REKONSTRUKSI
________________________________________
-2-
SUBMODUL REKONSTRUKSI 3: KELAINAN PADA KELOPAK MATA
I. Latar Belakang ................................................................................................. 45
II. Rancangan Pembelajaran ............................................................................... 45
III. Evaluasi ............................................................................................................ 46
IV. Tujuan Umum Pembelajaran dan Pelatihan .............................................. 47
V. Tujuan Khusus Pembelajaran dan Pelatihan .............................................. 47
VI. Metode Belajar Mengajar ............................................................................... 47
VII. Bahan-Bahan Proses Pembelajaran .............................................................. 47
VIII. Metode Evaluasi ............................................................................................. 47
IX. Waktu Pembelajaran dan Pelatihan ............................................................. 47
X. Penuntun Belajar Kelainan Saluran Air Mata ............................................ 53
XI. Daftar Tilik Penilaian Kinerja ....................................................................... 59
XII. Materi Baku Proses Pembelajaran Kompetensi ......................................... 65
XIII. Kepustakaan ................................................................................................... 70
-3-
MODUL REKONSTRUKSI
KELAINAN PADA SALURAN AIR MATA
LATAR BELAKANG
Kelainan pada saluran air mata merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat diseluruh dunia, terutama pada negara berkembang.
Saluran airmata yang baik mencegah airmata jatuh ke pipi. Banyak hal
yang dapat menggenggu sistem saluran airmata ini yang menyebabkan terjadinya
keluhan epifora yang menganggu. Hal ini dapat disebabkan oleh trauma, infeksi
lama, tumor atau apapun yang dapat menyebabkan tersumbatnya saluran iar
mata.
RANCANGAN PEMBELAJARAN
Modul prasyarat untuk dapat mengikuti modul kelainan pada saluran air mata
adalah :
Modul anatomi dan fisiologi mata
Modul pemeriksaan mata dasar
Modul bedah dasar
Modul infeksi
-4-
3. Kemampuan dan kinerja keterampilan diukur melalui praktek sehari-hari di
poliklinik
4. Penilaian kinerja keterampilan klinik diukur dengan menggunakan daftar tilik
kinerja pengetahuan.
5. Keterampilan mengetahui kelainan pada saluran air mata diukur dengan
daftar tilik kinerja keterampilan.
6. Outcome pengetahuan kelainan pada saluran air mata diukur dengan
mengevaluasi hasil praktek di poliklinik
EVALUASI
Pembelajaran dan pelatihan keterampilan klinik dan keterampilan dirancang
untuk menghasilkan dokter spesialis mata yang kompeten.
Kompetensi didasarkan pada pencapain peserta didik dalam tiga area:
Pengetahuan minimal 85% dari materi pengetahuan yang diukur melalui
kuesioner tengah pembelajaran.
Penilaian pengetahuan ini baru dilakukan setelah semua topik yang
dibutuhkan telah diberikan selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
Pencapaian 85% atau lebih jawaban yang benar menunjukkan penguasaan
yang memadai terhadap materi pengetahuan esensial didalam buku acuan.
Peserta yang belum mencapai jumlah 85% benar, harus mengkaji ulang.
Pencapaian tersebut bersama pengajar dan mendapat bimbingan lanjutan
untuk mempelajari kembali pengetahuan yang dibutuhkan. Peserta tersebut
diberi kesempatan untuk mengisi kuesioner tengah pembelajaran dan
pengajaran serta pelatihan di setiap saat selama sisa waktu pembelajaran dan
pelatihan.
Keterampilan. Pengajar dan pelatih akan melakukan penilaian secara obyektif
terhadap kinerja peserta latih. Penilaian dilakukan melalui pengamatan
langsung keterampilan klinik para klien, dilaksanakan pada waktu tertentu
selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung. Peserta harus mendapatkan
nilai rata-rata “memuaskan” untuk dinyatakan mampu mengetahui kelainan
pada saluran air mata
Untuk keterampilan bedah dilakukan melalui pengamatan langsung pada saat
asistensi di kamar operasi dan tindakan bedah pada pasien, dilaksanakan
-5-
sesuai dengan langkah-langkah yang diuraikan dalam daftar tilik penilaian
keterampilan.
Perilaku. Pengamatan dan penilaian juga mencakup aspek perilaku peserta
selama memberikan pelayanan karena hal ini merupakan komponen strategis
pelayanan berkualitas. Pengajar dan pelatih klinik tidak hanya menilai sejauh
mana peserta mampu mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya tapi juga
kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan kemampuan profesionalnya.
Tanggung jawab keberhasilan proses pembelajaran dan pencapaian
kompetensi merupakan tanggung jawab bersama antara pengajar/pelatih dan
peserta.
-6-
SILABUS PEMBELAJARAN DAN PELATIHAN MODUL
KELAINAN PADA SALURAN AIR MATA
-7-
BAHAN-BAHAN PROSES PEMBELAJARAN
METODE EVALUASI
1. Kuesioner awal dan tengah pembelajaran dan pelatihan
2. Daftar tilik penilaian kinerja pengetahuan
3. Daftar tilik penilaian kinerja keterampilan bedah
-8-
Sesi 1: Melakukan Persiapan diagnosis kelainan pada saluran air
mata
Mengembangkan Kompetensi Hari: 12
Sesi dengan fasilitasi Pembimbing Waktu:
3 hari (classroom session)
9 hari (clinical Practice session)
Persiapan Sesi:
Materi Presentasi
Kasus
Alat Bantu Latih
Referensi
Tujuan Sesi:
Sesi ini menguraikan tentang persiapan anatomi, anamnesa, pemeriksaan
eksternal, pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi, Funduskopi, pengukuran
fungsi penglihatan dan tes patensi dan fungsi saluran air mata.
Kompetensi:
Mampu mendiagnosis kelainan pada saluran air mata, Mampu melakukan
pemeriksaan pra diagnosis (Lacrimal drainage system irigation test, Dye disappearance
test), Mampu menatalaksana kelainan pada saluran air mata, Mampu melakukan
probing
Keterampilan:
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil:
1. Mengenali gejala kelainan pada saluran air mata
2. Melakukan anamnesis pasien dengan kelainan pada saluran air mata
3. Melakukan pemeriksaan eksternal
4. Melakukan pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi
5. Melakukan pemeriksaan pra diagnosis (Lacrimal drainage system irigation test,
Dye disappearance test)
6. Mampu menatalaksana kelainan pada saluran air mata
7. Mampu melakukan probing
-9-
Gambaran Umum
Tujuan Gambaran Umum
Memberikan penjelasan dan upaya yang akan dilakukan selama sesi atau praktik
yang dilakukan terkait dengan sesi ini, sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai dalam waktu yang telah dialokasikan dan kompetensi yang diperoleh
sesuai dengan yang diinginkan.
Contoh Kasus
Seorang anak, 1 th datang ke rumah sakit bersama orangtuanya dengan keluhan
mata berair sejak kurang lebih lahir
Proses Pembelajaran
Menguatkan proses pembelajaran
Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggungjawab anda dalam proses pembelajaran
serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
partisipasi penuh dari peserta didik.
- 10 -
Tujuan 6: Mampu menatalaksana kelainan pada saluran air mata
Penting untuk melakukan masase pada daerah sakus lakrimalis sebelum
dilakukan probing
1. Gejala adanya kelainan pada saluran air mata adalah penurunan tajam
penglihatan S
Pada anamnesis harus ditanykan riwayat infeksi dan trauma sebelumnya. B
2. Riwayat penyakit mata tidak perlu ditanyakan pada anamnesis
prabedah katarak. S
3. Kelainan pada saluran airmata selalu didapat S
4. Evaluasi anatomi normal bola mata dan jaringan sekitarnya sangat penting B
5. Pada pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi perlu diperiksa
keadaan konjungtiva, kornea, bilik depan, iris, dan lensa. B
6. Jika terdapat keluhan epifora perlu dilakukan pemeriksaan Lacrimal drainage
system irrigation test B
7. Probing tidak pernah dilakukan pada orang dewasa dan tidak ada
gunanya S
8. Eksternal DCR hanya bisa dilakukan pada pasien dengan riwayat trauma S
9. Dye disapearance test tidak perlu dilakukan sebelum tindakan bedah S
10. Dakriosistitis tidak memerlukan pemberian antibiotik S
- 11 -
1. Gejala kelainan pada saluran air mata adalah :
A. Mata merah
b. Mata berair
c. Penurunan tajam penglihatan
D. Kelaianan anatomi normal
PENUNTUN BELAJAR
KELAINAN SALURAN AIR MATA
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
No KEGIATAN KASUS
I Anamnesis
1. Riwayat Penyakit mata: Riwayat trauma, inflamasi, infeksi,
keluhan mata berair
2. Riwayat Penyakit Hidung: Riwayat trauma, riwayat
sinusitis
II Anatomi normal saluran air mata
1. Mempelajari ukuran sistem lakrimalis,
2. Mempelajari anatomi posisi normal sistem lakrimalis
III Kelainan kongenital :
Mempelajari : epifora kongenital, dakriosistokel, obstruksi
duktus nasolakrimal kongenital, agenesis pungtum,
disgenesis pungtum,
IV Kelainan didapat :
Mempelajari lakrimasi, epifora, dakriosistitis, trauma,
obstruksi sistem lakrimal, dakriolit
PEMERIKSAAN PRADIAGNOSIS KELAINAN
SALURAN AIR MATA
I INTRODUKSI
1. Sebelum melakukan pemeriksaan dilakukan pendakatan
dengan pasien termasuk menyapa dan memperkenalkan
diri dalam upaya membangun hubungan yang lebih akrab
2. Mencatat identitas pasien secara lengkap
II PERSIAPAN PEMERIKSAAN
- 13 -
Menjelaskan pada penderita tentang pemeriksaan yang akan
dilakukan, kegunaan, dan proses pelaksanaannya dan
kemungkinan ketidaknyamanan yang bisa dialami oleh
penderita selama pemeriksaan. Penderita diberi kesempatan
untuk bertanya mengenai seluruh tindakan yang akan
dilakukan
III PEMERIKSAAN Dye disappearance test :
1. Fluoresin dye retention test ( FDRT)
Merupakan tes semikuantitatif dari perlambatan atau
obstruksi outflow air mata,
dengan cara :
- Teteskan 1 tetes fluoresin 2 % pada sakus konjungtiva
tanpa pemberian topikal
anestesi.
