Hubungan dengan materi lain 1. Pada materi ini membahas tentang ringkasan epistemologi, sedang materi lain adalah penerapan dari epistemologi. 2. Pada materi ini adalah pengantar memahami Tuhan. Manusia dan alam semesta sedang materi lainnya adalah penjabaran tentang konsep Tuhan, manusia, dan alam semesta Tujuan Instruksional 1. Peserta dapat memahami peran dan fungsi akal 2. Peserta dapat memahamo garis besar filsafat ilmu 3. Peserta dapat memahami aliran-aliran berfikir 4. Peserta dapat memahami dan menggugurkan sophisme dan relatisme 5. Peserta dapat memahami dan menjelaskan logika aristotelian dan logika dialektik Defenisi Pertama yang harus didefinisikan adalah kata defenisi itu sendiri. Mengapa demikian?. Sebab dengan adanya perbedaan diantara kita dalam mendefinisikan sesuatu dapat menjadikan diskusi/kesepahaman kita bias, meskipun kita merujuk satu kata yang sama. Artinya kita harus mengacu pada makna yang sama. Lalu apa defenisi dari defenisi?. Defenisi pertama dari kata defenisi adalah membatasi sesuatu sehingga kita dapat memiliki pengertian terhadap sesuatu. Misalnya tanah kita berbatasan dengan jalan raya, tetangga, kebun dan sungai. Maka defenisi tanah kita adalah sebidang tanah yang lataknya disini…dan berbatasan dengan ini..ini..dan seterusnya. Jadi defenisi dari defenisi adalah memberikan pengertian/penjelasan tentang sesuatu hal dan disertai dengan batasan-batasan sehingga hal tersebut menjadi jelas. Dapat disimpulkan bahwa inti dari defenisi yang pertama ini adalah menjelaskan sessuatu yang terbatas. Konsekuensinya, jika sesuatu tidak terbatas maka tidaj dapat didefenisikan. Defenisi kedua dari kata Definisi adalah menjelaskan sesuatu dengan beberapa pendekatan sehingga sesuatu itu jelas. Misalnya, jika kita ingin mendefinisikan kertas, maka kita gunakan bentuk, warna, tekstur, kegunaan, sumber dan seterusnya, sehingga gambaran tentang kertas bagi kita menjadi jelas adanya. Jika kita mencoba mendefinisikan judul diatas (Kerangka Berfikir Ilmiah) maka kurang llebih seperti berikut: Kerangka adalah sesuatu yang menyusun atau menopang yang lain sehingga sesuatu yang lain dapat berdiri, dan berfikir merupakan gerak akal dari satu titik ke titik yang lain. Atau bisa juga gerak akal dari pengetahuan yang satu ke pengetahuan yang lain. Pengetahuan pertama kita adalah ketidaktahuan (kita tahu bahwa dari kita sekarang tidak mengetahui sesuatu), pengetahuan yang kedua adalah tahu (kemudian kita mengetahui apa yang sebelumnya tidak kita tahu). Wajar kemudian ada yang mendefenisikan berfikir sebagai gerak akal dari tidak tahu menjadi tahu. Tapi yang penting (inti pembahasannya) adanya gerak akal. Terserah kemudian kita pahami bahwa titik pertama adalah tidak tahu dan titik kedua adalah tahu, lebih tahu atau malah ketidaktahuan yang baru. Ilmiah adalah sesuatu hal/pernyataan yang bersifat keilmuan. Cuma disini kita perlu bedakan ilmiah dalam perspektif kita dan sains barat. Ilmiah dalam sains barat itu harus melewati pengujian secara empiris. Artinya ilmiah adalah empiris dalam sains barat. Namun ilmiah yang dimaksudkan dalam pembahasan kita adalah yang sesuai dengan hukum-hukum pengetahuan, sedangkan tentang sains akan dibahas dalam materi lain, yakni Islam Iptek. Kemutlakan dan Relativitas Satu hal yang penting sebelum menjelajahi dunia pemikiran perlu kiranya kita memahami jawaban dari beberapa pertanyaan berikut : apakah dari semua yang ada? Apakah ide atau realitas diluar kita ini bersifat mutlak atau relative? Dalam artian, tiada hal yang pasti seperti dalam kacamata kaum sofis (Filosophis). Membahas Sofisme, di Yunani muncul sekolompok orang yang berfikir bahwa apapun yang ada dalam gagasan kita bersifat relative, semuanya selalu dihadapkan pada pilihan apakah semuanya mungkin benar atau semuanya mungkin salah. Ciri khas kaum Sophis adalah berdebat kusir yang kemudian kembali relativitas. Artinya lebih menekankan kekuatan retorika dibanding argumentasi. Secara sosial, kaum sophis ini (Sophis = arif, pandai) menimbulkan gejolak negatif dimasyarakat pada zamannya, karena tiada lagi yang dapat di percaya.Memang konsekuensi dari relatifitas adalah hilangnya kepercyaan.disaat seperti inilah muncullah tokoh socrates(=470-399 sm)yang menggugurkan asumsi asumsi yang di bangun oleh kaum sophis. Socrates yaqng dikenal sebagai seorang guru filsafat yunani kuno yang sangat berpengaruh.Iyamemakaimetode dialektik untuk membimbing orang memahami suatu pengetahuan dengan mengajukan pertanyaan2 setapak sampai hal-hal yang meraqgukan terjawab atau m enjadi jelas,jelas mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa yunani yang berasal dari kata.philo=cinta dan sophia=arif.Mungkin disinal kerendah hatian socrates tidak menganggap dirinya sebagi orang pintar,tapisebagai pecinta kearifan.Disini perlu ditegaskan bahwa puncak ilmu adalah kearifan. Ada beberapa kelemahan sofhisme.pertama,kontradiksidengan dirinya,misalnyapernyataan bahwa.”semua relatif”.Jikadikembalikan,apakah pernyataan bahwa semuarelatif itu.Relatif atau mutlak kemungkinan jawaban adalah jika dikatakan tersebut termasuk” relatif”,maka pernyataan ini menggugurkandirinya.Artinya pernyataan ini juga relatif.kalau relatif artinya belum dapat di jadikansandaran kemutlakan.sebagai contoh,pernyataan “dilarang berbahasa indonesia”adalah pernyataan yang menggugurkan dirinya karena pernyataan itu sendiri berbahasa indonesia.Jika kemudian jawabannya adalah semua relatif kecuali relatifitas itu,maka mau tidak mau mengakuinya adanya kemutlakan.Seperti kebingunan Al-Ghasali dalam pencariannya,hanya satu hal yang dia ragukan adalah keraguan itu sendiri. Kelemahan kedua adalah sofhismetidak memiliki pijakan teori yang jelas,sehingga turunan dari prinsip berfikirnya juga menjadi tidak jelas.Setahu penulis,sofhisme tidak lain dari kebingunan,kegundahan karena tidak memiliki sistemberfikir yang konfrehensif.Cara kerja sofhis tidak sederhana,menciptakan antitesa dari sebuah pernyataan dalam bahasa keraguan.Akibatnya adalah munculnya keraguan baru dan tak mampu menjawab masalah. Dengan demikian,maka relatifisme tidak dapat dijadikan pegangan dalam pencaharian intelektual kita.Kita mesti mencari sebuah pijakan yang kokoh yang kemudian diturunkan dalam sistem berfikir kita Secuil Tentang Filsafat ilmu Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philo, yang berarti cinta dan Sophis yang berarti arif, pandai. Secara bahasa, semula Filsafat lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan, kepandaian. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu Sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebijakan intelektual, pertimbangan sehat, sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan hal-hal yang praktis. Disini penulis mengambil pengertiantentang Filsafat yang mempunyai arti sebagai berfikir radikal, menyeluruh dan sistematis. Maksudnya, dengan berfikir radikal (bahasa Yunani radix =akar) atau sampai ke akar-akarnya sehingga melihat sesuatu secara menyeluruh dan tersusun sehingga kita arif dalam melihat persoalan. Ketika dilekatkan dengan kata ilmu maka berarti berfikir secara radikal, menyeluruh dan sistematis terhadap ilmu. Ilmu sendiri dapatdilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang barat, membedakan ilmu dengan pengetahuan. Ilmu (Science) adalah kumpulan pengetahuan (knowledge) yang tersistematis. Misalnya ilmu biologi adalah kumpulan pengetahuan tentang makhluk hidup dan semua yang berkaitan secara sistematis. Sudut pandang berikutnya, daloam pemikiran Islam, Ilmu berasal dari ‘ain, lam dan mim, yang satu akar kata dengan ulama, alim dan sebagainya. Ilmu berarti tahu, artinya ilmu dan pengetahuan dalam konteks ini sama saja. Mendefenisikan pengetahuan dengan pengetahuan. Mendefenisikan ilmu dengan ilmu, artinya dalam wilayah pendefinisian ilmu memerlukan kajian tersendiri. Untuk jelasnya akan pada materi Islam Iptek. Ada tiga aspek yang menjadi fondasi filsafat ilmu. Pertama Epistemologi. Epistemologi ialah ilmu yang membahas tentang sumber pengetahuan berikut kevalidan sebuah sumber (untuk lebih jelasnya baca lampiran bagian terakhir). Kedua, ontologi, membahas tentang hakikat sesuatu dalamhal eksistensi. Atau dengan kata lain keberadaan dan keapaan sesuatu. Ketiga, aksiologi, membahas tentang kegunaan sesuatu itu. Dalam materi ini kita hanya akan lebih banyak membahas aspek Epistemologi. Sedang aspek ontologi akan dibahas dalam materi Dasar-dasar kepercyaan. Sumber Pengetahuan Berangkat dari adanya kemutlakan yang nantinya menyusun sistem berfikir kita, maka persoalannya kemudian adalah bagaimana mencari sebuah fakultas dalam diri kita yang digunakan untuk menilai sesuatu, dimana penilai itupun masih harus dinilai kebenarannya. Secara umum ada beberapa mazhab pemikiran yang bisa digolongkan sebagai berikut : 1. Skriptualisme Skriptualisme adalah sistem berfikir yang dalam menilai kebenaran digunakan teks kitab. Asumsi dasar yang terbangun adalah teks dalam kitab mutlakadanya, oleh karenanya dalam penilaian kebenaran harus sesuai dengan teks kitab. Mempertanyakan teks kitab sama saja dengan mempertanyakan kemutlakan. Biasanya kaum skriptual adalah orang yang beragama secara sederhana. Maksudnya, peran akal dalam wilayah keagamaan sangat sempit bahkan hampir tidak ada. Akal dianggap terbatas dan tidak mampu menilai, olehnya kembali lagi ke teks kitab. Namun dalam wilayah epistemologi, skriptualisme memiliki beberapa kekurangan-kekurangan antara lain : 1) Tidak memiliki alasan yang jelas, mengapa kita harus mempercayai kitab tersebut. Kalau yang mutlak adalah teks kitab, maka pertanyaannya “bagaimana caranya diantara banyak kitab menilai bahwa kitab in ilah yang benar”. Kalau kita langsung percaya, maka kitab lain juga harus kita langsung percaya. Nah, kalau kontrakdiksi, kitab yang mana yang benar? Artinya, kelemahan pertamanya adalah butuh sesuatu dalam membuktikan kebenaran sebuah kitab. 