Anda di halaman 1dari 98

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG


PERINATOLOGI RSUD BLAMBANGAN
BANYUWANGI TAHUN 2019

PROPOSAL

Oleh :
EPPY SASMITA
NIM.2016.03.029

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
TAHUN 2019
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN
BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG
PERINATOLOGI RSUD BLAMBANGAN
BANYUWANGI TAHUN 2019

PROPOSAL
Di susun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Kebidanan pada
Program Studi D III Kebidanan
di STIKes Banyuwangi

Oleh :
EPPY SASMITA
NIM.2016.03.029

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BANYUWANGI
TAHUN 2019
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : Eppy Sasmita


NIM : 2016.03.029
Tempat, tangaal lahir : Sanggau Ledo, 05 September 1996
Institusi : STIKES Banyuwangi

Menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru
Lahir dengan Bayi Berat Lahir Rendah “ adalah bukan hasil karya orang lain baik sebagian
maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apa bila pernyataan ini
tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi.

Banyuwangi, ............................

Yang Menyatakan

Eppy Sasmita
NIM. 2016.03.029

Mengetahui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Indah Christiana SST. M.Kes Desi Trianita SST. M.Kes


NIDN : 0706018401 NIDN : 0716128602
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Tugas Akhir Ini :


Nama : Eppy Sasmita
NIM : 2015.03.029
Judul : Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Bayi Berat Lahir Rendah
Di Ruang Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan Pada Ujian Laporan Tugas Akhir pada Tanggal,
..............................

Oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Indah Christiana SST.M.Kes Desi Trianita SST.M.Kes


NIDN : 0706018401 NIDN : 0716128602

Mengetahui
Ka. Prodi D III Kebidanan
STIKES Banyuwangi

Indah Christiana, SST., M.Kes


NIDN : 0706018401

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir Ini :
Nama : Eppy Sasmita
NIM : 2016.03.029
Judul : Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Bayi Berat Lahir Rendah
Di Ruang Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi
Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Ujian Laporan Tugas Akhir Program Studi D III
Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi.
Pada Tanggal,................................

MENGESAHKAN
TIM PENGUJI

TANDA TANGAN

Ketua : Ners. Diana Kusumawati, S. Kep.,M. Kes ..................................

Anggota I : Miftahul Hakiki SST. M. Kes ..................................

Anggota II : Indah Christiana SST. M. Kes .................................

Mengetahui
Ketua STIKes Banyuwangi

DR. H. Soekardjo
NUPN. 9907159603

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan BBLR“, sebagai salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan Ahli Madya Kebidanan pada Program Studi D III Kebidanan

STIKes Banyuwangi.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, karena itu

pada kesempatan kali ini penulis mengucapakan banyak terima kasih

Kepada :

1. Bapak DR. H. Soekardjo, selaku Ketua STIKes Banyuwangi, yang telah memberikan

kesempatan menyusun Laporan Tugas Akhir ini.

2. Ibu Indah Christiana, SST., M.Kes, selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan

STIKES Banyuwangi yang telah memberikan kesempatan menyusun Laporan Tugas

Akhir ini.

3. Ibu Indah Christiana, SST., M.Kes, selaku pembimbing utama yang telah memberikan

bimbingan sehingga Proposal Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Desi Trianita, SST, M.Kes selaku pembimbing pendamping pendamping yang telah

memberikan bimbingan sehingga LTA ini dapat terselesaikan.

5. Segenap Ibu dan Bapak Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan serata Staff Tata

Usaha atas didikan dan bimbingannya selama ini..

6. Ruang Perinatologi yang telah memberikan izin untuk melakukan penyusunan LTA di

RSUD Blambangan.

7. Mamak dan Bapak tercinta sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada

terhingga kupersembahkan semua ini kepada mamak dan bapak yang telah memberikan

bantuan material maupun non material, kasih sayang, dorongan, dan cinta kasih, yang

tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas

persembahan. Terimakasih Mamak dan Bapak selalu mendoakan kesehatan ku,

terimakasih Mamak dan Bapak selalu meyakinkan aku bahwa aku pasti sembuh dan
suatu hari bisa menyelesaikan studi ku, terimakasih untuk semua yang telah kalian

korbankan untuk putri kalian satu satu nya. Semoga ini menjadi langkah awal untuk

membuat mamak dan bapak bahagia karena ku sadar selama ini belum bisa berbuat yang

lebih.

8. Ananda Donny Septiyansah adik saya satu satu nya, tiada yang paling mengharukan saat

kumpul bersama mu, walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang

tidak akan bisa tergantikan, maaf belum bisa menjadi panutan seutuhnya, tapi aku akan

selalu menjadi kakak terbaik untuk mu.

9. Terimakasih untuk Bude dan Pakde yang selalu mendoakan ku serta menjaga ku di sini

menggantikan kedua orang tua ku.

10. Terimakasih untuk Ayah dan Mama yang sudah menganggap saya sebagai anak sendiri

yang selalu ada buat saya disini, yang selalu merawat saya dikala saya sakit, yang selalu

mendoakan saya, serta mendukung saya dalam menyelesaikan Proposal Laporan Tugas

akhir ini.

11. Terimakasih untuk mas Ramadani atas kasih sayang, perhatian, dan kesabaran nya untuk

ku, terimakasih selalu memberikan ku semangat untuk menyelesaikan Proposal Laporan

Tugas akhir ini. Terimakasih selalu menjaga ku disini dan selalu memastikan bahwa aku

dalam keadaan baik-baik saja. Terimakasih selalu mengusahakan apapun yang terbaik

untuk ku.

12. Terimakasih untuk Rekan seangkatan dan pihak-pihak yang terkait dan banyak

membantu dalam menyelesaikan Proposal Laporan Tugas akhir ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik semua pihak yang telah

memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis
menyadari sepenuhnya dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari

sempurna, sehingga penulis mohon kritikan dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya

penulis hanya bisa berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini berguna bagi pembaca pada

umumnya dan penulis pada khususnya.

Banyuwangi, Januari 2018.

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ i

Halaman Pernyataan ................................................................................... ii

Lembar Persetujuan .................................................................................... iii

Lembar Pengesahan .................................................................................... iv

Motto dan Persembahan ............................................................................... v

Kata Pengantar ............................................................................................ vi

Daftar Isi ..................................................................................................... viii

Daftar Tabel ................................................................................................. ix

Daftar Gambar ............................................................................................ xi

Daftar Bagan ............................................................................................... xii

Daftar Lampiran .......................................................................................... xiiii

Daftar Singkatan .......................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 4

1.3 Tujuan ............................................................................... 4

1.3.1 Tujuan Umum ....................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khsusus ..................................................... 5

1.4 Ruang Lingkup................................................................... 5

1.4.1 Sasaran .................................................................. 5


1.4.2 Tempat ................................................................... 6

1.4.3 Waktu .................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitia ............................................................... 6

1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ..................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 8

2.1 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir Normal ............................. 8

2.1.1 Definisi .................................................................. 8

2.1.2 Ciri-ciri Bayi Normal ............................................. 8

2.1.3 Adaptasi Bayi Baru Lahir ...................................... 9

2.1.4 Penilaian ................................................................ 17

2.1.5 Kesadaran bayi baru lahir ...................................... 27

2.1.6 Reflek pada Bayi Baru Lahir ................................. 27

2.1.7 Komplikasi ............................................................ 31

2.1.8 Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir ............................. 31

2.1.9 Asuhan Kebidanan pada BBL Normal ................... 32

2.2 Konsep Dasar Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) .............. 33

2.2.1 Definisi .................................................................. 33

2.2.2 Etiologi .................................................................. 33

2.2.3 Ciri-ciri Bayi BBLR .............................................. 35

2.2.4 Klasifikasi ............................................................. 37

2.2.5 Patofisiologi .......................................................... 39

2.2.6 Adaptasi Fisiologis BBLR .................................... 42


2.2.7 Komplikasi ............................................................ 45

2.2.8 Pencegahan ............................................................ 48

2.2.9 Penatalaksanaan ..................................................... 48

2.3 Perawatan Metode Kanguru (PMK) .................................. 52

2.3.1 Definisi .................................................................... 52

2.3.2 Manfaat ................................................................... 52

2.3.3 Persyaratan Pelaksaan PMK ................................... 54

2.3.4 Klasifikasi Perawatan Metode Kanguru ................. 55

2.3.5 Prosedur Tindakan Perawatan Metode Kanguru .... 55

2.4 Manajemen Konsep Asuhan Kebidanan Bayi dengan BBLR 58

2.5 Kerangka Konsep .............................................................. 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perkembangan sistem pulmunol sesuai umur kehamilan ....... 10

Tabel 2.2 Skala Pengamatan APGAR Score ............................................. 17

Tabel 2.3 Kapasitas lambung berdasarkan umur pada bayi BBLR ........ 51
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konduksi Mekanisme kehilangan panas bayi.................................... 13

Gambar 2.2 Konveksi Mekanisme kehilangan panas bayi .................................... 13

Gambar 2.3 Radiasi Mekanisme kehilangan panas bayi ....................................... 14

Gambar 2.4 Evaporasi Mekanisme kehilangan panas bayi .................................. 14

Gambar 2.5 Ballard Score Maturitas Fisik ........................................................... 23

Gambar 2.6 Ballard Score Maturitas Neuromuskular. .......................................... 71


DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Pathway......................................................................... 41

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Kebidanan........................................ 89


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Matrik

Lampiran 2 SPO Perawatan Metode Kanguru ( PMK )

Lampiran 3 Pengajuan Judul

Lampiran 4 Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 5 Surat Balasan Studi Pendahuluan RSUD Blambangan Banyuwangi

Lampiran 6 Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 7 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 8 Surat Pernyatan Pembimbing

Lembar 9 Lembar Konsultasi


DAFTAR SINGKATAN

AKB : Angka Kematian Ibu

ANC : Ante Natal Care

APGAR : Appearance Pulse Grimance Activity Respiratory

ASI : Air Susu Ibu

BB : Berat Badan

BBL : Bayi Baru Lahir

BBLER : Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BBLSR : Berat Badan Lahir Sangat Rendah

DepKes : Depertemen Kesehatan

Dinkes : Dinas Kesehatan

HIV : Human Imunodeficency Syndrome

IUGR : Intrauteri Growth Retardation

KMK : Kurang Masa Kehamilan

LILA : Lingkar Lengan Atas

NCB : Neonatus Cukup Bulan

NKB : Neonatus Kurang Bulan

PMK : Perawatan Metode Kangguru

REM : Rapid Eye Movement Sleep

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia

SMK : Sesuai Masa Kehamilan

SSP : Susunan Saraf Pusat

TORCH : Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes Simplekx.


TTV : Tanda- Tanda Vital

WHO : World Health Organization


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat

badan lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan.

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktorial baik dari

faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin maupun faktor yang lain. Bayi berat

lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh

terhadap kematian perinatal dan neonatal (Nugroho, 2015). BBLR perlu

menjadi perhatian karena umumnya bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

dapat menyebabkan komplikasi kesehatan seperti gangguan sistem pernafasan,

pencernaan, susunan syaraf pusat, kardivaskuler, hematologi, dan imunologi

(Badan Pusat Statistik, 2015).

Menurut WHO pada tahun 2015 di dunia terdapat kejadian BBLR

adalah 15,5%, yang berarti sekitar 20,6 juta bayi tersebut lahir setiap tahun,

96,5% di antaranya di negara-negara berkembang. Berat lahir rendah (BBLR)

merupakan salah satu masalah utama di negara berkembang. India adalah

salah satu negara dengan tingkat tertinggi kejadian BBLR. Sekitar 27% bayi

yang lahir di India adalah BBLR. Asia Selatan memiliki kejadian tertinggi,

dengan 28% bayi dengan BBLR, Sedangkan Asia Timur / Pasifik memiliki

tingkat terendah, yaitu 6% (WHO, 2015).

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2015,

prevalensi bayi berat badan lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15 persen dari

seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3 persen sampai 38 persen dan

lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau dengan sosio-ekonomi


yang rendah. Angka BBLR di Indonesia nampak bervariasi, secara nasional

berdasarkan analisis lanjut SDKI angka BBLR sekitar 7,5 persen (SDKI,

2015).

Di Jawa Timur sendiri United States Agency International

Development (USAID) mencatat bahwa angka kematian bayi di Jawa Timur

masih tinggi, yaitu ketiga tertinggi di Indonesia (USAID,2018). Penyebab

terbesar kematian neonatal di Jawa Timur adalah berat badan lahir rendah

42%, asfiksia 25%, dan kelainan bawaan 16% (Purwida Lilik Haryati, 2018).

Dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur pada tahun

2016 di jawa timur dari 580.183 kelahiran bayi, sebanyak 20.836 mengalami

BBLR,dan pada tahun 2017 dari 578.579 kelahiran bayi, 14.882 mengalami

BBLR ( Badan Pusat Statistik Privinsi Jawa Timur , 2017) . Berdasarkan studi

pendahuluan dan permohnan data awal di ruang Perinatologi RSUD

Blambangan, Wilayah Banyuwangi, jumlah BBLR pada tahun 2017 sebanyak

153 bayi dari 576 kelahiran bayi, pada tahun 2018 mengalami penurunan

sebanyak 150 bayi dari 542 kelahiran bayi, faktor yang peling sering

menyebabkan bayi lahir dengan BBLR di RSUD Blambangan adalah usia ibu

kurang dari 20 tahun dan lebih dari 30 tahun.