- Perhatikan jumlah residual fluoresin setelah 3 – 5 menit.
- Tes ini positif jika terdapat residual fluoresin, dimana pada
keadaan normal pewarnaan dengan fluoresin sudah teririgasi
2. Jones 1
Memeriksa outflow air mata pada kondisi fisiologis normal,
dengan cara :
- Pasien dalam posisi duduk tanpa mata diberikan anestesi
- Teteskan fluoresisn 2 % pada fornix inferior
- Letakkan cotton bud pada hidung dibawah turbinate
inferior
-Tes dikatakan positif bila terlihat cotton bud terwarnai oleh
fluoresin
3. Jones II
- Irigasi sisa fluoresin Jones tes I dengan NaCl
- Teteskan anestesi topikal
- Pasien dalam posisi duduk dengan posisi kepala agak
menengadah
- Lakukan irigasi transkanalikular dengan Nacl
- Minta pasien untuk meludahkan atau menghembuskan
cairan pada secarik tisu dan
lihat apakah ada residual fluoresin sisa pemeriksaan Jones
I
- 14 -
Hasil yang posistif mengkonfirmasi anatomi sistem lakrimalis
yang intak, tetapi sumbatan yang terjadi mungkin akibat
sempitnya duktus nasolakrimalis.
- 15 -
- punctal atresia
- Absent canaliculus
- Duplicated canaliculus and fistula
- Lacrimal sac fistula
- Nasolacrimal duct diverticulae
- Nasolacrimal duct lower atresia
- Facial cleft
2. Obstruksi duktus nasolakrimal Kongenital (CNLDO)
Kegagalan pembukaan duktus nasolakrimal pada tingkat
valve of Hasner atau terjadi stenosis ataupun
penyempitan, dengan gejala :
- Epifora
- Keluarnya mucus
- Dakriosistitis akut/kronis
3. Dakriosistokel :
membesarnya sakkus lakrimalis yang muncul saat lahir
tanpa disertai adanya tanda-tanda inflamasi. Kondisi ini
timbul saat duktus nasolakrimal tersumbat dan cairan
amnion beserta mukus terperangkap dalam sakus
4. Obstruksi duktus nasolakrimalis yang didapat
5. Dakriosistitis
- Terdiri dari tiga subtipe : subakut, akut dan kronis
- Gejala : pembesaran sakkus lakrimal, pada stadium
akut disertai nyeri, bisa disertai selulitis, pada keadaan
kronis didapatkan riwayat serangan berulang.
- Terapi : Antibiotik broad spectrum, jika terdapat abses
dilakukan tindakan DCR
II Penatalaksanaan :
Terapi pada kelainan saluran air mata diatas terdiri dari
nonsurgical/konservatif dan surgical therapy
- Terapi konservatif terdiri dari :
- Masase sakkus lakrimalis
- Terapi Surgical terdiri dari :
- Probbing : tindakan ini dilakukan dibawah usia 13 bulan
terutama bila erdapat dacryocele atau dakriosistitis
- DCR (dacryocystorhynostomy), dengan indikasi
III Dacryocystorhinostomy (DCR)
- 16 -
Terdapat beberapa jenis DCR : endonasal DCR, eksternal
DCR, transnasal DCR, dan endocanalicular DCR, laser DCR
Persiapan operasi : Konsul bagian THT untuk mengetahui
penyulit yang mungkin terjadi durante operasi
- 17 -
Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)
DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
Kelainan pada saluran air mata
- 18 -
Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang
diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan suatu kegiatan atau
porsedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan di bwah ini:
√ : Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan
prosedur atau panduan standar
X : Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan
sesuai dengan prosedur atau panduan standar
T/T : Tidak ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak
PESERTA: __________________________________
diperagakan TANGGAL
oleh peserta selama proses evaluasi ____________
oleh pelatih
KEGIATAN NILAI
INTRODUKSI
1. Memperkenalkan diri sebagai dokter kepada pasien.
2. Menanyakan dengan sopan nama, alamat dan umur pasien.
Anamnesis
1. Riwayat Penyakit mata: Riwayat trauma, inflamasi, infeksi, keluhan
mata berair
2. Riwayat Penyakit Hidung: Riwayat trauma, riwayat sinusitis
Anatomi normal saluran air mata
1. Mempelajari ukuran sistem lakrimalis,
2. Mempelajari anatomi posisi normal sistem lakrimalis
Kelainan kongenital :
Mempelajari : epifora kongenital, dakriosistokel, obstruksi duktus
nasolakrimal kongenital, agenesis pungtum, disgenesis pungtum,
Kelainan didapat :
Mempelajari lakrimasi, epifora, dakriosistitis, trauma, obstruksi
sistem lakrimal, dakriolit
PEMERIKSAAN PRADIAGNOSIS KELAINAN
SALURAN AIR MATA
INTRODUKSI
3. Sebelum melakukan pemeriksaan dilakukan pendakatan dengan
pasien termasuk menyapa dan memperkenalkan diri dalam
upaya membangun hubungan yang lebih akrab
4. Mencatat identitas pasien secara lengkap
PERSIAPAN PEMERIKSAAN
- 19 -
Menjelaskan pada penderita tentang pemeriksaan yang akan
dilakukan, kegunaan, dan proses pelaksanaannya dan kemungkinan
ketidaknyamanan yang bisa dialami oleh penderita selama
pemeriksaan. Penderita diberi kesempatan untuk bertanya mengenai
seluruh tindakan yang akan dilakukan
PEMERIKSAAN Dye disappearance test :
1. Fluoresin dye retention test ( FDRT)
Merupakan tes semikuantitatif dari perlambatan atau obstruksi
outflow air mata, dengan cara :
- Teteskan 1 tetes fluoresin 2 % pada sakus konjungtiva tanpa
pemberian topikal anestesi.
- Perhatikan jumlah residual fluoresin setelah 3 – 5 menit.
- Tes ini positif jika terdapat residual fluoresin, dimana pada
keadaan normal pewarnaan dengan fluoresin sudah teririgasi
2. Jones 1
Memeriksa outflow air mata pada kondisi fisiologis normal, dengan
cara :
- Pasien dalam posisi duduk tanpa mata diberikan anestesi
- Teteskan fluoresisn 2 % pada fornix inferior
- Letakkan cotton bud pada hidung dibawah turbinate inferior
-Tes dikatakan positif bila terlihat cotton bud terwarnai oleh
fluoresin
3. Jones II
- Irigasi sisa fluoresin Jones tes I dengan NaCl
- Teteskan anestesi topikal
- Pasien dalam posisi duduk dengan posisi kepala agak
menengadah
- Lakukan irigasi transkanalikular dengan Nacl
- Minta pasien untuk meludahkan atau menghembuskan cairan
pada secarik tisu dan lihat apakah ada residual fluoresin sisa
pemeriksaan Jones I
Hasil yang posistif mengkonfirmasi anatomi sistem lakrimalis yang
intak, tetapi sumbatan yang terjadi mungkin akibat sempitnya
duktus nasolakrimalis.
Jika Jones I dan II negatif, terdapat stenosis dan tindakan diperlukan
Lacrimal drainage system irrigation test
- 20 -
Dilakukan dengan cara :
- Pasien dalam posisi duduk
- Diberikan topikal anestesi
- Pungtum lakrimal inferior didilatasi dan dilihat apakah ada
stenosis pungtum
- Kanula irigasi tumpul dimasukkan dalam sistem lakrimalis dan
NaCl disemprotkan
Interpretasi hasil :
- Sulit memasukkan kanula, disertai kesulitan mengirigasi
obstruksi kanalikular komplit
- Sulit memasukkan kanula, disertai refluks dari NaCl melalui
sistem kanalikulus obstruksi kommon kanalikulus komplit
- Mudah memasukkan kanula disertai refluks mukoid melalui
sistem kanalikulus obstruksi duktus nasolakrimal komplit
- Mudah memasukkan kanula disertai distensi sakkus
nasolakrimal tanpa disertai refluks atau cairan ke dalam
hidung obstruksi duktus nasolakrimal komplit
- Mudah memasukkan kanula disertai kombinasi adanya
refluks dan Nacl ke dalam hidung parsial stenosis duktus
nasolakrimal
- Mudah memasukkan kanula disertai irigasi ke dalam hidung
duktus nasolakrimal patent
KELAINAN PADA SALURAN AIR MATA
Kelainan pada Sistem Lakrimal
5. Congenital Atresia :
- punctal atresia
- Absent canaliculus
- Duplicated canaliculus and fistula
- Lacrimal sac fistula
- Nasolacrimal duct diverticulae
- Nasolacrimal duct lower atresia
- Facial cleft
6. Obstruksi duktus nasolakrimal Kongenital (CNLDO)
Kegagalan pembukaan duktus nasolakrimal pada tingkat valve
of Hasner atau terjadi stenosis ataupun penyempitan, dengan
gejala :
- Epifora
- 21 -
- Keluarnya mucus
- Dakriosistitis akut/kronis
7. Dakriosistokel :
membesarnya sakkus lakrimalis yang muncul saat lahir tanpa
disertai adanya tanda-tanda inflamasi. Kondisi ini timbul saat
duktus nasolakrimal tersumbat dan cairan amnion beserta
mukus terperangkap dalam sakus
8. Obstruksi duktus nasolakrimalis yang didapat
9. Dakriosistitis
- Terdiri dari tiga subtipe : subakut, akut dan kronis
- Gejala : pembesaran sakkus lakrimal, pada stadium akut disertai
nyeri, bisa disertai selulitis, pada keadaan kronis didapatkan
riwayat serangan berulang.
- Terapi : Antibiotik broad spectrum, jika terdapat abses
dilakukan tindakan DCR
Penatalaksanaan :
Terapi pada kelainan saluran air mata diatas terdiri dari
nonsurgical/konservatif dan surgical therapy
- Terapi konservatif terdiri dari :
- Masase sakkus lakrimalis
- Terapi Surgical terdiri dari :
- Probbing : tindakan ini dilakukan dibawah usia 13 bulan
terutama bila erdapat dacryocele atau dakriosistitis
- DCR (dacryocystorhynostomy), dengan indikasi
Dacryocystorhinostomy (DCR)
Terdapat beberapa jenis DCR : endonasal DCR, eksternal DCR,
transnasal DCR, dan endocanalicular DCR, laser DCR
Persiapan operasi : Konsul bagian THT untuk mengetahui penyulit
yang mungkin terjadi durante operasi
Teknik Eksternal DCR :
- buat insisi sekitar 1 cm dari kantus medial
- Singkirkan jaringan lunak sampai fossa lakrimalis terlihat
- Tulang fossa lakrimalis dan bagian anterior dari lacrimal
crest dipotong dengan osteotom atau bor
- Buat insisi berbentuk H pada mukosa hidung dan insisi yang
sama pada sakus lakrimalis
- 22 -
- Bagian flap anterior mukosa hidung dijahitkan pada flap
anterior sakkus lakrimalis, begitu pula dengan flap posterior.
