Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan binatang yang menyebab
infeksi yang menyerang susunan saraf pusat (rabies).
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat
pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.
Gigitan dan cakaran binatang yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan
jahitan, sedangkan beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan
sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan binatang (terutama oleh binatang liar)
dapat menularkan penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap nyawa
manusia. Kalelawar, musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus
rabies. Sebagian binatang memiliki bisa (racun) yang berfungsi untuk
melindungi dirinya dan berfungsi untuk menaklukkan mangsanya, banyak
kasus terkena racun dari binatang berbisa ini dapat diatasi dengan baik apabila
berhasil ditangani sejak dini, diantara binatang berbisa itu adalah, ular, lipan,
ikan terutama sejenis ikan lele (sembilang).
Efek lokal luka gigitan binatang berbisa adalah pembengkakan yang
cepat dan nyeri (Sudoyo, 2010). Korban yang terkena gigitan binatang berbisa
harus segera mendapatkan pertolongan. Prinsip pertolongan pertama terhadap
gigitan binatang berbisa adalah menghindarkan penyebaran bisa dan yang
kedua adalah mencegah terjadinya infeksi pada bagian yang digigit.

1
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada
makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan pada gigitan serangga,binatang
berbisa dan binatang laut ?
2. Apa saja penyebab gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang laut ?
3. Bagaimana penatalaksanaan gigitan serangga, binatang berbisa dan binatang
laut ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan gigitan serangga, binatang
berbisa dan binatang laut
2. Untuk mengetahui penyebab gigitan serangga, binatang berbisa dan
binatang laut
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan gigitan serangga, binatang berbisa dan
binatang laut

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Definisi Gigitan Serangga

2
Insect Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga
seringkali menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan
gatal-gatal. Reaksi tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga
ada yang berakhir dalam beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-
anak lebih rentan terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Insect
bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau
menggigit seseorang.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat
pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.

2. Definisi Gigitan Binatang Berbisa


Gigitan binatang berbisa adalah gigitan atau serangan yang di
akibatkan oleh gigitan hewan berbisa seperti ular. Racun ular adalah racun
hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular tergantung
pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan
campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan
beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
3. Definisi Gigitan Binatang Laut
Banyak hewan laut menggigit atau menyengat. Beberapa
memberikan racun melalui mereka gigi, tentakel, duri, atau kulit. Lainnya,
seperti hiu, tidak berbisa tetapi dapat menimbulkan gigitan serius dengan
besar, gigi yang tajam. Kebanyakan makhluk yang menyengat atau
menggigit telah mengembangkan perilaku ini sebagai mekanisme
pertahanan atau untuk membantu mereka berburu makanan. Kebanyakan
sengatan hewan laut dan gigitan disebabkan oleh kontak tidak disengaja.
Misalnya, Anda bisa menginjak ikan pari terkubur di pasir atau sikat
terhadap ubur-ubur saat berenang. Penyelam dan nelayan sangat beresiko
karena sering dan lama kontak mereka dengan kehidupan laut.

B. Etiologi

3
Penyebab gigitan serangga dan binatang berbisa Serangga dan binatang
berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan
serangga untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang
tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan
bengkak di lokasi yang tersengat.
Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota
keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Kematian
yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam
menyengat. Ketika lebah menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya
dan sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia
menyengat. Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya
dan memutar tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam. Daya toksik bisa ular
yang telah diketahui ada 2 macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)


Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung,
tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)

4
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringanjaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringanjaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limpa.

C. Manifestasi Klinis
1. Gigitan Serangga
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan
atau serangan gigitan serangga diantaranya adalah :
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis).
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam
kahidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau
gejalanya adalah:
1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah
tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ
penting (vital)
2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan.
3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak
kaki, dan selaput lendir (angioedema).
4) Pusing dan kacau
5) Mual, diare, dan nyeri pada perut
6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak

b. Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.


Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
1) Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
2) Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
3) Laba-laba gembel (hobo)
4) Kalajengking

c. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.


1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah
pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan
dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak.

5
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat
menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat
banyak reaksi alergi.
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya,
kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan
alur memutar dan berkali-kali.
4) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
5) Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
6) Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit
serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan
bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah
penggunaan anti serum.
7) Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
8) Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya
malaria.

Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali


kalau mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan sengatan
digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang
mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun)
yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin memicu
reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan
kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat. Lebah, tawon,
penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota keluarga
Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat menyebabkan
reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap
mereka.Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering
dari pada kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan
semut api berbeda-beda dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia
melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika proses
itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali karena tawon
tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat. Semut api

6
menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar
tubuhnya. Mereka dapat menyengat bisa berkali-kali.
Gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung
dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan
serangga menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di
sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut.Kulit
yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena
gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat, maka akan
mengakibatkan peradangan akut.
Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan,
sesak napas, pingsan dan hampir meninggal dalam 30 menit adalah
gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis.Ini juga diakibatkan karena
alergi pada gigitan serangga.Gigitan serangga juga mengakibatkan
bengkak pada tenggorokan dan kematian karena gangguan
udara.Sengatan dari serangga jenis penyengat besar atau ratusan sengatan
lebah jarang sekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan
gagal ginjal.

2. Gigitan Binatang Berbisa


Gejala dan tanda gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori mayor :
a. Efek lokal
Digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra (Naja spp)
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan
Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan
dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf
Bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf.
Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat

7
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum
mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual,
kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot
Bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid
Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa
area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang
mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.

e. Mata
Semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara
pada mata.

D. Penatalaksanaan
1. Gigitan Serangga
a. Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah
Pengobatan tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya
kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan es
sebagai pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun
dan air untuk menghilangkan partikel yang terkontaminasi oleh serangga
(seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi lebih lanjut
jika luka tidak dibersihkan.
Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion
Calamine juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
1) Tindakan Emergenci
a) Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi
b) Breathing: Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernapasan tidak adekuat.
c) Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.
2) Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai

8
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita
yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat
diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal
lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai
diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada
penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang
tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung
dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan
memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis dan
kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi
kurang dari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat
tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi
pnemonia.
Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek
akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi
timbulk gejala-gejala atropinisasi ( muka merah, mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
2. Gigitan Binatang Berbisa
Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi
menjadi perawatan di lapangan dan manajemen di rumah sakit.
a. Penatalaksanaan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat.
Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih

9
memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi
pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket,
kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang
tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support.
Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC
(Airway, Breathing, Circulation).
Pertolongan Pertama :
1) Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus
mengigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut
sampai bisa mereka habis.
2) Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat
ditangani secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan
imobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap
posisikan daerah yang tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk
mengurangi aliran bisa.
3) Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi.
Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun
alat ini semakin tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara
signifikan, dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan
kerusakan jaringan lokal.
4) Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai
longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.
5) Monitor tanda-tanda vital korban, temperatur, denyut nadi, frekuensi
nafas, dan tekanan darah jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas
setiap waktu jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
6) Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular
yang mengigit kemungkinan berbisa.
7) Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara
cepat dan aman ke fasilitas medis darurat kecuali ular telah pasti
diidentifikasi tidak berbahaya (tidak berbisa). Identifikasi atau
upayakan mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko
yang signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya

10
korban lain. Jika aman, bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati
pada kepalanya saat membawa ular – ular masih dapat mengigit
hingga satu jam setelah mati (dari reflek). Ingat, identifikasi yang
salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala inisial dapat tetap
berbahaya atau bahkan fatal.
8) Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi
gawat darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit.
Jika memasang bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup
bengkak sehingga menyebabkan bidai menghambat aliran darah.
Periksa untuk memastikan jari atau ujung jari tetap pink dan hangat,
yang berarti ekstrimitas tidak menjadi kesemutan, dan tidak
memperburuk rasa sakit.
9) Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat
efek mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik
imobilisasi dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk
gigitan oleh elapid Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka
gigitan dan terus sampai ke bagian atas ekstremitas dengan tekanan
seperti akan membalut pergelangan kaki yang terpeleset. Kemudian
imobilisasi ekstremitas dengan bidai, dengan tetap memperhatikan
mencegah terhambatnya aliran darah. Teknik ini membantu mencegah
efek sistemik yang mengancam nyawa dari bisa, tapi juga bisa
memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika gejala yang
signifikan terdapat di sana.

