Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PEMBIMBING :

dr. Gusti Hariyadi Maulana, M.Sc, Sp.PD

PENDAMPING :

dr. Erny Indrawati

dr. Diana Yuniarti

PENYUSUN :

dr. Crista Lorensa

PROGRAM INTERSHIP DOKTER INDONESIA


KUALA KAPUAS, KALIMANTAN TENGAH
2018

1
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien ...................................................................... 1


2.2 Anamnesis.............................................................................. 1
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................. 2
2.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 3
2.5 Diagnosa Kerja ...................................................................... 4
2.6 Penatalaksanaan ..................................................................... 4
2.7 Prognosis................................................................................ 4
BAB III DASAR TEORI

3.1 Definisi PPOK ..................................................................... 5


3.2 Epidemiologi .......................................................................... 5
3.3 Faktor Resiko ........................................................................ 5
3.4 Klasifikasi PPOK ................................................................... 6
3.5 Patofisiologi PPOK ............................................................... 6
3.6 Diagnosa PPOK ..................................................................... 7
3.7 Penatalaksanaan .................................................................... 8
BAB IV ANALISIS KASUS ........................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11

2
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible atau
reversible parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkhitis kronik sendiri ditandai dengan adanya batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak disebabkan penyakit
lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada
prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversible penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting dari


PPOK, jauh lebih penting daripada faktor penyebab lainnya. Selain itu, faktor risiko lain yang
dapat menyebabkan PPOK diantaranya adalah hipereaktiviti bronkus, riwayat infeksi saluran
nafas bawah berulang, dan riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.Di
Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986, asma, bronkitis kronik,
dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena
asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering
kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan tersebut diantaranya adalah
kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%), polusi udara
terutama di kota besar, dan industrialisasi. Karena jumlah dan tingkat mortalitas akibat kasus
PPOK di Indonesia adalah tinggi, maka sebagai dokter umum harus dapat mengenali dan
melakukan terapi pada PPOK.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. NA
RM : 14.25.62
Usia : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tamban Catur, Kuala Kapuas
Tanggal Masuk RS : 26/10/2018

2.2 ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Sesak Nafas


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
+ 3 bulan SMRS, os pertama kali mengeluh sesak nafas, sesak tidak dipengaruhi aktivitas,
dipengaruhi cuaca (+) terutama saat dingin atau kelelahan, batuk (+), berdahak (+),sering
terbangun malam hari karena sesak (-). Namun os mengatakan keluhan sesak hanya
sebentar dan bisa sembuh sendiri sehingga os tidak pernah memeriksakan diri.
+ 1 hari SMRS, os mengeluh sesak hebat, dirasakan setiap saat, batuk (+), berdahak (+),
warna putih. Nafas bunyi mengi (+), demam (-). Nyeri uluh hati (+) nyeri dada (-), dada
berdebar (-), kaki bengkak (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan biasa, keringat pada
malam hari (-), berat badan menurun (-), BAB dan BAK biasa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit asma disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga: -
Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-)
5. Riwayat kebiasaan:
Riwayat merokok (+) selama 15 tahun banyaknya ± 1 bungkus /hari

1
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
- Vital sign:
- Tekanan Darah : 124/80 Mmhg
- Nadi : 114x/menit, kuat angkat regullar
- Suhu : 36,7 0C
- Pernapasan : 31 x/menit
- Spo2 : 90% tanpa 02
Mata
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- pupil isokor
- Refleks pupil (+/+)
Hidung
- Nafas cuping hidung (-/-)
Mulut
- pursed lip breathing (+)
Leher
- Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
- JVP (5-2) cmH2O
Thoraks
Paru-paru
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, Sela iga melebar
- Palpasi : Fremitus vokal kanan kiri sama
- Perkusi : hipersonor disemua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler memanjang pada kedua paru, wheezing (+) ekspirasi di
seluruh lapangan paru
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-).

2
Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) Epigastric, Hepatomegali (-),
Splenomegali (-)
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 15,9 g/dl 11-16 g/dl Normal
Leukosit 7.130 /uL 4000-10.000/uL Normal
Trombosit 240.000/uL 150000-450000/uL Normal
Hematokrit 52,2% 37-54% Normal
GDS 101 mg/dl < 200 mg/dl Normal
Ureum 43 mg/dl 13-43 Normal
Kreatinin 1.33 mg/dl 0,70-1.40 Normal
SGOT 21.26 mg/dl 5.00-37.00 Normal
SGPT 24,71 mg/dl 0.00-40.00 Normal

B. Foto Rontgen

3
- Kualitas foto baik
- Trakea di tengah
- Sela iga melebar
- Diafragma mendatar.
- Sudut costophrenicus tumpul

2.5 DIAGNOSIS KERJA


PPOK Eksaserbasi Akut
2.6 PENATALAKSANAAN
- O2 Nasal kanul 3 LPM
- Infus Ringer Laktat 20 Tpm
- Inj. Metil Prednisolone 20 mg/8 jam
- Inj.Omeprazole 1 vial/24 jam
- Nebulizer Ventolin:Pulmicort/6 jam
2.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad dubia malam
Quo ad functionam : ad dubia malam
Quo ad sanationam : ad dubia malam

Follow Up
Tanggal S O A P
26 Okt 2018 Sesak nafas (+) Kesadaran : CM PPOK - O2 Nasal kanul 3 LPM
berkurang, batuk TD : 124/80 Mmhg eksaserbasi - Infus Ringer Laktat 20 Tpm
Berdahak, dahak warna Nadi : 109 x/menit akut - Inj. Metil Prednisolone 20
Nafas : 27 x/menit mg/8 jam
putih.Nyeri uluh hati (+)
Suhu : 36.7 C - Inj.Omeprazole 1 vial/24 jam
Auskultasi Paru : - Nebulizer
Vesikuler (+/+) Ventolin:Pulmicort/6 jam
Wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang
(+)
27 Okt 2018 Sesak nafas (-), batuk Kesadaran : CM PPOK Pasien boleh pulang
Berdahak,berkurang. TD : 110/80 Mmhg eksaserbasi Kontrol ke poliklinik
Nadi : 88 x/menit akut
Nyeri uluh hati (-)
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36.1 C
Auskultasi Paru :
Vesikuler (+/+)
Wheezing (-/-)

4
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Definisi Penyakit Paru Kronik Obstruktrif (PPOK)


Penyakit Paru Kronik Obstruktif (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan oleh
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

3.2. Epidemiologi
Estimasi dari 12 negara Asia Tenggara diperkirakan bahwa prevalensi PPOK sebesar
6.3 % dengan prevalensi maksimum ada di negara Vietnam (6.7%) dan RRC (6.5%).2 Hasil
penelitian Buist yang dilakukan dengan pemeriksaan spirometri, kuesioner yang berisi gejala
respirasi, status kesehatan dan faktor pajanan menunjukkan bahwa secara umum prevalensi
PPOK lebih tinggi pada lelaki dibandingkan perempuan. World Health Organization (WHO)
menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia. Menurut perkiraan
sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK pada tahun 2005 dengan merujuk pada 5% dari
seluruh kematian secara global.
Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat > 30% pada 10 tahun
mendatang. Hal ini dihubungkan dengan pertambahan penduduk, kebiasaan merokok yang
meningkat, industrialisasi dan polusi udara.4 Di Indonesia tidak ada data yang akurat
mengenai prevalensi terjadinya PPOK, namun pada survei kesehatan rumah tangga Depkes
RI pada tahun 1992 asma, bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 sebagai
penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.

3.3. Faktor Resiko

1. Pajanan dari partikel antara lain :


a. Merokok. Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipereksresi mukus dan obstruksi jalan nafas
kronik.
b. Polusi indoor. Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan
memberikan kontribusi sampai 35%.

5
c. Polusi outdoor. Polusi udara memberikan pengaruh buruk pada VEP. Inhalan yang paling
kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu bahan asap pembakaran.
d. Polusi di tempat kerja. Polusi dari tempat kerja misalnya debu – debu organik, industri
tekstil dan lingkungan industri besi baja, bahan kimia pabrik seperti cat, tinta sebagainya
diperkirakan mencapai 19%.
2. Genetik. Defisiensi Alpha 1-antitrypsin merupakan faktor resiko dari genetik yang
memberikan kontribusi 1-3% pada pasien PPOK.
3. Riwayat infeksi saluran nafas berulang. Infeksi saluran nafas akut yang banyak terjadi pada
anak–anak memberikan kecatatan sampai dewasa dimana hal ini memberikan hubungan
dengan terjadinya PPOK.
4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurangnya melakukan aktivitas fisik memberikan
kontribusi terjadinya PPOK.

3.4. Klasifikasi
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK diklasifikasikan ke dalam :
1. PPOK ringan adalah pasien dengan tidak ada gejala waktu istirahat namun pasien dengan
gejala ringan pada latihan sedang (seperti berjalan cepat, naik tangga) serta didapatkan
pada pemeriksaan spirometri VEP > 80% prediksi VEP/KVP <75 %
2. PPOK sedang adalah pasien dengan ada gejala ringan waktu istirahat namun pasien mulai
terasa gejala pada latihan/kerja ringan (seperti berpakaian) serta didapatkan pada
pemeriksaan spirometri VEP 30 – 80% prediksi VEP/KVP 75%.
3. PPOK berat adalah pasien dengan gejala sedang pada waktu istirahat atau gejala berat
pada saat istirahat dan terdapat tanda – tanda korpulmunal. Dari pemeriksaan spirometri
didapatkan VEP1<30% prediksi VEP1/KVP <75%.

3.5. Patofisiologi
Salah satu karakteristik dari PPOK adalah terjadinya inflamasi kronis yang dimulai
dari saluran nafas, parenkim paru sampai struktur vaskuler pulmonal. Pada awalnya proses
inflamasi terjadi dikarenakan adanya proses kontak terhadap inhalan bahan yang berbahaya,
namun lama kelamaan inflamasi ini terjadi terus menerus sehingga menjadi kronik. Pada
perubahan patologis disini dapat ditemukan infiltrasi selsel radang pada permukaan epitel.
Kelenjar-kelenjar mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan
ini menyebabkan hipersekresi bronkus.

6
Proses berulangnya siklus injury dan repair pada inflamasi kronis akan
mengakibatkan terciptanya structural remodeling dari dinding saluran pernafasan dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukkan jaringan ikat yang menyebabkan
penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernafasan. Pada parenkim paru akan terjadi
dekstruksi terus menerus.Perubahan struktur yang pertama kali terjadi yaitu penebalan tunika
intima yang diikuti dengan peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembulu darah oleh
sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut, produksi proteoglikan dan kolagen akan
bertambah banyak sehingga dinding pembuluh darah akan semakin tebal.
Pada bronkitis sakut maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronchitis
kronis saluran nafas akan menjadi lebih sempit dan berkelok – kelok. Penyempitan ini terjadi
dikarenakan metaplasia sel– sel goblet dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan pada
emfisema terjadi penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru.

3.6. Diagnosis
Diagnosis dibuar berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
Dari anamnesis didapatkan riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala yang ada
dibawah ini :
a. Sesak Nafas
Sesak dirasakan timbul secara progresif dalam beberapa tahun, makin lama makin
menganggu aktivitas sehari-hari.

7
b. Batuk Kronis
Batuk berdahak dapat terjadi episodik atau bertembah berat pada saat pagi hari. Dahak
biasanya bewarna purulen pada saat eksaserbasi akut.
c. Sesak Nafas (wheezing)
Wheezing pada PPOK terjadi biasanya pada pengerahan tenaga (exertion) yang diakibatkan
karena udara yang melewati saluran pernafasan yang sempit oleh radang atau sikatriks.
d. Batuk darah
Bila dijumpai disaat serangan eksaserbasi, maka asal darah diduga dari saluran yang
mengalami inflamasi.
e. Anoreksia dan berat badan menurun
2. Pemeriksaan Fisik
o Pasien biasanya tampak kurus dengan Barel chest shaped chest
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
o Perkusi dada hipersonor, batas paru dan hati lebih rendah
o Suara nafas terdengar berkurang, ekspirasi memanjang,terdapat adanya suara tambahan
seperti ronkhi atau wheezing.
3. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Radiologis
Pada bronkitis kronis, foto thoraks akan memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks akan memperlihatkan adanya hiperinflasi dengan gambaran
diafragma yang rendah dan datar. Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan
corakan paru ke medial.
o Pemeriksaan fungsi paru (Spirometri)
o Pemeriksaan analisa gas darah
o Pemeriksaan elektrokardiografi
o Pemeriksaan laboratorium
3.7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada PPOK adalah untuk mengurangi gejala, mencegah
eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan kualitas
hidup. Adapun modalitas terapi yang dapat diberikan seperti edukasi, obat-obatan, oksigen,
ventilasi, nutrisi dan rehabilitasi.

8
a. Edukasi
Tujuan dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah
kecepatan perburukkan fungsi paru. Pemberian edukasi disesuaikan dengan derajat penyakit
1. Ringan
- Pemberian penjelasan penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti
merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
2. Sedang
- Menggunakan obat yang diberikan dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernafasan
3. Berat
- Pemberian informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan yang dialami
- Penggunaan oksigen di rumah
b. Terapi eksaserbasi akut dengan obat-obatan.
Obat – obatan yang diberikan seperti :
1. Bronkodilator
Dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat penyakit. Pemilihan bentuk obat yang diutamakan
yaitu inhalasi. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow response)
atau obat dengan efek jangka panjang (long acting).
2. Anti-Inflamasi
Dapat digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena
yang berfungsi untuk menekan proses inflamasi yang terjadi. Dapat dipilih dari golongan
metilprednisolon atau prednison.
3. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I : Amoksisilin, golongan makrolid
Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat, golongan sefalosporin, kuinolon dan makrolid.
c. Terapi oksigen
Pemberian oksigen pada PPOK dilakukan untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan
mencegah kerusakan sel baik di otot maupun di organ-organ Lainnya.
9
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari hasil anamnesis pasien ini mengeluhkan adanya sesak nafas pertama kali sejak 3
bulan yang lalu yang hilang timbul, keluhan sesak muncul 2-3x dalam sebulan terutama jika
udara dingin, namun menurut pasien keluahan sesak membaik sendiri sehingga pasien tidak
memeriksakan diri. Namun sejak 1 hari SMRS, sesak dirasakan terus menerus dan semakin
memberat. Sehingga pasien sulit tidur karena pasien terus terbangun pada malam hari. Pasien
juga mengeluhkan batuk yang berdahak, dahak berwarna putih.
Pada pasien terdapat adanya riwayat merokok kurang lebih 15 tahun sebanyak 1
bungkus per hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan respirasi pasien 31x/menit, pused-lips
breathing atau bibir mencucu. Pada pemeriksaan thoraks pengembangan paru kanan dan kiri
simetris dan sela iga yang melebar hal ini merupakan tanda – tanda kompensasi dari gejala
kronik. Pada palpasi dirasakan vokal fremitus pada dada kiri dan kanan sama. Pada perkusi
ditemukan hipersonor pada kedua lapangan paru karena terjadinya hiperinflasi di paru. Pada
auskultasi ditemukan suara nafas vesikuler diseluruh lapangan paru, wheezing pada seluruh
lapang paru dan ekspirasi memanjang pada pasien. Pada pemeriksaan foto thoraks ditemukan
hiperlusen yang menandakan adanya hiperinflasi, sela costae melebar, diafragma mendatar.
Hal ini lebih menunjang kearah penyakit paru obstruktif. Pasien ini memiliki faktor resiko
untuk terjadinya PPOK karena memiliki riwayat merokok aktif kurang lebih 15 tahun yang
lalu sebanyak 1 bungkus rokok per hari.
Penatalaksanaan pada pasien ini dapat dilakukan secara farmakologis dan non
farmakologis. Tujuan penatalaksanaan pada pasien untuk melakukan penstabilan serangan
dan mempertahankan kondisi secara umum. Pemberian kombinasi terapi antikolinergik
dengan agonis Beta-2 dapat diberikan untuk mengurangi sesak dan mengurangi sekresi
lendir. Pasien mengalami eksaserbasi akut sehingga dapat dilakukan pemberian secara
inhalasi. Dilakukannya observasi setiap hari mengenai keluhan sesak pada pasien.
Pemeliharaan jangka panjang dapat digunakan golongan lepas lambat seperti golongan
xantin. Selain itu pada eksaserbasi akut juga diberikan anti-inflamasi untuk menekan proses
inflamasi yang terjadi dengan pemberian kortikosteroid. Pada pasien perlu diberikan
informasi dan edukasi mengenai komplikasi yang dapat terjadi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesi (PDPI). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan


PPOK di Indonesia. 2003
2. World Health Organization. COPD.Geneva: 2008
3. Katleen H, Dong Feng Gu. Risk Factors for COPD mortality in Chinese Adult. AM
Journal of Epidemiology Vol 167 issue 8.hal 1998- 1004
4. Alsaggaf. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya : Airlangga University;2004

11

Anda mungkin juga menyukai