- Jika diperlukan bisa dipsang silicone tube
- Tutup luka
Trauma pada sistem lakrimal
Trauma dapat mengenai sistem lakrimalis, pertolongan pertama
yang dilakukan adalah dengan memperbaiki jaringan lunak dan jika
diperlukan disertai intubasi silicone tube.Jika selanjutnya terdapat
epifora persisten, dapat dilakukan DCR
Probbing
- Diberikan pemberian oxymethazoline hydrochloride (afrin)
- Menggunakan probe bowman ( ukuran 00), masukkan probe ke
pungtum mengikuti anatomi normal sistem lakrimalis hingga
meatus inferior
- cabut probe bowman, konfirmasi hasil dengan mengirigasi sistem
kanalikulus
menggunakan NaCL dan fluoresin seperti pada Lacrimal drainage
system irrigation test
PEMERIKSAAN TAMBAHAN RADIOLOGI
Pemeriksaan tambahan (Radiologi)
1. Dakriosistografi (DCG)
2. Nuclear Lacrimal Scintilography
3. Computed tomography
4. Magnetic resonance imaging
Komentar/Ringkasan:
Rekomendasi:
- 23 -
KELAINAN PADA SALURAN AIR MATA
Batasan
Kelainan saluran air mata terdiri dari kelainan kongenital dan kelainan
didapat.Kelainan kongenital terdiri dari epifora kongenital, dakriosistokel,
obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, agenesis pungtum, dan disgenesis
pungtum. Kelainan didapat adalak lakrimasi, epifora, dakriosistitis, trauma,
obstruksi duktus nasolakrimal dan dakriolit
- 24 -
- Diberikan pemberian oxymethazoline hydrochloride (afrin)
- Menggunakan probe bowman ( ukuran 00), masukkan probe ke pungtum
mengikuti anatomi normal sistem lakrimalis hingga meatus inferior
- cabut probe bowman, konfirmasi hasil dengan mengirigasi sistem kanalikulus
menggunakan NaCL dan fluoresin seperti pada Lacrimal drainage system irrigation
test
KEPUSTAKAAN
- 25 -
PEMBELAJARAN REKONSTRUKSI
LATAR BELAKANG
Kebutaan dan gangguan tajam penglihatan merupakan masalah kesehatan
masyarakat diseluruh dunia, terutama pada negara berkembang. Secara global
terdapat 37 juta orang mengalami kebutaan, dengan total 161 juta orang
mengalami gangguan tajam penglihatan. Dari keseluruhan prevalensi kebutaan
di dunia, sepertiganya berada di Asia Tenggara.
RANCANGAN PEMBELAJARAN
Modul prasyarat untuk dapat mengikuti modul bedah eviserasi, anukleasi dan
protesa adalah :
Modul anatomi dan fisiologi mata
Modul pemeriksaan mata dasar
Modul bedah dasar
Modul infeksi dan onkologi
Modul trauma okuli
- 26 -
dan pelatihan ini. Dari pihak peserta mengerjakan kuesioner awal merupakan
langkah untuk mengenali materi pengetahuan yang akan diperoleh selama
mengikuti pembelajaran.
2. Pembelajaran dalam kelas, difokuskan pada hal-hal penting untuk indikasi
dan tata cara pelaksanaan eviserasi dan enukleasi serta pemberian protesa
pasca bedah
3. Kemampuan dan kinerja keterampilan diukur melalui tindakan asistensi dan
kemampuan menyarankan tindakan bedah atas indikasi
4. Penilaian kinerja keterampilan klinik diukur dengan menggunakan daftar tilik
kinerja pengetahuan.
5. Keterampilan bedah diukur dengan daftar tilik kinerja keterampilan.
6. Outcome tindakan bedah diukur dengan mengevaluasi laporan bedah eviserasi
dan enukleasi
EVALUASI
Pembelajaran dan pelatihan keterampilan klinik dan keterampilan bedah
dirancang untuk menghasilkan dokter spesialis mata yang kompeten.
Kompetensi didasarkan pada pencapain peserta didik dalam tiga area:
Pengetahuan minimal 85% dari materi pengetahuan yang diukur melalui
kuesioner tengah pembelajaran.
Penilaian pengetahuan ini baru dilakukan setelah semua topik yang
dibutuhkan telah diberikan selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
Pencapaian 85% atau lebih jawaban yang benar menunjukkan penguasaan
yang memadai terhadap materi pengetahuan esensial didalam buku acuan.
Peserta yang belum mencapai jumlah 85% benar, harus mengkaji ulang.
Pencapaian tersebut bersama pengajar dan mendapat bimbingan lanjutan
untuk mempelajari kembali pengetahuan yang dibutuhkan. Peserta tersebut
diberi kesempatan untuk mengisi kuesioner tengah pembelajaran dan
pengajaran serta pelatihan di setiap saat selama sisa waktu pembelajaran dan
pelatihan.
Keterampilan. Pengajar dan pelatih akan melakukan penilaian secara obyektif
terhadap kinerja peserta latih. Penilaian dilakukan melalui pengamatan
langsung keterampilan klinik para klien, dilaksanakan pada waktu tertentu
selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung. Peserta harus mendapatkan
- 27 -
nilai rata-rata “memuaskan” untuk dinyatakan mampu melaksanakan
keterampilan bedah katarak.
Untuk keterampilan bedah dilakukan melalui pengamatan langsung pada wet
lab dan tindakan bedah pada pasien, dilaksanakan sesuai dengan langkah-
langkah yang diuraikan dalam daftar tilik penilaian keterampilan.
Perilaku. Pengamatan dan penilaian juga mencakup aspek perilaku peserta
selama memberikan pelayanan karena hal ini merupakan komponen strategis
pelayanan berkualitas. Pengajar dan pelatih klinik tidak hanya menilai sejauh
mana peserta mampu mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya tapi juga
kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan kemampuan profesionalnya.
Tanggung jawab keberhasilan proses pembelajaran dan pencapaian
kompetensi merupakan tanggung jawab bersama antara pengajar/pelatih dan
peserta.
- 28 -
EVISERASI, ENUKLEASI DAN PROTESA
- 29 -
keputusan klinik, dukungan teoritis pelaksanaan prosedur klinik
penatalaksanaan eviserasi dan enukleasi
2. Buku panduan peserta yang akan digunakan oleh peserta untuk memahami
prinsip dan tujuan pembelajaran dan pelatihan, mengikuti berbagai tahapan
proses pembelajaran, dan berisikan bahan-bahan yang diperlukan untuk
mengembangkan kinerja pengetahuan, keterampilan klinik dan bedah selama
pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
3. Modul Eviserasi, enukleasi dan pemberian protesa yang digunakan oleh
pengajar atau pelatih untuk melaksanakan proses alih pengetahuan dan
keterampilan kepada peserta latih selama berlangsungnya proses
pembelajaran dan pelatihan.
4. Instrumen untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan eviserasi,
enukleasi dan pemberian protesa
5. Praktik Klinik dan Bedah di fasilitas kesehatan jaringan institusi
pembelajaran dan pelatihan.
METODE EVALUASI
1. Kuesioner awal dan tengah pembelajaran dan pelatihan
2. Daftar tilik penilaian kinerja pengetahuan
3. Daftar tilik penilaian kinerja keterampilan bedah eviserasi, enukleasi dan
pemasangan protesa
- 30 -
Sesi 2: Melakukan Persiapan Prabedah Eviserasi, enukleasi dan
pemberian protesa
Persiapan Sesi:
Materi Presentasi
Kasus
Alat Bantu Latih
Referensi
Tujuan Sesi:
Sesi ini menguraikan tentang persiapan bedah eviserasi, enukleasi, anamnesa,
pemeriksaan eksternal, pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi,
Funduskopi,pemeriksaan usg, pengukuran fungsi penglihatan.
Kompetensi:
Melakukan persiapan prabedah eviserasi, enukleasi dan pemberian protesa.
Keterampilan:
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil:
1. Mengenali indikasi eviserasi dan enukleasi
2. Mengenali dan mampu menentukan tindakan eveiserasi atau enukleasi yang
harus dilakukan
3. Melakukan anemnesis
4. Melakukan pemeriksaan eksternal
5. Melakukan pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi
6. Melakukan pemeriksaan funduskopi
7. Melakukan pemeriksaan USG
8. Melakukan pengukuran fungsi penglihatan
- 31 -
Gambaran Umum
Tujuan Gambaran Umum
Memberikan penjelasan dan upaya yang akan dilakukan selama sesi atau praktik
yang dilakukan terkait dengan sesi ini, sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai dalam waktu yang telah dialokasikan dan kompetensi yang diperoleh
sesuai dengan yang diinginkan.
Contoh Kasus
Seorang bapak datang ke rumah sakit dengan keluhan mata nyeri sudah 3 minggu
disertai tidak adanya lagi penglihatan . Penderita diketahui mengidap penyakit
glaucoma sejak lama.
Proses Pembelajaran
Menguatkan proses pembelajaran
Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggungjawab anda dalam proses pembelajaran
serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
partisipasi penuh dari peserta didik.
Tujuan 1. Mengenali indikasi eviserasi dan enukleasi
Trauma, tidak adanya tumor intraocular, tidak ada resiko simpatetik
ophthlamia, mata dengan visus O yang nyeri, endoftalmitis merupakan indikasi
eviserasi dan indikasi enukleasi adalah Mata dengan visus 0 disertai nyeri,
tumor intraokular, trauma,
Tujuan 2. Mengenali dan mampu menentukan tindakan eviserasi atau
enukleasi yang harus dilakukan
Pada penderita ini visus 0 dengan nyeri sehingga kemungkinan tindakan
eviserasi diperlukan
Tujuan 3. Melakukan anemnesis
Apakah penderita pernah mendapat serangan akut glaucoma, sudah berapa
lama tidak melihat, apakah sudah pernah mendapat pengobatan
Tujuan 4. Melakukan pemeriksaan eksternal
meliputi keadaan tubuh dan adanya kelainan pada bagian eksternal mata dan
adneksa
Tujuan 5. Melakukan pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi
- 32 -
Diperiksa konjungtiva, kornea, bilik depan, iris, lensa.