Faktor yang berpengaruh terhadap BBLR adalah usia kehamilan,

LILA, paritas, dan berat janin dalam kandungan. Pemberian konsumsi gizi

untuk ibu hamil dianggap sesuai apabila dengan mengonsumsi berbagai zat

gizi tersebut ibu dapat melahirkan bayi dengan berat normal dan mampu

mempertahankan status gizinya yang berarti telah tercukupi kebutuhannya

serta ibu yang tidak melakukan ANC mempunyai risiko untuk terjadi

BBLR dibandingkan ibu yang melakukan ANC. Masalah BBLR terutama


pada kelahiran prematur terjadi karena ketidak matangan sistem organ pada

bayi tersebut. Pada BBLR banyak sekali risiko terjadi permasalahan pada

sistem tubuh, oleh karena kondisi tubuh yang tidak stabil. BBLR

mempunyai kecenderungan kearah peningkatan terjadinya infeksi dan

mudah terserang infeksi dan mudah terserang komplikasi. Masalah pada

BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan,

susunan saraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gartro imtestinal, ginjal,

dan termogulasi. Kematian perinatal pada BBLR adalah kali lebih besar

dari bayi normal. Prognosis akan lebih buruk bila berat badan semakin

rendah ( Riskesdes, 2014)

Dengan melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dilakukan

deteksi secara dini terhadap adanya komplikasi. Pemantauan pada saat

kehamilan bisa dilakukan pada saat pemeriksaan rutin ibu pada saat ANC.

Dalam pemeriksaan ANC kita dapat memantau berat badan janin serta

memberi Health Education ( HE ) tentang pemenuhan nutrisi bagi ibu

hamil agar tidak terjadi kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (

BBLR ). Penanganan umum perawatan BBLR atau premature setelah lahir

adalah mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, pemberian minum

dan pencegaha infeksi. Pada BBLR juga sangat rentan terjadinya

hipotermia, karena tipisnya cadangan lemak dibawah kulit dan belum

matangnya pusat pengatur panas diotak. Salah satu cara mempertahankan

suhu tubuh normal pada BBLR adalah metode kangaroo mother care (

KMC ) atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekap ibu atau orang

lain dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu.


Berdasarkan latar belakang diatas, dan mengingat masih tingginya

angka BBLR, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Kebidanan Pada Bayi

Baru Lahir Dengan Berat Badan Lahir Rendah Di Ruang Perinatologi Rumah

Sakit Umum Daerah Blambangan Tahun 2019 dengan kasus Berat Bayi Lahir

Rendah Di Ruang Perinatologi RSUD Blambangan sebagai Laporan Tugas

Akhir di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Pemberian Asuhan Kebidanan Kepada Bayi Baru Lahir

Dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi Rumah Sakit

Umum Daerah Blambangan Banyuwangi tahun 2019 ??”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan asuhan kebidanan pada Bayi Baru lahir Dengan

Bayi Berat Lahir Rendah di ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum

daerah Blambangan pada tahun 2019

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian kebidanan pada bayi BBLR di Ruang

Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.

2. Menginterpretasi data dasar pada bayi BBLR di Ruang

Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.

3. Merumuskan diagnosa masalah potensial pada bayi BBLR di

Ruang Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi tahun

2019.

4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi BBLR di Ruang

Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019


5. Menyusun perencanaan asuhan kebidanan /intervensi pada

bayi BBLR di Ruang Perinatologi RSUD Blambangan

Banyuwangi tahun 2019.

6. Melaksanakan/implementasi pada bayi BBLR di Ruang

Perinatologi RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019.

7. Melakukan evaluasi pada bayi BBLR di Ruang Perinatologi

RSUD Blambanagn Banyuwangi tahun 2019

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Sasaran

Asuhan kebidanan ditujukan pada bayi baru lahir dengan Berat

Bayi Lahir Rendah.

1.4.2 Tempat

Ruang Perinatologi RSUD Blambangan.

1.4.3 Waktu

Waktu yang diperlukan dalam pembuatan proposal adalah

7 januari 2019 sampai 26 januari 2019.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan

pemahaman ilmu kebidanan khususnya yang terkait dengan Asuhan

Kebidanan pada bayi Baru lahir dengan Bayi Berat Lahir Rendah

dengan menggunakan manajemen tujuh langkah varney.


1.5.2 Manfaat Secara Praktis

1. Bagi Diri Sendiri

Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai

bayi barulahir dengan berat badan lahir rendah sehingga penulis

mampu memberikan asuhan kebidanan kepada bayi baru lahir

dengan berat badan lahir rendah dan bermanfaat dalam

menjalankan tugas di lapangan.

2. Bagi Profesi

Menambah ilmu pengetahuan bagi tenaga kesehatan

terutama bidan, sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan

pada bayi dengan berat badan lahir rendah dengan tepat sesuai

dengan standar yang telah ditentukan.

3. Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

sehingga dapat memberikan wawasan yang luas mengenai

asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan Berat Badan Lahir

Rendah.

4. Bagi tempat penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan

wacana tambahan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

dalam bidang kesehatan bayi dengan penerapan tentang asuhan

kebidanan pada bayi baru lahir agar menurunkan angka

kematian bayi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir

2.1.1 Definisi

Bayi Baru Lahir ( BBL ) normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37-42

minggu dengan berat badan lahir antara 2.500-4.000 gram dan panjang badan

sekitar 50-55 cm ( Jenny J.S Sondakh, 2013 ).

Bayi Baru Lahir ( BBL ) normal adalah bayi yang dilahirkan setelah usia

kehamilan genap mencapai 37 minggu dan sebelum usia kehamilan genap

mencapai 41 minggu ( Williamson, 2014 ).

Bayi Baru Lahir ( BBL ) normal adalah bayi yang lahir dengan umur

kehamilan 37-42 minggu dan berat lahir 2.500 gram sampai 4.000 gram ( Vidia,

2016 ).

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa bayi baru lahir normal

adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan lahir

2.500 -4000 gram dan tidak ada kelainan kongenetal.

2.1.2 Ciri-ciri Bayi Normal

1. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 kali/menit kemudian turun

sampai 140 kali/menit — 120 kali/menit pada waktu bayi berumur 30 menit.

2. Pernafasan cepat pada menit menit pertama ( ±80 kali/menit ) disertai dengan

pernafasan cuping hidung, retraksi suprastenal dan intercostals, serta rintihan

hanya berlangsung 10 sampai 15 menit

3. Nilai apgar 7-10 ( Lihat tabel apgar score)


4. Berat badan lahir 2.500 gram sampai 4000 gram

5. Panjang badan lahir 48cm sampai 52cm

6. Lingkar kepala 33 cm sampai dengan 35 cm

7. Lingkar dada 30 cm sampai dengan 38 cm

8. Lingkar lengan atas 11 cm

9. Releks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik

10. Refleks moro sudah baik, apabila di kagetkan akan memperlihatkan gerakan

memeluk

11. Graping refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda di atas telapak

tangan bayi akan menggenggam

12. Genetalia : labia mayora menutupi labia minora ( pada perempuan )

13. Testis sudah turun di scrotum (pada laki-laki)

14. Eliminasi : baik urin, mekonium, akan keluar dalam 24 jam pertama,

mekonium berwarna coklat kehijauan.

15. Kesadaran baik

( Manggiasih & Jaya 2016)

2.1.3 Adaptasi Bayi Baru Lahir

Adaptasi bayi baru lahir adalah proses penyesuaian fungsional neonatus

dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan luar uterus. Kemampuan adaptasi

fisiologis ini disebut homeostatis. Homeostatis adalah kemampuan

mempertahankan fungsi vital bersifat dinamis, dipengaruhi oleh tahap

pertumbuhan dan perkembangan intrauterine (Muslihatun,2010).

Beberapa perubahan fisiologis yang di alami bayi baru lahir antara lain

yaitu :
1. Pernafasan

Masa yang paling kritis pada bayi baru lahir adalah ketika harus

mengatasi resistensi paru pada saat pernapasan yang pertama kali.Pada umur

kehamilan 34-36 minggu struktur paru-paru matang, artinya paru-paru sudah

bisa mengembangkan sistem alveoli.Selama dalam uterus, janin mendapat

oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta.Setelah bayi lahir, pertukaran gas

harus melalui paru-paru bayi (Rahardjo dan Marmi, 2015: 14).

Tabel 2.1 Perkembangan sistem pulmunol sesuai umur kehamilan

Umur kehamilan Perkembangan


24 hari Bakal paru-paru terbentuk
26-28 hari Dua bronchi membesar
6 minggu Di bentuk segmen bronkus
12 minggu Differensial lobus
24 minggu Di bentuk alveolus
28 minggu Di bentuk surfaktan
34-36 minggu Maturasi struktur (paru-paru
dapat mengembangkan
sistem alveoli dan tidak
mengempis lagi)
Sumber: Rahardjo.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan anak

Prasekolah.2015:14

Struktur matang ranting paru-paru sudah bisa mengembangkan

sistem alveoli.Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran

gas melalui plasenta.Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru- paru

bayi.Rangsangan gerakan pernapasan pertama :


1) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir

(stimulasimekanik).

2) Penurunan Pa02 dan peningkatan PaC02 merangsang kemoreseptor

yangterletak disinus karotikus (stimulasi kimiawi).

3) Rangsangan dingin didaerah muka dan perubahan suhu didalam uterus

(stimulasi sensorik) (Indrayani, 2013:311).

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit

pertama sesudah lahir.Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan

alveoli, selain adanya surfaktan yang dengan menarik nafas dan mengeluarkan

nafas dengan merintih sehingga tertahan di dalam.Respirasi pada neonatus

biasanya pernafasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan frekuensi dan

dalam tarikan belum teratur.Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan

kolaps dan paru-paru kaku sehingga terjadi atelektasis, dalam keadaan anoksia

neonatus masih dapat mempertahankan hidupnya karena adannya kelanjutan

metabolisme anaerobik.

2. Suhu

Bayi lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan

mengalami stres dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke

lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi, suhu tubuh aksila pada bayinormal

36,5ºC — 37,5ºC (Manggiasih & Jaya, 2016)

Terdapat empat mekanisme yang dpat menyebabkan bayi kehilangan

panas yaitu :

1) Konduksi

Konduksi adalah pemindahan panas dari suatu objek ke objek lain

melalui kontak langsung. Melalui proses ini, panas dari tubuh bayi
berpindah ke objek lain yang lebih dingin yang bersentuhan langsung

dengan kulit bayi. Meja, tempat tidur, atau timbangan yang suhunya lebih

rendah dari tubuh bayi akan menyerap tubuh bayi melalui mekanisme

konduksi apabila bayi di letakkan di atas benda - benda tersebut

(Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.1 Mekanisme kehilangan panas bayi

2) Konveksi

Hilangnya panas melalui konveksi terjadi ketika panas dari tubuh

bayi berpindah ke udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang di lahirkan

atau di tempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami

kehilangan panas (Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.2 Mekanisme kehilangan panas bayi

3) Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas antara dua objek dengan suhu

berbeda tanpa saling bersentuhan. Kehilangan panas melalui radiasi terjadi


karena bayi di tempatkan di dekat benda — benda yang mempunyai suhu

tubuh lebih rendah dari pada suhu tubuh bayi (Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.3 Mekanisme kehilangan panas bayi

4) Evaporasi

Evaporasi adalah proses perpindahan panas dengan cara mengubah

cairan manjadi uap. Evaporasi merupakan jalan utama kehilangan panas.

Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada

permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri, karena setelah lahir, tubuh

bayi tidak segera dikeringkan (Manggiasih & Jaya, 2016).

Gambar 2.4 Mekanisme kehilangan panas bayi

3. Sirkulasi darah

Pada sistem peredaran darah, terjadi perubahan isiologis pada bayi

baru lahir, yaitu setelah bayi itu lahir akan terjadi proses penghantaran oksigen

ke seluruh tubuh, maka terdapat perubahan, yaitu penutupan faramen ovale


pada atrium jantung dan penutupan arteriosus antara arteri paru dan aorta.

Perubahan ini terjadi akibat adanya tekanan pada seluruh sistem pembuluh

darah, dimana oksigen dapat menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah

tenaga dengan cara meningkatkan atau mengurangi resistensi (Dewi, 2011)

Perubahan tekanan sistem pembuluh darah dapat terjadi pada saat tali

puat dipotong, resistensi nya akan meningkat dan tekanan atrium kanan

menurun karena darah ke atrium berkurang yang dapat menyebabkan volume

dan tekanan atrium kanan juga menurun, proses tersebut membantu darah

mengalami proses oksigenasi ulang serta saat terjadi pernafasan pertama dapat

menurunkan resistensi dan peningkatan tekanan atrium kanan. Kemudian

oksigen pada pernafasan pertama menimbulkan relaksasi dan terbukanya

sistem pembuluh darah paru (Dewi, 2011). Terjadinya peningkatan sirkulasi

paru mengakibatkan meningkatnya volume darah dan tekanan darah pada

atrium kanan, dan terjadi penurunan atrium kiri, voramen ovale akan menutup

(Manggiasih, 2016).

4. Metabolisme

Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari orang dewasa

sehingga metabolisme basal per kg BB akan lebih besar (Muslihatun, 2010).

Bayi baru lahir akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga

energi diperoleh dari metaboisme karbohidrat dan lemak. Pada jam-jam

pertama energi didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energi

berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapatkan susu kurang lebih pada

hari keenam, pemenuhan kebutuhan energi bayi 60% di dapatkan dari lemak

dan 40% di dapatkan dari karbohidrat (Manggiasih & Jaya, 2016).