b. Penatalaksanaan di Rumah Sakit


Bisa ular terdiri dari terutama protein yang mempunyai effek
fisiolgik yang luas atau bervariasi. Sistem multiorgan, terutama
neurologik, kardiovaskuler , sistem pernapasan mungkin terpengaruh.
Bantuan awal pertama pada daerah gigitan ular meliputi :
1) Mengistirahatkan korban
2) Melepaskan benda yang mengikat seperti cincin
3) Memberikan kehangatan
4) Membersihkan luka
5) Menutup luka dengan balutan steril
6) Imobilisasi bagian tubuh di bawah tinggi jantung
Evaluasi awal departemen kedaruratan dilakukan dengan cepat meliputi :
1) Menentukan apakah ular berbisa atau tidak

11
2) Menentukan dimana dan kapan gigitan ular terjadi dan sekitar
gigitan
3) Menetapkan urutan kejadian, tanda dan gejala (bekas gigi, nyeri,
edema, dan eritem jaringan yang digigit dan di dekatnya)
4) Menentukan keparahan dampak keracunan
5) Memantau tanda vital
6) Mengukur dan mencatat lingkar ekstremitas sekitar gigitan atau ares
pada beberapa titik.
7) Dapatkan data laboratorium yang tepat ( misalnya, HDL , urinalisis,
dan pemeriksaan pembekuan
Proses dan prognosis gigitan ular bergantung pada jenis dan jumlah
bisa dimana terjadi gigitan, dan kesehatan umum, serta usia korban.
Tidak ada protokol khusus penatalaksanaan gigitana ular. Pedoman
umum meliputi :
1) Dapatkan data dasar laboratorium
2) Jangan gunakan es, tornikuet, heparin, kortikosteroid selama tahap
akut. Kortikosteroid dikontraindikasikan pada jam 6-8 jam pertama
setelah gigitan karena agens ini mendepresi produksi antibodi dan
menyembunyikan kerja antivenin ( antitoksin untuk bisa ular)
3) Cairan parenteral dapat digunakan untuk penatalksanaan hipotensi.
Jika vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi penggunaan
harus dalam jangka pendek
4) Bedah eksplorasi terhadap gigitan jarang di indikasikan
5) Observasi pasien dengan telitiselama 6 jam : pasien tidak pernah
dibiarkan tanpa peratian.

Pemberian antivenin ( antitoksin ). Antivenin paling efektif


diberikan selama 12 jam dan gigitan ular. Dosis bergantung pada tipe
ular dan perkiraan keparahan gigitan. Anak membutuhkan lebih banyka
antinenin daripada orang dewasa karena tubuhnya lebih kecil dan lebih
rentan terhadap efek toksik bisa. Uji kuliit atau mata harus dilakukan
sebelumnya untuk dosis awal untuk mendeteksi alergi terhadap
antivenin.
Sebelum meberikan antivenin dan setiap 15 menit setelahnya,
sekitar bagian yang trekena diperiksa. Antivenin diberikan diberikan
dengan tetesan IV kapanpun mungkin, meskipun pemberian ini dapat

12
dilakukan. Bergantung pada keparahan gigitan ativenin dicairkan 500-
1000ml salin normal: volume cairan mungkin diturunkan untuk anak.
Infus dimulai perlahan dan kecepatan meningkata setelah 10 menit jika
tidak ada reaksi. Dosis total harus di infus selama 4-5 jam pertama
setelah keracunan. Dosis awal di ulang sampai dengan gejala menurun.
Setelah gejala menurun, sekitar daerah yang terkena harus di ukur 30-
60 menit setelah 48 jam kemudian.
Penyebab paling umum dari reaksi serum adalah infus antivenin
yang paling sering terlalu cepat, meskipun sekitar 3% reaksi tidak
berhubungan dengan kecepatan infus. Reaksi yang dari perasaan penuh
di wajah, urtikaria, pruritus, keletihan dan khawatir. Gejala ini mungkin
diikuti dengan situasi ini, infus harus dihentikan segera dan diberikan
defenhidramin IV. Vasopresor digunakan jika terdapat syok. Resusitasi
kedarurtan harus siap pada saat antivenin diberikan.
Perawatan definitif meliputi pengecekan kembali ABC dan
mengevaluasi pasien atas tanda-tanda syok (seperti takipneu, takikardi,
kulit kering dan pucat, perubahan status mental, hipotensi). Rawat
dahulu keadaan yang mengancam nyawa. Korban dengan kesulitan
bernafas mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah mesin
ventilator untuk menolong korban bernafas. Korban dengan syok
membutuhkan cairan intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk
mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat
mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang
hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera
mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi
iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.
Penderajatan envenomasi membedakan kebutuhan akan antivenin pada
korban gigitan ular-ular viper. Derajat dibagi dalam ringan, sedang, atau
berat.

13
a. Envenomasi ringan ditandai dengan rasa sakit lokal, edema, tidak
ada tanda-tanda toksisitas sistemik, dan hasil laboratorium yang
normal.
b. Envenomasi sedang ditandai dengan rasa sakit lokal yang hebat;
edema lebih dari 12 inci di sekitar luka; dan toksisitas sistemik
termasuk nausea, vomitus dan penyimpangan pada hasil
laboratorium (misalnya penurunan jumlah hematokrit atau
trombosit).
c. Envenomasi berat ditandai dengan ptekie, ekimosis, sputum
bercampur darah, hipotensi, hipoperfusi, disfungsi renal, perubahan
pada protrombin time dan tromboplastin time parsial teraktivasi, dan
hasil-hasil abnormal dari tes-tes lain yang menunjukkan koagulopati
konsumtif. Penderajatan envenomasi merupakan proses yang
dinamis. Dalam beberapa jam, sindrom ringan awal dapat
berkembang menjadi sedang bahkan reaksi yang berat. Beri
antivenin pada korban gigitan ular koral sebagai standar perawatan
jika korban datang dalam 12 jam setelah gigitan, tanpa melihat
adanya tanda-tanda lokal atau sistemik. Neurotoksisitas dapat
muncul tanpa tanda-tanda sebelumnya dan berkembang menjadi
gagal nafas. Bersihkan luka dan cari pecahan taring ular atau kotoran
lain. Suntikan tetanus diperlukan jika korban belum pernah
mendapatkannya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Beberapa luka
memerlukan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Pembedahan
Efek lokal dari keracunan seperti nekrosis lokal, sindrom
kompartemen dan trombosis dari pembuluh darah utama biasanya
terjadi pada pasien yang tidak diterapi dengan anti bisa. Intervensi
pembedahan mungkin dapat dilakukan.
Tetapi intervensi ini menjadi bahaya apabila pasien dengan
komplikasi consumption coagulopathy, trombositopenia, fibrinolisis.
Pada pasien dengan keadaan tersebut harus dilakukan penanganan

14
yang lebih komperhensif untuk menangani komplikasi dari efek
lokal racun tersebut.
1. Fasciotomy
Jika perawatan dengan elevasi tungkai dan obat-obatan
gagal, ahli bedah mungkin perlu melakukan pembedahan pada
kulit sampai kompartemen yang terkena, disebut fasciotomy.
Prosedur ini dapat memperbaiki pembengkakan dan penekanan
tungkai, berpotensi menyelamatkan lengan atau tungkai.
Fasciotomi tidak diindikasikan pada setiap gigitan ular, tapi
dilakukan pada pasien dengan bukti objektif adanya peningkatan
tekanan kompartemen. Cedera jaringan setelah sindrom
kompartemen bersifat reversible tapi dapat dicegah.
2. Nekrotomi
Dikerjakan bila telah nampak jelas batas kematian
jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit. Dalam
penanganan yang menyeluruh, maka perlu dilakukan
pengambilan darah untu pemeriksaan waktu protrombin, APTT,
D-Dimer, fibrinogen, dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea
N, elektrolit, CK. Periksa waktu pembekua, jika dalam 10 menit
menunjukkan adanya koagulopati. Juga dapat dilakukan apus
tempat gigitan dengan venom detection.
3. Gigitan Binatang Laut
Pertolongan Pertama Pada Sengatan Hewan Laut :
Perawatan pada sengatan hewa laut bervariasi tergantung pada jenis gigitan
atau sengatan. Tapi beberapa aturan umum yang berlaku untuk penanganan
sengatan hewan laut:
a. Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan racun,
kecuali dokter memerintahkan
b. Jangan memberi obat apapun.
c. Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan
air laut.
d. Jika Anda menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.
e. Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.
E. Komplikasi
a. Komplikasi pada pasien dengan gigitan serangga/binatang
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung

15
4. Henti napas
5. Syok
b. Komplikasi pada pasien dengan gigitan binatang berbisa
Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular
pit viper. Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit.
Komplikasi kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat
terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadinya kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh
mereka yang lebih kecil. Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari
envenomasi ular koral.
Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum
sickness, tipe III). Anafilaksis terjadi dimediasi oleh immunoglobulin E
(IgE), berkaitan dengan degranulasi sel mast yang dapat berakibat
laryngospasme, vasodilatasi, dan kebocoran kapiler. Kematian umumnya
pada korban tanpa intervensi farmakologis. Serum sickness dengan gejala
demam, sakit kepala, bersin, pembengkakan kelenjar lymph, dan penurunan
daya tahan, muncul 1 – 2 minggu setelah pemberian antivenin.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan,hiporefleksi

b. Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus berat),
aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.

16
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus
menurun, kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat

d. Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, berkeringat banyak

e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, miosis, pupil mengecil,
kram otot/kejang
Tanda : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran (azotemia), koma,syok.

f. Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

g. Pernafasan
Gejala : Nafas pendek, depresi napas, hipoksia
Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, batuk produktif

h. Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia

i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan
berulang
Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :
1) Mendesah
2) Sesak nafas
3) Tenggorokan sakit atau susah berbicara
4) Pingsan atau lemah
5) Infeksi
6) Kemerahan
7) Bengkak
8) Nyeri
9) Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan

Pada gigitan ular dapat ditemukan data :


1) Tampak kebiruan
2) Pingsan

17
3) Lumpuh
4) Sesak nafas
5) Syok hipovolemik
6) Nyeri kepala
7) Mual dan muntah
8) Nyeri perut
9) Diare
10) Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses toksikasi
b. Syok septik berhubungan dengan tidak adekuatnya peredaran darah ke
jaringan
c. Rasa gatal, bengkak dan bintik-bintik merah berhubungan dengan proses
inflamasi
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin
e. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Criteria


No Intervensi
Hasil
1. Nyeri NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
Definisi :  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
Sensori yang tidak  Comfort level secara komprehensif termasuk
menyenangkan dan Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
pengalaman emosional  Mampu frekuensi, kualitas dan faktor
yang muncul secara aktual mengontrol nyeri presipitasi
atau potensial kerusakan (tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi nonverbal
jaringan atau mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
menggambarkan adanya tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik komunikasi
kerusakan (Asosiasi Studi untuk mengurangi terapeutik untuk mengetahui
Nyeri Internasional): nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
serangan mendadak atau bantuan)  Kaji kultur yang
pelan intensitasnya dari  Melaporkan bahwa mempengaruhi respon nyeri
ringan sampai berat yang nyeri berkurang  Evaluasi pengalaman nyeri
dapat diantisipasi dengan dengan menggunakan masa lampau
akhir yang dapat diprediksi manajemen nyeri  Evaluasi bersama pasien dan
dan dengan durasi kurang  Mampu mengenali tim kesehatan lain tentang
dari 6 bulan. nyeri (skala, ketidakefektifan kontrol nyeri
intensitas, frekuensi masa lampau
Batasan karakteristik : dan tanda nyeri)  Bantu pasien dan keluarga

