Anda di halaman 1dari 83

ASUHAN KEBIDANAN

GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN KISTA OVARIUM DI


RUANG POLI KANDUNGAN RSUD BLAMBANGAN

PROPOSAL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Ahli Madya

Kebidanan pada Program Studi D III Kebidanan

di STIKes Banyuwangi

Oleh :

SINDI MEILDA MARGARETA


NIM : 201603023

i
ii

PROGAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
TAHUN 2019

ii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Sindi Meilda
Margareta

Nim

: 2016.03.023

Tempat, tanggal lahir

: Bondowoso, 15 Mei
1997

Institusi

: STikes Banyuwangi

Menyatakan bahwa Proposal Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Asuhan


Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium di Ruang Poli
Kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi” adalah bukan hasil karya orang
lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah
disebutkan sumbernya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-
benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi.

Banyuwangi,29-01-2019

Yang menyatakan

ii
Sindi Meilda
Margareta

NIM. 2016.03.023

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Wahyu Fuji Hariani, SST. M.kes Hariyani, S,ST

NIDN. 0716088601 NIDN. -

LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Laporan Tugas Akhir ini :

Nama : Sindi Meilda Margareta

Nim : 2016.03.023

Judul : Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista


Ovarium di Ruang Poli Kandungan RSUD Blambangan
Banyuwangi.

Telah disetujui untuk Dipertahankan pada Ujian Proposal Laporan Tugas Akhir
pada Tanggal 29-01-2019.

iii
Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Wahyu Fuji Hariani, SST. M.kes Hariyani, S,ST

NIDN. 0716088601 NIDN. -

Mengetahui,

Ka. Prodi DIII Kebidanan STIKES Banyuwangi

Indah Christiana, SST. M.Kes

NIDN. 0706018401

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Laporan Tugas Akhir ini :

Nama : Sindi Meilda Margareta

iv
Nim : 2016.03.023

Judul : Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista


Ovarium di Ruang Poli Kandungan RSUD Blambangan
Banyuwangi.

Telah Dipertahankan di Depan Penguji Ujian Propoisal Laporan Tugas Akhir


Program Studi D-III Kebidanan STIKes Banyuwangi pada tanggal 31-01-2019.

Mengesahkan

TIM PENGUJI

TANDA TANGAN

Ketua : Indah Christiana, SST, M.Kes ............................

Anggota : Endah Kusuma Wardani,SST.Keb, M.KM

Anggota 2 : Hariyani, S,ST ............................

Mengetahui,

Ketua STIKes Banyuwangi

DR. H. SOEKARDJO

NUPN.9907159603

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Laporan Tugas Akhir

v
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium di
Ruang Poli Kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi”, sebagai salah satu
syarat menyelesaikan Pendidikan Ahli Madya Kebidanan pada Program Studi
Diploma III Kebidanan STIKes Banyuwangi.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimahkasih
kepada :

1. Bapak DR. H. Soekardjo, S.Kep.MM. selaku Ketua STIKes Bnayuwangi,


yang telah memberikan kesempatan menyusun Proposal Laporan Tugas Akhir
ini.
2. Ibu Indah Christiana, SST, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Diploma III
Kebidanan STIKes Banyuwangi yang telah memberikan kesempatan menyusun
Proposal Laporan Tugas Akhir ini.
3. Ibu Wahyu Fuji Hariani, SST, M.Kes, selaku pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan sehingga Proposal Laporan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
4. Ibu Hariyani, S,ST, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan
bimbingan sehingga Proposal Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
5. Ruang Poli Kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penyusunan Proposal Laporan
Tugas AKhir.
6. Bapak, Ibu, Kakak dan adikku atas cinta, dukungan dan doa yang selalu
diberikan, sehingga Proposal Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan
7. Rekan seangkatan dan pihak-pihak yang terkait dan banyak membantu dalam
penyelesaian Proposal Laporan Tugas Akhir ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan pahala atas segala amal
baik yang telah diberikan dan semoga Proposal Laporan Tugas Akhir ini
berguna bagi semua pihak yang memanfaatkan.

Banyuwangi,……..Januari 2019

Penulis

vi
vii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul …………………………………………………………....


i
Surat Pernyataan …………………………………………………………...
ii

Lembar Persetujuan ………………………………………………………. .


iii

Lembar Pengesahan ………………………………………………………...


iv

Kata Pengantar ……………………………………………………………. .


v

Daftar Isi ………………………………………………………………….....


vii

Daftar Bagan ……………………………………………………………......


ix

Daftar Gambar………………………………………………………………
x

Daftar Singkatan …………………………………………………………....


xi

Daftar Lambang ………………………………………………………….....


xii

Daftar Lampiran …………………………………………………………....


xiii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………...……….......


1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………….....................

viii
4
1.3. Tujuan Penulisan …………………………………………........
5
1.4. Ruang Lingkup………………………………………………...
6
1.5. Manfaat Penelitian ………………………………….................
6.................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi ….…………………........


8
2.1.1. Definisi ……...……………………………………….....
8
2.1.2. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi ……………….....
12
2.2 Konsep Dasar Kista Ovarium …………………………….........
24
2.2.1. Definisi …….…………………………………………...
24
2.2.2. Etiologi …………….…………………………………...
25
2.2.3. Manifestasi Klinis ……………………………................
28
2.2.4. Potofisiologi ………………………………………........
30
2.2.5. Pathway ………………………………………………..
33
2.2.6. Klasifikasi ……………………………………………...
34
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang ……………………………......
38
2.2.8. Komplikasi ………………………………………….....
39
2.2.9. Pencegahan ………………………………………….....

ix
40
2.2.10. Penatalaksanaan …………………………………….....
41...........................................................................................
2.3. Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen Varney

dengan Kista Ovarium ................................................................


44
2.4. Kerangka Konsep ……………………………………………...
66

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR BAGAN

2.1 Bagan Pathway…………………………………………………………...


33

2.2 Bagan Kerangka Konsep………………………………………………....


66

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Genetalia Ekterna ………………………………………………... 14

Gambar 2.2 Kista Ovarium...................................................................................25

xii
DAFTAR SINGKATAN

WUS : Wanita usia subur

PMS : Penyakit Menular Seksual

USG : Ultrasonografi

WHO : World Health Organization

DEPKES : Departemen Kesehatan

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

IMS : Infeksi Menular Seksual

ISR : Infeksi Saluran Reproduksi

RI : Republik Indonesia

FSH : Follicle Stimulating Hormone

LH : Luteinizing Hormone

TSH : Thyroid Stimulating Hormone

LTH : Luteotrophic hormone

PIH : Prolactin Inhibitoty Hormone

xiii
BMI : Body Mass Index

HCTG : Human Chorionic Gonadropin

HB : Hemoglobin

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

HCG : Human Chorionic Gonadotropin

TTV : Tanda-tanda Vital

DX : Diagnosa

DO : Data Obyektif

DS : Data Subyektif

ABORSI : Keguguran

HIV : Human Immunodeficiency Virus

AIDS : Acquired Immuno Deficiency

PKRE : Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial

PKRK : Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif

xiv
DAFTAR LAMBANG

> : Lebih Dari

< : Kurang Dari

ͦͦ C : Derajat Celcius

mmHg : Milimeter raksa

gr : Gram

kg : Kilogram

“ : Petik dua

cm : Centimeter

% : Presentase

. : Titik

, : Koma

/ : Garis miring

- : Sampai

Sd : Sampai dengan

( : Buka kurung

) : Tutup kurung

xv
? : Tanda Tanya

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Matriks Jadwal Pelaksanaan Lampiran Tugas Akhir

Lampiran 2 Surat Pengajuan Judul Laporan Tugas Akhir

Lampiran 3 Surat Permohonan Data Awal dari PPPM STIKes Banyuwangi

Lampiran 4 Surat Pernyataan Pembimbing

Lampiran 5 Surat Balasan Dari RSUD Blambangan Banyuwangi

Lampiran 6 Lembar Permohonan Responden

Lampiran 7 Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 8 Lembar Konsultasi Pembimbing

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan yang menyeluruh

meliputi aspek fisik, mental, dan sosial bukan sekedar tidak ada penyakit

atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan gangguan reproduksi

(Setiyaningrum, 2014). Salah satu penyakit gangguan pada sistem

reproduksi adalah Kista ovarium. Kista ovarium (kista indung telur) berarti

kantung yang berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di

indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja.

(Setyorini, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015

angka kejadian tertinggi kista ovarium ditemukan pada negara maju dengan

rata — rata 10/100.000 orang, kecuali di Jepang (6,4/100.000) orang.

Insiden Amerika Serikat (7,7/100.000) relatif tinggi dibandingkan dengan

angka kejadian di Asia dan Afrika. (WHO, 2015). Berdasarkan data di

Indonesia terdapat angka kejadian kista ovarium pada tahun 2015 sebanyak

23.400 orang dan meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang

tinggi dapat disebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat

asimptomatik dan baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi

metastasis sehingga 60-70% pasien datang pada stadium lanjut (Kemenkes,

2016).

1
2

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di RSUD Blambangan

Banyuwangi di Poli Kandungan pada tanggal 1 Januari — Desember 2017

didapatkan data kejadian kista ovarium sebanyak 133 (12, 78%) kasus.

Dan dapat diketahui bahwa kejadian kista ovarium ini mengalami kenaikan

terbanyak pada tanggal 1 Januari 2018 s/d 1 Januari 2019 telah didapatkan

data kejadian Kista Ovarium Sebanyak 400 (22%) kasus.

(RSUD Blambangan, 2019).

Penyebab terjadinya kista ovarium adalah karena kegagalan sel telur

untuk berovulasi. Sebagian besar kista ovarium sering terjadi pada wanita

dimasa reproduksi, pada pemeriksaan mikroskopik kista tampak dilapisi

oleh epitel torak tinggi dengan inti pada dasar sel, jika terdapat sobekan di

dinding kista maka sel-sel epitel menyebar pada permukaan peritoneum

ronga perut yang akan menimbulkan penyakit menahun dengan musin terus

bertambah dan menyebabkan banyak perlekatan sehingga penderita

meninggal karena ileus dan inanisi. (Rasjidi, dkk. 2010). Adapun beberapa

faktor resiko timbulnya kista ovarium diantaranya adanya riwayat kista

sebelumnya, siklus menstruasi yang tidak teratur, ketidakseimbangan

hormon, gaya hidup tidak sehat, dan merokok (Arif dkk, 2016).

Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukkan adanya tanda dan gejala.

Sebagian besar yang ditemukan antara lain akibat pertumbuhan aktivitas,

hormon atau komplikasi dari tumor tersebut. Adapun tanda dan gejala dari

kista ovarium diantaranya nyeri saat menstruasi, siklus menstruasi tidak

teratur, nyeri pada saat buang air kecil dan buang air besar, nyeri saat

senggama dan nyeri pada punggung menjalar sampai kaki. Dampak dari
3

kista ovarium dapat berupa perdarahan, infeksi dan robekan pada dinding

kista. Kista ovarium dapat terjadi pada wanita yang biasanya memiki

riwayat kista ovarium, siklus haid tidak teratur, perut buncit, sulit hamil,

dan penderita hipotiroid (Aspiani, 2017).