2) Dari kelemahan pertama dapat kita turunkan kelemahan berikutnya, yakni : terjebak pada subjekfitas. Artinya, kebenaran sebuah kitab sangat tergantung pada umatnya . kebenaran Al-qur’an, walau berbicara universal, hanya dibenarkan oleh umat Islam. Umat Nasrani, Budha dan sebagainya meyakini kitab kita pada umat lain sebagaimana kita pun pasti tidak akan menerima teks kitab umat lain. 3) Kelemahan ketiga adalah teks adalah “tanda” atau simbol yang membutuhkan penafsiran.kitab tidak bisa berinteraksi langsung, tetapi melawati proses penafsiran. Sementara dalam penafsiran sangat tergantung kualitas intelektual dan spiritual seseorang. Makanya kemudian, adalah wajar jika sebuah teks dapat dimaknai berbeda. Sebagai contoh, surah 80:1 dan 2:1 4) Tidak tepat dalam membuktikan Pencipta 2. Idealisme Platonian Pemikiran plato dapat digambarkan kurang lebih seperti ini. Sebelum manusia lahir dan masih berada di alam ide, semua kejadian telah terjadi. Olehnya, manusia telah memiliki pengetahuan. Ketika terlahir di alam materi ini, pengetahuan itu hilang. Untuk itu yang harus manusia lakukan kemudian adalah bagaimana mengingat kembali. Pengetahuan yang kita miliki hari ini kemarin dan akan datang sebetulnya (dalam perspektif teori ini) tidak lebih dari pengingatan kembali. Teori ini juga sering disebut sebagai teori pengingatan kembali. Namun sebagai alat penilaian, teori ini memiliki beberapa kekuranga. Tidak ada landasan yang memutlakan bahwa dahulu kita pernah berada dalam ide. Turunan dari yang pertama, kalaupun (jadi diasumsikan teori ini benar) ternyata sebelum lahir kita telah memiliki pengetahuan, maka persoalannya adalah apakah pengetahuan kita saat ini selaras dengan pengetahuan kita sewaktu di alam ide. Kalau dikatakan selaras, apa yang dapat dijadikan bukti. Ketiga, tidak diterangkan dimanakah ide dan material itu menyatu (saat manusia belum dilahirkan), dan mengapa disaat kita lahir, tiba-tiba pengetahuan itu hilang. Kalau dikatakan material kita terlalu kotor untuk menampung ide, maka mengapa saat ini kita bukan saja memiliki ide, tapi bahkan mampu mengembangkan ide disaat material kita justru semakin kotor. 3. Empirisme Doktrin empirisme berlandaskan pada pengalaman dan persepsi inderawi. Oleh karena itu, kebenaran dalam doktrin ini adalah sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra manusia. Bangunan sains kita pada hari ini sangat kental oleh indra manusia. Banguan sains kita pada hari ini sangat kental nuansa empirisnya. Tetapi empirisme memiliki kekurangan sebagai berikut : Indera terbatas. Mata misalnya memiliki dsaya jangkau penglihatan yang berbeda. Begitupun telingta dan indra lainnya. Olehnya indra hanya bisa menangkap hal-hal yang bersifat terbatas atau material pula. Makanya fenomena penyembahan dan jatuh cinta misalnya, tidak dapat dijawab dengan tepat oleh kaum empiris. Indra dapat mengalami distorsi. Sebagai contoh terjadinya fatamorgana atau pembiasan benda pada dua zat dengan kerapatan molekul berbeda. Ketika kita masukkan pensil dalam gelas berisi air kita akan melihatnya bengkok karena kerapatan molekul air, gelas dan udara sebagai medium berbeda. Padahal jika kita periksa ternyata pensil tetap lurus. 