebenarnya.
5) Berdebat tanpa mencari kebenaran, tetapi mencari kemenangan
6) Mengeluarkan kata-kata yang menimbulkan fitnah dan adu domba
(namimah). 136
d. Pengendalian diri dari sifat sombong
Terdapat dalam bait kedelapan:
Socaning jiwangganira
Jer katara lamun pocapan pasthi
Lumuh asor kudu unggul
Sumegah sosongaran
Yen mangkono kena ingkaran katungkul
Karem ing reh kaprawiran
Nora enak iku kaki
(Sifat-sifat dirimu
Tampak dalam tutur bicara
Tidak mau mengalah, selalu harus unggul
Congkak penuh kesombongan
Jika demikian dapat disebut kalah
Suka kepada keunggulan
Itu tidak baik, anakku).
Dalam pupuh pertama bait kedelapan Mangkunegara IV
menceritakan tentang orang yang sombong tidak mau mengalah, selalu
harus unggul. Padahal hal itu tidak baik, hidupnya akan rusak penuh
dengan kegelapan dan berbagai masalah yang menimpa. Orang yang
penuh dengan kesombongan walaupun dia unggul, namun pada
hakikatnya dia mengalami kekalahan karena tidak biasa mengalahkan
nafsunya yang buruk.
Sombong merupakan sikap merendahkan orang lain dan
menganggap diri sendirilah yang paling unggul. Sifat seperti itu tidak
136
Maimunah Hasan, Membentuk Pribadi Muslim, (Yogyakarta: Putaka Nabawi, 2002), hlm.
238.
58
baik dan mencerminkan jiwa yang sakit. Sebab-sebab yang menjadikan
seseorang berlaku sombong adalah merasa adanya kelebihan pada
dirinya, baik itu ilmu pengetahuan, amal dan ibadah, maupun
kecantikan dan ketampanan.
Dalam realisasinya sombong (takabbur) diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu :
a. Takabur kepada Allah.
b. Takabur kepada Rasul.
c. Takabur kepada sesamanya.137
Dalam skripsi ini sombong (takabur) yang dibahas adalah yang
ke-3 yaitu takabur kepada sesama manusia yang merendahkan orang
lain, selalu harus unggul, minta dipuji dan disanjung. Ketiganya harus
dihilangkan dalam diri manusia karena sombong dapat menjadikan diri
lupa akan nikmat Allah, dibenci manusia dan dibenci Allah
sebagaimana firman Allah surat Luqman ayat 18:
Ÿw ©!$# ¨bÎ) ( $·mt•tB ÇÚö‘F{$# ’Îû Ä·ôJs? Ÿwur Ĩ$¨Z=Ï9 š‚£‰s{ ö•Ïiè|Áè? Ÿwur
137
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Lemb Kota, 2006), hlm. 187.
138
Depag RI, op.cit., hlm. 582.
59
Puruita kang patut
Lan traping angganira
Ana uga angger-ugering kaprabun
Abon-aboning panembah
Kang kambah ing siyang ratri.
(Maka sebisa-bisamu
Usahakan berhati baik
Mengabdilah dengan baik
Sesuai dengan pribadimu
Ada pula tatacara kenegaraan
Tatacara berbakti
Yang berlaku siang dan malam).
139
Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi: Membangun Kepribadian
Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 21.
60
mengingat karunia dari Allah SWT. Sifat ini mempunyai pengaruh negatif
terhadap diri seorang dan menjurus pada sifat sombong.
Dengan adanya sikap tawadlu’ maka seseorang akan merasa jauh dari
kesempurnaan, sehingga akan mendorong jiwa untuk selalu berhati-hati
terhadap dosa dan terjaga terhadap apa yang dibicarakan dan dilakukan.
Juga akan timbul rasa persamaan, menghormati orang lain, toleransi serta
cinta kepada keadilan yang akhirnya akan mensucikan hati dan menjauhkan
diri dari penyakit hati, Allah juga akan mengangkat derajat yang
bertawadlu’.
( )
3. Sabar
Terdapat dalam bait kelima:
Mangkono ngelmu kang nyata
Sanyatane mung weh reseping ati
Bungah ingaran cubluk
140
Imam Muslim, Shahih Muslim, juz IV, (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiah, 1992), hlm. 2001.
