Anda di halaman 1dari 18

PEMBAHASAN

KERACUNAN MAKANAN

A. Pengertian Keracunan Makanan

Keracunan makanan merupakan gejala penyakit yang

ditimbulkan sebagai akibat dari mengkonsumsi suatu makanan, baik

penyakit penyakit tersebut disebabkan oleh racun maupun oleh mikroba

penyebab infeksi yang terdapat di dalam makanan tersebut. Contoh

beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan keracunan adalah

: Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Bacillus cereus,

Staphylococcus, dan lain-lain.

Sedangkan mikroorganisme penyebab infeksi melalui makanan

yang sering terjadi adalah : Salmonella atau Salmonelliasis. Salmonella

adalah jenis bakteri yang termasuk dalam kelompok

Enterobacteriaceae. Jenis Salmonella yang paling sering menyebabkan

keracunan adalah Salmonella typhimurium dan Salmonella enteriditis.

Salmonella ditemukan dalam usus hewan, baik jenis unggas maupun

sapi atau kambing. Pencemaran Salmonella dapat melalui kotoran

ayam. Hewan lain dapat juga terinfeksi Salmonella pada waktu

pemotongan di rumah pemotongan hewan melalui pisau atau alat lain

yang digunakan dan melalui air pencucian yang mengandung

Salmonella. Dengan demikian makanan akibat infeksi Salmonella

bersumber pada bahan makanan, seperti daging ternak, daging ayam

atau telur yang dimasak kurang sempurna atau karena penanganan

bahan makanan secara tidak benar sebelum dimasak (Moehy, 1992).

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 1


B. Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan

untuk mencegah dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda

lain yangdapat mengganggu, merugikan dan membahayakan

kesehatan manusia. Sedangkan mutu pangan adalah nilai yang

ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan

standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman. Pada

prinsipnya mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung jawab

antara pemerintah, industri makanan (produsen) dan konsumen.

Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, Undang-

Undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan

Undang-Undang No.23 tentang Kesehatan. Beberapa permasalahan

yang ditemui dalam rangka pengembangan mutu pangan antara lain:

1) Kelembagaan yang belum mantap

2) Peraturan dan perundang-undangan belum lengkap dan efektif, 3)

3) Sumberdaya manusia yang masih lemah,

4) Sarana prasarana masih terbatas,

5) Terbatasnya informasi tentang mutu dan keamanan pangan

(Anonimous, 2003).

C. Makanan Jajanan

Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau

disebut street food menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 2


jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung

dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.

Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus

meningkat, mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga

untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah

murah dan mudah di dapat, cita rasanya yang enak dan cocok dengan

selera kebanyakan masyarakat.

Gambaran umum makanan jajanan tradisional Jawa yang

menjadi tradisi masyarakat Jawa bercirikan :

1) Sebagai pelestari budaya dan berbasis pada produk tradisional

Jawa (traditional knowledge dan indikasi geografis jawa).

2) produk yang dihasilkan memiliki daya guna pemenuhan kebutuhan

dengan nilai ekonomi yang tinggi.

3) Produk yang dihasilkan berdaya saing tinggi dengan merk khusus

yang berasal dari daerah setempat,

4) Produk yang dihasilkan dikenal luas oleh masyarakat, khususnya

orang Jawa,

5) Sebagian besar melakukan proses produksi dengan teknologi

sederhana,

6) Membawa dampak ekonomi tinggi di daerahnya atau wilayahnya

(pemanfaatan bahan baku lokal, penyerapan tenaga kerja dan

adanya bentuk kegotong-royongan kegiatan sosial (Diperindag,

2003).

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 3


Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼

waktunya di sekolah. Februhartanti dan Iswarawanti (2004),

menyampaikan bahwa hasil penelitian di Jakarta ditemukan bahwa

uang jajan anak sekolah rata-rata berkisar Rp.2.000,- -Rp.4.000,-

perhari. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-anak tersebut

membawa bekal dari rumah, karenanya mereka lebih terpapar pada

makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan membeli

makanan tersebut. Telah diketahui bahwa makanan jajanan

memberikan sumbangan asupan energi, protein dan zat gizi yang lain.

Bagi anak sekolah makanan jajanan memberikan sumbangan asupan

energi sebanyak 36 %, protein 29 %, dan zat besi 52 %. Dalam hal ini

perlu dipahami bahwa makanan jajanan mempunyai peran penting

dalam pertumbuhan dan prestasi belajar anak (Februhartanti dan

Iswarawanti, 2004).