4. Kaum Perasa Kaum perasa selalu menjadikan perasaannya sebagai tolak ukur kebenaran. Ciri khas mereka adalah “Yakin saja”. Mereka menganggap dirinya sebagai orang yang paling mampu mendengar suara hatinya, dan menjadikan suara hatinya sebagai ukuran kebenaran. Banyak orang beragama yang seperti ini padahal sistem berfikir macam ini memiliki kekurangan dalam pembuktian kebenaran sebagai berikut : Tidak jelas yang didengar itu adalah suara hati atau justru sekedar gejolak emosional, atau bahkan (dengan pendekatan orang beragama) justru bisiskan setan. Jangan sampai hanya gejolak emosi lantas dianggap suara hati, atau bisikan setan. Ng Nah, persoalannya bagaimana membedakannya. Kalaupun yang terdengar adalah suara hati, maka akan subjektif. Karena hati orang berbeda. Jika subjektif, maka yang didapatkan adalah relativitas bukan kemutlakan. Tidak punya landasan mengapa kita mesti mengikuti suara hati. Kalau akal menjustifikasi penggunaan hati berarti tidak konsisten. Tetapi kalau menggunakan suara hati, maka kembali ke poin sebelumnya. 5. Rasionalisme Rasionalisme kurang lebih berarti sebuah pahaman yang menjadikan akal sebagai ukuran sebuah kebenaran. Rasionalisme disini bukan sesperti pandangan barat, karena rasionalisme dalam pandangan barat berarti menggunakan metode ilmiah yang justru berangkat dari doktrin empirikal. Menurut Kang Jalal, sesuatu dianggap tidak rasional karena tiga hal. Pertama tidak empiris. Sesuatu yang tidak dicerna indra manusia biasanya dinggap tidak rasional. Hal ini umumnya menghinggapi orang yang sangat empiris. Kedua menyimpang dari rata-rata. Sewaktu perang Khaibar, kaum muslim menundukkan benteng terakhir kaum Yahudi. Para sahabat sejum lah 50 laki-laki yang kuat tidak mampu mengangkat pintu benteng itu, tetapi sayyidina Ali mampu mengangkatnya sendirian. Ini dianggap tidak rasional, padahal hal ini rasional hanya tidak seperti kebanyakan. Ketiga tidak tahu. Ketidaktahuan adalah kelemahan yang orang berusaha tutupi dengan penisbahan stigma irasional. Rasionalisme tidak menutup diri dari teks, pengalaman atau persepsi inderawi, juga perasaan. Akan tetapi kaum rasionalis menggunakan akal dalam menilai semua yang ditangkap oleh bagian dari kita. Namun bagi sekelompok orang, akal tidak dapat digunakan untuk menilai kebenaran.alasannya, akal terbatas. Artinya penggunaan akal sangat dengan mengakal-akali sesuatu. Untuk menjawab ini ada banyak hal. Pertama, kata mengakal- akali sesuatu “memiliki kesan negatif dalam aspek bahasa. Padahal selama kita sadar (Termasuk ketika mengatakan emngakal-akali) yang kita gunakan akal. Jadi menggugurkan diri sendiri. Melarang oarng menggunakan akal disaat dia menggunakan akal. Kedua, kalau tidak pakai akal, kita menggunakan apa?. Ketiga kalau akal terbatas,dimana batasnya. Memang benar bahwa akal terbatas dibanding pencipta-Nya (selanjutnya dibahas dalam materi Dasar-dasar Kepercayaan), akan tetapi akal sebagai potensi untuk tahu, dimana batasnya?. Hukum akal menyakatan sebab selalu mendahului, lebih kuat dari akibat. Jadi kesadaran akal sebagai ciptaan atau akibat pasti memiliki keterbatasan dihadapkan dengan penciptanya. Cuma persoalannya adalah sejauh manakita gunakan akal kita untuk mengetahui. Dalam kecamata secara filsuf bahwa manusia adalah binatang berakal. Secara biologis manusia memiliki syarat-syarat kebinatangan seperti respirasi, eksresi, regenerasi dan sebagainya. Bedanya Cuma satu, akal. Artinya manusia yang tidak menggunakan akalnya bisa lebih buruk daripada binatang. Kadang orang merancukan antara akal dan otak. Katanya, otaklah yang berfikir. Untuk menjawab hal ini sederhana. Seandainya otak yang berfikir, maka tentu kerbau adalah makhluk yang cerdas karena volume otaknya lebih besar dari manusia. Ternyata kedokteran modern menemukan bahwa dalam otak terdapat sel yang disebut neuron. Neuron inilah