Cara pencegahan penyakit kista ovarium yaitu Mengkonsumsi

banyak sayuran dan buah karena sayuran dan buah banyak mengandung

vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan stamina tubuh, Menjaga

pola hidup sehat, khususnya menghindari rokok dan sering olahraga,

Menjaga kebersihan area kewanitaan, hal tersebut untuk menghindari

infeksi mikroorganisme dan bakteri yang dapat berkembang disekitar area

kewanitaan. Mengurangi makanan yang berkadar lemak tinggi. Apabila

setiap individu mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi, hal

tersebut dapat menyebabkan gangguan hormon khususnya gangguan

hormon kortisol pemicu stress dan dapat pula terjadi obesitas, Mengunakan

pil KB secara oral yang mengandung hormon estrogen dan progesteron

guna untuk meminimalisir risiko terjadinya kista karena mampu mencegah

produksi sel telur (Nugroho, 2014). Selain itu, penanganan pada pasien

dengan kista ovarium dapat di lakukan observasi selama 1-2 bulan, karena

kista ovarium pada wanita usia subur (WUS) akan menghilang dengan

sendirinya setelah satu atau dua siklus menstruasi (Setyorini, 2016).

Namun, jika kista yang diderita semakin membesar atau mengarah pada

keganasan maka harus dilakukan tindakan pembedahan (operasi) yang

dilakukan pengambilan kista ovarium dengan tindakan laparoskopi dan

laparotomi (Setyorini, 2016).


4

Peran bidan mengenai kasus kista yaitu dengan melakukan

bimbingan dan peyuluhan kepada individu khususnya kepada wanita usia

reproduksi, melakukan asuhan kebidanan kesehatan reproduksi, masalah

reproduksi, memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada

individu, keluarga kelompok, dan masyrakat tentang penanggulangan

masalah keshatan khususnya yang berhubungan dengan kista ovarium,

memberikan asuhan kebidanan secara komfrehensif yang mencakup segala

kebutuhan klien serta mampu mengatasi masalah yang mungkin timbul pada

pasien yang mengalami tindakan operasi sehingga pasien dapat kembali

melakukan aktivitasnya (Nugroho, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas dan mengingat masih tingginya

gangguan kesehatan reproduksi dengan kista ovarium maka penulis tertarik

untuk melakukan studi pendahuluan dengan judul “Asuhan Kebidanan

Gangguan Reproduksi dengan Kista Ovarium di RSUD Blambangan

Banyuwangi tahun 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang

timbul adalah Bagaimana Penatalaksanaan asuhan kebidanan pada

gangguan reproduksi dengan kista ovarium di RSUD Blambangan

Banyuwangi tahun 2019 melalui pendekatan manajemen asuhan kebidanan

Varney?”
5

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis asuhan kebidanan gangguan reproduksi dengan

kista ovarium di RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Melakukan pengkajian pada ibu dengan kista ovarium di Ruang

Poli Kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.


2. Menginterpretasikan data dasar pada ibu dengan kista ovarium

di Ruang poli kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi

tahun 2019.
3. Mengantisipasi masalah potensial pada ibu dengan kista ovarium

di Ruang poli kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi

tahun 2019.
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada ibu dengan kista

ovarium di poli kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi

tahun 2019.
5. Menyusun intervensi pada ibu dengan kista ovarium di Ruang

poli kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.


6. Melaksanakan implementasi pada ibu dengan kista ovarium di

poli kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.


7. Melakukan evaluasi pada ibu dengan kista ovarium di poli

kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Sasaran

Sasaran yang dituju untuk memberikan asuhan kebidanan

gangguan reproduksi adalah wanita dengan kista ovarium.

1.4.2 Tempat
6

Tempat yang dipilih untuk memberikan asuhan kebidanan

gangguan reproduksi adalah di Ruang Poli Kandungan RSUD

Blambangan Banyuwangi.

1.4.3 Waktu

Waktu yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan

gangguan reproduksi adalah mulai bulan Maret 2019

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Secara Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, tentang gangguan

reproduksi wanita khususnya kista ovarium.

1.5.2 Manfaat Secara Praktis


1. Bagi Profesi Kebidanan
Menambah bahan referensi dalam memberikan pelayanan

yang lebih maksimal dalam menangani terjadinya kista ovarium,

agar dapat diketahui secara dini dan tidak berlanjut pada

keganasan.

2. Bagi Peneliti
Mengetahui tentang kista ovarium dan menambah ilmu

pengetahuan, tentang gangguan reproduksi wanita dan bisa

menerapkan asuhan kebidanan pada klien serta dapat menjadi

referensi bagi peneliti selanjutnya.


3. Bagi Instansi Rumah sakit
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam menerapkan

asuhan kebidanan pada pasien dengan kista ovarium di Ruang

poli Kandungan RSUD Blambangan Banyuwangi


7

4. Bagi Klien
Klien merasa puas, nyaman, serta menambah pengetahuan

klien untuk mencegah penyakitnya agar kista ovarium tidak

sampai menimbulkan keganasan setelah diberi tindakan

pembedahan dan terapi hormonal.


5. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah ilmu pengetahuan instansi pendidikan sehingga

dapat digunakan bahan ajar untuk peserta didik khususnya

mahasiswa kebidanan
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi

2.1.1 Definisi

Kesehatan Reproduksi ialah suatu keadaan yang menyeluruh

meliputi aspek fisik, mental, dan sosial bukan sekedar tidak ada penyakit

atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan gangguan reproduksi

(Setiyaningrum, 2014).

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial

yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan dalam segala

aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi. Atau suatu keadaan

dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya dan mampu

menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman

(Nugroho, 2010).

Kesehatan Reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental,

dan sosial yang utuh dan tidak hanya penyakit dan kelemahan dalam segala

hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya

(Setyorini, 2016).

1. Tujuan Kesehatan Repoduksi


1) Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan, kesadaran, perlindungan, pemenuhan

serta dukungan untuk pemenuhan hak reproduksi bagi semua

individu dan keluarga (Noviana dan Wilujeng, 2014).

2) Tujuan Khusus

8
9

1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran keluarga dengan

anggotanya tentang hak-hak reproduksi.


2. Terpenuhinya hak-hak reproduksi seluruh keluarga dan

anggotanya.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi pemberi

pelayanan tentang tindak lanjut pelanggaran hak-hak

reproduksi.
4. Meningkatkan kesadaran seluruh anggota masyarakat mengenai

pentingnya penegakan hak-hak reproduksi (Noviana dan

wilujeng, 2014).
2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
1) Ruang lingkup kesehatan reproduksi, mencakup keseluruhan hidup

manusia sejak lahir sampai meninggal. Maka pendekatan siklus

hidup (life cycle approach) yang di dalamnya terdapat isu kesetaraan

gender, martabat, pemberdayaan perempuan, dan serta tanggung

jawab laki-laki (Setiyaningrum, 2014).


Pada prinsip pelayanan kesehatan reproduksi meliputi:
a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi

(ISR) termasuk Penyakit Menular Seksual (IMS)-HIV AIDS.


c. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
d. Kesehatan reproduksi remaja
e. Pencegahan dan penanganan infertilitas
f. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis
g. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misal kanker serviks,

dan lain-lain (Setiyaningrum, 2014).


Berdasarkan penerapan pelayanan kesehatan reproduksi oleh

Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara integrative dalam

memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang

menjadi masalah pokok di Indonesia yang disebut paket Pelayanan

Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), antara lain:


a. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b. Keluarga berencana
10

c. Kesehatan reproduksi remaja


d. Pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi,

termasuk HIV/AIDS (Setiyaningrum, 2014)


3. Masalah / Gangguan pada Kesehatan Reproduksi
Berdasarkan hasil penelitian dari Safitri (2016) ada beberapa

masalah gangguan pada kesehatan reproduksi, antara lain:


1) Infertilitas
2) Kanker serviks
3) Kanker payudara
4) Mioma uteri
5) Kista ovarium
6) Gangguan haid (Premenstrual Syndrome)
7) Unwared pregnancy (aborsi)
8) Keganasan dan penyakit sistemik
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi

terutama wanita menurut (Setiyaningrum, 2014) yaitu :


1) Faktor genetik
Merupakan modal utama atau dasar faktor bawaan yang normal,

misalnya jenis kelamin, suku dan bangsa


2) Faktor sosial,Ekonomi dan demografi
Merupakan kemiskinan tingkat pendidikan yang rendah dan

ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi

serta lokasi tempat tinggal yang terpencil


3) Faktor budaya dan lingkungan
Merupakan komponen biologis yang meliputi organ tubuh, gizi,

perawatan, kebersihan lingkungan, pendidikan, sosial budaya,

tradisi, agama, adat, ekonomi, politik.


4) Faktor perilaku
Merupakan keadaan perilaku tumbuh kembang anak. Perilaku yang

tertanam pada masa kanak-kanak akan terbawa dalam kehidupan ke

depannya.
5) Faktor Psikologis
Merupakan dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi

karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita

terhadap pria yang memberi kebebasan secara materi.


11

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi

1. Organ Reproduksi Wanita


Organ reproduksi wanita terdiri atas organ genetalia eksterna

dan organ genetalia interna. Organ genetalia eksterna dan vagina adalah

bagian untuk senggama, sedangkan organ genetalia interna adalah

bagian untuk ovulasi, tempat pembuahan sel telur, transportasi

blastokis, implantasi, dan tumbuh kembang janin (Prawirohardjo, 2014).


2. Organ Reproduksi luar (Genetalia Eksterna)
Organ reproduksi eksterna merupakan bagian organ reproduksi

wanita yang terlihat dari luar. Organ reproduksi luar terdiri dari:
1) Vulva (Pudenda)
Meliputi seluruh eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis

sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora, dan labia

minora, klitoris, selaput dara (hymen), vestibulum, muara uretra,

berbagai kelenjar, dan struktur vaskular (Prawirohardjo, 2014).


2) Mons veneris (Mons pubis)
Merupakan bagian yang menonjol dibagian atas simfisis pada

perempuan setelah pubertas tertutup oleh rambut kemaluan. Pada

perempuan umumnya batas atas rambut yaitu melintang sampai

pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai ke sekitar anus

dan paha (Prawirohardjo, 2014).

3) Labia mayora
Labia mayora terdiri atas bagian kanan dan bagian kiri, lonjong,

mengecil ke bawah, terisi jaringan lemak serupa dengan yang ada di

mons pubis (Maryunani, 2010).


4) Labia minora (nymphae)
Labia minora adalah dua lipatan kulit tipis tidak berambut, terletak

edial terhadap labia mayor dan berawal dari klitoris (Aspiani, 2017).
5) Klitoris
12

Klitoris merupakan organ pendek yang dapat bereaksi dengan

glans, dan serupa dengan penis pria, serta mengandung banyak

urat-urat saraf sensoris, dan pembuluh-pembuluh darah (Aspiani,

2017).
6) Hymen
Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina mempunyai

bentuk yang berbeda-beda dari semilunar (bulan sabit) sampai yang

berlubang-lubang yang ada pemisahnya. Biasanya hymen berlubang

sebesar ujung jari sehingga getah dari genetalia interna dan darah

haid dapat mengalir keluar (Aspiani, 2017).


7) Perineum
Perineum terletak antara vulva dan anus, serta memiliki panjang

dengan rata-rata 4 cm (Aspiani, 2017).