61
Sukeng tyas yen den ina
Nora kaya si punggung anggung gumunggung
Ugungan sadina-dina
Aja mangkono wong urip
62
sabar karena Allah senantiasa bersama orang-orang yang sabar.141
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 153.
ÇÊÎÌÈ tûïÎŽÉ9»¢Á9$# yìtB ©!$# ¨bÎ) 4 Ío4qn=¢Á9$#ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ (#qãY‹ÏètGó™$# (#qãZtB#uä z`ƒÏ%©!$# $yg•ƒr'¯»tƒ
63
Akan kesempurnaan dirinya
Bila demikian dapat disebut orang tua
Arti tua sepi dari kemurkaan
Dapat memahami dwitunggal).
64
Sesungguhnya yang demikian itu
Telah mendapat anugerah Tuhan
Kembali ke alam kosong
Tak suka pada keramaian
Yang bersifat kuasa-menguasai
Telah memilih kembali ke asal
Asal manusia, maka anak muda sekalian.
65
ini tersembunyi/ fana segala sesuatu (selain Allah).143 Fana berari
hilang, hancur, sirna atau lenyap. Namun, hilang, hancur, sirna atau
lenyap di sini tidak secara fisiologis. Fana dalam tasawuf umumnya
dipahami tidak adanya kesatuan indrawi dan yang disadari hanya
Allah SWT.144
Setelah manusia mengalami kefanaan maka akan mengalami kesatuan
wujud terbukalah hijab antara aku dan Tuhan (Wahdah al-Wujud), artinya
yang ada itu hanya satu. Bahwa yang ada itu hakikatnya hanya satu yaitu
Allah. Allah dan alam adalah satu hakikat. Makhluk hanyalah bayangan
dari wujud yang hakiki sehingga tidak ada wujud selain Allah.145 Pada
kenyataannya, tidak ada penciptaan, tetapi semata-mata emanasi dan
penampakkan karena segala yang ada adalah penampakan Ilahi dan
ekspresi dari sifat-sifat suci.146 Sedangkan gagasan cita-cita mulia dalam
perspektif orang Jawa menjadi manusia sempurna dan utama yang berbudi
luhur, dalam praktiknya telah digambarkan secara proporsionalitas
dalam”Tiga Wi”: yakni wiraga, wirama dan wirasa. Perwujudan praktik
wiraga lebih ditunjukan dalam solah bawa (gerak badan). Praktik wirama
lebih ditunjukan dalam irama karena didorong oleh aura yang baik dari
dalam dirinya. Sedangkan praktik wirasa lebih ditunjukan dalam nuansa
rasa yang sejati, makarti-nya hati nurani paling dalam, dalam diri
manusia.147
143
Amin Syukur, op.cit., hlm. 185-207.
144
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail, 2009), hlm. 110.
145
Ibid., hlm. 112.
146
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyudi Asmin, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2002), hlm. 110.
147
Wawan Suseno, Dhalang, Wayang dan Gamelan, (Yogyakarta: Narasi, 2007), hlm. 110-
111.
66
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian bab demi bab dapat ditarik kesimpulan diantaranya:
1. Serat Wedhatama merupakan karya sastra Jawa yang berbentuk puisi,
ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV
(1811-1881). Keseluruhan isi Serat Wedhatama terdiri atas lima pupuh
yaitu: pangkur, sinom, pucung, gambuh, kinanthi. Namun, objek
penelitian ini adalah pupuh pertama yaitu tembang pangkur. Dalam pupuh
pertama memuat: pertama pendidikan ilmiah yaitu proses mencari ilmu
dan berguru pada ahlinya. kedua pendidikan akhlak, meliputi:
pengendalian diri, tawadlu’, sabar.
2. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidikan ilmiah dan pendidikan
akhlak pada pupuh pertama Serat Wedhatama mempunyai proses yang
sama dengan pendidikan Islam yang di dalamnya memuat ajaran tentang
pendidikan mencari ilmu serta berguru pada ahlinya, dan pendidikan
akhlak yang mengajarkan manusia untuk mengendalikan diri, tawadlu’
dan sabar. Namun, tidak semua sesuai dengan pendidikan Islam karena
dalam pupuh pertama Serat Wedhatama banyak terdapat sinkretisme
Islam-Jawa.