yang mengkoordinasikan kerja syaraf dalam tubuh disisi kanan diatur melalui tulang belakang menuju otak kiri begitupun sebaliknya. Artinya otak tidak ada hubunganya dengan akal. Otak tidak lebih dari sebuah organ seperti jantung, paru-paru dan sebagainya. Dalam diri kita ada beberapa fakultas pengetahuan, diantaranya : Indra. Yang menangkap warna, bentuk, bunyi, bau dan sebaianya. Perbedaannya dengan empirisme. Empirisme menjadikan indra sebagai/tolak ukur sedang rasionalisme menjadikan indra sebagai sumber pengetahuan namun bukan utama. Khayal. Hasil peresekutuan ide yang tidak memiliki realitas eksternal. Misalnya manusia dan monyet yang kesemuanya memiliki realitas eksternal, namun jika digabungkan menjadi kera sakti yang memiliki realitas internal (Dalam Ide) tapi tidak realitas eksternal. Wahmi. Berkaitan dengan perasaaan. Benci, cinta, rindu, jengkel bdan sebagainya.; ilmu secara wahmiyah seperti pada kaum perasa diatas. Cuma perbedaanya wahmi masih bisa dikontrol, bukan sebagai patokan utama. Akal. Fakultas dalam diri kita sebagai yang mengontrol semuanya. Kita telah sampai pada pentingnya akal dalam menilai sesuatu. Namun persoalannya lagi bahwa ternyata akal pun masih bisa salah. Artinya akal tidak mutlak. Untuk menjawab. Hal ini, kita kembali ke pendefenisian awal. Berfikir adalah gerak akal. Hal ini berarti menandakan adanya proses. Analogi sederhana. Motor adalah akalnya. Mengendarai motor adalah menggerakkan motor dari satu titik ke titik lain, atau berfikir. Dalam proses itu harus menaati aturan yang ada. Jika kita tidak menaati atiran seperti lampu lalu lintas dan rambu-rambu maka akan terjadi kecelakaan. Berfikir dengan menaati rambu-rambu atau aturan berfikir akan menyebabkan kecelakaan berfikir. Jadi terjadi kesalahan berfikir bukan akal yang salah, tapi penggunaannya yang tidak tepat. Untuk itu kita harus mengetahui bagaimana aturan berfikir yang mutlak adanya, yang itupun harus dinilai keberannya. Seseorang pemikir telah membantu kita menyusun prinsip atau aturan berfikir tersebut yang sering disebut logika aristotelian atau logika formal sebagi berikut : 1. Prinsip identitas. Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan dirinya sendiri. Secara matematis dirumuskan x = x. 2. Prinsip Non Kontradiksi. Prinsip ini menyatakan bahwa tiada sesuatu pun yang berkontradiksi. Sesuatu berbeda dengan bukan dirinya. Jika diturunkan melalui rumus matematika x tidak sama dengan x 3. Prinsip kausalitas. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang kebetulan. Setiap sebab melahirkan akibat. Rumusnya s a 4. Prinsip keselarasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap akibat selaras sebabnya. Rumus s a Pembuktian Logika formal ditentang oleh kaum marxian dengan logika dialektiknya. Mereka memahami bahwa logika formal hanyalah prinsip non kontradiksi, karena mereka memahami adanya kontradiksi internal pada materi. Sebelumnya kita jawab ada baiknya jika kita sedikit bahas tentang logika dialekti. Logika dialektik adalah prinsip berfikir kaum marxian yang didalamnya ada 4 poin (yang penulis ingat 2 poin saja, karena buku yang membahas hal ini hilang). Pertamaa Negasi der Negation isinya adalah bahwa dalam satu materi kontradiksi internal. Misalnya biji jagung. Pada ruang dan waktu yang bersamaan terjadi dialektika antara biji jagung sebagai tesa dan benih sebagai anti tesa. Jika antitesanya kuat maka antitesanya menjadi sintesa. Jadi biji jagung = bukan biji jagung. Kalau memang sesuatu berbeda dengan dirinya maka kotoran = makanan dan sesterusnya. Jika demikian akan terajdi kehancuran. Nah bagaimana dengan kasus biji jagung. Biji jagung memiliki potensi menjadi benih yang untuk pengaktualannya membutuhkan faktor eksternal seperti air, tanah dan cahaya. Jika syarat terpenuhi, maka potensi itu akan mengaktual. Artinya bukan kontradiksi internal, tapi gerak substansi yang tergantung pada faktor eksternal. Jika dijawab seperti diatas, kaum marxian akan mempertahan pendapatnya dengan mengatakan 1 kg pasir beda dengan 1 kg pasir karena kita yang pertama dan kedua pastilah memiliki selisih meski sangat kecil. Atau, kita sekarang beda dengan kkita dahulu, maknanya diri kita berbeda dengan diri kita. Sanggahan ini dapat dibantah dengan cara bahwa kita membahas masalah eksistensi yang tetap. Mengapa, karena esensi selalu berubah (esensi terbagi subtansi dan aksiden dan keduanya mengalami perubahan). Kedua, jika kita ingin memberikan penjelasan tetntang eksistensi dengan contoh esesnsi, maka kita katakan bahwa sesuatu itu dibandingkan dengan dirinya sendiri pada ruang dan waktu yang sama. Contoh diri kita detik ini dibanding dengan detik itu sendiri. Mereka biasanya menjawab bahwa jika sesuatu dibandingkan pada saat yang sama tidak ada waktu. Ketiadaan waktu menyebabkan ketiadaan materi. Artinya kita tidak dapat membanding sesuatu pada dirinya sendiri pada waktu itu. Ini adalah lelucon. Mengapa, kalau tidak bisa, buktinya tadi kita bisa. Kedua, yang tidak ada bukan waktu (+) tetapi selisih ( +). Buktinya sesuatu pada waktu tertentu tetap ada. Jadi prinsip negasi der negationn tidak rasional. Prinsip kedua adalah Quantity to Quality, jumlah menuju kualitas. Contoh air pada suhu 0 derajat celcius berada pada kualitas padat. Pertambahan kuantitas panas akan menyebabkan mencairnya es atau perubahandari kualitas padat menjadi kualitas cair. Penambahan kuantitas atau perubahan dari kualitas padat menuju kualitas cair. Penambahan kuantitas panas menjadi 100 derajat celcius akan menyebabkan perubahan dari cair ke gas. Prinsip ini sama dengan gerak substansi dalam filsafat. Jadi prinsip kedua bukan menggugurkan prinsip non kontradiksi, tetapi justru membenarkan. Artinya prinsip ini bersifat logis dan niscaya. Pembuktian Berikutnya Jikaa seorang anak kecil menangis karena mainannya diambil, tetapi mainanya kita beri pada yang lain, maka ia tetao akan menangis, karena ia tahu bahwa dirinya sama dengan dirinya sendiri, bukan orang lain. Bahkan kambing jika kita beri emas dan rumput ia tidak akan mengambil emas karena rumput = rumput dan emas = emas. Artinya justru prinsip ini berlaku universal. Pembuktian Kausalitas dan Keselarasan Ketika kita menangkap sesuatu maka akal kita akan mengatakan bahwa tidak mungkin dia ada dengan sendirinya, pasti ada penyebabnya. Dan akibat pasti selaras dengan sebabnya. Tidak mungkin benih jagung menyebabkan tumbuhnya pohon kurma. Semua yang ada di alam ini adalah bukti kemutlakan prinsip yang niscaya lagi rasional ini. Tapi untuk jelasnya silahkan baca buku logika atau kajian. Penutup Inti dan tujuan materi ini adalah pesesrta Basic Training memahami secara garis besar mazhab pemikiran dan memiliki kerangka berfikir dalam menganalisis setiap persoalan serta tidak terjebak pada kejumudan berfikir.