5. Keseimbangan Air dan Fungsi Ginjal

Tubuh bayi baru lahir relatif mengandung lebih banyak air dan

kadar natriumrelatif lebih besar dari kalium karena ruangan ekstraseluler luas.

Fungsi ginjalbelum sempurna karena :

1. Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa

2. Tidak seimbang antara luas permukaan glomerulus dan volume tubulus

proksimal

3. Aliran darah ginjal (renal blood flow) pada neonatus relatif kurang bila

dibandingkan dengan orang dewasa(Indrayani, 2013: 313)

6. Keseimbangan Asam Basa

Tingkat keasaman (PH) darah pada waktu lahir umumnya rendah

karena glikolisis anaerobik, namun dalam waktu 24 jam, neonatus telah

mengkonpensasi asidosis ini (dewi, 2011).

7. Warna Kulit

Pada saat kelahiran tangan dan kaki warnanya akan lebih kelihatan

lebih gelap dari pada bagian tubuh lainnya, tetapi dengan berta,bahnya umur

bagian ini akan lebih merah jambu (Dewi, 2011).

2.1.4 Penilaian

1. APGAR Skor

Menurut sarwono (2014).Penilaian bayi baru lahir dengan

menggunakan APGAR score sebagai berikut :


Tabel 2.1 Skala Pengamatan APGAR Score

Tanda Nilai : 0 Nilai : 1 Nilai : 2

Appearance Pucat/biru Tubuh Seluruh tubuh


seluruh merah, kemerahan
(warna tubuh ekstermitas
kulit) biru

Pulse Tidak ada <100 >100


(denyut
jantung)

Grimace Tidak ada Ekstermitas Gerakan aktif


sedikit
(tonus otot) fleksi

Activity Tidak ada Sedikit Langsung


gerak menangis
(aktifitas)

Respiration Tidak ada Lemah atau Menangis


tidak teratur
(pernapasan)

Sumber: Wahyuni, Sari. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita Penuntun

Belajar Praktik Klinik. Jakarta: EGC.

Apabila nilai apgar:

7-10 : bayi mengalami asfiksia ringan atau bayi dalam keadaan

normal

4-6 : bayi mengalami asfiksia sedang

0-3 : bayi mengalami asfiksia berat

Apabila ditemukan skor Apgar di bawah 6 bayi membutuhkan tindakan

resusitasi
Penelitian APGAR 5 menit pertama dilakukan saat kala III persalinan

dengan menempatkan bayi baru lahir diatas perut pasien dan ditutupi dengan

selimut atau handuk kering yang hangat.Selanjutnya hasil pengamatan bayi

baru lahir berdasarkan criteria di atas dituliskan dalam table APGAR skor

seperti di bawah ini (Dewi, 2011).

2. Ballard score

Penilaian menurut Ballard adalah dengan menggabungkan hasil

penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan

maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan

maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan

maturitas fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai

kematangan dicari masa gestasinya

Gambar : 2.5 Ballard score Maturitas Fisik.


Penilaian menggunakan skor ballard berdasarkan karakteristik fisik.

1) Kulit

Menurut Ladewig (2009), bahwa pada neonatus preterm tanpak tipis

dan transparan, dengan vena menonjol diabdomen pada awal masa

kehamilan. Saat masa kelahiran semakin dekat, kulit tampak buram karena

peningkatan jaringan subkutan. Hilangnya pelindung verniks kaseosa

meningkatkan deskuamasi kulit (pengelupasan). Pada usia cukup bulan,

sudah terdapat jaringan subkutan yang relatif tebal, kuku tangan dan kaki

sudah terbentuk sempurna dan tumbuh sedikit lebih panjang dari ujung jari.

Jika keluar ke cairan amnion in utero, mekoneum dapat melapisi dan

menjadi tanda gawat janin pada bayi matur. Janin dengan usia gestasi

kurang dari 34 minggu jarang mengeluarkan mekonium bila mengalami

asfiksia. Mekonium yang telah berada didalam cairan amnion selama

beberapa jam akan mewarnai kulit, kuku jari tangan dan kaki, serta tali

pusat dengan warna kehijau-hijauan, ini merupakan tanda gawat janin yang

lebih dini atau yang telah berlangsung lebih lama. Bayi postmatur (lebih

dari 42 minggu) biasanya memiliki penampilan yang siaga dan lemah,

dengan kulit kering, terkelupas, jaringan subkutan lebih sedikit dibanding

normal, dan kuku jari tangan yang panjang mungkin terdapat pewarnaan

mekonium pada kulit, tali pusat, dan kuku.

Abnormalitas kulit yang umum, terlihat seperti lapisan plastik tipis

yang retak disebut kulit kolodion. Bayi yang seperti ini sering kali

mengalami iktiosis dikemudian hari. Lepuh atau kulit yang mudah

mengalami erosi, tetapi harus dibedakan dari lesi lepuh akibat infeksi

stafilokokus.
Aplasia kutis adalah kondisi kongenital berupa tidak adanya kulit,

yang biasanya terjadi meliputi suatu daerah yang kecil dan terlokalisasi.

Dan sklerema neonatorum adalah pengerasan jaringan subkutan difus yang

ditemukan pada bayi baru lahir berat. Kulit menjadi keras dan dingin dan

dapat mengencang di sekitar persendian.

2) Lanugo

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa lanugo adalah rambut halus

pada tubuh bayi, terutama di punggung, dahi dan pipi. Lanugo lebih terlihat

pada bayi premature dan jumlahnya berkurang seiring peningkatan gestasi.

Biasanya tidak terlihat lagi pada bayi lebih bulan. Dan rambut lanugo pada

bayi cukup bulan terdapat di punggung bagian atas dan bagian dorsal

ekstremitas.

3) Telapak kaki (lipatan kaki )

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa perlu dikaji pada 12 jam

kelahiran karena setelah itu kulit kaki akan segera mengering, dan lipatan

permukaan menghilang. Perkembangan lipatan kaki dimulai pada ujung

telapak kaki, dan terus menuju ke bawah sampai tumit.

4) Payudara

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa areola diinspeksi, dan pucuk

jaringan mammae dapat dipalpasi dengan lembut untuk menentukan

ukuran. Penting sekali untuk meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada

jaringan ini, dan digulirkan di atas putting untu menentukan ukuran,

daripada dengan mencubit jaringan. Metode pengukuran lainnya termasuk


meletakkan penggaris, tepat diatas putting mammae untuk pengukuran yang

lebih akurat. Kebanyakan pemeriksa yang berpengalaman, seringkali telah

merasa cukup melakukan pengkajian hanya dengan memperkirakan ukuran

dengan sangat akurat.

5) Telinga dan kartilago

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa bentuk telinga dan kartilago

berubah sejalan dengan masa gestasi, pada minggu ke -36 beberapa

kartilago dan pinna atas yang tidak tertutup, dan pinna yang dapat

membuka kembali secara perlahan ketika dilipat. Untuk mengkaji, pantau

bentuk telinga, lalu lipat ujung telinga kearah depan, berlawanan arah sisi

kepala, lepaskan dan pantau hasilnya.

6) Genetalia

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa genital berubah

penampakannya selama masa gestasi, karena sejumlah lemak subkutan

tampak. Genital wanita pada masa minggu ke-30 hingga ke-32 mempunyai

klitoris yang menonjol, dan labia mayora bentuknya kecil, serta letak antara

ke dua sisinya terpisah jauh. Pada usia minggu ke- 36 hingga ke-40, labia

hampir menutupi klitoris, dan juga pada masa lebih dari minggu ke-40,

labia mayora secara utuh menutupi klitoris. Lakukan pengkajian dengan

cara pemantauan. Sedangkan genital pria dievaluasi untuk menilai kantong

skrotum dan ada atau tidaknya rugae. Kantong skrotum dapat diraba secara

lembut untuk menentukan penurunan testis.


Gambar 2.6 Ballard score maturitas neuromuskular.

Penilaian menggunakan skor ballard berdasarkan karakteristik

neuromuskular :

1) Sikap tubuh (postur)

Biasanya dikaji saat bayi berbaring, sehingga bayi tidak terganggu,

dengan melakukan pengkajian tetap diatas permukaan kasur bayi (Ladewig,

2009). Pada saat bayi diam dan berbaring terlentang, periksa derajat fleksi

meningkat sesuai maturitas. Dengan penilaian sebagai berikut :

a. Lengan dan kaki ekstensi : 0

b. Fleksi ringan atau sedang pinggul dan lutut : 1

c. Fleksi penuh pinggul dan lutut : 2

d. Kaki fleksi dan abduksi, lengan fleksi ringan : 3

e. Fleksi penuh lengan dan kaki : 4

2) Square window ( pergelangan tangan )

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa square window dapat

diketahui dengan cara memfleksikan tangan bayi ke lengan bawah bagian


ventral. Sudut yang dibuat oleh pergelangan tangan diukur, (dengan cara

taksiran dan mencocokannya dengan nilai sudut yang ada pada alat

penilaian. Caranya adalah:

a. Letakkan bayi terlentang

b. Pegang tangan bayi dan tempelkan lengan melewati leher ke bahu yang

berlawanan sejauh mungkin.

c. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua bahu

harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus.

d. Amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada

lembar kerja.

3) Rekoil tangan

Menurut Ladewig, et al (2009), bahwa rekoil tangan adalah uji

perkembangan fleksi. Uji ini paling baik dikaji setelah satu jam pertama

kehidupan, ketika bayi telah mempunyai waktu penyesuaian dengan situasi

stres kelahiran. Caranya :

a. Evaluasi bayi saat telentang.

b. Pegang kedua tangan bayi, kemudian fleksikan lengan bagian bawah

sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu kemudian lepaskan. Pada saat

melepaskan, siku bayi cukup bulan akan membentuk sudut kurang dari

900, dan secara cepat terjadi recoil hingga posisinya kembali ke posisi

fleksi. Lengan bayi preterm mempunyai waktu rekoil lebih lambat dan

membentuk sudut lebih dari 90°.

c. Pengkajian rekoil lengan sebaiknya dilakukan bilateral,sehingga dapat

mengklarifikasi adanya kelumpuhan brakialis.


Nilai reaksinya sebagai berikut :

a. Dalam keadaan ekstensi atau gerakan random :0

b. Fleksi tidak penuh atau sebagian :1

c. Segera kembali ekstensi penuh :2

4) Sudut popliteal

Ditentukan dengan cara membaringkan bayi dalam posisi telentang.

Fleksikan paha sampai ke arah abdomen atau daerah dada pada bayi baru

lahir, dan letakkan jari telunjuk anda yang lain di belakang pergelangan

kaki bayi untuk melebarkan tungkai bawah, hingga didapati resistensi.

Kemudian ukur sudut yang terbetuk. Hasilnya sangat beragam, dari tidak

terdapatnya resistensi pada bayi yang sangat matur, hingga didapati sudut

sebesar 80° pada bayi term. Dan sudut kurang dari 90° memiliki skor 5

(Ladewig, 2009).

5) Tanda scarf

Diperoleh dengan cara :

a. Letakkan bayi terlentang.

b. Pegang tangan bayi dan tempelkan lengan melewati leher ke bahu yang

berlawanan sejauh mungkin.

c. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua bahu harus

tetap menempel dipermukaan meja dan kepala tetap lurus.

d. Amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada

lembar kerja.

Menurut Klaus dan Fanaroff (1998) dalam Ladewig (2009) nilai

sesuai dengan lokasi siku :


a. Siku mencapai line axillaris anterior yang berlawanan : 0

b. Siku diantara line axillaris anterior yang berlawanan dan garis tengah

toraks :1

c. Siku berada pada garis tengah toraks :2

d. Siku tidak mencapai garis tengah toraks :3

6) Tumit ke kuping

Diperoleh dengan cara ;

a. Dilakukan dengan cara meletakkan bayi pada posisi terlentang.

b. Secara lembut tarik kaki menuju ke telinga, tetap pada sisi yang sama,

hingga didapati resistensi, baik derajat ekstensi lutut dan kedekatan

kaki ketelinga perlu dikaji.

c. Bila usia gestasi yang sangat kurang, memperlihatkan peningkatan

resistensi pada gerakan ini. Jika bayi baru lahir sebelumnya dilahirkan

dengan posisi sungsang, pengkajian ini harus ditunda hingga tungkai

posisinya kembali lebih normal (Wong, 2009).

2.1.5 Kesadaran Bayi Baru Lahir

1. Menangis

Keadaan menangis bayi mengeluarkan aktivitas motorik yang tidak

jelas dan aktif menangis. Tangis yang normal adalah kuat dan keras/ nyaring

(Hamilton, 2009).

2. Tidur nyenyak

Keadaan tidur tenang bayi jarang bergerak dan pernafasan lambat serta

teratur (Hamilton, 2009).


3. Tidur dengan gerak mata yang tepat (REM, Rafid Eye Movement)

Kedaan tidur REM bayi bernafas tidak teratur dan meringis serta

gerakan mata yang cepat

1) Aktif- sadar

Keadaan aktif sadar bayi memperlihatkan gerak tubuh yang aktif

dengan ekspresi wajah tenang dan meringis.

2) Tenang -sadar

Keadaan sadar tenang bayi sadar tapi relaks, mata terbuka dan

terfokus .

3) Transisional

Keadaan transisional bayi mengalami dari salah satu keadaan sadar

ke keadaan sadar lainnya (Hamilton, 2009).