Tujuan 6. Melakukan pemeriksaan funduskopi
Funduskopi direk dan indirek penting untuk mengevaluasi integritas anatomi
segmen posterior bola mata.
Funduskopi penting untuk memeriksa keadaan makula, nervus optikus,
pembuluh darah retina, dan bagian perifer retina. Pemeriksaan funduskopi
pada glaukoma penting untuk melihat keadaan nervus optikus
Tujuan 7. Melakukan pemeriksaan USG
Untuk melihat apak ada tumor intraocular pada kasus ini
Tujuan 8. Melakukan pengukuran fungsi penglihatan
Untuk memastikan penglihatan penderita sudah 0
Kuesioner sebelum sesi dimulai
PERSIAPAN PRABEDAH EVISERASI DAN ENUKLEASI
- 33 -
c. Rotational flap
d. Tidak perlu diganti
3. Cara membersihkan sklera setelah isi bola mata dikeluarkan pada eviserasi
menggunakan :
a. Alkohol
b. Yodium povidin
c. Antibiotik
d. H2O2
- 34 -
Penilaian Kinerja Pengetahuan (ujian akhir)
DAFTAR TILIK KINERJA
PERSIAPAN PRABEDAH EVISERASI, ENUKLEASI
No. KEGIATAN PENILAIAN
I INTRODUKSI
1. Sapa pasien dengan ramah
2. Perkenalkan diri kepada pasien
3. Catat identitas pasien secara lengkap
4. Informed consent
II ANAMNESA
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sistemik
3. Riwayat penyakit mata
4. Rencana Perawatan Pasca Bedah
III PEMERIKSAAN EKSTERNAL
1. Keadaan tubuh
2. Bagian eksterna mata dan adneksa
IV PEMERIKSAAN LAMPU CELAH DAN
BIOMIKROSKOPI
V 1. Konjungtiva
VI 2. Kornea
3. Bilik depan
4. Iris
5. Lensa
4. Iris
VII FUNDUSKOPI
1. Makula
2. Nervus Optikus
3. Pembuluh darah retina
4. Retina bagian perifer
VIII PENGUKURAN FUNGSI PENGLIHATAN
1. Tajam penglihatan
2. Sensitivitas kontras
3. Tes lapang pandang
IX PEMERIKSAAN KHUSUS
- 35 -
1. usg
Nilai: ..... x 1/ ..... x 1 = ........
Komentar/Ringkasan:
Rekomendasi:
- 36 -
PENUNTUN BELAJAR
TINDAKAN EVISERASI, ENUKLEASI DAN PEMASANGAN PROTESA
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
- 37 -
Mata dengan visus 0 disertai nyeri, tumor intraokular,
trauma,
V Pemasangan Protesa
- Protesa dapat dipasang 4-8 minggu pasca operasi
- Bahan dasar protesa dapat dibuat dari akrilik, atau
silikon
- Ukuran protesa harus disesuaikan dengan soket mata
dan diusahakan sesimetris mungkin dengan mata
sebelahnya
VI PERSIAPAN PEMBEDAHAN
Menjelaskan pada penderita tentang prosedur yang akan
dilakukan, kegunaan, dan proses pelaksanaannya.
Memberikan keterangan mengapa pembuangan bola mata
perlu dilakukan dan efek yang dapat terjadi jika tidak
dilakukan. Penderita diberi kesempatan untuk bertanya
mengenai seluruh tindakan yang akan dilakukan.
VII TEKNIK EVISCERASI
Eviscerasi tanpa Implant
- Buat insisi pada limbus 360◦
- Potong kornea dengan gunting wescott, dengan
membiarkan perlekatan antara konjungtiva dengan sklera
di daerah limbus untuk meminimalisasi penyebaran
infeksi
- Buang seluruh isi bola mata dengan menggunakan
suction dan sendok eviserasi hingga bersih dari uvea dan
pendarahan
- Sclera dapat dibiarkan terbuka atau dijahit
- Konjungtiva dipisahkan dari tenon
- Tenon dijahit dengan vicryl 6.0
- Konjungtiva dijahit dengan vicryl 6.0
- 38 -
- Masukkan implant dengan ukuran yang sesuai, jahit
sklera dengan benang yang tidak dapat diserap
- Pisahkan tenon dari conjungtiva, dan jahit secara terpisah
dengan benang 6.0 yang dapat diserap
VIII Komplikasi Eviscerasi
- ekstrusi implant
- simpatetik ophthalmia pada keadaan trauma dengan
tindakan eviscerasi yang tidak bersih.
- Socket dangkal
IX TEKNIK ENUKLEASI
Enukleasi tanpa implant
- Buat insisi limbal 360◦ menembus konjungtiva dan tenon
- Cari otot-otot rektus dan ikat dengan benang yang dapat
diserap ( vicryl 6.0)
- Potong otot-otot rektus yang sudah diikat
- Potong otot-otot oblik
- Potong nervus optikus
- Rawat pendarahan
- Hubungkan ikatan jahitan otot-otot rektus
- Tutup konjungtiva dengan vicryl 6.0
- 39 -
1. memberikan tetes mata antibiotik pada mata yang telah
diperiksa
2. Mengamati bila ada komplikasi yang terjadi
- 40 -
Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)
DAFTAR TILIK KINERJA
EVISERASI, ENUKLEASI DAN PEMBERIAN PROTESA
- 41 -
Menjelaskan pada penderita tentang prosedur yang akan
dilakukan, kegunaan, dan proses pelaksanaannya. Memberikan
keterangan mengapa pembuangan bola mata perlu dilakukan
dan efek yang dapat terjadi jika tidak dilakukan. Penderita
diberi kesempatan untuk bertanya mengenai seluruh tindakan
yang akan dilakukan.
VII TEKNIK EVISCERASI
Eviscerasi tanpa Implant
- Buat insisi pada limbus 360◦
- Potong kornea dengan gunting wescott, dengan membiarkan
perlekatan antara konjungtiva dengan sklera di daerah
limbus untuk meminimalisasi penyebaran infeksi
- Buang seluruh isi bola mata dengan menggunakan suction
dan sendok eviserasi hingga bersih dari uvea dan
pendarahan
- Sclera dapat dibiarkan terbuka atau dijahit
- Konjungtiva dipisahkan dari tenon
- Tenon dijahit dengan vicryl 6.0
- Konjungtiva dijahit dengan vicryl 6.0
Eviscerasi dengan implant
- Buat insisi limbal 360◦, konjungtiva dan tenon dipisahkan
dari sklera
- Insisi kornea 360◦, Buang seluruh isi bola mata dengan
menggunakan suction dan sendok eviserasi hingga bersih
dari uvea dan pendarahan
- Masukkan implant dengan ukuran yang sesuai, jahit sklera
dengan benang yang tidak dapat diserap
- Pisahkan tenon dari conjungtiva, dan jahit secara terpisah
dengan benang 6.0 yang dapat diserap
VIII Komplikasi Eviscerasi
- ekstrusi implant
- simpatetik ophthalmia pada keadaan trauma dengan
tindakan eviscerasi yang tidak bersih.
- Socket dangkal
IX TEKNIK ENUKLEASI
Enukleasi tanpa implant
- Buat insisi limbal 360◦ menembus konjungtiva dan tenon
- 42 -
- Cari otot-otot rektus dan ikat dengan benang yang dapat
diserap ( vicryl 6.0)
- Potong otot-otot rektus yang sudah diikat
- Potong otot-otot oblik
- Potong nervus optikus
- Rawat pendarahan
- Hubungkan ikatan jahitan otot-otot rektus
- Tutup konjungtiva dengan vicryl 6.0
X Enukleasi dengan implant
- Buat insisi limbal 360◦ menembus konjungtiva dan tenon
- Cari otot-otot rektus dan ikat dengan benang yang dapat
diserap ( vicryl 6.0)
- Potong otot-otot rektus yang sudah diikat
- Potong otot-otot oblik
- Potong nervus optikus
- Buka bagian posterior dari tenon
- Pilih ukuran implan yang sesuai, dengan cara mengukur
implan yang sesuai yang bisa masuk diantara otot rektus
- Jahitkan otot rektus pada implan
- Jahit tenon
- Jahit konjungtiva
XI Komplikasi Enukleasi
Nyeri, infeksi, ekstrusi implan, terbentuk granuloma, post
enucleation socket syndrome
- 43 -
MATERI BAKU PROSES PEMBELAJARAN KOMPETENSI
Pendahuluan
Eviserasi, dan enukleasi merupakan teknik operasi untuk mengeluarkan bola
mata atau isinya. Pada keadaan dimana bola mata sudah tidak bisa diselamatkan
lagi, tindakan ini perlu dilakukan
Definisi
Evisceration adalah pembuangan isi bola mata dengan meninggalkan sclera dan
otot ekstraokular tetap intak.
Enucleation adalah pembuangan bola mata dan strukturnya.
Eviserasi biasanya dilakukan pada kasus- kasus endoftalmitis yang tidak
responsive terhadapa antibiotikdan memberikan hasil kosmetik yang lebih baik
dibandingkan enukleasi.
Sedangkan enukleasi dilakukan pada kasus dengan mata nyeri tanpa visus yang
disertai tumor intraocular, dan pada kasus trauma untuk menghindari terjadinya
simatetik oftalmia.
Penggunaan protesa harus dijelaskan pada pasien sebelum tindakan operasi
dilakukan, dan diterangkan bahwa protesa bias dipasang beberapa minggu
pasca bedah
KEPUSTAKAAN
- 44 -
GAMBARAN UMUM DAN METODE PROSES
PEMBELAJARAN REKONSTRUKSI
LATAR BELAKANG
Kelopak mata berfungsi melindungi bagian anterior permukaan bola mata
dari trauma local. Kelopak mata juga berperan dalam regulasi cahaya, dan
mempertahankan tear film dengan cara distribusi air mata dengan cara berkedip,
serta membantu aliran air mata dengan memompa air mata ke sakus konjungtiva
dan sakus lakrimalis.
RANCANGAN PEMBELAJARAN
Modul prasyarat untuk dapat mengikuti modul kelainan pada kelopak mata
adalah :
Modul anatomi dan fisiologi mata
Modul pemeriksaan mata dasar
Modul bedah dasar
Modul imunology
Pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Pada hari pertama pembelajaran dan pelatihan peserta mengisi kuesioner awal
yang hasilnya akan dipakai oleh pengajar dan pelatih untuk mengetahui
sejauh mana tingkat pemahaman peserta sebelum mengikuti pembelajaran
dan pelatihan ini. Dari pihak peserta mengerjakan kuesioner awal merupakan
langkah untuk mengenali materi pengetahuan yang akan diperoleh selama
mengikuti pembelajaran.
2. Pembelajaran dalam kelas, difokuskan pada hal-hal penting untuk mengetahui
keadaan normal dan kelainan pada kelopka mata
3. Kemampuan dan kinerja keterampilan diukur melalui tindakan asistensi dan
bedah
4. Penilaian kinerja keterampilan klinik diukur dengan menggunakan daftar tilik
kinerja pengetahuan.
- 45 -
5. Keterampilan bedah diukur dengan daftar tilik kinerja keterampilan.
6. Outcome bedah diukur dengan mengevaluasi laporan operasi.
EVALUASI
Pembelajaran dan pelatihan keterampilan klinik dan keterampilan bedah
dirancang untuk menghasilkan dokter spesialis mata yang kompeten.
Kompetensi didasarkan pada pencapain peserta didik dalam tiga area:
Pengetahuan minimal 85% dari materi pengetahuan yang diukur melalui
kuesioner tengah pembelajaran.
Penilaian pengetahuan ini baru dilakukan setelah semua topik yang
dibutuhkan telah diberikan selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
Pencapaian 85% atau lebih jawaban yang benar menunjukkan penguasaan
yang memadai terhadap materi pengetahuan esensial didalam buku acuan.
Peserta yang belum mencapai jumlah 85% benar, harus mengkaji ulang.
Pencapaian tersebut bersama pengajar dan mendapat bimbingan lanjutan
untuk mempelajari kembali pengetahuan yang dibutuhkan. Peserta tersebut
diberi kesempatan untuk mengisi kuesioner tengah pembelajaran dan
pengajaran serta pelatihan di setiap saat selama sisa waktu pembelajaran dan
pelatihan.
Keterampilan. Pengajar dan pelatih akan melakukan penilaian secara obyektif
terhadap kinerja peserta latih. Penilaian dilakukan melalui pengamatan
langsung keterampilan klinik para klien, dilaksanakan pada waktu tertentu
selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung. Peserta harus mendapatkan
nilai rata-rata “memuaskan” untuk dinyatakan mampu melaksanakan
keterampilan bedah katarak.
Untuk keterampilan bedah dilakukan melalui pengamatan langsung pada saat
asistensi dan tindakan bedah pada pasien, dilaksanakan sesuai dengan
langkah-langkah yang diuraikan dalam daftar tilik penilaian keterampilan.
Perilaku. Pengamatan dan penilaian juga mencakup aspek perilaku peserta
selama memberikan pelayanan karena hal ini merupakan komponen strategis
pelayanan berkualitas. Pengajar dan pelatih klinik tidak hanya menilai sejauh
mana peserta mampu mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya tapi juga
kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan kemampuan profesionalnya.
Tanggung jawab keberhasilan proses pembelajaran dan pencapaian
- 46 -
kompetensi merupakan tanggung jawab bersama antara pengajar/pelatih dan
peserta.
- 47 -
keputusan klinik, dukungan teoritis pelaksanaan prosedur klinik
penatalaksanaan kelainan pada kelopak mata
2. Buku panduan peserta yang akan digunakan oleh peserta untuk memahami
prinsip dan tujuan pembelajaran dan pelatihan, mengikuti berbagai tahapan
proses pembelajaran, dan berisikan bahan-bahan yang diperlukan untuk
mengembangkan kinerja pengetahuan, keterampilan klinik dan bedah selama
pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
3. Modul Kelainan pada kelopak mata yang digunakan oleh pengajar atau
pelatih untuk melaksanakan proses alih pengetahuan dan keterampilan
kepada peserta latih selama berlangsungnya proses pembelajaran dan
pelatihan.
4. Instrumen untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan eviserasi,
enukleasi dan pemberian protesa
5. Praktik Klinik dan Bedah di fasilitas kesehatan jaringan institusi
pembelajaran dan pelatihan.
METODE EVALUASI
1. Kuesioner awal dan tengah pembelajaran dan pelatihan
2. Daftar tilik penilaian kinerja pengetahuan
3. Daftar tilik penilaian kinerja keterampilan kelainan pada kelopak mata
- 48 -
Sesi 3: Melakukan Persiapan Pengetahuan dan penatalaksanaan
kelainan pada kelopak mata
Persiapan Sesi:
Materi Presentasi
Kasus
Alat Bantu Latih
Referensi
Tujuan Sesi:
Sesi ini menguraikan tentang cara mengetahui kelainan pada kelopak mata,
tindakan bedah penanagan jika diperlukan, anamnesa, pemeriksaan eksternal,
pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi, Funduskopi, pengukuran fungsi
penglihatan.
Kompetensi:
Melakukan diagnosis kelainan pada kelopak mata dan penanganannya
Keterampilan:
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil:
1. Mendiagnosis kelainan pada kelopak mata
2. Mengenali dan mampu menentukan tindakan yang diperlukan
3. Melakukan anemnesis
4. Melakukan pemeriksaan eksternal
5. Melakukan pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi
6. Melakukan pemeriksaan funduskopi
7. Melakukan pengukuran fungsi penglihatan
- 49 -
Gambaran Umum
Tujuan Gambaran Umum
Memberikan penjelasan dan upaya yang akan dilakukan selama sesi atau praktik
yang dilakukan terkait dengan sesi ini, sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai dalam waktu yang telah dialokasikan dan kompetensi yang diperoleh
sesuai dengan yang diinginkan.
Contoh Kasus
Seorang bapak 67 th datang ke rumah sakit dengan keluhan mata terasa
perih,penglihatan tidak jelas, merah dan terasa ada benda asing karena bulu mata
masuk ke mata
Proses Pembelajaran
Menguatkan proses pembelajaran
Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggungjawab anda dalam proses pembelajaran
serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
partisipasi penuh dari peserta didik.
Tujuan 1. Mendiagnosis kelainan kelopak mata
Melihat posisi kelopak mata atas dan bawah, apakah dalam posisi normal atau
tidak. Pada pasien ini kelopak mata bawah melekuk kedalam
Tujuan 2. Mengenali dan mampu menentukan tindakan penatalaksanaan
kelainan kelopak mata
Mengetahui penyebab entropion apakah senilis atau penyebab lain, pada pasien
ini karena senilis dan penyaranan operasi
Tujuan 3. Melakukan anemnesis
Apakah penderita pernah mendapat trauma, infeksi sebelumnya
Tujuan 4. Melakukan pemeriksaan eksternal
meliputi keadaan tubuh dan adanya kelainan pada bagian eksternal mata dan
adneksa
Tujuan 5. Melakukan pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi
Diperiksa konjungtiva, kornea, bilik depan, iris, lensa.
Tujuan 6. Melakukan pemeriksaan funduskopi
- 50 -
Funduskopi direk dan indirek penting untuk mengevaluasi integritas anatomi
segmen posterior bola mata.
Funduskopi penting untuk memeriksa keadaan makula, nervus optikus,
pembuluh darah retina, dan bagian perifer retina.
Tujuan 7. Melakukan pengukuran fungsi penglihatan
Untuk melihat fungsi penglihatan
- 51 -
3. Insisi hordeolum interna pada tarsus harus dalamn posisi :
a. Horizontal
b. Vertikal
c. 45 ◦
d. Tegak lurus otot levator
4. Trauma yang mengenai mergo palpebra yang pertama kali dijahit adalah :
a. Grey line
b. Hair line
c. Lamela anterior
d. Lamela posterior
5. Salah satu cara untuk mengetahui adanya laxity kelopak mata bawah adalah
dengan cara :
a. Snap back test
b. Fluoresin test
c. Bell’s phenomen
d. Tarsal strip procedure
- 52 -
PENUNTUN BELAJAR
KELAINAN PADA KELOPAK MATA
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
- 53 -
tendon di kantus lateral dan pemanjangan vertical
dari lamella anterior.
Entropion congenital:
Disebabkan oleh disgenesis retractor,defek structural
pada tarsus, pemendekan pada lamella posterior
Penatalaksanaan: jarang sembuh spontan, tindakan
operatif diperlukan
Ptosis Kongenital:
sering disertai blepharophimosis
fungsi levator buruk
penatalaksanaan : frontal sling procedure
Blepharophimosis syndrome:
Autosomal dominant
Gambaran klinis : telekantus, epicantus inversus,
ptosis berat, kadang disertai ektropion, hipoplasia
nasal bridge, hipoplasia superior orbital rim, lop ears,
dan hipertelorisme
Penatalaksanaan : memerlukan beberapa tahap
rekonstruksi : z plasty, Y to V plasties, bilateral frontal
sling
Euryblepharon:
dapat unilateral/bilateral
terdapat pelebaran horizontal dari fisura palpebra
disertai pemendekan vertical dan pemanjangan
horizontal kelopak mata.
Penatalaksanaan :rekonstruksi kelopak mata
Ankyblepharon:
Fusi sebagian atau seluruh kulit kelopak mata
Penatalaksanaan : pemotongan kuit yang fusi
Epikantus:
Terdapatnya lipatan pada kantus medial akibat tulang
midfacial yang imatur
Penatalaksanaan : z plasty atau Y to V plasty
Epiblepharon:
otot pretarsal dan kulit bertumpuk dengan margin
palpebra sehingga terbentuk lipatan yang
- 54 -
menyebabkan posisi silia menjadi vertikal dan dapat
mengenai bola mata
penatalaksanaan: pada keadaan ringan akan membaik
dengan sendirinya, pada keadaan berat dilakukan
excisis dari kulit dan otot yang berlebih
Distichiasis kongenital:
terdapat baris berlebih pada bulu mata
Penatalaksanaan : lubrikan, kontak lens atau kryo
epilasi
Koloboma Kongenital :
defek seluruh ketebalan kelopak mata
Penatalaksanaan: repair defek kelopak mata
Kryopthalmos:
- tidak adanya seluruh atau sebagian alis, fisura palpebra,
bulu mata dan konjungtiva.
I Kelainan congenital kelopak mata
Ektropion congenital:
sering disertai syndrome blepharophimosis
disebabkan oleh insufisiensi vertikal lamela anterior
penatalaksanaan : ringan tidak diperlukan terapi,
pada keadaan berat dilakukan horizontal tightening
tendon di kantus lateral dan pemanjangan vertical
dari lamella anterior.
Entropion congenital:
Disebabkan oleh disgenesis retractor,defek structural
pada tarsus, pemendekan pada lamella posterior
Penatalaksanaan: jarang sembuh spontan, tindakan
operatif diperlukan
Ptosis Kongenital:
sering disertai blepharophimosis
fungsi levator buruk
penatalaksanaan : frontal sling procedure
Blepharophimosis syndrome:
Autosomal dominant
Gambaran klinis : telekantus, epicantus inversus,
ptosis berat, kadang disertai ektropion, hipoplasia
- 55 -
nasal bridge, hipoplasia superior orbital rim, lop ears,
dan hipertelorisme
Penatalaksanaan : memerlukan beberapa tahap
rekonstruksi : z plasty, Y to V plasties, bilateral frontal
sling
Euryblepharon:
dapat unilateral/bilateral
terdapat pelebaran horizontal dari fisura palpebra
disertai pemendekan vertical dan pemanjangan
horizontal kelopak mata.
Penatalaksanaan :rekonstruksi kelopak mata
Ankyblepharon:
Fusi sebagian atau seluruh kulit kelopak mata
Penatalaksanaan : pemotongan kuit yang fusi
Epikantus:
Terdapatnya lipatan pada kantus medial akibat tulang
midfacial yang imatur
Penatalaksanaan : z plasty atau Y to V plasty
Epiblepharon:
otot pretarsal dan kulit bertumpuk dengan margin
palpebra sehingga terbentuk lipatan yang
menyebabkan posisi silia menjadi vertikal dan dapat
mengenai bola mata
penatalaksanaan: pada keadaan ringan akan membaik
dengan sendirinya, pada keadaan berat dilakukan
excisis dari kulit dan otot yang berlebih
Distichiasis kongenital:
terdapat baris berlebih pada bulu mata
Penatalaksanaan : lubrikan, kontak lens atau kryo
epilasi
Koloboma Kongenital :
defek seluruh ketebalan kelopak mata
Penatalaksanaan: repair defek kelopak mata
Kryopthalmos:
- tidak adanya seluruh atau sebagian alis, fisura palpebra,
bulu mata dan konjungtiva.
II Kelainan kelopak mata didapat
- 56 -
Ektropion:
Terdiri dari tipe involusional, paralitik, sikatrikal,
mekanikal
Penatalaksanaan : tergantung jenis ektropion,
Involutional :horizontal eyelid shortening, repair
lower lid retractor
Paralitik : pemeriksaan neurology, lubricant,
tarsoraphy
Sikatrikal : pelepasan traksi akibat sikatrik,
horizontal tightning, vertical lengthening
Entropion:
Terdiri dari akut spastik, involutional, dan sikatrikal
Cara Pemeriksaan gradasi ektropion
Penatalaksanaan : tergantung jenis ektropion,
Involutional :temporizing measures, horizontal eyelid
tightening, repair of the retractor
akut spastik : taping, kauter, suture technique repair,
injeksi botox
Sikatrikal : tergantung jenis dan beratnya
Ptosis:
Pemeriksaan fisik ptosis : vertical interpalpebral
fissure height, margin reflex distance, upper eyelid
crease position, fungsi levator
Klasifikasi : myogenic, aponeurotic, neurogenic,
mechanical, traumatic, pseudoptosis
Penatalaksanaan : Levator advancement,
levator/tarsus/muller resection, frontal sling
Dermatochalasis:
Familial presdiposistion
Akibat redundansi dari kulit dan lemak pada kelopak
mata atas
Penatalaksanaan : blepharoplasty
Blepharochalasis:
Inflamasi idiopatik edema dan inflamasi pada kelopak
mata, dapat disertai ptosis
Penatalaksanaan : blepharoplasty, ptosis repair
Brow ptosis:
- 57 -
Drooping forehead akibat hilangnya elastisitas kulit
dahi
Penatalaksanaan : endoscopic brow lift, coronal
forehead lift, midforehead lift, hairline lift, direct
eyebrow elevation
III Trauma kelopak mata yang mengenai margo
Trauma pada kelopak mata atas
Defek Kecil ( ≤ 33%)
direct closure
Defek sedang (34-<50 %)
Semisircular flap
Adjacent tarsoconjunctival flap and full thickness skin
graft
Defek besar ( > 50 %)
Free tarsoconjunctival graft and skin flap
Cutler beard
Lower lid switch flap or median forehead flap
Trauma pada kelopak mata bawah
Defek Kecil ( ≤ 33%)
direct closure dengan atau tanpa kantotomi
Defek sedang (34-<50 %)
Semisircular flap
Adjacent tarsoconjunctival flap and full thickness skin
graft
Defek besar ( > 50 %)
Free tarsoconjunctival graft and skin flap
Hughe’s procedure
Mustarde flap
- 58 -
Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)
DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
KELAINAN PADA KELOPAK MATA
- 59 -
penatalaksanaan : ringan tidak diperlukan terapi, pada keadaan berat
dilakukan horizontal tightening tendon di kantus lateral dan
pemanjangan vertical dari lamella anterior.
Entropion congenital:
Disebabkan oleh disgenesis retractor,defek structural pada tarsus,
pemendekan pada lamella posterior
Penatalaksanaan: jarang sembuh spontan, tindakan operatif
diperlukan
Ptosis Kongenital:
sering disertai blepharophimosis
fungsi levator buruk
penatalaksanaan : frontal sling procedure
Blepharophimosis syndrome:
Autosomal dominant
Gambaran klinis : telekantus, epicantus inversus, ptosis berat, kadang
disertai ektropion, hipoplasia nasal bridge, hipoplasia superior orbital
rim, lop ears, dan hipertelorisme
Penatalaksanaan : memerlukan beberapa tahap rekonstruksi : z plasty,
Y to V plasties, bilateral frontal sling
Euryblepharon:
dapat unilateral/bilateral
terdapat pelebaran horizontal dari fisura palpebra disertai
pemendekan vertical dan pemanjangan horizontal kelopak mata.
Penatalaksanaan :rekonstruksi kelopak mata
Ankyblepharon:
Fusi sebagian atau seluruh kulit kelopak mata
Penatalaksanaan : pemotongan kuit yang fusi
Epikantus:
Terdapatnya lipatan pada kantus medial akibat tulang midfacial yang
imatur
Penatalaksanaan : z plasty atau Y to V plasty
Epiblepharon:
otot pretarsal dan kulit bertumpuk dengan margin palpebra sehingga
terbentuk lipatan yang menyebabkan posisi silia menjadi vertikal dan
dapat mengenai bola mata
- 60 -
penatalaksanaan: pada keadaan ringan akan membaik dengan
sendirinya, pada keadaan berat dilakukan excisis dari kulit dan otot
yang berlebih
Distichiasis kongenital:
terdapat baris berlebih pada bulu mata
Penatalaksanaan : lubrikan, kontak lens atau kryo epilasi
Koloboma Kongenital :
defek seluruh ketebalan kelopak mata
Penatalaksanaan: repair defek kelopak mata
Kryopthalmos:
- tidak adanya seluruh atau sebagian alis, fisura palpebra, bulu mata dan
konjungtiva.
Kelainan congenital kelopak mata
Ektropion congenital:
sering disertai syndrome blepharophimosis
disebabkan oleh insufisiensi vertikal lamela anterior
penatalaksanaan : ringan tidak diperlukan terapi, pada keadaan berat
dilakukan horizontal tightening tendon di kantus lateral dan
pemanjangan vertical dari lamella anterior.
Entropion congenital:
Disebabkan oleh disgenesis retractor,defek structural pada tarsus,
pemendekan pada lamella posterior
Penatalaksanaan: jarang sembuh spontan, tindakan operatif
diperlukan
Ptosis Kongenital:
sering disertai blepharophimosis
fungsi levator buruk
penatalaksanaan : frontal sling procedure
Blepharophimosis syndrome:
Autosomal dominant
Gambaran klinis : telekantus, epicantus inversus, ptosis berat, kadang
disertai ektropion, hipoplasia nasal bridge, hipoplasia superior orbital
rim, lop ears, dan hipertelorisme
Penatalaksanaan : memerlukan beberapa tahap rekonstruksi : z plasty,
Y to V plasties, bilateral frontal sling
Euryblepharon:
dapat unilateral/bilateral
- 61 -
terdapat pelebaran horizontal dari fisura palpebra disertai
pemendekan vertical dan pemanjangan horizontal kelopak mata.
Penatalaksanaan :rekonstruksi kelopak mata
Ankyblepharon:
Fusi sebagian atau seluruh kulit kelopak mata
Penatalaksanaan : pemotongan kuit yang fusi
Epikantus:
Terdapatnya lipatan pada kantus medial akibat tulang midfacial yang
imatur
Penatalaksanaan : z plasty atau Y to V plasty
Epiblepharon:
otot pretarsal dan kulit bertumpuk dengan margin palpebra sehingga
terbentuk lipatan yang menyebabkan posisi silia menjadi vertikal dan
dapat mengenai bola mata
penatalaksanaan: pada keadaan ringan akan membaik dengan
sendirinya, pada keadaan berat dilakukan excisis dari kulit dan otot
yang berlebih
Distichiasis kongenital:
terdapat baris berlebih pada bulu mata
Penatalaksanaan : lubrikan, kontak lens atau kryo epilasi
Koloboma Kongenital :
defek seluruh ketebalan kelopak mata
Penatalaksanaan: repair defek kelopak mata
Kryopthalmos:
- tidak adanya seluruh atau sebagian alis, fisura palpebra, bulu mata dan
konjungtiva.
Kelainan kelopak mata didapat
Ektropion:
Terdiri dari tipe involusional, paralitik, sikatrikal, mekanikal
Penatalaksanaan : tergantung jenis ektropion,
Involutional :horizontal eyelid shortening, repair lower lid retractor
Paralitik : pemeriksaan neurology, lubricant, tarsoraphy
Sikatrikal : pelepasan traksi akibat sikatrik, horizontal tightning,
vertical lengthening
Entropion:
Terdiri dari akut spastik, involutional, dan sikatrikal
Cara Pemeriksaan gradasi ektropion
- 62 -
Penatalaksanaan : tergantung jenis ektropion,
Involutional :temporizing measures, horizontal eyelid tightening,
repair of the retractor
akut spastik : taping, kauter, suture technique repair, injeksi botox
Sikatrikal : tergantung jenis dan beratnya
Ptosis:
Pemeriksaan fisik ptosis : vertical interpalpebral fissure height,
margin reflex distance, upper eyelid crease position, fungsi levator
Klasifikasi : myogenic, aponeurotic, neurogenic, mechanical,
traumatic, pseudoptosis
Penatalaksanaan : Levator advancement, levator/tarsus/muller
resection, frontal sling
Dermatochalasis:
Familial presdiposistion
Akibat redundansi dari kulit dan lemak pada kelopak mata atas
Penatalaksanaan : blepharoplasty
Blepharochalasis:
Inflamasi idiopatik edema dan inflamasi pada kelopak mata, dapat
disertai ptosis
Penatalaksanaan : blepharoplasty, ptosis repair
Brow ptosis:
Drooping forehead akibat hilangnya elastisitas kulit dahi
Penatalaksanaan : endoscopic brow lift, coronal forehead lift,
midforehead lift, hairline lift, direct eyebrow elevation
Trauma kelopak mata yang mengenai margo
Trauma pada kelopak mata atas
Defek Kecil ( ≤ 33%)
direct closure
Defek sedang (34-<50 %)
Semisircular flap
Adjacent tarsoconjunctival flap and full thickness skin graft
Defek besar ( > 50 %)
Free tarsoconjunctival graft and skin flap
Cutler beard
Lower lid switch flap or median forehead flap
Trauma pada kelopak mata bawah
Defek Kecil ( ≤ 33%)
- 63 -
direct closure dengan atau tanpa kantotomi
Defek sedang (34-<50 %)
Semisircular flap
Adjacent tarsoconjunctival flap and full thickness skin graft
Defek besar ( > 50 %)
Free tarsoconjunctival graft and skin flap
Hughe’s procedure
Mustarde flap
Komentar/Ringkasan:
Rekomendasi:
- 64 -
MATERI BAKU
KELAINAN PADA KELOPAK MATA
Untuk dapat mendiagnosis kalainan pada kelopak mata, perlu diketahui anatomi
normal kelopak mata dan cara pemeriksaan cuka penatalaksanaannya.
Macam – macam kelainan kelopak mata yang perlu dikettahui adalah :
Kelainan congenital kelopak mata
Ektropion congenital:
sering disertai syndrome blepharophimosis
disebabkan oleh insufisiensi vertikal lamela anterior
penatalaksanaan : ringan tidak diperlukan terapi, pada keadaan berat
dilakukan horizontal tightening tendon di kantus lateral dan
pemanjangan vertical dari lamella anterior.
Entropion congenital:
Disebabkan oleh disgenesis retractor,defek structural pada tarsus,
pemendekan pada lamella posterior
Penatalaksanaan: jarang sembuh spontan, tindakan operatif diperlukan
Ptosis Kongenital:
sering disertai blepharophimosis
fungsi levator buruk
penatalaksanaan : frontal sling procedure
Blepharophimosis syndrome:
Autosomal dominant
Gambaran klinis : telekantus, epicantus inversus, ptosis berat, kadang
disertai ektropion, hipoplasia nasal bridge, hipoplasia superior orbital
rim, lop ears, dan hipertelorisme
- 65 -
Penatalaksanaan : memerlukan beberapa tahap rekonstruksi : z plasty, Y
to V plasties, bilateral frontal sling
Euryblepharon:
dapat unilateral/bilateral
terdapat pelebaran horizontal dari fisura palpebra disertai pemendekan
vertical dan pemanjangan horizontal kelopak mata.
Penatalaksanaan :rekonstruksi kelopak mata
Ankyblepharon:
Fusi sebagian atau seluruh kulit kelopak mata
Penatalaksanaan : pemotongan kuit yang fusi
Epikantus:
Terdapatnya lipatan pada kantus medial akibat tulang midfacial yang
imatur
Penatalaksanaan : z plasty atau Y to V plasty
Epiblepharon:
otot pretarsal dan kulit bertumpuk dengan margin palpebra sehingga
terbentuk lipatan yang menyebabkan posisi silia menjadi vertikal dan
dapat mengenai bola mata
penatalaksanaan: pada keadaan ringan akan membaik dengan
sendirinya, pada keadaan berat dilakukan excisis dari kulit dan otot yang
berlebih
Distichiasis kongenital:
terdapat baris berlebih pada bulu mata
Penatalaksanaan : lubrikan, kontak lens atau kryo epilasi
Koloboma Kongenital :
defek seluruh ketebalan kelopak mata
Penatalaksanaan: repair defek kelopak mata
Kryopthalmos:
- tidak adanya seluruh atau sebagian alis, fisura palpebra, bulu mata dan
konjungtiva.
Kelainan congenital kelopak mata
Ektropion congenital:
sering disertai syndrome blepharophimosis
- 66 -
disebabkan oleh insufisiensi vertikal lamela anterior
penatalaksanaan : ringan tidak diperlukan terapi, pada keadaan berat
dilakukan horizontal tightening tendon di kantus lateral dan
pemanjangan vertical dari lamella anterior.
Entropion congenital:
Disebabkan oleh disgenesis retractor,defek structural pada tarsus,
pemendekan pada lamella posterior
Penatalaksanaan: jarang sembuh spontan, tindakan operatif diperlukan
Ptosis Kongenital:
sering disertai blepharophimosis
fungsi levator buruk
penatalaksanaan : frontal sling procedure
Blepharophimosis syndrome:
Autosomal dominant
Gambaran klinis : telekantus, epicantus inversus, ptosis berat, kadang
disertai ektropion, hipoplasia nasal bridge, hipoplasia superior orbital
rim, lop ears, dan hipertelorisme
Penatalaksanaan : memerlukan beberapa tahap rekonstruksi : z plasty, Y
to V plasties, bilateral frontal sling
Euryblepharon:
dapat unilateral/bilateral
terdapat pelebaran horizontal dari fisura palpebra disertai pemendekan
vertical dan pemanjangan horizontal kelopak mata.
Penatalaksanaan :rekonstruksi kelopak mata
Ankyblepharon:
Fusi sebagian atau seluruh kulit kelopak mata
Penatalaksanaan : pemotongan kuit yang fusi
Epikantus:
Terdapatnya lipatan pada kantus medial akibat tulang midfacial yang
imatur
Penatalaksanaan : z plasty atau Y to V plasty
Epiblepharon:
- 67 -
otot pretarsal dan kulit bertumpuk dengan margin palpebra sehingga
terbentuk lipatan yang menyebabkan posisi silia menjadi vertikal dan
dapat mengenai bola mata
penatalaksanaan: pada keadaan ringan akan membaik dengan
sendirinya, pada keadaan berat dilakukan excisis dari kulit dan otot yang
berlebih
Distichiasis kongenital:
terdapat baris berlebih pada bulu mata
Penatalaksanaan : lubrikan, kontak lens atau kryo epilasi
Koloboma Kongenital :
defek seluruh ketebalan kelopak mata
Penatalaksanaan: repair defek kelopak mata
Kryopthalmos:
- tidak adanya seluruh atau sebagian alis, fisura palpebra, bulu mata dan
konjungtiva.
Kelainan kelopak mata didapat
Ektropion:
Terdiri dari tipe involusional, paralitik, sikatrikal, mekanikal
Penatalaksanaan : tergantung jenis ektropion,
Involutional :horizontal eyelid shortening, repair lower lid retractor
Paralitik : pemeriksaan neurology, lubricant, tarsoraphy
Sikatrikal : pelepasan traksi akibat sikatrik, horizontal tightning,
vertical lengthening
Entropion:
Terdiri dari akut spastik, involutional, dan sikatrikal
Cara Pemeriksaan gradasi ektropion
Penatalaksanaan : tergantung jenis ektropion,
Involutional :temporizing measures, horizontal eyelid tightening, repair
of the retractor
akut spastik : taping, kauter, suture technique repair, injeksi botox
Sikatrikal : tergantung jenis dan beratnya
Ptosis:
Pemeriksaan fisik ptosis : vertical interpalpebral fissure height, margin
reflex distance, upper eyelid crease position, fungsi levator
- 68 -
Klasifikasi : myogenic, aponeurotic, neurogenic, mechanical, traumatic,
pseudoptosis
Penatalaksanaan : Levator advancement, levator/tarsus/muller
resection, frontal sling
Dermatochalasis:
Familial presdiposistion
Akibat redundansi dari kulit dan lemak pada kelopak mata atas
Penatalaksanaan : blepharoplasty
Blepharochalasis:
Inflamasi idiopatik edema dan inflamasi pada kelopak mata, dapat
disertai ptosis
Penatalaksanaan : blepharoplasty, ptosis repair
Brow ptosis:
Drooping forehead akibat hilangnya elastisitas kulit dahi
Penatalaksanaan : endoscopic brow lift, coronal forehead lift,
midforehead lift, hairline lift, direct eyebrow elevation
Trauma kelopak mata yang mengenai margo
Trauma pada kelopak mata atas
Defek Kecil ( ≤ 33%)
direct closure
Defek sedang (34-<50 %)
Semisircular flap
Adjacent tarsoconjunctival flap and full thickness skin graft
Defek besar ( > 50 %)
Free tarsoconjunctival graft and skin flap
Cutler beard
Lower lid switch flap or median forehead flap
Trauma pada kelopak mata bawah
Defek Kecil ( ≤ 33%)
direct closure dengan atau tanpa kantotomi
Defek sedang (34-<50 %)
Semisircular flap
Adjacent tarsoconjunctival flap and full thickness skin graft
- 69 -
Defek besar ( > 50 %)
Free tarsoconjunctival graft and skin flap
Hughe’s procedure
Mustarde flap
KEPUSTAKAAN
- 70 -
GAMBARAN UMUM DAN METODE PROSES
PEMBELAJARAN REKONSTRUKSI
LATAR BELAKANG
Di negara berkembang khususnya Indonesia, banyaknya kendaraan dan
mentalitas yang belum mematuhi peraturan menyebabkan tingginya angka
kecelakaan yang menyebabkan benyak trauma pada wajah, salah satunya blow
out fracture
RANCANGAN PEMBELAJARAN
Modul prasyarat untuk dapat mengikuti modul blow out fracture adalah
Modul anatomi dan fisiologi mata
Modul pemeriksaan mata dasar
Modul bedah dasar
Modul trauma okuli
Pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Pada hari pertama pembelajaran dan pelatihan peserta mengisi kuesioner awal
yang hasilnya akan dipakai oleh pengajar dan pelatih untuk mengetahui
sejauh mana tingkat pemahaman peserta sebelum mengikuti pembelajaran
dan pelatihan ini. Dari pihak peserta mengerjakan kuesioner awal merupakan
langkah untuk mengenali materi pengetahuan yang akan diperoleh selama
mengikuti pembelajaran.