18
- Laporan secara  Menyatakan rasa untuk mencari dan menemukan
verbal atau non verbal nyaman setelah nyeri dukungan
- Fakta dari observasi berkurang  Kontrol lingkungan yang
- Posisi antalgic  Tanda vital dalam dapat mempengaruhi nyeri
untuk menghindari nyeri rentang normal seperti suhu ruangan,
- Gerakan melindungi pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku  Kurangi faktor presipitasi
berhati-hati nyeri
- Muka topeng  Pilih dan lakukan
- Gangguan tidur penanganan nyeri (farmakologi,
(mata sayu, tampak capek, non farmakologi dan inter
sulit atau gerakan kacau, personal)
menyeringai)  Kaji tipe dan sumber nyeri
- Terfokus pada diri untuk menentukan intervensi
sendiri  Ajarkan tentang teknik non
- Fokus menyempit farmakologi
(penurunan persepsi waktu,  Berikan analgetik untuk
kerusakan proses berpikir, mengurangi nyeri
penurunan interaksi dengan  Evaluasi keefektifan kontrol
orang dan lingkungan) nyeri
- Tingkah laku  Tingkatkan istirahat
distraksi, contoh : jalan-  Kolaborasikan dengan dokter
jalan, menemui orang lain jika ada keluhan dan tindakan
dan/atau aktivitas, aktivitas nyeri tidak berhasil
berulang-ulang)  Monitor penerimaan pasien
- Respon autonom tentang manajemen nyeri
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, Analgesic Administration
perubahan nafas, nadi dan  Tentukan lokasi,
dilatasi pupil) karakteristik, kualitas, dan
- Perubahan derajat nyeri sebelum pemberian
autonomic dalam tonus otot obat
(mungkin dalam rentang  Cek instruksi dokter tentang
dari lemah ke kaku) jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Tingkah laku  Cek riwayat alergi
ekspresif (contoh : gelisah,  Pilih analgesik yang
merintih, menangis, diperlukan atau kombinasi dari
waspada, iritabel, nafas analgesik ketika pemberian lebih
panjang/berkeluh kesah) dari satu
- Perubahan dalam  Tentukan pilihan analgesik
nafsu makan dan minum tergantung tipe dan beratnya
nyeri
Faktor yang berhubungan :  Tentukan analgesik pilihan,
Agen injuri (biologi, kimia, rute pemberian, dan dosis
fisik, psikologis) optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur

19
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

2. PK : Syok Septik Tujuan : setelah a. Pantau adanya tanda dan


dilakukan tindakan gejala syok septic
keperawatan b. Kolaborasi pemberian
diharapkan dapat antimikrobal, suplemen
meminimalkan intravena, pemeriksaan
terjadinya syok septik laboratorium
kultur/sputum/pewarnaan gram,
hitung darah lengkap, tes
serologis, laju sedimentasi,
elektrolit

3. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :


 Respiratory status : Airway Management
Definisi : Pertukaran udara Ventilation  Buka jalan nafas,
inspirasi dan/atau ekspirasi  Respiratory status : guanakan teknik chin lift atau
tidak adekuat Airway patency jaw thrust bila perlu
 Vital sign Status  Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
- Penurunan tekanan  Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien
inspirasi/ekspirasi batuk efektif dan suara perlunya pemasangan alat jalan
- Penurunan pertukaran nafas yang bersih, nafas buatan
udara per menit tidak ada sianosis dan  Pasang mayo bila perlu
- Menggunakan otot dyspneu (mampu  Lakukan fisioterapi dada
pernafasan tambahan mengeluarkan sputum, jika perlu
- Nasal flaring mampu bernafas  Keluarkan sekret dengan
- Dyspnea dengan mudah, tidak batuk atau suction
- Orthopnea ada pursed lips)  Auskultasi suara nafas,
- Perubahan  Menunjukkan jalan catat adanya suara tambahan
penyimpangan dada nafas yang paten  Lakukan suction pada
- Nafas pendek (klien tidak merasa mayo
- Assumption of 3-point tercekik, irama nafas,  Berikan bronkodilator
position frekuensi pernafasan bila perlu
- Pernafasan pursed-lip dalam rentang normal,  Berikan pelembab udara
- Tahap ekspirasi tidak ada suara nafas Kassa basah NaCl Lembab
berlangsung sangat lama abnormal)  Atur intake untuk cairan
- Peningkatan diameter  Tanda Tanda vital mengoptimalkan keseimbangan.
anterior-posterior dalam rentang normal  Monitor respirasi dan
- Pernafasan rata- (tekanan darah, nadi, status O2

