HIPOKALEMIA
Definisi
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mmol/L.
Hanya 2% dari kalium tubuh yang berada di cairan ekstrasel sehingga kadar kalium serum
tidak mencerminkan kalium tubuh total. Selain itu pH darah mempengaruhi kadar kalium
serum. Untuk setiap penurunan pH sebanyak 0,1 unit, kalium serum meningkat sebanyak 0,5
mEq/L, begitu juga sebaliknya.5,6,7
Etiologi
Prinsipnya, hipokalemia disebabkan oleh satu dari yang berikut ini: 1). Intake yang
berkurang, 2).Pengeluaran yang banyak, 3).Perpindahan kalium ke sel akibat alkalosis.
Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium dalam makanan sehari-
hari. Semua pasien sakit berat yang tidak mendapatkan makanan melalui mulut perlu
mendapatkan kalium tambahan dalam cairan infusnya, karena ekskresi kalium melalui ginjal
terus berlangsung, meskipun tidak ada asupan. Tabel berikut ini menyajikan berbagai etiologi
hipokalemia.5,8,11
Tabel 2. Etiologi hipokalemia
Intake yang menurun Kelaparan/puasa
Geofagia
Redistribusi ke dalam sel Gangguan keseimbangan asam-basa:
- Alkalosis metabolik
Hormonal
- Insulin
- Adrenergik beta-2 agonis
- Adrenergik alfa antagonis
Status anabolic
- Asam folat dan vitamin B12
produksi leukosit
- Granulocyte-macrophage colony
stimulating factor
Lain-lain
- Pseudohipokalemia
- Hipotermia
- Paralisis periodic hipokalemia
- Intoksikasi barium
Pengeluaran yang berlebihan Non-renal
- Diare, vomitus
- Berkeringat
Renal
- Aliran ke tubulus distal meningkat
: diuretik, dieresis osmotik.
- Sekresi kalium meningkat
kelebihan mineralokortikoid
(hiperaldosteronisme primer dan
sekunder, hyperplasia adrenal
kongenital, sindroma Cushing,
sindroma Bartter, konsumsi
tembakau, karbenoksolon.
- Lain-lain : amfoterisin B, sindroma
Liddle, hipomagnesemia
Redistribusi ke Sel
Alkalosis metabolik banyak berhubungan dengan hipokalemia dimana kalium
mengalami redistribusi kembali ke dalam sel atau pengeluaran banyak kalium lewat ginjal.
Ekskresi kalium meningkat pada keadaan dieresis osmotik, sehingga pada pasien ketoasidosis
diabetik dapat terjadi hipokalemi. Zat terlarut yang dapat menyebabkan poliuria ialah glukosa
dan anion asam-asam keton. Asidosis dan kekurangan insulin menyebabkan kalium
berpindah ke ekstrasel sebagai pertukaran ion H+ ke intrasel dalam rangka kompensasi
asidosis. Maka yang terlihat adalah kalium serum tetap berada dalam batas normal, meskipun
kalium tubuh total menurun oleh karena secara kalium akan tetap dieliminasi oleh ginjal
secara kontinyu. Koreksi ketoasidosis diabetikum juga dapat mengakibatkan hipokalemia
karena induksi insulin. Insulin menyebabkan peningkatan perangsangan pada pompa Na-K-
ATP-ase. Pada keadaan yang lain seperti hiperglikemia yang tak terkontrol, dapat
menyebabkan hipokalemia karena osmosis diuresis (yang selanjutnya menyebabkan poliuria
– peningkatan laju aliran urin). Katekolamin yang menginduksi stress, atau penggunaan
agonis B2 adrenergik akan meningkatkan kemampuan ambilan sel terhadap kalium dan
menstimulasi sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas. 6,7
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipokalemia sangat bervariasi di tiap-tiap individu, dan
keparahannya tergantung dari derajat hipokalemia yang terjadi. Gejala biasanya jarang
terlihat jelas kecuali pada konsentrasi kalium <3 mmol/L. Fatigue, mialgia, dan kelemahan
otot pada ekstrimitas inferior merupakan keluhan yang lazim dan disebabkan oleh potensial
membrane istirahat yang dalam (hampir negative). Parastesia dan menurunnya refleks tendon
dalam adalah tanda-tanda lainnya. Keparahan lebih lanjut dari hipokalemia dapat
menyebabkan kelemahan progresif, hipoventilasi oleh karena keterlibatan otot pernapasan,
dan akhirnya terjadi paralisis komplit. Fungsi otot polos juga akan terganggu dan
dimanifestasikan sebagai ileus paralitik dan distensi abdomen (kembung).5,6
Perubahan gambaran EKG terhadap hipokalemia disebabkan karena repolarisasi
ventrikel yang berkepanjangan (delayed) dan tidak terlalu berhubungan dengan konsentrasi
kalium plasma. Perubahan dini yang terjadi ialah berupa gelombang T mendatar atau inverse,
gelombang U yang nyata, dan depresi segmen ST, serta interval QU memanjang. Deplesi
kalium yang berat menyebabkan interval PR memanjang dan kompleks QRS yang melebar,
dan adanya resiko terjadi perubahan kepada aritmia ventrikel, terutama pada pasien dengan
riwayat infark miokard atau hipertrofi ventrikel kiri. Hipokalemia juga dapat meningkatkan
toksisitas obat digitalis akibat peningkatan kepekaan oleh deplesi kalium. Penyebab
hipokalemia biasanya jelas diketahui melalui anamnesis. Perlu dilakukan pemantauan dengan
pemeriksaan EKG, gejala dan tanda hipokalemia, serta kadar kalium serum.5,6
Diagnosis
Gambar 1. Algoritma pendekatan diagnostik pada pasien dengan hipokalemia9
Penatalaksanaan
Hipokalemia secara umum dapat ditatalaksana dengan cara mengoreksi sesuai proses
penyakit yang diduga, misalnya diare, atau dengan usaha memutuskan konsumsi obat-obatan
yang berhubungan dengan hipokalemia, misalnya thiazid diuretik atau loop diuretik,
dikombinasikan dengan suplementasi KCl oral. Bagaimanapun koreksi hipokalemia tidak
dapat berhasil pada keadaan hipomagnesemia dimana kedua keadaan tersebut juga harus
dikoreksi. Hipomagnesemia yang dapat menyebabkan deplesi kalium juga, sebaiknya
dilakukan koreksi terhadap kadar magnesium terlebih dahulu serta evaluasi rutin kadar
magnesium darah.
Resiko hipokalemia harus seimbang dengan resiko terapi yang akan diberikan. Resiko
yang paling diperhatikan sebaiknya pada resiko yang berhubungan dengan kardiovaskuler,
terutama koreksi yang agresif, yang menyebabkan fibrilasi ventrikel oleh karena
hiperkalemia. Terkadang, koreksi yang tidak tepat untuk hipokalemia dapat menyebabkan
efek kardiovaskuler yang lebih parah. Kondisi yang membutuhkan keadaan-keadaan
emergensi jarang didapatkan. Biasanya pada pasien yang akan menjalani pembedahan, dan
diketahui memiliki riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, atau sedang dalam terapi
digitalis. Pada keadaan-keadaan seperti itu masih mungkin diberikan 5 – 10 mEq dalam 15 –
20 menit, agar dapat meningkatkan kadar kalium sampai diatas 3,0 mEq/liter. Setelah itu
pasien perlu diawasi lengkap dengan EKG untuk menurunkan resiko hiperkalemia.
Pada beberapa kondisi, pilihan untuk diberikannya pengobatan secara parenteral atau
oral tergantung dari kemampuan pasien untuk dapat makan obat oral atau tidak, dan tidak ada
gangguan fungsi pencernaan. Pada banyak kasus, seperti pasien dengan infark miokard,
paralisis, dan ensefalopati hepatikum dengan aman dapat mengkonsumsi secara oral. KCl
(Kalium klorida) yang diberikan melalui injeksi intravena, koreksi dapat terjadi jika diberikan
pada dosis KCl 10 mEq/jam. Bagaimanapun, terapi koreksi hipokalemia sebaiknya diberikan
secara oral jika mungkin. Pada pasien non-diabetes, infus atau cairan parenteral dengan
dekstrosa akan menstimulasi sekresi insulin dalam tubuh, yang kemudian menyebabkan
residtribusi kalium dari ekstrasel ke intra sel, sehingga justru secara paradoks menyebabkan
hipokalemia. Pada banyak kasus, KCl secara parenteral dapat dicampur dengan cairan
parenteral normal saline. Jika KCl yang dibutuhkan banyak (konsentrasinya besar), maka
KCl diberikan dengan dosis normal saline sebagian untuk mencegah terjadinya hipertonisitas.
Biasanya koreksi hipokalemia secara oral mendatangkan hasil yang baik pada pasien.
Pasien hipokalemik karena pemakaian diuretik, sebaiknya dipertimbangkan kebutuhan
diuretik untuk pasien tersebut. Jika penggunaan diuretik masih harus dilanjutkan, maka perlu
adanya pertimbangan untuk menggunakan diuretik dengan potassium-sparing, seperti
amiloride, triamterene, atau spironolakton. Jika perlu, penambahan agen beta bloker atau
Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI) dapat menjadi tambahan dalam rangka
mempertahankan kadar kalium yang ada di dalam plasma.5
Definisi
Periodik paralisis hipokalemia adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium
(kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode
kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Pada hipokalemia sedang kadar kalium serum
2,5-3 mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L.12
Gejala Klinis
Gejala biasanya muncul pada kadar kalium serum <2,5 mEq/L. Sebagai gejala klinis dari
periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan :6,7.11
- Mual dan muntah
- Diare
- Poliuria
- Fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan namun hal ini
tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan.
- Nyeri otot/kram
- kelemahan otot-otot skeletal
- Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai biasanya
terjadi lebih dulu daripada lengan, dapat juga terjadi sebaliknya dimana
kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada
kedua tungkai. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari
mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, namun pada kasus tertentu
kelemahan ini dapat saja terjadi.
- tidak ada gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan
kadar kalium yang rendah di dalam darah
- Jantung berdebar-debar
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
- Refleks tendon menurun
- Kelemahan anggota gerak
- Kekuatan otot menurun
- Rasa sensoris masih baik
- Aritmia jantung
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar kalium serum
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.
Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik
sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan
kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah
batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan
fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik. Konsentrasi kalium
serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti
kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0
mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari
tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat
terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.
b. Fungsi ginjal
c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim
berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.
d. pH darah
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai
hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan
kehilangan K+ langsung dalam urin.
e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder
hipokalemia.
f. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah
serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
2. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan
3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U
dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval.
3. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks,
meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik
hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada
paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
4. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan klinis yang tidak
spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral
yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala dan
agregat tubular dapat ditemukan.
Penatalaksanaan
Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi jarang
untuk hiperkalemik PP. Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan semakin sering.
Selama serangan, suplemen oral kalium lebih baik dari suplemen IV, namun dapat di berikan
untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg
dapat diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan membaik. Kalium Klorida IV 0,05- 0,1
mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus dapat digunakan sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG
dan pengukuran kalium serum berturut dianjurkan. Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan
pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosis terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah
menunjukkan ke efektifan yang sama. Potasium sparing diuretik seperti triamterene (25-100
mg/hari) dan spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien
yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon
dengan karbonik anhidrase inhibitor. Karena ini diuretik hemat kalium bisa tidak dibutuhkan.
Diet Hipokalemik PP yaitu diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan
frekuensi serangan. Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau
hipokalemi berat. Pemberian kalium tidak boleh lebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau
80 mEq per L (jalur sentral) dengan kecepatan 0,2 –0,3 mEq/kgBB/jam. Jika keadaan
mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (via infuse pump
dan monitor EKG). atau koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq
dalam 1 jam, diulang s/d kadar K +serum > 3,5 mEq/L. Jika keadaan mengancam jiwa,
kalium diberikan secara intravena dengan kecepatan maksimal 20 mEq/jam. Pemberian
kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa
menyebabkan penurunan sementara K +serum sebesar 0,2 –1,4 mEq/L. Pemberian kalium 40
–60 mEq dapat menaikkan kadar K +serum sebesar 1 –1,5 mEq/L.8,10,11
Gambar . Penatalaksanaan periodik paralisis