8) Vestibulum
Merupakan celah jaringan antara labia minora yang terlihat ketika

labia minora, anterior oleh klitoris dan dorsal oleh fourchet

(Aspiani, 2017).
13

Sumber: Prawiroharjo, 2014

Gambar 2.1. Genatalia Eksterna

3. Organ reproduksi dalam (Genetalia Insterna)


Organ reproduksi interna merupakan bagian organ reproduksi

wanita bagian dalam. Organ reproduksi luar terdiri dari:


1) Vagina
Vagina (lubang kemaluan) menghubungkan vulva dengan uterus

yang terletak antara saluran kemih dan anus, arahnya sejajar dengan

arah dari pinggir atas sympisis ke promontorium dengan panjang

6,5-9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-lipat disebut

rugae ditengahnya ada bagian yang lebih keras, dan setelah

melahirkan sebagian dari rugae ini akan menghilang (Aspiani,

2017).
2) Uterus
Uterus merupakan struktur muscular tunggal yang berbentuk buah

pir yang terletak diantara vesica urinaria dan rectum pada pelvis

wanita (Aspiani, 2017).


3) Tuba Fallopi
Tuba Fallopi merupakan struktur saluran bilateral yang keluar dari

ujung uterus kanan dan kiri yang memiliki panjang 12-13 cm. Tuba

Fallopi berfungsi membawa sperma dan telur ke tempat terjadinya

fertilisasi di dalam tuba dan mengembalikan zigot yang telah dibuahi

ke dalam rongga uterus untuk proses implantasi (Aspiani, 2017).


4) Ovarium
Ovarium merupakan organ utama pada wanita yang berjumlah

sepasang indung telur kanan dan kiri. Mesovarium dapat

menggantung ovarium dibagian belakang ligamentum latum bagian

kiri dan kanan. Ovarium ini memiliki ukuran panjang kira-kira 4 cm,

lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau hilusnya yang
14

berhubungan dengan mesovarium ditempat ditemukannya pembuluh

darah dan serabut saraf. Pada ujung ovarium yang berhubungan

dengan uterus melalui ligamentum ovarii propium, tempat

ditemukannya jaringan otot di ligamentum rotundum (Prawiroharjo,

2014).

4. Fisiologi Sistem Reproduksi

Berdasarkan fungsinya (fisiologi), alat reproduksi wanita

mempunyai 3 fungsi diantaranya:


1. Fungsi seksual
Di dalam fungsi seksual, alat yang berperan adalah vulva dan vagina.

Kelenjar pada vulva yang dapat mengeluarkan cairan berguna sebagai

pelumas pada saat senggama dan juga berfungsi sebagai jalan lahir

(Maryunani, 2010).
2. Fungsi hormonal
Peran indung telur rahim di dalam mempertahankan ciri kewanitaan dan

pengaturan menstruasi. Perubahan-perubahan fisik dan psikis yang

terjadi sepanjang kehidupan seorang wanita erat hubungannya dengan

fungsi ovarium yang menghasilkan hormon estrogen dan progesterone

(Maryunani, 2010).
3. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi yang dimaksud disini yaitu melanjutkan keturunan.

Tugas reproduksi dilakukan oleh ovarium, saluran telur dan rahim. Sel

telur yang setiap bulannya dikeluarkan dari kantung telur pada saat

masa subur dan menyatu dengan sel benih pria (spermatozoa) kemudian

membentuk organisme baru (zygote), pada saat inilah ditentukan jenis

kelamin janin serta sifat genetiknya. Selanjutnya zygote akan terus

berjalan disepanjang saluran telur dan masuk kedalam rahim. Biasanya

pada bagian atas rahim zygote akan menanamkan diri dan berkembang
15

sebagai janin yang kemudian lahir pada umur kehamilan yang cukup

bulan. Masa subur pada siklus haid 28 hari, dan terjadi sekitar 14 hari

pertama haid (Maryunani, 2010).


Sedangkan menurut Aspiani (2017), dijelaskan bahwa fisiologi sistem

reproduksi diantaranya:
1) Menstruasi
Wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara

teratur mengeluarkan darah dari alat kelaminnya yang disebut

dengan menstruasi (haid). Siklus menstruasi selama kurang lebih 1

bulan dapat dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu:


a. Stadium Menstruasi (Stadium Desquamasi)
Pada stadium ini, endometrium dilepaskan dari dinding uterus

disertai dengan perdarahan, hanya lapisan tipis yang tinggal

disebut stratum basale, dan stadium berlangsung 4 hari. Darah

yang keluar selama proses menstruasi disertai potongan-

potongan endometrium dan lendir dari Cerviks. Darah ini tidak

membeku karena ada fermen yang mencegah pembekuan darah

dan mencairkan potongan-potongan mukosa. Jika banyak darah

dan mencairkan potongan-potongan mukosa yang keluar maka

fermen tersebut tidak mencukupi sehingga menimbulkan bekuan

darah dalam darah menstruasi. Banyaknya perdarahan saat

menstruasi normal adalah kurang lebih sekitar 50cc (Aspiani,

2017).

b. Stadium Post Menstruasi (Stadium Regenerasi)


Luka yang terjadi karena endometrium dan dilepaskan secara

berangsur-angsur dapat ditutup kembali oleh selaput lendir baru

yang terjadi dari sel epitel kelenjar-kelenjar endometrium. Pada


16

stadium ini, tebal endometrium kurang kebih sekitar 0,5 mm,dan

berlangsung kurang lebih selama 4 hari serta sudah mulai waktu

stadium menstruasi (Aspiani, 2017).


c. Stadium Intermenstruasi (Stadium Proliferasi)
Pada stadium ini, endometrium tumbuh lebih tebal kurang lebih

sekitar 3,5 mm. Kelenjar-kelenjar pada tumbuhnya lebih cepat

dari jaringan yang lain hingga berkelok. Stadium proliferasi ini

berlangsung dari haid ke-5 hingga haid ke-14 dari hari pertama

haid (Aspiani, 2017)


d. Stadium Pra Menstruasi (Stadium Sekresi)
Pada stadium ini, tebal endometrium tetap tetapi bentuk kelenjar

berubah menjadi panjang. Berliku dan mengeluarkan getah.

Dalam endometrium yang sudah tertimbun oleh glycogen dan

kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur. Pada

endometrium ini sudah dapat dibedakan lapisan atas yang padat

(stratum compactum) Yang hanya dapat ditembus oleh saluran-

saluran yang keluar dari kelenjar, lapisan yang banyak lubangnya

(stratum spongiosum) karena disini terdapat rongga-rongga dari

kelenjar-kelenjar dan lapisan bawah yang disebut dengan

stratum basale. Selain itu, stadium ini berlangsung dari hari ke

14-28. Jika tidak terjadi kehamilan, maka endometrium ini

dilepaskan dengan perdarahan dan berulang lagi pada siklus

menstruasi. (Aspiani, 2017).


4. Siklus Ovarium
Perubahan-perubahan yang terjadi pada endometrium yang tidak

berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam

ovarium. Di dalam ovarium terdapat banyak sel-sel telur muda yang

dikelilingi oleh sel-sel gepeng yang disebut follikel primordial. Sebelum


17

pubertas ovarium masih istirahat, karena pengaruh salah satu hormone

dari lobus anterior hipofise yaitu hormone perangsang follikel (follikel

Stimulating Hormone/FSH), maka follikel primordial mulai tumbuh,

walaupun biasanya hanya satu yang menjadi matang dan kemudian

pecah sedangkan yang lain mati. (Aspiani, 2017).


Terjadinya pematangan follikel primordial yaitu mula-mula sel-

sel sekeliling ovum berlipat ganda, kemudian diantara sel-sel ini timbul

sebuah rongga yang berisi cairan yaitu liquor folliculi. Ovum sendiri

terdesak ke pinggir dan terdapat ditengah tumpukan sel yang dapat

menonjol ke rongga follikel dan tumpukan sel dengan sel telur tersebut

di dalamnya disebut Cumulus oophorus. Antar sel telur dan sel

sekitarnya terdapat Zona pellucida. Sel-sel granulose lainnya yang

membatasi ruangan follikel disebut Membrana granulose. Dengan

timbulnya follikel jaringan ovarium sekitar follikel tersebut, terdesak

keluar dan membentuk dua lapisan yaitu Theca interna yang banyak

mengandung pembuluh darah dan Theca externa yang terdiri dari

jaringan ikat yang padat (Aspiani, 2017).


Pada permukaan ovarium sel-sel menjadi tipis sehingga pada

waktu follikel akan pecah yang mengakibatkan keluarnya liquor

folliculi bersamaan dengan ovum yang dikelilingi oleh sel-sel cumulus

oophorus. Keluarnya sel telur dari follikel de graaf dan pecahnya

follikel de graaf disebut ovulasi. Sel-sel granulosa yang mengelilingi sel

telur yang telah bebas itu disebut Corona radiate. Setelah ovulasi, maka

sel-sel granulosa dari dinding follikel mengalami perubahan dan

mengandung zat warna kuning yang disebut lutein. Dengan demikian

sisa follikel berubah menjadi butir yang kuning disebut Corpus Luteum.
18

Corpus Luteum mengeluarkan hormone yang disebut estrogen dan

progesterone. Bila terjadi konsepsi (pembuahan) maka Corpus Luteum

akan menjadi Corpus Luteum Graviditatum,tetapi bila tidak terjadi

proses pembuahan maka Corpus Luteum menjadi Corpus Luteum

Menstruatinoum (Aspiani, 2017).


Corpus Luteum Graviditatum mempunyai masa hidup kira-kira

8 hari setelah berdegenerasi dan diganti dengan jaringan ikat yang

menyerupai stoma ovarium. Corpus Luteum yang berdegenerasi disebut

corpusnalbican maka pembentukan hormone progesteron dan estrogen

mulai berkurang bahkan berhenti sama sekali. Hal ini menyebabkam

iskemia dan nekrosis endometrium yang disusul dengan menstruasi.

Esrerogen menyebabkan proliferasi disebut juga fase folikuler atau

praovulatoir yang berlangsung dari hari pertama menstruasi sampai

ovulasi. Setelah terjadi ovulasi maka sel telur yang meupakan sel

terbesar dan badan manusia dengan ukuran kurang lebih 0,2 mm.

Masuk kedalam tuba dan terus di angkut ke cavum uteri. Hal Ini terjadi

kemungkinan karena waktu ovulasi ujung ampulla tuba menutup

permukaan ovarium dan selanjutnya sel telur digerakkan peristaltic dan

rambut getar dari sel-sel selaput lendir tubah kearah cavum uteri

(Aspiani, 2017).
Jika tidak terjadi kehamilan maka sel telur mati dalam beberapa

jam. Juka terjadi kehamilan maka terjadi pertemuan dan persenyawaan

dari sel telur ke sel sperma dalam ampulla tuba. Sel telur yang dibuahi

itu berjalan ke cavum uteri dan menanamkan diri dalam endometrium

(nidasi). Zygot (sel telur yang dibuahi) mengeluarkan hormone-hormon

hingga corpus luteum yang biasanya hidup kurang lebih 8 hari tidak
19

mati dan tumbuhh menjadi besar dan disebut Corpus Luteum

Graviditatum yang hidup sampai bulan ke IV kehamilan. Setelah bulan

ke IV fungsinya diambil alih oleh plasenta. Karena corpus luteum tidak

mati dan menjadi lebih tebal dan berubah menjadi Desidua. Sehingga

selama kehamilan tidak terjadi menstruasi (Aspiani, 2017).


Menurut Aspiani (2017) hipofise bagian anterior menghasilkan

jenis hormon, diantaranya yaitu:


1) Follicle Stimulating Hormone (FSH)
FSH dalam jumlah besar dapat ditemukan pada urine wanita yang

sudah menopause. FSH ini mulai ditemukan pada gadis umur 11

tahun dan jumlahnya terus bertambah sampai dewasa. FSH ini

dibentuk oleh sel B (Basophil) dari lobus anterior hipofise.