2.1.6 Reflek Pada Bayi Baru Lahir

Menurut Sitiatava (2012), refleks yang dimiliki bayi baru lahir yaitu

sebagai berikut :

1. Reflek Moro

Didapat dengan cara memberikan isyarat (teriakan, gerakan mendadak)

pada bayi. Respon pada bayi baru lahir berupa menghentakan tangan dan kaki

lurus kearah ke luar, lutut fleksi dan bayi mungkin menangis (Sitiatava, 2012).

2. Reflek menggenggam

Didapat dengan cara menstimulasi telapak tangan bayi dengan sebuah

obyek atau jari. Respon bayi berupa menggenggam dan memegang erat

(Sitiatava, 2012).
3. Reflek menghisap

Didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau dagu disentuh. Sebagai

respon bayi akan menoleh dan membuka mulut untuk mengisap (Sitiatava,

2012).

4. Rooting Reflek

Rooting reflek terjadi ketika pipi bayi di usap atau di sentuh bagian

pinggir mulutnya. Sebagai respon bayi itu memalingkan kepalanya kearah

benda yang menyentuhnya, dalam upaya menemukan sesuatu yang dapat

dihisap. Reflek menghisap dan mencari menghilang setelah bayi berusia sekitar

3 hingga 4 bulan. Reflek digantikan dengan makan secara sukarela.reflek

menghisap dan mencari adalah upaya untuk mempertahankan hidup untuk bayi

baru lahir (Sitiatava, 2012).

5. Terkejut

Bayi akan melakukan abduksi dan fleksi seluruh ekstremitas dan dapat

mulai menangis bila mendapat gerakan mendadak dan suara keras (Sitiatava,

2012).

6. Glabellar

Bayi akan berkedip bila dilakukan 4 atau 5 ketuk pertama pada batang

hidung saat mata terbuka (Sitiatava, 2012).

7. Babinsky

Jari-jari kaki akan hiperektensi dan terpisah seperti kupas dari

dorsofleksi ibu jari kaki bila satu sisi kaki digosok dari unit ke atas melintas

bantalan kaki (Sitiatava, 2012).


8. Reflek tonus leher.

Reflek tonus leher atau reflek “angguk” diobservasi pada neonatus

dalam posisi terlentang. Ketika kepala bayi digerakan ke kiri atau ke kanan,

bayi membentangkan tangannya kemana kepalanya digerakan dan menekukkan

tangan yang berlawanan. Reflek ini tidak dapat terlihat pada bayi usia 1 hari.

Reflek ini dapat diamati sampai bayi berusia 3-4 bulan. Reflek yang terus

menerus pada bayi yang melebihi usia 4 bulan menunjukan adanya

kelumpuhan pada otak (Sitiatava, 2012).

9. Reflek Swallowing

Muncul ketika benda- benda yang dimasukan kedalam mulut, seperti

putting susu ibu dan bayi akan berusaha mengisap lalu menelan. Proses

menelan ini yang disebut reflek swallowing. Reflek ini tidak akan hilang

(Sitiatava, 2012).

10. Refleks menjulurkan lidah

Sentuh atau tekan ujung lidah. Bayi akan menjulurkan lidah keluar.

Hilang pada sekitar usia 4 bulan (Sitiatava, 2012).

11. Eyeblink Reflex

Refleks gerakan seperti menutup dan mengejapkan mata, fungsi :

melingdungi mata dari cahaya dan benda-benda asing, Jika bayi terkena sinar

atau hembusan angin, matanya akan menutup atau dia akan mengerjapkan

matanya (Sitiatava, 2012).

12. Puppilary Reflex

Rekleks gerakan menyempitkan pupil mata terhadap cahaya terang,

membesarkan pupil mata terhadap lingkungan gelap, fungsi : melindungi dari

cahaya terang, menyesuaikan terhadap suasana gelap (Sitiatava, 2012).


13. Breathing Reflex

Refleks gerakan seperti menghirup dan menghembuskan nafas secara

berulang-ulang, fungsi : menyediakan O2 dan membuang CO2. Permanen

dalam kehidupan (Sitiatava, 2012).

14. Refleks yawning,

Yakni refleks seperti menjerit kalau ia merasa lapar, biasanya disertai

dengan tangisan (Sitiatava, 2012).

15. Reflek Plantar

Reflek ini muncul sejak lahir dan berlangsung hingga sekitar satu tahun

kelahiran. Reflek plantar ini dapat diperiksa dengan menggosokkan sesuatu di

telapak kakinya, maka jari-jari kakinya akan melekuk secara erat (Sitiatava,

2012).

2.1.7 Komplikasi

1. Asfiksia.

2. Gangguan nafas

3. Hipotermi/ Hipertermi

4. Dehidrasi

5. Ikterus

6. Infeksi atau sepsis

7. Tetanus neonatorm

8. Kejang

9. Cidera lahir

(Manggiasih & Jaya, 2016).


2.1.8 Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir

1. Tidak dapat menyusu/ reflek hisap lemah

2. Kejang

3. Mengantuk dan tidak sadar

4. Nafas cepat ( > 60 kali/ menit)

5. Merintih

6. Retaksi dinding bawah dada.

7. Sianosis sentral

(Manggiasih & Jaya, 2016).

2.1.9 Asuhan Kebidanan Pada BBL Normal

Asuhan segera pada bayi baru lahir (neonatus) terdiri atas beberapa

tindakan, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Pencegahan Infeksi

Menurut Sitiatava (2012), Pencegahan infeksi merupakan bagian

terpenting dari setiap komponen perawatan bayi baru lahir, bayi baru lahir

sangat rentan terhadap infeksi karena sistem imunisasinya belum sempurna,

latar belakang prinsifdan kunji praktek pencegah infeksi adalah sebagai

berikut.

1) Memberikan Vitamin K. Untuk mencegah terjadinya pendarahan, karena

defisiensi Vitamin K pada bayi baru lahir normal cukup bulan perlu

diberikan dengan dosis 0,5-1 mg secara IM.

2) Memberikan obat tetes atau salep mata. Untuk pencegah penyakit mata

karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu diberikan obat mata pada

jam persalinan.
2. Mempertahankan Suhu Tubuh BBL dan mencegah Hipotermia.

1) Mengeringkan tubuh bayi segera setelah lahir, kondisi bayi lahir basah

karena air ketuban atau aliran udara melalui jendela/ pintu yang terbuka

akan mempercepat terjadinya penguapan yang akan mengakibatkan bayi

lebih cepat kehilangan suhu tubuh. Hal ini akan mengakibatkan serangan

dingin (cold stress) yang merupakan gejala hipotermia. Bayi kedinginan

biasanya tidak memperlihatkan gejala menggigil oleh karena kontrol

suhunya belum sempurna.

2) Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi yang baru lahir harus segera

dikeringkan dan di bungkus dengan kain kering kemudian diletakan

terlungkup diatas dada ibu untuk mendapatkan kehangatan dari dekapan

ibu.

3) Menunda memandikan BBL sampai tubuh bayi stabil. Pada BBL cukup

bulan dengan berat badan lebih dari 2500 gram dan menangis kuat bisa

dimandikan kurang lebih 24 jam setelah kelahiran dengan tetap

menggunakan air hangat. Pada BBL bresiko yang berat badannya kurang

dari 2500 gram atau keadaanya sangat lemah jangan dimandikan sampai

suhu tubuhnya stabil dan mampu mengisap ASI dengan baik. (Maryuni,

2014).
2.2 Konsep Dasar Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

2.2.1 Definisi

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi kurang dari 2500 gram

(Fauziah,A, 2013: 3).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir berat badannya

saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin

prematur (Kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (Dismatur) (Saifudin, 2011).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam satu jam setelah lahir (Juliana, 2017)

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi yang

lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yang dapat terjadi pada bayi prematur

(Kurang bulan) dan dismatur (Cukup Bulan).

2.2.2 Etiologi

Menurut Juliana (2017), faktor-faktor penyebab terjadinya BBLR antara lain :

1. Faktor Ibu

1) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hepertensi,

HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung

2) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,

preeklamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih, dan kelahiran preterm.

3) Usia ibu dan paritas, angka kejadian BBLR tertinggi di temukan pada

bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan usia < 20 tahun atau >35 tahun.

4) Faktor kebisaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu yang perokok,

Penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol.


5) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek.

6) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya

2. Faktor janin

Faktor janin meliputi: prematur, hidramnion, kelainan kromoson,

infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan

kehamilan kembar/gemeli.

3. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solusio

plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah

dini.

4. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di

daratan tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

2.2.3 Ciri-ciri Bayi BBLR

Manifestasi klinis bayi BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013) sebagai

berikut :

1. Berat Badan Lahir Rendah kurang dari 2.500 gram.

2. Panjang badan kurang dari 45 cm.

3. Lingkar dada kurang dari 30 cm.

4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.

5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

6. Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus, daun

telinga elastis.
7. Dada: dinding thorax elastis, putting susu belum terbentuk.

8. Abdomen: distensi abdomen, kulit perut tipis, pembuluh darah kelihatan.

9. Kulit: tipis, transparan, pembuluh darah kelihatan.

10. Jaringan lemak subkutan sedikit,rambut lanugo banyak

11. Genetalia: laki-laki skrotum sedikit, testis tidak teraba, perempuan labia

mayora hampir tidak ada, klitoris menonjol.

12. Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi luru garis telapak kaki

sedikit.

13. Motorik: pergerakan masih lemah

14. Pernafasan tidak teratur bisa terjadinya apneu

Prematuritas adalah bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37

minggu dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, Berat badan kurang dari

2500 gram, PB 45 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang

dari 30 cm, tanda gejalanya antara lain :

1. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

2. Kulit tipis dan transparan, tampak mengkilat dan licin.

3. Kepala lebih besar dari badan.

4. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan.

5. Lemak subkutan kurang.

6. Ubun-ubun dan sutura lebar.

7. Rambut tipis, halus.

8. Tulang rawan dan daun telinga immature.

9. Putting susu belum terbentik dengan baik.

10. Pembuluh darah kulit banyak terlihat peristaltic usus dapat terlihat.

11. Bayi masih fetal.


12. Pergerakan kurang dan lemah

13. Otot masih hipotonik.

14. Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering dan

sering mengalami serangan apnoe.

15. Reflek tonic neck lemah

16. Reflek menghisap dan menalan belum sempurna.

17. Pada wanita labia mayora belum menutupi labia minora, pada laki-laki

testis belum turun (Pantiawati, 2010).

2.2.4 Klasifikasi

Menurut Maryunani (2014), neonatus Dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram. Dalam hal ini

disebutkan juga bahwa :

- Neonatus yang termasuk dalam BBLR mungkin merupakan salah satu dari

beberapa keadaan yaitu :

1) NKB-SMK (Nenatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan) adalah bayi

prematur dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan .`

2) NKB-KMK (Neonatus Kurang Bulan-Kecil Masa Kehamilan) adalah bayi

prematur dengan berat badan lahir kurang dari normal menurut usia

kehamilan

3) NCB-KMK (Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan) adalah bayi

cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal.

- Selain itu sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran, BBLR dibagi lagi

menurut berat badan lahir, yaitu :


1) Bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) atau Very Low

Birt Weigh (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

antara 1.000- 1.500 gram.

2) Bayi dengan berat lahir amat sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan

berat badan lahir kurang dari 1.000 gram

- Klasifikasi BBLR menurut harapan hidupnya yaitu sebagai berikut:

1) ``Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir 1.500-

2.500gram.

2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir

<1.500 gram.

3) Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) adalah bayi dengan berat lahir

< 1.000 gram

Sedangkan menurut Ayuwari (2009), bayi dengan berat badan lahir rendah

dapat dibagi menjadi dua golongan:

1. Prematuritas murni

Prematuritas murni adalah neonatus dengan usia kehamilan < 37

minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamilan atau

neonatus disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK (Sesuai Masa

Kehamilan).

2. Dismaturitas

Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat

badan seharusnya untuk masa kehamilan, dikarenakan mengalami kerusakan

pertumbuhan dalam kandungan. Dismatur ini dapat Neonatus Kurang Bulan,

Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).


2.2.5 Patofisiologi

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang-cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut

menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri akuarta memberi cabang

arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan

arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab

yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang

menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri

spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga

jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini

memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan

peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke

janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin

pertumbuhan janin dengan baik.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada

lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri

spiralis menjadi tetap kaku, dan keras, sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis

relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri

spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan

iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-

perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya (Sarwono, 2014:

533)
2.2.6 Adaptasi Fisiologis BBLR

1. Pengendalian suhu

Bayi preterm cenderung memiliki suhu yang abnormal, hal ini

disebabkan oleh produksi panas yang buruk dan peningkatan kehilangan panas.

Kehilangan panas yang meningkat karena adanya permukaan tubuh yang relatif

besar dan tidak adanya lemak subkuta, tidak adanya pengaturan panas bayi

sebagian disebabkan oleh panas immature dari pusat pengatur panas dan

sebagian akibat kegagalan untuk memberikan respon terhadap stimulasi dari

luar (Jaya, 2016).

2. Sistem Pernapasan

Lebih pendek masa gestasi maka semakin kurang perkembangan paru-

paru pada bayi dengan berat 900 gram, Alveoli cenderung kecil, dengan

adanya sedikit pembuluh darah yang mengelilingi stroma seluler. Semakin

matur bayi dan lebih berat badanya makan akan semakin besar alveoli, pada

hakekatnya dindingnya dibentuk oleh kapiler, otot pernafasan bayi lemah dan

pusat pernapasan kurang berkembang. Kecepatan pernapasan bervariasi pada

semua neonatus dan bayi preterm. Pada bayi neonatus dalam keadaan istirahat,

maka kecepatan pernapasan dapat 60-80 kali / menit, berangsur-angsur

menurun mencapai kecepatan yang mendekati biasa yaitu 34-36 kali/menit

(Jaya, 2016).