20
rata/minimal pernafasan)
 Bayi : < 25 atau > 60 Terapi Oksigen
 Usia 1-4 : < 20 atau >  Bersihkan mulut, hidung dan
30 secret trakea
 Usia 5-14 : < 14 atau >  Pertahankan jalan nafas yang
25 paten
 Usia > 14 : < 11 atau >  Atur peralatan oksigenasi
24  Monitor aliran oksigen
- Kedalaman pernafasan  Pertahankan posisi pasien
 Dewasa volume  Onservasi adanya tanda tanda
tidalnya 500 ml saat hipoventilasi
istirahat  Monitor adanya kecemasan
 Bayi volume tidalnya 6- pasien terhadap oksigenasi
8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas Vital sign Monitoring
vital  Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
Faktor yang berhubungan :  Catat adanya fluktuasi
- Hiperventilasi tekanan darah
- Deformitas tulang  Monitor VS saat pasien
- Kelainan bentuk berbaring, duduk, atau berdiri
dinding dada
- Penurunan  Auskultasi TD pada
energi/kelelahan kedua lengan dan bandingkan
- Perusakan/pelemaha  Monitor TD, nadi, RR,
n muskulo-skeletal sebelum, selama, dan setelah
- Obesitas aktivitas
- Posisi tubuh  Monitor kualitas dari
- Kelelahan otot nadi
pernafasan  Monitor frekuensi dan
- Hipoventilasi irama pernapasan
sindrom
 Monitor suara paru
- Nyeri
- Kecemasan  Monitor pola pernapasan
- Disfungsi abnormal
Neuromuskuler  Monitor suhu, warna,
- Kerusakan dan kelembaban kulit
persepsi/kognitif  Monitor sianosis perifer
- Perlukaan pada  Monitor adanya cushing
jaringan syaraf tulang triad (tekanan nadi yang
belakang melebar, bradikardi, peningkatan
- Imaturitas sistolik)
Neurologis

 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

21
4. Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering
diatas rentang normal  Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal  Monitor IWL
Batasan Karakteristik:  Nadi dan RR  Monitor warna dan suhu kulit
 kenaikan suhu dalam rentang normal  Monitor tekanan darah, nadi
tubuh diatas rentang  Tidak ada dan RR
normal perubahan warna kulit  Monitor penurunan tingkat
 serangan atau dan tidak ada pusing, kesadaran
konvulsi (kejang) merasa nyaman  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 kulit kemerahan  Monitor intake dan output
 pertambahan RR  Berikan anti piretik
 takikardi  Berikan pengobatan untuk
 saat disentuh tangan mengatasi penyebab demam
terasa hangat  Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
Faktor faktor yang  Berikan cairan intravena
berhubungan :  Kompres pasien pada lipat
- penyakit/ trauma paha dan aksila
- peningkatan  Tingkatkan sirkulasi udara
metabolisme  Berikan pengobatan untuk
- aktivitas yang mencegah terjadinya menggigil
berlebih
- pengaruh
medikasi/anastesi Temperature regulation
- ketidakmampuan/pe  Monitor suhu minimal tiap 2
nurunan kemampuan untuk jam
berkeringat  Rencanakan monitoring suhu
- terpapar secara kontinyu
dilingkungan panas  Monitor TD, nadi, dan RR
- dehidrasi  Monitor warna dan suhu kulit
- pakaian yang tidak  Monitor tanda-tanda
tepat hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan

22
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh
tertentu. Salah satu penyebab keracunan adalah gigitan binatang.
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang
dihadapi oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut.
Disamping itu resiko karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut,
ombak, suhu air laut, kondisi didasar laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang
dilaukan dilaut juga menimbulkan resiko trauma diair laut.Binatang laut yang
biasanya menyerang para wisatawan yang berlibur di pantai adalah bulu babi,
ikan pari, kerang laut, ular laut, ubur-ubur, stonefish, gurita dan sebagainya.
Keadaan yang sering muncul apabila pasien telah tergigit dengan binatang laut
adalah akan adanya bekas gigitan pada kulit pasien,rasa gatal di area yang
tergigit, kemerahan, suhu tubuh meningkat, pasien merasa mual dan bahkan
muntak,sianosis,bengkak,pasien nampak kebingungan , perdarahan pasien
pingsan, lumpuh, sesak nafas, alergi, syok hipopolemik, nyeri kepala bahakan
pasien dapat meninggal apabila tidak ditangani dengan cepat.

B. Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca
dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan
dan Gigitan Binatang.
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih
mengetahui dan menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Keracunan dan Gigitan Binatang.

24
DAFTAR PUSTAKA
th
Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6
Indonesia edition. Indonesia : Mocomedia
Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Djoni Djunaedi. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam,2009.h.280-3.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media
Aesculapius. FKUI : Jakarta
Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Indonesia
edition. Indonesia: Mocomedia
Noer Syaifoellah.1996.Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:definisi
dan indikator diagnostik. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI
Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

25

Anda mungkin juga menyukai