Namun demikian dari makanan jajanan kerugian datang baik dari

konsumsi maupun produsen, karena beberapa kasus keracunan atau

resikoresiko kesehatan dalam jangka panjang. Diare merupakan gejala

umum dari penyakit bawaan makanan yang mudah dikenali. Survei

kesehatan rumah tangga tahun 2001 menemukan bahwa diantara 100 -

1000 orang balita terdapat 75 anak balita yang meninggal tiap tahunnya

akibat diare.

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 4


D. Keamanan Makanan

Keamanan pangan erat kaitannya dengan budaya praktek

hygiene perorangan, keluarga dan masyarakat setempat, bahan

mentah yang digunakan, populasi lingkungan serta kemajuan teknologi

dalam pertanian dan pengolahan pangan. Budaya praktek hygiene

perorangan sangat besar peranannya dalam menentukan tingkat

pencemaran mikroba dalam makanan. Peralatan-peralatan memasak

yang terdiri dari alat-alat tradisional yang didesign rumit dan banyak

lobang-lobangnya sulit dibersihkan, sehingga merupakan sarang

persembunyian mikroorganisme, jadi peralatan merupakan sumber

kontaminasi penting, apalagi bila jarang dicuci dengan baik. Idealnya

pencucian peralatan dapur memang harus dikukus sehingga mikroba

patogen mati.

Dari semua jenis keracunan makanan ternyata lebih dari 90 %

disebabkan oleh kontaminasi mikroba, baik yang berasal dari tanah, air,

udara, peralatan dan badan manusia. Sedangkan sekitar 10 %

disebabkan oleh bahan kimia, baik yang berasal dari alam maupun

dalam bentuk kontaminasi lingkungan (Winarno, 1997).

Menurut Winarno (1997), jenis makanan dingin tanpa kena

proses pemanasan mempunyai resiko tinggi, seperti berbagai jenis

minuman es. Sedangkan jenis minuman wedang-wedangan (wedang

ronde, wedang jahe, dan lain-lain) termasuk kecil resikonya, jenis

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 5


makanan pecel-pecelan, tauge goreng relatif rendah resikonya. Bakso

dan bakmi rebus dan bakmi goreng rendah resikonya.

Cara Penyajian makanan dalam bentuk utuh atau dipotong-

potong kecil juga berpengaruh terhadap kemungkinan terdapatnya

kontaminasi makanan. Bentuk potongan kecil cenderung memiliki luas

permukaan bidang kontak dengan kontaminan lebih besar dibanding

bentuk utuh, sehingga beresiko keamanannya. Lamanya waktu antara

makanan matang sampai dikonsumsi juga berpengaruh terhadap

kemungkinan adanya mikroba patogen dalam makanan. Bryan, et. al.

(1992), menunjukkan bahwa nasi dengan kentang, pada kondisi siap

saji terdapat sel mikroba sejumlah 6 x 102 CFU/gr dan akan meningkat

menjadi 5,6 x 108 CFU/gr selama 12 jam kemudian. Menurut Ray

(1996) bahwa penyakit karena makanan di AS terutama disebabkan

karena suhu permukaan bahan mentah yang tidak tepat. Suhu tersebut

menyebabkan pertumbuhan bakteri patogen akan menyebabkan

penyakit jika dikonsumsi.

E. Bentuk-Bentuk Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan ataupun

makanan dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi.

Apabila perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima

konsumen maka bahan pangan tersebut dinyatakan telah rusak. Bentuk

kerusakan bahan pangan ataupun makanan oleh karena

mikroorganismeadalah sebagai berikut:

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 6


1. Berjamur, disebabkan oleh kapang aerobik, banyak tumbuh pada

permukaan bahan

2. Pembusukan (rots), bahan menjadi lunak dan berair

3. Berlendir, pertumbuhan bakteri di permukaan yang basah akan

dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta

pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir.

4. Peruabahan warna, beberapa mikroorganisme menghasilkan

kolonikoloniyang berwarna atau mempunyai pigmen yang memberi

warna pada bahan yang tercemar

5. Berlendir kental seperti tali

6. Kerusakan fermentative

7. Pembusukan bahan berprotein (Bukle, et.al, 1985)

F. Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Bahan tambahan pangan (BTP) atau sering disebut aditif

makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan ketika

makanan tersebut diolah untuk meningkatkan mutu. Yang termasuk

aditif makanan antara lain adalah penyedap, pewarna, aroma, penegas

rasa, antioksidan, pengawet, pengemas, anti gumpal, pemucat, dan

pengental. Ditinjau dari sudut kegunaannya aditif makanan dibagi

menjadi dua bagian pertama aditif sengaja yaitu aditif yang secara

sengaja ditambahkan Npada makanan untuk tujuan tertentu (seperti :

meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, memantapkan bentuk

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 7


dan rupa), kedua aditif tidak sengaja, adalah aditif yang ada dalam

makanan dengan jumlah yang sangat kecil sebagai akibat proses

pengolahan, biasanya disebabkan pengaruh peralatan pengolahan

maupun kemasan yang kurang baik. Berdasarkan asalnya bahan

tambahan pangan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : bahan alami

dan bahan sintetis. Bahan sintetis terbuat dari bahan kimia yang

mempunyai sifat kimia dan metabolisme mirip dengan bahan

alamiahnya. Bahan tambahan sintetis mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan bahan alami, diantaranya adalah : lebih pekat,

lebih stabil dan lebih murah. Kelemahannya adalah sering terjadi

ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya

bagi kesehatan, seperti bersifat karsinogenik yang dapat merangsang

terjadinyakanker. (Syarief, 1997)

G. Hygiene Sanitasi

1. Pengertian Secara Umum

Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses

Pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi

dapat di definisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan

cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang

berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara luas,

ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsif yang akan

membantu memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan

kesehatan yang baik pada manusia (Purnawijayanti, 2001).

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 8


Berkaitan dengan proses pengolahan pangan secara

khusus mendefinisikan sanitasi sebagai penciptaan atau

pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya

kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan

oleh makanan. Sebab keterlibatan manusia dalam proses

pengolahan pangan sangat besar, penerapan sanitasi pada personil

yang terlibat didalamnya perlu mendapat perhatian khusus. Dalam

hal ini pemahaman mengenai hygiene perorangan yang terlibat

dalam pengolahan makanan, sangat penting.

Dalam Ensiklopedia Indonesia (1982) disebutkan bahwa

pengertian hygiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah

kesehatan, serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk

memperbaiki kesehatan, serta berbagai usaha untuk

mempertahankan atauuntuk memperbaiki kesehatan. Hygiene juga

mencakup upaya perawatan kesehatan diri, termasuk ketetapan

sikap tubuh.

2. Sanitasi Pekerja

Prosedur yang penting bagi pekerja pengolahan makanan adalah

sebagai berikut :

a) Pencucian Tangan

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan

bakteri dan virus patogen dari tubuh, feces, atau sumber lain

kemakanan. Oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 9


pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang terlibat dalam

penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya

merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti

cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada

makanan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan

pembilasan akan menghilangkan mikroba yang terdapat pada

tangan. Konmbinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih,

penggosok, dan air mengalir akan menghanyutkan partikel

kotoran yang banyak mengandung mikroba. Frekuensi

pencucian tangan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada

prinsipnya pencucian tangan dilakukan setiap saat. Setelah

tangan menyentuh benda-benda yang dapat menjadi sumber

kontaminan atau cemaran. Berikut ini adalah beberapa pedoman

praktis, pencucian tangan yang harus dilakukan:

1) Sebelum melakukan pekerjaan dan pada waktu menangani

kebersihan tangan harus dijaga.

2) Sesudah waktu istirahat

3) Sesudah melakukan kegiatan-kegiatan pribadi misalnya

merokok, makan, minum, bersin, batuk, dan setelah

menggunakan toilet/kamar mandi (buang air kecil atau

besar).

4) Setelah menyentuh benda-benda yang dapat menjadi

sumber kontaminan misalnya telpon, uang, kain atau baju

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 10


kotor, bahan makanan mentah ataupun segar, daging,

cangkang telur, dan peralatan kotor.

5) Setelah mengunyah permen karet atau setelah

menggunakan tusuk gigi.

6) Setelah menyentuh kepala, Rambut, hidung, mulut, dan

bagianbagian tubuh yang terluka.

7) Setelah menangani sampah serta kegiatan pembersihan

misalnya menyapu atau memungut benda yang terjatuh

dilantai.

8) Sesudah menggunakan bahan-bahan pembersih misalnya

menyapu atau memungut benda yang terjatuh dilantai.

9) Sebelum dan sesudah menggunakan sarung tangan kerja.

b) Kebersihan Dan Kesehatan Diri

Syarat utama Pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan

yang baik. Untuk itu di sarankan pekerja melakukan tes

kesehatan, terutama tes darah dan pemotretan rontgen pada

dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran

pernafasan. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6

bulan sekali, terutama bagi Pengolahan makanan di dapur . Ada

beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para

pengolah makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang

diolahnya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 11


c) Sanitasi Peralatan

Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan

disanitasi/desinfeksikan (dibersihkan agar tidak terkontaminasi

kembali) untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan,

baik pada tahap persiapan, Pengolahan, penyimpanan

sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa pada peralatan

dapur seperti alat pemotongan, papan pemotongan (telenan),

dan alat saji merupakan sumber kontaminasi potensial bagi

makanan.

d) Sanitasi Ruang Pengolahan Makanan

Ruang Pengolahan makanan atau dapur juga berperan penting

dalam menentukan berhasil tidaknya upaya sanitasi makanan

secara keseluruhan. Dapur yang bersih dipelihara dengan baik

akan merupakan tempat yang hygieni sekaligus menyenangkan

tempat kerja. Dua hal yang menentukan dalam menciptakan

dapur yang saniter adalah kontruksi dan tata letak.

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 12


HASIL
KONSELING, DAN INSPEKSI SANITASI TERHADAP PENDERITA
KERACUNAN MAKANAN

A. Data Umum

Nama Pasien : Elfahrezi Papalia

Umur : 2 tahun

Nama orang tua/KK : Yusri Papalia

Alamat RT/RW : Ahuru THR RT 04/RW 16

Kelurahan/Desa : Batu Merah

Hari /tanggal Konseling : Selasa, 13 Februari 2018

Hari/tanggal inspeksi : Kamis. 15 Februari 2018

B. Identifikasi Masalah Lingkungan dan Perilaku

Sesuai hasil wawancara yang saya lakukan pada orang tua dari pasien,

pasien terkena keracunan makanan akibat mengkonsumsi makanan

jajanan yang kurang baik seperti mie instant yang seharusnya dimasak

dulu baru dimakan tetapi pasien seringkali memakannya mentah-

mentah tanpa di masak serta perilaku yang tidak higienis yaitu pasien

tidak mencuci tangan sebelum makan.

C. Inspeksi Kesehatan Lingkungan Penderita Keracunan Makanan

Sesuai dengan hasil observasi langsung ke rumah pasien ternyata

masalah yang ditemukan adalah:

1. Perilaku pasien yang kurang baik artinya pasien apabila bermain

lalu memakan makanan jajanan seringkali pasien tidak mencuci

tangan.

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 13


2. Kebiasaan pasien mengkonsumsi makanan instant berupa mie

instant dengan mentah sebelum di masak.

3. Dapur yang kurang memenuhi syarat dalam arti tempat sampah

yang disediakan di dapur adalah tempat sampah terbuka yang

dapat mengakibatkan adanya vektor sehingga vektor tersebut dapat

hinggap pada makanan yang di masak

4. Tempat peralatan makanan yang tidak memadai serta tempat

pencucian alat masak yang tidak saniter dan tempat pembuangan

limbahnya di buang di samping rumah begitu saja.

D. Saran

1. Kepada orang tua sebaiknya memperhatikan aktifitas anak serta

memperhatikan kebiasaan anak bahwa sebelum makan harus

mencuci tangan.

2. Kepada orang tua sebaiknya jangan membeli atau membiasakan

anak makan makanan jajanan berupa makanan instant karena

dapat berbahaya bagi kesehatan anak.

3. Kepada penghuni rumah sebaiknya memperhatikan kebersihan

dapur dan tempat sampah agar tidak menjadi sarang vektor.

4. Kepada penghuni rumah sebaiknya memperhatikan tempat

pencucian alat masak agar tidak ada kuman atau bakteri yang

menempel pada alat masak tersebut akibat dari tempat pencucian

alat masak yang kurang saniter dan saluran limbahnya perlu

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 14


diperhatikan agar tidak membuang sembarangan begitu saja di

samping rumah.

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 15


DOKUMENTASI

1. Rumah tampak dari depan 2. Tanya jawab dengan orang tua


pasien

3. Ruang dapur tidak higienis 4. Lantai dapur

5. Tempat Sampah Sementara 6. Tempat penyimpanan


peralatan makan

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 16


7. Tempat penyimpanan bahan 8. Sarana air bersih
makanan

9. Tempat pencucian peralatan 10. Saluran pembuangan limbah


masak

11. Jamban 12. Pemberian leaflet kepada orang


tua pasien

KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 17


KASUS PENDERITA PENYAKIT KERACUNAN MAKANAN Page 18

Anda mungkin juga menyukai