Anda di halaman 1dari 82

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

2.1.1 Definisi

Bayi Baru Lahir ( BBL ) normal adalah bayi yang lahir dari

kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan lahir antara 2.500-4.000

gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm ( Jenny J.S Sondakh, 2013 ).

Bayi Baru Lahir ( BBL ) normal adalah bayi yang dilahirkan

setelah usia kehamilan genap mencapai 37 minggu dan sebelum usia

kehamilan genap mencapai 41 minggu ( Williamson, 2014 ).

Bayi Baru Lahir ( BBL ) normal adalah bayi yang lahir dengan

umur kehamilan 37-42 minggu dan berat lahir 2.500 gram sampai 4.000

gram ( Vidia, 2016 ).

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa bayi baru lahir

normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu

dengan berat badan lahir 2.500 -4000 gram dan tidak ada kelainan

kongenetal.

2.1.2 Ciri-ciri Bayi Normal

1. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 kali/menit kemudian

turun sampai 140 kali/menit — 120 kali/menit pada waktu bayi

berumur 30 menit.

8
2. Pernafasan cepat pada menit menit pertama ( ±80 kali/menit )

disertai dengan pernafasan cuping hidung, retraksi suprastenal dan

intercostals, serta rintihan hanya berlangsung 10 sampai 15 menit

3. Nilai apgar 7-10 ( Lihat tabel apgar score)

4. Berat badan lahir 2.500 gram sampai 4000 gram

5. Panjang badan lahir 48cm sampai 52cm

6. Lingkar kepala 33 cm sampai dengan 35 cm

7. Lingkar dada 30 cm sampai dengan 38 cm

8. Lingkar lengan atas 11 cm

9. Releks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik

10. Refleks moro sudah baik, apabila di kagetkan akan memperlihatkan

gerakan memeluk

11. Graping refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda di atas

telapak tangan bayi akan menggenggam

12. Genetalia : labia mayora menutupi labia minora ( pada perempuan )

13. Testis sudah turun di scrotum (pada laki-laki)

14. Eliminasi : baik urin, mekonium, akan keluar dalam 24 jam

pertama, mekonium berwarna coklat kehijauan.

15. Kesadaran baik

( Manggiasih & Jaya 2016)

2.1.3 Adaptasi Bayi Baru Lahir

Adaptasi bayi baru lahir adalah proses penyesuaian fungsional

neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan luar uterus.

Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut homeostatis. Homeostatis

9
adalah kemampuan mempertahankan fungsi vital bersifat dinamis,

dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan perkembangan intrauterine

(Muslihatun,2010).

Beberapa perubahan fisiologis yang di alami bayi baru lahir

antara lain yaitu :

1. Pernafasan

Masa yang paling kritis pada bayi baru lahir adalah ketika

harus mengatasi resistensi paru pada saat pernapasan yang pertama

kali.Pada umur kehamilan 34-36 minggu struktur paru-paru

matang, artinya paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem

alveoli.Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari

pertukaran gas melalui plasenta.Setelah bayi lahir, pertukaran gas

harus melalui paru-paru bayi (Rahardjo dan Marmi, 2015: 14).

Tabel 2.1 Perkembangan sistem pulmunol sesuai umur kehamilan

Umur kehamilan Perkembangan


24 hari Bakal paru-paru terbentuk
26-28 hari Dua bronchi membesar
6 minggu Di bentuk segmen bronkus
12 minggu Differensial lobus
24 minggu Di bentuk alveolus
28 minggu Di bentuk surfaktan
34-36 minggu Maturasi struktur (paru-
paru dapat mengembangkan
sistem alveoli dan tidak

10
mengempis lagi)
Sumber: Rahardjo.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan anak

Prasekolah.2015:14

Struktur matang ranting paru-paru sudah bisa

mengembangkan sistem alveoli.Selama dalam uterus, janin

mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta.Setelah bayi

lahir, pertukaran gas harus melalui paru- paru bayi.Rangsangan

gerakan pernapasan pertama :

1) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir

(stimulasimekanik).

2) Penurunan Pa02 dan peningkatan PaC02 merangsang

kemoreseptor yangterletak disinus karotikus (stimulasi

kimiawi).

3) Rangsangan dingin didaerah muka dan perubahan suhu didalam

uterus (stimulasi sensorik) (Indrayani, 2013:311).

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu

30 menit pertama sesudah lahir.Usaha bayi pertama kali untuk

mempertahankan tekanan alveoli, selain adanya surfaktan yang

dengan menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan merintih

sehingga tertahan di dalam.Respirasi pada neonatus biasanya

pernafasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan frekuensi dan

dalam tarikan belum teratur.Apabila surfaktan berkurang, maka

alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku sehingga terjadi atelektasis,

11
dalam keadaan anoksia neonatus masih dapat mempertahankan

hidupnya karena adannya kelanjutan metabolisme anaerobik.

2. Suhu

Bayi lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga

akan mengalami stres dengan adanya perubahan lingkungan dari

dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi,

suhu tubuh aksila pada bayinormal 36,5ºC — 37,5ºC (Manggiasih

& Jaya, 2016)

Terdapat empat mekanisme yang dpat menyebabkan bayi

kehilangan panas yaitu :

1) Konduksi

Konduksi adalah pemindahan panas dari suatu objek ke

objek lain melalui kontak langsung. Melalui proses ini, panas

dari tubuh bayi berpindah ke objek lain yang lebih dingin yang

bersentuhan langsung dengan kulit bayi. Meja, tempat tidur,

atau timbangan yang suhunya lebih rendah dari tubuh bayi akan

menyerap tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi

di letakkan di atas benda - benda tersebut (Manggiasih & Jaya,

2016).

12
Gambar 2.1 Mekanisme kehilangan panas bayi

2) Konveksi

Hilangnya panas melalui konveksi terjadi ketika panas

dari tubuh bayi berpindah ke udara sekitar yang lebih dingin.

Bayi yang di lahirkan atau di tempatkan di dalam ruangan yang

dingin akan cepat mengalami kehilangan panas (Manggiasih &

Jaya, 2016).

Gambar 2.3 Mekanisme kehilangan panas bayi

3) Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas antara dua objek

dengan suhu berbeda tanpa saling bersentuhan. Kehilangan

13
panas melalui radiasi terjadi karena bayi di tempatkan di dekat

benda — benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari

pada suhu tubuh bayi (Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.2 Mekanisme kehilangan panas bayi

4) Evaporasi

Evaporasi adalah proses perpindahan panas dengan cara

mengubah cairan manjadi uap. Evaporasi merupakan jalan

utama kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena

penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas

tubuh bayi sendiri, karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera

dikeringkan (Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.4 Mekanisme kehilangan panas bayi

14
3. Sirkulasi darah

Pada sistem peredaran darah, terjadi perubahan isiologis

pada bayi baru lahir, yaitu setelah bayi itu lahir akan terjadi proses

penghantaran oksigen ke seluruh tubuh, maka terdapat perubahan,

yaitu penutupan faramen ovale pada atrium jantung dan penutupan

arteriosus antara arteri paru dan aorta. Perubahan ini terjadi akibat

adanya tekanan pada seluruh sistem pembuluh darah, dimana

oksigen dapat menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah

tenaga dengan cara meningkatkan atau mengurangi resistensi

(Dewi, 2011)

Perubahan tekanan sistem pembuluh darah dapat terjadi

pada saat tali puat dipotong, resistensi nya akan meningkat dan

tekanan atrium kanan menurun karena darah ke atrium berkurang

yang dapat menyebabkan volume dan tekanan atrium kanan juga

menurun, proses tersebut membantu darah mengalami proses

oksigenasi ulang serta saat terjadi pernafasan pertama dapat

menurunkan resistensi dan peningkatan tekanan atrium kanan.

Kemudian oksigen pada pernafasan pertama menimbulkan relaksasi

dan terbukanya sistem pembuluh darah paru (Dewi, 2011).

Terjadinya peningkatan sirkulasi paru mengakibatkan

meningkatnya volume darah dan tekanan darah pada atrium kanan,

dan terjadi penurunan atrium kiri, voramen ovale akan menutup

(Manggiasih, 2016).

15
4. Metabolisme

Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari

orang dewasa sehingga metabolisme basal per kg BB akan lebih

besar (Muslihatun, 2010). Bayi baru lahir akan menyesuaikan diri

dengan lingkungan baru sehingga energi diperoleh dari metaboisme

karbohidrat dan lemak. Pada jam-jam pertama energi didapatkan

dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energi berasal dari

pembakaran lemak. Setelah mendapatkan susu kurang lebih pada

hari keenam, pemenuhan kebutuhan energi bayi 60% di dapatkan

dari lemak dan 40% di dapatkan dari karbohidrat (Manggiasih &

Jaya, 2016).

5. Keseimbangan Air dan Fungsi Ginjal

Tubuh bayi baru lahir relatif mengandung lebih

banyak air dan kadar natriumrelatif lebih besar dari kalium karena

ruangan ekstraseluler luas. Fungsi ginjalbelum sempurna karena :

1. Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa

2. Tidak seimbang antara luas permukaan glomerulus dan volume

tubulus proksimal

3. Aliran darah ginjal (renal blood flow) pada neonatus relatif

kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa(Indrayani,

2013: 313)

16
6. Keseimbangan Asam Basa

Tingkat keasaman (PH) darah pada waktu lahir umumnya

rendah karena glikolisis anaerobik, namun dalam waktu 24 jam,

neonatus telah mengkonpensasi asidosis ini (dewi, 2011).

7. Warna Kulit

Pada saat kelahiran tangan dan kaki warnanya akan lebih

kelihatan lebih gelap dari pada bagian tubuh lainnya, tetapi dengan

berta,bahnya umur bagian ini akan lebih merah jambu (Dewi,

2011).

2.1.4 Penilaian

1. APGAR Skor

Menurut sarwono (2014).Penilaian bayi baru lahir dengan

menggunakan APGAR score sebagai berikut :

Tabel 2.1 Skala Pengamatan APGAR Score

Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2

Appearance Pucat/biru Tubuh Seluruh tubuh


seluruh merah, kemerahan
(warna tubuh ekstermitas
kulit) biru

Pulse Tidak ada <100 >100


(denyut
jantung)

Grimace Tidak ada Ekstermitas Gerakan aktif


sedikit
(tonus otot) fleksi

Activity Tidak ada Sedikit Langsung


gerak menangis

17
(aktifitas)

Respiration Tidak ada Lemah atau Menangis


tidak teratur
(pernapasan)

Sumber: Wahyuni, Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita

Penuntun Belajar Praktik Klinik. Jakarta: EGC.