B. Saran
Setelah mempelajari isi pupuh pertama Serat Wedhatama penulis
mempunyai beberapa saran diantaranya :
1. Karya sastra Jawa perlu diperkenalkan dan dikaji kembali agar isinya
dapat dipelajari peserta didik sebagai wacana dan bisa diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
71
67
2. Selama ini konsep pendidikan kita diperoleh dari konsep-konsep
pemikiran orang asing, sementara ada pemikiran tokoh local Genius yang
perlu diangkat dan diaktualisasikan dalam bidang pendidikan.
3. Menggali dan menanamkan kembali kearifan lokal melalui pendidikan,
sebagai upaya membangun identitas bangsa dan filter dalam menyeleksi
pengaruh budaya lain yang destruktif.
4. Upaya mempelajari dan memahami ajaran-ajaran dalam serat piwulang
pada hakikatnya sebagai upaya ikut serta mensukseskan pemerintah
dalam rangka membangun dan memperkokoh kebudayaan nasional.
Kokohnya budaya nasional tergantung kepada kokohnya kebudayaan
daerah. Apabila kebudayaan daerah lemah, maka kebudayaan nasional
juga lemah, sehingga akan berakibat pada lemahnya pertahanan
kepribadian bangsa. Dan pada giliran selanjutnya adalah kebudayaan
asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia akan
mudah masuk dan leluasa mempengaruhi kepribadian bangsa Indonesia.
C. Penutup
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
hidayah dan taufiq-Nya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENDIDIKAN ILMIAH DAN PENDIDIKAN AKHLAK PADA
PUPUH PERTAMA SERAT WEDHATAMA KARYA KANJENG
GUSTI PANGERAN ADIPATI ARYA MANGKUNEGARA IV
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM”. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis, pembaca serta almamater.
Penulis menyadari masih banyak ditemukan kekurangan baik dari segi
penulisan, bahasa, maupun isi yang semua ini karena keterbatasan penulis.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi menghasilkan karya yang baik.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Atang, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006.
Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Abu, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001.
Amin, Darori, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Anasom (ed.), Membangun Negara Bermoral Etika Bernegara dalam Naskah Klasik
Jawa- Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2004.
2004.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Iterdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
69
Bakry, Nazar, Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
Bil Qibthi, Agi, Cahaya Rosul Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad SAW, Semarang:
Dua Putra Press, 2002.
Bin Abdullah Al-Qarni, Aidh, Jadilah Wanita Yang Paling Bahagia, terj. Bahrun
Abu Bakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005.
Darajat dkk, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Daud Ali, Mohammad, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004.
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Dewey, John, Democracy and Education, New York: The Macmillan Company,
1964.
Dojosantoso, Unsur Religius Dalam Sastra Jawa, Semarang: Aneka Ilmu, 1989.
70
Hossein Nasr, Sayyed, Islam Agama Sejarah dan Peradaban, terj. Koes
Adiwidjajanto, Surabaya: Risalah Gusti, 2003.
http://en.wikipedia.org/wiki/Mangkunegara_IV/diundo 02/09/2009.
Jatmiko, Adityo, Tafsir Ajaran Serat Wedhatama, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005.
Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Masdar Maju, 1990
Madkour, Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyu Asmin,
jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Mahmudi, Wirid Mistik Hidayat Jati Mutiara Pemikiran Teologi Islam Kejawen,
Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005.
71
Makhdlori, Muhammad, Mencerdaskan Pikiran dan Hati Dengan Kemukjizatan
Surat Al-Kahfi, Yogyakarta: Diva Press, 2009.
Muslim, Imam, Shahih Muslim, juz IV, Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiah, 1992.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagi Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI Press,
2005.
Noer Aly dan Munzier, Hery, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani,
2003.
Pamungkas, Ragil, Lelaku dan Tirakat cara orang Jawa menggapai kesempurnaan
hidup, Yogyakarta: Narasi, 2006.
72
, Seni Tembang, Yogyakarta: Tanah Air, 2006.
Sudaryanto (eds.), Kongres Bahasa Jawa Semarang, 15-20 Juli 1991, Surakarta:
Harapan Massa, 1993.
Suhanjati Sukri, Sri, Ijtihad Progresif Yasadipura II Dalam Akulturasi Islam Dengan
Budaya Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2004.
Susetya, Wawan, Pengendalian Hawa Nafsu Orang Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2007.
73
, Renungan Sufistik Islam-Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2007.
Yasadipura II, Serat Sanasunu, terj. Jumeiri Siti Rumidjah , Sleman: Kepel Press,
2008.
74
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
75