3. Sistem Pencernaan

Semakin rendah umur gestasi, maka semakin kecil/ lemah refleks hisap

dan menelan, bayi yang paling kecil tidak mampu minum secara efektif,

pencernaan tergantung dari perkembangan alat pencernaan, lambung dari

seorang bayi dengan berat 900 gram memperlihatkan adanya sedikit lipatan
mukosa, glandula skretoris, demikian juga kurang berkembang. Perototan usus

yang lemah mengarah pada timbulnya distensi dan retensi bahan makanan

yang dicerna. Sedangkan untuk pencernaan protein berkembang dengan baik

pada bayi preterm yang terkecil sekalipun (Jaya, 2016).

4. Sistem Sirkulasi

Jantung relatif kecil pada saat lahir, pada beberapa bayi preterm

kerjanya lambat dan lemah. Terjadinya ekstrasistole dan bising yang dapat di

dengar pada atau segera setelah lahir. Sirkulasi perifer seringkali buruk dari

dinding pembulu darah intrakranial, hal ini merupakan sebab dari timbulnya

kecendrungan perdarahan intrakranial yang terlihat pada bayi preterm, tekanan

darah lebih rendah dibandingkan dengan bayi arterm, tekanan menurun dengan

menurunnya berat badan. Tekanan sistolik pada bayi arterm sekitar 80 mmHg

dan pada bayi preterm yaitu 40-50 mmHg, untuk tekanan diastolik secara

proporsional rendah, bervariasi dari 30-45 mmHg. Nadi bervariasi antara 100-

160 kali/ menit cenderung ditemukan aritma, dan untuk memperoleh suara

yang tepat maka dianjurkan untuk mendengar pada debaran apeks dengan

menggunakan stetoskop (Jaya, 2016).

5. Sistem Urinarius

Pada saat lahir fungsi ginjal perlu menyesuaikandiri dengan

lingkungan, fungsi ginjal kurang efisien dengan adanya angka filtrasi

glomerolus yang menurun, klirens urea dan bahan terlarutyang rendah. Hal ini

menyebabkan perubahan kemampuan untuk mengkonsentrasi urine dan urine

menjadi sedikit. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit mudah terjadi. Hal

ini disebabkan adanya tubulus yang kurang berkembang (Jaya, 2016).


6. Sistem persyarafan

Perkembangan susunan syaraf sebagian besar tergantung pad drajat

maturitas, pusat pengendali fungsi fital, misalnya pernafasan, suhu tubuh dan

pusat refleks kurang berkembang. Refleks seperti refleks leher tonik ditemukan

pada bayi prematur, tetapi refleks tondon bervariasi karena perkembangan

susunan syaraf yang buruk, maka bayi terkecil pada khususnya yang lemah,

lebih sulit untuk dibangunkan dan mempunyai tangisan yang lemah (Jaya,

2016).

7. Sistem Pengindraan (Pengelihatan)

Maturitas fundus uteri pada gestasi 34 minggu, terdapat adanya 2

stadium perkembangan yang dapat diketahui yaitu imature dan transisional

(peralihan) yang terjadi antara 24 dan 33-34 minggu. Selama setahun stadium

ini bayi bisa menjadi buta jika diberikan ksigen alam konsentrasi yang tinggi

untuk waktu yang lama (Jaya, 2016).

8. Sistem Genital

Genital kecil pada wanit, labia minora tidak ditutpi labian mayora

hingga arterm. Pada laki-laki testis terdapat dalam abdomen dan skrotum atau

inguinalia (Jaya, 2016).

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi dari BBLR menurut Maryunani (2014), yaitu :

1. Hipotermia

Dalam kandungan bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan

stabil yaitu 36o sampai dengan 37o C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan

pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini

memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu hipotermi
dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan

kesanggupan penambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan

otot-otot yang belum cukup memadai lemak subkutan yang sedikit belum

matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif

lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

Tanda klinis hipotermia :

1) Suhu tubuh di bawah normal

2) Kulit dingin

3) Akral dingin

4) Sianosis

2. Hipoglikemia

Penyelidikan kadar gula darah pada 12 jam pertama menunjukkan

bahwa hipoglikemia dapat terjadi sebanyak 50% pada bayi matur. Glukosa

merupakan sumber bayi utama energi selama masa janin. Kecepatan glukosa

yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya

hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa.

Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dl selama 72

jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/ dl.

Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Hiploglikemia

bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20 mg/dl. Tanda klinis

hipoglikemia :

1) Gemetar / tremor

2) Sianosis

3) Apatis

4) Kejang
5) Apnea intermiten

6) Tangisan lemah atau menengking

7) Kelumpuhan / letargi

8) Kesulitan minum

9) Terdapat gerakan putar mata

10) Keringat dingin

11) Hipotermia

12) Gagal jantung dan henti jantung (sering berbagai gejala muncul bersama-

sama).

3. Perdarahan intracranial

Perdarahan intracranial dapat terjadi karena trauma lahir, disseminated

intra vascular cuagulopathi atau trombositopenia idopatik. Matrik germinal

epidimal yang kaya pembuluh darah merupakan wilayah yang sangat rentang

terhadap perdarahan selama minggu pertama kehidupan.

Tanda klinis perdarahan intra kranial :

1) Kegagalan umum untuk bergerak normal

2) Reflesk moro menurun atau tidak ada

3) Tonus otot menurun

4) Litargi

5) Pucat dan sianosis

6) Apnea

7) Kegagalan menetek dengan baik

8) Muntah yang kuat

9) Tangisan bernada tinggi dan tajam

10) Kejang
11) Kelumpuhan

12) Fontanela mayor mungkin tegang dan cembung

13) Pada sebagian kecil penderita mungkin tidak ditemukan manifestasi klinik

satupun

2.2.8 Pencegahan

Menurut Manggiasih (2016) risiko bayi BBLR dapat dicegah pada masa

kehamilan dengan cara sebagai berikut :

1. Upayakan agar melakukan antenatal care yang baik, segera melakukan

konsultas dan merujuk penderita bila terdapat kelainan.

2. Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan

dengan berat badan lahir rendah.

3. Tingkatkan penerimaan keluarga berencana

4. Anjurkan ibu lebih banyak istirahat, bila kehamilan mendekati aterm atau

istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari keadaan normal

kehamilan.

5. Tingkatkan kerjasama dengan dukun beranak yang masih mendapat

kepercayaan dari masyarakat.

2.2.9 Penatalaksanaan

Penanganan kebidanan bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah

menurut Manggiasih (2016 ) adalah sebagai berikut :

1. Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar

perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis

lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator.

2. Bungkus bayi dengan kain lunak, kering, selimuti, pakai topi untuk

menghindari kehilangan panas.


3. Pelestarian suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam

mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal

suhu rectal dipertahankan antara 36° C s/d 37° C. Bayi berat rendah harus

diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu normal tubuhnya

dipertahankan dengan usaha metabolik yang minimal.bila bayi berada didalam

inkubator , bayi dengan berat badan < 1.500 gram dengan suhu 35° C dan bayi

dengan berat badan 1500 gram sampai dengan 2500 gram dengan suhu

inkubator 33°C -34°C agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuh 37°C suhu

incubator dapat di turunkan 1°C perminggu untuk bayi dengan berat badan <

1500 gram secara berangsur-angsur ia dapat di letakan dalam tempat tidur bayi

dengan suhu lingkungan 27° C -29° C. bila incubator tidak ada pemanasan

dapat dilakukan dengan membungkus bayi lalu di sinari dengan lampu.

Menurut Maryunani (2014), asuhan yang dapat diberikan kepada BBLR

melalui Penghangatan Bayi Dengan Metode Kanguru (PMK) juga sangat

efektif karena metode ini adalah suatu teknologi tepat guna sebagai pengganti

incubator yang sederhana, murah dan sangat dianjurkan pada bayi BBLR, yang

dapat dilakukan dengan cara seperti di berikut :

1) Posisikan bayi diantara payudara, tegak, dada bayi menempel ke dada ibu,

kemudian amankan posisi bayi tersebut dengan menggunakan kain panjang

atau baju kanguru.

2) Palingkan kepala bayi kesisi kanan atau kiri, dengan sedikit tengadah

(Ekstensi). Perhatian : jangan menunduk kedepan atau sangan tengadah.

Ujung pengikat di bawah telinga bayi.


3) Posisi pangkal paha bayi harus fleksi dan ekstensi seperti kodok, tangan

dalam posisi fleksi (Posisi fetus/janin)

4) Ikatan harus kuat dan menutupi dada bayi

5) Perut bayi jangan tertekan dan terletak di epigastrium ibu.

4. Pencegahan infeksi

Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang

kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan

terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan baju

khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker,

gunakan baju/jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar

bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit.

5. Nutrisi

Pada bayi prematur reflek hisap, telan dan batuk belum sempurna,

kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama limpase

masih kurang di samping itu kebutuhan protein 3-5 gr perhari dan tinggi kalori

(110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian

minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak menderita

hipoglikemia dan hiperbilirubinemia pada umumnya bayi dengan berat badan

lahir 2000 gram agar lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat

kurang 1500 gram diberi minum melalui sonde, permulaan cairan diberikan

sekitar 50-60 cc/kg/BB/hari dan terus dinaikan sampai mencapai 200

cc/kg/BB/hari, Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya, bila daya

hisap cukup baik maka pemberian air susu diteruskan.


Kapasitas lambung payi prematur sangat terbatas dan mudah

mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan.

Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat di ukur sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kapasitas lambung berdasarkan umur pada bayi BBLR

Umur Kapasitas (ml)

Bayi Baru Lahir 10-20

1 minggu 30-90

2-3 minggu 75-100

1 bulan 90-150

3 bulan 150-200

1 tahun 20-360

Sumber : Manggiasih ( 2016).

2.3 Perawatan Metode Kanguru (PMK)

2.3.1 Definisi

PMK adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus

dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif (Yongky dkk, 2012). Salah satu

cara untuk mengurangi kesakitan dan kematian BBLR adalah dengan Perawatan

Metode Kanguru (PMK) atau perawatan bayi lekat yang ditemukan sejak tahun

1983.

PMK adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu

(kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat. Perawatan
metode ini sangat menguntungkan untuk bayi berat lahir rendah (Atikah & Afroh,

2010).

2.3.2 Manfaat

Keuntungan dan manfaat PMK adalah suhu tubuh bayi tetap normal,

mempercepat pengeluaran (ASI) dan meningkatkan keberhasilan menyusui,

perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik, stimulasi dini, kasih

sayang, mengurangi biaya rumah sakit karena waktu perawatan yang pendek, tidak

memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan (Atikah & Afroh, 2010).

Adapun manfaat lain dari PMK yaitu ikatan emosional ibu dan bayi, posisi

bayi tegak akan membantu bayi bernafas secara teratur, menyiapkan ibu untuk

merawat bayi BBLR di rumah, melatih bayi untuk menghisap dan menelan secara

teratur dan terkoordinasi (Sudarti & afroh, 2013).

1. Manfaat perawatan metode kanguru bagi bayi

Berbagai peneliti menyebutkan bahwa manfaat perawatan metode

kanguru pada BBLR adalah:

1) Suhu tubuh bayi lebih stabil daripada yang dirawat di incubator

2) Pola pernafasan bayi menjadi lebih teratur (mengurangi kejadian apnea

periodic)

3) Denyut jantung lebih stabil

4) Pengaturan perilaku pada bayi lebih baik, misalnya frekuensi menangis

bayi kekurang dan sewaktu bangun bayi lebih waspada

5) Bayi lebih sering minum ASI dan lama menetek lebih panjang serta

peningkatan produksi ASI

6) Pemakaian kalori lebih kurang

7) Kenaikan berat badan lebih baik


8) Waktu tidur bayi lebih lama

9) Hubungan lekat bayi — ibu lebih baik serta berkurangnya kejadian infeksi

10) Efisiensi anggaran

(Rahmayanti, 2011).

2. Manfaat perawatan metode kanguru bagi ibu

Menurut Depkes RI (2008) dari beberapa penelitian KMC dapat

mempermudah pemberian ASI, ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi,

hubungan lekat bayi-ibu lebih baik, ibu sayang kepada bayinya, pengaruh

psikologis ketenangan bagi ibu dan keluarga (ibu lebih puas, kurang merasa

stress), peningkatan lama menyusui dan kesuksesan dalam menyusui

(Rahmayanti, 2011).

3. Manfaat perawatan metode kanguru bagi

1) Ayah memainkan perasaan yang lebih besar dalam perawatan bayinya.

2) Meningkatkan hubungan antara ayah-bayinya, terutama berperan penting di

Negara dengan tingkat kekerasan pada anak yang tinggi (Rahmayanti,

2011).

4. Manfaat perawatan metode kanguru bagi petugas kesehatan

Bagi petugas kesehatan paling sedikit akan bermanfaat dari segi

efisiensi tenaga karena ibu lebih banyak merawat bayinya sendiri. Dengan

demikian beban kerja petugas akan berkurang. Bahkan petuas justru dapat

melakukan tugas lain yang memerlukan perhatian petugas misalnya

pemeriksaan lain atau kegawatan pada bayi maupun memberikan dukungan

kepada ibu dalam menerapkan PMK (Depkes RI, 2008).