2. Pembelajaran dalam kelas, difokuskan pada hal-hal penting untuk blow out
fracture
3. Kemampuan dan kinerja keterampilan diukur melalui tindakan asistensi
4. Penilaian kinerja keterampilan klinik diukur dengan menggunakan daftar tilik
kinerja pengetahuan.
- 71 -
5. Keterampilan bedah diukur dengan daftar tilik kinerja keterampilan.
6. Outcome diukur dengan mengevaluasi laporan operasi
EVALUASI
Pembelajaran dan pelatihan keterampilan klinik dan keterampilan bedah
dirancang untuk menghasilkan dokter spesialis mata yang kompeten.
Kompetensi didasarkan pada pencapain peserta didik dalam tiga area:
Pengetahuan minimal 85% dari materi pengetahuan yang diukur melalui
kuesioner tengah pembelajaran.
Penilaian pengetahuan ini baru dilakukan setelah semua topik yang
dibutuhkan telah diberikan selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
Pencapaian 85% atau lebih jawaban yang benar menunjukkan penguasaan
yang memadai terhadap materi pengetahuan esensial didalam buku acuan.
Peserta yang belum mencapai jumlah 85% benar, harus mengkaji ulang.
Pencapaian tersebut bersama pengajar dan mendapat bimbingan lanjutan
untuk mempelajari kembali pengetahuan yang dibutuhkan. Peserta tersebut
diberi kesempatan untuk mengisi kuesioner tengah pembelajaran dan
pengajaran serta pelatihan di setiap saat selama sisa waktu pembelajaran dan
pelatihan.
Keterampilan. Pengajar dan pelatih akan melakukan penilaian secara obyektif
terhadap kinerja peserta latih. Penilaian dilakukan melalui pengamatan
langsung keterampilan klinik para klien, dilaksanakan pada waktu tertentu
selama pembelajaran dan pelatihan berlangsung. Peserta harus mendapatkan
nilai rata-rata “memuaskan” untuk dinyatakan mampu melaksanakan
keterampilan bedah katarak.
Untuk keterampilan bedah dilakukan melalui pengamatan langsung pada saat
di poliklinik, asistensi dan tindakan bedah pada pasien, dilaksanakan sesuai
dengan langkah-langkah yang diuraikan dalam daftar tilik penilaian
keterampilan.
Perilaku. Pengamatan dan penilaian juga mencakup aspek perilaku peserta
selama memberikan pelayanan karena hal ini merupakan komponen strategis
pelayanan berkualitas. Pengajar dan pelatih klinik tidak hanya menilai sejauh
- 72 -
mana peserta mampu mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya tapi juga
kemampuan berkomunikasi dengan pasien dan kemampuan profesionalnya.
Tanggung jawab keberhasilan proses pembelajaran dan pencapaian
kompetensi merupakan tanggung jawab bersama antara pengajar/pelatih dan
peserta.
SILABUS PEMBELAJARAN DAN PELATIHAN MODUL
BLOW OUT FRACTURE
- 73 -
1. Buku anatomi dan fisiologi mata merupakan acuan informasi atau
pengetahuan esensial yang diperlukan oleh peserta latih untuk membuat
keputusan klinik, dukungan teoritis pelaksanaan prosedur klinik
penatalaksanaan blow out fracture
2. Buku panduan peserta yang akan digunakan oleh peserta untuk memahami
prinsip dan tujuan pembelajaran dan pelatihan, mengikuti berbagai tahapan
proses pembelajaran, dan berisikan bahan-bahan yang diperlukan untuk
mengembangkan kinerja pengetahuan, keterampilan klinik dan bedah selama
pembelajaran dan pelatihan berlangsung.
3. Modul Blow out fracture yang digunakan oleh pengajar atau pelatih untuk
melaksanakan proses alih pengetahuan dan keterampilan kepada peserta latih
selama berlangsungnya proses pembelajaran dan pelatihan.
4. Instrumen untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan blow out
fracture
5. Praktik Klinik dan Bedah di fasilitas kesehatan jaringan institusi
pembelajaran dan pelatihan.
METODE EVALUASI
1. Kuesioner awal dan tengah pembelajaran dan pelatihan
2. Daftar tilik penilaian kinerja pengetahuan
3. Daftar tilik penilaian kinerja keterampilan blow out fracture
- 74 -
Sesi 4: Melakukan Persiapan Pengetahuan dan penatalaksanaan
blow out fracture
Mengembangkan Kompetensi Hari: 12
Sesi dengan fasilitasi Pembimbing Waktu:
3 hari (classroom session)
9 hari (clinical Practice session)
Persiapan Sesi:
Materi Presentasi
Kasus
Alat Bantu Latih
Referensi
Tujuan Sesi:
Sesi ini menguraikan tentang cara mengetahui kelainan pada kelopak mata,
tindakan bedah penanganan jika diperlukan, anamnesa, pemeriksaan eksternal,
pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi, Funduskopi, pengukuran fungsi
penglihatan, membaca CT scan
Kompetensi:
Melakukan diagnosis blow out fracture dan mengetahui penanganannya
Keterampilan:
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil:
1. Mendiagnosis blow out fracture
2. Mengenali dan mampu menentukan tindakan yang diperlukan
3. Melakukan anemnesis
4. Melakukan pemeriksaan eksternal
5. Melakukan pemeriksaan slit lamp dan biomikroskopi
6. Melakukan pemeriksaan funduskopi
7. Melakukan pengukuran fungsi penglihatan
- 75 -
8. Membaca hasil CT Scan
Gambaran Umum
Tujuan Gambaran Umum
Memberikan penjelasan dan upaya yang akan dilakukan selama sesi atau praktik
yang dilakukan terkait dengan sesi ini, sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai dalam waktu yang telah dialokasikan dan kompetensi yang diperoleh
sesuai dengan yang diinginkan.
Contoh Kasus
Seorang laki-laki 35 th datang ke rumah sakit dengan keluhan penglihatan ganda
dengan riwayat kecelakaan 2 minggu sebelumnya
Proses Pembelajaran
Menguatkan proses pembelajaran
Kenalkan diri anda, jabatan dan tanggungjawab anda dalam proses pembelajaran
serta bagaimana anda berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
partisipasi penuh dari peserta didik.
- 76 -
Tujuan 4: Melakukan pemeriksaan lampu celah dan biomikroskopi
Diperiksa konjungtiva, kornea, bilik depan, iris, lensa.
1. Blow out fracture adalah keadaan diman terjadi fracture pada atap orbita S
2. Blow out fracture tidak harus dioperasi langsung B
3. Untuk mengetahui adanya blow out fracture perlu foto rontgen schedel S
4. CT Scan tidak diperlukan pada kasus pra diagnosis blow out fracture S
5. Pada blow out fracture, pergerakan bola mata tidak dapat dinilai S
- 77 -
a. Silicone
b. Medpor
c. Craniofacial net
d. Potongan Tulang SIAS
e. Dermofat graft
2. Pada blow out fracture yang paling sering terkena adalh otot :
a. Medial rectus
b. Inferior rectus
c. Superior rectus
d. Oblik superior
e. Lateral rectus
- 78 -
Penilaian Kinerja Pengetahuan (ujian akhir)
DAFTAR TILIK KINERJA
PERSIAPAN PEMBELAJARAN BLOW OUT FRACTURE
I INTRODUKSI
1. Sapa pasien dengan ramah
2. Perkenalkan diri kepada pasien
3. Catat identitas pasien secara lengkap
4. Informed consent
II ANAMNESA
1. Keluhan utama
2. Riwayat trauma
III PEMERIKSAAN EKSTERNAL
1. Keadaan tubuh
2. Bagian eksterna mata dan adneksa
IV Gejala Klinis
- kelopak mata : kimosis, edema
- diplopia
- gerak bola mata terganggu
- Enoftalmos dan hipoglobus
V PEMERIKSAAN LAMPU CELAH DAN
BIOMIKROSKOPI
1. Konjungtiva
2. Kornea
3. Bilik depan
4. Iris
5. Lensa
FUNDUSKOPI
VI 1. Makula
2. Nervus Optikus
3. Pembuluh darah retina
- 79 -
4. Retina bagian perifer
PENGUKURAN FUNGSI PENGLIHATAN
1. Tajam penglihatan
VII 2. Sensitivitas kontras
3. Tes lapang pandang
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Laser interferometri
2. Potential acuity meter
Komentar/Ringkasan:
Rekomendasi:
- 80 -
PENUNTUN BELAJAR
BLOW OUT FRACTURE
4 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
- 81 -
MATERI BAKU PROSES PEMBELAJARAN KOMPETENSI
Pendahuluan
Ketrampilan bedah pada kasus blow out fracture perlu dilandasi dengan dasar
anatomi yang baik dari orbita. Fungsi orbita adalah untuk melindungi,
menyokong fungsi maksimal dari mata. Orbit mempunyai bentuk eperti pyramid
dengan dasar orbital rim. 7 buah tulang bersatu membentuk stuktur orbita.
Height of orbital margin - 40 mm
Width of orbital margin - 35 mm
Depth of orbit - 40-50 mm
Interorbital distance - 25 mm
Volume of orbit - 30 cm3
Otot – otot ekstra ocular pada orbit
Medial rectus - Adduction
Lateral rectus - Abduction
Superior rectus - Elevation, adduction, intorsion
Inferior rectus - Depression, adduction, extorsion
Inferior oblique - Extorsion, elevation, abduction
Superior oblique - Intorsion, depression, abduction
Pembedahan pada orbit harus hati- hati akan adnaya kemungkinan okulokardial
refleks yang ditandai dengan bradikardi, hipotensi, nausea.
Pada blow out fracture terjadi fracture dari dasar tulang orbita sehingga sering
kali menyebabkan terjadinay gangguan pergerakan pada bola mata yang biasanya
disertai keluhan diplopia.
Pada kaus blow out fraktur paling baik dialkukan CT scan dan direkonstruksi
bersam dengan bagian THT
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course,
Orbit, eyelids and lacrimal system, Section 7.
- 82 -
2. Rootman : Orbital surgery
- 83 -