Pembentukan FSH ini akan berkurang pada pembentukan atau

pemberian estrogen dalam jumlah yang cukup. Suatu keadaan yang

dapat juga ditemukan pada kehamilan (negatif feed back).


2) Luteinizing Hormone (LH)/Interstitial Cell Stimulating Hormone

(ICHS)
LH dapat isolir dari urin laki-laki maupun wanita, ditemukan banyak

pada wanita menopause. LH bekerja dengan FSH menyebabkan

terjadinya sekresi estrogen dari follikel de graaf. LH juga dapat

menyebabkan penimbunan substansi pendahulu progesterone dalam

sel granulose. Bila estrogen dibentuk dalam jumlah yang cukup

besar maka akan menyebabkan pengurangan FSH, sedangkan

produksi LH malah bertambah sehingga tercapai suatu rasio

produksi FSH dan LH yang dapat merangsang terjadinya ovulasi.


3) Luteotropin (LTH)/Prolactin
LTH dapat ditemukan pada wanita yang mengalami menstruasi,

terbanyak pada urine wanita hamil, pada masa laktasi dan post
20

menopause. Yang dibentuk oleh sel Alpha (Acidophil) dari lobus

anterior hipofise, dan fungsi hormone ini adalah untuk memulai dan

mempertahankan produksi progesterone dari corpus luteu. Hipofise

juga dirangsang dan diatur oleh Hipotalamus yang menghasilkan

Gonadropin Releasing Factors (Hypophysiotropin). Fungsi

Hipotalamus yaitu pada tuber cinerum terdapat Sex centrum yang

menghasilkan zat bersifat decapeptid dan disebut releasing factors

yang merangsang Hipofise untuk melepaskan gonadotropin.


4) Saat Ovulasi
Saat ovulasi perlu diketahui untuk menentukan masa subur dari

seorang wanita, karena kehamilan hanya mungkin jika coitus terjadi

saat ovulasi. Ovulasi ini terjadi kurang lebih 14 hari sebelum

menstruasi yang akan datang. Menentukan ovulasi bukan dari

menstruasi sebelumnya tetapi dari menstruasi yang akan dating,

karena ternyata bahwa dari siklus itu stadium sekresi yang tetap

karena corpus luteum mempunyai umur yang tertentu kurang lebih

8 hari. Pada wanita dengan siklus 28 hari ovulasi terjadi pada hari

ke-14 dari siklus, sedangkan pada wanita dengan siklus 35 hari

ovulasi terjadi pada wanita dengan siklus 35 hari ovulasi terjadi

pada hari ke-21. Cara penentuan masa ovulasi ini tidak dapat

digunakan pada wanita yang tidak teratur menstruasinya, maka

digunakan cara lain yaitu dengan mengukur temperature basal setiap

hari dan membuat curve dari pengukuran tersebut. Temperatur basal

adalah temperatur yang diukur pada pagi hari sebelum bangun,

maka atau minum dan diambil rectal. Ternyata temperature itu lebih

rendah pada bagian pertama dari siklus. Jadi pada saat ovulasoi, dan
21

terjadi peningkatan suhu yang biasanya didahului oleh penurunan

suhu (Aspiani, 2017).

2.2 Konsep Dasar Kista Ovarium

2.2.1 Definisi Kista Ovarium

Kista ovarium adalah kantung yang berisi cairan, biasanya

berukuran kecil yang berada diindung telur (ovarium).Kista indung telur

dapat terbentuk kapan saja, pada periode masa subur sampai monepouse,

juga selama masa kehamilan (Nugroho, 2012).

Kista ovarium ini merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang

paling sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar

kista terbentuk karena perubahan hormon yang terjadi selama siklus

menstruasi produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Kista ovarium

merupakan benjolan yang besar, seperti balon yang berisi cairan yang

tumbuh di indung telur. Kista tersebut juga disebut kista fungsional karena

terbentuk selama siklus menstruasi normal atau setelah telur dilepaskan

sewaktu ovulasi (Aspiani, 2017).

Kista merupakan kantong yang berisi cairan. Kista ovarium (kista

indung telur), normalnya berukuran kecil yang dapat terbentuk kapan saja

pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan

(Setyorini, 2016)
22

Jadi Kista ovarium adalah suatu tumor, baik kecil maupun yang

besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Dalam kehamilan tumor ovarium

yang di jumpai paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista

lutein, tumor yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam

rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala dalam panggul

(Winjosastro, 2011).

Sumber : (Aspiani, 2017)

Gambar 2.2 Kista ovarium

2.2.2 Etiologi

Penyebab dari kista ovarium sampai saat ini masih belum

sepenuhnya dimengerti, beberapa teori menyebutkan adanya gangguan

dalam pembentukan estrogem dan dalam mekanisme umpan balik kista

ovarium dan hipotalamus. Penyebab terjadinya kista ovarium adalah

kegagalan sel telur atau follikel untuk berovulasi (Aspiani, 2017).


23

Berdasarkan penelitian dari Arif, dkk (2016) tentang faktor resiko

pembentukan Kista Ovarium, yaitu :

1) Usia
Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat kanker) terjadi pada

wanita kelompok usia reproduktif. Kista ovarium bersifat ganas sangat

jarang, akan tetapi wanita yang memasuki masa menopause (usia 50-

70) lebih beresiko memiliki kista ovarium ganas.


2) Status menopause
Saat wanita telah memasuki masa menopause, ovarium dapat menjadi

tidak aktif dan dapat menghasilkan kista akibat tingkat aktifitas wanita

menopause yang rendah.


3) Pengobatan infertilitas
Pengobatan infertilitas dengan konsumsi obat kesuburan dilakukan

dengan induksi ovulasi dengan gonadotropin (konsumsi obat

kesuburan). Gonadropin yang terdiri dari FSH dan LH dapat

menyebabkan kista berkembang.


4) Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua

puncak kadar (Human Chorionic Gonadropin).


5) Hipotiroid
Hipotiroi merupakan kondisi menurunnya sekresi hormon tiroid yang

dapat menyebabkan kelenjar pituitary memproduksi TSH (Thyroid

Stimulating Hormon) lebih banyak sehingga kadar TSH meningkat.

TSH merupakan faktor yang yang memfasilitasi perkembangan kista

ovarium folikel.
6) Merokok
Kebiasaan merokok juga merupakan salah satu faktor resiko untuk

pertumbuhan kista ovarium fungsional. Semakin meningkat resiko

terjadinya kista ovarium fungsional dan semakin menurun indeks massa

tubuh (BMI) jika seseorang merokok.


7) Ukuran massa
24

Kista ovarium fungsional pada umumnya berukuran kurang 5 cm dan

akan menghilang dalam waktu 4 - 6 minggu. Sedangkan pada wanita

pascamenopause, kista berdiameter lebih dari 5 cm memiliki

kemungkinan besar bersifat ganas.


8) Kadar serum pertanda tumor CA-125
Kadar CA125 yang meningkat dapat menunjukkan bahwa kista

ovarium tersebut bersifat ganas. Kadar abnormal CA125 pada wanita

usia reproduktif dan premenopause adalah lebih dari 200 U/Ml,

sedangkan pada wanita menopause adalah 35 U/Ml atau lebih.


9) Kontrasepsi
Kandungan estrogen dan progestin dalam kontrasepsi dapat mencegah

terbentuknya kista. Penggunaan IUD (Intrauterine Device) atau

konsumsi hormonal dapat menurunkan resiko terbentuknya kista

ovarium.

10) Riwayat keluarga dan riwayat pribadi


Riwayat keluarga dan riwayat pribadi dapat berupa kanker ovarium,

endometrium, payudara, dan kolon yang menjadi perhatian khusus.

Semakin banyak jumlah keluarga yang memiliki riwayat kanker

tersebut, dan semakin dekat tingkat hubungan keluarga, maka semakin

besar resiko seorang wanita terkena kista ovarium.


11) Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terbentuknya kista

ovarium, karena alkohol dapat meningkatkan kadar estrogen. Kadar

estrogen yang meningkat ini dapat mempengaruhi pertumbuhan follikel.

Resiko rendah konsumsi alkohol adalah tidak lebih dari 3 kali dalam 1

hari dan tidak lebih dari 7 kali dalam 1 minggu.


12) Obesitas
Wanita obesitas (BMI ≥ 30 Kg/m2) lebih beresiko terkena kista

ovarium baik jinak maupun ganas. Jaringan lemak memproduksi


25

banyak jenis zat kimia, salah satunya adalah hormon estrogen yang

dapat mempengaruhi tubuh. Hormon estrogen merupakan faktor utama

terbentuknya kista ovarium.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukkan adanya tanda dan

gejala. Sebagian besar yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan aktivitas

hormon atau komplikasi tumor tersebut. Kebanyakan wanita dengan kista

ovarium ini tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama. Gejala

umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik (Aspiani,2017).

1. Tanda dan gejala kista ovarium antara lain :


a. Menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri
b. Nyeri saat bersenggama
c. Perdarahan menstruasi yang tidak biasa (mungkin perdarahan lebih

lama, mungkin lebih pendek, atau mungkin tidak keluar darah

menstruasi pada siklus biasa atau siklus menstruasi tidak teratur).


d. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul

menyebabkan nyeri spontan dan sakit di perut


e. Asites
f. Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta organ-organ di dalam

rongga perut (usus dan hati)


g. Perut membuncit, kembung, mual dan gangguan nafsu makan
h. Gangguan buang air besar dan kecil
i. Sesak nafas dikarenakan penumpukan cairan yang terjadi pada

rongga dada dikarenakan penyebaran penyakit ke rongga dada yang

mengakibatkan penderita sangat merasa sesak nafas. (Aspiani,

2017).

Sedangkan menurut Anurogo (2016), bahwa kista ovarium sering

timbul tanpa gejala. Dapat disertai nyeri, misalnya nyeri saat menstruasi,

nyeri perut bagian bawah, nyeri saat berkemih, dan nyeri saat buang air
26

besar. Bisa juga jumlah darah yang keluar banyak. Beberapa kista

memperlihatkan tanda dan gejala yang khas yaitu :

a. Kista folikuler

Berukuran lebih dari 2,5 cm, biasanya sekitar 3-8 cm. Meskipun secara

umumnya tanpa gejala, dapat terjadi siklus menstruasi yang tidak teratur,

perdarahan di luar siklus menstruasi, atau terpuntir. Bila ukurannya

membesar, menyebabkan nyeri panggul dan nyeri saat bersencggama.

b. Kista korpus luteum


Berukuran 3 — 11 cm ditandai dengan nyeri setempat dan tidak

menstruasi. Bila terpuntir atau robek dapat menimbulkan nyeri hebat.


c. Kista teka lutein
Muncul di dua sisi, berisi cairan jernih, dan terkadang ada nyeri pada

panggul. Bila robek, dapat terjadi perdarahan di dalam rongga perut.


d. Kista pada luteoma kehamilan
Ukurannya mencapai 20 cm, lunak dan berwarna kecokelatan.

Perdarahan yang terjadi dapat berfungsi secara fokal (terpusar).

Pendapat lain tentang manifestasi klinis dari kista ovarium menurut

Setyorini (2016) yaitu: sering timbul tanpa gejala, siklus menstruasi tidak

lancar, nyeri saat senggama, nyeri saat menstruasi, nyeri perut bagian

bawah, dan saat buang air kecil dan buang air besar, serta nyeri

punggung yang terkadang menjalar sampai ke kaki.