2.3.3 Persyaratan Pelaksanaan PMK

1. Berat badan lahir kurang dari 2500 gram,

2. Semua keadaan patologis sudah teratasi,

3. Mampu untuk menghisap-menelan dan bernafas sudah baik,

4. Berat badan selama di Inkubator meningkat (15-20 gr/hari selama 8hari),

5. Ibu, suami atau pengganti ibu lainnya sehat dan mampu serta mampu merawat

bayi dengan metode kanguru.

(Maryunani, 2014).

2.3.4 Klasifikasi Perawatan Metode Kanguru

Menurut Atikah & Candra (2010), perawatan metode kanguru dibagi

menjadi dua yaitu:

1. PMK intermiten, yaitu PMK degan jangka waktu yang pendek (perlekatan

lebih dari satu jam per hari) dilakukan saat ibu berkunjung. PMK ini

dioeruntukkan bagi bayi dalam proses penyembuhan yang masih memerlukan

pengobatan medis (infus, oksigen).

2. PMK kontinu yaitu PMK dengan jangka waktu yang lebih lama daripada PMK

intermiten. Pada metode ini perawatan bayi dilakukan selama 24 jam sehari.

2.3.5 Prosedur Tindakan Perawatan Metode Kanguru

1. Posisi bayi

Beri bayi pakaian, beri topi , popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih

dahulu kemudian letakkan bayi di dada ibu. Letakkan bayi diantara payudara

dengan posisi tegak atau vertikal, dada bayi menempel pada pada ibu. Posisi

ibu dijaga dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan

kesisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Ujung
pengikat tepat berada dibawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah dalam posisi

“kodok”, tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan kuat agar saat

ibu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.Pastikan juga bahwa ikatan yang

kuat dari kain tersebut menutupi dada si bayi. Perut bayi jangan sampai

tertekan dan sebaiknya berada di sekitar epigastrium ibu. Dengan cara ini ibu

dapat melakukan pernafasan perut (Rahmayanti, 2011).

Tahap-tahap dalam pelaksanaan PMK adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan, keringkan dan gunakan gel hand rub.

2) Ukur suhu bayi dengan termometer.

3) Pakaikan baju kanguru pada ibu.

4) Bayi dimasukkan dalam posisi kanguru, menggunakan topi, popok dan kaus

kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu.

5) Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan

pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan

siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan

kepala agak sedikit mendongak.

6) Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi diletakkan di

antara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang

yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak jatuh.

7) Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga bayi.

Selanjutnya ibu bayi dapat beraktifitas seperti biasa sambil membawa

bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to skin contact) seperti

kanguru. (Atikah & Cahyo, 2010)

Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju kanguru,

misalnya saat akan disusui:


1. Pegang bayi pada satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai punggung

bayi.

2. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya

agar kepala bayi tidak tertekuk dan tak menutupi saluran nafas ketika bayi

berada pada posisi tegak.

3. Tempat kantangan lainnya dibawah pantat bayi.

Yang perlu diperhatikan:

1. Selama penggunaan metode kanguru ibu atau pengganti ibu tidak memakai

BH dan baju dalam.

2. Pakai baju yang longgar.

3. Menghangatkan baju atau selendang metode kanguru dengan cara dijemur

dibawah sinar matahari atau disetrika.

4. Lepaskan bayi dari selendang kangguru untuk memberikan popok dan

pengganti ibu kangguru.

(Sudarti & Afroh , 2013).


2.4 Manajemen Konsep Asuhan Kebidanan Bayi dengan BBLR

Asuhan Kebidanan

Pada By Ny”……” NKB-KMK/NCB-KMK/NKB-SMK usia 0-24 Jam/

1-28 Hari dengan BBLR

1. Pengkajian

Tanggal/jam pengkajian : Untuk mengetahui kapan dilakukan pengkajian.

Tempat pengkajian : Untuk mengetahui dimana dilakukan pengkajian.

Tanggal MRS : Untuk mengetahui kapan bayi masuk rumah sakit

(Varney, 2011).

No Register : Menghindari kekeliruan antar data pasien satu dengan

pasien yang lain, (Varney, 2011).

1. Pengkajian

A. Data subyektif

1. Identitas

Nama bayi : Untuk mengetahui identitas bayi dan memastikan

bahwa yang diperiksa benar-benar bayi yang dimaksud

agar tidak terjadi kekeliruan (Manggiasih, 2016).

Umur bayi : Untuk mengetahui umur bayi yang nantinya

disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan,

bayi dengan BBLR usia 0-28 hari (Manggiasih, 2016).

Tgl/jam lahir : Untuk mengetahui kapan bayi lahir disesuaikan

dengan hari perkiraan lahir (Manggiasih, 2016).


Jenis Kelamin : Untuk mengetahui jenis kelamin bayi laki- laki atau

perempuan dan memastikan bahwa yang diperiksa

benar-benar bayi yang dimaksud (Manggiasih, 2016).

Anak ke : Untuk mengetahui bayi anak ke berapa, karena salah

satu penyebab BBLR adalah jumlah anak yang terlalu

banyak (Paritas) (Manggiasih, 2016).

Identitas Orang Tua

Nama ayah/ibu : Untuk mengetahui identitas orang tua bayi dan

untuk memudahkan memanggil atau menghindari

kekeliruan (Dewi, 2011).

Umur : Umur ibu yang < 20 atau > 35 tahun berisiko tinggi

menyebabkan bayi BBLR.

Agama : Untuk memberikan motivasi kepada keluarganya

sesuai dengan kepercayaan yang dianut (Dewi,

2011).

Suku bangsa : Untuk mengetahui tentang kebudayaan yang akan

mempengaruhi cara perawatan bayi serta untuk

mengetahui apakah orang tua pasien WNI atau

WNA (Dewi, 2011). Biasanya penduduk daerah

dataran tinggi/suku pedalaman seperti suku asmat di

Papua memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi

BBLR di bandingkan dengan suku Jawa, karena

suku pedalaman masih sangat minim pengetahuan


tentang gizi untuk ibu hamil, dibandingkan suku

jawa yang sudah sangat mengerti tentang kebutuhan

ibu hamil (Manggiasih, 2016).

Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu yang

nantinya penting dalam memberikan KIE perawatan

bayi, selain itu juga untuk mengidentifikasi

bagaimana ibu menjaga proses kehamilanya yang

menjadi faktor penyebab terjadinya BBLR,

misalnya bagaimana cara ibu dalam pemenuhan

nutrisinya, deteksi dini melalui pemeriksaan ANC,

dan pengaturan jarak kehamilan (Manggiasih,

2016).

Pekerjaan : Untuk mengetahui gambaran keadaan sosial

ekonomi dalam mencukupi kebutuhan nutrisi.

Faktor bekerja terlalu berat bisa mengakibatkan bayi

BBLR, karena aktivitas yang terlalu berat pada ibu

hamil dapat memicu kelahiran yang prematur, dan

untuk mengetahui apakah tempat bekerja ibu

terpapar radiasi atau zat beracun (Jaya, 2016).

Alamat : Untuk mengetahui gambaran tentang tempat dimana

pasien tinggal (Manggiasih, 2016).


Riwayat Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan, seperti :

Menikah ke : Untuk mengetahui berapa kali klien ganti

pasangan dan resiko adanya infeksi menular

seksual (Manggiasih, 2016).

Lama menikah : Untuk mengetahui kesuburan ibu atau status

kesehatan reproduksi ibu (Manggiasih, 2016).

Usia pertama kali menikah : Untuk mengetahui resiko tinggi/rendah,

usia < 20 atau >35 tahun organ reproduksi belum

matur sehingga menyebabkan terjadinya BBLR

(Manggiasih, 2016).

2. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang harus dinyatakan dengan

singkat dan menggunakan bahasa yang dipakai si pemberi

keterangan ( Varney, 2012). Keluhan utama pada kasus ini yaitu ibu

mengatakan bayi lahir dengan berat kuranng dari 2500 gram

(Proverawati dan Ismawati, 2013).

3. Riwayat Kesehatan Sekarang.

Bayi lahir pada kehamilan sebelum bulan perkiraan atau lebih

dari bulan perkiraan akan tetapi BB rendah, ketuban pecah dini atau

saat persalinan, warna ketuban jernih/keruh/mekonial, apakah bayi

lahir dengan kelainan kromosom, infeksi janin kronik, gawat janin


dan kehamilan kembar, berat badan lahir bayi kurang dari 2500

gram, panjang badan kurang dari 45cm, jenis kelamin, Bergerak

aktif/lemah (Manggiasih, 2016).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit

menahun, seperti, paru-paru, penyakit jantung, penyakit menular

seperti TBC, hepatitis, penyakit menurun seperti hipertensi

(Manggiasih, 2016).

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

a. Pemeriksaan Perinatal.

Anak keberapa, apakah kehamilan di sertai komplikasi

seperti, penyakit jantung, hipertensi (HT), anemia, pendarahan

antepartum, preeklamsi, infeksi menular seksual, TOCRH,

apakah bayi lahir dengan BBLR disebabkan oleh faktor janin

seperti, kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi

sitomegali, rubella bawaan), dan kehamilan kembar sehingga

menyebabkan terjadinya kelahiran bayi dengan BBLR,

Frekuensi antenatal care, apakah selama hamil ibu sering atau

tidak memeriksakan kehamilannya ke bidan/ fasilitas kesehatan

lainnya sehingga dengan mudah mendeteksi apakah selama

kehamilan ada kelainan pada janin atau janin mengalami

keterlambatan pertumbuhan, apakah imunisasi TT sudah


lengkap, kebiasaan ibu selama kehamilan seperti merokok,

minum-minuman berakohol, jamu (Varney, 2011).

b. Riwayat Natal

Bayi lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu

(Prematur) atau bayi lahir usia kehamilan lebih dari 37- 40

minggu (Dismatur), jam berapa waktu persalianan, jenis

persalinan lama kala I, lama kala II, apakah ada penyulit

selama proses persalinan, Warna ketuban jernih, keruh atau

mekonium, bagaimana keadaan bayi saat lahir apakah

menangis spontan, gerak aktif/lemah, BB bayi kurang dari 2500

gram, PB bayi kurang dari 45 cm, nadi 100-140 cm, RR 40-50

x/menit, suhu 34 °C-37 °C (Kosim, 2011).

Apgar Score

Nilai Nilai Nilai


Gejala
1 2 3
Appearance Seluruhnya Warna kulit Warna kulit
(Warna biru normal, tetapi seluruh tubuh
Kulit) tangan dan kaki normal
berwarna kebiruan
Pulse Denyut jantung Denyut jantung >
(Denyut Tidak ada <100 x/menit 100x/menit
jantung)
Grimace Tidak ada Wajah meringis Meringis,
(Respons res-pon saat di stimulasi menarik, batuk,
Reflek) terhadap atau bersin saat di
stimulasi stimulasi
Activity Lengan dan Kaki Bergerak aktif
(tonus otot) Lemah/Tidak dalam posisi fleksi dan spontan
ada dengan sedikit
gerak
Respiration Tiadak ada Menangis lemah, Menagis kuat,
( Pernafasan) terdengar seperti pernafasan baik
merintih dan teratur.
Sumber : Rukiyah, 2010.
Nilai Apgar Klasifikasi Asfiksia

7-10 Asfiksia Ringan

4-6 Asfiksia Sedang

0-3 Asfiksia Berat

Sumber : Rukiyah, 2010.

c. Riwayat Post Natal

Bagaimana keadaan bayi saat lahir, apakah ada

kelainan, apakah bayi sudah diberi obat-obatan seperti salep

mata, vit k, ada infeksi tali pusat/ tidak, ada sianosis/tidak, dan

bayi sudah BAB/BAK

6. Riwayat Imunisasi

Pasien sudah mendapatkan imunisasi apa saja, apakah

iminisasi dasar pasien sudah diberikan (Pada bayi dengan

BBLR tidak mendapat imunisasi karena berat badan bayi

kurang dari 2. 500 gram).

7. Pola Kebiasaan Sehari-hari

a. Pola Nutrisi

Untuk mengetahui pola nutrisi bayi yang sudah

didapatkan ASI/ PASI, kapan mulai diberikan pada bayi,

frekuensi 30 cc/ hari. Bayi dengan berat lahir < 1.500 gram
diberi minum melalui sonde, permulaan cairan diberikan sekitar

50-60 cc/kg/BB/hari dan terus dinaikan sampai mencapai 200

cc/kg/BB/hari. Sedangkan berat bayi > 1.500 gram jika

refleknya sudah baik diberikan ASI secara eksklusif ( Varney,

2011).

b. Pola aktivitas

Untuk mengetahui bayi bergerak aktif atau tidak,

tangisan kuat, lemah/ merintih. Pada bayi dengan BBLR

pergerakan lemah dan tangisan lemah ( Varney, 2011).

c. Pola Istirahat

Bayi normal tidur 16-18 jam/ hari. Pada bayi dengan

BBLR lebih banyak tidur ( Bangun ketika BAB dan BAK dan

saat bayi merasa haus) ( Varney, 2011).

d. Pola eliminasi

Dilihat frekuensi, konsitensi BAB/BAK per hari ( Pada

bayi BBLR hari pertama BABnya mekonial)

e. Pola Personal hygiene

Untuk mengetahui tingkat kebiasaan bayi, Pada bayi

dengan BBLR hari pertama bayi tidak dimandikan karena

untuk menghindari terjadinya kehilangan panas pada bayi, hari

kedua bayi diseka 2x/ hari, ganti pempres tiap kali BAB dan

BAK untuk mencegah terjadinya infeksi dan hipotermi,


termasuk oral hygine dan kebersihan lingkungan termasuk

inkubator harus sering dijaga pada bayi BBLR yang berpotensi

lebih besar terjadinya infeksi (Nursalam, 2011).