Apabila nilai apgar:

7-10 : bayi mengalami asfiksia ringan atau bayi dalam keadaan

normal

4-6 : bayi mengalami asfiksia sedang

0-3 : bayi mengalami asfiksia berat

Apabila ditemukan skor Apgar di bawah 6 bayi

membutuhkan tindakan resusitasi

Penelitian APGAR 5 menit pertama dilakukan saat kala III

persalinan dengan menempatkan bayi baru lahir diatas perut pasien

dan ditutupi dengan selimut atau handuk kering yang

hangat.Selanjutnya hasil pengamatan bayi baru lahir berdasarkan

criteria di atas dituliskan dalam table APGAR skor seperti di bawah

ini (Dewi, 2011).

18
2. Ballard score

Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan

hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik.

Kriteria pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor,

demikian pula kriteria pemeriksaan maturitas fisik. Jumlah skor

pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik

digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai

kematangan dicari masa gestasinya

Gambar : 2.1 Ballard score Maturitas Fisik.

Penilaian menggunakan skor ballard berdasarkan

karakteristik fisik.

1) Kulit

Menurut Ladewig (2009), bahwa pada neonatus preterm

tanpak tipis dan transparan, dengan vena menonjol diabdomen

19
pada awal masa kehamilan. Saat masa kelahiran semakin dekat,

kulit tampak buram karena peningkatan jaringan subkutan.

Hilangnya pelindung verniks kaseosa meningkatkan deskuamasi

kulit (pengelupasan). Pada usia cukup bulan, sudah terdapat

jaringan subkutan yang relatif tebal, kuku tangan dan kaki sudah

terbentuk sempurna dan tumbuh sedikit lebih panjang dari ujung

jari. Jika keluar ke cairan amnion in utero, mekoneum dapat

melapisi dan menjadi tanda gawat janin pada bayi matur. Janin

dengan usia gestasi kurang dari 34 minggu jarang mengeluarkan

mekonium bila mengalami asfiksia. Mekonium yang telah

berada didalam cairan amnion selama beberapa jam akan

mewarnai kulit, kuku jari tangan dan kaki, serta tali pusat

dengan warna kehijau-hijauan, ini merupakan tanda gawat janin

yang lebih dini atau yang telah berlangsung lebih lama. Bayi

postmatur (lebih dari 42 minggu) biasanya memiliki penampilan

yang siaga dan lemah, dengan kulit kering, terkelupas, jaringan

subkutan lebih sedikit dibanding normal, dan kuku jari tangan

yang panjang mungkin terdapat pewarnaan mekonium pada

kulit, tali pusat, dan kuku.

Abnormalitas kulit yang umum, terlihat seperti lapisan

plastik tipis yang retak disebut kulit kolodion. Bayi yang seperti

ini sering kali mengalami iktiosis dikemudian hari. Lepuh atau

kulit yang mudah mengalami erosi, tetapi harus dibedakan dari

lesi lepuh akibat infeksi stafilokokus.

20
Aplasia kutis adalah kondisi kongenital berupa tidak

adanya kulit, yang biasanya terjadi meliputi suatu daerah yang

kecil dan terlokalisasi. Dan sklerema neonatorum adalah

pengerasan jaringan subkutan difus yang ditemukan pada bayi

baru lahir berat. Kulit menjadi keras dan dingin dan dapat

mengencang di sekitar persendian.

2) Lanugo

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa lanugo adalah

rambut halus pada tubuh bayi, terutama di punggung, dahi dan

pipi. Lanugo lebih terlihat pada bayi premature dan jumlahnya

berkurang seiring peningkatan gestasi. Biasanya tidak terlihat

lagi pada bayi lebih bulan. Dan rambut lanugo pada bayi cukup

bulan terdapat di punggung bagian atas dan bagian dorsal

ekstremitas.

3) Telapak kaki (lipatan kaki )

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa perlu dikaji pada

12 jam kelahiran karena setelah itu kulit kaki akan segera

mengering, dan lipatan permukaan menghilang. Perkembangan

lipatan kaki dimulai pada ujung telapak kaki, dan terus menuju

ke bawah sampai tumit.

4) Payudara

21
Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa areola diinspeksi,

dan pucuk jaringan mammae dapat dipalpasi dengan lembut

untuk menentukan ukuran. Penting sekali untuk meletakkan jari

telunjuk dan jari tengah pada jaringan ini, dan digulirkan di atas

putting untu menentukan ukuran, daripada dengan mencubit

jaringan. Metode pengukuran lainnya termasuk meletakkan

penggaris, tepat diatas putting mammae untuk pengukuran yang

lebih akurat. Kebanyakan pemeriksa yang berpengalaman,

seringkali telah merasa cukup melakukan pengkajian hanya

dengan memperkirakan ukuran dengan sangat akurat.

5) Telinga dan kartilago

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa bentuk telinga

dan kartilago berubah sejalan dengan masa gestasi, pada minggu

ke -36 beberapa kartilago dan pinna atas yang tidak tertutup, dan

pinna yang dapat membuka kembali secara perlahan ketika

dilipat. Untuk mengkaji, pantau bentuk telinga, lalu lipat ujung

telinga kearah depan, berlawanan arah sisi kepala, lepaskan dan

pantau hasilnya.

6) Genetalia

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa genital berubah

penampakannya selama masa gestasi, karena sejumlah lemak

subkutan tampak. Genital wanita pada masa minggu ke-30

hingga ke-32 mempunyai klitoris yang menonjol, dan labia

22
mayora bentuknya kecil, serta letak antara ke dua sisinya

terpisah jauh. Pada usia minggu ke- 36 hingga ke-40, labia

hampir menutupi klitoris, dan juga pada masa lebih dari minggu

ke-40, labia mayora secara utuh menutupi klitoris. Lakukan

pengkajian dengan cara pemantauan. Sedangkan genital pria

dievaluasi untuk menilai kantong skrotum dan ada atau tidaknya

rugae. Kantong skrotum dapat diraba secara lembut untuk

menentukan penurunan testis.

Gambar 2.2 Ballard score maturitas neuromuskular.

Penilaian menggunakan skor ballard berdasarkan

karakteristik neuromuskular :

1) Sikap tubuh (postur)

Biasanya dikaji saat bayi berbaring, sehingga bayi tidak

terganggu, dengan melakukan pengkajian tetap diatas

permukaan kasur bayi (Ladewig, 2009). Pada saat bayi diam

23
dan berbaring terlentang, periksa derajat fleksi meningkat sesuai

maturitas. Dengan penilaian sebagai berikut :

a. Lengan dan kaki ekstensi : 0

b. Fleksi ringan atau sedang pinggul dan lutut : 1

c. Fleksi penuh pinggul dan lutut : 2

d. Kaki fleksi dan abduksi, lengan fleksi ringan : 3

e. Fleksi penuh lengan dan kaki : 4

2) Square window ( pergelangan tangan )

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa square window

dapat diketahui dengan cara memfleksikan tangan bayi ke

lengan bawah bagian ventral. Sudut yang dibuat oleh

pergelangan tangan diukur, (dengan cara taksiran dan

mencocokannya dengan nilai sudut yang ada pada alat penilaian.

Caranya adalah:

a. Letakkan bayi terlentang

b. Pegang tangan bayi dan tempelkan lengan melewati leher

ke bahu yang berlawanan sejauh mungkin.

c. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua

bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala

tetap lurus.

d. Amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan

angka pada lembar kerja.

3) Rekoil tangan

24
Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa rekoil tangan

adalah uji perkembangan fleksi. Uji ini paling baik dikaji setelah

satu jam pertama kehidupan, ketika bayi telah mempunyai

waktu penyesuaian dengan situasi stres kelahiran. Caranya :

a. Evaluasi bayi saat telentang.

b. Pegang kedua tangan bayi, kemudian fleksikan lengan

bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu kemudian

lepaskan. Pada saat melepaskan, siku bayi cukup bulan akan

membentuk sudut kurang dari 900, dan secara cepat terjadi

recoil hingga posisinya kembali ke posisi fleksi. Lengan

bayi preterm mempunyai waktu rekoil lebih lambat dan

membentuk sudut lebih dari 90°.

c. Pengkajian rekoil lengan sebaiknya dilakukan

bilateral,sehingga dapat mengklarifikasi adanya

kelumpuhan brakialis.

Nilai reaksinya sebagai berikut :

a. Dalam keadaan ekstensi atau gerakan random :0

b. Fleksi tidak penuh atau sebagian :1

c. Segera kembali ekstensi penuh :2

4) Sudut popliteal

Ditentukan dengan cara membaringkan bayi dalam

posisi telentang. Fleksikan paha sampai ke arah abdomen atau

daerah dada pada bayi baru lahir, dan letakkan jari telunjuk anda

25
yang lain di belakang pergelangan kaki bayi untuk melebarkan

tungkai bawah, hingga didapati resistensi. Kemudian ukur sudut

yang terbetuk. Hasilnya sangat beragam, dari tidak terdapatnya

resistensi pada bayi yang sangat matur, hingga didapati sudut

sebesar 80° pada bayi term. Dan sudut kurang dari 90° memiliki

skor 5 (Ladewig, 2009).

5) Tanda scarf

Diperoleh dengan cara :

a. Letakkan bayi terlentang.

b. Pegang tangan bayi dan tempelkan lengan melewati leher ke

bahu yang berlawanan sejauh mungkin.

c. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua

bahu harus tetap menempel dipermukaan meja dan kepala

tetap lurus.

d. Amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan

angka pada lembar kerja.

Menurut Klaus dan Fanaroff (1998) dalam Ladewig

(2009) nilai sesuai dengan lokasi siku :

a. Siku mencapai line axillaris anterior yang berlawanan : 0

b. Siku diantara line axillaris anterior yang berlawanan dan

garis tengah toraks :1

c. Siku berada pada garis tengah toraks :2

d. Siku tidak mencapai garis tengah toraks :3

26
6) Tumit ke kuping

Diperoleh dengan cara ;

a. Dilakukan dengan cara meletakkan bayi pada posisi

terlentang.

b. Secara lembut tarik kaki menuju ke telinga, tetap pada sisi

yang sama, hingga didapati resistensi, baik derajat ekstensi

lutut dan kedekatan kaki ketelinga perlu dikaji.

c. Bila usia gestasi yang sangat kurang, memperlihatkan

peningkatan resistensi pada gerakan ini. Jika bayi baru lahir

sebelumnya dilahirkan dengan posisi sungsang, pengkajian

ini harus ditunda hingga tungkai posisinya kembali lebih

normal (Wong, 2009).

2.1.5 Kesadaran Bayi Baru Lahir

1. Menangis

Keadaan menangis bayi mengeluarkan aktivitas motorik

yang tidak jelas dan aktif menangis. Tangis yang normal adalah

kuat dan keras/ nyaring (Hamilton, 2009).