2.2.4 Patofisiologi

Kista terdiri atas folikel-folikel praovulasi yang telah mengalami

berhasil atresia (degenerasi). Wanita yang mengidap ovarium polikistik,


27

ovarium utuh dan FSH dan LH tetapi tidak terjadi ovulasi ovum. Kadar

FSH di bawah normal sepanjang stadium folikular daur hidup, sementara

kadar LH lebih tinggi dari normal, tetapi tidak memperlihatkan lonjakan.

Peningkatan LH yang terus-menerus menimbulkan pembentukan androgen

dan estrogen oleh folikel dan penambahan adrenal. Folikel anovulasi

berdegenerasi dan membentuk kista yang menyebabkan terjadinya ovarium

polikistik. Kista bermetastasis dengan invasi langsung yang berdekatan

dengan perut dan panggul dan sel-sel yang menempatkan diri pada rongga

perut dan panggul. Penyebaran awal kanker ovarium dengan jalur intra

peritonial dan limfasik muncul tanda atau gejala spesifik. Gejala tidak pasti

yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada

panggul, sering berkemih, disuria dan perubahan fungsi gastro intestinal,

seperti rasa penuh, mual, tidak enak di perut, cepat kenyang dan

konstipasi . Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal

vagina sekunder akibat hiperplasia endometrium, jika tumor menghasilkan

estrogen beberapa tumor menghasilkan testosteron dan menyebabkan

virilisasi (Aspiani, 2017).

Kista non-neoplastik sering ditemukan, tetapi bukan masalah serius.

Kista folikel dan luteal di ovarium sering ditemukan sehingga hampir

dianggap sebagai varian fisiologik Kelainan yang tidak berbahaya ini berasal

dari folikel de graaf yang tidak ruptur atau pada folikel yang sudah pecah

dan segera menutup kembali. Kista demikian seringnya adalah multiple dan

timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya

kecil dengan diameter 1 - 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening,

tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak sampai mencapai


28

diameter 4 - 5 cm sehingga diraba massa dan menimbulkan nyeri panggul.

Jika kecil, kista ini dilapisi granulosa atau sel teka, tetapi seiring dengan

penimbunan cairan akibat tekanan yang dapat menyebabkan atropi sel

tersebut. Terkadang kista ini pecah, dapat menyebabkan perdarahan

intraperitonium, dan gejala akut pada perut (Aspiani, 2017).


29

2.2.5 Pathway
Degenerasi Ovarium Infeksi ovarium

Cistoma Ovari Histerektomi

Kurang informasi Pembesaran ovarium Converektomi, kistektomi

Kurang pengetahuan Rupture ovarium

Ansietas Resiko perdarahan

Komplikasi peritonitis Gangguan perkusi jaringan

Peritonitis Metabolisme menurun

Luka operasi
Hipolisis→asam
Resiko perdarahan laknat→kelebihan
Diskontinuitas jaringan
Gangguan metabolisme

Deficit perawatan diri

Nyeri Port d entri

Resiko cidera Resiko infeksi

Reflek menelan dan muntah Anastesi


Nervus

Resiko aspirasi Peristaltic usus menurun

Konstipasi Absorbs air di kolon


30

Sumber: (Aspiani, 2017)

Bagan 2.1 Pathway Kista Ovarium

2.2.6 Klasifikasi

a. Kista Fungsional

Kista Fungsional disebut juga kista fisiologis. Kista ini merupakan

jenis kista yang paling banyak ditemukan pada wanita. Kista fungsional

berasal dari sel telur dan korpus luteum yang terjadi bersamaan dengan

siklus menstruasi normal. Kista ini berukuran kurang dari 6 cm, permukaan

rata dan bergerak. Selain itu, kista tumbuh setiap bulan dan pecah pada

masa subur untuk melepaskan sel telur yang siap dibuahi oleh sperma.

Setelah pecah, kista normal akan menjadi kista folikuler dan saat menstruasi

akan menghilang dengan sendirinya. Kista normal terdiri dari kista folikel

dan kista korpus luteum. Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan

gejala dan dapat menghilang dengan sendirinya dalam waktu 6-8 minggu

(Setyorini, 2016).

Menurut Aspiani (2017), beberapa jenis Kista Ovarium Non

Neoplastik (kista fungsional) diantaranya:

1. Kista folikel
Kista folikel ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai

berevolusi, namun tumbuh terus menjadi kista folikel atau dari beberapa
31

folikel primer yang setelah tumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak

mengalami atresia yang lazim. Melainkan memperbesar menjadi kista.

Kista ini biasanya asimptomatik kecuali jika robek. Di mana masalah ini

terdapat nyeri pada panggul. Jika kista tidak robek, biasanya menyusut

setelah 2 - 3 siklus menstruasi (Aspiani, 2017).

2. Kista corpus luteum


Dalam keadaan normal, korpus luteum akan mengecil menjadi

korpus albikans. Terkadang korpus luteum akan mempertahankan diri

(korpus luteum persistens), perdarahan yang sering terjadi di dalamnya

menyebabkan terjadinya kista, berisi cairan yang berwarna coklat tua

karena darah tua. Dinding kista terdiri dari lapisan berwarna kuning dan

sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel teka (Aspiani, 2017).


Terjadi setelah ovulasi dan karena meningkatkan sekresi dan

progesterone akibat dari peningkatan cairan di korpus luteum ditandai

dengan menggunakan nyeri, tendendernes pada ovari, keterlambatan

menstruasi dan siklus menstruasi yang tidak teratur atau terlalu panjang.

Adanya kista dapat juga menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah

dan perdarahan yang berulang menyebabkan ruptur. Ruptur dapat

mengakibatkan haemoraghe intraperitoneal, dan biasanya kista corpus

luteum hilang selama 1 - 2 siklus menstruasi (Aspiani, 2017).


3. Sindroma polikistik ovarium
Terjadi ketika endokrin tidak seimbang sebagai akibat estrogen

yang terlalu tinggi, testosteron dan LH serta penurunan sekresi FSH.

Tanda dan gejala terdiri dari obesitas, hirsurism (kelebihan rambut di

badan), menstruasi tidak teratur, infertilitas (Aspiani, 2017).


4. Kista Theca-lutein
Kista ini dapat terjadi pada saat kehamilan, dan lebih jarang di

luar kehamilan. Kista lutein yang sebenarnya, umumnya berasal dari


32

korpus luteum hematoma. Kista ini biasanya bilateral, kecil dan lebih

jarang disbanding kista folikel atau kista korpus luteum. Kisa theka

lutein diisi oleh cairan berwarna kekuning-kuningan, secara perlahan

terjadi reabsorpsi dari unsur-unsur darah sehingga akhirmya tertinggal

cairan yang jernih atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama

dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian lapisan lutein sehingga pada

kista teka lutein yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringan

jaringan perut (Aspiani, 2017).

b. Kista Abnormal
Maksud dari kista abnormal di sini tidak normal, tidak umum

atau tidak biasanya (ada, timbul, muncul, atau terjadi). Semua tipe atau

bentuk kista selain kista fungsional (kista normal) adalah kista

abnormal, misalnya:

1. Kistadenoma
Berasal dari pembungkus ovarium yang tumbuh menjadi kista

dan dapat menyerang kedua ovarium. Masalah yang ditimbulkan akibat

penekanan pada bagian pada tubuh seperti vesika urinaria sehingga

dapat menyebabkan inkontinesia atau retensi. Jarang terjadi tetapi

mudah menjadi ganas Pada usia di atas 45 tahun atau kurang dari 20

tahun (Aspiani, 2017).


2. Kista Coklat
Terjadi karena lapisan di dalam rahim tidak terletak di dalam

rahim tetapi melekat pada dinding luar ovarium. Akibatnya setiap kali

menstruasi, lapisan ini akan menghasilkan darah terus menerus yang

akan tertimbun di dalam ovarium. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit

terutama ketika menstruasi atau bersenggama (Aspiani, 2017)

3. Kista dermoid
33

Kista dermoid merupakan teratoma kistik jinak dengan struktur

ektodermal berdiferensiasi sempurna dan lebih menonjol dari pada

mesoderm dan endoderm. Dinding kista ke abu-abuan dan agak tipis,

konsistensi lebih kistik kenyal dan sebagian lagi padat. Dapat terjadi

perubahan kearah keganasan, seperti karsinoma epidermoid. Kista ini di

duga berasal dari sel telur melalui proses partenogenesis (Aspiani,

2017).

4. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium di

luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan tumbuhnya lapisan

endometrium setiap bulan, sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar

biasa saat menstruasi dan infertilitas (Aspiani, 2017)

5. Kista Hemorrhage

Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga

menyebabkan nyeri pada salah satu perut bagian hawah (Aspiani, 2017).
6. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein

yang sebenarnya berasal dari korpus luteum hematoma (Aspiani, 2017).

7. Kista polikistik ovarium


Terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel telur

yang biasa terjadi setiap bulannya. Jika kista ini menumpuk, maka

ovarium akan membesar, pada kista polikistik ovarium yang kista agar

tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit menetap (persisten), maka

harus dilakukan operasi untuk mengangkat kista tersebut (Aspiani,

2017).

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang


34

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan Kista Ovarium adalah:

1. Laparoskopi
Laparoskopi dilakukan dengan melihat tumor, perdarahan,

perubahan endometrium (Nurarif dan Kusuma, 2015)


2. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Darah Lengkap seperti leukosit, Hb, dan Ht dapat

membatu pemeriksa menilai kondisi pasien. Penurunan Hb

menunjukkan anemia kronis serta penurunan Hb menduga kehilangan

darah aktif (Aspiani, 2017)


3. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menetukan adanya hidrotaks
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
4. Ultrasonografi (USG)
Alat peraba yang digunakan untuk memastikan kista, membantu

mengenali lokasinya dan menentukan isi kista cairan atau padat. Selain

itu, dapat ditemukan letak batas tumor apakah berasal dari rahim,

ovarium, atau kandung kemih, apakah kistik atau padat, dan dapat

dibedakan antara cairan antara rongga perut yang bebas dan yang tidak

(Prawirohardjo, 2011).

2.2.8 Komplikasi

Kista ovarium yang besar dapat menimbulkan ketidaknyamanan

pada ovarium. Jika kista yang besar menekan kandung kemih akan

mengakibatkan seseorang menjadi lebih sering berkemih karena kapasitas

kandung kemih semakin berkurang. Beberapa wanita dengan kista ovarium

tidak menimbulkan keluhan, tetapi dokter yang menemukan pada

pemeriksaan panggul. Massa kista ovarium yang berkembang setelah

menopause mungkin akan menjadi suatu keganasan atau kanker (Aspiani,

2017).
35

Jika tidak segera di tangani, beberapa komplikasi yang dapat

ditimbulkan Kista Ovarium, antara lain :

1. Torsio Kista Ovarium


Komplikasi kista ovarium bisa berat, dan yang sering dan paling

berbahaya adalah torsio dari kista ovari yang merupakan

kegawatdaruratan medis yang dapat menyebabkan nekrosis. Kondisi ini

sering menimbulkan infertilitas. Manifestasi yang sering terjadi dari

torsio kista ovarium adalah nyeri perut unilateral yang biasanya

menyebar sampai turun ke kaki. Pada kondisi seperti ini pasien harus

segera dibawa ke Rumah Sakit. Jika pembedahan selesai pada 6 jam

pertama setelah onset kritis, intervensi pada kista torsio dapat

diłakukan. Jika torsio lebih dari 6 jam dan tuba fallopi sudah nekrosis,

maka pasien akan kehilangan tuba fallopinya (Aspiani, 2017).