B. Data Objektif.

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum

Pada bayi BBLR gerak lemah, tangis lemah atau merintih (Wiknjosastro, 2010).

Kesadaran : Pada bayi dengan BBLR kesadarannya samnolen atau letargis

Tanda-tanda Vital ( TTV)

Suhu : Pada bayi BBLR tubuh berkisar 34°C - 37°C (Wiknjosastro,

2010).

RR : Pada bayi dengan BBLR frekuensi pernafasan pada hari pertama 40-

50 x /menit sedangkan hari - hari berikutnya 35 - 45 x/menit

(Wiknjosastro, 2010).

Nadi : Pada bayi BBLR denyut jantung berkisar 100 - 140 x/menit

(Hidayat, 2011).

2. Pemeriksaan Fisik

A. Inspeksi

Kepala : Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus,

ada/tidak moulage, ada/tidak caput sucedeneum, atau cepal

hematoma, tidak ada lesi, ubun-ubun bayi sudah menutup atau

belum, ada/tidak hydrocepalus, ada/ tidak mycrocepalus (Dewi

2011)
Muka : Simetris, kulit kemerahan, ada sianosis/ tidak, ikterus/ tidak, pucat/

tidak (Dewi 2011)

Mata : Simetris atau tidak, conjungtiva merah muda/ pucat, odema pada

palvebra/ tidak, ada secret/tidak, seklera kuning/ tidak, juling/ tidak

(Dewi, 2011)

Hidung : simetris/ tidak, ada secret/tidak, ada pernafasan cuping hidung/

tidak, ada penumpukan lendir/ tidak (Dewi, 2011).

Mulut : Mukosa bibir lembab/ kering, stomatitis/ tidak, ada labio skhizis

atau palato skhizis atau tidak, lidah ada bercak putih/tidak, platum

mol dan durum menyatu apa belum (Arief, 2009)

Telinga : Simetris/ tidak, ada serumen/tidak, daun telinga tipis elastis, pada

bayi BBLR dengan premature tulang rawan belum terbentuk (Arief

2009)

Leher : Ada pembesaran klenjar tiroid/ tidak, dan bendungan vena

jugularis.

Dada : Terdapat tarikan intercoste atau tidak, payudara simetris atau tidak,

puting susu belum menonjol.

Abdomen : Perut kembung/tidak, kulit perut tipis, nampak pembuluh darah,

tali pusat basah dan segar, tidak ada pendarahan tali pusat,

terbungkus kasa steril (Arief, 2009)


Genetalia

Laki-laki : Testis sudah turun ke skrotum/ belum, pada bayi (premature usia

kehamilan < 37 minggu) biasanya testis belum turun (Arief, 2009).

Perempuan : Labia mayora belum menutupi labia minor pada bayi (Prematur

usia kehamilan < 37 minggu), labia mayora sudah menutupi labia

minora pada bayi yang (Dismatur usia kehamilan >37 minggu),

ada premenstruasi/ tidak (Arief, 2009).

Anus : Anus berlubang/ tidak

Ekstremitas : a. Atas : gerak lemah, odema/tidak, sindaktil dan

polidaktil/ tidak (Arief, 2009).

b. Bawah : garis telapak kaki sedikit, gerak lemah, odema/ tidak,

sidaktil dan plidaktil/ tidak (Arief, 2009).

Kulit : Kulit keriput/tidak, lanugo banyak atau sedikit, vernik kaosa

tebel/tipis, ada sianosis atau tidak, turgor kulit kulit kembali/ tidak >

2 detik, ikterus/ tidak (Arief, 2009).

B. Palpasi

Kepala : Terdapat benjolan atau tidak

Leher : Ada pembesaran klenjar tiroid/ tidak, dan bendungan

vena jugularis.

Abdomen : Ada benjolan/ tidak.

Kulit : Akral teraba dingin

(Arief, 2009)
C. Auskultasi

Dada : Tidak terdengar ronchi, dan wheezing, bunyi nafas normal atau

bersih.

Abdomen : Terdengar bising usus/ tidak.

D. Perkusi

Abdomen : Kembung/ tidak.

3. Pemeriksaan Antopometri

BB lahir : Pada BBLR berat badan lahir kurang dari 2500 gram.

PB : Pada BBLR panjang badan kurang dri 45 cm.

Lingkar Dada : Pada BBLR lingkar dada kurang dari 30 cm.

Lingkar kepala : Pada bayi dengan BBLR lingkar kepala kurang dari 30cm.

Lingkar Lengan : Pada bayi dengan BBLR LILA kurang dari 10 cm (Dewi,

2011).

Pemeriksaan Penunjang

2.7 Pemeriksaan ballard score


2.8 Ballard score Maturitas Fisik.

Ballard score maturitas neuromuskular.

b. Test kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan.

c. Darah rutin, golongan darah, glukosa darah, kadar elektolit dan

analisa gas darah.

d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan

umur kehamilan kurang bulan dimulai pada 8 jam (Dewi, 2011).

Pemeriksaan Reflek

a. Reflek Moro
Reflek moro adalah Rangsangan mendadak yang menyebabkan lengan

terangkat ke atas dan ke bawah terkejut dan relaksasi dengan cepat. Pada

BBLR reflek moro tangan bayi dapat menggenggam lemah (Wiknjosastro,

2010).

b) Reflek Rooting

Reflek rooting positif (mulut bayi mencari puting susu). Tidak ada respon

pada bayi BBLR untuk memalingkan muka bila pipi atau bibirnya

disentuh (Wiknjosastro, 2010).

d. Reflek Sucking

Reflek ini terjadi apabila terdapat rangsangan pada bibir, yang disertai

reflek menelan (Straight, 2009). Respon menghisap yang lemah pada

BBLR, muntah, batuk karena premature (Wiknjosastro, 2010).

e. Reflek Grasping

Jari-jari kaki bayi akan melekuk ke bawah bila jari diletakkan di dasar

jari-jari kakinya (Straight, 2009).

Respon menggenggam ini berkurang pada bayi premature karena ada

kelainan syaraf di otak (Wiknjosastro, 2010)

f. Reflek Tonick Neck

Bayi melakukan perubahan posisi bila kepala di putar ke satu sisi, pada

bayi dengan BBLR reflek ini tidak ada (Wiknjosastro, 2010)


a. Reflek Walking

Kaki akan bergerak ke atas dan ke bawah bila sedikit disentuhkan ke

permukaan keras, pada bayi dengan BBLR reflek ini lemah (Wiknjosastro,

2010).

2. Interprestasi Data Dasar

a. Identifikasi Diagnosa.

Diagnosa : Pada By Ny”……” NKB-KMK/NCB-KMK/NKB-SMK usia 0-24

jam/ 1-28 Hari dengan BBLR

Data Subjektif :

b. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram

c. Tangisan lemah/ merintih

d. Bayi lahir pada kehamilan kurang dari 37 minggu atau lebih dari 37 minggu.

e. Bayi malas menyusu dan gerak lemah.

Data Objektif :

Keadaan Umum : Umumnya keadaan bayi BBLR lemah.

TTV : Suhu : 34°C - 37°C

Respirasi (RR) : 40-50 x/ menit

Nadi : 100- 140 x/menit

Data antropometri :

BB : Kurang dari 2500 gram

PB : kurang dari 45 cm

LIDA : Kurang dari 30 cm

Lika : Kurang dari 33 cm


LILA : Kurang dari 10 cm

Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Inspeksi : Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan

halus.

Telinga : Simetris/ tidak, ada serumen/tidak, daun telinga tipis

elastis, pada bayi BBLR dengan premature tulang rawan

belum terbentuk (Arief 2009).

Dada : Terdapat tarikan intercoste atau tidak, payudara simetris

atau tidak, puting susu tenggelam atau tidak

Genetalia :

Laki-laki : Testis sudah turun ke skrotum/ belum, pada bayi

(premature usia kehamilan < 37 minggu) biasanya testis

belum turun.

Perempuan : Labia mayora belum menutupi labia minor pada bayi

(Prematur usia kehamilan < 37 minggu), labia mayora

sudah menutupi labia minora pada bayi yang (Dismatur

usia kehamilan >37 minggu), ada premenstruasi/ tidak

(Arief, 2009)

Ekstremitas atas dan bawah : garis telapak kaki dan tangan sedikit, gerak lemah,

odema/tidak, sidaktil dan polidaktil/ tidak.

Kulit : Kulit keriput/tidak, lanugo banyak atau sedikit, vernik

kaosa tebel/tipis, ada sianosis atau tidak, turgor kulit kulit

kembali/ tidak > 2 detik, ikterus/ tidak.


Reflek Moro : Pada BBLR reflek moro tangan bayi dapat menggenggam

lemah (Wiknjosastro, 2010).

Reflek Rooting : Tidak ada respon pada bayi BBLR untuk memalingkan

muka bila pipi atau bibirnya disentuh (Wiknjosastro, 2010).

Reflek Sucking : Respon menghisap yang lemah pada BBLR, muntah, batuk

karena premature (Wiknjosastro, 2010).

Reflek Grasping : Respon menggenggam ini berkurang pada bayi premature

karena ada kelainan syaraf di otak (Wiknjosastro, 2010)

Reflek Tonick Neck : Pada bayi dengan BBLR reflek ini tidak ada

(Wiknjosastro, 2010)

Reflek Walking : Pada bayi dengan BBLR reflek ini lemah (Wiknjosastro,

2010)

b. Identifikasi Masalah.

1. Ketidakefektifan pola nafas.

Ds : Bayi sesak

Do : Bayi terpasang O2, RR : 40-50 x/menit, terdapat pernafasan cuping

hidung, ada bunyi ronchi dan wheezing, terdapat retraksi intercoste.

e. Hipotermi.

Ds : Bayi pucat, bayi teraba dingin dan menggigil.

Do : Suhu kurang dari 35°C, akral bayi dingin, turgor kulit tidak bisa

kembali kurang dari 2 menit.

3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Ds : Bayi sering tidur tidak mau menyusu, bayi tampak lemah.


Do : Reflek hisap dan menelan bayi lemah, bayi terpasang sonde untuk

bayi yang beratnya < 1500 gram.

4. Resiko Infeksi

Ds : Bayi demam, dab menggigil

Do : Talipusat masih basah, belum mendapatkan imunisasi

5. Risiko gangguan integritas kulit

Ds : Anus Bayi kemerahan

Do : Kulit disekitar anus kemerahan, lembab pada daerah genetal dan anus

6. Kecemasan Orang tua

Ds : Orang tua tampak cemas

Do : Orang tua tidak tahu dengan kondisi anaknya

4. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial.

Diagnosa potensial adalah mengidentifikasi dengan hati-hati dan kritis pola atau

kelompok tanda dan gejala yang memerlukan tindakan kebidanan untuk membantu

pasien mengatasi atau mencegah masalah-masalah yang spesifik (Varney, 2011). Pada

kasus bayi BBLR, kemungkinan yang dapat terjadi, hipoglikemia, hiperbilirubinemia,

gagal jantung dan henti jantung (Wiknjosastro, 2010).

5. Identifikasi Kebutuhan Segera

Kalaborasi dengan dr SpA , menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dan

mengobservasi kenaikan berat badan bayi (Wiknjosastro, 2010).

6. Intervensi

15. Identifikasi Diagnosa

DX : By. Ny”……”NCB/NKB/NLB-SMK/KMK/LMK usia 0-24 jam/ 1-28

Hari dengan BBLR


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi

komplikasi pada bayi (Maryanti, Dwi. 2011).

Kriteria Hasil:

- k/u baik

- kesadaran composmentis

- TTV dalam batas normal

Suhu : 36,5-37,5° C

RR : 40-60 x/menit

Nadi : 120-160 x/menit

- Minum ASI sesuai kebutuhan / hari

- Warna kulit merah

- Bayi BAB dan BAK sesuai intake dan output

- Pemeriksaan lab dalam batas normal

Intervensi Diagnosa :

Rencana asuhan pada klien BBLR disesuaikan dengan teori karena

fasilitas dan protap yang ada menunjang untuk membuat perencanaan tersebut

sesuai dengan diagnosa dan masalah yang ada (Maryanti, Dwi. 2011)

1. Lakukan penatalaksanaan bayi BBLR sesuai dengan protap yang belaku.

R/ melakukan asuhan sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan pada

BBLR.

2. Letakan bayi dalam inkubator

R/ menjaga suhu bayi tetap hangat sehingga tidak terjadi hipotermi.

3. Observasi ttv
R/ deteksi dini adanya komplikasi.

4. Lakukan teknik cuci tangan sebelum kontak langsung dengan bayi

R/ mencegah terjadinya infeksi.

5. Observasi reflek isap dan menelan

R/ Pada bayi dengan BBLR reflek isap dan menelan masih lemah sehingga

perlu dilihat untuk pemberian minum. Jika bayi tidak mampu menelan

dapat diakukan pemasangan Oro Gastris Tube (OGT).

6. Pemenuhan nutrisi pada BBLR

R/ Pada bayi BBLR dapat diberi minum ASI/PASI atau bayi dipuasakan.

Pada BBLR rentan terhadap resiko infeksi lebih baik diberi minum ASI

untuk menjaga kekebalan tubuh sesuai dengan kebutuhan cairan yang

diperlukan untuk pertama 3-5 mL.

7. Pantau intake dan output

R/ mengetahui bila terjadi ketidak seimbangan.