2. Tidur nyenyak

Keadaan tidur tenang bayi jarang bergerak dan pernafasan

lambat serta teratur (Hamilton, 2009).

3. Tidur dengan gerak mata yang tepat (REM, Rafid Eye Movement)

Kedaan tidur REM bayi bernafas tidak teratur dan meringis

serta gerakan mata yang cepat

27
1) Aktif- sadar

Keadaan aktif sadar bayi memperlihatkan gerak tubuh

yang aktif dengan ekspresi wajah tenang dan meringis.

2) Tenang -sadar

Keadaan sadar tenang bayi sadar tapi relaks, mata

terbuka dan terfokus .

3) Transisional

Keadaan transisional bayi mengalami dari salah satu

keadaan sadar ke keadaan sadar lainnya (Hamilton, 2009).

2.1.6 Reflek Pada Bayi Baru Lahir

Menurut Sitiatava (2012), refleks yang dimiliki bayi baru lahir

yaitu sebagai berikut :

1. Reflek Moro

Didapat dengan cara memberikan isyarat (teriakan, gerakan

mendadak) pada bayi. Respon pada bayi baru lahir berupa

menghentakan tangan dan kaki lurus kearah ke luar, lutut fleksi dan

bayi mungkin menangis (Sitiatava, 2012).

2. Reflek menggenggam

Didapat dengan cara menstimulasi telapak tangan bayi

dengan sebuah obyek atau jari. Respon bayi berupa menggenggam

dan memegang erat (Sitiatava, 2012).

3. Reflek menghisap

28
Didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau dagu disentuh.

Sebagai respon bayi akan menoleh dan membuka mulut untuk

mengisap (Sitiatava, 2012).

4. Rooting Reflek

Rooting reflek terjadi ketika pipi bayi di usap atau di sentuh

bagian pinggir mulutnya. Sebagai respon bayi itu memalingkan

kepalanya kearah benda yang menyentuhnya, dalam upaya

menemukan sesuatu yang dapat dihisap. Reflek menghisap dan

mencari menghilang setelah bayi berusia sekitar 3 hingga 4 bulan.

Reflek digantikan dengan makan secara sukarela.reflek menghisap

dan mencari adalah upaya untuk mempertahankan hidup untuk bayi

baru lahir (Sitiatava, 2012).

5. Terkejut

Bayi akan melakukan abduksi dan fleksi seluruh ekstremitas

dan dapat mulai menangis bila mendapat gerakan mendadak dan

suara keras (Sitiatava, 2012).

6. Glabellar

Bayi akan berkedip bila dilakukan 4 atau 5 ketuk pertama

pada batang hidung saat mata terbuka (Sitiatava, 2012).

7. Babinsky

Jari-jari kaki akan hiperektensi dan terpisah seperti kupas

dari dorsofleksi ibu jari kaki bila satu sisi kaki digosok dari unit ke

atas melintas bantalan kaki (Sitiatava, 2012).

8. Reflek tonus leher.

29
Reflek tonus leher atau reflek “angguk” diobservasi pada

neonatus dalam posisi terlentang. Ketika kepala bayi digerakan ke

kiri atau ke kanan, bayi membentangkan tangannya kemana

kepalanya digerakan dan menekukkan tangan yang berlawanan.

Reflek ini tidak dapat terlihat pada bayi usia 1 hari. Reflek ini dapat

diamati sampai bayi berusia 3-4 bulan. Reflek yang terus menerus

pada bayi yang melebihi usia 4 bulan menunjukan adanya

kelumpuhan pada otak (Sitiatava, 2012).

9. Reflek Swallowing

Muncul ketika benda- benda yang dimasukan kedalam

mulut, seperti putting susu ibu dan bayi akan berusaha mengisap

lalu menelan. Proses menelan ini yang disebut reflek swallowing.

Reflek ini tidak akan hilang (Sitiatava, 2012).

10. Refleks menjulurkan lidah

Sentuh atau tekan ujung lidah. Bayi akan menjulurkan lidah

keluar. Hilang pada sekitar usia 4 bulan (Sitiatava, 2012).

11. Eyeblink Reflex

Refleks gerakan seperti menutup dan mengejapkan mata,

fungsi : melingdungi mata dari cahaya dan benda-benda asing, Jika

bayi terkena sinar atau hembusan angin, matanya akan menutup

atau dia akan mengerjapkan matanya (Sitiatava, 2012).

12. Puppilary Reflex

30
Rekleks gerakan menyempitkan pupil mata terhadap cahaya

terang, membesarkan pupil mata terhadap lingkungan gelap, fungsi

: melindungi dari cahaya terang, menyesuaikan terhadap suasana

gelap (Sitiatava, 2012).

13. Breathing Reflex

Refleks gerakan seperti menghirup dan menghembuskan

nafas secara berulang-ulang, fungsi : menyediakan O2 dan

membuang CO2. Permanen dalam kehidupan (Sitiatava, 2012).

14. Refleks yawning,

Yakni refleks seperti menjerit kalau ia merasa lapar,

biasanya disertai dengan tangisan (Sitiatava, 2012).

15. Reflek Plantar

Reflek ini muncul sejak lahir dan berlangsung hingga

sekitar satu tahun kelahiran. Reflek plantar ini dapat diperiksa

dengan menggosokkan sesuatu di telapak kakinya, maka jari-jari

kakinya akan melekuk secara erat (Sitiatava, 2012).

2.1.7 Komplikasi

1. Asfiksia.

2. Gangguan nafas

3. Hipotermi/ Hipertermi

4. Dehidrasi

5. Ikterus

6. Infeksi atau sepsis

7. Tetanus neonatorm

31
8. Kejang

9. Cidera lahir

(Manggiasih & Jaya, 2016).

2.1.8 Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir

1. Tidak dapat menyusu/ reflek hisap lemah

2. Kejang

3. Mengantuk dan tidak sadar

4. Nafas cepat ( > 60 kali/ menit)

5. Merintih

6. Retaksi dinding bawah dada.

7. Sianosis sentral

(Manggiasih & Jaya, 2016).

2.1.9 Asuhan Kebidanan Pada BBL Normal

Asuhan segera pada bayi baru lahir (neonatus) terdiri atas

beberapa tindakan, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Pencegahan Infeksi

Menurut Sitiatava (2012), Pencegahan infeksi merupakan

bagian terpenting dari setiap komponen perawatan bayi baru lahir,

bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi karena sistem

imunisasinya belum sempurna, latar belakang prinsifdan kunji

praktek pencegah infeksi adalah sebagai berikut.

1) Memberikan Vitamin K. Untuk mencegah terjadinya

pendarahan, karena defisiensi Vitamin K pada bayi baru lahir

32
normal cukup bulan perlu diberikan dengan dosis 0,5-1 mg

secara IM.

2) Memberikan obat tetes atau salep mata. Untuk pencegah

penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu

diberikan obat mata pada jam persalinan.

2. Mempertahankan Suhu Tubuh BBL dan mencegah Hipotermia.

1) Mengeringkan tubuh bayi segera setelah lahir, kondisi bayi

lahir basah karena air ketuban atau aliran udara melalui jendela/

pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan

yang akan mengakibatkan bayi lebih cepat kehilangan suhu

tubuh. Hal ini akan mengakibatkan serangan dingin (cold

stress) yang merupakan gejala hipotermia. Bayi kedinginan

biasanya tidak memperlihatkan gejala menggigil oleh karena

kontrol suhunya belum sempurna.

2) Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi yang baru lahir

harus segera dikeringkan dan di bungkus dengan kain kering

kemudian diletakan terlungkup diatas dada ibu untuk

mendapatkan kehangatan dari dekapan ibu.

3) Menunda memandikan BBL sampai tubuh bayi stabil. Pada

BBL cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2500 gram dan

menangis kuat bisa dimandikan kurang lebih 24 jam setelah

kelahiran dengan tetap menggunakan air hangat. Pada BBL

bresiko yang berat badannya kurang dari 2500 gram atau

keadaanya sangat lemah jangan dimandikan sampai suhu

33
tubuhnya stabil dan mampu mengisap ASI dengan baik.

(Maryuni, 2014).

2.2 Konsep Dasar Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

2.2.1 Definisi

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi kurang dari 2500

gram (Fauziah,A, 2013: 3).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir berat

badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2499). Bayi

lahir rendah mungkin prematur (Kurang bulan), mungkin juga cukup bulan

(Dismatur) (Saifudin, 2011).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir

kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah

berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir (Juliana, 2017)

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah

bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yang dapat

terjadi pada bayi prematur (Kurang bulan) dan dismatur (Cukup Bulan).

2.2.2 Etiologi

Menurut Juliana (2017), faktor-faktor penyebab terjadinya BBLR

antara lain :

1. Faktor Ibu

34
1) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,

hepertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung

2) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan

antepartum, preeklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung

kemih, dan kelahiran preterm.

3) Usia ibu dan paritas, angka kejadian BBLR tertinggi di

temukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan usia < 20

tahun atau >35 tahun.

4) Faktor kebisaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu yang

perokok, Penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol.

5) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek.

6) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya

2. Faktor janin

Faktor janin meliputi: prematur, hidramnion, kelainan

kromoson, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella

bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar/gemeli.

3. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta

previa, solusio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom

parabiotik), ketuban pecah dini.

4. Faktor lingkungan

35
Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat

tinggal di daratan tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

2.2.3 Ciei-ciri Bayi BBLR

Manifestasi klinis bayi BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013)

sebagai berikut :

1. Berat Badan Lahir Rendah kurang dari 2.500 gram.

2. Panjang badan kurang dari 45 cm.

3. Lingkar dada kurang dari 30 cm.

4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

6. Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus,

daun telinga elastis.

7. Dada: dinding thorax elastis, putting susu belum terbentuk.

8. Abdomen: distensi abdomen, kulit perut tipis, pembuluh darah

kelihatan.

9. Kulit: tipis, transparan, pembuluh darah kelihatan.

10. Jaringan lemak subkutan sedikit,rambut lanugo banyak

11. Genetalia: laki-laki skrotum sedikit, testis tidak teraba, perempuan

labia mayora hampir tidak ada, klitoris menonjol.

12. Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi luru garis

telapak kaki sedikit.

13. Motorik: pergerakan masih lemah

14. Pernafasan tidak teratur bisa terjadinya apneu

36
Prematuritas adalah bayi lahir pada umur kehamilan kurang

dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, Berat

badan kurang dari 2500 gram, PB 45 cm, lingkar kepala kurang

dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, tanda gejalanya antara

lain :

1. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

2. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.

3. Kepala lebih besar dari badan.

4. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan

lengan.

5. Lemak subkutan kurang.

6. Ubun-ubun dan sutura lebar.

7. Rambut tipis, halus.

8. Tulang rawan dan daun telinga immature.

9. Putting susu belum terbentik dengan baik.

10. Pembuluh darah kulit banyak terlihat peristaltic usus dapat

terlihat.

11. Bayi masih fetal.

12. Pergerakan kurang dan lemah

13. Otot masih hipotonik.

14. Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan

sering dan sering mengalami serangan apnoe.

15. Reflek tonic neck lemah

16. Reflek menghisap dan menalan belum sempurna.

37
17. Pada wanita labia mayora belum menutupi labia minora,

pada laki-laki testis belum turun (Pantiawati, 2010).

2.2.4 Klasifikasi

Menurut Maryunani (2014), neonatus Dengan Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari

2500 gram. Dalam hal ini disebutkan juga bahwa :

1. Neonatus yang termasuk dalam BBLR mungkin merupakan salah

satu dari beberapa keadaan yaitu :

1) NKB-SMK (Nenatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan)

adalah bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai

dengan masa kehamilan .`

2) NKB-KMK (Neonatus Kurang Bulan-Kecil Masa Kehamilan)

adalah bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari

normal menurut usia kehamilan

3) NCB-KMK (Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan)

adalah bayi cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari

normal.

2. Selain itu sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran, BBLR

dibagi lagi menurut berat badan lahir, yaitu :

1) Bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) atau

Very Low Birt Weigh (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan

berat badan lahir antara 1.000- 1.500 gram.

2) Bayi dengan berat lahir amat sangat rendah adalah bayi yang

lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram

38
3. Klasifikasi BBLR menurut harapan hidupnya yaitu sebagai

berikut:

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat

lahir 1.500-2.500gram.

2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan

berat lahir <1.500 gram.

3) Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) adalah bayi dengan

berat lahir < 1.000 gram

Sedangkan menurut Ayuwari (2009), bayi dengan berat badan

lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan:

1. Prematuritas murni

Prematuritas murni adalah neonatus dengan usia kehamilan

< 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan

masa kehamilan atau neonatus disebut juga neonatus preterm /

BBLR / SMK (Sesuai Masa Kehamilan).

2. Dismaturitas

Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang

dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dikarenakan

mengalami kerusakan pertumbuhan dalam kandungan. Dismatur

ini dapat Neonatus Kurang Bulan, Kecil Masa Kehamilan (NLB-

KMK).

39
2.2.5 Patofisiologi

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran

darah dari cabang-cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua

pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta

dan arteri akuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis

menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis

memberi cabang arteri spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang

belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis,

yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi

dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar

arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan

memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.

Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak

penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan

peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran

darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,

sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel

trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks

sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku, dan keras,

sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi

dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami

vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis",

sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia

40
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan

perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK

selanjutnya (Sarwono, 2014: 533)

41
42
2.2.6 Adaptasi Fisiologis BBLR

1. Pengendalian suhu

Bayi preterm cenderung memiliki suhu yang abnormal, hal

ini disebabkan oleh produksi panas yang buruk dan peningkatan

kehilangan panas. Kehilangan panas yang meningkat karena adanya

permukaan tubuh yang relatif besar dan tidak adanya lemak

subkuta, tidak adanya pengaturan panas bayi sebagian disebabkan

oleh panas immature dari pusat pengatur panas dan sebagian akibat

kegagalan untuk memberikan respon terhadap stimulasi dari luar

(Jaya, 2016).

2. Sistem Pernapasan

Lebih pendek masa gestasi maka semakin kurang

perkembangan paru-paru pada bayi dengan berat 900 gram, Alveoli

cenderung kecil, dengan adanya sedikit pembuluh darah yang

mengelilingi stroma seluler. Semakin matur bayi dan lebih berat

badanya makan akan semakin besar alveoli, pada hakekatnya

dindingnya dibentuk oleh kapiler, otot pernafasan bayi lemah dan

pusat pernapasan kurang berkembang. Kecepatan pernapasan

bervariasi pada semua neonatus dan bayi preterm. Pada bayi

neonatus dalam keadaan istirahat, maka kecepatan pernapasan

dapat 60-80 kali / menit, berangsur-angsur menurun mencapai

kecepatan yang mendekati biasa yaitu 34-36 kali/menit (Jaya,

2016).

43
3. Sistem Pencernaan

Semakin rendah umur gestasi, maka semakin kecil/ lemah

refleks hisap dan menelan, bayi yang paling kecil tidak mampu

minum secara efektif, pencernaan tergantung dari perkembangan

alat pencernaan, lambung dari seorang bayi dengan berat 900 gram

memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa, glandula skretoris,

demikian juga kurang berkembang. Perototan usus yang lemah

mengarah pada timbulnya distensi dan retensi bahan makanan yang

dicerna. Sedangkan untuk pencernaan protein berkembang dengan

baik pada bayi preterm yang terkecil sekalipun (Jaya, 2016).

4. Sistem Sirkulasi

Jantung relatif kecil pada saat lahir, pada beberapa bayi

preterm kerjanya lambat dan lemah. Terjadinya ekstrasistole dan

bising yang dapat di dengar pada atau segera setelah lahir. Sirkulasi

perifer seringkali buruk dari dinding pembulu darah intrakranial,

hal ini merupakan sebab dari timbulnya kecendrungan perdarahan

intrakranial yang terlihat pada bayi preterm, tekanan darah lebih

rendah dibandingkan dengan bayi arterm, tekanan menurun dengan

menurunnya berat badan. Tekanan sistolik pada bayi arterm sekitar

80 mmHg dan pada bayi preterm yaitu 40-50 mmHg, untuk tekanan

diastolik secara proporsional rendah, bervariasi dari 30-45 mmHg.

Nadi bervariasi antara 100-160 kali/ menit cenderung ditemukan

aritma, dan untuk memperoleh suara yang tepat maka dianjurkan

44
untuk mendengar pada debaran apeks dengan menggunakan

stetoskop (Jaya, 2016).

5. Sistem Urinarius

Pada saat lahir fungsi ginjal perlu menyesuaikandiri dengan

lingkungan, fungsi ginjal kurang efisien dengan adanya angka

filtrasi glomerolus yang menurun, klirens urea dan bahan

terlarutyang rendah. Hal ini menyebabkan perubahan kemampuan

untuk mengkonsentrasi urine dan urine menjadi sedikit. Gangguan

keseimbangan air dan elektrolit mudah terjadi. Hal ini disebabkan

adanya tubulus yang kurang berkembang (Jaya, 2016).

6. Sistem persyarafan

Perkembangan susunan syaraf sebagian besar tergantung

pad drajat maturitas, pusat pengendali fungsi fital, misalnya

pernafasan, suhu tubuh dan pusat refleks kurang berkembang.

Refleks seperti refleks leher tonik ditemukan pada bayi prematur,

tetapi refleks tondon bervariasi karena perkembangan susunan

syaraf yang buruk, maka bayi terkecil pada khususnya yang lemah,

lebih sulit untuk dibangunkan dan mempunyai tangisan yang lemah

(Jaya, 2016).

7. Sistem Pengindraan (Pengelihatan)

Maturitas fundus uteri pada gestasi 34 minggu, terdapat

adanya 2 stadium perkembangan yang dapat diketahui yaitu imature

dan transisional (peralihan) yang terjadi antara 24 dan 33-34

minggu. Selama setahun stadium ini bayi bisa menjadi buta jika

45
diberikan ksigen alam konsentrasi yang tinggi untuk waktu yang

lama (Jaya, 2016).

8. Sistem Genital

Genital kecil pada wanit, labia minora tidak ditutpi labian

mayora hingga arterm. Pada laki-laki testis terdapat dalam abdomen

dan skrotum atau inguinalia (Jaya, 2016).

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi dari BBLR menurut Maryunani (2014), yaitu :

1. Hipotermia

Dalam kandungan bayi berada dalam suhu lingkungan yang

normal dan stabil yaitu 36o sampai dengan 37o C. Segera setelah

lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih

rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan

panas tubuh bayi. Selain itu hipotermi dapat terjadi karena

kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan

penambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-

otot yang belum cukup memadai lemak subkutan yang sedikit

belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas

permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan

sehingga mudah kehilangan panas. Tanda klinis hipotermia :

1) Suhu tubuh di bawah normal

2) Kulit dingin

3) Akral dingin

4) Sianosis

46
2. Hipoglikemia

Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama

menunjukkan bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada

bayi matur. Glukosa merupakan sumber bayi utama energi selama

masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari

kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan

janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm

dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dl selama 72

jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar

40 mg/ dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum

mencukupi. Hiploglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau

kurang dari 20 mg/dl. Tanda klinis hipoglikemia :

1) Gemetar / tremor

2) Sianosis

3) Apatis

4) Kejang

5) Apnea intermiten

6) Tangisan lemah atau menengking

7) Kelumpuhan / letargi

8) Kesulitan minum

9) Terdapat gerakan putar mata

10) Keringat dingin

11) Hipotermia

47
12) Gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gejala muncul

bersama- sama).

3. Perdarahan intracranial

Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir,

disseminated intra vascular cuagulopathi atau trombositopenia

idopatik. Matrik germinal epidimal yang kaya pembuluh darah

merupakan wilayah yang sangat rentang terhadap perdarahan

selama minggu pertama kehidupan.

Tanda klinis perdarahan intra kranial :

1) Kegagalan umum untuk bergerak normal

2) Reflesk moro menurun atau tidak ada

3) Tonus otot menurun

4) Litargi

5) Pucat dan sianosis

6) Apnea

7) Kegagalan menetek dengan baik

8) Muntah yang kuat

9) Tangisan bernada tinggi dan tajam

10) Kejang

11) Kelumpuhan

12) Fontanela mayor mungkin tegang dan cembung

13) Pada sebagian kecil penderita mungkin tidak ditemukan

manifestasi klinik satupun

48
2.2.8 Pencegahan

Menurut Manggiasih (2016) risiko bayi BBLR dapat dicegah

pada masa kehamilan dengan cara sebagai berikut :

1. Upayakan agar melakukan antenatal care yang baik, segera

melakukan konsultas dan merujuk penderita bila terdapat kelainan.

2. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya

persalinan dengan berat badan lahir rendah.

3. Tingkatkan penerimaan keluarga berencana

4. Anjurkan ibu lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati

aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang

dari keadaan normal kehamilan.

5. Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat

kepercayaan dari masyarakat.

2.2.9 Penatalaksanaan

Penanganan kebidanan bayi baru lahir dengan berat badan lahir

rendah menurut Manggiasih (2016 ) adalah sebagai berikut :

1. Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin

besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi

serangan sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus

dilakukan didalam incubator.

2. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering, selimuti, pakai topi untuk

menghindari kehilangan panas.

3. Pelestarian suhu tubuh

49
Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan

dalam mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara

memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 36° C s/d 37° C.

Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan

dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha

metabolik yang minimal.bila bayi berada didalam inkubator , bayi

dengan berat badan < 1.500 gram dengan suhu 35° C dan bayi

dengan berat badan 1500 gram sampai dengan 2500 gram dengan

suhu inkubator 33°C -34°C agar bayi dapat mempertahankan suhu

tubuh 37°C suhu incubator dapat di turunkan 1°C perminggu untuk

bayi dengan berat badan < 1500 gram secara berangsur-angsur ia

dapat di letakan dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan

27° C -29° C. bila incubator tidak ada pemanasan dapat dilakukan

dengan membungkus bayi lalu di sinari dengan lampu. Menurut

Maryunani (2014), asuhan yang dapat diberikan kepada BBLR

melalui Penghangatan Bayi Dengan Metode Kanguru (PMK) juga

sangat efektif karena metode ini adalah suatu teknologi tepat guna

sebagai pengganti incubator yang sederhana, murah dan sangat

dianjurkan pada bayi BBLR, yang dapat dilakukan dengan cara

seperti di berikut :

1) Posisikan bayi diantara payudara, tegak, dada bayi menempel

ke dada ibu, kemudian amankan posisi bayi tersebut dengan

menggunakan kain panjang atau baju kanguru.

50
2) Palingkan kepala bayi kesisi kanan atau kiri, dengan sedikit

tengadah (Ekstensi). Perhatian : jangan menunduk kedepan atau

sangan tengadah. Ujung pengikat di bawah telinga bayi.

3) Posisi pangkal paha bayi harus fleksi dan ekstensi seperti

kodok, tangan dalam posisi fleksi (Posisi fetus/janin)

4) Ikatan harus kuat dan menutupi dada bayi

5) Perut bayi jangan tertekan dan terletak di epigastrium ibu.

4. Pencegahan infeksi

Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system

imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau

tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah

infeksi, perawat harus menggunakan baju khusus, cuci tangan

sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker, gunakan

baju/jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar

bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit.

5. Nutrisi

Pada bayi prematur reflek hisap, telan dan batuk belum

sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim

pencernaan terutama limpase masih kurang di samping itu

kebutuhan protein 3-5 gr perhari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari),

agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minum

dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak

menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia pada umumnya

51
bayi dengan berat badan lahir 2000 gram agar lebih dapat mengisap

air susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram diberi minum

melalui sonde, permulaan cairan diberikan sekitar 50-60

cc/kg/BB/hari dan terus dinaikan sampai mencapai 200

cc/kg/BB/hari, Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya,

bila daya hisap cukup baik maka pemberian air susu diteruskan.

Kapasitas lambung payi prematur sangat terbatas dan

mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi

pernafasan.

Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat di ukur sebagai

berikut:

Tabel 2.3 Kapasitas lambung berdasarkan umur pada bayi

BBLR

Umur Kapasitas (ml)

Bayi Baru Lahir 10-20

1 minggu 30-90

2-3 minggu 75-100

1 bulan 90-150

3 bulan 150-200

1 tahun 20-360

Sumber : Manggiasih ( 2016).

52
2.3 Perawatan Metode Kanguru (PMK)

2.3.1 Definisi

PMK adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini,

terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif

(Yongky dkk, 2012). Salah satu cara untuk mengurangi kesakitan dan

kematian BBLR adalah dengan Perawatan Metode Kanguru (PMK)

atau perawatan bayi lekat yang ditemukan sejak tahun 1983.

PMK adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi

di dada ibu (kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi

tetap hangat. Perawatan metode ini sangat menguntungkan untuk bayi

berat lahir rendah (Atikah & Afroh, 2010).

2.3.2 Manfaat

Keuntungan dan manfaat PMK adalah suhu tubuh bayi tetap

normal, mempercepat pengeluaran (ASI) dan meningkatkan

keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi

cepat naik, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit

karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator dan

efisiensi tenaga kesehatan (Atikah & Afroh, 2010).

Adapun manfaat lain dari PMK yaitu ikatan emosional ibu dan

bayi, posisi bayi tegak akan membantu bayi bernafas secara teratur,

menyiapkan ibu untuk merawat bayi BBLR di rumah, melatih bayi

untuk menghisap dan menelan secara teratur dan terkoordinasi (Sudarti

& afroh, 2013).

1. Manfaat perawatan metode kanguru bagi bayi

53
Berbagai peneliti menyebutkan bahwa manfaat perawatan

metode kanguru pada BBLR adalah:

1) Suhu tubuh bayi lebih stabil daripada yang dirawat di incubator

2) Pola pernafasan bayi menjadi lebih teratur (mengurangi

kejadian apnea periodic)

3) Denyut jantung lebih stabil

4) Pengaturan perilaku pada bayi lebih baik, misalnya frekuensi

menangis bayi kekurang dan sewaktu bangun bayi lebih

waspada

5) Bayi lebih sering minum ASI dan lama menetek lebih panjang

serta peningkatan produksi ASI

6) Pemakaian kalori lebih kurang

7) Kenaikan berat badan lebih baik

8) Waktu tidur bayi lebih lama

9) Hubungan lekat bayi — ibu lebih baik serta berkurangnya

kejadian infeksi

10) Efisiensi anggaran

(Rahmayanti, 2011).

2. Manfaat perawatan metode kanguru bagi ibu

Menurut Depkes RI (2008) dari beberapa penelitian KMC

dapat mempermudah pemberian ASI, ibu lebih percaya diri dalam

merawat bayi, hubungan lekat bayi-ibu lebih baik, ibu sayang

54
kepada bayinya, pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu dan

keluarga (ibu lebih puas, kurang merasa stress), peningkatan lama

menyusui dan kesuksesan dalam menyusui (Rahmayanti, 2011).

3. Manfaat perawatan metode kanguru bagi

1) Ayah memainkan perasaan yang lebih besar dalam perawatan

bayinya.

2) Meningkatkan hubungan antara ayah-bayinya, terutama

berperan penting di Negara dengan tingkat kekerasan pada anak

yang tinggi (Rahmayanti, 2011).

4. Manfaat perawatan metode kanguru bagi petugas kesehatan

Bagi petugas kesehatan paling sedikit akan bermanfaat dari

segi efisiensi tenaga karena ibu lebih banyak merawat bayinya

sendiri. Dengan demikian beban kerja petugas akan berkurang.

Bahkan petuas justru dapat melakukan tugas lain yang memerlukan

perhatian petugas misalnya pemeriksaan lain atau kegawatan pada

bayi maupun memberikan dukungan kepada ibu dalam menerapkan

PMK (Depkes RI, 2008).

2.3.3 Persyaratan Pelaksanaan PMK

1. Berat badan lahir kurang dari 2500 gram,

2. Semua keadaan patologis sudah teratasi,

3. Mampu untuk menghisap-menelan dan bernafas sudah baik,

4. Berat badan selama di Inkubator meningkat (15-20 gr/hari selama

8hari),

55
5. Ibu, suami atau pengganti ibu lainnya sehat dan mampu serta

mampu merawat bayi dengan metode kanguru.

(Maryunani, 2014).

2.3.4 Klasifikasi Perawatan Metode Kanguru

Menurut Atikah & Candra (2010), perawatan metode kanguru

dibagi menjadi dua yaitu:

1. PMK intermiten, yaitu PMK degan jangka waktu yang pendek

(perlekatan lebih dari satu jam per hari) dilakukan saat ibu

berkunjung. PMK ini dioeruntukkan bagi bayi dalam proses

penyembuhan yang masih memerlukan pengobatan medis (infus,

oksigen).

2. PMK kontinu yaitu PMK dengan jangka waktu yang lebih lama

daripada PMK intermiten. Pada metode ini perawatan bayi

dilakukan selama 24 jam sehari.

2.3.5 Prosedur Tindakan Perawatan Metode Kanguru

1. Posisi bayi

Beri bayi pakaian, beri topi , popok dan kaus kaki yang telah

dihangatkan lebih dahulu kemudian letakkan bayi di dada ibu.

Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak atau vertikal,

dada bayi menempel pada pada ibu. Posisi ibu dijaga dengan kain

panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan kesisi

kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung

pengikat tepat berada dibawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah

dalam posisi “kodok”, tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan

56
kain dengan kuat agar saat ibu bangun dari duduk, bayi tidak

tergelincir.Pastikan juga bahwa ikatan yang kuat dari kain tersebut

menutupi dada si bayi. Perut bayi jangan sampai tertekan dan

sebaiknya berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan cara ini ibu

dapat melakukan pernafasan perut (Rahmayanti, 2011).

Tahap-tahap dalam pelaksanaan PMK adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan, keringkan dan gunakan gel hand rub.

2) Ukur suhu bayi dengan termometer.

3) Pakaikan baju kanguru pada ibu.

4) Bayi dimasukkan dalam posisi kanguru, menggunakan topi,

popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu.

5) Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit

ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu.

Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan

dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit

mendongak.

6) Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi

diletakkan di antara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian

ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi

tidak jatuh.

7) Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga

bayi. Selanjutnya ibu bayi dapat beraktifitas seperti biasa sambil

membawa bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to

skin contact) seperti kanguru. (Atikah & Cahyo, 2010)

57
Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari

baju kanguru, misalnya saat akan disusui:

1. Pegang bayi pada satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai

punggung bayi.

2. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari

lainnya agar kepala bayi tidak tertekuk dan tak menutupi saluran

nafas ketika bayi berada pada posisi tegak.

3. Tempat kantangan lainnya dibawah pantat bayi.

Yang perlu diperhatikan:

1. Selama penggunaan metode kanguru ibu atau pengganti ibu tidak

memakai BH dan baju dalam.

2. Pakai baju yang longgar.

3. Menghangatkan baju atau selendang metode kanguru dengan cara

dijemur dibawah sinar matahari atau disetrika.

4. Lepaskan bayi dari selendang kangguru untuk memberikan popok

dan pengganti ibu kangguru.

(Sudarti & Afroh , 2013).

58
2.4 Manajemen Konsep Asuhan Kebidanan Bayi dengan BBLR

Asuhan Kebidanan

Pada By Ny”……” NKB-KMK/NCB-KMK/NKB-SMK usia 0-24 Jam/

1-28 Hari dengan BBLR

1. Pengkajian

Tanggal/jam pengkajian : Untuk mengetahui kapan dilakukan pengkajian.

Tempat pengkajian : Untuk mengetahui dimana dilakukan

pengkajian.

Tanggal MRS : Untuk mengetahui kapan bayi masuk rumah

sakit (Varney, 2011).

No Register : Menghindari kekeliruan antar data pasien satu

dengan pasien yang lain, (Varney, 2011).

e. Data Subyektif

1. Identitas Bayi.

Nama bayi : Untuk mengetahui identitas bayi dan memastikan

bahwa yang diperiksa benar-benar bayi yang

dimaksud agar tidak terjadi kekeliruan (Manggiasih,

2016).

Umur bayi : Untuk mengetahui umur bayi yang nantinya

disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan,

bayi dengan BBLR usia 0-28 hari (Manggiasih,

2016).

59
Tgl/jam lahir : Untuk mengetahui kapan bayi lahir disesuaikan

dengan hari perkiraan lahir (Manggiasih, 2016).

Jenis Kelamin : Untuk mengetahui jenis kelamin bayi laki-laki atau

perempuan dan memastikan bahwa yang diperiksa

benar-benar bayi yang dimaksud (Manggiasih,

2016).

Anak ke : Untuk mengetahui bayi anak ke berapa, karena salah

satu penyebab BBLR adalah jumlah anak yang

terlalu banyak (Paritas) (Manggiasih, 2016).

Identitas Orang Tua

Nama ayah/ibu : Untuk mengetahui identitas orang tua bayi

dan untuk memudahkan memanggil atau

menghindari kekeliruan (Dewi, 2011).

Umur : Umur ibu yang < 20 atau > 35 tahun

berisiko tinggi menyebabkan bayi BBLR.

Agama : Untuk memberikan motivasi kepada

keluarganya sesuai dengan kepercayaan yang

dianut (Dewi, 2011).

Suku bangsa : Untuk mengetahui tentang kebudayaan yang

akan mempengaruhi cara perawatan bayi

60
serta untuk mengetahui apakah orang tua

pasien WNI atau WNA (Dewi, 2011).

Biasanya penduduk daerah dataran

tinggi/suku pedalaman seperti suku asmat di

Papua memiliki risiko lebih tinggi

melahirkan bayi BBLR di bandingkan

dengan suku Jawa, karena suku pedalaman

masih sangat minim pengetahuan tentang

gizi untuk ibu hamil, dibandingkan suku

jawa yang sudah sangat mengerti tentang

kebutuhan ibu hamil (Manggiasih, 2016).

Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu

yang nantinya penting dalam memberikan

KIE perawatan bayi, selain itu juga untuk

mengidentifikasi bagaimana ibu menjaga

proses kehamilanya yang menjadi faktor

penyebab terjadinya BBLR, misalnya

bagaimana cara ibu dalam pemenuhan

nutrisinya, deteksi dini melalui pemeriksaan

ANC, dan pengaturan jarak kehamilan

(Manggiasih, 2016).

Pekerjaan : Untuk mengetahui gambaran keadaan sosial

ekonomi dalam mencukupi kebutuhan

nutrisi. Faktor bekerja terlalu berat bisa

61
mengakibatkan bayi BBLR, karena aktivitas

yang terlalu berat pada ibu hamil dapat

memicu kelahiran yang prematur, dan untuk

mengetahui apakah tempat bekerja ibu

terpapar radiasi atau zat beracun (Jaya,

2016).

Alamat : Untuk mengetahui gambaran tentang tempat

dimana pasien tinggal (Manggiasih, 2016).

Riwayat Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, seperti :

Menikah ke : Untuk mengetahui berapa kali klien ganti

pasangan dan resiko adanya infeksi menular

seksual (Manggiasih, 2016).

Lama menikah : Untuk mengetahui kesuburan ibu atau status

kesehatan reproduksi ibu (Manggiasih,

2016).

Usia pertama kali menikah : Untuk mengetahui resiko tinggi/rendah,

usia < 20 atau >35 tahun organ reproduksi

belum matur sehingga menyebabkan

terjadinya BBLR (Manggiasih, 2016).

62
2. Keluhan utama

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, gerak lemah,

bayi tidak mau/ malas minum, bayi lahir kurang bulan, bayi sesak

(Muslihatun, 2010).

3. Riwayat Kesehatan Sekarang.

Bayi lahir pada kehamilan sebelum bulan perkiraan atau lebih dari

bulan perkiraan akan tetapi BB rendah, ketuban pecah dini atau saat

persalinan, warna ketuban jernih/keruh/mekonial, apakah bayi lahir

dengan kelainan kromosom, infeksi janin kronik, gawat janin dan

kehamilan kembar, berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram,

panjang badan kurang dari 45cm, jenis kelamin, Bergerak aktif/lemah

(Manggiasih, 2016).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit menahun,

seperti, paru-paru, penyakit jantung, penyakit menular seperti TBC,

hepatitis, penyakit menurun seperti hipertensi (Manggiasih, 2016).

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

a. Pemeriksaan Perinatal.

Anak keberapa, apakah kehamilan di sertai komplikasi seperti,

penyakit jantung, hipertensi (HT), anemia, pendarahan antepartum,

preeklamsi, infeksi menular seksual, TOCRH, apakah bayi lahir

dengan BBLR disebabkan oleh faktor janin seperti, kelainan

63
kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella

bawaan), dan kehamilan kembar sehingga menyebabkan terjadinya

kelahiran bayi dengan BBLR, Frekuensi antenatal care, apakah

selama hamil ibu sering atau tidak memeriksakan kehamilannya ke

bidan/ fasilitas kesehatan lainnya sehingga dengan mudah

mendeteksi apakah selama kehamilan ada kelainan pada janin atau

janin mengalami keterlambatan pertumbuhan, apakah imunisasi TT

sudah lengkap, kebiasaan ibu selama kehamilan seperti merokok,

minum-minuman berakohol, jamu (Varney, 2011).

b. Riwayat Natal

Bayi lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Prematur)

atau bayi lahir usia kehamilan lebih dari 37- 40 minggu (Dismatur),

jam berapa waktu persalianan, jenis persalinan lama kala I, lama

kala II, apakah ada penyulit selama proses persalinan, Warna

ketuban jernih, keruh atau mekonium, bagaimana keadaan bayi

saat lahir apakah menangis spontan, gerak aktif/lemah, BB bayi

kurang dari 2500 gram, PB bayi kurang dari 45 cm, nadi 100-140

cm, RR 40-50 x/menit, suhu 34 °C-37 °C (Kosim, 2011).

Apgar Score

Nilai Nilai Nilai


Gejala
1 2 3
Appearance Seluruhnya Warna kulit Warna kulit
(Warna biru normal, tetapi seluruh tubuh
Kulit) tangan dan kaki normal
berwarna kebiruan

64
Pulse Denyut jantung Denyut jantung >
(Denyut Tidak ada <100 x/menit 100x/menit
jantung)
Grimace Tidak ada Wajah meringis Meringis,
(Respons res-pon saat di stimulasi menarik, batuk,
Reflek) terhadap atau bersin saat di
stimulasi stimulasi
Activity Lengan dan Kaki Bergerak aktif
(tonus otot) Lemah/Tidak dalam posisi fleksi dan spontan
ada dengan sedikit
gerak
Respiration Tiadak ada Menangis lemah, Menagis kuat,
( Pernafasan) terdengar seperti pernafasan baik
merintih dan teratur.
Sumber : Rukiyah, 2010.

Nilai Apgar Klasifikasi Asfiksia

7-10 Asfiksia Ringan

4-6 Asfiksia Sedang

0-3 Asfiksia Berat

Sumber : Rukiyah, 2010.

c. Riwayat Post Natal

Bagaimana keadaan bayi saat lahir, apakah ada kelainan, apakah

bayi sudah diberi obat-obatan seperti salep mata, vit k, ada infeksi

tali pusat/ tidak, ada sianosis/tidak, dan bayi sudah BAB/BAK

65
6. Riwayat Imunisasi

Pasien sudah mendapatkan imunisasi apa saja, apakah iminisasi

dasar pasien sudah diberikan (Pada bayi dengan BBLR tidak mendapat

imunisasi karena berat badan bayi kurang dari 2. 500 gram).

7. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a. Pola Nutrisi

Untuk mengetahui pola nutrisi bayi yang sudah didapatkan

ASI/ PASI, kapan mulai diberikan pada bayi, frekuensi 30 cc/ hari.

Bayi dengan berat lahir < 1.500 gram diberi minum melalui sonde,

permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg/BB/hari dan terus

dinaikan sampai mencapai 200 cc/kg/BB/hari. Sedangkan berat

bayi > 1.500 gram jika refleknya sudah baik diberikan ASI secara

eksklusif ( Varney, 2011).

b. Pola aktivitas

Untuk mengetahui bayi bergerak aktif atau tidak, tangisan

kuat, lemah/ merintih. Pada bayi dengan BBLR pergerakan lemah

dan tangisan lemah ( Varney, 2011).

c. Pola Istirahat

Bayi normal tidur 16-18 jam/ hari. Pada bayi dengan BBLR

lebih banyak tidur ( Bangun ketika BAB dan BAK dan saat bayi

merasa haus) ( Varney, 2011).

66
d. Pola eliminasi

Dilihat frekuensi, konsitensi BAB/BAK per hari ( Pada

bayi BBLR hari pertama BABnya mekonial)

e. Pola Personal hygiene

Untuk mengetahui tingkat kebiasaan bayi, Pada bayi

dengan BBLR hari pertama bayi tidak dimandikan karena untuk

menghindari terjadinya kehilangan panas pada bayi, hari kedua

bayi diseka 2x/ hari, ganti pempres tiap kali BAB dan BAK untuk

mencegah terjadinya infeksi dan hipotermi, termasuk oral hygine

dan kebersihan lingkungan termasuk inkubator harus sering dijaga

pada bayi BBLR yang berpotensi lebih besar terjadinya infeksi

(Nursalam, 2011).

f. Data Objektif.

3) Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum

Pada bayi BBLR gerak lemah, tangis lemah atau merintih) (Wiknjosastro,

2010).

Kesadaran : Pada bayi dengan BBLR kesadarannya samnolen atau

letargis

Tanda-tanda Vital ( TTV)

Suhu : Pada bayi BBLR tubuh berkisar 34°C - 37°C

(Wiknjosastro, 2010).

67
RR : Pada bayi dengan BBLR frekuensi pernafasan pada hari

pertama 40- 50 x /menit sedangkan hari - hari berikutnya

35 - 45 x/menit (Wiknjosastro, 2010).

Nadi : Pada bayi BBLR denyut jantung berkisar 100 - 140

x/menit (Hidayat, 2011).

4) Pemeriksaan Fisik

4. Inspeksi

Kepala : Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis

dan halus, ada/tidak moulage, ada/tidak caput

sucedeneum, atau cepal hematoma, tidak ada lesi,

ubun-ubun bayi sudah menutup atau belum, ada/tidak

hydrocepalus, ada/ tidak mycrocepalus (Dewi 2011)

Muka : Simetris, kulit kemerahan, ada sianosis/ tidak, ikterus/

tidak, pucat/ tidak (Dewi 2011)

Mata : Simetris atau tidak, conjungtiva merah muda/ pucat,

odema pada palvebra/ tidak, ada secret/tidak, seklera

kuning/ tidak, juling/ tidak (Dewi, 2011)

Hidung : simetris/ tidak, ada secret/tidak, ada pernafasan cuping

hidung/ tidak, ada penumpukan lendir/ tidak (Dewi,

2011).

Mulut : Mukosa bibir lembab/ kering, stomatitis/ tidak, ada

labio skhizis atau palato skhizis atau tidak, lidah ada

68
bercak putih/tidak, platum mol dan durum menyatu apa

belum (Arief, 2009)

Telinga : Simetris/ tidak, ada serumen/tidak, daun telinga tipis

elastis, pada bayi BBLR dengan premature tulang

rawan belum terbentuk (Arief 2009)

Leher : Ada pembesaran klenjar tiroid/ tidak, dan bendungan

vena jugularis.

Dada : Terdapat tarikan intercoste atau tidak, payudara

simetris atau tidak, puting susu belum menonjol.

Abdomen : Perut kembung/tidak, kulit perut tipis, nampak

pembuluh darah, tali pusat basah dan segar, tidak ada

pendarahan tali pusat, terbungkus kasa steril (Arief,

2009)

Genetalia :

Laki-laki : Testis sudah turun ke skrotum/ belum, pada bayi

(premature usia kehamilan < 37 minggu) biasanya testis

belum turun (Arief, 2009).

Perempuan : Labia mayora belum menutupi labia minor pada bayi

(Prematur usia kehamilan < 37 minggu), labia mayora

sudah menutupi labia minora pada bayi yang

(Dismatur usia kehamilan >37 minggu), ada

premenstruasi/ tidak (Arief, 2009).

69
Anus : Anus berlubang/ tidak

Ekstremitas : a. Atas : gerak lemah, odema/tidak, sindaktil dan

polidaktil/ tidak (Arief, 2009).

b. Bawah : garis telapak kaki sedikit, gerak lemah,

odema/ tidak, sidaktil dan plidaktil/ tidak

(Arief, 2009).

Kulit : Kulit keriput/tidak, lanugo banyak atau sedikit, vernik

kaosa tebel/tipis, ada sianosis atau tidak, turgor kulit

kulit kembali/ tidak > 2 detik, ikterus/ tidak (Arief,

2009).

b. Palpasi

Kepala : Terdapat benjolan atau tidak

Leher : Ada pembesaran klenjar tiroid/ tidak, dan bendungan

vena jugularis.

Abdomen : Ada benjolan/ tidak.

Kulit : Akral teraba dingin

(Arief, 2009)

c. Auskultasi

Dada : Tidak terdengar ronchi, dan wheezing, bunyi nafas

normal atau bersih.

Abdomen : Terdengar bising usus/ tidak.

70
d. Perkusi

Abdomen : Kembung/ tidak.

3. Pemeriksaan Antopometri

BB lahir : Pada BBLR berat badan lahir kurang dari 2500 gram.

PB : Pada BBLR panjang badan kurang dri 45 cm.

Lingkar Dada : Pada BBLR lingkar dada kurang dari 30 cm.

Lingkar kepala : Pada bayi dengan BBLR lingkar kepala kurang dari

30cm.

Lingkar Lengan : Pada bayi dengan BBLR LILA kurang dari 10 cm.

(Dewi, 2011).

Pemeriksaan Penunjang

3.1.5 Pemeriksaan ballard score

Ballard score Maturitas Fisik.

71
Ballard score maturitas neuromuskular.

b. Test kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan.

c. Darah rutin, golongan darah, glukosa darah, kadar elektolit dan

analisa gas darah.

d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir

dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada 8 jam

(Dewi, 2011).

Pemeriksaan Reflek

a. Reflek Moro

Reflek moro adalah Rangsangan mendadak yang

menyebabkan lengan terangkat ke atas dan ke bawah terkejut

dan relaksasi dengan cepat. Pada BBLR reflek moro tangan

bayi dapat menggenggam lemah (Wiknjosastro, 2010).

72
b) Reflek Rooting

Reflek rooting positif (mulut bayi mencari puting susu). Tidak

ada respon pada bayi BBLR untuk memalingkan muka bila

pipi atau bibirnya disentuh (Wiknjosastro, 2010).

d. Reflek Sucking

Reflek ini terjadi apabila terdapat rangsangan pada bibir, yang

disertai reflek menelan (Straight, 2009). Respon menghisap

yang lemah pada BBLR, muntah, batuk karena premature

(Wiknjosastro, 2010).

e. Reflek Grasping

Jari-jari kaki bayi akan melekuk ke bawah bila jari diletakkan

di dasar jari-jari kakinya (Straight, 2009).

Respon menggenggam ini berkurang pada bayi premature

karena ada kelainan syaraf di otak (Wiknjosastro, 2010)

f. Reflek Tonick Neck

Bayi melakukan perubahan posisi bila kepala di putar ke satu

sisi, pada bayi dengan BBLR reflek ini tidak ada

(Wiknjosastro, 2010)

a. Reflek Walking

73
Kaki akan bergerak ke atas dan ke bawah bila sedikit

disentuhkan ke permukaan keras, pada bayi dengan BBLR

reflek ini lemah (Wiknjosastro, 2010).

2. Interprestasi Data Dasar

a. Identifikasi Diagnosa.

Diagnosa : Pada By Ny”……” NKB-KMK/NCB-KMK/NKB-SMK

usia 0-24 jam/ 1-28 Hari dengan BBLR

Data Subjektif :

b. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram

c. Tangisan lemah/ merintih

d. Bayi lahir pada kehamilan kurang dari 37 minggu atau lebih dari 37

minggu.

e. Bayi malas menyusu dan gerak lemah.

Data Objektif :

Keadaan Umum : Umumnya keadaan bayi BBLR lemah.

TTV : Suhu : 34°C - 37°C

Respirasi (RR) : 40-50 x/ menit

Nadi : 100- 140 x/menit

Data antropometri :

BB : Kurang dari 2500 gram

PB : kurang dari 45 cm

LIDA : Kurang dari 30 cm

74
Lika : Kurang dari 33 cm

LILA : Kurang dari 10 cm

Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Inspeksi : Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut

kepala tipis dan halus.

Telinga : Simetris/ tidak, ada serumen/tidak, daun telinga

tipis elastis, pada bayi BBLR dengan premature

tulang rawan belum terbentuk (Arief 2009).

Dada : Terdapat tarikan intercoste atau tidak, payudara simetris

atau tidak, puting susu tenggelam atau tidak

Genetalia :

Laki-laki : Testis sudah turun ke skrotum/ belum, pada bayi

(premature usia kehamilan < 37 minggu) biasanya testis

belum turun.

Perempuan : Labia mayora belum menutupi labia minor pada bayi

(Prematur usia kehamilan < 37 minggu), labia mayora

sudah menutupi labia minora pada bayi yang

(Dismatur usia kehamilan >37 minggu), ada

premenstruasi/ tidak (Arief, 2009)

75
Ekstremitas atas dan bawah : garis telapak kaki dan tangan sedikit,

gerak lemah, odema/tidak, sidaktil dan

polidaktil/ tidak.

Kulit : Kulit keriput/tidak, lanugo banyak atau sedikit,

vernik kaosa tebel/tipis, ada sianosis atau tidak,

turgor kulit kulit kembali/ tidak > 2 detik,

ikterus/ tidak.

Reflek Moro : Pada BBLR reflek moro tangan bayi dapat

menggenggam lemah (Wiknjosastro, 2010).

Reflek Rooting : Tidak ada respon pada bayi BBLR untuk

memalingkan muka bila pipi atau bibirnya

disentuh (Wiknjosastro, 2010).

Reflek Sucking : Respon menghisap yang lemah pada BBLR,

muntah, batuk karena premature (Wiknjosastro,

2010).

Reflek Grasping : Respon menggenggam ini berkurang pada bayi

premature karena ada kelainan syaraf di otak

(Wiknjosastro, 2010)

Reflek Tonick Neck : Pada bayi dengan BBLR reflek ini tidak ada

(Wiknjosastro, 2010)

Reflek Walking : Pada bayi dengan BBLR reflek ini lemah

(Wiknjosastro, 2010)

76
b. Identifikasi Masalah.

1. Ketidakefektifan pola nafas.

Ds : Bayi sesak

Do : Bayi terpasang O2, RR : 40-50 x/menit, terdapat

pernafasan cuping hidung, ada bunyi ronchi dan wheezing,

terdapat retraksi intercoste.

g. Hipotermi.

Ds : Bayi pucat, bayi teraba dingin dan menggigil.

Do : Suhu kurang dari 35°C, akral bayi dingin, turgor kulit

tidak bisa kembali kurang dari 2 menit.

3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Ds : Bayi sering tidur tidak mau menyusu, bayi tampak lemah.

Do : Reflek hisap dan menelan bayi lemah, bayi terpasang

sonde untuk bayi yang beratnya < 1500 gram.

4. Resiko Infeksi

Ds : Bayi demam, dab menggigil

Do : Talipusat masih basah, belum mendapatkan imunisasi

5. Risiko gangguan integritas kulit

Ds : Anus Bayi kemerahan

Do : Kulit disekitar anus kemerahan, lembab pada daerah

genetal dan anus

6. Kecemasan Orang tua

Ds : Orang tua tampak cemas

77
Do : Orang tua tidak tahu dengan kondisi anaknya

4. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial.

Diagnosa potensial adalah mengidentifikasi dengan hati-hati dan

kritis pola atau kelompok tanda dan gejala yang memerlukan tindakan

kebidanan untuk membantu pasien mengatasi atau mencegah masalah-

masalah yang spesifik (Varney, 2011). Pada kasus bayi BBLR,

kemungkinan yang dapat terjadi, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, gagal

jantung dan henti jantung (Wiknjosastro, 2010).

5. Identifikasi Kebutuhan Segera

Kalaborasi dengan dr SpA , menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal

dan mengobservasi kenaikan berat badan bayi (Wiknjosastro, 2010).

6. Intervensi

15. Identifikasi Diagnosa

DX : By. Ny”……”NCB/NKB/NLB-SMK/KMK/LMK usia 0-24

jam/ 1-28 Hari dengan BBLR

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan 3x24 jam diharapkan

tidak terjadi komplikasi pada bayi (Maryanti, Dwi. 2011).

Kriteria Hasil Mariyanti, Dwi :

- k/u baik

- kesadaran composmentis

78
- TTV dalam batas normal

Suhu : 36,5-37,5° C

RR : 40-60 x/menit

Nadi : 120-160 x/menit

- Minum ASI sesuai kebutuhan / hari

- Warna kulit merah

- Bayi BAB dan BAK sesuai intake dan

output

- Pemeriksaan lab dalam batas normal

Intervensi Diagnosa :

Rencana asuhan pada klien BBLR disesuaikan dengan teori

karena fasilitas dan protap yang ada menunjang untuk membuat

perencanaan tersebut sesuai dengan diagnosa dan masalah yang ada

(Maryanti, Dwi. 2011)

1. lakukan penatalaksanaan bayi BBLR sesuai dengan protap yang

belaku.

R/ melakukan asuhan sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan

pada BBLR.

2. Letakan bayi dalam inkubator

R/ agar suhu bayi tetap hangat sehingga tidak terjadi hipotermi.

79
3. Observasi ttv

R/ deteksi dini adanya komplikasi.

4. Lakukan teknik cuci tangan sebelum kontak langsung dengan bayi

R/ untuk mencegah terjadinya infeksi.

5. Observasi reflek isap dan menelan

R/ Pada bayi dengan BBLR reflek isap dan menelan masih lemah

sehingga perlu dilihat untuk pemberian minum. Jika bayi tidak

mampu menelan dapat diakukan pemasangan Oro Gastris

Tube (OGT).

6. Pemenuhan nutrisi pada BBLR

R/ Pada bayi BBLR dapat diberi minum ASI/PASI atau bayi

dipuasakan. Pada BBLR rentan terhadap resiko infeksi lebih

baik diberi minum ASI untuk menjaga kekebalan tubuh sesuai

dengan kebutuhan cairan yang diperlukan untuk pertama 3-5

mL.

7. Pantau intake dan output

R/ untuk mengetahui bila terjadi ketidak seimbangan.

8. Timbang bayi secara rutin setiap hari

R/ untuk menentukan jumlah asupan yang tepat atau kebutuhan

peningkatan asupan. Kenaikan berat badan bayi dalam 1 hari

yaitu 10-30 gram per hari.

9. Kolaborasi dengan dr SpA

R/ untuk pemberian terapi serta tindakan lebih lanjut

80
Intervensi Masalah :

4) Ketidakefektifan pola nafas

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 3 x

24 jam diharapkan pola nafas bayi efektif dan

kebutuhan O2 terpenuhi.

Kriteria hasil : Pernafasan teratur, RR 40-60x/menit, tidak ada

bunyi wheezing dan ronchi, tidak terdapat

pernafasan cuping hidung, tidak terpasang O2.

Intervensi.

3. Beri O2 pada bayi

R/ Pada bayi dengan BBLR Ekspansi paru yang buruk

merupakan masalah serius, akibat tidak adanya alveoli dan

surfaktan sehinnga perlu diberikan O2.

4. Monitor auskultasi suara nafas

R/ Bayi baru lahir mempunyai ketidak efektifan pola nafas dan

untuk mengetahui apakah ada bunyi tambahan sepert

wheezing dan ronchi.

5. Posisikan bayi ke posisi yang nyaman (meninggikan kepala

bayi)

R/ Pada bayi dengan BBLR mempunyai masalah ketidak

efektifan pola nafas sehingga jika meposisikan kepala bayi

lebih tinggi akan membantu ekspansi paru dan

memudahkan pernafasan pada bayi.

81
6. Lakukan penghisapan untuk menghilangkan mucus

R/ Mukus yang berlebihan akan mengakibatkan penyumbatan

jalan nafas.

5) Hipotermi

Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan 1 x 24 jam suhu

tubuh bayi dalam batas normal.

Kriteria hasil : Suhu : 36,5°C -37,5°C, akral hangat, tidak pucat

dan menggigil, bayi tidak diletakan di inkubator.

Intervensi.

4. Observasi suhu bayi

R/ Bayi BBLR bisa mengalami hipotermi/ hipertermi sehingga

perlu dilakukan observasi suhu bayi agar suhu bayi dalam batas

normal 36,5 °C-37,5 °C.

5. Ciptakan lingkungan yang hangat didalam inkubator

R/ Bayi dengan BBLR bisa mengalami hipotermi sehingga

perlu diletakan di inkubator untuk menjaga kehangatan suhu

bayi, ruangan incubator yang dingin bisa menyebabkan

kehilangan panas melalui konveksi.

6. Jaga kehangatan bayi

R/ Bayi dengan BBLR mudah kehilangan panas sehingga

dengan di gedong dan membrikan sinar pada bayi akan tetap

menjaga kehangatan suhu tubuh bayi dalam batas normal.

7. Menyeka bayi

82
R/ Bayi dengan BBLR mudah terkena infeksi sehingga pola

personal hygiene bayi harus dijaga agar tidak terjadinya infeksi.

8. Ganti pempers bayi setiap kali basah/ BAB dan BAK dan ganti

baju bayi setiap selesai di seka

R/ Bayi dengan BBLR bisa terjadi hipotermi sehingga jika

pakaian dan pempers bayi basah akan menyebabkan terjadinya

hipotermi, dan menyebabkan kehilangan panas melalui

evaporasi.

9. Ajarkan metode kangguru

R/ Mempertahankan suhu tubuh yang optimal, dan dapat

meningkatkan kenaikan berat badan (Maryunani, 2014).

6) Gangguan Pola Nutrisi

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan 1 x 1

minggu pola nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Reflek hisap dan menelan baik, tidak kembung,

BAB lancar, BB bertambah sampai batas normal,

turgor kulit elastis, bayi minum sesuai kebutuhan

per hari, dan bayi tidak muntah.

Intervensi

3. Berikan ASI pada bayi sesuai jadwal

R/ Pada bayi dengan BBLR memiliki sistem imunologi yang

lemah dan memudahkan terjadinya infeksi, maka bayi

perlu diberikan ASI eklusif untuk mempertahankan

83
kekebalan tubuh bayi sehingga tidak rentan terkena

penyakit apapun dan memenuhi kebutuhan nutrisi pada

bayi.

4. Observasi intake dan output

R/ Pada bayi BBLR mempunyai reflek hisap yang lemah

sehingga bisa mengetahui apakah nutrisi bayi seimbang

antara intake dan output.

5. Kaji dan timbang BB bayi secara teratur

R/ Pada bayi BBLR memiliki masalah reflek hisap yang

lemah memungkinkan akan mengalami penurunan berat

badan maka dari itu perlu dilakukan penimbangan BB

bayi secara teratur agar bisa melakukan pemantauan tidak

terjadinya penurunan BB bayi lebih dari 10% dan berapa

gram berat badan bayi bertambah.

6. Observasi reflek hisap dan menelan

R/ Bayi dengan BBLR dengan berat badan < 1500 gram

diberikan nutrias lewat sonde, sehingga perlu dilakukan

observasi seberapa kondidi bayi dalam pemenuhan

kebutuhan nutrisi dan jika bayi reflek hisapnya sudah

mulai sempurna, sonde akan di lepas dan diberikan ASI

melalui dot/ ibunya.

7. Observasi turgor kulit dan mukosa mulut

R/ Bayi dengan BBLR mempunyai tekstur kulit tipis

sehingga turgor kulit tidak bisa kembali < 2 menit.

84
7) Risiko Infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan 3 x 24 jam

tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil : 1. Tidak terjadi infeksi

2. Suhu : 36,5°C -37,5°C, akral hangat, tidak pucat

Intervensi :

4. Mencucitangan dan menggunakan baju khusus ruangan bayi

R/ Meminimalisis terjadinya infeksi pada bayi

5. Observasi TTV bayi

R/ Mengetahui keadaan umum bayi

6. Observasi tanda-tanda infeksi

R/ Mengetahui tanda-tanda infeksi

7. Jaga kebersihan lingkungan sekitar bayi

R/ Mencegah terjadinya infeksi dan meningkatkan rasa nyaman

8. Kolaborasi dengan tenaga medis lainya

R/ Memberikan therapy pengobatan yang sesuai

8) Risiko gangguan integritas kulit

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 x 24

jam integritas kulit baik

Kriteria Hasil : Tidak ada rash, tidak ada iritasi, tidak plebitis

Intervensi :

3.1.4 Observasi TTV bayi

85
R/ Mengetahui keadaan umum bayi

4.1.4 Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, lesi pada

daerah yang tertekan atau lembab

R/ Memantau adanya kemerahan, iritasi dan lesi

5.1.4 Lakukan perawatan tali pusat

R/ Menjaga tali pusat dalam keaadan baik

6.1.4 Kolaborasi dengan tim medis lainya untuk pemberian

antibiotik

R/ Memberikan perawatan yang tepat pada bayi

9) Kecemasan orang tua

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1x24

jam orang tua tidak cemas dan mengetahui kondisi

bayinya

Kriteria hasil : 1. Orang tua tidak cemas dengan kondisi bayinya

2. Orang tua mengetahui kondisi bayinya

Intervensi :

3.1.8 Obeservasi tingkat kecemasan

R/ Mengetahui tingkat kecemasan

4.1.8 Jelaskan tentang kondisi bayinya

R/ Mengurangi kecemasan orang tua

5.1.8 Berikan support mental kepada orang tua

R/ Meningkatkan mental orang tua

86
6. Implementasi

Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan menyeluruh dari

perencanaan (Varney, 2011). Penatalaksanaan asuhan ini bisa dilakukan

oleh klien atau tenaga kesehatan lainnya. Pelaksanaan asuhan pada bayi

BBLR disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah dibuat.

7. Evaluasi

Merupakan langkah terakhir untuk menilai keberhasilan dari rencana

asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan

apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam

masalah dan diagnose (Varney, 2011). Untuk masalah ketidak efektifan

pola nafas, evaluasi dapat dilakukan pada hari ke-3 setelah pengkajian,

untuk masalah hipotermi bisa dievaluasi 24 jam setelah pengkajian, untuk

gangguan pola nutrisi dilakukan evaluasi setelah 1 minggu / menyesuaikan

dengan keadaan bayi setelah pengkajian dilakukan, untuk masalah risiko

infeksi dilakukan pada hari ke- 3 setelah pegkajian, untuk masalah risiko

gangguan integritas kulit bisa di evaluasi 24 jam stelah pengkajian,

sedangkan untuk kecemasan orang tua dapat di evaluasi 24 jam stelah

pengkajian, evaluasi yang dilakukan lebih dari 24 jam sebelum evaluasi

dilakukan tetap di kaji setiap hari dan di dokumentasikan pada catatan

perkembangan (Maryunani, 2014).

87
88
89

Anda mungkin juga menyukai