2. Perdarahan dan ruptur Kista
Komplikasi lain yaitu perdarahan atau rupturnya kista yang

ditandai dengan ascites dan sulit dibedakan dari kehamilan ektopik.

Situasi seperti ini perlu pembedahan darurat. Gejala dominan dari

komplikasi nyeri perut yang lokalisasi disalah satu sisi perut (pada

ovarium yang mengandung kista). Ruptur kista ovarium dapat

mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium sulit dikenali karena

beberapa kasus tidak ditemukan Gejala. Tanda pertama yang bisa terjadi

adalah terasa sakit di perut bagian bawah, mual, muntah dan demam

(Aspiani, 2017).
3. Infeksi
Infeksi bila mengikuti komplikasi dari kista avarium. Kitsa

ovarium yang tidak terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa


36

mengakibatkan kematian akibat septicemia. Gejala infeksi pertama

adalah demam, malaise, menggigil dan nyeri pelvis (Aspiani, 2017).

2.2.9 Pencegahan

Cara untuk mencegah terjadinya kista ovarium antara lain :

1. Menggunakan kontrasepsi hormonal


Pengobatan untuk kista ovarium adalah menggunakan kontrasepsi

hormonal yang bekerja dengan menghambat proses ovulasi. Jika tidak

ada, tidak ada ovulasi maka tidak akan ada sel telur yang dilepaskan,

serta tidak terjadi lagi pembentukan folikel yang lebih lanjut.


2. Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan tinggi.
3. Menjaga kebersihan daerah kewanitaan dilakukan untuk mencegah sel-

sel tumor yang berkembangbiak oleh bakter.


4. Menjalani pola hidup sehat seperti pola makan yang baik dan olahraga

secara teratur (Setiati, 2019).

2.2.10 Penatalaksanaan

Menurut Setyorini (2016), penatalaksanaan yang dapat dilakukan

pada pasien dengan kista ovarium, yaitu:

1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (di

pantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan hilang dengan

sendirinya setelah satu atau dua siklus menstnuasi. Tindakan ini diambil

jika tidak curiga ganas (kanker).


2. Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan,

yaitu dilakukan pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau

laparotomi. Biasanya untuk laparoskopi, pasien diperbolehkan pulang

pada hari ke-3 atau ke-4 sedangkan untuk laparotomi pasien akan

dipulangkan pada hari ke-8 atau hari ke-9. Tindakan operasi pada tumor
37

ovarium neoplastik yang tidak ganas merupakan pengangkatan tumor

dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung

tumor. Akan tetapi jika tumormya besar atau ada komplikasi, perlu

dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan

pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi) (Aspiani, 2017).


Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena

memerlukan kebutuhan untuk melakukan operasi seperti haemorargi,

atau infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital,

asupan dan keluhan rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan

analgesik biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberian

rasa aman, perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan

pemenuhan kebutuhan emosional ibu (Aspiani, 2017).


Efek anastesi umum mempengaruhi keadaan umum penderita

karena kesadaran menurun. Selain itu diperlukan monitor terhadap

keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan,

tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainase urin dan perdarahan. Pasien

diberikan informasi bagaimana aktivitas pasien dirumah setelah

pemulangan, berkendaraan mobil dianjurkan setelah atau satu minggu di

rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu,

tanpa menghindarkan mengangkat beban berat karena dapat

menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis, aktivitas seksual

sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, dan kontrol untuk evaluasi

medis pasca bedah sesuai anjuran (Aspiani, 2017).


Pendapat lain mengenai penanganan Kista ovarium menurut

Prawirohardjo (2009) yaitu:


a. Pada kista ovarium dengan keluhan nyeri perut dilakukan

laparotomi
38

b. Pada kista ovarium asimptomatik, besarnya ≥ 10 cm dilakukan

laparotomi pada trimester kehamilan


c. Kista yang kecil (≤ 5 cm) umumnya tidak memerlukan tindakan

operatif
d. Kista 5-10 cm, diperlukan observasi jika diselesaikan atau

membesar maka akan dilakukan laparotomi


e. Jika pada laparotomi perlu kecurigaan keganasan, pasien perlu

dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap untuk evaluasi dan

penanganan selanjutnya.

2.3 Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen

Varney

Sesuai 7 langkah Varney, yaitu sebagai berikut:

Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi Pada Ny…Papiah Usia…

tahun dengan Kista Ovarium

1. Langkah 1: Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk

mengumpukan semua informasi yang lengkap dan akurat dari semua

sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien (Maritalia, 2012).


39

Pengkajian data pasien antara lain yaitu :

A. Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapat dari hasil wawancara

langsung kepada klien dan keluarga (Marni, 2012). Pengkajian

pasien dengan kista ovarium terdiri dari :

1. Identitas pasien

a. Nama pasien :

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-

hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan

(Ambarwati dkk, 2010).

b. Umur

Umumnya, kista ovarium jinak (tidak bersifat kanker) terjadi

pada wanita kelompok usia reproduktif. Kista ovarium

bersifat ganas sangat jarang, akan tetapi wanita yang

memasuki masa menopause (usia 50-70) lebih beresiko

memiliki kista ovarium ganas (Arif dkk, 2016).

c. Agama

Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk

mengarahkan dan membimbing dalam berdoa (Ambarwati

dkk, 2010)

d. Pendidikan

tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi sistem

reproduksi.

e. Suku/Bangsa
40

Untuk mengetahui adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari

(Anggraini, 2010).

f. Pekerjaan

Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya,

karena hal ini juga dapat berpengaruh dalam gizi pasien

(Ambarwati dkk, 2010).

g. Alamat

Untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan

(Ambarwati dkk, 2010).

2. Alasan Kunjungan

Untuk mengetahui alasan ibu datang ke Rumah sakit.

Pada pasien dengan kista ovarium datang untuk memeriksakan

kondisinya karena mengeluh menstruasi tidak teratur dan disertai

nyeri, perasaan penuh dan ditekan diperut bagian bawah, nyeri

saat bersenggama, perdarahan menstruasi yang tidak biasa.

Mungkin perdarahan lebih lama, mungkin lebih pendek, atau

mungkin tidak keluar menstruasi pada siklus biasa atau siklus

menstruasi tidak teratur (Aspiani, 2017).

3. Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan

dengan kista ovarium, misalnya mengeluh karena menstruasi

tidak teratur dan disertai nyeri, perasaan penuh dan ditekan

diperut bagian bawah, nyeri saat bersenggama, perdarahan

menstruasi yang tidak biasa. Mungkin perdarahan lebih lama,

mungkin lebih pendek, atau mungkin tidak keluar menstruasi


41

pada siklus biasa atau siklus menstruasi tidak teratur (Aspiani,

2017).

4. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang yaitu nyeri saat senggama, nyeri

saat buang air besar dan buang air kecil, nyeri saat

menstruasi, menstruasi tidak teratur, dan terjadi perdarahan

diluar haid, biasanya pada pasien kista ovarium mengalami

peningkatan tekanan darah dan disertai penyakit diabetes

melitus (Aspiani, 2017).

b) Riwayat Kesehatan yang Lalu

Untuk menanyakan apakah klien pernah mengalami penyakit

ini sebelumnya, dan pernah menderita penyakit ini

sebelumnya (Aspiani, 2017).

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat keluarga dan riwayat pribadi yaitu kanker ovarium,

endometrium, payudara, dan kolon menjadi perhatian

khusus. Semakin banyak jumlah keluarga yang memiliki

riwayat kanker tersebut, dan semakin dekat tingkat

hubungan keluarga, maka semakin besar resiko seorang

wanita terkena kista ovarium.

5. Riwayat Kebidanan

a) Riwayat Haid
42

Dikaji untuk mengetahui tentang riwayat menarche dan haid

terakhir, karena kista ovarium tidak pernah ditemukan

sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa

menopause (Aspiani, 2017).

b) Menarche

Untuk mengetahui usia pertama kali mengalami menstruasi,

normalnya menstruasi pertama kali dalam usia 11-15 tahun

(Sulistyawati, 2013). Pada kasus kista ovarium disini jarang

ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada

masa menopause.

c) Dismenore

Untuk mengetahui nyeri atau tidak saat terjadi menstruasi.

Pada kasus kista ovarium terdapat nyeri di perut bagian

bawah sampai ke punggung dan menjalar ke kaki saat

menstrusi terjadi pada hari ke 1-3 (Setyawati, 2016).

d) Siklus

Perlu dikaji untuk mengetahui teratur tidaknya siklus

menstruasinya. Pada pasien kista ovarium biasanya siklusnya

tidak teratur. (Aspiani, 2017).

e) Banyaknya

Mengetahui seberapa banyak jumlah darah yang keluar pada

saat haid, contohnya hari 1-2 ganti pembalut 3x/perhari, hari

ke 3-7 ganti pembalut 1x/hari. (Norma & Mustika, 2013).

f) Warna dan Bau


43

Merah atau bau anyir. (Norma & Mustika, 2013).

g) Riwayat Kehamilan,persalinan dan nifas yang lalu

1) Kehamilan Dahulu

Untuk mengetahui pada kehamilan pertama apakah ibu

mengalami riwayat kehamilan gemeli/bayi kembar.

(Rohani, 2011). Kehamilan dapat mempengaruhi

terjadinya kista karena tingginya kadar estrogen dalam

kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal

ini dapat mempercepat pembesaran kista ovarium.

2) Persalinan Dahulu

Untuk mengetahui riwayat persalinan yang lalu meliputi

ibu bersalin dimana, ditolong siapa, bersalin pada usia ke

berapa minggu/hidup, jenis persalinan dan penyakit yang

ada saat persalinan (Sulistywati, 2013).

3) Nifas Dahulu

Untuk mengetahui apakah ibu mengalami panas atau

perdarahan pada masa nifas sebelumnya dan kondisi

laktasi. Penyakit saat nifas, seperti retensi urine,

perdarahan, infeksi tali pusat (Sulistyawati, 2013).

4) Riwayat KB

KB yang pernah digunakan mulai dari pemakaian alat

kontrasepsi pertama kali sampai terakhir pemakaian alat

kontrasepsi terakhir.
44

Keluhan : keluhan dari klien Selama

menggunakan alat kontrasepsi yang

pernah digunakan.

Lama Pemakaian : Alat kontrasepsi tersebut digunakan

berapa lama.

Alasan berhenti : Karena ingin hamil lagi atau karena

faktor yang lain.

Rencana : Rencana alat kontrasepsi yang akan

digunakan setelah melahirkan.

Riwayat KB dikaji untuk mengetahui kandungan estrogen

dan progestin dalam kontrasepsi dapat mencegah

terbentuknya kista. Penggunaan IUD (Intrauterine

Device) atau konsumsi hormonal dapat menurunkan

resiko terbentuknya kista ovarium.

6. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a) Pola Nutrisi

Mengetahui tentang pola makan dan minum, frekuensi,

konsumsi alkohol atau tidak dan jenis makanan dan makanan

pantangan (Ambarwati dkk, 2010).

b) Pola Eliminasi

Untuk mengetahui berapa kali BAB dan BAK, frekuensi,

konsistensi, bau, dan warnanya (Ambarwati dkk, 2010). Pada

pasien kista ovarium biasanya mengeluh nyeri saat buang air

besar dan buang air kecil (Setyorini, 2016).

c) Pola Istirahat
45

Untuk mengetahui berapa jam pasien tidur, apakah terdapat

gangguan tidur atau tidak, kebiasaan sebelum tidur misalnya

membaca, mendengarkan musik, dan penggunaan waktu

luang (Ambarwati dkk, 2010). Pada kista ovarium, pasien

biasanya mengalami gangguan dalam istirahat/tidurnya

karena nyeri dan ketidaknyamanan yang dirasakannya

(Aspiani, 2017).

d) Personal Hygiene

Untuk mengetahui kebiasaan klien yang kurang baik dalam

kebersihan dirinya. Pada pasien dengan kista ovarium yang

harus diperhatikan yaitu selalu menjaga kebersihan genetalia

terutama sering ganti pembalut, sering ganti celana dalam dan

tidak menggunakn antiseptic atau sabun pada saat membasuh

area kewanitaan karena hal tersebut akan berpengaruh pada

kebersihan daerah kewanitaannya (Ambarwati dkk, 2010).

e) Pola Aktivitas

Pada pasien dengan kista ovarium biasanya aktivitasnya

terganggu, kegiatan yang dilakukan sehari-hari tidak mampu

dilakukan dengan maksimal karena keadaanya yang semakin

lemah. Sedangkan pada pasien post operasi kista ovarium

mengalami keterbatasan aktivitas. (Ambarwati, dkk 2010).

f) Pola Seksual
46

Berapa kali dalam melakukan hubungan pasien melakukan

hubungan seksual, karena penderita kista ovarium mengalami

nyeri saat senggama (Aspiani, 2017).

7. Keadaan Psiko Sosial Spiritual

a) Keadaan Psikologi

Pasien dengan penyakit kista ovarium mengalami kecemasan

disebabkan karena dampak atau gejala yang ditimbulkan oleh

adanya penyakit seperti nyeri di perut bagian bawah dan

mengalami perdarahan.

b) Keadaan Sosial

Hubungan dengan suami, anggota keluarga lain, tenaga

kesehatan, dukungan dari suami/keluarha, pengambil

keputusandalam keluarga (Ambarwati dkk, 2010).

c) Keadaan Spiritual

Untuk mengetahui apakah klien tetap menjalankan ajaran

agamanya ataukah terhambat karena keadaan yang sedang

dialami. (Aspiani, 2017).

8. Latar Belakang Sosial Budaya

a) Riwayat Sosial

Untuk mengetahui kebiasaan klien dalam keprcayaan yang

dianutnya. Adalah kebiasaan yang kurang baik menurut

kesehatan yang berpengaruh terhadap kasus kista ovarium.

b) Riwayat budaya

Untuk mengetahui kebiasaan klien/keluarga berobat jika

sakit, serta dapat dijadikan dasar dalam memberikan


47

informasi yang disampaikan sesuai dengan adat yang dianut

klien.

c) kebiasaan lain

Untuk mengetahui apakah pasien mempunyai kebiasaan

merokok atau mengkonsumsi minuman yang mengandung

alkohol (Arif dkk, 2016).

B. Data Objektif

Data Objektif adalah data yang dapat diobservasi dan dilihat tenaga

kesehatan (Nursalam, 2009). Data objektif terdiri dari :

1. Pemeriksaan umum

a. Keadaan umum

Untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak. Pada

pasien kista ovarium, biasanya keadan umum klien lemah

(Aspiani, 2017).

b. Kesadaran

Untuk menilai kesadaran pasien. Pada pasien kista ovarium

biasanya kesadarannya composmentis, sedangkan setelah

post operasi pengangkatan kista biasanya kesadaran pasien

menjadi somnolen hingga composmentis (Aspiani, 2017).

c. Tanda-tanda Vital

a) Tekanan darah

Tekanan darah diukur menggunakan alat tensimeter dan

stetoskop, tekanan darah normal sistolik antara 110

sampai 140 mmHg dan diastolic antara 70 sampai 90

mmHg (Astuti, 2012).


48

b) Nadi

Untuk mengetahui denyut nadi klien yang dihitung

dalam 1 menit, denyut nadi normal 60-100x/menit.

Nadi pada ibu penderita kista ovarium meningkat

>90x/menit (Aspiani, 2017)

c) Pernapasan

Pernapasan normal sekitar 16-24 kali/menit.

Pernapasan klien dengan kista ovarium bisa meningkat

(>20x/menit) (Aspiani, 2017).

d) Suhu tubuh

Suhu tubuh pada pasien dengan kista ovarium biasanya

tidak mengalami gangguan dalam hal temperatur tubuh,

suhu tubuh normol 37 . (Aspiani, 2017).

e) Berat Badan

Untuk mengetahui berat badan klien beresiko atau

tidak. Wanita obesitas (BMI ≥ 30 KG/m2) lebih

beresiko terkena kista ovarium baik jinak maupun ganas

(Arif, 2016).

2. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung

kaki.

1) Inspeksi

a. Kepala : Untuk mengetahui kebersihan kulit kepala,

rambut rontok atau tidak, warna warna


49

rambut, terlihat benjolan atau tidak,

penyebaran rambut merata atau tidak.

b. Muka : Untuk mengetahui muka oedem atau

tidak, pucat atau tidak. Pada pasien

dengan kista ovarium yang mengarah

pada keganasan dapat menyebabkan

muka terlihat pucat.

c. Mata : Untuk mengetahui keadaan mata simetris

atau tidak, konjungtiva merah muda atau

pucat, sklera putih atau tidak, palpebra

oedem atau tidak. Jika pada pasien kista

dapat berpengaruh pada muka pucat,

konjungtiva terlihat pucat, dan sclera

putih.

d. Hidung : Untuk mengetahui keadaan mata simetris

atau tidak, bersih atau tidak, terdapat

dua lubang atau hanya satu, terdapat

polip atau tidak, terdapat secret atau

tidak.

e. Mulut : Untuk mengetahui bibir pecah-pecah

atau tidak, stomatitis atau tidak, gigi

berlubang atau tidak.

f. . Telinga : Untuk mengetahui keadaan telinga

simetris atau tidak, terdapat serumen

atau tidak, ada kelainan atau tidak.


50

g. Leher : Untuk mengetahui apakah terlihat

pembesaran kelenjar tyroid atau tidak,

terlihat bendungan vena jugularis atau

tidak.

h. Dada : Untuk mengetahui apakah simetris atau

tidak, ada benjolan abnormal atau tidak.

i. Abdomen : Untuk mengetahui apakah ada bekas

luka operasi atau tidak, terlihat

pembesaran perut atau tidak. Pasien

dengan kista ovarium, terlihat ada

pembesaran perut (Aspiani, 2017).

j. Genetalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan,

abses ataupun pengeluaran yang tidak

normal. Pasien dengan kista ovarium,

dikaji kebersihannya adakah pengeluaran

darah diluar sikkus menstruasi (Aspiani,

2017).

k. Anus : Untuk mengetahui apakah ada hemoroid

atau tidak.

l. Ekstremitas atas

Untuk mengetahui polidaktili atau tidak,

sindaktili atau tidak, sianosis atau tidak,

oedem atau tidak, terdapat gangguan

aktifitas atau tidak.


51

m. Ekstremitas Bawah

Untuk mengetahui polidaktili atau tidak,

sindaktiki atau tidak, oedem atau tidak,

ada gangguan pergerakan atau tidak.

2) Palpasi

a. Mata : Palpebra oedem atau tidak, terdapat

nyeri tekan atau tidak

b. Ketiak : Teraba benjolan abnormal atau tidak,

teraba pembesaran kelenjar limfe atau

tidak.

c. Leher : Teraba pembesaran kelenjar tyroit atau

tidak, teraba bendungan vena jugularis

atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.

d. Dada : Teraba benjolan abnormal atau tidak, ada

nyeri tekan atau tidak.

e. Abdomen : Teraba nyeri tekan atau tidak, teraba

benjolan abnormal atau tidak. Pasien

dengan kista ovarium terkadang teraba

benjolan di perut bagian bawah sebelah

kanan atau kiri, tetapi juga terkadang

tidak terdapat benjolan jika kista ovarium

masih berukuran kecil, dan saat di palpasi

terdapat nyeri tekan (Aspiani, 2017).

3) Auskultasi
52

a. Dada : Terdengar wheezing atau tidak, terdngar

rhonki atau tidak.

b. Abdomen : Terdengar bising usus atau tidak.

Normalnya 5-12 kali/menit.

4) Perkusi

a. Reflek Patella : Reflek patella positif atau tidak.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien dengan kista ovarium biasanya dilakukan

pemeriksaan Laparoskopi biasanya digunakan untuk melihat

tumor, perdarahan, dan perubahan endometrium. Pemeriksaan

darah lengkap seperti leukosit, Hb, dan Ht dapat membantu

pemeriksa untuk menilai kondisi pasien. foto rontgen

inidigunakan untuk menentukan adanya hidrotaks, dan

ultrasonografi (USG) digunakan untuk memastikan kista, dan

membantu untuk mengenali lokasinya dan menentukan isi kista

cairan atau padat, selain itu dapat ditemukan letak batas tumor

apakah berasal dari Rahim, ovarium, atau kandung kemih

(Aspiani, 2017).

2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar

Diagnosa kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan dalam

lingkungan praktek kebidanan dan memenuhi standart nomenklatur

diagnosa kebidanan yang dikemukakan dari hasil pengkajian atau yang

menyertai diagnose. Diagnosa kebidanan yang ditegakkan adalah

Dx : Ny. X Papiah Usia…Tahun dengan kista ovarium.

Ds :
53

1) Klien mengeluh menstruasi tidak teratur dan disertai nyeri.

2) Klien mengeluh perasaan penuh dan ditekan diperut bagian

bawah.

3) Klien mengeluh nyeri saat besenggama

4) Klien mengeluh perdarahan menstruasi yang tidak biasa. Atau

mungkin perdarahan yang lebih lama, mungkin lebih pendek,

atau mungkin tidak keluar darah menstruasi pada siklus biasa

atau siklus menstruasi tidak teratur. (Aspiani, 2017).

Do :

1) Keadaan umum : lemah

2) Kesadaran : biasanya kesadaran klien dengan kista

ovarium composmentis, tetapi kesadaran klien berubah menjadi

somnolen pada saat pasien post operasi pengangkatan kista.

3) Pemeriksaan Tanda-tanda vital :

a. Tekanan darah : normal/meningkat 120/80 mmHg

b. Nadi : meningkat ( >90 x/menit)

c. Pernapasan : normal/meningkat (>20 x/menit)

d. Suhu tubuh : normal 37ͦC

4) Pada pemeriksaan abdomen terdapat pembesaran pada perut

bagian bawah, terkadang teraba benjolan di perut bagian bawah

sebelah kanan atau kiri, tetapi juga terkadang tidak terdapat

benjolan jika kista ovarium masih berukuran kecil, dan saat

dipalpasi terdapat nyeri tekan (Aspiani, 2017).

5) Pada pemeriksaan vagina tedapat pengeluaran darah di luar

siklus menstruasi.
54

6) Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu : dengan

pemeriksaan Ultranografi, laparoskopi, darah lengkap, dan foto

rontgen (Aspiani, 2017).

3. Langkah III : Antisipasi Masalah Potensial

Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam meakukan

asuahan kebidanan, bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan

yang akan timbul dari kondidi yang ada (Walyani, 2015). Kista

ovarium, dan juga dapat menimbulkan Perdarahan atau rupturnya kista,

torsio kista ovarium dan juga dapat menimbulkan infeksi (Aspiani,

2017).

4. Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan Segera

Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan,

Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan

atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan

anggota tenaga kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien dan

biasanya ada beberapa jenis kista yang bisa menghilang dengan

sendirnya (Ambarwati dkk, 2010).

5. Langkah V : Intervensi

Langkah ini ditentukan oleh langkah sebelumnya yang merupakan

lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau

diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa

yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang

berkaitan (Ambarwati dkk, 2010). Langkah ini terdiri atas tujuan,

kriteria hasil, dan intervensi itu sendiri.

1. Diagnosa kebidanan
55

a. Jangka pendek :

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan

selama 20 menit, ibu mengerti dan

paham tentang keadaan yang dialaminya

sekarang dan bersedia melakukan

anjuran bidan.

Kriteria hasil :

1. Ibu mengerti penjelasan bidan

2. Ibu dapat mengulang penjelasan bidan

3. Anjurkan pasien kontrol ulang jika sewaktu-waktu ada

keluhan

Intervensi :

1. Lakukan informed consent sebelum dilakukan tindakan

R/ Sebagai bukti persetujuan dilakukan tindakan

2. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga

R/ Ibu dan keluarga lebih tenang mengetahui kondisinya

3. Jelaskan tentang penyakit kista ovarium, dampak jika

tidak dilakukan penanganan segera

R/ Ibu dapat mengambil keputusan yang tepat

4. Berikan KIE tentang :

- Nutrisi

Anjurkan pasien mengkonsumsi banyak sayuran dan

buah serta mengurangi makanan yang berkadar lemak

tinggi.
56

R/ Meningkatkan stamina tubuh dan menjaga pola

hidup sehat

- Istirahat

Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup

R/ Istirahat dapat mengurangi ketidaknyamanan yang

dirasakan pasien.

5. Kolaborasi dengan dokter SpOG

R/ Kolaborasi dalam pemberian terapi dan penanganan

yang tepat dan benar.

6. Anjurkan ibu untuk kontrol ulang

R/ Memantau kondisi pasien

b. Jangka Panjang :

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 minggu

keluhan pasien dapat berkurang.

Kriteria hasil :

Keluhan berkurang

Sudah diberikan terapi / tindakan medis

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital dalam batas normal, yaitu :

Tekanan darah normal : 120/80 mmHg

Suhu tubuh normal : 36,5ͦC - 37ͦC

Nadi normal : 60-100 kali/menit


57

Frekuensi nafas noramal : 16-24 kali/menit

Intervensi dan Rasional

1. Lakukan informed consent sebelum dilakukan tindakan

R/ Sebagai bukti persetujuan dilakukan tindakan

2. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada klien dan keluarganya

R/ Dengan menginformasikan hasil pemeriksaan pada klien dan

keluarga mengetahui kondisi klien saat ini.

3. Lakukan observasi selama 1-2 bulan pada siklus menstruasinya

R/ Memantau lancar tidaknya siklus menstruasi

4. Observasi tanda-tanda vital pasien

R/ Dengan memantau tanda-tanda vital pasien dapat mendeteksi

dini komplikasi.

5. Anjurkan ibu untuk cek laboratorium lengkap seperti Leukosit,

Hb, dan Ht

R/ Memantau kondisi pasien

6. Anjurkan ibu untuk operasi jika kista membesar

R/ operasi dapat memulihkan keadaan pasien

7. Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan psikologis

R /dukungan keluarga membuat pasien lebih tenan dan

semangat menjalani operasi

8. Kolaborasi dengan dokter SpOG

R/ tindakan penanganan operasi

9. Lakukan asuhan post operasi

R / mengetahui gangguan rasa nyaman pada pasien


58

6. Langkah VI : Implementasi

Langkah ini merencanakan asuhan yang menyeluruh dengan langkah-

langkah sebelumnya. Semua keputusan yang dikembalikan dalam

asuhan menyeluruh ini harus rasional dan bener-bener valid

berdasarkan pengetahuan, sesuai dengan asumsi tentang apa yang

dilakukan pasien. Sehingga setiap rencana asuhan haruslah disetujui

oleh kedua belah pihak yaitu bidan dan pasien, agar dapat dilaksanakan

dengan efektif karena pasien juga akan melaksanakan rencana tersebut.

Pada kasus ini gangguan reproduksi dengan kista ovarium pelaksanaan

dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat (Chyntia, 2009).

7. Langkah VII : Evaluasi

Langkah akhir manajemen kebidanan adalah evaluasi untuk menilai dari

awal hingga akhir kepada pasien apakah sudah terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan pasien atau belum. Pada langkah ini bidan harus tau sejauh

mana keberhasilan asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien

(Sulistyawati, 2013).

Evaluasi mencakup :

a. S (data subjektif)

Merupakan data yang diambil dari hasil pengumpulan data pasien

melalui anamnesa atau wawancara dengan pasien atau keluarga.

b. O (data objektif)

Merupakan data yang diambil dari pemeriksaan fisik dan data

penunjang

c. A (assesment)
59

Merupakan diagnosa yang diambil dari data subyektif dan obyektif

d. P (Planning)

Rencana kedepannya atau selanjutnya yang akan kita berikan untuk

pasien sesuai kebutuhan atau masalah dari pasien.


60

2.4 Kerangka Konsep

Wanita Usia Subur

Kista follikel Kista coklat


Kista Ovarium Kista Korpus
Luteum Kista Teka Lutein

Penerapan 7 langkah varney


Faktor Penyebab:
Tanda dan Gejala:
Pengkajian
Usia Interpretasi Data Dasar
Nyeri perut
Status menopause Antisipasi Masalah
Menstruasi tidak teratur
Pengobatan infertilitas Potensial
Nyeri saat senggama
Kehamilan Identifikasi Kebutuhan
Nyeri punggung menjalar
Hipotiroid Segera
hingga kaki
Merokok Intervensi
Nyeri saat berkemih dan
Ukuran massa Implementasi
buang air besar
Kadar serum pertanda Evaluasi
Perdarahan diluar siklus
tumor CA-125
menstruasi
Kontrasepsi
Riwayat keluarga dan Penatalaksanaan:
riwayat pribadi
Observasi
Konsumsi alcohol
Terapi Kontrasepsi Hormonal
Obesitas

Berhasil Tidak Berhasil

Asuhan Lanjutan : Indikasi Operasi

KIE (nutrisi, aktivitas, istirahat, pola seksual Terdapat keganasan


Melanjutkan terapi
Menganjurkan kontrol ulang Terdapat perdarahan yang tidak berhenti

Keterangan : : Diteliti Kista semakin membesar


Tindakan operasi

: Tidak diteliti

Judul : Bagan 2.2 Kerangka Konsep Asuhan Kebidanan dengan gangguan

reproduksi dengan kista ovarium di ruang poli kandungan RSUD

Blambangan
61

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, H.P. 2012. Buku ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Yogyakarta;

Rohima Press.

Ahmad, Abu dan Rohani, Akhmad. 2011. Asuhan Pada Masa Persalinan.Jakarta :
Salemba Medika.

Aspiani, Reny Yuli. 2017. Asuhan Keperawatan Maternas Aplikasi Nanda, Nic
dan Noc. Jakarta : Trans Info Medika

Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Ambarwati, E dan Wulandari, D. 2011. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:


Mitra Medika

Anurogo, Dito. 2016. The Art Of Medicine : Seni Mendeteksi, Mengobati dan
Menyembuhkan 88 Penyakit Dan Gangguan Kesehatan. Jakarta :Gramedia
Pustaka Utama

Ambarwati, E.R, Wulandari, D.2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha


Medika

Chyntia, E 2009. Pahami Kista Anda Akan Terbebaskan. Yogyakarta : Maximus

Kista Ovarium di Ruang I RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA. Laporan


Tugas Akhir, Program Studi Kebidanan Ciamis Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Ciamis

Mokadongan Menthari H, W. John, dan W. Freddy. Hubungan Tingkat


Pengetahuan Tentang Keputihan Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan
62

Pada Remaja Putri. Jurnal e-Clinical. Volume 3, Nomor 1, : 272-273,


Universitas Sam Ratulangi, Manado

Maryunani, Anik. 2010. Biologi Reproduksi Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM

Marni, 2012. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta : Pustaka
Belajar

Maritalia, D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Editor Sujono Riyadi.
Yogyakarta : Pustaka Belajar

Noviana, Nana dan W. R. Dwi. 2014. Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa


Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.

Norma, N & Dwi M. 2013. Asuhan kebidanan patologi. Yogyakarta : Nuha


medika.

Nugroho. T. 2010. Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Nugroho. T. 2012. Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif,A.H dan Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnose medis dan Nanda (North American Nursing Diagnosis
Association) Nic-Noc. Yogyakarta : Media Action Publishing

Nugroho, Taufan. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta:


Nuha Medika

Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kandungan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Rasjidi, Imam dkk. 2010. Imaging Ginekologi Onkologi. Jakarta : CV Sagung


Seto
63

Setyorini, Anik. 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Bogor : In


Media

Safitri, Rida. 2016. Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi Pada Ibu Dengan
Setyaningrum, E. 2015. Pelayanan Kesehatan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Trans Info Media

Setiyaningrum E, Zulfa. Pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.


Jakarta : CV. Trans info media ; 2014.

Sulistyawati, N. 2013 . Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta : Salemba Medika

Setiati, 2009. Buku Asuhan Keperawatan, Yogyakarta : Mitra Cendikia

Wiknjosastro, 2011. Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Walyani, Elisabeth Siwi. 2015. Asuhan Kebidanan pada kehamilan. Yogyakarta :


Pustaka Barupess

WHO. 2015. Profil Data Kesehatan Penyakit Kista, jurnal


64

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya Sindi Meilda Margareta Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan

STIKes Banyuwangi, akan melakukan studi kasus sebagai laporan tugas akhir

pendidikan dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Gangguan Reproduksi

Dengan Kista Ovarium di Ruang Poli Kandungan RSUD Blambangan

Banyuwangi”.

Tanda tangan di bawah ini menunjukkan bahwa saya sudah mendapat

informasi tentang studi kasus ini dan bersedia menjadi responden secara berkala

tanpa adanya paksaan siapapun.

Banyuwangi, Maret 2018

Hormat Saya

SINDI MEILDA MARGARETA

NIM. 2016.03.023
65

LEMBAR PERMOHONAN RESPONDEN

Kepada Yth.

Ibu calon reponden

Di-

Tempat

Nama Saya Eppy Sasmita Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan STIKes

Banyuwangi, akan melakukan studi kasus sebagai laporan tugas akhir pendidikan

dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berat Bayi

Lahir Rendah Di Ruang Perinatologi RSUD Blambangan”.

Untuk keperluan diatas, Saya mohon kesediaan saudara untuk menjadi

Responden studi kasus ini. Saya menjamin kerahasiaan indentitas, informasi

responden ataupun data yang saya peroleh. Informasi yang saya berikan akan

dipergunakan sebagai wahana dalam mengembangkan ilmu kebidanan dan tidak

akan dipergunakan untuk kepentingan yang lain.

Sebagai bukti ketersediannya menjadi responden dala studi kasus ini, saya

mohon saudara menandatangani persetujuan yang telah disediakan. Partisipasi


66

dalam pengisian formulir ini sangat saya hargai dan atas perhatian serta

ketersediannya saya ucapkan terima kasih.

Tanggal : .....................................

Anda mungkin juga menyukai