8. Timbang bayi secara rutin setiap hari

R/ menentukan jumlah asupan yang tepat atau kebutuhan peningkatan asupan.

Kenaikan berat badan bayi dalam 1 hari yaitu 10-30 gram per hari.

9. Kolaborasi dengan dr SpA

R/ pemberian terapi serta tindakan lebih lanjut

Intervensi Masalah :

1) Ketidakefektifan pola nafas

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 3 x 24 jam

diharapkan pola nafas bayi efektif dan kebutuhan O2

terpenuhi.
Kriteria hasil:Pernafasan teratur, RR 40-60x/menit, tidak ada bunyi

wheezing dan ronchi, tidak terdapat pernafasan cuping

hidung, tidak terpasang O2.

Intervensi.

1. Beri O2 pada bayi

R/ Pada bayi dengan BBLR Ekspansi paru yang buruk merupakan

masalah serius, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan sehinnga

perlu diberikan O2.

2. Monitor auskultasi suara nafas

R/ Bayi baru lahir mempunyai ketidak efektifan pola nafas dan untuk

mengetahui apakah ada bunyi tambahan sepert wheezing dan

ronchi.

3. Posisikan bayi ke posisi yang nyaman (meninggikan kepala bayi)

R/ Pada bayi dengan BBLR mempunyai masalah ketidak efektifan pola

nafas sehingga jika meposisikan kepala bayi lebih tinggi akan

membantu ekspansi paru dan memudahkan pernafasan pada bayi.

4. Lakukan penghisapan untuk menghilangkan mucus

R/ Mukus yang berlebihan akan mengakibatkan penyumbatan jalan

nafas.

2) Hipotermi

Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan 1 x 24 jam suhu

tubuh bayi dalam batas normal.


Kriteria hasil : Suhu : 36,5°C -37,5°C, akral hangat, tidak pucat dan

menggigil, bayi tidak diletakan di inkubator.

Intervensi.

1. Observasi suhu bayi

R/ Bayi BBLR bisa mengalami hipotermi/ hipertermi sehingga perlu

dilakukan observasi suhu bayi agar suhu bayi dalam batas normal

36,5 °C-37,5 °C.

2. Ciptakan lingkungan yang hangat didalam inkubator

R/ Bayi dengan BBLR bisa mengalami hipotermi sehingga perlu

diletakan di inkubator untuk menjaga kehangatan suhu bayi,

ruangan incubator yang dingin bisa menyebabkan kehilangan panas

melalui konveksi.

3. Jaga kehangatan bayi

R/ Bayi dengan BBLR mudah kehilangan panas sehingga dengan di

gedong dan membrikan sinar pada bayi akan tetap menjaga

kehangatan suhu tubuh bayi dalam batas normal.

4. Menyeka bayi

R/ Bayi dengan BBLR mudah terkena infeksi sehingga pola personal

hygiene bayi harus dijaga agar tidak terjadinya infeksi.

5. Ganti pempers bayi setiap kali basah/ BAB dan BAK dan ganti baju

bayi setiap selesai di seka

R/ Bayi dengan BBLR bisa terjadi hipotermi sehingga jika pakaian dan

pempers bayi basah akan menyebabkan terjadinya hipotermi, dan

menyebabkan kehilangan panas melalui evaporasi.


6. Ajarkan metode kangguru

R/ Mempertahankan suhu tubuh yang optimal, dan dapat meningkatkan

kenaikan berat badan (Maryunani, 2014).

3) Gangguan Pola Nutrisi

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan 1 x 1

minggu pola nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Reflek hisap dan menelan baik, tidak kembung,

BAB lancar, BB bertambah sampai batas normal, turgor kulit elastis, bayi

minum sesuai kebutuhan per hari, dan bayi tidak muntah.

Intervensi

1. Berikan ASI pada bayi sesuai jadwal

R/ Pada bayi dengan BBLR memiliki sistem imunologi yang

lemah dan memudahkan terjadinya infeksi, maka bayi perlu

diberikan ASI eklusif untuk mempertahankan kekebalan tubuh

bayi sehingga tidak rentan terkena penyakit apapun dan

memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi.

2. Observasi intake dan output

R/ Pada bayi BBLR mempunyai reflek hisap yang lemah sehingga

bisa mengetahui apakah nutrisi bayi seimbang antara intake

dan output.

3. Kaji dan timbang BB bayi secara teratur

R/ Pada bayi BBLR memiliki masalah reflek hisap yang lemah

memungkinkan akan mengalami penurunan berat badan maka

dari itu perlu dilakukan penimbangan BB bayi secara teratur


agar bisa melakukan pemantauan tidak terjadinya penurunan

BB bayi lebih dari 10% dan berapa gram berat badan bayi

bertambah.

4. Observasi reflek hisap dan menelan

R/ Bayi dengan BBLR dengan berat badan < 1500 gram diberikan

nutrias lewat sonde, sehingga perlu dilakukan observasi

seberapa kondidi bayi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dan

jika bayi reflek hisapnya sudah mulai sempurna, sonde akan di

lepas dan diberikan ASI melalui dot/ ibunya.

5. Observasi turgor kulit dan mukosa mulut

R/ Bayi dengan BBLR mempunyai tekstur kulit tipis sehingga

turgor kulit tidak bisa kembali < 2 menit.

4) Risiko Infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan 3 x 24 jam

tidak terjadi infeksi

Kriteria Hasil : 1. Tidak terjadi infeksi

2. Suhu : 36,5°C -37,5°C, akral hangat, tidak pucat

Intervensi :

1. Mencucitangan dan menggunakan baju khusus ruangan bayi

R/ Meminimalisis terjadinya infeksi pada bayi

2. Observasi TTV bayi

R/ Mengetahui keadaan umum bayi

3. Observasi tanda-tanda infeksi

R/ Mengetahui tanda-tanda infeksi


4. Jaga kebersihan lingkungan sekitar bayi

R/ Mencegah terjadinya infeksi dan meningkatkan rasa nyaman

5. Kolaborasi dengan tenaga medis lainya

R/ Memberikan therapy pengobatan yang sesuai

5) Risiko gangguan integritas kulit

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1 x 24

jam integritas kulit baik

Kriteria Hasil : Tidak ada rash, tidak ada iritasi, tidak plebitis

Intervensi :

1. Observasi TTV bayi

R/ Mengetahui keadaan umum bayi

2. Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, lesi pada daerah yang

tertekan atau lembab

R/ Memantau adanya kemerahan, iritasi dan lesi

3. Lakukan perawatan tali pusat

R/ Menjaga tali pusat dalam keaadan baik

4. Kolaborasi dengan tim medis lainya untuk pemberian antibiotik

R/ Memberikan perawatan yang tepat pada bayi

6) Kecemasan orang tua

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 1x24

jam orang tua tidak cemas dan mengetahui kondisi

bayinya

Kriteria hasil : 1. Orang tua tidak cemas dengan kondisi bayinya

2. Orang tua mengetahui kondisi bayinya


Intervensi :

1. Obeservasi tingkat kecemasan

R/ Mengetahui tingkat kecemasan

2. Jelaskan tentang kondisi bayinya

R/ Mengurangi kecemasan orang tua

3. Berikan support mental kepada orang tua

R/ Meningkatkan mental orang tua

6. Implementasi

Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan menyeluruh dari

perencanaan (Varney, 2011). Penatalaksanaan asuhan ini bisa dilakukan oleh klien

atau tenaga kesehatan lainnya. Pelaksanaan asuhan pada bayi BBLR disesuaikan

dengan rencana tindakan yang telah dibuat.

7. Evaluasi

Merupakan langkah terakhir untuk menilai keberhasilan dari rencana asuhan yang

telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar

telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnose (Varney, 2011).

Untuk masalah ketidak efektifan pola nafas, evaluasi dapat dilakukan pada hari ke-3

setelah pengkajian, untuk masalah hipotermi bisa dievaluasi 24 jam setelah

pengkajian, untuk gangguan pola nutrisi dilakukan evaluasi setelah 1 minggu /

menyesuaikan dengan keadaan bayi setelah pengkajian dilakukan, untuk masalah

risiko infeksi dilakukan pada hari ke- 3 setelah pegkajian, untuk masalah risiko

gangguan integritas kulit bisa di evaluasi 24 jam stelah pengkajian, sedangkan untuk

kecemasan orang tua dapat di evaluasi 24 jam stelah pengkajian, evaluasi yang
dilakukan lebih dari 24 jam sebelum evaluasi dilakukan tetap di kaji setiap hari dan di

dokumentasikan pada catatan perkembangan (Maryunani, 2014).


BAYI LAHIR

PATOFISIOLOGI FISIOLOGIS

Asuhan Pada BBLR Asuhan Pada BBL


1. Keringkan bayi

Faktor Penyebab Klasifikasi BBLR Ciri-ciri BBLR 2. Atur pernafasan

1. Faktor Ibu 1.Berat Badan Lahir 3. Jepit dan potong tali pusat
1.BBLR ( BB :
Rendah kurang dari
1.500-2.499 gram) 2.500 gram. 4. Hangatkan bayi
2. Faktor Plasenta
2.BBLSR (BB : 2.Panjang badan kurang 5. Lakukan IMD
3. Faktor Janin 1.000-1.499 gram) dari 45 cm.
6. Pemberian obat salep mata
3.Lingkar dada kurang dari
4. Faktor
Berhasil 3. BBLER 30 cm. 7. Sutik Vit. K
(BB<1.000gram)
KriteriaLingkungan
Hasil Dalam Batas Normal
4.Lingkar kepala kurang 8. Identifikasi bayi
dari 33 cm.
- Suhu dalam batas 9. Suntikkan Hb0
normal
- Reflek hisap dan
menelan
membaik Asuhan Kebidanan 7
Evaluasi
Penatalaksanaan langkah Varney
- Ada kenaikan BB
sebanyak 20-30 -Inkubator 1. Pengkajian
gram perhari
- Tidak terpasang Tidak berhasil - Metode kangguru 2. Interpretasi Data
oksigen Komplikasi - Menjaga pola per- Dasar
- Tidak ikterus sonal hygiene bayi
- Gangguan nafas - Memberi nutrisi 3. Identifikasi Diagnosa
- Ikterus
- hipotermi lewat sonde/ASI dan Masalah Potensial
- hipoglikemi eksklusif
- Sianosis - Observasi TTV 4. Identifikasi
Asuhan Pada BBL - Kerusakan kulit - Pencegahan Kebutuhan Segera
Normal Di Rumah - Asfiksia infeksi
5. Intervensi
- Jaga kehangatan
bayi 6. Implementasi
- Jemur bayi di pagi
hari 7. Evaluasi
- ASI ekslusif
- Perawatan bayi
sehari-hari

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
dengan BBLR di RSUD Blambangan Banyuwangi tahun 2019
DAFTAR PUSTAKA

Bendhari dan haralkar. 2015. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta : PT Rajagrafida Persada.

Br Juliana. 2017. Asuhan Neonatus,Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta : CV Budi
Utama

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.
Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun
2016 . Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Profil Kesehatan Indonesia. 2017. Jakarta
: Depkes RI

Dewi, VN dan Tri Sunarsih. 2011. Asuhan kehamilan untuk kebidanan. Jakarta: Salemba
medika

Hidayat AA dan Wildan M. 2011. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

Indrayani. 2016. Buku Ajar Asuhan Kehamilan. Jakarta: CV. Trans Info Media

Kosim MS, Yunanti A, dan Usman A. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia.

Ladewig ML dan Patricia W. 2009. Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta :
EGC.

Lestiani D, 2012. Gambaran tingkat pengetahuan tentang BBLR di BPS Ny. Reno Sulistianti
Gemuh Kendal. Semarang : STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Manggiasih dan Jaya 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak. Jakarta : Trans Info Media.
Maryunani, A. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Jakarta : CV. Trans Info
Media

Maryunani, A. 2014. Buku Saku Asuhan Bayi Dengan Berat Lahir Rendah, Jakarta : CV.
Trans Info Media

Morgan G dan Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi Pandu Prakik. Jakarta: EGC

Muslihatun. WF., 2010. Asuhan Neonatal Bayi Dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan.edisi 3. Jakarta : Salemba Medika

Pantiawati. I. 2010. Bayi dengan BBLR. Yogyakarta : Nuha Medika

Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Proverawati, A. 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Yogyakarta : Nuha Medika.

Rahmayanti. 2011. Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru Pada Ibu Yang Memiliki BBLR
Di Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Jakarta : Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat.Jakarta

RSUD Blambangan. 2017. Buku Sensus Harian Bayi Baru Lahir Dengan Berat Badan Lahir
Rendah.Banyuwangi

Rukiyah AY dan Lia Y. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: Trans
Info Media

Rukiyah dan Yuliati. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Anak dan Balita. Jakarta : CV Trans Info
Media

Saifuddin. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sitiatava. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Untuk Keperawatan Dan Kebidanan.
Jogjakarta : D-Medika
Sudarti & Afroh .F . 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika

Sondakh JS. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta : Erlangga

Sudarti dan Fauziah. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika

Varney. 2011. Asuhan Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: EGC.

Wahyuni, Sari. 2011, Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita Penuntun Belajar Praktik Klinik .

Jakarta : EGC

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina. Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediartik. Vol. 1. Edisi 6. Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO). 2016. Optimal Feeding Of Low Birth Weight Infants In
Low And Middle Incom Contries. Geneva: World Health Organization

Yongky, Mohamad, Rodiyah, Sudarti. 2012. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan, Persalinan,


Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Nuha Medika
Badan Pusat Statistik. (2015). Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2015. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai