Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN KASUS

MATA KANAN KIRI NEUROMIELITIS OPTIKA (G36.0)

Dibacakan oleh
Jeffry Caesar
Pembimbing
dr.Riski Prihatningtias, Sp.M (K)
Pendahuluan
Neuromielitis optika (NMO), atau juga dapat disebut Devic’s disease, adalah penyakit autoimun yang
menyebabkan pembengkakan dan inflamasi terutama pada saraf mata (neuritis optik) dan medulla spinalis
(transverse myelitis

Pada NMO terjadi demielinisasi pada serabut saraf optik. NMO pertama kali ditemukan pada abad ke 19 dan
dikenal sebagai variasi klinis dari Multiple sclerosis. Gejala yang bisa didapatkan seperti terdapat neuritis optik
dan myelitis

Penyebabnya seringkali idiopatik, pada sebagian besar kasus diduga adanya antibodi aquaporin-4 (AQP4) yang
menjadi penyebab terjadinya penyakit ini. Pada NMO gejala klinis yang dikeluhkan pasien seperti pandangan
kabur secara mendadak disertai dengan gangguan neurologis lain seperti lemahnya anggota gerak
Pendahuluan
Prevalensi devic’s disease (neuromielitis optika) adalah wanita sembilan kali lebih banyak daripada pria. Median
onsetnya berkisar umur 39 tahun dan dapat juga terjadi pada anak-anak dan orang tua.

Pada pemeriksaan imaging didapatkan adanya lesi di tiga atau lebih pada segmen vertebra.
Identitas
• Nama : Ny. RU
• Umur : 58 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Kendal
• No CM : C748296
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Tanggal Periksa : 04 Juli 2019
Anamnesis
Pasien mengatakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit Tugu, pasien
mengeluh kesemutan dan kebas pada kedua lengan dan kedua kaki.
Kemudian pasien rawat inap di RS Tugu dan 3 hari kemudian pasien
mengatakan terdapat kelemahan pada kedua lengan dan kedua tungkai
pasien. Pasien mengatakan BAB sulit, BAK tiba-tiba tidak bisa sehingga
dipasang DC. Pasien rawat inap di RS Tugu selama 16 hari dan tidak kunjung
membaik lalu dirujuk ke RSDK.
 
Anamnesis
Pasien mengatakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit Kariadi, pasien
mengaku pandangan kedua mata kabur. Kabur yang dirasakan mendadak.
Kabur yang dirasakan seperti melihat kabut. Keluhan mata merah (-), berair
(-), kotoran mata (-), melihat pelangi disekitar lampu (-), melihat kilatan
cahaya sebelumnya disangkal, melihat bayangan hitam menutupi
pandangan (-), melihat ganda (-), silau (-), pusing berputar (-).
Anamnesis
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat trauma mata sebelumnya disangkal
• Riwayat menggunakan kacamata disangkal
• Riwayat sering sakit kepala yang semakin lama semakin berat disangkal
• Riwayat menderita darah tinggi disangkal
• Riwayat menderita kencing manis disangkal
• Riwayat menderita asma disangkal
• Riwayat menderita sakit jantung disangkal
• Riwayat menderita penyakit ginjal disangkal
• Riwayat alergi obat disangkal
• Riwayat mengkonsumsi obat promag setiap hari (+)
Riwayat Penyakit Keluarga :
• Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi :
• Penderita bekerja sebagai ibu rumah tangga .Kesan ekonomi cukup
Status Generalisata
Status Generalisata (04 Juli 2019)
• Keadaan umum: Baik, komposmentis
• Tanda vital :
• Tekanan Darah : 130/90 mmHg
• Nadi : 80 x/mnt
• Respirasi : 22 x/mnt
• Berat badan : 62 kg
• Suhu : 36,6 C (aksila)
• Kepala : mesosefal
• Thorax : dalam batas normal
• Abdomen : dalam batas normal
• Ekstremitas : dalam batas normal
Pembesaran kelenjar getah bening
• preaurikuler, retroaurikuler, submandibula, dan servikalis (-)
Status Ophthalmologi
Foto diambil tanggal 04 Juli 2019

Mata kanan Mata kiri


Status Ophthalmologi
Status Ophthalmologi
MKA MKI
Pemeriksaan Funduskopi
• Pemeriksaan Ishihara test :
OD: 0/38
OS : 0/38

• Pemeriksaan kontras sensitifitas :


ODS : tidak dapat membaca plate 1
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan
 Hasil pemeriksaan MRI Cervical dengan kontras (08 Juli 2019)
 
 
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Kesan :
• Tampak multifocal hyperintensity lesion di T2W1 pada distal
medulla oblongata
• Tampak enlargement medulla spinalis disertai long segment
hyperintensity lesion di T2W1 setinggi C4-C7 yang pada potongan
aksial lesi terutama berada di sentral medulla spinalis
DD/neuromyelitis optic , transverse myelitis
Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan MRI Brain dengan kontras (08 Juli 2019)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Kesan :
• Tampak multiple lesi hiperintens di T2 dan T2 Flair pada superficial white
matter lobus frontal kanan dan kiri dan lobus parietal kanan kiri. DWI tak
tampak restricted diffusion  cenderung mall vessel, ischemic lesion
• Tampak agenesis septum pellucidum
• Band like apical hyperintensity of ageing pada periventrikuler kanan kiri
• Nervus optikus tidak bisa dievaluasi (tidak dibuat irisan tipis n.opticus)
• Note : lesi hyperintensity tidak berada di juxtacortical, U-fiber maupun
periventricular  temuan diatas tidak mengarah ke suatu Multipel
Sclerosis.
Resume
Pasien mengatakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit Tugu, pasien
mengeluh kesemutan dan kebas pada kedua lengan. Kemudian pasien
rawat inap di RS Tugu dan 3 hari kemudian pasien mengatakan terdapat
kelemahan pada kedua lengan dan kedua tungkai pasien. Pasien
mengatakan BAB sulit, BAK tiba-tiba tidak bisa sehingga dipasang DC.
Pasien rawat inap di RS Tugu selama 16 hari dan tidak kunjung membaik
lalu dirujuk ke RSDK.
Resume
Pasien mengatakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit Kariadi, pasien
mengaku pandangan kedua mata kabur. Kabur yang dirasakan mendadak.
Kabur yang dirasakan seperti melihat kabut. Keluhan mata merah (-),
berair (-), kotoran mata (-), melihat pelangi disekitar lampu (-), melihat
kilatan cahaya sebelumnya disangkal, melihat bayangan hitam menutupi
pandangan (-), melihat ganda (-), silau (-), pusing berputar (-).
Resume
Resume
Diagnosis Banding
• Mata Kanan Kiri Neuromielitis Optika
• Mata Kanan Kiri Neuritis optik et causa Multiple Sklerosis
• Mata Kanan Kiri Non Arteritic Anterior Iskemic Optic Neuropathy
DIAGNOSIS KERJA :
• Mka Mki Neuromyelitis Optik

DIAGNOSIS TAMBAHAN :
• Mka-ki Katarak Senilis Imatur
 
Penatalaksanaan
• IVFD RL 20 tetes/menit

• Injeksi Metilprednisolone 250 mg/ 6 jam (iv) selama 3-5 hari

• Injeksi Ranitidin 50 mg/ 12 jam (iv)

• Saran terapi plasma exchange

• Rawat Bersama dengan TS neuro dan TS IPD


Prognosis

  Mka Mki
Quo Ad Visam Dubia ad Malam Dubia ad malam
Quo Ad Sanam Dubia ad Malam Dubia ad malam
Quo ad Vitam ad bonam
Quo ad Cosmeticam ad bonam
Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Tatalaskana
S : pandangan kedua mata kabur, lemah - Infus RL 20tpm
5-7-2019  
keempat anggota gerak
-Injeksi Metilprednisolone
  125 mg/ 6 jam (iv) selama 3-5 hari
O:
Status oftalmologis :  
VOD : 0.5/60 TIO OD : 14.6mmHg -Injeksi Ranitidin 50mg/12jam i.v
VOS : 0.5/60 TIO OS : 12.2mmHg
  - pro terapi plasma exchange (konsul
Pemeriksaan gerak bola mata : GBM bebas interna)
ke segala arah
Tekanan darah : 140/80mmHg - pro MRI brain + whole spine dengan
GDS : 210 mg/dL kontras
 
MKaKi : -Gabapentin 100mg/8 jam p.o
Palpebra : edema (-), spasme (-) - paracetamol 3x1 tab p.o
Konjungtiva : injeksi (-)
Kornea : jernih - KSR 600mg 3x1 tab p.o
COA : kesan kedalam cukup -vit B1,B6 2x1 tab p.o
Pupil : bulat, sentral, regular Ø3mm, RP
(+)N, RAPD (-) -Diazepam 2mg 2x1 p.o
Lensa : keruh tak rata - sucralfate syr 2x1 p.o
Fundus Reflek : (+)
  - Novorapid 6-6-6 SC
FC OD : papil N.II : bulat, batas tegas, CDR - ciprofloxacin 400mg/12jam i.v
0.3,warna kemerahan
FC OS : papil N.II : bulat, batas tegas, CDR  
sulit dinilai, warna kemerahan
Tanggal Pemeriksaan Tatalaskana

Follow Up 6-7-2019 S : pandangan kedua mata kabur,


lemah keempat anggota gerak
 
 
- Infus RL 20tpm
 
-Injeksi Metilprednisolone
O: 250 mg/ 6 jam (iv) selama 3-5 hari
(H-1)
Status oftalmologis :
VOD : 0.5/60 TIO OD : 14.6mmHg  
VOS : 0.5/60 TIO OS : 12.2mmHg -Injeksi Ranitidin 50mg/12jam i.v
 
Pemeriksaan gerak bola mata : GBM - pro terapi plasma exchange
bebas ke segala arah (konsul interna)
Tekanan darah : 120/80mmHg
GDS : 264 mg/dL -pro MRI brain + whole spine
  dengan kontras
MKaKi :
Palpebra : edema (-), spasme (-) - Gabapentin 100mg/8 jam p.o
Konjungtiva : injeksi (-) - paracetamol 3x1 tab p.o
Kornea : jernih
COA : kesan kedalam cukup - KSR 600mg 3x1 tab p.o
Pupil : bulat, sentral, regular Ø3mm, -vit B1,B6 2x1 tab p.o
RP (+)N, RAPD (-)
Lensa : keruh tak rata -Diazepam 2mg 2x1 p.o
Fundus Reflek : (+) - sucralfate syr 2x1 p.o
 
FC OD : papil N.II : bulat, batas tegas, - Novorapid 10-10-10 SC
CDR 0.3,warna kemerahan - ciprofloxacin 400mg/12jam i.v
FC OS : papil N.II : bulat, batas tegas,
CDR sulit dinilai, warna kemerahan  
Tanggal Pemeriksaan Tatalaskana

Follow Up
S : pandangan kedua mata kabur, lemah  
7-7-2019 - Infus RL 20tpm
keempat anggota gerak  
  -Injeksi Metilprednisolone
O: 250 mg/ 6 jam (iv) selama
Status oftalmologis :
VOD : 0.5/60 TIO OD : 17.3mmHg 3-5 hari (H-2)
VOS : 0.5/60 TIO OS : 14.6mmHg  
 
Pemeriksaan gerak bola mata : GBM -Injeksi Ranitidin
bebas ke segala arah 50mg/12jam i.v
Tekanan darah : 130/80mmHg
GDS : 280 mg/dL - pro terapi plasma
  exchange (konsul interna)
MKaKi :
Palpebra : edema (-), spasme (-) -pro MRI brain + whole
Konjungtiva : injeksi (-) spine dengan kontras
Kornea : jernih
COA : kesan kedalam cukup  
Pupil : bulat, sentral, regular Ø3mm, RP
(+)N, RAPD (-)
Lensa : keruh tak rata
Fundus Reflek : (+)
 
FC OD : papil N.II : bulat, batas tegas,
CDR 0.3,warna kemerahan
FC OS : papil N.II : bulat, batas tegas,
CDR sulit dinilai, warna kemerahan
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Follow Up
Edukasi

•  Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan kedua mata kabur
mendadak disebabkan adanya bengkak pada saraf mata yang disertai adanya
peradangan pada saraf tulang belakang.

• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan beberapa


pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis guna
memberikan terapi yang tepat.

• Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa keadaan yang dialami pasien
memiliki prognosis yang buruk, keadaan biasanya bersifat menetap (tidak dapat
membaik) dan sering mengalami kekambuhan

 
Diskusi

Neuromielitis optika (NMO), juga dikenal dengan Devic’s


disease, adalah suatu penyakit autoimun yang
menyebabkan pembengkakan dan inflamasi terutama
pada saraf mata (neuritis optik) dan medulla spinalis
(transverse myelitis) secara berulang
Epidemiologi
Prevalensi devic’s disease (neuromielitis optika) adalah wanita sembilan
kali lebih banyak daripada pria. Median onsetnya berkisar umur 39 tahun
dan dapat juga terjadi pada anak-anak dan orang tua. Dalam literatur lain
tertulis bahwa serial onset untuk penyakit ini dari umur 1 tahun hingga
72 tahun. Penyakit ini lebih representasi pada orang Asia timur dan non
kulit putih lainnya di seluruh dunia (jurnal The spectrum of neuromyelitis
optica, Devic’s Neuromyelitis Optica).
Patogenesis
• IgG NMO berikatan secara spesifik pada kanal air AQP4  hipotesis
inilah dasar pathogenesis NMO

• NMO IgG berasal dari sel-sel B perifer  mengaktifasi komplemen


(proses induksi inflammatory demyelination dan nekrosis sel endotel di
spinal cord

• Target antigen untuk antibody adalah aquaporin-4 (AQP4) setelah


terikat menyebabkan merusak neuron2 dan oligodendrosit
Patogenesis
• Pada NMO lesi cenderung berlokasi di area dengan kadar AQP4 tinggi
seperti diensefalon, hipotalamus, aquaduktus, serta korpus kalosum

• AQP4 paling banyak ditemukan di SSP dan diekspresikan di membrane


astrosit. Jika IgG – AQP4 berikatan dengan astrosit  komplemen 
infiltrasi leukosit, pelepasan sitokin dan kerusakan sawar darah otak
kematian oligodendrosit hilangnya myelin dan neuron  gejala
demielinisasi
Gejala klinik
• Neuritis optic
• Mielitis transversa
• Gangguan visus
• Nyeri okuler bilateral/unilateral
• Defisit lapang pandang
• Lesi spinal cord ada di bagian servikal dan thorakal umumnya
bermanifestasi sebagai longitudinally extensive transverse myelitis
(LETM), sepanjang minimal 3 segmen vertebra.
• Tetraplegia, tetraparese
Kriteria diagnosis NMO menurut
Wingerchuk et al (2006)
Dua Kriteria Absolut :
• Neuritis optik 
• Myelitis

Minimal 2 dari 3 Kriteria Pendukung : 


• Pada MRI terdapat lesi medula spinalis yang berdekatan pada tiga atau lebih
segmen vertebra.
• Kriteria MRI tidak memenuhi kriteria diagnosis McDonald untuk multipel
sklerosis.
• Ditemukan NMO-IgG/ antibodi aquaporin-4 pada serum.
Pemeriksaan penunjang untuk
menunjang diagnosis NMO
1. MRI brain dan spinal cord (adanya inflamasi yang menyebar lebih dari
tiga vertebra, biasanya mengenai area cervical dan thorakal terutama
selama kekambuhan).
2. Tes darah antibodi aquaporin-4

Ditemukannya antibodi aquaporin-4 pada darah menjadi diagnosis yang


spesifik untuk NMO, tetapi pada 20-40% pasien secara klinis didiagnosis
NMO tanpa ditemukannya antibodi aquaporin-4 pada darah.
Pemeriksaan penunjang untuk
menunjang diagnosis NMO
3. Pungsi lumbal

Pada pemeriksaan LCS dapat dijumpai adanya inflamasi. Ditemukan


adanya lymphomononuclear pleocytosis > 50 sel/µl, neutrofil/eusinofil,
dan tidak adanya oligoclonal bands (OCB).

4. Pemeriksaan oftalmologi meliputi visus, tes lapang pandang, kontras,


ishihara tes, OCT, VEP
Terapi dan Penatalaksanaan
• Terapi kortikosteroid intravena (metilprednisolon) 1 gram/hari untuk 3
sampai 5 hari, dengan atau tanpa penurunan dosis berkala prednison
oral, dari 1 mg/kg/hari untuk 11 hari umumnya merupakan pengobatan
awal untuk serangan akut neuritis optik atau myelitis.

• Pada pasien yang tidak responsif terhadap pengobatan kortikosteroid,


dapat dilakukan terapi plasmapheresis sebanyak 7 kali (1,0-1,5 volume
plasma per exchange) selama 2 minggu.
Terapi dan penatalaksanaan
• Dalam serangkaian observasi dari 6 pasien dengan neuromyelitis optica, 50%
tingkat respons klinis yang baik dilaporkan ketika plasmapheresis digunakan
untuk mengobati pasien dengan serangan yang refrakter terhadap terapi
kortikosteroid.

• Terapi maintenance imunosupresif digunakan untuk mengurangi kekambuhan


dari neuromielitis optika. Temuan studi observasional kecil menunjukkan
bahwa azathioprine (biasanya 2,5-3 mg/kg/hari) dalam kombinasi dengan
prednison oral (1,0 mg/kg/hari) mengurangi frekuensi serangan.
Terapi dan penatalaksanaan
• Hasil laporan pengamatan 1-8 pasien menunjukkan bahwa
mitoxantrone, imunoglobulin intravena, dan rituximab dapat
menginduksi remisi klinis neuromielitis optika pada pasien yang tidak
responsive pada pengobatan atau yang terus kambuh meskipun upaya
lain pada imunosupresi
Terapi dan penatalaksanaan
Terapi dan penatalaksanaan
Analisa Kasus
Secara epidemiologi neuromielitis optika lebih sering terjadi pada
wanita dengan rentang usia dewasa muda yaitu pada 35-45 tahun,
pada kasus ini kejadian neuromielitis optika terjadi pada pasien
seorang perempuan usia 58 tahun dengan gejala penurunan visus
mata kanan dan mata kiri mendadak dan semakin memberat. Dari
beberapa literatur disebutkan bahwa neuromielitis optika bisa terjadi
unilateral atau bilateral neuritis optik. Pada pasien ditemukan
penurunan visus mendadak pada kedua mata dan disertai nyeri gerak
bola mata minimal.
Analisa Kasus
Dalam menegakkan diagnosa pasien dengan neuromielitis optika dibutuhkan
anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dari
anamnesa juga dijumpai keluhan lemas anggota gerak bawah dan kedua lengan
yang diawali dengan parestesia pada kedua kaki dan kedua lengan. Pasien pernah
dirawat di rumah sakit Tugu oleh karena terdapat keluhan kebas pada keempat
ekstremitas pasien dan dirawat selama 16 hari. Berdasarkan teori dijelaskan bahwa
banyak hal yang dapat menjadi penyebab terjadinya neuritis optik yaitu salah
satunya proses diemielinisasi dimana pada kasus ini adalah neuromielitis optika.
Analisa Kasus
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan visus mata kanan 1/300 dan
mata kiri 1/60, gerak bola mata bebas ke segala arah, nyeri gerak bola mata
minimal, segmen anterior mata kanan dan kiri tenang, pupil bulat sentral reguler,
diameter pupil mata kanan 3mm dengan refleks pupil (+) normal, diameter pupil
mata kiri 3mm dengan reflek pupil (+) normal.
Pemeriksaan neurologis didapatkan tetraparesis disertai dengan nyeri radikuler
daerah punggung. Dari pemeriksaan funduskopi didapatkan mata kanan dan mata
kiri neuritis optik. Pemeriksaan warna yaitu ishihara dijumpai adanya penurunan
penglihatan warna dan hasil pemeriksaan kontras sensitivitas yang menurun pada
kedua mata.
Analisa Kasus
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu MRI brain dengan kontras dan
servikal untuk membantu menegakkan diagnosis pada pasien ini. Hasil MRI brain
kontras dijumpai adanya multiple lesi hiperintens di T2 dan T2 Flair pada superficial
white matter lobus frontal kanan dan kiri dan lobus parietal kanan kiri.. Hasil MRI
servikal didapatkan long segment hyperintensity lesion di T2W1 setinggi C4-C7 yang
pada potongan aksial lesi terutama berada di sentral medulla spinalis
DD/neuromyelitis optic , transverse myelitis.
Dari anamnesis, pemeriksaan oftalmologis dan pemeriksaan penunjang mengarah
kepada neuromielitis optika.
Analisa Kasus
Alasan pasien ini di diagnosa banding dengan neuritis optik ec multiple sclerosis
adalah anamnesis pasien didapatkan penurunan visus mendadak yang progresif
memberat serta adanya tetraparesis, paresthesia anggota gerak bawah dan atas dan
nyeri radikuler pada punggung. Pada pemeriksaan klinis dan penunjang juga
didapatkan adanya neuritis optik dan mielitis. Namun pada neuritis optik ec multiple
sclerosis tidak didapatkan adanya longitudinally extensive transverse myelitis (LETM)
sepanjang minimal 3 segmen vertebra.
Diagnosis banding yang kedua pada pasien ini adalah NAAION (non arteritic anterior
ischemic optic neuropathy) , hal itu dikarenakan pada iskemik optic neuritis juga
Analisa Kasus
dijumpai penurunan visus yang mendadak dengan onset jam sampai beberapa hari,
dimana salah satu faktor resiko terjadinya adalah hiperkolesterolemia. Namun pada
iskemik optik neuropati umumnya terjadi pada usia tua lebih dari 60 tahun dan
tidak dijumpai nyeri gerak bola mata.
Telah dilakukan tatalaksana medikamentosa yaitu IVFD RL 20 tpm, injeksi
Metyplrednisolone 250 mg/6 jam selama tiga hari pertama dilanjutkan sampai
dengan hari kelima kemudian ditappering off, injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam.
Penatalaksanaan perawatan pada pasien rawat bersama dengan bagian neuro dan
interna untuk penatalaksanaan mielitis dan pendampingan untuk evaluasi kenaikan
gula darah selama injeksi steroid.
Analisa Kasus
Pada hari ke 6 perawatan, dilakukan program TPE pertama bekerjasama dengan
bagian interna sampai TPE keempat. Setelah pemberian injeksi metilprednisolon
selama lima hari, dari neuro melanjutkan injeksi metilprednisolon dengan tapering
off sampai hari ke-14. Pasien juga dikonsulkan kepada rehabilitasi medik untuk
dilakukan TENS punggung.
Selama perawatan dilakukan monitoring visus dan pemeriksaan neurologis. Selama
tiga belas hari perawatan visus mata kanan pasien sempat mengalami perbaikan
dari visus 1/300 menjadi 1/60 , nyeri pada gerak bola mata berkurang. Hal yang
perlu menjadi perhatian dari kasus pasien ini adalah ketika kita menemukan kasus
atypical neuritis optik datang sudah dengan kondisi visus buruk dan tidak membaik
Analisa Kasus
dengan pemberian injeksi steroid perlu dicurigai adanya kemungkinan neuromielitis
optika mengingat kejadian ini banyak terjadi pada orang asia dan wanita usia
dewasa muda.
Prognosis ad visam mata kanan dan mata kiri pada pasien ini adalah dubia ad
malam karena adanya penurunan visus yang cukup berat serta progresif dan tidak
mengalami perbaikan yang signifikan dengan pemberian injeksi metilprednisolon
dosis tinggi dan therapeutic plasma exchange. Prognosis ad sanam pada pasien ini
dubia ad malam karena adanya kemungkinan serangan berulang dan progresif
memburuk pada kasus NMO.
Terima kasih, mohon saran dan
bimbingan

Anda mungkin juga menyukai